Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH UAS

MIKROEKONOMI ISLAM
“PASAR A ET KA”

oleh:

Dian Laksana Fitrah 1506750005


Hana Muniroh 1506729216
Karina Mariz 1506679256
Mawaddah Addini 1506679180
Pramesti Dyavi Tamara 1506679104

FAKULTAS EKONOMI DAN


BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, MEI 2017
STATEMENT OF AUTHORSHIP

“Kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas


terlampir adalah murni pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang
kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.

Materi ini belum/tidak pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk


makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas
bahwakami menggunakannya.

Kami memahami bahwa tugas yangkami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme”.

Mata Ajaran : Mikroekonomi Islam


Judul Makalah/Tugas : Pasar dan Etika
Tanggal : 23 Mei 2016
Dosen : Muhammad Soleh Nurzaman

Pernyataan ini dibuat untuk membuktikan kebenaran dari pekerjaan kami dan apabila
terbukti terdapat pelanggaran di dalamnya, maka kami siap untuk menanggung risiko
yang telah ditentukan.
DAFTAR ISI

Cover…...........................................................................................................................i
Statement of Authorship.................................................................................................ii
Daftar Isi…..................................................................................................................iii
Kata Pengantar….......................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
1. 2. Rumusan Masalah
1. 3. Tujuan Penulisan

BAB II ISI
2. 1. Evaluasi Konsep Pasar Alternatif: Sosialisme dan Marxisme…………………… 2.
2. Kerangka Teori Etika…………………………………………………................... 2.
2. 1. Ethics and Morality…………………………………………………......
2. 2. 2. Konsep Pasar dan Etika…………………………………………………
2. 2. 2. 1. Utilitarianism and Welfare Theory………………………………………......
2. 2. 2. 2. Ethics of Duties and Rights…………………………………………………..
2. 2. 2. 3. Ethics of Justice…………………………………………………....................
2. 2. 2. 4. Virtue Ethics and Care Ethics……………………………………………… 2.
3. Penilaian Etika dalam Pasar………………………………………………….........
2.3.1 Contoh kasus Enron…………………………………………………........

BAB III PENUTUP


3. 1. Kesimpulan

Referensi
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayng, Kami
panjatkan puja dan puji atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan lecture notes
“Interaksi Sosial dan Etika“ dalam mata kuliah ikroekonomi Islam tepat pada
waktunya. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih atas pihak-pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan materi dan pikirannya dalam
menyelesaikan tugas ini.

Dan harapan kami semoga tugas ini dapat memenuhi kriteria dan memberikan
manfaat bagi para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami,
kami yakin masih banyak kekurangan dalam tugas i, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik agar kami dapat memperbaiki kekurangan yang ada
pada tugas ini.

Depok, Mei 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Etika merupakan hal yang memiliki tingkat urgensi yang tinggi dalam
kegiatan ekonomi. Penegakan nilai-nilai moral dalam aktivitas ekonomi harus
disadari secara personal oleh setiap pelaku ekonomi. Namun, etika yang merupakan
suatu standar dan standar yang merupakan hasil ketetapan, menunjukkan bahwa
dengan adanya sistem ekonomi yang berbeda, etika dalam pasarnya pun berbeda pula.
Seperti sistem ekonomi kapitalis yang menyerahkan pembuatan standar etika kepada
para pelaku di pasar. Sehingga, filter yang ada diserahkan pada masing-masing pelaku
sesuai dengan mekanisme supply dan demand. Maka, tak jarang, pelaku ekonomi
melanggar etika yang berlaku untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dalam
kegiatan ekonomi.

Berbeda ekstrem dengan sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi sosialis


pun dibangun atas suatu tujuan, yakni menjaga kepentingan masyarakat. Sehingga,
etika yang berlaku di dalam pasar merupakan hasil tafsiran pemerintah atas kebutuhan
publik. Pasar dalam Islam sendiri dibangun atas dasar terjaminnya persaingan yang
sehat yang dibingkai dalam nilai dan moralitas sehingga tidak akan ada perilaku
individu yang akan melanggar prinsip-prinsip etika yang berlaku di masyarakat
dimana terdapat hukum-hukum syara‟ dan kaidah tersendiri dalam praktik
muamalah.

Secara umum, menghubungkan pasar dan etika adalah hal penting. Karena,
ketika kita membahas pasar, artinya ada direction di dalamnya. Pasar tidak hanya
menjadi alat untuk menyediakan barang untuk dijual dan mengkonfirmasi permintaan
dan penjualan. Apabila pasar hanya sebatas itu, maka pasar tidak mempunyai tujuan.
Tujuan pasar harus bermoral dan beretika. Maka dari itu, dibutuhkan sistematika
pengaturan pasar agar pasar memiliki standar nilai yang baik.
1. 2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep pasar dalam paham sosialisme?


2. Apakah yang dimaksud dengan etika dan moralitas?
3. Bagaimana cara menghubungkan pasar dan etika?
4. Bagaimanakah penilaian etika dalam pasar menurut konsep ekonomi Islam?
5. Apakah ada teori yang menghubungkan pasar dengan etika?
6. Bagaimana etika dan moral dalam kehidupan sehari-hari?

1. 3. Tujuan Penulisan

1. Sebagai pemenuhan ujian akhir mata kuliah Mikroekonomi Islam.


2. Mengetahui bagaimana etika yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dalam
menjalankan kegiatan ekonomi. Sehingga, kegiatan ekonomi yang dijalankan
tidak hanya memberikan keuntungan tetapi juga akan memberikan keberkahan
bagi pelaku ekonomi.
3. Mengetahui konsep pasar sosialis yang dikemukakan oleh Lange serta
evaluasi dari konsep pasar tersebut.
4. Mengetahui teori-teori yang menghubungkan pasar dengan etika.
5. Mengetahui Etika dalam perspekif Islam
BAB II
PEMABAHASAN

2. 1. Evaluasi Konsep Pasar Alternatif: Sosialisme dan Marxisme


EKONOMI SOSIALIS

Sejarah Ekonomi Sosialis

Sosialisme berakar dari paham sosialis yang lahir pada abad ke-18,inti dari aliran    ini
adalah lebih mengutamakan kesejahteraan masyarakat umum dari pada kepentingan
individu,aliran ini berprinsip tentang urgensi pemerintah dalam dunia perekonomian dimana
tidak diakui adanya kepemilikan individu.Resources dan semua factor produksi
tanah,industry dan infrastuktur yang ada merupakan hak kepemilikan negarapada abad ke 20
sistem sosialisme telah menyebar di bagian besar wilayah eropa   timur.Keberlangsungan
system ini di tandai dengan adanya revolusi rusia pada tahun1917 lewat sebuah gerakan
antikapitalis yang terinspirasi oleh konsep sosialis Karlmarx.

Sosialisme adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang   


cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan  
campur tangan pemerintah. Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata
kehidupan perekonomian negara serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara seperti air, listrik, telekomunikasi, gas lng, dan lain
sebagainya. Dalam sistem ekonomi sosialisme atau sosialis, mekanisme pasar dalam hal
permintaan dan penawaran terhadap harga dan kuantitas masih berlaku. Pemerintah mengatur
berbagai hal dalam ekonomi untuk menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat. Sosialisme
muncul sebagai antithesis dari kapitalisme. Ia lahir didorong oleh fenomena kemelaratan
kaum buruh dan petani yang terkena dampak revolusi industry yang telah menyebar ke
seantero eropa,Sosialisme mengajak umat manusia meninggalkan kepemilikan individu atas
alat-alat produksi.Ciri Utama sosialisme yaitu berada pada hilangnya kepemilikan individu
atas alat-alat produksi dan sangat mengandalkan peran pemerintah sebagai pelaksana
perekonomian dan meninggalkan pasar.

Faham ini digagas oleh Karl Marx, keresahannya tehadap kehidupan yang terjadi  
pada masanya yang dikuasai oleh faham kapitalism, dimana kesenjangan antara orang miskin
dan orang kaya sangat tajam membuatnya mengagas penyemarataan hak dalam
perekonomian. Yang kita kenal sekarang ‘ekonomi sosialis. Sebagaimna istilah Marx,
borjuisme (orang kaya) pada masa itu sangat berperan kuat dalam pemiskinan masarakat
Proletar. Dibanyak tempat dijumpai pemiskinan ekonomi oleh orang-orang bermodal
(capital) atas kaum proletar itu sendiri. Selain itu, yang menyebabkan tumbangnya faham
kapitalisme oleh faham sosialisme yang digagas oleh Marx ketika daya beli kaum proletar
melemah yang menyebabkan barang-barang produksi tidak laku,maka barang-barang
produksi tersebut hanya menumpuk digudang-gudang borjuis tertentu. Maka, lahirlah
revolusi besar-besaran, dimana Marx mampu mempersatukan kaum buruh (proletar) untuk
menuntut orang borjuis berbagi kekayaan dan keadilan. Kemudian muncul istilah masyarakat
tampa  kelas, yang semuanya sama kaya-sama miskin, tidak ada buruh tidak ada majikan.

Rumusan strategi ekonomi sosialis adalah sebagai berikut : (1) Penghapusan hak
milik pribadi atas factor produksi, (2) Sifat, cakupan dan ragam industri mengacu pada
kebutuhan social, (3) Perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan oleh Negara
dan (4) Distribusi pendapatan oleh Negara.

Prinsip Dasar Ekonomi Sosialis

Afsalur Rahman dalam Economic Doctrines of Islam juga mengatakan, bahwa prinsip
dasar ekonomi sosialis itu ada tiga antara lain: (1) Pemilikan harta oleh negara; Seluruh
bentuk dan sumber pendapatan menjadi milik negara atau masyarakat keseluruhan. Hak
individu untuk memiliki harta atau memanfaat produksi tidak diperbolehkan. Dengan
demikian individu secara langsung tidak mempunyai hak pemilikan, (2)  Kesamaan ekonomi;
Sistem ekonomi sosialis menyatakan (walaupun sulit ditemui di negara komunis) bahwa hak-
hak individu dalam suatu bidang ekonomi ditentukan oleh prinsip kesamaan. Setiap individu
disediakan kebutuhan hidup menurut keperluan masing-masing, dan (3)  Disiplin Politik;
Untuk mencapai tujuan di atas, keseluruhan negara diletakkan di bawah  peraturan kaum
buruh, yang mengambil alih semua aturan produksi dan distribusi. Kebebasan ekonomi serta
hak kepemilikan harta dihapuskan sama sekali.

Ekonomi Marxisan

Ekonomi Marxian atau aliran ekonomi Marxian berbasis  pada  kritikan oleh Karl
Marx dan Friederich Engles terhadap  aliran politik ekonomi  klasik.  Ekonomi Marxian
terdiri dari beberapa teori yang berbeda dan mencakup banyak aliran pemikiran yang
terkadang saling bertentangan, dan dalam banyak kasus analisis Marxis digunakan untuk
melengkapi pendekatan ekonomi lainnya. Seseorang tidak harus secara politis menjadi
marxist ( anggota kelompok Marx ) untuk menjadi  pendukung ekonomi Marxis.

Ekonomi Marxian, khususnya di bidang akademis, dibedakan dari marxisme sebagai


ideologi politik dan juga aspek normatif pemikiran Marxis, dengan pandangan bahwa
pendekatan asli Marx untuk memahami ekonomi dan pembangunan ekonomi bebas dari
dorongan Marx terhadap sosialisme revolusioner. Ekonom Marxis tidak bersandar
sepenuhnya pada karya Marx dan Marxis lainnya yang diketahui secara luas, namun
mengambil  dari berbagai sumber Marxis dan non-Marxis. Meskipun sekolah Marxis
dianggap heterodoks, gagasan yang keluar dari ekonomi Marxis telah berkontribusi pada
pemahaman arus utama ekonomi global; konsep ekonomi Marxian terutama yang terkait
dengan akumulasi modal dan business cycle, seperti telah disesuaikan untuk digunakan dalam
sistem kapitalis. Juga Disruptive Innovation karya Prof Clayton M Christensen.

Creative destruction, bahasa Jerman: schöpferische Zerstörung, yang kadang-kadang


dikenal sebagai badai Schumpeter, adalah sebuah konsep di bidang ekonomi yang sejak tahun
1950-an telah menjadi sangat mudah diidentifikasi dengan ekonom Austria-Amerika Joseph
Schumpeter  yang mengambilnya dari karya Karl Marx dan mempopulerkannya sebagai teori
inovasi ekonomi dan business cycle. Menurut Schumpeter, creative destruction
menggambarkan proses mutasi industri yang terus-menerus merevolusi struktur ekonomi dari
dalam, terus-menerus menghancurkan yang lama, tanpa henti menciptakan yang baru. Dalam
teori ekonomi Marxis, konsep ini lebih mengacu pada proses akumulasi dan penghancuran
kekayaan di bawah kapitalisme.

Ekonomi Marx mengambil sebagai titik tolak karya para ekonom paling terkenal di
zamannya, ekonom klasik Inggris Adam Smith, Thomas Robert Malthus, dan David Ricardo.
Smith, dalam The Wealth of Nations (1776), berpendapat bahwa karakteristik terpenting dari
ekonomi pasar adalah dimungkinkan pertumbuhan kemampuan produktif yang cepat. Smith
mengklaim bahwa pasar yang berkembang merangsang pembagian kerja yang lebih besar
(yaitu, spesialisasi bisnis dan / atau pekerja) dan ini, pada gilirannya, menyebabkan
produktivitas meningkat. Meskipun Smith pada umumnya hanya mengatakan sedikit tentang
buruh, dia mencatat bahwa peningkatan pembagian kerja pada suatu saat dapat menyebabkan
kerugian bagi mereka yang pekerjaannya menjadi lebih spesifik, makin sempit   dalam
pembagian kerja yg diperluas. Smith berpendapat bahwa ekonomi laissez-faire secara alami
aka n mengoreksi dirinya sendiri dari waktu ke waktu. Marx mengikuti Smith dengan
mengklaim bahwa manfaat penting dari kapitalisme adalah pertumbuhan kemampuan
produktivitas yang pesat. Marx juga mencatat bahwa buruh bisa membahayakan oleh karena
kapitalisme menjadi lebih produktif. Selain itu, dalam Theories of Surplus Value, Marx
mencatat, “Kami melihat kemajuan besar yang dilakukan oleh Adam Smith melebihi kaum
Physiokrat dalam analisis tentang surplus value   dan kemudian tentang kapital. Menurut
pandangan mereka, hanya satu yg konkret  yang pasti yaitu  tenaga kerja pertanian – yang
menciptakan nilai lebih … Tetapi bagi Adam Smith, ini adalah kerja sosial – tidak peduli
dalam penggunaan apa nilai itu memanifestasikan dirinya – hanya kuantitas tenaga kerja yang
diperlukan, yang menciptakan nilai surplus value, apakah itu mengambil keuntungan dari 
sewa, atau bentuk sekunder dari bunga, hanyalah bagian yang disesuaikan oleh pemilik
kondisi material terhadap kerja dalam pertukaran dengan buruh.

Physiocracy (from the Greek for “government of nature”) is an economic


theory developed by a group of 18th century Enlightenment French
economists who believed that the wealth of nations was derived solely from
the value of “land agriculture” or “land development” and that agricultural
products should be highly priced.  Their theories originated in France and
were most popular during the second half of the 18th century. Physiocracy is
perhaps the first well-developed theory of economics.

The movement was particularly dominated by François Quesnay (1694–1774)


and Anne-Robert-Jacques Turgot (1727–1781).[2] It immediately preceded the
first modern school, classical economics, which began with the publication of
Adam Smith‘s The Wealth of Nations in 1776.

Sosialisme pasar adalah menggabungkan kepemilikan umum/sosial atas alokasi modal


dan pasar. Dengan begitu maka sosialisme pasar juga ditentukan oleh peran pemerintah yang
cukup besar, karena untuk menggabungkan kepemilikan umum/sosial atas alokasi modal dan
pasar sangat membutuhkan intervensi pemerintah agar dapat terealisasi. Beberapa
diantaranya adalah sebagai berikut: Kepemilikan publik atas faktor produksi non-tenaga
kerja, struktur pengambilan keputusan yang terdesentralisasi (perusahaan), struktur informasi
yang terdesentralisasi, koordinasi oleh pasar, imbalan material dan non-material.
Model teoretis market yang paling terkenal adalah model trial and error yang diajukan
oleh ekonom Polandia Oscar Lange.
1. Model Lange
Sebagian besar kontribusi Lange terhadap ekonomi terjadi pada seluk beluk Amerika
pada tahun 1933-1945. Meskipun menjadi seorang sosialis yang bersemangat, Lange
menyesalkan teori nilai kerja Marxis, yang sangat percaya pada teori harga neo-klasik. Dalam
sejarah ekonomi, dia mungkin paling dikenal karena karyanya dalam Teori Ekonomi
Sosialisme yang diterbitkan pada tahun 1936, di mana dia dengan terkenal menempatkan
ekonomi Marxis dan neoklasik bersamasama.
Lange menganjurkan penggunaan alat pasar (terutama teori harga neoklasik) dalam
perencanaan ekonomi sosialisme dan Marxisme. Dia mengusulkan agar dewan perencanaan
pusat menetapkan harga melalui "trial and error", membuat penyesuaian karena adanya
kekurangan dan surplus yang terjadi daripada mengandalkan mekanisme harga bebas. Di
bawah sistem ini, perencana pusat "secara sewenangwenang akan menentukan harga untuk
produk yang diproduksi di pabrik pemerintah dan meningkatkannya atau menguranginya
tergantung pada apakah hal itu mengakibatkan kekurangan atau kelebihan. Setelah percobaan
ekonomi ini dijalankan beberapa kali, seorang matematikawan mampu memecahkan
Persamaan simultan yang kompleks sehingga dapat merencanakan ekonomi. Jika ada
kekurangan, harga akan meningkat, jika ada surplus, harga akan diturunkan. Menaikkan
harga akan mendorong bisnis untuk meningkatkan produksi, didorong oleh keinginan mereka
untuk meningkatkan Keuntungan, dan dengan demikian menghilangkan kekurangan tersebut.
Menurunkan harga akan mendorong perusahaan untuk membatasi produksi guna mencegah
kerugian, yang akan menghilangkan surplus. Oleh karena itu, ini akan menjadi simulasi
mekanisme pasar, yang menurut Lange dapat Efektif mengelola penawaran dan permintaan.
Pendukung gagasan ini berpendapat bahwa ia menggabungkan keuntungan dari ekonomi
pasar dengan ekonomi sosialis.
Dengan gagasan ini, Lange juga berpendapat bahwa ekonomi yang dikelola negara
setidaknya bisa seefisien - jika tidak lebih efisien daripada - ekonomi pasar kapitalis atau
swasta. Dia berpendapat bahwa ini memungkinkan jika perencana pemerintah bisa
menggunakan sistem harga seolah-olah dalam ekonomi pasar dan menginstruksikan manajer
industri negara untuk merespons secara parametrik terhadap harga yang ditentukan negara
(meminimalkan biaya, dll.). Argumen Lange adalah salah satu pivot dari Debat Perhitungan
Sosialis dengan Sekolah Austria dan pandangan kalangan sosialis Inggris dari Fabian Society,
pada saat itu Lange telah memenangkan perdebatan tersebut.
2. Pondasi Teoritis Model Lange
● Menggabungkan kepemilikan publik dan pendekatan trial and error untuk menentukan
output dan ekuilibrium.
● Negara yang memiliki faktor produksi dan barang konsumsi bukan tenaga kerja
dialokasikan oleh pasar (kepemilikan negara dan sumber daya yang dialokasikan oleh pasar)
● Versi sosialisme pasar yang lebih terpusat
● Tiga tingkat pengambilan keputusan
 ○ Industrial ministries
 ○ Enterprises
 ○ Central Planning Board (CPB)
■ CPB awalnya menetapkan semua harga secara semena-mena, perusahaan
menghadapi harga parametrik seperti halnya perusahaan kompetitif sempurna
■ Perusahaan mengikuti aturan tipe market. Usaha diinstruksikan untuk
meminimalkan biaya dan menghasilkan output dimana MC = P, dimana jika hasilnya
1. Surplus, harga disesuaikan ke bawah
2. Defisit, harga disesuaikan ke atas
■ CBP menentukan harga dan menyesuaikan harga ekuilibrium sampai supply sama
dengan permintaan
■ CPB mengalokasikan dividen sosial (harga sewa dan keuntungan):
1. Untuk membiayai investasi untuk mencapai tujuan pertumbuhan (kontrol negara
atas investasi dan tingkat pertumbuhan ekonomi)
2. Untuk mencapai tujuan distribusi (dengan kepemilikan negara, tingkat dan arah
aktivitas ekonomi akan ditentukan secara besar oleh negara; distribusi akan lebih
banyak)

● Keputusan negara tentang ekspansi sektoral


● Pengendalian harga bisa digunakan untuk memperbaiki eksternalitas
● Kontrol atas tabungan dan investasi negara akan mengurangi ketidakstabilan siklis
3. Kritik terhadap Model Lange
Model Lange telah dikritik oleh berbagai ekonom, baik sosialis maupun nonsosialis.
Abram Bergson telah mengkritik model Lange dengan alasan bahwa dalam memantau
perusahaan, untuk memastikan harganya sama dengan biaya marjinal mereka akan lebih
mahal daripada memaksakan maksimisasi keuntungan di dalam perusahaan.
Ekonom Paul Craig Roberts telah mengkritik model Lange, mengatakan bahwa
usahanya untuk mensimulasikan pasar, berjumlah sebanyak tiruan atas kapitalisme dan bukan
alternatif sosialis yang diklaimnya. Roberts berpendapat bahwa model Lange mengabaikan
maksud perencanaan sosialis karena tidak memiliki struktur dan kerja sama horizontal yang
diperlukan untuk organisasi sosialis. Dia mengklaim bahwa model tersebut hanya mencakup
produksi komoditas sebagai struktur organisasi dan mendefinisikan sosialisme hanya dalam
hal hak kepemilikan. Menurut Roberts, produksi komoditi yang terkandung dalam sistem
pertukaran model Lange adalah perencanaan sosialis yang tepat untuk menggantikan
produksi yang akan digunakan.
Milton Friedman mengkritik model Lange dengan alasan metodologis. Menurut
Friedman, model ini bertumpu pada 'model dunia imajiner' dan bukan 'generalisasi tentang
dunia nyata', membuat klaim model kebal terhadap pemalsuan. Dia juga mengkritik model
tersebut dengan alasan yang logis, dengan menunjukkan bahwa setiap sistem yang
mengajukan kepemilikan negara terhadap perusahaan memerlukan intervensi terus menerus
secara paksa dari negara: setiap saat seseorang memulai usaha pribadi, negara harus
mematikannya atau merebutnya. , Atau menggunakan kekuatan untuk mencegah individu
memulai perusahaan swasta di tempat pertama.
Baru-baru ini, ekonom Joseph Stiglitz mengkritik model untuk mereplikasi banyak
dugaan kesalahan ekonomi neoklasik. Yaitu, karena masalah seperti biaya informasi dan
pasar yang hilang, ekonomi pasar memecahkan masalah secara berbeda dari yang dijelaskan
oleh analisis neoklasik. Oleh karena itu, Stiglitz berpendapat, model Lange adalah gambaran
yang buruk tentang bagaimana mekanisme harga akan bekerja dalam ekonomi sosialis pasar,
sampai pada tingkat yang sama bahwa ekonomi neoklasik adalah gambaran yang buruk
tentang bagaimana kapitalisme pasar benarbenar bekerja.
Para ekonom Don Lavoie dan Israel Kirzner mengklaim bahwa Lange mengusulkan
simulasi pasar yang tidak sah karena pasar tidak dapat berfungsi tanpa persaingan, sehingga
pasar simulasi tidak dapat menandingi kinerja pasar riil.
Ekonom DW MacKenzie mengklaim bahwa model tersebut telah disalahpahami.
Yakni, proposal trial and error bertujuan untuk mensimulasikan pasar spot. Mises (1920)
mengemukakan bahwa pejabat sosialis dapat mensimulasikan harga di pasar spot, namun
usulan uji coba dan kesalahan tersebut tidak relevan dengan masalah perencanaan investasi,
karena persediaan barang masa depan tidak pernah ada. Lavoie dan Kirzner keduanya
berpendapat bahwa proposal percobaan dan kesalahan Lange tidak sah. Mackenzie
berpendapat bahwa proposal uji coba dan kesalahan tidak relevan: model Lange gagal karena
bertujuan untuk mensimulasikan pasar yang salah. Pada intinya, dalam sistem pasar sosialis,
pasar itu tidak netral, melainkan memiliki arahannya dan tujuan. Maka, dapat disimpulkan
bahwa sistem pasar sosialis memiliki etika. Namun, konsep ini memang sulit untuk
diterapkan pada kehidupan nyata karena dapat mematikan insentif.
2. Kerangka Teori Etika
2. 1. Ethics and Morality
a. Moral
Moral berasal dari bahasa latin yakni mores, kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai (ajaran tentang) baik buruk
yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya. Moral adalah hal – hal
yang sesuai dengan ide – ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana
yang wajar. Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang
lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Sedangkan manusia yang tidak memiliki moral
disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu,
tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral adalah nilai keabsolutan dalam
kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat
setempat. Moral adalah perbuatan atau tingkah laku atau ucapan seseorang dalam berinteraksi
dengan manusia lain. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang
itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan
agama. Pengertian moral dapat dipahami dengan mengklasifikasikannya sebagai berikut
● sebagai ajaran kesusilaan, berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan tuntutan untuk
melakukan perbuatan – perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan buruk yang bertentangan
dengan ketentuan yang berlaku dalam suatu masyarakat.
● sebagai aturan, berarti ketentuan yang digunakan oleh masyarakat untuk menilai
perbuatan seseorang apakah termasuk baik atau buruk.
● sebagai gejala kejiwaan yang timbul dalam bentuk perbuatan, seperti berani, jujur, sabar,
gairah dan sebagainya.
b. Etika
Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti watak
kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah ilmu tentang apa yang baik
dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Sedangkan etika menurut filsafat
dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan
memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Pada
dasarnya, etika membahas tentang tingkah laku manusia.
Tujuan etika dalam pandangan filsafat adalah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh
manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang
dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika
mengalami kesulitan karena pandangan masing – masing golongan di dunia ini tentang baik dan
buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.
Secara metodologi, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika
memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika
merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi
berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut
pandang normatif, yaitu melihat perbuatan manusia dari sudut baik dan buruk.7
Sehingga, etika adalah studi tentang moralitas. Moralitas menyangkut standar yang dimiliki
seseorang atau suatu kelompok tentang apa yang benar dan salah (Velasquez, 1998). Standar moral
adalah keharusan natural dan dapat menggambarkan tugas moral. Mereka tidak mengacu pada apa
yang benar-benar dilakukan seseorang atau bagaimana dunia ini berjalan, melainkan apa yang harus
dilakukan seseorang dan bagaimana seharusnya dunia ini berjalan.

2. 2Konsep Pasar dan Etika


2.2.1. Utilitarianism and Welfare Theory
Utiliarisme termasuk sistem teori etika kategori teleological 9 . Teologikal berasal dari kata
telos (tujuan) yang artinya mendasarkan pengambilan keputusan moral dengan pengukuran hasil atau
konsekuensi suatu perbuatan. Utiliarisme adalah suatu konsep yang berorientasi pada output (utility)
atau memaksimalisasi kekayaan. pandangan ini melihat bahwa output adalah kekayaan. Utilitiarisme
memiliki prinsip dasar “the greatest happiness of the greatest number‟. maksudnya adalah pasar
yang beretika adalah pasar yang bisa memberikan pandangan bahwa produksi atau output sebanyak-
banyaknya. Seperti kata Velasquez,
“an action is right if and only if the sum total of utilities produced by that act is
greater than the sum total of utilities produced by any other act the agent could have
performed in its place” Velasquez, 1998: 73.”
Maka jika menggunakan pendekatan GDP, pendekatan utilitiarisme fokus pada GDP growth
atau pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya. Namun, karena fokus hanya pada maksimisasi
output, maka pandangan ini tidak mementingkan proses. Hal yang menjadi perhatian hanya apakah
mekanisme yang dibuat dapat membuat output lebih besar. Maka dari itu, halal atau haram bukan hal
yang diperhatikan.
Berikut ini adalah karakteristik utilitarianisme menurut Johan J. Graafland (2007):
1). Consequentialism (konsekuentialis)
Utilitarianisme adalah teori etik konsenkuentialis. Konsenkuentialisme menegaskan bahwa
tindakan, pilihan atau kebijakan harus dinilai secara eksklusif dari hasil atau konsekuensi, efek,
daripada dari fitur intrinsic yang dimiliki. “outcome, not process, matters”. Sebagai contoh, berikut
ini adalah cara pendekatan konsekuentialis untuk menjawab pertanyaan aktivitas criminal. Misalnya,
pada November 2001 beberapa perusahaan konstruksi besar di Belanda berpartisipasi dalam
penetapan harga illegal. Haruskah perusahaan-perusahaan ini sepenuhnya mengkompensasi klien
karena kerugian akibat kenaikan harga yang diinduksi oleh kesepakatan harga illegal?
Konsenkuentalis akan memiliki argument yang berfokus hanya kepada konsekuensi dari
kebijakan hukuman perusahaan konstruksi. Apakah denda Akankah denda menghalangi perusahaan
dari penetapan harga ilegal di masa depan? Bagaimana jika perusahaan kontruksi tidak dapat
membayar denda dan jatuh bangkrut? Namun pertanyaan apakah mereka layak untuk membayar
kompensasi tidak akan diperhitungkan. Karena konsekuensi dari sebuah tindakan hampir selalu tidak
pasti, kebanyakan utilitarian mengekspresikan pandangannya tidak secara actual, namun lebih
kepada ekspektasi hasil dari tindakan. Ekspektasi hasil dari tindakan dihitung dengan mengalikan
nilai dari hasil melalui probabilitas kejadian.
2). Welfarism (kesejahteraan)
Seorang utilitarian adalah konsekuentialis yang berbicara bahwa apa yang baik adalah
kesejahteraan. Namun, apakah itu kesejahteraan? dalam hal ini, ada beberapa variasi dari
utilitarianisme. Beberapa mengartikan kesejahteraan sebgai kondisi kejiwaan seperti kebahagiaan
atau kesenangan. Hal ini adalah menurut Jemery Bentham. Bentham berpendapat bahwa “pemilik
kedaulatan”, kebahagiaan dan rasa saki, mengatur semua perilaku manusia dan semua pengalaman
manusia secara teoritis diukur dengan unit basic seperti kebahagiaan berkedudukan positif sedangkan
rasa sakit berkedudukan negatif. Bentham menggunakan konsep monistik dengan mengasumsikan
semua nilai dapat dikur dengan skala yang sama dari kebahagiaan atau rasa sakit. Ia berimplikasi,
lebih baik menjadi seekor babi yang bahagia daripada menjadi seorang manusia yang tidak bahagia.
Sebaliknya, seorang filsuf pluralis utilitarianisme beragumen bahwa tidak ada tujuan tunggal dan
beberapa nilai lainnya disamping kebahagiaan memiliki intrinsic berharga, seperti pertemanan,
pengetahuan, cinta, keberanian, kesehatan, kecantikan dan kualitas moral seperti keadilan.
Mill (1871) membedakan kesenangan yang lebih tinggi dengan kesenangan yang lebih
rendah. Contoh kesenangan yang lebih tinggi adalah seperti intelektual dan sentiment moral yang
secara kualitatif berbeda dari kesenangan yang lebih rendah seperti makan. Mill tidak sependapat
dengan Bentham. Mill berpendapat bahwa, lebih baik menjadi manusia yang tidak bahagia
dibandingkan menjadi seekor babi yang bahagia. Hal ini dikarenakan, menurut Mill manusia
memiliki intelektual yang membuat manusia lebih merasa bermartabat dan membedakannya dengan
makhluk lain.
Baik teori hedonisme dan pluralism utilitiarisme memberikan teori substantive dari
kesejahteraan. Teori substantive kesejahteraan menyatakan bahwa hal yang bersifat instrinsik baik
untuk manusia. Para ekonom segan untuk membuat asumsi tentang apa yang baik dan apa yang
buruk bagi manusia. Mereka menggunakan kedaulatan individu yang berimplikasi bahwa individu
adalah hakim dari kesejahteraan mereka sendiri. Segala penilaian dari kesejahteraan individu
sebaiknya didasari pada keputusan setiap indivitu itu sendiri. Ini tidak sama dengan anggapan
paternalism dimana pendapat dari pihak ketiga (orang lain) bisa jadi tahu yang lebih baik untuk
individu itu sendiri. Kesejahteraan sosial dari seluruh society dianggap tidak lebih dari jumlah
kumpulan utilitas individu. Tidak ada kriteria mempertimbangkan kesejahteraan sosial secara
independen dari penilaian individu.
3). Sum Ranking
Meskipun bentuk penilaian individu adalah basis seutuhnya untuk mengevaluasi tindakan
atau kebijakan, utilititarianisme bukan teori etik egois. Thesis dasar dari utilitarianisme adalah satu
orang sebaiknya melakukan apapun yang memaksimisasi jumlah total dari utilitas. Memaksimisasi
jumlah kesejahteraan artinya, utilitas marjinal dari setiap orang disamakan. Dengan mengasumsikan
tidak memperhitungkan utilitas marjinal dari pendapatan, utilitarianisme berimplikasi bahwa
pendapatan sebaiknya didistribusikan kembali hingga utilitas marjinal dari penambahan pendapatan
adalah sama bagi semua orang.
Salah satu kekuatan Utilitarianisme adalah kenyataan bahwa mereka menggunakan sebuah
prinsip yang jelas dan rasional. Dengan mengikuti prinsip ini, pemegang kekuasaan mempunyai
pegangan jelas unuk membentuk kebijaksanaannya dalam mengatur masyarakat. Kekuatan lainnya
adalah orientasi utama teori ini pada hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang mempunyai akibat buruk -
karena umpamanya mencelakakan orang lain - mempunyai peluang lebih besar untuk dianggap secara
etis bernilai buruk daripada perbuatan yang mempunyai akibat baik (karena umpamanya membantu
orang lain).
Utilitarianisme klasik yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill dapat
diringkaskan dalam 3 (tiga) pernyataan :
Pertama, tindakan harus dinilai benar atau salah hanya demi akibat-akibatnya
(consequences). Hal lain tidak menjadi pertimbangan. Motif manusia tidak penting, karena
tidak bisa diukur atau diukur, berbeda dengan tindakan yang bisa diukur.
Kedua, dalam mengukur akibat-akibatnya, satu-satunya yang penting hanyalah
jumlah kebahagiaan atau ketidak-bahagiaan yang dihasilkan. Hal lain tidak relevan.
Ketiga, kesejahteraan setiap orang dianggap sama pentingnya. Tindakan yang benar adalah
yang menghasilkan pemerataan maksimal dari kesenangan di atas ketidaksenangan, di mana
kebahagiaan setiap orang dipertimbangkan secara sama pentingnya.
A. Sony Keraf merusmuskan tiga kriteria obyektif dalam kerangka etika Utilitarianisme
untuk menilai suatu kebijaksanaan atau tindakan :
Kriteria pertama, adalah manfaat . Kebijaksanaan atau tindakan yang baik adalah yang
menghasilkan hal yang baik. Sebaliknya, kebijaksanaan atau tindakan yang tidak baik adalah
yang mendatangkan kerugian tertentu.
Kriteria kedua, manfaat terbesar. Suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral
jika menghasilkan lebih banyak manfaat dibandingkan dengan kerugian. Atau, tindakan yang
baik adalah tindakan yang menimbulkan kerugian terkecil.
Kriteria ketiga, bagi sebanyak mungkin orang. Suatu tindakan dinilai baik secara
moral hanya jika menghasilkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang, atau suatu
tindakan dinilai baik secara moral jika membawa kerugian yang sekecil mungkin bagi
sesedikit orang.
Berdasarkan 3 kriteria obyektif di atas, Utilitarianisme dipandang memiliki beberapa kelebihan:
Pertama, utilitarianisme menyediakan suatu rasionalitas dalam mengambil tindakan
maupun menilai tindakan. Ada suatu alasan yang rasional atau masuk akal mengapa seseorang
memilih suatu tindakan tertentu, bukan yang lainnya. Etika ini menggambarkan apa yang
seharusnya dilakukan orang yang rasional dalam mengambil keputusan dalam hidup ini,
termasuk keputusan moral. Dengan demikian, keputusan moral didasarkan pada kriteria yang
dapat diterima dan dibenarkan oleh siapa saja. Siapa saja dapat menjadikannya sebagai rujukan
kongkrit. Ada alasan kongkret mengapa suatu tindakan lebih baik daripada yang lainnya dan
bukan sekedar alasan metafisik mengenai perintah Tuhan atau agama.
Kedua, utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral. Setiap orang
diberi kebebasan dan otonomi sepenuhnya untuk memilih suatu tindakan tertentu berdasarkan 3
kriteria obyektif dan rasional tersebut di atas. Ia tidak lagi melakukan suatu tindakan karena
mengikuti tradisi, norma atau perintah tertentu, akan tetapi ia memilihnya berdasarkan kriteria
yang rasional. Orang tidak lagi merasa dipaksa-karena takut melawan perintah Tuhan, takut akan
hukuman, takut akan cercaan masyarakat dan lain sebagainya- melainkan bebas memilih
alternatif berdasarkan alasan-alasan yang diakuinya sendiri nilai objektifitasnya.
Ketiga, utilitarianisme memiliki nilai universal. Suatu tindakan dipandang baik secara
moral bukan hanya karena tindakan tersebut mendatangkan manfaat terbesar bagi orang yang
melakukan tindakan tersebut, melainkan juga karena mendatangkan manfaat terbesar bagi semua
orang yang terkait.
Dengan demikian, Utilitarianisme tidak bersifat egoistis. Etika ini tidak mengukur baik-buruknya
suatu tindakan berdasarkan kepentingan pribadi atau berdasarkan akibat baiknya demi diri sendiri dan
kelompok sendiri. Sementara itu, Franz Magnis-Suseno menyatakan bahwa tolok ukur untuk menilai
tindakan bermoral dalam Utilitarianisme terdiri atas empat unsur, yaitu :
Pertama, Utilitarianisme mengukur moralitas suatu tindakan atau peraturan berdasarkan
akibat-akibatnya. Moralitas tindakan tidak melekat pada tindakan itu sendiri. Apabila akibat
yang diusahakan baik, maka tindakan itu benar secara moral dan apabila tidak baik , maka
tindakan tersebut salah.
Kedua, akibat yang baik adalah akibat yang berguna (utility), dimana kegunaan tersebut
menunjang apa yang bernilai pada dirinya sendiri, yang baik pada dirinya sendiri.
Ketiga, oleh karena yang baik pada dirinya sendiri adalah kebahagiaan, maka tindakan
yang benar secara moral adalah yang menunjang kebahagiaan. Yang membahagiakan adalah
nikmat dan kebebasan dari perasaan tidak enak, karena itulah yang diinginkan manusia.
Mengusahakan kebahagiaan sama dengan mengusahakan pengalaman nikmat dan
menghindari pengalaman yang menyakitkan.
Keempat, yang menentukan kualitas moral suatu tindakan bukan kebahagiaan si pelaku
sendiri atau kebahagiaan kelompok, kelas atau golongan tertentu, melainkan kebahagiaan
semua orang yang terkena dampak tindakan itu. Dengan demikian, utilitarianisme tidak
bersifat egois, melainkan menganut universalisme etis.
2.2.3 Ethics of Duties and Rights
Deontological berasal dari kata deon yang berarti tugas atau kewajiban. Apabila sesuatu
dilakukan berdasarkan kewajiban, maka ia melepaskan sama sekali moralitas dari konsekuensi
perbuatannya. Jadi, keputusan menjadi baik karena memang sesuai dengan “kewajiban”, dan
dianggap buruk karena memang “dilarang”. Prinsip dasar konsep ini adalah tugas (duty) individu
untuk kesejahteraan sesama dan kemanusiaan. Teori deontological menyatakan bahwa tindakan atau
kebijakan yang diukur harus benar atau salah untuk alasan lain yang lebih dari hanya konsekuensi
yang baik (Johan,2007).
Teori deontological ang paling terkenal adalah “teori kewajiban” ang dikembangkan oleh
Immanuel Kant. Suatu tindakan han a benar jika itu sesuai dengan kewajiban moral. Menjaga janji
atau menghargai hak orang lain adalah hal benar, karena itu adalah kewajiban, tidak peduli apakah
tindakan tersebut memaksimisasi utilitas atau tidak (Beauchamp,1982).
Teori Kant yang biasa disebut dengan Kantianism Deontologi mengatakan bahwa, keputusan
moral harus berdasarkan aturan-aturan dan prinsip universal, bukan “hasil” atau “konsekuensi”
seperti dalam utilitarianisme (teologi). Menurut Kant, suatu tindakan dinilai benar, hanya jika
perilaku orang tersebut termotivasi oleh good will.
“It is completely impossible to consider something as unconditionally good in the world
or outside the world, except a good will‟ (Kant, 1997: 35).
Lalu, apa yang dimaksud dengan good will? Yang dimaksud Kant adalah suatu niat baik atau
perbuatan baik yang dilakukan dengan merasa bahwa itu adalah kewajiban mematuhi moral. Namun
apa yang dimaksud dengan kewajiban? Kant mendefinisikan kewajiban sebagai kebutuhan dari suatu
tindakan yang dimotivasi dari hukum moral. Untuk tindakan yang bermoral baik, tindakan tersebut
harus tidak hanya sesuai dengan hukum moral, namun juga harus dengan tujuan untuk mematuhi
hukum moral (Johan, 2007). Sebagai contoh, mahasiswa dikatakan baik bila ia tidak mencontek
karena tahu itu “salah” bukan karena ia “takut tertangkap”. Dasar dari konsep ini yang disebut
dengan “kategori imperatif”. Hubungan antara etika kewajiban dan etika hak menurut Kant sangat
kuat. Apabila ada hak yang harus dihargai maka pada umumnya ada kewajiban moral pula untuk
menghargai hak tersebut.
Sebaliknya, adalah suatu kewajiban memperhatikan moralitas dari sudut pandang orang yang
melakukan tindakan dan suatu hak moralitas yang harus diperhatikan dari sudut pandang orang yang
menerima tindakan tersebut (Chryssides and Kaler, 1993). Apabila dikaitkan dengan ekonomi, maka
berbicara soal hak dan kewajiban, itu adalah standar ekonomi pasar. Maka setiap pelaku ekonomi,
apabila ingin melakukan keputusan ekonomi harus melihat hak ekonomi. Hal ini akan terjadi
positive sum game-kondisi dimana setiap orang mengalami keuntungan, tidak ada yang dirugikan.
2. 2.4 Ethics of Justice
Konsep ini merupakan kritik atas konsep ethics of duties and rights, dimana ketika hak dan
kewajiban seseorang telah dipenuhi, ketimpangan tetap bisa terjadi, sehingga diperlukan sebuah
konsep mengenai keadilan. Adanya kasus insider trading dalam suatu perusahaan juga merupakan
bukti konkret kelemahan teori etika hak dan kewajiban, dimana pihak internal perusahaan yang
mengetahui informasi tentang perusahaan melakukan transaksi efek dalam perusahaan publik
tersebut. pihak internal ini bisa berperan sebagai direktur, komisaris, pemegang saham, bahkan
konsultan perusahaan. Pihak internal ini mendapatkan advantage karena informasi yang tidak
dimiliki oleh publik. Lagi, untuk menghindari hal semacam ini, etika harus dilandaskan pada
keadilan, bukan pada prinsip etika hak dan kewajiban.
Keadilan merupakan timbal balik atau upaya pengembalian terhadap seseorang atas kebaikan
atau kesalahan yang dilakukannya. Dalam aktivitas ekonomi, konsep keadilan ini turut
mempengaruhi perilaku seseorang. Pertanyaan mengenai bagaimana seharusnya barang-barang
didistribusikan, struktur kepemilikan yang seharusnya diadopsi merupakan persoalan yang dibahas
dalam prinsip-prinsip keadilan. Konsep distribusi keadilan sendiri diartikan sebagai distribusi
manfaat dan hak-hak masyarakat.
Walaupun konsep etika hak dan keadilan sangat berhubungan satu sama lain, namun dalam hal ini
keduanya memilki cakupan yang berbeda, dimana fokus utama ethics of rights terletak pada proteksi
kepentingan vital individu atas ancaman dari individu lain, dan ethics of justice yang lebih terfokus
pada menyeimbangkan kepentingan-kepentingan individu yang berbeda.
Dalam konteks ekonomi, khususnya transaksi di pasar, Robert Nozick berpendapat bahwa
ukuran keadilan tidak berhubungan dengan outcome, melainkan dengan proses yang menghasilkan
outcome tersebut. Dalam pandangannya, ia mengatakan distribusi dapat dikatakan adil selama
individu-individu dapat memilih dengan bebas ketika melakukan transaksi barang di dalam pasar.
Lantas, bagaimana manusia harus bertindak ketika terdapat sebuah konflik antara hak dan
keadilan yang terjadi dalam waktu yang bersamaan? Velasquez (1998) mengatakan: “Individuals
who are similar in all respects relevant to the kind of treat- ment in question should be given similar
benefits and burdens, even if they are dissimilar in other irrelevant respects; and individuals who
are dissimilar in a relevant respect ought to be treated dissimilarly, in proportion to their
dissimilarity.”
Seorang tokoh lain yang mengemukakan pendapatnya mengai keadilan adalah
John Rawls dengan pemikiran prinsip keadilan menurutnya sebagai berikut::
1. The principle of equal liberty
Prinsip ini menghendaki pemenuhan hak dasar yang dengan orang lain meliputi
hak untuk memilih, kebebasan berpendapat dan berkumpul, kebebasan dari
penindasan fisik dan psikis, hak untuk menyimpan harta pribadi, dan lain
sebagainya.
2. The principle of fair equality of opportunity Setiap orang
berhak atas kesempatan yang sama.
Selain itu, John Rawls juga turut berkontribusi dalam pemikiran kepemilikan
properti/property ownership. Ia merupakan salah seorang yang mengakui dan membela
hak milik pribadi sebagai hak dasar manusia, namun pada saat yang bersamaan, ia juga
turut membatasi ketidaksetaraan dalam kepemilikan properti tersebut dengan difference
principle.

Poin 1

Keadilan adalah Kejujuran (Justice as Fairness) Masyarakat adalah kumpulan individu yang di
satu sisi menginginkan bersatu karena adanya ikatan untuk memenuhi kumpulan individu  –
tetapi disisi yang lain – masing-masing individu memiliki pembawaan serta hak yang berbeda
yang semua itu tidak dapat dilebur dalam kehidupan sosial. Oleh karena itu Rows mencoba
memberikan jawaban atas pertanyaan, bagaimana mempertemukan hak-hak dan pembawaan
yang berbeda disatupihak dengan keinginan untuk bersama demi terpenuhnya kebutuhan
bersama?

Poin 2

Selubung Ketidaktahuan  (Veil of Ignorance)

 Setiap orang dihadapkan pada tertutupnya seluruh fakta dan keadaan tentang dirinya sendiri,
termasuk terhadap posisi sosial dan doktrin tertentu, sehingga membutakan adanya konsep
atau pengetahuan tentang keadilan yang tengah berkembang.
 Orang-orang atau kelompok yang terlibat dalam situasi yang sama tidak mengetahui
konsepsi-konsepsi mereka tentang kebaikan.

Poin 3

Posisi Original (Original Position)

 Situasi yang sama dan setara antara tiap-tiap orang di dalam masyarakat
 Tidak ada pihak yang memiliki posisi lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya.
 Pada keadaan ini orang-orang dapat melakukan kesepakatan dengan pihak lainnya secara
seimbang.

“Posisi Original” yang bertumpu pada pengertian ekulibrium reflektif dengan didasari oleh ciri
Rasionalitas (rationality), Kebebasan (freedom), dan Persamaan (equality). Guna mengatur
struktur dasar masyarakat (basic structure of society).

Poin 4

Prinsip Kebebasan yang Sama (equal liberty principle)

Setiap orang memiliki hak yang sama atas kebebasan-kebebasan dasar yang paling luas dan
kompatibel dengan kebebasan-kebebasan sejenis bagi orang lain. “Setiap orang mempunyai
kebebasan dasar yang sama”

Dalam hal ini kebebasan-kebebasan dasar yang dimaksud antara lain:

 kemerdekaan berpolitik (political of liberty),


 kebebasan berpendapat dan mengemukakan ekspresi (freedom of speech and expression),
 kebebasan personal (liberty of conscience and though).
 kebebasan untuk memiliki kekayaan (freedom to hold property)
 Kebebasan dari tindakan sewenang-wenang.
Poin 5

Prinsip Ketidaksamaan (inequality principle)

 Difference principle (prinsip perbedaan) – Ketidaksamaan sosial dan ekonomi diatur


sedemikian rupa, sehingga diperoleh manfaat sebesar-besarnya bagi anggota masyarakat yang
paling tidak diuntungkan.

 Equal opportunity principle (prinsip persamaan kesempatan)- Jabatan-jabatan dan posisi-


posisi harus dibuka bagi semua orang dalam keadaan dimana adanya persamaan kesempatan
yang adil.

Jadi sebenarnya ada 2 (dua) prisip keadilan Rows, yakni equal liberty principle
dan inequality principle. Akan tetapi inequality principle melahirkan 2 (dua) prinsip
keadilan yakni Difference principle dan Equal opportunity principle, yang akhirnya
berjunlah menjadi 3 (tiga) prisip, dimana ketiganya dibangun dari kotrusi pemikiran
Original Position.
2. 2.5. Virtue Ethics and Care Ethics
Jika Aristoteles membahas virtue ethics secara sekular, para pemikir Muslim dahulu
mengislamkannya dengan konsep-konsep lain yang diperoleh dari wahyu. Hal paling nyata adalah
pandangan tentang eksistensi manusia. Bagi Aristoteles, keberadaan manusia adalah untuk
negaranya, sehingga perbuatan seperti bunuh diri, misalnya, tidak dibenarkan dari sudut pandang
kegunaan manusia terhadap negara. Bunuh diri adalah salah, dalam pandangan ini, karena
menghilangkan nyawa yang seharusnya dapat memberi sumbangsih bagi kemajuan negara. Namun,
tidak demikian pandangan Islam. Membunuh diri sendiri dilarang Islam karena perbuatan tersebut
adalah kezaliman terhadap diri. Keadilan terhadap diri, sebaliknya, adalah diwajibkan atas setiap
muslim dalam bentuk meletakkan sesuatu pada tempatnya yang wajar.
Teori ini (virtue ethics) berfokus kepada karakter moral dari pengambil keputusan, bukan
konsekuensi dari keputusan (utilitarianisme) atau motivasi dari pengambil keputusan (deontology).
Dua permasalahan utama dari virtue ethics, menurut Brooks dan Dunn (2012) adalah menentukan
virtues apa yang harus dimiliki seseorang sesuai dengan jabatan dan tugasnya, dan bagaimana virtues
ditunjukkan di tempat kerja.
Virtue ethics menilai suatu perbuatan sebagai buruk (tidak boleh dilakukan) atau baik (boleh
dilakukan) berdasarkan contoh yang diperlihatkan oleh agen moral (manusia) yang dianggap
memiliki moralitas yang tinggi.
Jadi virtue ethics dan care ethics adalah sebuah etika dimana tindakan ekoonomi berbasis
standarisasi yg dicontohkan oleh role model (virtual) yang berbasis kepada kepedulian (care).
Dengan kata lain, Virtue ethics dan Care ethics ibaratnya society oriented, jadi kita melakukan
sesuatu yg bermanfaat untuk orang lain dan ada standarisasi/acuan/panduan yang sudah terbukti

2.3. Penilaian Etika dalam Pasar


Penegakan nilai-nilai moral dalam kehidupan ekonomi harus disadari secara
personal oleh setiap pelaku ekonomi. Artinya, nilai-nilai moralitas merupakan nilai
yang sudah tertanam dalam diri para pelaku pasar, karena ini merupakan refleksi dari
keimanan kepada Allah.11Sehingga tidak adanya pelanggaran prinsip-prinsip yang ada
dalam pasar seperti yang dilakukan oleh Enron Corporation, sebuah perusahaan gas
alam, bubur kertas, dan kertas yang berbasis di Houston, Texas, Amerikas Serikat,
yang dimana perusahaan tersebut melanggar kode etik yang menyebabkan
kebangkrutan dan keterpurukan pada Enron Corporation.

Pihak Enron Corporation dan KAP Andersen bekerja sama untuk


memanipulasi laporan keuangan sehingga merugikan berbagai pihak baik pihak
eksternal seperti para pemegang saham, maupun pihak internal yang berasal dari
dalam Enron Corporation, seperti telah memecat 4000 pegawainya. Enron
Corporation memanipulasi laporan keuangannya guna menarik investor untuk tetap
berinvestasi, sedangkan KAP Andersen telah bertindak melakukan kegiatan yang
melanggar etika profesinya sebagai seorang akuntan, dalam hal ini pihak KAP
Andersen tidak bersikap independent sebagaimana yang seharusnya seorang akuntan.
Pada dasarnya, seseorang boleh saja untuk memiliki tujuan mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya, tetapi dalam Islam, bukan hanya sekedar mencari besarnya
keuntungan melainkan juga mencari keberkahan dengan cara menghindari untuk
melanggar prinsip-prinsip yang ada.

Dalam kasus Enron Corporation tersebut terdapat beberapa kasus


penyimpangan etika yang terjadi saat terjadinya asymmetric information:

1. Melanggar prinsip utilitarian


Kasus memanipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh Enron
Corporation merupakan kecurangan akuntansi yang menyebabkan
kerugian bagi kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan.
2. Melanggar prinsip etika hak dan kewajiban
Pelanggaran prinsip etika hak dan kewajiban terjadi ketika manajer
tidak menghormati hak kebebasan dan informasi para pemegang
saham.
3. Melanggar prinsip keadilan
Benefit yang didapatkan oleh perusahaan harus didistribusikan sesuai
dengan nilai kontribusi yang dihasilkan oleh perusahaan.
4. Melanggar prinsip kebaikan
Enron Corporation telah memberikan contoh yang buruk bagi manajer
lain.
5. Melanggar prinsip kepedulian

Enron Corporation telah meletakkan resiko pada pekerjaan karyawan


perusahaannya ketika melakukan tindakan manipulasi laporan
keuangan, sehingga saat tindakan tersebut telah diketahui, Enron
Corporation mengalami jatuh bangkrut sehingga mengharuskan
perusahaan tersebut untuk melakukan PHK terhadap 4000
karyawannya.

Tidak hanya perusahaan luar negeri yang pernah melakukan pelanggaran etika
dalam bisnis, di Indonesia pada tahun 2006 perusahaan obat nyamuk, PT Megasari
Makmur, melakukan pelanggaran etika dalam bisnis. PT Megasari Makmur
melakukan pelanggaran salah satu prinsip etika bisnis, perusahaan tersebut
memproduksi obat nyamuk dengan menggunakan zat aktif Propoxur dan Diklorvos.

Kedua bahan tersebut sangat berbahaya bagi manusia yang dapat


mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia, seperti keracunan terhadap
darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh,
kanker hati, dan kanker lambung. Pelanggaran etika yang dilakukan oleh PT Megasari
Makmur telah melanggar prinsip kejujuran yang ada pada prinsip etika dalam bisnis.
PT Meagasari Makmur mengenyampingkan aspek kesehatan konsumen dan
membiarkan penggunaan zat berbahaya dalam produknya. Perusahaan tersebut lebih
mengutamakan mendapatkan laba yang besar dengan menekan biaya produksi
produk.

Dalam Islam, pasar merupakan tempat untuk transaksi ekonomi yang ideal,
karena secara teoritis maupun praktis, Islam menciptakan suatu keadaan pasar yang
dibingkai oleh nilai-nilai syariah, meskipun tetap dalam suasana bersaing.
Maksudnya, konsep pasar dalam Islam adalah pasar yang ditumbuhi nilai-nilai syariah
seperti keadilan, keterbukaan, kejujuran, dan persaingan sehat yang merupakan nilai-
nilai universal, bukan hanya untuk Muslim tetapi juga Non Muslim. 12 Hal ini sesuai
dengan hadits Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa dalam melakukan
perdagangan tidak diperbolehkan untuk memakan harta orang lain secara bathil.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadis Nabi Muhammad SAW:
“Dari Abi Hurairah ra berkata; bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
Tahukah kamu sekalian apakah yang dimaksud orang yang merugi itu? Para sahabat
menjawab: orang yang merugi di kalangan kami adalah orang yang tidak memiliki
uang (dirham) dan harta benda. Lalu Rasulullah saw bersabda: sesungguhnya orang
yang merugi dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan
membawa (pahala) shalat, puasa, zakat, (namun ia juga) datang pada hari kiamat
dengan (membawa dosa karena) telah mencaci orang lain, menuduh orang lain
(berzina), memakan harta orang lain (secara bathil), membunuh orang lain,
memukul (menyiksa/menzalimi) orang lain, lalu diambillah kebaikan-kebaikan
(pahala) nya untuk membayar semua kesalahan-kesalahannya itu. Jika kebaikan
(pahala) nya sudah habis sebelum selesai menebus semua kesalahannya, maka
diberikanlah dosa-dosa dari orang-orang yang pernah disakiti/dizaliminya, lalu
dibebankan atasnya kemudian ia dicampakkan ke dalam api neraka.” (HR. Muslim)

Pasar dalam Islam dibangun atas dasar terjaminnya persaingan yang sehat
yang dibingkai dalam nilai dan moralitas Islam, sehingga tidak akan ada perilaku yang
melanggar prinsip-prinsip etika jika setiap individu dalam kehidupan ekonominya
menerapkan prinsip-prinsip moralitas dalam kehidupan ekonominya. Maqashid
syariah dapat diterapkan ke dalam 5 prinsip diatas, namun tergatung dengan
penerapan individu dalam kehidupannya sehari-hari.
Terdapat juga beberapa kriteria konflik pada etika, seperti:

1) Dalam kasus-kasus yang bertentangan dengan kewajiban ataupun hak


manusia, seseorang harus selalu bersikap sebaik mungkin, yang dimana
kewajiban yang potensial memiliki bobot lebih besar dalam 2 kasus kewajiban
yang saling bertentangan. Misalnya saja dalam laba dan upah yang memiliki
tingkat urgensi yang sama pada setiap perusahaan, yang keduanya memenuhi
standard hidup minimum.
2) Menolak alternatif yang bertentangan dengan norma budaya asli. Misalnya
saja bagi orang barat menolak alternatif yang melanggar prinsip kesetaraan
dan kesempatan yanga dil, sedangkan bagi Islam menolak alternatif yang
melanggar prinsip kesetaraan dan kesempatan yang adil yang sesuai dengan
syariah.
3) Memilih alternatif yang dapat memaksimalkan beberapa konsep kesejahteraan
secara keseluruhan. Misalnya saja dengan memberikan bobot lebih untuk
mencegah bahaya daripada menghasilkan keuntungan dengan cara konsisten
terhadap maqashid syariah.

Namun kriteria diatas dalam operasionalnya harus memiliki kajian lebih lanjut
agar sesuai dengan maqashid syariah, agar tidak melanggar prinsip-prinsip etika
yang ada. Pengawasan secara cermat terhadap mekanisme pasar juga harus
dilakukan demi tegaknya kepentingan sosial dan nilai-nilai prinsip etika islam
yang diinginkan oleh semua pihak.
2.4. Evaluasi Konsep Etika dan Moral dalam Kehidupan
Moral adalah sebagai (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum
mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya. Dari pengertian tersebut
maka moral merupakan sesuatu perbuatan yang diakui oleh masyarakat baik
ataupun buruk. Dalam kehidupan sehari-hari ada beberapa contoh moral yang
berlaku disebagian besar masyarakat sebagai berikut:

1. Membuang sampah pada tempatnya

Perilaku ini dalam sebagian besar masyarakat di dunia merupakan sesuatu hal
yang baik, hal ini juga ditunjukkan dengan termasuknya indeks kebersihan dalam
penilaian islamic city index.

2. Menghromati dan menerapkan sopan santun

Perilaku sopan santun dalam sebuah masyarakat memiliki perbedaan dalam


ukurannya. Namun, sebagian besar perilaku ini memiliki kesamaan seperti
menghormati orang tua, tidak membentak orang tua, mendengarkan orang yang
sedang berbicara dan lainnya.

3. Menaati peraturan yang ada

Perilaku menaati peraturan yang ada merupakan sebuah cerminan bagi seseorang
agar dipandang memiliki moral yang baik karena jika seseorang melanggar aturan
yang berlaku dalam masyarakat maka ia telah atau akan dilabeli dengan moral
yang buruk.

Hal diatas merupakan perilaku moral yang seharusnya terlaksana dalam


masyarakat. Namun, dalam kenyataannya masih banyak perilaku yang
bertentangan dengan moral yang baik seperti masih banyaknya masyarakat yang
membuang sampah sembarangan(“CONTOH MORAL DALAM KEHIDUPAN,”
2017). Perilaku yang bertentangan dengan moral atau penurunan moral dalam
kehidupan sehari-hari disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:

a. Pengawasan oleh orang tua yang cenderung menurun

b. Mudahnya akses terhadap budaya luar

c. Pengaruh teman sebaya

d. Sosialisai cenderung represif sehingga menimbulkan pembangkangan

Penurunan dari moral sehari-hari akan berdampak kepada dunia perekonomian.


Hal tersebut terjadi karena dengan moral yang terus menurun akan menciptakan
kebiasaan yang baru dan menciptakan standar moral baru yang mungkin akan
lebih buruk dari standar sebelumnya.
Beradasar pembahasan diatas etika dan moral sehari-hari sebuah masyarakat
sangat tergantung dari budaya yang ada. Dimana budaya tersebut belum tentu
sesuai dengan syariah hal ini menunjukkan bahwa terdapat standardisasi yang
berbeda antara moral yang terdapat disatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.
Hal ini tentu akan menimbulkan masalah karena seseorang jadi tidak mengetahui
mana pilihan yang memang benar dan salah. Dalam Islam semua berdasarkan Al-
Qur’an dan sunnah sehingga memiliki standar yang jelas dan dapat menciptakan
masyarakat yang berkeadilan.

Tujuan dari aturan syariah dalam Islam yaitu 1) memelihara manusia seperti
yang terkandung dalam maqashid syariah, 2) menciptakan keadilan, dan yang
terakhir adalah 3) mencapai maslahah. Untuk mencapai maslahah diperlukan
societ yang Islami. Society yang Islami dapat dicapai dengan moral yang baik
sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai dasarnya (TAIB, 2016).

Etika dalam Islam dapat termasuk kedalam amal shalih karena segala
perbuatan baik sesama manusia dihitung sebagai ibadah. Dalam Islam seorang
muslim diharuskan dapat mengkontrol hawa nafsunya dalam ketetapan yang
sudah ditetapkan. Seluruh perbuatan seorang muslim sudah diatur dalam Al-
Qur’an dan juga sunnah sehingga hal ini memungkinkan untuk memiliki standar
yang hampir sama dimanapun seorang muslim berada. Salah satu etika yang
menjadi fokus dalam Islam adalah amal atau memberikan harta kepada orang lain.
Amal dapat dikatakan menjadi salah satu fokus utama dalam agama Islam karena
banyak sekali tindakan dari yang wajib hingga sunnah yang memiliki dampak
sosial seperti zakat, wakaf, sedekah, dan lainnya (Why Islam, 2014).

Dengan memiliki etika yang memiliki standar yang hampir sama maka akan
dapat menciptakan sebuah standar moral yang sama. Moral memiliki aspek lebih
luas dibandingkan etika karena hal tersebut merupakan sebuah standar yang
diakui oleh masyarakat. Moralitas merupakan sebuah kekuatan fundamental bagi
masyarakat untuk mencapai society Islam. Islam juga memiliki perhatian khusus
dalam kesehatan moral sebuah masyarakat. Hal ini tercermin dimana aturan
seperti potong tangan dan lainnya memiliki dampak sosial yang besar.

Dalam mendiptakan society yang Islami tentu muslim tidak dapat memisahkan
diri dari masyarakat lainnya yang non-muslim. Oleh karena itu, Islam
menekankan tiga aspek utama yaitu kedamaian, kasih sayang dan kemurahan hati.
Muslim dalam menciptakan moral sebagai standar dalam masyarakat harus
memperhatikan ketiga aspek tersebut (Helminski, 2016).
Sebuah etika dan moral sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk dimiliki dan
diterapkan pada masa sekarang ini, yaitu:

a. Modernisasi mengubah cara pandang masyarakat sehingga diperlukan filter


untuk memahaminya

b. Perubahan social budaya dan moral merupakan celah bagi ideologi lain masuk
dan mempengaruhi budaya dan lingkungan rohani sebuah masyarakat. Dengan
etika dan moral akan membentuk penilaian objektif dan kritis.

c. Etika dan moral diperlukan untuk menghadapi kehidupan yang dinamis


sehingga dapat tetap berada pada keimanan yang dimiliki.

Sebuah etika dan moral sehari-hari dalam masyarakat sangat penting untuk
menjaga jati diri, namun etika dan moral tersebut haruslah sesuai dengan Islam
sehingga akan tercipta society yang Islami yang akan menciptakan kedailan dalam
semua aspek.
BAB III
PENUTUP

3. 1. Kesimpulan

Penegakan etika dalam sebuah aktivitas ekonomi harus disadari secara


personal oleh setiap pelaku ekonomi karena etika memiliki peran yang sangat penting
dalam kegiatan ekonomi yaitu untuk menghindari ketidaksesuaian nilai yang berlaku
pada masyarakat. Pada sistem ekonomi yang berlaku di pasar, etika yang berlaku di
setiap sistem ekonomi berbeda. Sistem ekonomi sosialis yang dibangun dengan tujuan
menjaga kepentingan masyarakat, memiliki etika yang berlaku di dalam pasar yang
berasal dari hasil tafsiran pemerintah atas kebutuhan publik. Sebaliknya dalam sistem
kapitalis memiliki tujuan individual, sehingga etika yang terbentuk adalah kebebasan.
Etika dan Moral dalam Islam sejatinya memiliki standardisasi yang sama yaitu
berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Dengan demikian apapun sistem ekonominya
maka etika dan moral yang berlaku dalam masyarakat yang satu dan yang lainnya
tidak akan memiliki perbedaan yang signifikan karena memiliki tujuan yang jelas
yaitu maslahah.

Secara teori, terdapat empat teori yang menghubungkan pasar dan etika.
Diantaranya adalah teori utilitarianism and welfare theory, ethics of duties and right,
ethics of justice dan virtue ethics and care ethics. Teori tersebut merupakan konsep
yang baik karena dapat memfilter pasar sehingga pasar memiliki nilai yang baik.
Namun seharusnya dibangun sebuah teori yang lebih lengkap dibanding teori diatas
yang memiliki dasar Al-Qur’an dan Sunnah sehingga tercapai maslahah dan society
yang Islami. Menghubungkan etika dengan pasar adalah hal yang penting karena hal
tersebut merupakan salah satu filter pasar, sehingga kejadian yang menimpa Enron
Corporation tidak terjadi kembali.
Daftar Pustaka

Aspirasi. (2017). Apa yang dimaksud aliran ekonomi marxian.


Badroen, F. (2006). Etika Bisnis dalam Islam.
CONTOH MORAL DALAM KEHIDUPAN. (2017).
Encyclopedia, W. H. (n.d.). OSKAR LANGE. World Heritage Encyclopedia.
Graafland, J. (2007). Economics, Ethics and the Market.
Helminski, K. (2016). Is The Morality of Islam Suitable for the Modern World, or Antithetical to It?
Retrieved June 11, 2018, from https://www.huffingtonpost.com/kabir-helminski/is-the-morality-of-
islam-_b_9979612.html
Mujahidin, A. (2014). Ekonomi Islam (Sejarah, Konsep, Instrumen, Negara, dan Pasar). Jakarta:
Rajawali Pers.
Naqvi, S. N. H. (2003). Perspectives on Morality and Human Well- Being.
R, R. (2015). Bangkrutnya Perusahaan Amerika, Penyebabnya Sederhana.
TAIB, M. I. M. (2016). The Central Role of Compassion in Muslim Ethics.
Why Islam. (2014). Morality & Ethics in Islam. Retrieved June 11, 2018, from
https://www.whyislam.org/social-ties-2/morality-ethics-in-islam/

Anda mungkin juga menyukai