Mencermati Gejala Useful Idiot
Mencermati Gejala Useful Idiot
http://www.kompas.com/kompas%2Dcetak/0311/18/opini/687569.htm
Richard Cohen, seorang kolumnis ternama dari Washington Post, pada tanggal 22
Juli 2003 yang lalu dalam artikelnya “Bush, The Believer,” mengemukakan ide tentang
“useful idiot.” Pernyataan yang menggelikan ini dia gunakan untuk mengkritik
kebijaksanaan Bush dalam perang Irak yang banyak dipengaruhi kaum fundamentalis.
Sumber dari pernyataan ini dia kutip dari Vladimir Lenin, tokoh besar komunisme di
Soviet pada waktu itu. Cohen mengatakan bahwa frase yang diucapkan oleh Lenin itu
menunjuk pada simpatisan idealisme komunis yang mudah ditipu, dan yang menelan
begitu saja seluruh ajaran partai. Mereka percaya apa yang dikatakan oleh partai,
Dalam berita ulasan dari Elizabeth Bumiller yang dimuat di New York Times,
tanggal 26 Oktober 2003, kembali dibahas tentang pengaruh yang besar, bahkan disebut
sebagai unusual, dari kaum fundamentalis itu dalam kebijakan-kebijakan yang diambil
White House. Sampai-sampai dalam salah satu surat kabar terlaris di USA itu White
House dijuluki sebagai “one of the most religious White Houses in the American
keputusan politisnya. Jangan salah sangka, kaum fundamentalis ini berasal dari beberapa
agama tertentu.
Tampaknya hal ini menggelikan dan kita segera menuduh dan menunjuk orang
lain sebagai gullible dan idiot. Akan tetapi kenyataannya justru bisa berbalik menuju ke
kita sendiri sebagai bangsa Indonesia. Kalau ucapan Cohen itu disimak dengan baik,
maka kita bisa belajar amat banyak dari situ. Memang partai komunis sudah tidak ada di
Indonesia, dan secara legal-politis dilarang keras berada di Indonesia. Tetapi praktek
yang dilakukan oleh Lenin itu masih hidup, terselubung dengan jargon-jargon politis
yang penuh retorika indah. Di satu sisi ada yang menipu, di sisi lain ada yang mau atau
mudah ditipu.
Satu hal yang diolah oleh Leninisme adalah “kepercayaan massa.” Tentunya
kepercayaan pada hal-hal yang mendangkal, pada agenda-agenda politik partai. Bisa saja
pemerintah yang terkesan indah dan sangat religius. Namun jika dicermati dengan
sungguh dan kritis, di dalam undang-undang atau peraturan pemerintah itu tersimpan
agenda-agenda politis yang, entah disengaja atau tidak, bisa menciptakan insan-insan
yang tidak cerdas, kalau boleh dikatakan idiot. Mendidik insan muda menjadi “religius”
dengan menutup kemungkinan untuk memahami orang lain yang berbeda dengan dirinya
dan keyakinannya akan membuat orang menjadi apa yang disebut dengan fach-idioten
(ahli yang bodoh, melulu tahu satu hal saja), dan akhirnya bisa menjadi fanatik dengan
Insan-insan yang fanatik dan idiot akan dengan mudah menjadi insan-insan yang
useful, yakni manusia-manusia yang mudah untuk digunakan. Insan-insan yang demikian
hanya butuh suatu kotbah-kotbah atau jargon-jargon tertentu, yang dipoles dengan
kutipan-kutipan dari kitab-kitab suci yang “menyentuh” kepercayaan dangkal mereka,
namun culas. Tanpa paham dengan sungguh, dan tanpa mengkritisi jargon-jargon politis
si cerdas-culas, para useful idiots akan siap membela sampai mati agenda politis yang
dikemas dengan bahasa religius. Yang lebih parah lagi, para useful idiots tidak bisa lagi
membedakan mana pernyataan yang secara logika benar, dan mana pernyataan yang
Bangsa kita telah berjanji dalam salah satu elemen dari konstitusinya untuk
cerdas-culas yang menggunakan para useful idiots dengan modal jargon kepercayaan
tadi. Yang mengherankan, banyak orang yang useful dan tanpa pikir panjang mau
pengalaman dan sejarah bangsa dicermati dengan sungguh, sudah banyak diketahui
bahwa pada akhirnya toh yang diuntungkan adalah kaum cerdas-culas itu, bukan para
useful idiots. Mereka hanya digunakan untuk memperoleh dukungan massa dan dengan
hidup subur makmur dengan bertopengkan berbagai macam kesalehan palsu. Banyak
penipu, namun, sungguh amat disayangkan, banyak yang mau ditipu atas nama
Kebanyakan para useful idiots adalah orang-orang yang kurang pengetahuan atau
“percaya.” Orang yang kurang pengetahuan biasanya karena kurangnya sarana dan niat
untuk mencari bahan, mendalami bahan dan kritis terhadap bahan. Sikap malas,
termasuk malas memperluas pengetahuan dan malas untuk keluar dari diri dan
memahami sesuatu yang baru membuat orang menjadi kurang pengetahuan. Orang-orang
yang demikian adalah orang-orang yang sangat cepat merasa puas dengan dirinya, tanpa
mau menjadi lebih maju dengan bekerja keras. Kalau pengetahuannya dikurangi adalah
tersebut tidak boleh cerdas, dan proses pembodohan berjalan perlahan tapi pasti.
Salah satu hal yang bisa mendobrak “kuasa kegelapan” ini adalah sikap berani
mengatakan bahwa dalam keutamaan keberanian ini terdapat knowledge, suatu sikap
yang penuh dengan keberhati-hatian dalam berpikir dan memutuskan sesuatu untuk
bertindak, sehingga tindakan yang dihasilkan adalah tindakan yang tepat dan bijaksana.
Gejala penyakit useful idiots ini mulai merebak di tanah air tercinta. Maka
sebelum keadaan ini menjadi semakin parah di bumi pertiwi tercinta, gejala useful idiots
ini patut kita sadari, kita cermati, dan kita tanggulangi dengan sungguh.
*******
Pengirim:
Benny Phang
Pemerhati Masalah Etika,
CUA – Washington, DC
Alamat:
Whitefriars Hall
1600 Webster St, NE
Washington, DC 20017
U.S.A.