3. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Tinjauan kepustakaan bertujuan untuk membuat kerangka teori dan konsepsi
sebagai dasar yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang diteliti. Pada bab
ini akan dikemukakan teori-teori yang dikutip dari literatur-literatur yang berkaitan
dengan stabilitas lereng, pendapat para ahli yang mempunyai kaitan dengan
permasalahan yang ditinjau dan rumus-rumus yang mendukung penulisan ini.
Kuat Geser
FK = .................................................................... (3.1)
Tegangan Geser
di mana:
Tabel 1. Berat blok runtuh, kadar air, dan derajat jenuh air akibat rembesan
Peningkatan kadar air merupakan indikasi peningkatan tekanan air pori. Secara
umum tanah akan berkurang kekuatannya apabila mempunyai kadar air yang tinggi atau
dalam kondisi sangat jenuh air (saturated). Pada pengujian ini dapat dibuktikan secara
teoritis bahwa bagian tanah yang runtuh telah mencapai kondisi jenuh air (Tabel 1).
Wihardi (2018) Dinding penahan tanah telah banyak digunakan untuk perkuatan
lereng yang terjal maupun landai, keuntungan dari segi ekonomisnya perkuatan lereng
dengan menggunakan dinding penahan tanah juga dapat mengurangi volume bahan
timbunan, memungkinkan digunakan kualitas timbunan yang lebih rendah.
Dian Asri Moelyani (2012) menyatakan respon dinding tanah merah yang
diperkuat geogrid lebih kompleks dibandingkan dengan respon dinding tanah berbutir
(pasir). Kompleksitas tersebut diakibatkan pengaruh gabungan dari sifat deformasi
tanah merah dalam jangka panjang, kekakuan muka, kekakuan toe, dan perkuatan yang
bersifat extensible atau dapat meregang. Deformasi lateral muka pada jangka panjang
lebih membutuhkan perhatian daripada saat akhir konstruksi. Dengan terjadinya proses
disipasi tekanan air pori dan terjadinya selip, deformasi lateral bertambah secara
signifikan.
ARTICLEINFO ABSTRACT
1. PENDAHULUAN
Jalan Nasional Banda Aceh-Medan pada Sta 83+135 Gunung Seulawah merupakan Jalan Nasional
lintas timur Provinsi Aceh. Dari segi penggunaan jalan ini sangat padat dilalui kendaraan yang merupakan
penghubung antara kabupaten kota di wilayah timur Provinsi Aceh dan sebagai penghubung Provinsi
Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara. Pada lokasi jalan tersebut merupakan kawasan badan jalan yang
sering mengalami keruntuhan (collapse), hal tersebut mengakibatkan kerusakan pada konstruksi badan
jalan. Jalan ini sudah dilakukan penanganannya beberapa kali dengan melakukan penggalian dan
penimbunan kembali dengan beban yang selalu bertambah. Namun hal yang sama tetap terjadi penurunan
pada badan jalan tersebut yang di perkirakan bahwa kurang ketelitian dalam memperhitungkan ultimate
berring capacity tanah dasar (sub grade).
76
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(3):76-82 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.11768
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dicari solusi yang optimal, sehingga dibutuhkan
suatu analisis stabilitas lereng. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan bantuan software Plaxis.
Penggunaan program Plaxis memberikan kemudahan dalam menemukan alternatif yang sesuai dan
memenuhi faktor keamanan untuk stabilitas lereng. Analisis dapat dilakukan dengan mudah dan cepat
serta menghasilkan output yang memberikan informasi lebih banyak terhadap stabilitas lereng.
Adapun mamfaat penelitian ini adalah sebagai acuan atau gambaran bagi pemerintah daerah
dalam melaksanakan perencanaan atau perbaikan badan jalan serta keamanan lereng tinggi timbunan
badan jalan di lokasi penelitian tersebut, sehingga kondisi kerusakan badan jalan yang diakibatkan
keruntuhan lereng tidak terjadi dalam jangka waktu yang panjang dan dapat diatasi dengan baik.
2. KAJIAN PUSTAKA
Tanah
Das (1995:1) menyatakan bahwa tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-
mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik
yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang
kosong diantara partikel-partikel padat tersebut. Campuran butiran mineral tanah berbentuk tidak teratur
dari berbagai ukuran yang mengandung pori-pori di antaranya. Pori-pori ini dapat berisi air jika tanah
jenuh, air dan udara jika jenuh sebagian, dan udara saja jika keadaan kering.
Gambar 1.
Skema Keruntuhan Lereng (Wood, 1990:217)
77
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(3):76-82 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.11768
Hardiyatmo (2006 : 302) berpendapat bahwa kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang
dilakukan oleh butiran tanah terhadap desakan atau tarikan. Bila tanah mengalami pembebanan akan
ditahan oleh sebagai berikut.
a. Kohesi tanah yang bergantung pada jenis tanah dan kepadatannya
b. Gesekan antara butiran tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan normal pada bidang
gesernya.
Nilai kuat geser tanah yang dikemukakan oleh Coulomb yang dikutip dari Hardiyatmo (2010:317)
dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
= c + tan (1)
Di mana:
τ = Kuat geser tanah (kg/cm2);
c = Kohesi tanah (kg/cm2);
σ = Tegangan normal pada bidang runtuh (kg/cm2); dan
ø = Sudut geser dalam tanah (o).
Material pembentuk lereng mempengaruhi bentuk bidang keruntuhan. Pada tanah homogen
umumnya bentuk bidang keruntuhannya adalah rotasional, sedangkan pada lereng yang memiliki lapisan
tanah lunak bidang keruntuhannya akan berbentuk translasional. Bentuk-bentuk pola keruntuhan dapat
diperlihatkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.
Beberapa Jenis Pola Keruntuhan (Abramson, 1996:118)
Parameter yang dihasilkan dalam analisis stabilitas lereng adalah bentuk bidang keruntuhan dan
faktor keamanan (FK), sedangkan untuk menaikkan kekuatan tanah maka lereng diperkuat dengan tiang
sehingga lereng akan menjadi lebih stabil. Faktor keamanan digunakan untuk mengidentifikasi stabilitas
lereng yang didefinisikan sebagai perbandingan antara kuat geser tanah (shear strength) dan tegangan
geser (shear stress) yang bekerja pada masa tanah.
FK = Shear strenght (2)
Shear stress
78
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(3):76-82 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.11768
Di mana :
FK > 1 menunjukkan lereng stabil;
FK < 1 menunjukkan lereng tidak stabil; dan
FK = 1 menunjukkan lereng dalam kondisi keseimbangan batas kritis.
3. METODE PENELITIAN
Objek dan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah di Ruas Jalan Nasional Banda Aceh –
Medan KM. 83+135 Gunung Seulawah Perbatasan Kabupaten Aceh Besar dengan Kabupaten Pidie
Provinsi Aceh.
Sumber Data
Sumber data pada perencanaan ini adalah sebagai berikut :
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan untuk dijadikan data dasar.
Data yang berhubungan dengan data primer meliputi hasil dari survey wawancara kepada
pihak yang terkait yang menangani, melakukan amatan ke lapangan, melakukan test sondir
dan mengambil sampel dari lapangan.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh penulis berupa informasi tertulis atau bentuk
dokumen yang berupa informasi tertulis atau bentuk dokumen lainnya yang berhubungan , yaitu :
▪ Deskripsi bangunan;
▪ Desain bangunan; dan
▪ Data penyelidikan tanah (SPT).
79
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(3):76-82 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.11768
Pada tahapan ini dilakukan kombinasi lapisan tanah sesuai dengan hasil data penyelidikan tanah
dan sudut kemiringan dimodelkan. Pada lapisan tanah yang berbeda diperoleh sudut geser (ϕ).
3. Tahapan Menggunankan Sofware Plaxis
Dalam menggunakan Sofware Plaxis dibutuhkan permodelan sudut lereng yang sesuai.
Permodelan ini dilakukan untuk mendapatkan kestabilan lereng dari kondisi sesungguhnya
dilapangan.
4. Tahapan Hasil atau Tahapan Keluaran Dari Sofware Plaxis.
Tabel 1.
Parameter Tanah Input software Plaxis 8.6
STA 83 + 135
Parameter Tanah Lapisan 1 Lapisan 2 Lapisan 3 Satuan
Material Model MC MC MC -
Type of behavior Drained Undrained Undrained -
Drai soil weight (gdry) 10.101 10.101 10.101 kN/m3
Drai soil weight (gwet) 13.361 13.361 13.361 kN/m3
Horizontal permeability (kx) 1.00E-04 1.00E-04 1.00E-04 m/day
Vertical permeability (ky) 1.00E-04 1.00E-04 1.00E-04 m/day
Young’s modulus (Eref) 1.50E+04 1.50E+04 1.50E+04 kN/m2
Poisson’s ratio (v) 0.3 0.3 0.3 -
Cohession (c) 3.7 12.2 12.2 kN/m2
Firction angle (f) 2.9 2.1 2.1
Dilatacy angle () 0 0 0
Hasil perhitungan stabilitas lereng dengan menggunakan software Plaxis sesuai dengan parameter
tanah yang di input, dimana parameter tanah sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan di
laboratorium dapat diperlihatkan sesuai Gambar 4.1.b dan 4.1.b Persyaratan aman yang diizinkan yaitu
FK > 1,25.
(a) (b)
Gambar 3.
Hasil Perhitungan (a) Total Displacement; dan (b) Grafik Hubungan Langkah Perhitungan dengan Faktor
Keamanan (Safety Factor) pada Kondisi Eksisting
80
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(3):76-82 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.11768
Berdasarkan Gambar 3.a menunjukan bahwa badan jalan akan mengalami deformasi ke arah
lereng sebelah kiri dari kota Banda Aceh menuju Medan dan lereng akan mengalami keruntuhan. Total
displacement yang terjadi pada kondisi eksisting adalah sebesar 2,15 x 106 m. Hal ini mengakibatkan
badan jalan yang mendekati lereng akan terdeformasi/akan terjadi pergerakan dan lubang-lubang di badan
jalan tersebut.
Berdasarkan Gambar 3.b menunjukan bahwa faktor keamanan pada kondisi ekisting (HTanah
2
Timbunan = 6 m) dengan menggunakan software Plaxis akibat pengaruh beban lalulintas sebesar 12 kN/m
yaitu 0,6648, dalam kondisi tidak aman artinya lereng tersebut belum memenuhi syarat angka keamanan
yang sesuai.
(a) (b)
Gambar 4.
Hasil Perhitungan (a) Total Displacement; dan (b) Grafik Hubungan Langkah Perhitungan dengan Faktor
Keamanan (Safety Factor) pada Kondisi Setelah diberi Perkuatan Lereng dan Mengubah Sudut
kemiringan Lereng
Berdasarkan Gambar 4.a menunjukan bahwa arah pergerakan tanah mengarah ke arah kiri dengan
menabrak retaining wall yang disebabkan oleh gaya-gaya bekerja diatasnya. Total displacement
(Perpindahan Total) yang terjadi setelah dilakukan perkuatan lereng dengan dinding penahan tanah,
pemasangan 3 (tiga) angkur dengan panjang 15 (lima belas) meter dan sudutnya 75° dan mengubah sudut
kemiringan lereng menjadi 15 ° dengan menggunakan software Plaxis akibat pengaruh beban lalulintas
sebesar 12 kN/m2 yaitu 2,94x 103 m.
Berdasarkan Gambar 4.b menunjukan bahwa faktor keamanan setelah dilakukan perkuatan lereng
dengan dinding penahan tanah, pemasangan 3 (tiga) angkur dengan panjang 15 (lima belas) meter dan
sudutnya 75° dan mengubah sudut kemiringan lereng menjadi 15° dengan menggunakan software Plaxis
akibat pengaruh beban lalulintas sebesar 12 kN/m2 yaitu 1,311 dalam kondisi aman artinya lereng tersebut
memenuhi syarat angka keamanan yang sesuai.
4.2 Pembahasan
Bedasarkan parameter tanah yang digunakan dalam analisa stabilitas lereng pada lereng yang
ditinjau, maka lereng pada Ruas Jalan Nasional Banda Aceh – Medan KM. 83+135 Gunung Seulawah
memiliki nilai faktor keamanan yang bervariasi. Hasil analisis lereng dapat dilihat bahwa faktor aman
lereng pada kondisi ekisting dengan menggunakan software Plaxis akibat pengaruh beban lalulintas
sebesar 12 kN/m2 dalam kondisi tidak aman. Oleh karena itu, perlu diberikan penanganan pada bagian
lereng. Secara umum metode stabilitas lereng ini dapat dilakukan secara fisis, mekanis, dan
bioengineering. Metode stabilitas lereng yang digunakan adalah dengan perkuatan lereng menggunakan
dinding penahan tanah. Dinding penahan tanah telah banyak digunakan untuk perkuatan lereng yang
81
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(3):76-82 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.11768
terjal maupun landai, keuntungan dari segi ekonomisnya perkuatan lereng dengan menggunakan dinding
penahan tanah juga dapat mengurangi volume bahan timbunan, memungkinkan digunakan kualitas
timbunan yang lebih rendah.
Sedangkan hasil analisis stabilitas lereng dengan menggunakan perkuatan dinding penahan tanah,
pemasangan 3 (tiga) angkur dan mengubah sudut kemiringan lereng menjadi 15° mampu meningkatkan
kestabilan lereng, faktor keamanan yang diperoleh sebesar 1,3110. Dapat disimpulkan bahwa dengan
diberi perkuatan lereng dan mengubah sudut kemiringan lereng dapat meningkatkan faktor keamanan
lereng sesuai dengan syarat ketentuan faktor keamanan lereng.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan tentang analisis kestabilan lereng dengan menggunakan
software Plaxis pada Ruas Jalan Banda Aceh – Medan Sta 83+135 Gunung Selawah dapat
diambil kesimpulan adalah sebagai berikut:
1. Faktor Keamanan pada kondisi existing dengan menggunakan software Plaxis pada Ruas Jalan
Banda Aceh – Medan Sta 83+135 Gunung Selawah adalah tidak aman.
2. Faktor Keamanan sesudah dilakukan perkuatan dan mengubah sudut kemiringan lereng menjadi
15° dengan software Plaxis akibat pengaruh beban lalulintas adalah aman.
5.2 Saran
Saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan tahap-tahap perencanaan yang telah dikerjakan
antara lain:
1. Perencanaan ini dapat dijadikan modul dan bahan untuk merencanakan perencanaan kestabilan
lereng yang serupa.
2. Disarankan kedepannya demi keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan dan menghindari
kerugian negara, timbul kesadaran bagi pelaksana kegiatan, agar untuk memperhatikan
membangun sebuah konstruksi bangunan yang menyangkut dengan ilmu mekanika tanah atau
pondasi dasar pada sebuah konstruksi bangunan, perencanaan agar diteliti dan diserahkan kepada
ahlinya untuk mendapatkan rekomendasi yang tepat sasaran dan dapat dipertanggung jawabkan
secara teknis dan hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Das, BM 1985, Mekanika Tanah I, Erlangga, Jakarta.
Hardiyatmo, HC 2006, Mekanika Tanah I, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Hardiyatmo, HC 2010, Mekanika Tanah II, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
82
Vol. 2 No.5 Edisi 1 Oktober 2020 Ensiklopedia of Journal
http://jurnal.ensiklopediaku.org
Abstract: The effect of water flow or seepage into the soil will affect the stability of the
slope. For this reason, it is necessary to study the slope collapse with variations in the
slope. The 3-dimensional spring model is made in the form of a frame with a size of
100 cm long x 70 cm high x 7 cm wide. The slope model is made from sand with a
slope of 30o, 40o and 60o. The soil shear strength test is also carried out on samples of
soil that has collapsed with different water content. In general, the shear strength of
the soil has decreased due to water seepage. Slope failure with a slope of less than 40o
only occurs at the foot of the slope, while slopes with a slope greater than or equal to
40o experience collapse along the slope height to the top of the slope.
Keywords: slope, seepage, collapse, Culmann method, laboratory models.
Abstrak: Pengaruh aliran air atau rembesan ke dalam tanah akan mempengaruhi
stabilitas lereng. Untuk itu, perlu dilakukan kajian keruntuhan lereng dengan variasi
kemiringan lerengnya. Model semi 3-dimensi dibuat berbentuk rangka dengan ukuran
100 cm panjang x 70 cm tinggi x 7 cm lebar. Model lereng dibuat dari pasir dengan
kemiringan lereng 30o, 40o dan 60o. Pengujian kuat geser tanah dilakukan pula pada
contoh tanah yang mengalami keruntuhan dengan kadar air yang berbeda. Secara
umum bahwa kuat geser tanah mengalami penurunan akibat rembesan air. Keruntuhan
lereng dengan kemiringan kurang dari 40o hanya terjadi pada bagian kaki lereng,
sedangkan untuk lereng dengan kemiringan lebih besar atau sama dengan 40o
mengalami keruntuhan di sepanjang tinggi lereng hingga puncak lereng.
Kata kunci: lereng, rembesan, keruntuhan, metode Culmann, model laboratorium.
A. Pendahuluan
Meningginya tingkat curah hujan akan meningkatnya tingkat faktor
infiltrasi,indek air pori tanah akan meninggi sehingga akan mengakibatkan pada
Kegagalan lereng (slope failure).Kegagalan lereng ini bisa dalam bentuk keruntuhan
lereng. Kegagalan lereng ( slope failure ),merupakan fenomena alam, dalam hal ini
kegagalan lereng di didefinisikan sebagai pergerakan tanah yang terjadi di karenakan
adanya gangguan atau faktor yang mempengaruhi dan menyebabkan terjadinya
pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah.. Kegagalan lereng
biasanya terjadi pada musim hujan, hal ini dikarenakan pada musim penghujan
infiltrasi air hujan kedalam tanah akan terjadi dalam tahapan proses penimbunan
tanah,dan pemotongan tebing yang terlalu curam.Beberapa penalitian klasik terdahulu
telah melakukan penelitian tentang efek dari curah hujan ekstrim terhadap hal
keruntuhan tebing ini,diantaranya [1] Mukhlisisn ,at,al (2014 ), Malaysia adalah
sebuah negara yang terletak berhampiran garisan khatulistiwa dengan iklim tropika
yang menerima hujan yang banyak dan tinggi , dengan tingkat curah hujan sebesar
2.400 mm setahun . Ini menjadikan Malaysia terdampak kepada peristiwa-peristiwa
tanah runtuh yang mana hujan adalah salah satu faktor utama yang penyebab kejadian
keruntuhan lereng,maupun tanggul - tanggul timbunan. [2] . Agus Setyo
Muntohar,at.al (2010 ), Di antara model yang digunakan untuk menganalisis stabilitas
lereng, model infiltrasi air hujan yang terintegrasi dengan model stabilitas lereng dapat
menjadi cara yang efektif untuk mengevaluasi stabilitas lereng saat hujan
tinggi.Beragam penelitian longsoran pada skala laboratorium [3] (Govind Acharya
dkk.2011; Cui dkk., 2014; Egeli dan Pulat, 2011; Iverson, 2000; Liao dkk., 2009; Ni
dkk., 2016; Tohari dkk., 2000) telah dilakukan dengan berbagai ukuran. Pada
umumnya model berukuran lebar minimal 70 cm dan tinggi minimal 1 meter.Model-
model analog tersebut digunakan untuk dapat lebih memahami proses kejadian
longsoran, dengan tipe dan mekanisme longsoran yang berbeda-beda.Mekanisme
longsoran memperlihatkan proses perkembangan longsoran. Hal ini perlu diamati dari
tahap sebelum terjadinya longsoran hingga setelah terjadinya longsoran. Suatu
pemodelan analog yang komprehensif diperlukan untuk dapat mendekati kejadian
semacam ini dikarenakan observasi langsung di alam sangat susah dilakukan karena
tingginya tingkat ketidakpastian lokasi longsoran. Banyak Daerah yang terjadi
kegagalan lereng tersebut,dalam penelitian ini penulis mengkaji besaran ambang batas
curah hujan dan respon aliran hidrolik terhadap tanah dasar penyebab dari kegagalan
lereng untuk menghasilkan parameter – parameter stabilitas lereng
1 sin(
H2 …………………………………………………. ( 1 )
2 sin .sin
1 sin(
N a w cos H 2 cos …………………………………… ( 2)
2 sin sin
1 sin(
Ta W sin H 2 sin …………………………………….. ( 3)
2 sin sin
Tegangan normal (σ) adalah tegangan yang tegak lurus pada bidang, rata-rata bidang
bidang AC juga dapat dinyatakan dalam persamaaan (4) dan (5) sebagai berikut :
Na Na
( AC ) 1 H
sin
1 sin(
H 2 cos sin ………………………………………( 4 )
2 sin (sin
Ta 1 sin( 2
H 2 sin ………….……………. ( 5 )
( AC ) (1) 2 sin (sin )
B. Metodologi Penelitian
Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji mekanisme keruntuhan lereng tanah
granuler akibat infiltrasi air. Penelitian dilaboratorium dirancang menjadi
beberapa tahapan yaitu : Tahap I : merupakan tahapan pengujian awal bahan yang
digunakan yaitu meliputi uji sifat-sifat fisik dan indek tanah (seperti berat jenis, berat
volume, dan ukuran partikel tanah). Tahap II : yaitu tahapan untuk melakukan uji
keruntuhan lereng akibat infiltrasi dan rembesan air ke dalam tanah. Pada tahapan ini
diuji pula kadar air pada bagian lereng yang runtuh dan yang tidak runtuh guna
mengetahui derajat pembasahan akibat rembesan air. Tahap III : merupakan uji kuat
geser tanah dengan berbagai variasi kadar air tanah yang dimaksudkan untuk
memperkirakan kuat geser tanah pada saat mencapai keruntuhan lereng. Uji kuat
geser tanah ini menggunakan uji geser langsung yang mengacu pada ASTM D3080
(ASTM, 2004).
( a) Kemiringan 30 0
badan lereng. Berdasarkan pola keruntuhan lereng ini maka secara umum dapat
dikatakan bahwa keruntuhan pada lereng dengan kemiringan hingga 30o terjadi pada
bagain kaki lereng. Untuk lereng yang memiliki kemiringan lebih besar dari 30o,
keruntuhan terjadi pada bagian badan hingga puncak lereng. Berdasarkan Gambar 4
dapat diketahui pula besarnya sudut runtuh. Sudut runtuh ( ) ini merupakan
kemiringan bidang runtuh. Secara umum, sudut kemiringan bidang runtuh semakin
besar terhadap kemiringan lereng. Dari pengukuran diperoleh sudut runtuh untuk
lereng dengan kemiringan 30o, 40o, dan 60o masing-masing adalah 26,56o; 30,96o; dan
40,91o.
(b) Hubungan antara sudut gesek internal tanah dan kadar air
Gambar 6 Pengaruh kadar air terhadap sudut gesek internal tanah.
D. Penutup
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dibuat
beberapa kesimpulan yaitu: Semakin tinggi derajat kemiringan pada lereng maka
bidang runtuh pada lereng akan semakin besar pula. Dari pengukuran diperoleh sudut
runtuh untuk lereng dengan kemiringan 30o, 40o, dan 60o masing-masing adalah
26,56o; 30,96o; dan 40,91o. Keruntuhan lereng dengan kemiringan yang kurang dari
40o terjadi pada bagian kaki lereng, sedangkan keruntuhan di bagian kaki hingga
puncak lereng terjadi pada lereng dengan kemiringan lebih dari 60o. Kadar air pada
lereng meningkat 30% hingga 47% akibat rembesan. Peningkatan kadar air tanah ini
menyebabkan berkurangnya kuat geser tanah berkisar 2% hingga 19,5%. Secara umum
bahwa kuat geser tanah akan mengalami penurunan akibat penaikan aliran rembesan
air sebagairespon dari tinggi dan durasi dari curah hujan.
Daftar Pustaka
ASTM, 2004, ASTM D3080 – 04: Standard Test Method for Direct Shear Test of Soils
Under Consolidated Drained Conditions, ASTM International, Pennsylvania,
USA.
Das, B.M., 2002, Principles of Geotechnical Engineering, 5th Edtion, Brooks/Coole,
New York.
Hardiyatmo, H.C., 1992, Mekanika Tanah 2, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Muntohar, A.S., 2006, Mekanisme keruntuhan lereng tegak dan teknik
perkuatannya dengan geotekstil, Jurnal Teknik Sipil, Vol. 6 No.2, pp. 51-66.
Ohtsuka, S., and Yoshifumi, 2001, Consideration on landslise mechanism based on
pore water pressure loading test, The 15th International Conference on Soil
Mechanics and Geotechnical Engineering, 27-31 August 2001, Istanbul, Turkey.
(CD-Room)
Shang Lin, J. dan Yu Ku, C., 2002, Simulation of slope failure using a meshed based
partition of unity method, The 15th Engineering Mechanics Conference
(EM2002), 2-5 June 2001, Columbia University, New York. (CD-Room)
Mukhlisin.Mhd.at.al ( 2015 ),Analysis of Rainfall Effect to Slope Stability in Ulu
Klang, Malaysia, 72:3 (2015) 15–21 | www.jurnalteknologi.utm.my | eISSN
2180–3722.
Agus Setyo Muntohar,at.al (2010 ), Rainfall infiltration: infinite slope model for
landslides triggering by rainstorm, Nat Hazards (2010) 54:967–984 DOI
10.1007/s11069-010-9518-5
ABSTRAK
Pedoman perencanaan dinding tanah yang diperkuat geogrid saat ini mensyaratkan penggunaan bahan berbutir
untuk bahan timbunan. Sebagai akibatnya, keuntungan ekonomis dari teknologi ini menjadi sangat tergantung
pada ketersediaan bahan berbutir di sekitar lokasi konstruksi. Di sisi lain, di Indonesia, tanah merah yang
berasal dari produk vulkanik (tanah residual) sangat berlimpah dan telah banyak digunakan sebagai bahan
timbunan karena mempunyai sifat teknis yang baik. Makalah ini membahas perilaku dinding tanah merah yang
diperkuat geogrid melalui model numerik dari Royal Military College (RMC) Test Wall 1, Kanada. Verifikasi
model dilakukan dengan membandingkan deformasi muka (facing), reaksi toe, tekanan vertikal pondasi, dan
regangan perkuatan dari hasil model terhadap data dinding percobaan. Model dinding dengan menggunakan
propertis tanah merah kemudian disimulasikan untuk mengetahui kinerjanya. Interaksi tanah–geogrid
dimodelkan dengan memberikan faktor reduksi kuat geser pada elemen antarmuka antara kedua material
tersebut. Dari hasil kajian dapat disimpulkan respon sistem dinding tanah merah lebih kompleks dibandingkan
dinding dari bahan berbutir, oleh karena itu desain kuat tarik perkuatan harus mempertimbangkan deformasi
muka dan timbunan akibat terdisipasinya tekanan air pori ekses dalam jangka panjang, efek downdrag dan
kekakuan toe.
Kata kunci: dinding tanah, perkuatan geogrid, interaksi tanah-geogrid, model numerik, tanah merah
ABSTRACT
Recently, design guideline of mechanically stabilized earth wall requires granular material for reinforced fill.
Hence, the economical benefit of this technology depends on the availability of granular fill near the
construction site. On the other hand, in Indonesia, tropical red clay originating from volcanic product (residual
soil) is an abundant source of fill material and has been widely used because of its good engineering properties
This paper discusses the behavior of reinforced wall using red clay through numerical modeling of a test wall
from Royal Military College of Canada. The model was first verified by comparing face deformation, toe
reaction, vertical foundation pressure, and reinforcement strain of the model with test wall data. Then, a
reinforced wall with red clay properties was then simulated to evaluate their performance. Interaction between
soil and geogrid was also modeled by applying shear strength reduction factor on the interface element between
those two materials. From this study, it was identified that the red clay wall behavior is more complex than
granular wall. Hence, reinforcement strength design should consider the long term facing deformation due to
excess pore water pressure dissipation, down drag effect and toe stiffness.
Keywords: earth wall, geogrid reinforcement, soil-geogrid interaction, numerical modeling, red clay
Jurnal Jalan - Jembatan, Volume 29 No. 2 Agustus 2012, 110 – 124 110
PENDAHULUAN untuk mendesain dinding yang diperkuat
geogrid dengan bahan tanah merah.
Beberapa pedoman perencanaan dinding
tanah yang diperkuat geogrid misalnya KAJIAN PUSTAKA
AASHTO (2010), Indonesia (2009), dan
FHWA (2001) mensyaratkan penggunaan Interaksi tanah-geosintetik
bahan berbutir dengan kandungan butir halus Pengujian interaksi tanah dan geosintetik
lolos saringan No. 200 kurang dari 15%. Akan dikembangkan untuk mensimulasikan
tetapi, ketersediaan bahan berbutir yang mekanisme keruntuhan seperti terlihat pada
memenuhi syarat sering tidak tersedia di lokasi Gambar 1 (Palmeira 2009). Pada daerah A,
pekerjaan. Selain itu, harga kerikil dan pasir terjadi gelincir massa tanah pada permukaan
yang lebih mahal dibandingkan tanah butir perkuatan sehingga pengujian yang sesuai
halus dapat menghambat penggunaan teknologi adalah uji geser langsung. Pada daerah B, tanah
ini. Di sisi lain, material tanah merah yang saat dan pekuatan dapat berdeformasi dalam arah
ini banyak digunakan sebagai timbunan jalan lateral, sehingga dapat dilakukan uji regangan
telah menunjukkan kinerja yang cukup baik. bidang yang mirip dengan uji tarik dalam tanah
Di Indonesia, tanah merah dengan (in-soil tensile test). Untuk daerah C uji geser
kandungan butir halus yang tinggi mulai langsung dengan perkuatan miring dapat
digunakan sebagai pengganti bahan berbutir. digunakan. Pada daerah D, perkuatan
Wesley (2010) mencatat dinding tanah di mengalami cabut sehingga uji cabut adalah
Bintaro Viaduct Jakarta setinggi 7,8 m dan di yang paling sesuai.
Jalan Lingkar Luar Ceger – Hankam Raya Pengujian interaksi tanah butir halus dan
Jakarta setinggi 7,3m memberikan kinerja yang geogrid dengan uji geser langsung telah
baik. Akan tetapi, teridentifikasi pula satu kasus dilakukan oleh beberapa peneliti misalnya Abu-
keruntuhan dinding tanah merah di abutmen Farsakh et al (2007), Liu et al (2009), dan
jembatan tol Veteran Jakarta setinggi 7m Moelyani (2012). Dari ketiga penelitian
(Dobie 2010). Hal ini merupakan indikasi tersebut, disimpulkan bahwa tanah butir halus
perlunya pemahaman perilaku tanah butir halus mempunyai lekatan yang kuat dengan geogrid
dalam sistem dinding tanah dengan perkuatan karena mempunyai efisiensi antarmuka (Ci)
geogrid. lebih dari 0,5 menurut Talisoz dalam Coronel
Makalah ini bertujuan membahas hasil (2006). Nilai Ci dipengaruhi oleh kadar air dan
kajian kinerja dinding dari tanah merah yang derajat pemadatan tanah. Untuk geogrid, nilai
diperkuat geogrid melalui model numerik. Dari Ci dipengaruhi juga oleh kuat tarik bar
kajian ini, teridentifikasi aspek–aspek penting melintang dan persentase luas bukaan geogrid.
Ci adalah:
Gambar 1. Mekanisme interaksi dalam dinding tanah yang diperkuat geosintetik (Palmeira 2009)
111 Kinerja Dinding Tanah Merah Yang Diperkuat Geogrid Berdasarkan Model Numerik, (Dian Asri Moelyani)
...............................................(1) METODOLOGI
Jurnal Jalan - Jembatan, Volume 29 No. 2 Agustus 2012, 110 – 124 112
penutup muka blok modular berukuran lebar horizontal. Load ring pada toe dimodelkan
300 mm, tinggi 150 mm dan panjang 200 mm. dengan elemen node to node anchor.
Sketsa dinding dan instrumen yang dipasang Antarmuka blok–blok dan antarmuka blok-
diperlihatkan pada Gambar 2. tanah dimodelkan dengan elemen antarmuka.
Dalam kajian ini, model numerik RMC Untuk mensimulasikan proses pemadatan,
Test Wall 1 dikembangkan dari model Guler et digunakan elemen plate dengan parameter EA
al (2007) dengan bantuan piranti lunak Plaxis dan EI yang tidak memberikan kontribusi
2D versi 9.01 (Brinkgreve 2005). Bagian bawah kekuatan pada sistem dinding tanah.
dinding diberi kondisi batas horizontal dan (E=modulus Young, A=luas penampang, I=
vertical fixities. Pada blok modular terbawah, momen inersia). Model numerik yang
kondisi batasnya adalah vertical fixities karena direkonstruksi dari Guler et al (2007)
di bawah modular block RMC Test Wall 1 diperlihatkan pada Gambar 3.
terdapat roller yang hanya dapat bergerak
113 Kinerja Dinding Tanah Merah Yang Diperkuat Geogrid Berdasarkan Model Numerik, (Dian Asri Moelyani)
Verifikasi model numerik terbawah pada blok modular dikalikan dengan
Verifikasi model numerik dilakukan lebar blok modular. Rasio EA/EI untuk elemen
dengan membandingkan respon regangan plates diambil sebesar 12.
perkuatan, reaksi toe, deformasi muka, dan Dari hasil verifikasi pada Gambar 4
tekanan vertikal pondasi terhadap data RMC sampai dengan Gambar 7, seluruh respon model
Test Wall 1 (Gambar 4 – Gambar 7). Reaksi dinding dinilai sama dengan data pengukuran
horizontal toe diambil dari reaksi gaya aksial sehingga model ini dapat digunakan untuk
elemen node to node anchor, sedangkan reaksi simulasi numerik dinding dari tanah merah
vertikal toe diperoleh dari nilai rata–rata yang diperkuat geogrid.
tegangan vertikal dari beberapa stress point
Jurnal Jalan - Jembatan, Volume 29 No. 2 Agustus 2012, 110 – 124 114
Gambar 4. Verifikasi regangan perkuatan (lanjutan)
115 Kinerja Dinding Tanah Merah Yang Diperkuat Geogrid Berdasarkan Model Numerik, (Dian Asri Moelyani)
Gambar 7. Tekanan vertikal pondasi
110
100
90
(montmorilloite)
80
70
60 CH
Tanah debu vulkanik
50 (allophane)
Lempung merah
40
tropis (halloysite)
30
20
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250
Jurnal Jalan - Jembatan, Volume 29 No. 2 Agustus 2012, 110 – 124 116
Gambar 9. Hasil uji geser langsung antarmuka tanah merah-geogrid
Gambar 10. Verifikasi parameter hardening soil terhadap hasil uji triaksial CU
117 Kinerja Dinding Tanah Merah Yang Diperkuat Geogrid Berdasarkan Model Numerik, (Dian Asri Moelyani)
tegangan – regangan dari model dinilai relatif Dalam studi ini digunakan geogrid dari
sama dengan perilaku dari pengujian triaksial jenis geogrid poliester yang berbeda dengan
CU. geogrid pada RMC Test Wall 1. Parameter
Untuk elemen antarmuka, digunakan desain geogrid ditentukan dengan metode
faktor reduksi kuat geser (Rinter) sebagai berikut Walterset al (2002). Parameter kekakuan
(Brinkgreve 2005): geogrid diolah dari kurva isochronous dari
pengujian rangkak yang dilakukan pabrik
......................................................... (2) pembuatnya. Untuk RMC Test Wall 1, lamanya
...................................... (3) konstruksi adalah 2000 jam dan regangan
maksimum perkuatan yang terjadi sampai akhir
konstruksi adalah 1,5% (Hatami dan Bathurst
Dari hasil uji geser langsung pada 2005b) atau setara dengan kecepatan
Gambar 9 dan dengan kedua persamaan pembebanan 10-5 %/menit. Berdasarkan data
tersebut, untuk sampel Wopt+1 diperoleh Rinter tersebut, parameter desain kekakuan geogrid
sebesar 0,7. adalah sebesar 1788 kN/m (Gambar 11).
Tabel 2. Parameter desain tanah merah Simulasi numerik dinding tanah merah yang
diperkuat geogrid
Tipe Material Undrained Karena tanah merah bersifat undrained,
Berat isi, γ (kN/m3) 17,4 tahapan simulasi perhitungan yang dilakukan
Permeabilitas, k (m/hari) 2,59E-05 adalah:
Kohesi, c (kPa) 13
1. Tahap penimbunan dan pemadatan dengan
Sudut geser dalam,φ (o) 33,9
Sudut dilatansi,ω (o) 0 tipe analisis plastik.
pref (kN/m2) 100 2. Tahap pemberian beban tambah (surcharge)
E50ref (kN/m2) 49,916 10 kPa sampai 40 kPa dengan tipe analisis
Eoedref (kN/m2) 34,379 plastik atau disebut juga undrained loading.
Eurref (kN/m2) 149,748
Power m (-) 0,5
3. Beban tambah dipertahankan sebesar 40 kPa
K0NC (-) 0,442 dengan tipe analisis konsolidasi (dalam
Rf (-) 0,9 makalah ini disebut juga drained loading)
hingga tekanan air pori ekses mencapai 1
kPa.
Jurnal Jalan - Jembatan, Volume 29 No. 2 Agustus 2012, 110 – 124 118
Untuk mengetahui pengaruh selip pada
model dinding tanah merah, dalam simulasi ini
dibandingkan respon dinding dengan elemen
antarmuka yang diaktifkan (dengan Rinter=0,7)
dan elemen antarmuka yang non-aktif atau tidak
terjadi selip.
PEMBAHASAN
119 Kinerja Dinding Tanah Merah Yang Diperkuat Geogrid Berdasarkan Model Numerik, (Dian Asri Moelyani)
Gambar 14 terlihat reaksi vertikal toe belakang blok modular muka. Secara visual,
pada model dinding tanah merah tanpa selip terjadinya deformasi mesh pada kondisi ini
(interface non aktif) lebih tinggi dibandingkan diperlihatkan pada Gambar 16.
model dengan selip (Rinter = 0.7). Penyebab Untuk mengetahui distribusi beban
terjadinya perilaku ini adalah karena selip lateral tanah yang dipikul oleh toe dan oleh
antara tanah merah dengan geogrid mengurangi perkuatan, dihitung dengan persamaan berikut
efek downdrag karena geogrid ikut bergerak (Bathurst et al 2009):
(tercabut) mengikuti pergerakan muka.
..............................(4)
Fenomena tersebut juga dapat dijelaskan oleh
respon tekanan vertikal pondasi (pada dasar
dinding) pada Gambar 15. Pada model tanpa dimana PAH adalah beban horizontal total pada
selip, tekanan vertikal pondasi pada bagian kolom penutup muka, FH adalah reaksi
terdepan blok modular muka sangat besar dan horizontal toe, dan Tconn adalah beban koneksi.
terjadi tekanan negatif (tarik) pada bagian
Jurnal Jalan - Jembatan, Volume 29 No. 2 Agustus 2012, 110 – 124 120
Dengan persamaan (4), maka porsi beban yang penurunan reaksi horizontal toe, yang berarti
diterima oleh toe terhadap beban horizontal porsi beban yang diterima perkuatan pada
total adalah: FH/PAH. Jika porsi beban yang koneksi geogrid dengan muka semakin besar.
diterima oleh toe (FH/PAH) berkurang maka Efek drained loading tersebut sangat signifikan
porsi beban yang diterima koneksi perkuatan karena beban koneksi perkuatan meningkat
(Tconn/PAH) akan meningkat. hingga sekitar 10%.
Pola distribusi beban horizontal yang Peningkatan beban koneksi akibat
diterima toe dan perkuatan pada dinding tanah terdisipasinya tekanan air pori ekses
merah akibat surcharge memperlihatkan pola (konsolidasi) pada tahap drained loading
yang berbeda dengan dinding pasir (Gambar tersebut juga terlihat pada distribusi regangan
17). Pada dinding pasir terlihat porsi beban pada setiap lapis geogrid (Gambar 18).
yang diterima oleh toe semakin berkurang Peningkatan regangan (yang juga berarti
dengan bertambahnya surcharge akibat peningkatan beban koneksi perkuatan) pada
termobilisasinya perkuatan. Respon ini Gambar 18 teridentifikasi pada lapis geogrid
konsisten dengan model numerik Bathurst et al ke-3 sampai lapis ke-6 (lapis teratas). Hal ini
(2009). Akan tetapi, respon dinding tanah disebabkan deformasi terbesar yang terjadi
merah memperlihatkan terjadinya peningkatan antara kedua lapis geogrid tersebut seperti
reaksi horizontal toe saat tahap undrained diperlihatkan pada kontur total displacement
loading. Ketika tahap drained loading, terjadi dalam Gambar 19.
Gambar 17. Porsi reaksi horizontal toe terhadap beban horizontal total akibat surcharge
121 Kinerja Dinding Tanah Merah Yang Diperkuat Geogrid Berdasarkan Model Numerik, (Dian Asri Moelyani)
Gambar 18. Respon regangan perkuatan (lanjutan)
Jurnal Jalan - Jembatan, Volume 29 No. 2 Agustus 2012, 110 – 124 122
Gambar 19. Kontur total displacement, dinding tanah merah, Rinter=0,7
Karena sifat tanah merah relatif lebih disipasi tekanan air pori dan terjadinya selip,
kedap air dibandingkan tanah berbutir kasar, deformasi lateral bertambah secara
maka untuk desain kuat tarik perkuatan harus signifikan.
mempertimbangkan deformasi muka dan 3. Desain kebutuhan kuat tarik perkuatan pada
timbunan akibat terdisipasinya tekanan air pori koneksi perlu mempertimbangkan terjadinya
ekses dalam jangka panjang, efek downdrag efek downdrag dan proses disipasi tekanan
dan kekakuan toe. air pori ekses dalam jangka panjang.
4. Toe untuk dinding tanah merah didesain
dengan lebih kaku dibandingkan untuk
KESIMPULAN DAN SARAN dinding dari tanah berbutir.
Kesimpulan Saran
Kesimpulan dari hasil kajian kinerja Beberapa saran yang dapat diberikan
dinding tanah merah yang diperkuat geogrid untuk kajian selanjutnya adalah:
berdasarkan model numerik adalah: 1. Kinerja dinding tanah merah dapat
1. Respon dinding tanah merah yang diperkuat ditingkatkan dengan pengelolaan drainase
geogrid lebih kompleks dibandingkan dan perencanaan toe yang lebih kaku.
dengan respon dinding tanah berbutir 2. Model numerik ini sebaiknya dikembangkan
(pasir). Kompleksitas tersebut diakibatkan dengan menggunakan model tanah yang
pengaruh gabungan dari sifat deformasi dapat memodelkan pengaruh penurunan kuat
tanah merah dalam jangka panjang, geser akibat hilangnya suction tanah.
kekakuan muka, kekakuan toe, dan
perkuatan yang bersifat extensible atau dapat
meregang. DAFTAR PUSTAKA
2. Deformasi lateral muka pada jangka panjang
lebih membutuhkan perhatian daripada saat Abu-Farsakh, M., Coronel J; and Tao, M. 2007.
akhir konstruksi. Dengan terjadinya proses “Effect of Soil Moisture Content and Dry
Density on Cohesive Soil–Geosynthetic
123 Kinerja Dinding Tanah Merah Yang Diperkuat Geogrid Berdasarkan Model Numerik, (Dian Asri Moelyani)
Interactions Using Large Direct Shear and granular backfills”.Geosynthetics
Tests”. Journal Of Materials In Civil International14 (6): 330–345.
Engineering 19(7): 540-549. Hatami, Kianoosh, dan Bathurst, Richard J. 2005a.
American Association of State Highway and Parametric Analysis of Reinforced Soil
Transportation Officials. 2010. LRFD Walls with Different Backfill Material
Bridge Design Design Specifications, Properties. In NAGS’2006 Conference,
Fifth Edition. Washington, DC.: Las Vegas, Nevada, USA, pp. 1–15.
AASHTO. Hatami, Kianoosh, dan Bathurst, Richard J. 2005b.
American Standards Testing Materials. 2012. Development and Verification of a
Standard Test Method for Determining Numerical Model for the Analysis of
the Coefficient of Soil and Geosynthetic Geosynthetic-Reinforced Soil Segmental
or Geosynthetic and Geosynthetic Walls under Working Stress Conditions.
Friction by the Direct Shear Method. Canadian Geotechnical Journal, 42:
ASTM D5321. West Conshohoken: 1066–1085.
ASTM International. Huang B., Bathurst R.J. dan Hatami K. 2009.
American Standards Testing Materials. 2006. “Numerical Study of Reinforced Soil
Standard Practice for Classification of Segmental Walls Using Three Different
Soils for Engineering Purpose (Unified Constitutive Soil Models”. ASCEJ.
Soil Classification System.. ASTM Geotechnical and Geoenvironmental
D2487. West Conshohoken: ASTM Engineering 135(10):1486-1498.
International. Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum. 2009.
Badan Standar Nasional. 2002. Tata Cara Pedoman Konstruksi dan Bangunan:
Klasifikasi Tanah dan Campuran Tanah Perencanaan dan Pelaksanaan Perkuatan
Agregat untuk Konstruksi Jalan. SNI 03- Tanah dengan Geosintetik, No.
6797-2002. Jakarta: Badan Standar 003/BM/2009. Jakarta: Departemen
Nasional. Pekerjaan Umum.
Bathurst, R. J., et al. 2009. “Influence of _______, Kementerian Pekerjaan Umum. Direktorat
Reinforcement Stiffness and Compaction Jenderal Bina Marga. 2010. Spesifikasi
on the Performance of Four Geosynthetic- Umum. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina
Reinforced Soil Walls”. Geosynthetics Marga.
International 16(1): 43–59. Liu, Ch.N., Ho, Y.H., and Huang, J.W. 2009. “Large
Brinkgreve, R.B.J. 2005. Plaxis 2D – Version 9.A.A. Direct Shear Test of Soil/PET-Yarn
Netherland: Balkema Publishers. Geogrid Interfaces”. Geotextiles and
Coronel, Julian. 2006. Frictional Interaction Geomembranes 27: 19-30.
Properties Between Geomaterials and Moelyani, Dian A. 2012. Potensi Penggunaan
Geosynthetics. Master of Science Thes.the Lempung untuk bahan Timbunan yang
Louisiana State University and Diperkuat Geosintetik. Prosiding
Agricultural and Mechanical College. Kolokium Jalan dan Jembatan. eds.
Dobie, Michael. 2010. Practical Use of Clay Fills in Furqon Affandi dkk., 92 -99. Bandung:
Reinforced Soil Structures. Prosiding Pusjatan.
Pertemuan Ilmiah Tahunan XIV HATTI. Palmeira, Ennio M. 2009. “Soil–Geosynthetic
Development of Geotechnical Interaction: Modelling and Analysis”.
Engineering in Civil Works and Geo- Geotextiles and Geomembranes 27: 368–
Environment. Yogyakarta. 390.
Federal Highway Administration. 2001. Prakoso, Widjojo A. 2012. Kajian Awal
Mechanically Stabilized Earth Walls and Penggunaan Tanah Butir Halus untuk
Reinforced Soil Slopes, Design and Dinding Tanah Bertulang Geosintetik.
Construction Guidelines. Publication eds. Furqon Affandi dkk, 309-325.
No.FHWA-NHI-00-043.Washington DC: Bandung: Pusjatan.
FHWA. Suarak, Chanaton. 2010. Geotechnical Aspects of
Guler, E, Hamderi, M. and Demirkan, M. M. 2007. the Bangkok MRT Blue Line Project.
“Numerical analysis of reinforced soil- Doctor of Philosophy Thes. Engineering
retaining wall structures with cohesive and Technology Griffith University.
Jurnal Jalan - Jembatan, Volume 29 No. 2 Agustus 2012, 110 – 124 124