Anda di halaman 1dari 35

FAKTOR KEAMANAN LERENG TERHADAP PENGARUH ALIRAN

REMBESAN PADA KONDISI EKSISTING DAN SETELAH DIPERKUAT


GEOGRID DAN DINDING PENAHAN TANAH MENGGUNAKAN
PROGRAM PLAXIS
(Studi Kasus Ruas Jalan Nasional Banda Aceh – Meulaboh
KM.37+000 Gunung Paro)

1.1 Latar Belakang

Lereng adalah suatu permukaan tanah yang membentuk sudut kemiringan


tertentu dengan bidang horizontal. Lereng dapat terbentuk secara alamiah kerena
proses geologi atau karena dibuat oleh manusia. Secara umum permukaan tanah
memiliki nilai elevasi yang berbeda dan terdapat dua gaya yang bekerja pada tanah
tersebut. Salah satunya adalah gaya yang mendorong tanah berupa gaya berat dan gaya
akibat beban konstruksi atau beban luar lainnya yang berada di permukaan tanah yang
lebih tinggi dan akan berpotensi menyebabkan longsor. Selain itu, gaya lain yang
bekerja adalah gaya yang menahan terjadinya kelongsoran berupa kekuatan geser
tanah, lekatan/kohesi, dan gaya gesekan. Kelongsoran disebabkan oleh dua faktor,
yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internalnya adalah gaya dorong yang bekerja
pada tanah, besarnya kuat geser yang pengaruhi oleh nilai kohesi dan sudut geser
dalam tanah, dan sedangkan faktor eksternalnya dapat berupa beban luar di permukaan
tanah, gempa, serta kondisi vegetasi atau keadaan lingkungan sekitar lereng tersebut.
Meningginya tingkat curah hujan akan meningkatnya tingkat faktor
infiltrasi,indek air pori tanah akan meninggi sehingga akan mengakibatkan pada
kegagalan lereng (slope failure).Kegagalan lereng ini bisa dalam bentuk keruntuhan
lereng. Kegagalan lereng (slope failure),merupakan fenomena alam, dalam hal ini
kegagalan lereng di didefinisikan sebagai pergerakan tanah yang terjadi di karenakan
adanya gangguan atau faktor yang mempengaruhi dan menyebabkan terjadinya
pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah.. Kegagalan lereng
biasanya terjadi pada musim hujan, hal ini dikarenakan pada musim penghujan
infiltrasi air hujan kedalam tanah akan terjadi dalam tahapan proses penimbunan
tanah,dan pemotongan tebing yang terlalu curam.
Perkuatan lereng adalah sebuah usaha yang dilakukan untuk menghindari
terjadinya kelongsoran pada lereng. Salah satu caranya adalah dengan membuat suatu
konstruksi yang mampu meningkatkan stabilitas lereng tersebut. Konstruksi yang
biasanya digunakan berupa geosintetik, terasering lereng, dinding turap dan perkuatan
dengan menggunakan dinding penahan tanah. Geogrid adalah salah satu jenis
geosintetik yang digunakan untuk perkuatan lereng.
Kelongsoran yang terjadi pada ruas jalan Banda Aceh – Meulaboh di
kawasan gunung paro tepatnya di KM 37+000 pada tanggal 8 Mei 2020 disebabkan
oleh curah hujan yang tinggi. Kelongsoran ini mengikis hampir separuh badan jalan.
Akibat dari peristiwa ini jalur transportasi Banda Aceh-Meulaboh putus total. Bencana
yang terjadi juga mengakibatkan terhambatnya distribusi kebutuhan masyarakat
baik dari Banda Aceh ke Meulaboh atau sebaliknya. Lokasi longsoran pada ruas jalan
Banda Aceh – Meulaboh di KM. 37+000 dapat dlihat ada gambar.

Gambar 1.1. Lokasi longsor pada km 37+000


Sumber : KumparanNews

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dicari solusi yang optimal,


sehingga dibutuhkan suatu analisis stabilitas lereng. Analisis ini dilakukan
menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan software Plaxis dengan
meninjau kondisi lereng pada saat kondisi tak jenuh, tanah jenuh air (jenuh penuh),
serta kondisi tanah jenuh sebagian. Sedangkan alternatif yang diambil untuk perkuatan
lereng tersebut yaitu menggunakan geogrid yang dikombinasikan dengan dinding
penahan tanah. Pemanfaatan geogrid ini merupakan cara modern dalam usaha untuk
perkuatan tanah longsor.
2. Tujuan dan Manfaat Penelitian

2.1 Tujuan penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisa pengaruh aliran rembesan terhadap faktor keamanan lereng ;
2. Menganalisa stabilitas lereng dalam kondisi exsisting ; dan
3. Menganalisa faktor keamanan terhadap stabilitas konstruksi dengan
menggunakan perkuatan geogrid yang dikombinasikan dengan dinding
penahan tanah

3. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Tinjauan kepustakaan bertujuan untuk membuat kerangka teori dan konsepsi
sebagai dasar yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang diteliti. Pada bab
ini akan dikemukakan teori-teori yang dikutip dari literatur-literatur yang berkaitan
dengan stabilitas lereng, pendapat para ahli yang mempunyai kaitan dengan
permasalahan yang ditinjau dan rumus-rumus yang mendukung penulisan ini.

3.1 Konsep Faktor Keamanan Lereng

Wihardi (2018) Parameter yang dihasilkan dalam analisis stabilitas lereng


adalah bentuk bidang keruntuhan dan faktor keamanan (FK), sedangkan untuk
menaikkan kekuatan tanah maka lereng diperkuat dengan tiang sehingga lereng akan
menjadi lebih stabil. Faktor keamanan digunakan untuk mengidentifikasi stabilitas
lereng yang didefinisikan sebagai perbandingan antara kuat geser tanah (shear strength)
dan tegangan geser (shear stress) yang bekerja pada masa tanah.
Seperti terlihat pada persamaan 3.1.

Kuat Geser
FK = .................................................................... (3.1)
Tegangan Geser

di mana:

FK > 1 menunjukkan lereng stabil;


FK < 1 menunjukkan lereng tidak stabil; dan
FK = 1 menunjukkan lereng dalam kondisi keseimbangan batas kritis.

Besar faktor keamanan dalam aplikasinya sangat tergantung pada kualitas


hasil penyelidikan tanah, fungsi lereng, dan pengalaman perencana. Semakin rendah
kualitas penyelidikan tanah dan pengalaman perencana, semakin besar faktor
keamanan yang diambil. dikutip dari Abramson (1996 : 25).

3.2 Perubahan Kadar Air Akibat Rembesan

Nofrizal et al., (2020) menyatakan bahwa Secara teoritis, rembesan air ke


dalam lereng akan meningkatkan tekanan air pori yang berakibat pada bertambahnya
tegangan geser dan berkurangnya kuat geser tanah. Keadaan ini akan menyebabkan
lereng dalam kondisi tidak stabil atau mengalami keruntuhan. Pada penelitian yang
dilakukan Nofrizal et al bagian blok tanah yang runtuh ditimbang beratnya dan diambil
contoh tanahnya untuk uji kadar air (Tabel 1).

Tabel 1. Berat blok runtuh, kadar air, dan derajat jenuh air akibat rembesan

Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa telah terjadi peningkatan kadar


air tanah setelah rembesan terjadi hingga menyebabkan keruntuhan tanah. Gambar 2
memberikan ilustrasi tentang perubahan kadar air pada saat sebelum runtuh hingga
mengalami keruntuhan untuk setiap kemiringan lereng yang diuji.

Gambar 2. Perubahan kadar air pada lereng akibat rembesan

Peningkatan kadar air merupakan indikasi peningkatan tekanan air pori. Secara
umum tanah akan berkurang kekuatannya apabila mempunyai kadar air yang tinggi atau
dalam kondisi sangat jenuh air (saturated). Pada pengujian ini dapat dibuktikan secara
teoritis bahwa bagian tanah yang runtuh telah mencapai kondisi jenuh air (Tabel 1).

3.3 Dinding Penahan Tanah dan Geogrid


Beberapa pedoman perencanaan dinding tanah yang diperkuat geogrid misalnya
AASHTO (2010), Indonesia (2009), dan FHWA (2001) mensyaratkan penggunaan
bahan berbutir dengan kandungan butir halus lolos saringan No. 200 kurang dari 15%.

Wihardi (2018) Dinding penahan tanah telah banyak digunakan untuk perkuatan
lereng yang terjal maupun landai, keuntungan dari segi ekonomisnya perkuatan lereng
dengan menggunakan dinding penahan tanah juga dapat mengurangi volume bahan
timbunan, memungkinkan digunakan kualitas timbunan yang lebih rendah.

Dian Asri Moelyani (2012) menyatakan respon dinding tanah merah yang
diperkuat geogrid lebih kompleks dibandingkan dengan respon dinding tanah berbutir
(pasir). Kompleksitas tersebut diakibatkan pengaruh gabungan dari sifat deformasi
tanah merah dalam jangka panjang, kekakuan muka, kekakuan toe, dan perkuatan yang
bersifat extensible atau dapat meregang. Deformasi lateral muka pada jangka panjang
lebih membutuhkan perhatian daripada saat akhir konstruksi. Dengan terjadinya proses
disipasi tekanan air pori dan terjadinya selip, deformasi lateral bertambah secara
signifikan.

Gambar 3. Kontur total displacement, dinding tanah merah, R inter = 0,7


Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(3):76-82 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.11768

Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan (JARSP)


Journal of Archive in Civil Engineering and Planning
E-ISSN: 2615-1340; P-ISSN: 2620-7567

Journal homepage: http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JARSP/index

ANALISIS STABILITAS LERENG MENGGUNAKAN SOFTWARE


PLAXIS 8.6 DENGAN DINDINGISSN: PENAHAN2088-9860TANAH (RETAINING WALL)
(STUDI KASUS RUASJournal
JALAN NASIONAL
homepage: BANDA ACEH-MEDAN STA
http://jurnal.unsyiah.ac.id/aijst
83+135 GUNUNG SEULAWAH)ISSN: 2088-9860
Journal homepage: http://jurnal.unsyiah.ac.id/aijst
Wihardia,*, Munirwansyahb, Sofyan M. Salehc
a
Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
b,c
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
*Corresponding author, email address: wihardi.st@gmail.com

ARTICLEINFO ABSTRACT

Road infrastructure is critical and is a crucial enabler for the economy. If


Article History:
Received 20 May 2018 the road infrastructure was damaged or had various problems such as
Received in revised form 24 July 2018 sliding, the movement of goods and passengers will be hampered and
Accepted 06 August 2018 delayed to the acceleration of development in the local area. The
landslide and movement of groundwater is a problem that often occurs
repeatedly on some streets. Therefore, it is necessary to study the
strengthening of the slopes at the bottom of the road construction with
Keyword : retaining wall. This study aims to analyze slope stability by getting
Landslide, movement of numbers Safety Factor (FK). The analysis is used to analyze the stability
groundwater, analyze slope of slopes using the finite element method with the help of software
stability Plaids, The scope of this review includes the calculation of slope stability
at the national road from Banda Aceh - Medan Sta. 83 + 185 Mount
Selawah. The results of slope stability analysis on the existing condition
by using Plaxis software at the point of a review is not safe (FK <1.25).
Thus, it is done handling the retaining wall, installation of anchors. Based
on the analysis of slope stability after being given the strengthening of the
slopes with a retaining wall and the installation of anchors using Plaxis
software under the influence of traffic load in an unsafe condition (FK
<1.25). Then additional handling is done by changing the angle of the
slope so that the value of the safety factor (FK)> 1.25.

©2018 Magister Teknik Sipil Unsyiah.All rights reserved

1. PENDAHULUAN
Jalan Nasional Banda Aceh-Medan pada Sta 83+135 Gunung Seulawah merupakan Jalan Nasional
lintas timur Provinsi Aceh. Dari segi penggunaan jalan ini sangat padat dilalui kendaraan yang merupakan
penghubung antara kabupaten kota di wilayah timur Provinsi Aceh dan sebagai penghubung Provinsi
Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara. Pada lokasi jalan tersebut merupakan kawasan badan jalan yang
sering mengalami keruntuhan (collapse), hal tersebut mengakibatkan kerusakan pada konstruksi badan
jalan. Jalan ini sudah dilakukan penanganannya beberapa kali dengan melakukan penggalian dan
penimbunan kembali dengan beban yang selalu bertambah. Namun hal yang sama tetap terjadi penurunan
pada badan jalan tersebut yang di perkirakan bahwa kurang ketelitian dalam memperhitungkan ultimate
berring capacity tanah dasar (sub grade).

76
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(3):76-82 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.11768

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dicari solusi yang optimal, sehingga dibutuhkan
suatu analisis stabilitas lereng. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan bantuan software Plaxis.
Penggunaan program Plaxis memberikan kemudahan dalam menemukan alternatif yang sesuai dan
memenuhi faktor keamanan untuk stabilitas lereng. Analisis dapat dilakukan dengan mudah dan cepat
serta menghasilkan output yang memberikan informasi lebih banyak terhadap stabilitas lereng.

Penelitian ini juga bertujuan untuk :


a. Menentukan desain lereng timbunan pada badan jalan yang stabil dan aman berdasarkan dari segi
fungsinya.
b. Menggambarkan bidang keruntuhan lereng dan mengatasi permasalahan yang terjadi pada
keruntuhan lereng timbunan.
c. Menentukan penyebab keruntuhan lereng timbunan pada lokasi penelitian sesuai hasil studi
dilapangan serta hasil laboratorium dan dibantu Sofware Plaxis.

Adapun mamfaat penelitian ini adalah sebagai acuan atau gambaran bagi pemerintah daerah
dalam melaksanakan perencanaan atau perbaikan badan jalan serta keamanan lereng tinggi timbunan
badan jalan di lokasi penelitian tersebut, sehingga kondisi kerusakan badan jalan yang diakibatkan
keruntuhan lereng tidak terjadi dalam jangka waktu yang panjang dan dapat diatasi dengan baik.

2. KAJIAN PUSTAKA

Tanah
Das (1995:1) menyatakan bahwa tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-
mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik
yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang
kosong diantara partikel-partikel padat tersebut. Campuran butiran mineral tanah berbentuk tidak teratur
dari berbagai ukuran yang mengandung pori-pori di antaranya. Pori-pori ini dapat berisi air jika tanah
jenuh, air dan udara jika jenuh sebagian, dan udara saja jika keadaan kering.

Kelongsoran pada Tanah


Berdasarkan Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penanganan Longsor, longsor pada tanah
dapat didefinisikan sebagai perpindahan massa tanah/batuan pada arah gerak mendatar atau miring dari
kedudukan semula. Dalam definisi ini termasuk juga deformasi lambat atau jangka panjang dari dari suatu
lereng yang biasa disebut rayapan (creep). Persoalan-persoalan yang terjadi pada lereng timbunan adalah
keruntuhan/kelongsoran lereng timbunan karena terjadi perpindahan massa tanah/batuan pada arah gerak
mendatar atau miring, akibat kelongsoran tersebut seperti kondisi dilapangan diantaranya permasalahan
yang ada dapat diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1.
Skema Keruntuhan Lereng (Wood, 1990:217)
77
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(3):76-82 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.11768

Kuat Geser Tanah

Hardiyatmo (2006 : 302) berpendapat bahwa kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang
dilakukan oleh butiran tanah terhadap desakan atau tarikan. Bila tanah mengalami pembebanan akan
ditahan oleh sebagai berikut.
a. Kohesi tanah yang bergantung pada jenis tanah dan kepadatannya
b. Gesekan antara butiran tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan normal pada bidang
gesernya.

Nilai kuat geser tanah yang dikemukakan oleh Coulomb yang dikutip dari Hardiyatmo (2010:317)
dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
 = c +  tan  (1)

Di mana:
τ = Kuat geser tanah (kg/cm2);
c = Kohesi tanah (kg/cm2);
σ = Tegangan normal pada bidang runtuh (kg/cm2); dan
ø = Sudut geser dalam tanah (o).

Pola Keruntuhan Lereng

Material pembentuk lereng mempengaruhi bentuk bidang keruntuhan. Pada tanah homogen
umumnya bentuk bidang keruntuhannya adalah rotasional, sedangkan pada lereng yang memiliki lapisan
tanah lunak bidang keruntuhannya akan berbentuk translasional. Bentuk-bentuk pola keruntuhan dapat
diperlihatkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.
Beberapa Jenis Pola Keruntuhan (Abramson, 1996:118)

Konsep Faktor Keamanan

Parameter yang dihasilkan dalam analisis stabilitas lereng adalah bentuk bidang keruntuhan dan
faktor keamanan (FK), sedangkan untuk menaikkan kekuatan tanah maka lereng diperkuat dengan tiang
sehingga lereng akan menjadi lebih stabil. Faktor keamanan digunakan untuk mengidentifikasi stabilitas
lereng yang didefinisikan sebagai perbandingan antara kuat geser tanah (shear strength) dan tegangan
geser (shear stress) yang bekerja pada masa tanah.
FK = Shear strenght (2)
Shear stress

78
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(3):76-82 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.11768

Di mana :
FK > 1 menunjukkan lereng stabil;
FK < 1 menunjukkan lereng tidak stabil; dan
FK = 1 menunjukkan lereng dalam kondisi keseimbangan batas kritis.

3. METODE PENELITIAN
Objek dan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah di Ruas Jalan Nasional Banda Aceh –
Medan KM. 83+135 Gunung Seulawah Perbatasan Kabupaten Aceh Besar dengan Kabupaten Pidie
Provinsi Aceh.

Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data yang diperlukan dalam analisis ini yaitu data sekunder dan data primer. Data
primer akan diperoleh dari hasil penyelidikan tanah di lapangan dan pengujian di laboratorium serta
parameter-parameter yang digunakan dalam input kedalam software Plaxis. Data sekunder diperoleh dari
SNVT-Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Provinsi Aceh.

Sumber Data
Sumber data pada perencanaan ini adalah sebagai berikut :
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan untuk dijadikan data dasar.
Data yang berhubungan dengan data primer meliputi hasil dari survey wawancara kepada
pihak yang terkait yang menangani, melakukan amatan ke lapangan, melakukan test sondir
dan mengambil sampel dari lapangan.

b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh penulis berupa informasi tertulis atau bentuk
dokumen yang berupa informasi tertulis atau bentuk dokumen lainnya yang berhubungan , yaitu :
▪ Deskripsi bangunan;
▪ Desain bangunan; dan
▪ Data penyelidikan tanah (SPT).

Proses Pengolahan Data Penelitian


Proses pengolahan data penelitian mencakup pengambilan data sondir tanah, sampel tanah
kemudian dilanjutkan dengan penelitian di laboratorium antara lain pengukuran sifat-sifat fisis tanah,
pembuatan benda uji dan pengujian direct shear. Hasil dari pengujian tersebut atau parameter tanah yang
diperoleh akan dianalisis stabilisasi lereng dengan menggunakan bantuan software Plaxis, sehingga
didapat hasil analisis stabilisasi lereng yang terjadi pada lokasi penelitian. Dalam pengolahan data
penelitian dapat menerapkan langkah-langkah sebegai berikut :

1. Analisa Faktor Keamanan


Faktor keamanan digunakan untuk mengidentifikasi stabilitas lereng yang didefinisikan sebagai
perbandingan antara kuat geser tanah (shear strength) dan tegangan geser (shear stress) yang
bekerja pada masa tanah.
2. Tahapan Permodelan Kemiringan Lereng

79
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(3):76-82 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.11768

Pada tahapan ini dilakukan kombinasi lapisan tanah sesuai dengan hasil data penyelidikan tanah
dan sudut kemiringan dimodelkan. Pada lapisan tanah yang berbeda diperoleh sudut geser (ϕ).
3. Tahapan Menggunankan Sofware Plaxis
Dalam menggunakan Sofware Plaxis dibutuhkan permodelan sudut lereng yang sesuai.
Permodelan ini dilakukan untuk mendapatkan kestabilan lereng dari kondisi sesungguhnya
dilapangan.
4. Tahapan Hasil atau Tahapan Keluaran Dari Sofware Plaxis.

Tabel 1.
Parameter Tanah Input software Plaxis 8.6
STA 83 + 135
Parameter Tanah Lapisan 1 Lapisan 2 Lapisan 3 Satuan
Material Model MC MC MC -
Type of behavior Drained Undrained Undrained -
Drai soil weight (gdry) 10.101 10.101 10.101 kN/m3
Drai soil weight (gwet) 13.361 13.361 13.361 kN/m3
Horizontal permeability (kx) 1.00E-04 1.00E-04 1.00E-04 m/day
Vertical permeability (ky) 1.00E-04 1.00E-04 1.00E-04 m/day
Young’s modulus (Eref) 1.50E+04 1.50E+04 1.50E+04 kN/m2
Poisson’s ratio (v) 0.3 0.3 0.3 -
Cohession (c) 3.7 12.2 12.2 kN/m2
Firction angle (f) 2.9 2.1 2.1 
Dilatacy angle () 0 0 0 

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
4.1.1 Hasil analisis stabilisasi lereng pada kondisi ekisting

Hasil perhitungan stabilitas lereng dengan menggunakan software Plaxis sesuai dengan parameter
tanah yang di input, dimana parameter tanah sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan di
laboratorium dapat diperlihatkan sesuai Gambar 4.1.b dan 4.1.b Persyaratan aman yang diizinkan yaitu
FK > 1,25.

(a) (b)
Gambar 3.
Hasil Perhitungan (a) Total Displacement; dan (b) Grafik Hubungan Langkah Perhitungan dengan Faktor
Keamanan (Safety Factor) pada Kondisi Eksisting
80
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(3):76-82 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.11768

Berdasarkan Gambar 3.a menunjukan bahwa badan jalan akan mengalami deformasi ke arah
lereng sebelah kiri dari kota Banda Aceh menuju Medan dan lereng akan mengalami keruntuhan. Total
displacement yang terjadi pada kondisi eksisting adalah sebesar 2,15 x 106 m. Hal ini mengakibatkan
badan jalan yang mendekati lereng akan terdeformasi/akan terjadi pergerakan dan lubang-lubang di badan
jalan tersebut.
Berdasarkan Gambar 3.b menunjukan bahwa faktor keamanan pada kondisi ekisting (HTanah
2
Timbunan = 6 m) dengan menggunakan software Plaxis akibat pengaruh beban lalulintas sebesar 12 kN/m
yaitu 0,6648, dalam kondisi tidak aman artinya lereng tersebut belum memenuhi syarat angka keamanan
yang sesuai.

(a) (b)
Gambar 4.
Hasil Perhitungan (a) Total Displacement; dan (b) Grafik Hubungan Langkah Perhitungan dengan Faktor
Keamanan (Safety Factor) pada Kondisi Setelah diberi Perkuatan Lereng dan Mengubah Sudut
kemiringan Lereng

Berdasarkan Gambar 4.a menunjukan bahwa arah pergerakan tanah mengarah ke arah kiri dengan
menabrak retaining wall yang disebabkan oleh gaya-gaya bekerja diatasnya. Total displacement
(Perpindahan Total) yang terjadi setelah dilakukan perkuatan lereng dengan dinding penahan tanah,
pemasangan 3 (tiga) angkur dengan panjang 15 (lima belas) meter dan sudutnya 75° dan mengubah sudut
kemiringan lereng menjadi 15 ° dengan menggunakan software Plaxis akibat pengaruh beban lalulintas
sebesar 12 kN/m2 yaitu 2,94x 103 m.

Berdasarkan Gambar 4.b menunjukan bahwa faktor keamanan setelah dilakukan perkuatan lereng
dengan dinding penahan tanah, pemasangan 3 (tiga) angkur dengan panjang 15 (lima belas) meter dan
sudutnya 75° dan mengubah sudut kemiringan lereng menjadi 15° dengan menggunakan software Plaxis
akibat pengaruh beban lalulintas sebesar 12 kN/m2 yaitu 1,311 dalam kondisi aman artinya lereng tersebut
memenuhi syarat angka keamanan yang sesuai.

4.2 Pembahasan
Bedasarkan parameter tanah yang digunakan dalam analisa stabilitas lereng pada lereng yang
ditinjau, maka lereng pada Ruas Jalan Nasional Banda Aceh – Medan KM. 83+135 Gunung Seulawah
memiliki nilai faktor keamanan yang bervariasi. Hasil analisis lereng dapat dilihat bahwa faktor aman
lereng pada kondisi ekisting dengan menggunakan software Plaxis akibat pengaruh beban lalulintas
sebesar 12 kN/m2 dalam kondisi tidak aman. Oleh karena itu, perlu diberikan penanganan pada bagian
lereng. Secara umum metode stabilitas lereng ini dapat dilakukan secara fisis, mekanis, dan
bioengineering. Metode stabilitas lereng yang digunakan adalah dengan perkuatan lereng menggunakan
dinding penahan tanah. Dinding penahan tanah telah banyak digunakan untuk perkuatan lereng yang

81
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(3):76-82 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.11768

terjal maupun landai, keuntungan dari segi ekonomisnya perkuatan lereng dengan menggunakan dinding
penahan tanah juga dapat mengurangi volume bahan timbunan, memungkinkan digunakan kualitas
timbunan yang lebih rendah.
Sedangkan hasil analisis stabilitas lereng dengan menggunakan perkuatan dinding penahan tanah,
pemasangan 3 (tiga) angkur dan mengubah sudut kemiringan lereng menjadi 15° mampu meningkatkan
kestabilan lereng, faktor keamanan yang diperoleh sebesar 1,3110. Dapat disimpulkan bahwa dengan
diberi perkuatan lereng dan mengubah sudut kemiringan lereng dapat meningkatkan faktor keamanan
lereng sesuai dengan syarat ketentuan faktor keamanan lereng.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan tentang analisis kestabilan lereng dengan menggunakan
software Plaxis pada Ruas Jalan Banda Aceh – Medan Sta 83+135 Gunung Selawah dapat
diambil kesimpulan adalah sebagai berikut:
1. Faktor Keamanan pada kondisi existing dengan menggunakan software Plaxis pada Ruas Jalan
Banda Aceh – Medan Sta 83+135 Gunung Selawah adalah tidak aman.
2. Faktor Keamanan sesudah dilakukan perkuatan dan mengubah sudut kemiringan lereng menjadi
15° dengan software Plaxis akibat pengaruh beban lalulintas adalah aman.

5.2 Saran
Saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan tahap-tahap perencanaan yang telah dikerjakan
antara lain:
1. Perencanaan ini dapat dijadikan modul dan bahan untuk merencanakan perencanaan kestabilan
lereng yang serupa.
2. Disarankan kedepannya demi keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan dan menghindari
kerugian negara, timbul kesadaran bagi pelaksana kegiatan, agar untuk memperhatikan
membangun sebuah konstruksi bangunan yang menyangkut dengan ilmu mekanika tanah atau
pondasi dasar pada sebuah konstruksi bangunan, perencanaan agar diteliti dan diserahkan kepada
ahlinya untuk mendapatkan rekomendasi yang tepat sasaran dan dapat dipertanggung jawabkan
secara teknis dan hukum.

DAFTAR PUSTAKA
Das, BM 1985, Mekanika Tanah I, Erlangga, Jakarta.
Hardiyatmo, HC 2006, Mekanika Tanah I, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Hardiyatmo, HC 2010, Mekanika Tanah II, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

82
Vol. 2 No.5 Edisi 1 Oktober 2020 Ensiklopedia of Journal
http://jurnal.ensiklopediaku.org

PENGARUH ALIRAN REMBESAN DAN KEMIRINGAN LERENG


TERHADAP PRILAKU KEGAGALAN LERENG

NOFRIZAL, AMELIA SULASTRI, FEBI SILVIA DENI


Teknik Sipil Institut Teknologi Padang
nofri_sk@yahoo.com

Abstract: The effect of water flow or seepage into the soil will affect the stability of the
slope. For this reason, it is necessary to study the slope collapse with variations in the
slope. The 3-dimensional spring model is made in the form of a frame with a size of
100 cm long x 70 cm high x 7 cm wide. The slope model is made from sand with a
slope of 30o, 40o and 60o. The soil shear strength test is also carried out on samples of
soil that has collapsed with different water content. In general, the shear strength of
the soil has decreased due to water seepage. Slope failure with a slope of less than 40o
only occurs at the foot of the slope, while slopes with a slope greater than or equal to
40o experience collapse along the slope height to the top of the slope.
Keywords: slope, seepage, collapse, Culmann method, laboratory models.

Abstrak: Pengaruh aliran air atau rembesan ke dalam tanah akan mempengaruhi
stabilitas lereng. Untuk itu, perlu dilakukan kajian keruntuhan lereng dengan variasi
kemiringan lerengnya. Model semi 3-dimensi dibuat berbentuk rangka dengan ukuran
100 cm panjang x 70 cm tinggi x 7 cm lebar. Model lereng dibuat dari pasir dengan
kemiringan lereng 30o, 40o dan 60o. Pengujian kuat geser tanah dilakukan pula pada
contoh tanah yang mengalami keruntuhan dengan kadar air yang berbeda. Secara
umum bahwa kuat geser tanah mengalami penurunan akibat rembesan air. Keruntuhan
lereng dengan kemiringan kurang dari 40o hanya terjadi pada bagian kaki lereng,
sedangkan untuk lereng dengan kemiringan lebih besar atau sama dengan 40o
mengalami keruntuhan di sepanjang tinggi lereng hingga puncak lereng.
Kata kunci: lereng, rembesan, keruntuhan, metode Culmann, model laboratorium.

A. Pendahuluan
Meningginya tingkat curah hujan akan meningkatnya tingkat faktor
infiltrasi,indek air pori tanah akan meninggi sehingga akan mengakibatkan pada
Kegagalan lereng (slope failure).Kegagalan lereng ini bisa dalam bentuk keruntuhan
lereng. Kegagalan lereng ( slope failure ),merupakan fenomena alam, dalam hal ini
kegagalan lereng di didefinisikan sebagai pergerakan tanah yang terjadi di karenakan
adanya gangguan atau faktor yang mempengaruhi dan menyebabkan terjadinya
pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah.. Kegagalan lereng
biasanya terjadi pada musim hujan, hal ini dikarenakan pada musim penghujan
infiltrasi air hujan kedalam tanah akan terjadi dalam tahapan proses penimbunan
tanah,dan pemotongan tebing yang terlalu curam.Beberapa penalitian klasik terdahulu
telah melakukan penelitian tentang efek dari curah hujan ekstrim terhadap hal
keruntuhan tebing ini,diantaranya [1] Mukhlisisn ,at,al (2014 ), Malaysia adalah
sebuah negara yang terletak berhampiran garisan khatulistiwa dengan iklim tropika
yang menerima hujan yang banyak dan tinggi , dengan tingkat curah hujan sebesar
2.400 mm setahun . Ini menjadikan Malaysia terdampak kepada peristiwa-peristiwa
tanah runtuh yang mana hujan adalah salah satu faktor utama yang penyebab kejadian
keruntuhan lereng,maupun tanggul - tanggul timbunan. [2] . Agus Setyo
Muntohar,at.al (2010 ), Di antara model yang digunakan untuk menganalisis stabilitas

P-ISSN 2622-9110 Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia 37


E-ISSN 2654-8399
Vol. 2 No.5 Edisi 1 Oktober 2020 Ensiklopedia of Journal
http://jurnal.ensiklopediaku.org

lereng, model infiltrasi air hujan yang terintegrasi dengan model stabilitas lereng dapat
menjadi cara yang efektif untuk mengevaluasi stabilitas lereng saat hujan
tinggi.Beragam penelitian longsoran pada skala laboratorium [3] (Govind Acharya
dkk.2011; Cui dkk., 2014; Egeli dan Pulat, 2011; Iverson, 2000; Liao dkk., 2009; Ni
dkk., 2016; Tohari dkk., 2000) telah dilakukan dengan berbagai ukuran. Pada
umumnya model berukuran lebar minimal 70 cm dan tinggi minimal 1 meter.Model-
model analog tersebut digunakan untuk dapat lebih memahami proses kejadian
longsoran, dengan tipe dan mekanisme longsoran yang berbeda-beda.Mekanisme
longsoran memperlihatkan proses perkembangan longsoran. Hal ini perlu diamati dari
tahap sebelum terjadinya longsoran hingga setelah terjadinya longsoran. Suatu
pemodelan analog yang komprehensif diperlukan untuk dapat mendekati kejadian
semacam ini dikarenakan observasi langsung di alam sangat susah dilakukan karena
tingginya tingkat ketidakpastian lokasi longsoran. Banyak Daerah yang terjadi
kegagalan lereng tersebut,dalam penelitian ini penulis mengkaji besaran ambang batas
curah hujan dan respon aliran hidrolik terhadap tanah dasar penyebab dari kegagalan
lereng untuk menghasilkan parameter – parameter stabilitas lereng

Analisis Stabilitas Lereng dengan Metode Culmann.


Analisis didasarkan pada anggapan bahwa kelongsoran suatu lereng terjadi sepanjang
bidang, bila tegangan geser rata-rata yang dapat menyebabkan kelongsoran lebih besar
dari kekuatan geser tanah. Disamping itu didang yang paling keritis adalah bidang di
mana rasio antara tegangan geser rata-rata yang menyebabkan kelongsoran dengan
kekuatan geser tanah adalah minimum (Das,1985; Hardiyatmo, 1992). Pada Gambar
1 suatu lereng dengan tinggi H. Berdasarkan teori Culmann nilai kemiringan talud
terhadap bidang horizontal adalah β. Sedangkan AC adalah suatu bidang longsor yang
diuji. Dengan memperlihatkan satu kesatuan tebal dari lereng, berat bagian ABC = W,
(Das,1985). Dapat dinyatakan dalam persamaaan (1) sebagai berikut :

Gambar 1 Analisis lereng dengan metode Culmann (Das, 1985).


1
W  ( H )( BC )(1)( )
2
1
W  H ( H cot  H cot  )
2

1  sin(    
  H2  …………………………………………………. ( 1 )
2  sin  .sin  

38 Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia P-ISSN 2622-9110


E-ISSN 2654-8399
Vol. 2 No.5 Edisi 1 Oktober 2020 Ensiklopedia of Journal
http://jurnal.ensiklopediaku.org

Komponen-komponen W yang tegak lurus dan sejajar terhadap bidang AC dapat


dinyatakan dalam persamaan (2) dan (3) berikut ini :

1  sin(    
N a  w cos    H 2   cos …………………………………… ( 2)
2  sin   sin  

1  sin(    
Ta  W sin     H 2   sin  …………………………………….. ( 3)
2  sin   sin  
Tegangan normal (σ) adalah tegangan yang tegak lurus pada bidang, rata-rata bidang
bidang AC juga dapat dinyatakan dalam persamaaan (4) dan (5) sebagai berikut :
Na Na
 
( AC )  1  H 
 
 sin  

1  sin(    
   H 2   cos   sin  ………………………………………( 4 )
2  sin   (sin  

Ta 1  sin(     2
    H 2   sin  ………….……………. ( 5 )
( AC )  (1) 2  sin   (sin  ) 

B. Metodologi Penelitian
Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji mekanisme keruntuhan lereng tanah
granuler akibat infiltrasi air. Penelitian dilaboratorium dirancang menjadi
beberapa tahapan yaitu : Tahap I : merupakan tahapan pengujian awal bahan yang
digunakan yaitu meliputi uji sifat-sifat fisik dan indek tanah (seperti berat jenis, berat
volume, dan ukuran partikel tanah). Tahap II : yaitu tahapan untuk melakukan uji
keruntuhan lereng akibat infiltrasi dan rembesan air ke dalam tanah. Pada tahapan ini
diuji pula kadar air pada bagian lereng yang runtuh dan yang tidak runtuh guna
mengetahui derajat pembasahan akibat rembesan air. Tahap III : merupakan uji kuat
geser tanah dengan berbagai variasi kadar air tanah yang dimaksudkan untuk
memperkirakan kuat geser tanah pada saat mencapai keruntuhan lereng. Uji kuat
geser tanah ini menggunakan uji geser langsung yang mengacu pada ASTM D3080
(ASTM, 2004).

C. Hasil dan Pembahasan


1. Pola Keruntuhan Lereng
Penelitian ini telah dilakukan pengujian keruntuhan lereng akibat
rembesan air dengan berbagai kemiringan lereng. Pola keruntuhan masing-masing
lereng yang dikaji tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Secara umum, masing-
masing lereng menghasilkan pola keruntuhan yang berbeda. Akan tetapi, mekanisme
keruntuhan lereng tersebut adalah sama yaitu diawali dengan terjadinya rembesan,
selanjutnya retakan, dan menyebabkan keruntuhan. Hal ini juga dijelaskan oleh
Muntohar (2006), Shang-Lin dan Yu-Ku (2002).

P-ISSN 2622-9110 Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia 39


E-ISSN 2654-8399
Vol. 2 No.5 Edisi 1 Oktober 2020 Ensiklopedia of Journal
http://jurnal.ensiklopediaku.org

( a) Kemiringan 30 0

( b ) Kemiringan lereng 40o.

(c) Kemiringan lereng


Gambar 4 Pola keruntuhan lereng akibat rembesan air.
Lereng dengan kemiringan 30o (Gambar 4a), bagain yang mengalami keruntuhan
adalah pada bagian bawah atau kaki lereng. Kondisi lereng yang relatif tidak curam
mengijinkan air merembes dengan baik hanya pada bagian kaki lereng. Pola
keruntuhan berbeda ditunjukkan pada lerengan dengan kemiringan 40o. Keruntuhan
terjadi pada bagian kaki hingga badan lereng (Gambar 4b). Sedangkan pada lerengan
dengan kemiringan 60o, keruntuhan terjadi mulai dari kaki lereng, hingga bagian
puncak lereng (Gambar 4c). Kondisi dimungkinkan sudut kemiringan lereng yang
relatf curam sehingga rembesan air dapat mengalir dengan cepat pada bagian kaki dan

40 Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia P-ISSN 2622-9110


E-ISSN 2654-8399
Vol. 2 No.5 Edisi 1 Oktober 2020 Ensiklopedia of Journal
http://jurnal.ensiklopediaku.org

badan lereng. Berdasarkan pola keruntuhan lereng ini maka secara umum dapat
dikatakan bahwa keruntuhan pada lereng dengan kemiringan hingga 30o terjadi pada
bagain kaki lereng. Untuk lereng yang memiliki kemiringan lebih besar dari 30o,
keruntuhan terjadi pada bagian badan hingga puncak lereng. Berdasarkan Gambar 4
dapat diketahui pula besarnya sudut runtuh. Sudut runtuh ( ) ini merupakan
kemiringan bidang runtuh. Secara umum, sudut kemiringan bidang runtuh semakin
besar terhadap kemiringan lereng. Dari pengukuran diperoleh sudut runtuh untuk
lereng dengan kemiringan 30o, 40o, dan 60o masing-masing adalah 26,56o; 30,96o; dan
40,91o.

2. Perubahan Kadar Air Akibat Rembesan


Secara teoritis, rembesan air ke dalam lereng akan meningkatkan tekanan air pori
yang berakibat pada bertambahnya tegangan geser dan berkurangnya kuat geser tanah.
Keadaan ini akan menyebabkan lereng dalam kondisi tidak stabil atau mengalami
keruntuhan. Pada penelitian ini, bagian blok tanah yang runtuh ditimbang beratnya dan
diambil contoh tanahnya untuk uji kadar air (Tabel 1).
Tabel 1 Berat blok runtuh, kadar air, dan derajat jenuh air akibat rembesan.
Berat
Bok Kadar Air ( % )
Kemiring Angka Pori Dreajat Jenuh
Runtuh
an Lereng (e) Air ( Sr ) %
W bf Awal ( W Runtuh
( Kg) 1) ( Wf )
60 0
4.63 23.08 33.64 0.85 1.16
40 0 3.22 17.22 32.48 0.68 1.39
30 0
2.98 19.94 28.61 0.70 1.19
Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa telah terjadi peningkatan kadar
air tanah setelah rembesan terjadi hingga menyebabkan keruntuhan tanah. Gambar 5
memberikan ilustrasi tentang perubahan kadar air pada saat sebelum runtuh hingga
mengalami keruntuhan untuk setiap kemiringan lereng yang diuji. Peningkatan kadar
air merupakan indikasi peningkatan tekanan air pori. Secara umum tanah akan
berkurang kekuatannya apabila mempunyai kadar air yang tinggi atau dalam kondisi
sangat jenuh air (saturated). Pada pengujian ini dapat dibuktikan secara teoritis bahwa
bagian tanah yang runtuh telah mencapai kondisi jenuh air (Tabel 1). Ohsuka &
Yoshifumi (2001) menyebutkan bahwa peningkatan tekanan air pori menyebabkan
terjadinya deformasi menjadi sangat cepat hingga mencapai keruntuhan.
Meningkatnya tekanan air pori adalah salah satu penyebab utama keruntuhan lereng.

3. Pengaruh Rembesan Terhadap Kuat Geser


Bila bidang runtuh pada Gambar 4 disederhanakan dengan mengacu pada
Metode Culmann (Das, 1985), maka tegangan geser dan tegangan normal yang terjadi
pada bidang runtuh akibat rembesan air dapat dihitung dari berat blok runtuh lereng
(Wbf). Digunakan persamaan (3.7 hingga 3.9) maka tegangan geser dan normal yang
terjadi pada bidang runtuh untuk masing-masing lereng adalah:
1.  60 0    40.910 :   779 KN / m 2 ,  899 KN / m 2
2.  40 0    30.96 0 :   334 KN / m 2 ,  557 Kn / m 2
3.  30 0    26.56 0 :   234 KN / m 2 ,  467 KN / m 2

P-ISSN 2622-9110 Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia 41


E-ISSN 2654-8399
Vol. 2 No.5 Edisi 1 Oktober 2020 Ensiklopedia of Journal
http://jurnal.ensiklopediaku.org

Gambar 5 Perubahan kadar air pada lereng akibat rembesan


Tegangan geser pada bidang runtuh ini merupakan tegangan yang
menyebabkan terjadinya keruntuhan lereng. Berdasarkan penghitungan tersebut,
diketahui bahwa tegangan geser akibat rembesan meningkat seiring dengan
bertambahnya kemiringan lereng. Stabilitas lereng ditentukan oleh kuat geser tanah
pada bidang runtuh. Menurut teori Mohr – Coulomb, kuat geser tanah ini
disumbangkan oleh nilai kohesi (c) dan sudut gesek internal tanah (ϕ'). Pada penelitian
ini dilakukan pengujian geser langsung terhadap contoh tanah dengan berbagai kondisi
kadar air. Gambar 6a menyajikan hubungan tegangan geser dan tegangan normal untuk
berbagai kadar air. Kemiringan garis lurus atau selubung keruntuhan kurva tegangan
geser – tegangan normal merupakan sudut gesek internal tanah (ϕ'). Hubungan nilai
sudut gesek internal tanah dan kadar air ditunjukkan pada Gambar 6b. Pada gambar
tersebut diketahui bahwa nilai sudut gesek internal tanah tertinggi dicapai pada kadar
air 30%. Berdasarkan hubungan ini, selanjutnya diperkirakan nilai sudut gesek internal
pada saat terjadi keruntuhan lereng berdasarkan kadar air lereng (Tabel 2). Kuat geser
tanah yang terjadi pada bidang runtuh dapat dihitung dengan τf = σ' tan ϕ'.

(a) Tegangan geser – tegangan normal

42 Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia P-ISSN 2622-9110


E-ISSN 2654-8399
Vol. 2 No.5 Edisi 1 Oktober 2020 Ensiklopedia of Journal
http://jurnal.ensiklopediaku.org

(b) Hubungan antara sudut gesek internal tanah dan kadar air
Gambar 6 Pengaruh kadar air terhadap sudut gesek internal tanah.

Tabel 2 Sudut gesek internal tanah dan kuat geser.


Estimasi sudut gesek
Kemiringan Kadar air (%) internal ( ') Kuat geser (kN/m2)
lereng Tidak Tidak Tidak
runtuh Runtuh runtuh Runtuh runtuh Runtuh
60° 27,02 33,64 50,94 o 50,4 o 1108 1087
40° 24,77 32,48 50,19o 50,79o 668 683
30° 26,51 28,61 50,81 o 44,63 o 574 462
Berdasarkan penghitungan kuat geser tanah pada Tabel 2, diketahui secara umum
bahwa kuat geser tanah mengalami penurunan akibat rembesan air. Hal ini dapat
dilihat dari kuat geser pada bagian lereng yang tidak mengalami keruntuhan dan
bagian lereng yang runtuh. Untuk lereng dengan kemiringn 60o, pada bagian lereng
yang tidak runtuh memiliki kuat geser 1108 kN/m2 dan pada bagian yang runtuh kuat
geser berkurang menjadi 1087 kN/m2. Kondisi serupa juga ditunjukkan pada lereng
dengan kemiringan 30o. Hasil ini menunjukkan bahwa rembesan air ke dalam lereng
meningkatkan kadar air tanah dan menurunkan kuat geser tanah.

D. Penutup
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dibuat
beberapa kesimpulan yaitu: Semakin tinggi derajat kemiringan pada lereng maka
bidang runtuh pada lereng akan semakin besar pula. Dari pengukuran diperoleh sudut
runtuh untuk lereng dengan kemiringan 30o, 40o, dan 60o masing-masing adalah
26,56o; 30,96o; dan 40,91o. Keruntuhan lereng dengan kemiringan yang kurang dari
40o terjadi pada bagian kaki lereng, sedangkan keruntuhan di bagian kaki hingga
puncak lereng terjadi pada lereng dengan kemiringan lebih dari 60o. Kadar air pada
lereng meningkat 30% hingga 47% akibat rembesan. Peningkatan kadar air tanah ini
menyebabkan berkurangnya kuat geser tanah berkisar 2% hingga 19,5%. Secara umum
bahwa kuat geser tanah akan mengalami penurunan akibat penaikan aliran rembesan
air sebagairespon dari tinggi dan durasi dari curah hujan.

P-ISSN 2622-9110 Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia 43


E-ISSN 2654-8399
Vol. 2 No.5 Edisi 1 Oktober 2020 Ensiklopedia of Journal
http://jurnal.ensiklopediaku.org

Daftar Pustaka
ASTM, 2004, ASTM D3080 – 04: Standard Test Method for Direct Shear Test of Soils
Under Consolidated Drained Conditions, ASTM International, Pennsylvania,
USA.
Das, B.M., 2002, Principles of Geotechnical Engineering, 5th Edtion, Brooks/Coole,
New York.
Hardiyatmo, H.C., 1992, Mekanika Tanah 2, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Muntohar, A.S., 2006, Mekanisme keruntuhan lereng tegak dan teknik
perkuatannya dengan geotekstil, Jurnal Teknik Sipil, Vol. 6 No.2, pp. 51-66.
Ohtsuka, S., and Yoshifumi, 2001, Consideration on landslise mechanism based on
pore water pressure loading test, The 15th International Conference on Soil
Mechanics and Geotechnical Engineering, 27-31 August 2001, Istanbul, Turkey.
(CD-Room)
Shang Lin, J. dan Yu Ku, C., 2002, Simulation of slope failure using a meshed based
partition of unity method, The 15th Engineering Mechanics Conference
(EM2002), 2-5 June 2001, Columbia University, New York. (CD-Room)
Mukhlisin.Mhd.at.al ( 2015 ),Analysis of Rainfall Effect to Slope Stability in Ulu
Klang, Malaysia, 72:3 (2015) 15–21 | www.jurnalteknologi.utm.my | eISSN
2180–3722.
Agus Setyo Muntohar,at.al (2010 ), Rainfall infiltration: infinite slope model for
landslides triggering by rainstorm, Nat Hazards (2010) 54:967–984 DOI
10.1007/s11069-010-9518-5

44 Lembaga Penelitian dan Penerbitan Hasil Penelitian Ensiklopedia P-ISSN 2622-9110


E-ISSN 2654-8399
KINERJA DINDING TANAH MERAH YANG DIPERKUAT GEOGRID
BERDASARKAN MODEL NUMERIK
(THE PERFORMANCE OF GEOGRID REINFORCED RED CLAY WALL
BASED ON NUMERICAL MODEL)
Dian Asri Moelyani

Pusat Litbang Jalan dan Jembatan


Jl. A.H. Nasution 264 Bandung
E-mail:dian.asri@pusjatan.pu.go.id
Diterima: 03 Juli 2012; Disetujui:06 Agustus 2012

ABSTRAK

Pedoman perencanaan dinding tanah yang diperkuat geogrid saat ini mensyaratkan penggunaan bahan berbutir
untuk bahan timbunan. Sebagai akibatnya, keuntungan ekonomis dari teknologi ini menjadi sangat tergantung
pada ketersediaan bahan berbutir di sekitar lokasi konstruksi. Di sisi lain, di Indonesia, tanah merah yang
berasal dari produk vulkanik (tanah residual) sangat berlimpah dan telah banyak digunakan sebagai bahan
timbunan karena mempunyai sifat teknis yang baik. Makalah ini membahas perilaku dinding tanah merah yang
diperkuat geogrid melalui model numerik dari Royal Military College (RMC) Test Wall 1, Kanada. Verifikasi
model dilakukan dengan membandingkan deformasi muka (facing), reaksi toe, tekanan vertikal pondasi, dan
regangan perkuatan dari hasil model terhadap data dinding percobaan. Model dinding dengan menggunakan
propertis tanah merah kemudian disimulasikan untuk mengetahui kinerjanya. Interaksi tanah–geogrid
dimodelkan dengan memberikan faktor reduksi kuat geser pada elemen antarmuka antara kedua material
tersebut. Dari hasil kajian dapat disimpulkan respon sistem dinding tanah merah lebih kompleks dibandingkan
dinding dari bahan berbutir, oleh karena itu desain kuat tarik perkuatan harus mempertimbangkan deformasi
muka dan timbunan akibat terdisipasinya tekanan air pori ekses dalam jangka panjang, efek downdrag dan
kekakuan toe.

Kata kunci: dinding tanah, perkuatan geogrid, interaksi tanah-geogrid, model numerik, tanah merah

ABSTRACT

Recently, design guideline of mechanically stabilized earth wall requires granular material for reinforced fill.
Hence, the economical benefit of this technology depends on the availability of granular fill near the
construction site. On the other hand, in Indonesia, tropical red clay originating from volcanic product (residual
soil) is an abundant source of fill material and has been widely used because of its good engineering properties
This paper discusses the behavior of reinforced wall using red clay through numerical modeling of a test wall
from Royal Military College of Canada. The model was first verified by comparing face deformation, toe
reaction, vertical foundation pressure, and reinforcement strain of the model with test wall data. Then, a
reinforced wall with red clay properties was then simulated to evaluate their performance. Interaction between
soil and geogrid was also modeled by applying shear strength reduction factor on the interface element between
those two materials. From this study, it was identified that the red clay wall behavior is more complex than
granular wall. Hence, reinforcement strength design should consider the long term facing deformation due to
excess pore water pressure dissipation, down drag effect and toe stiffness.

Keywords: earth wall, geogrid reinforcement, soil-geogrid interaction, numerical modeling, red clay

Jurnal Jalan - Jembatan, Volume 29 No. 2 Agustus 2012, 110 – 124 110
PENDAHULUAN untuk mendesain dinding yang diperkuat
geogrid dengan bahan tanah merah.
Beberapa pedoman perencanaan dinding
tanah yang diperkuat geogrid misalnya KAJIAN PUSTAKA
AASHTO (2010), Indonesia (2009), dan
FHWA (2001) mensyaratkan penggunaan Interaksi tanah-geosintetik
bahan berbutir dengan kandungan butir halus Pengujian interaksi tanah dan geosintetik
lolos saringan No. 200 kurang dari 15%. Akan dikembangkan untuk mensimulasikan
tetapi, ketersediaan bahan berbutir yang mekanisme keruntuhan seperti terlihat pada
memenuhi syarat sering tidak tersedia di lokasi Gambar 1 (Palmeira 2009). Pada daerah A,
pekerjaan. Selain itu, harga kerikil dan pasir terjadi gelincir massa tanah pada permukaan
yang lebih mahal dibandingkan tanah butir perkuatan sehingga pengujian yang sesuai
halus dapat menghambat penggunaan teknologi adalah uji geser langsung. Pada daerah B, tanah
ini. Di sisi lain, material tanah merah yang saat dan pekuatan dapat berdeformasi dalam arah
ini banyak digunakan sebagai timbunan jalan lateral, sehingga dapat dilakukan uji regangan
telah menunjukkan kinerja yang cukup baik. bidang yang mirip dengan uji tarik dalam tanah
Di Indonesia, tanah merah dengan (in-soil tensile test). Untuk daerah C uji geser
kandungan butir halus yang tinggi mulai langsung dengan perkuatan miring dapat
digunakan sebagai pengganti bahan berbutir. digunakan. Pada daerah D, perkuatan
Wesley (2010) mencatat dinding tanah di mengalami cabut sehingga uji cabut adalah
Bintaro Viaduct Jakarta setinggi 7,8 m dan di yang paling sesuai.
Jalan Lingkar Luar Ceger – Hankam Raya Pengujian interaksi tanah butir halus dan
Jakarta setinggi 7,3m memberikan kinerja yang geogrid dengan uji geser langsung telah
baik. Akan tetapi, teridentifikasi pula satu kasus dilakukan oleh beberapa peneliti misalnya Abu-
keruntuhan dinding tanah merah di abutmen Farsakh et al (2007), Liu et al (2009), dan
jembatan tol Veteran Jakarta setinggi 7m Moelyani (2012). Dari ketiga penelitian
(Dobie 2010). Hal ini merupakan indikasi tersebut, disimpulkan bahwa tanah butir halus
perlunya pemahaman perilaku tanah butir halus mempunyai lekatan yang kuat dengan geogrid
dalam sistem dinding tanah dengan perkuatan karena mempunyai efisiensi antarmuka (Ci)
geogrid. lebih dari 0,5 menurut Talisoz dalam Coronel
Makalah ini bertujuan membahas hasil (2006). Nilai Ci dipengaruhi oleh kadar air dan
kajian kinerja dinding dari tanah merah yang derajat pemadatan tanah. Untuk geogrid, nilai
diperkuat geogrid melalui model numerik. Dari Ci dipengaruhi juga oleh kuat tarik bar
kajian ini, teridentifikasi aspek–aspek penting melintang dan persentase luas bukaan geogrid.
Ci adalah:

Gambar 1. Mekanisme interaksi dalam dinding tanah yang diperkuat geosintetik (Palmeira 2009)

111 Kinerja Dinding Tanah Merah Yang Diperkuat Geogrid Berdasarkan Model Numerik, (Dian Asri Moelyani)
...............................................(1) METODOLOGI

Langkah-langkah yang dilakukan


Keterangan: dalam kajian ini adalah:
ϕ = sudut geser tanah (derajat);
1. Model numerik RMC Test Wall 1 dengan
c = kohesi tanah (kN/m2);
parameter pasir.
ci = kohesi antarmuka (kN/m2);
sudut geser antarmuka (derajat).
2. Model numerik tersebut kemudian
ϕi =
diverifikasi terhadap data kinerja RMC Test
σn = tegangan normal (kN/m2).
Wall 1 (reaksi toe, regangan perkuatan,
deformasi muka, tekanan vertikal pondasi).
Model numerik
3. Pengujian laboratorium tanah merah, yang
Untuk memahami perilaku sistem
mencakup pengujian indeks dan kuat geser.
dinding tanah yang diperkuat geogrid, beberapa
4. Pengujian geser langsung antarmuka tanah
model numerik telah dikembangkan
merah-geogrid (ASTM 2012).
berdasarkan hasil uji coba skala penuh. Akan
5. Langkah berikutnya adalah melakukan
tetapi, Huang et al (2009) menyebutkan bahwa
simulasi model numerik dengan bantuan
uji coba skala penuh dinding tanah dengan data
piranti lunak Plaxis 2D versi 9.01
instrumentasi yang lengkap dan berkualitas
menggunakan parameter tanah merah dari
masih terbatas. Salah satu uji coba dinding
hasil pengujian laboratorium, termasuk
dengan data kinerja lengkap adalah RMC Test
memodelkan adanya potensi selip pada
Walls di Canada. RMC Test Walls terdiri dari
antarmuka antara tanah merah dan geogrid.
11 tipe yang dibangun beberapa tahap sejak
tahun 2000. Tabel 1. Simulasi numerik pengaruh butir halus
Berhubung semua tipe RMC Test Walls pada kinerja dinding
dibangun dari material pasir, Prakoso (2012),
Guler et al (2007), dan Hatami & Bathurst Prakoso Guler et al Hatami &
(2005a) melakukan simulasi numerik dari RMC (2012) (2007) Bathurst
(2005a)
Test Wall 1 dengan menggunakan parameter Metode Elemen Elemen Beda hingga,
tanah butir halus (Tabel 1). Dari ketiga numerik hingga, hingga, Flac 2D
penelitian tersebut disimpulkan bahwa perilaku Plaxis 2D Plaxis 2D
Model tanah Mohr- Hardening Hiperbolik
deformasi sangat dipengaruhi parameter kuat Coulomb Soil Duncan &
geser dan kekakuan tanah serta kekakuan Chang
Antarmuka Melekat Melekat Variasi
antarmuka tanah–geogrid. Tetapi, ketiga penulis tanah-geogrid sempurna sempurna kekuatan
tersebut belum menggunakan parameter lekatan
interaksi tanah-geogrid dari hasil pengujian dan Variasi Kekakuan, - Kuat geser,
kuat geser, kekakuan
hanya mensimulasikan perilaku dinding sampai berat isi antarmuka
akhir konstruksi (jangka pendek). tanah tanah-geogrid
Model Linear Linear Hiperbolik
perkuatan elastik elastik
Simulasi Beban Elemen Beban merata
HIPOTESIS pemadatan merata plates

Sistem dinding dari tanah merah yang


diperkuat dengan geogrid dalam jangka panjang HASIL DAN ANALISIS
akan lebih kompleks dibandingkan dinding
tanah dari bahan berbutir yang diperkuat Model numerik RMC Test Wall 1
dengan geogrid. RMC Test Wall 1 mempunyai tinggi 3,6
m dengan kemiringan muka 8o terhadap
vertikal. Dinding ini dibuat dari pasir yang
diperkuat 6 lapis geogrid polipropilena dengan

Jurnal Jalan - Jembatan, Volume 29 No. 2 Agustus 2012, 110 – 124 112
penutup muka blok modular berukuran lebar horizontal. Load ring pada toe dimodelkan
300 mm, tinggi 150 mm dan panjang 200 mm. dengan elemen node to node anchor.
Sketsa dinding dan instrumen yang dipasang Antarmuka blok–blok dan antarmuka blok-
diperlihatkan pada Gambar 2. tanah dimodelkan dengan elemen antarmuka.
Dalam kajian ini, model numerik RMC Untuk mensimulasikan proses pemadatan,
Test Wall 1 dikembangkan dari model Guler et digunakan elemen plate dengan parameter EA
al (2007) dengan bantuan piranti lunak Plaxis dan EI yang tidak memberikan kontribusi
2D versi 9.01 (Brinkgreve 2005). Bagian bawah kekuatan pada sistem dinding tanah.
dinding diberi kondisi batas horizontal dan (E=modulus Young, A=luas penampang, I=
vertical fixities. Pada blok modular terbawah, momen inersia). Model numerik yang
kondisi batasnya adalah vertical fixities karena direkonstruksi dari Guler et al (2007)
di bawah modular block RMC Test Wall 1 diperlihatkan pada Gambar 3.
terdapat roller yang hanya dapat bergerak

Gambar 2. RMC Test Wall 1 (Huang et al 2009)

Gambar 3. Model numerik hasil rekonstruksi model Guler et al (2007)

113 Kinerja Dinding Tanah Merah Yang Diperkuat Geogrid Berdasarkan Model Numerik, (Dian Asri Moelyani)
Verifikasi model numerik terbawah pada blok modular dikalikan dengan
Verifikasi model numerik dilakukan lebar blok modular. Rasio EA/EI untuk elemen
dengan membandingkan respon regangan plates diambil sebesar 12.
perkuatan, reaksi toe, deformasi muka, dan Dari hasil verifikasi pada Gambar 4
tekanan vertikal pondasi terhadap data RMC sampai dengan Gambar 7, seluruh respon model
Test Wall 1 (Gambar 4 – Gambar 7). Reaksi dinding dinilai sama dengan data pengukuran
horizontal toe diambil dari reaksi gaya aksial sehingga model ini dapat digunakan untuk
elemen node to node anchor, sedangkan reaksi simulasi numerik dinding dari tanah merah
vertikal toe diperoleh dari nilai rata–rata yang diperkuat geogrid.
tegangan vertikal dari beberapa stress point

Gambar 4. Verifikasi regangan perkuatan

Jurnal Jalan - Jembatan, Volume 29 No. 2 Agustus 2012, 110 – 124 114
Gambar 4. Verifikasi regangan perkuatan (lanjutan)

Gambar 5. Verifikasi reaksi toe

Gambar 6. Verifikasi deformasi muka

115 Kinerja Dinding Tanah Merah Yang Diperkuat Geogrid Berdasarkan Model Numerik, (Dian Asri Moelyani)
Gambar 7. Tekanan vertikal pondasi

Hasil pengujian laboratorium dengan mineral halloysite menurut Wesley


Tanah merah yang digunakan dalam (2010), lanau elastis dengan batas cair tinggi
kajian ini merupakan tanah residual produk (MH) dalam unified soil classification system
lapukan abu vulkanik dari Tanjung Sari, (ASTM D2487 2006), kelas A-7-5 menurut
Sumedang, Jawa Barat. Tanah tersebut SNI-03-6797-2002 (BSN 2002), dan termasuk
mempunyai indeks plastisitas 30%, kandungan timbunan biasa dalam spesifikasi umum Bina
lolos saringan No. 200 adalah 82%, kadar Marga (2010). Plot data tanah merah pada
lempung 32,5%, berat isi maksimum 12,7 kurva plastisitas dari Wesley (2010)
kN/m3 dan kadar air optimum 38,5%. Tanah diperlihatkan pada Gambar 8.
tersebut termasuk jenis lempung merah tropis
150
Tanjung Sari 1 Sumedang Tawang Mangu
Vanderman Kec. Batu Kec. Banyu Putih, Batang
140 Jl. Raya Linggapura Bumiayu Malibo, Bogor
Cibadak, Sukabumi Suka Dalam, Subang
130 Gunung Panjang, Subang Gunung Sindur
TM.01 Jl. Raya Ciamis Banjar Cinara Kec. Pesawahan, Kuningan
Ds. Halimpu Kec. Beber, Cirebon Citatah Bandung Barat
120 Ranca Buaya Pameungpeuk, Garut Nagreg

110

100

Black cotton soils


Indeks Plastisitas (%)

90
(montmorilloite)
80

70

60 CH
Tanah debu vulkanik
50 (allophane)
Lempung merah
40
tropis (halloysite)

30

20

10

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250

Batas Cair (%)

Gambar 8. Data batas Atterberg tanah merah

Jurnal Jalan - Jembatan, Volume 29 No. 2 Agustus 2012, 110 – 124 116
Gambar 9. Hasil uji geser langsung antarmuka tanah merah-geogrid

Gambar 10. Verifikasi parameter hardening soil terhadap hasil uji triaksial CU

Geogrid yang digunakan dalam kajian ini


adalah geogrid poliester tipe welded dengan Desain tanah, geogrid dan antarmuka
kuat tarik arah memanjang dan melintang mesin Dalam kajian ini digunakan parameter
sebesar 131,2 kN/m dan 44,6 kN/m; kekakuan desain tanah merah pada kondisi kadar air 1%
sekan 2% arah memanjang mesin sebesar 1987 di atas optimum (Wopt+1).
kN/m. Ukuran bukaan geogrid tersebut 71x24 Model hardening soil digunakan untuk
mm. tanah merah karena dapat memodelkan
Hasil uji geser langsung antarmuka tanah hubungan regangan aksial dan tegangan
merah-geogrid poliester disajikan pada Gambar deviator secara hiperbolik (Brinkgreve 2005).
9. Nilai Ci yang dihitung dengan persamaan (1) Parameter desain tanah merah (Tabel 2)
berkisar antara 0,50-0,67. Pengujian tersebut diperoleh dari hasil pengujian triaksial
dilakukan pada rentang kadar air +5% sampai - consolidated undrained (CU) dan konsolidasi
3% dari kadar air optimum. Sesuai dengan dengan menggunakan metode Suarak (2010).
penelitian Abu-Farsakh et al (2007), nilai Ci Parameter desain dan model tanah merah
terbesar diperoleh pada sampel di sisi kering diverifikasi terhadap hasil pengujian triaksial
kadar air optimum. CU, Gambar 10. Terlihat bahwa perilaku

117 Kinerja Dinding Tanah Merah Yang Diperkuat Geogrid Berdasarkan Model Numerik, (Dian Asri Moelyani)
tegangan – regangan dari model dinilai relatif Dalam studi ini digunakan geogrid dari
sama dengan perilaku dari pengujian triaksial jenis geogrid poliester yang berbeda dengan
CU. geogrid pada RMC Test Wall 1. Parameter
Untuk elemen antarmuka, digunakan desain geogrid ditentukan dengan metode
faktor reduksi kuat geser (Rinter) sebagai berikut Walterset al (2002). Parameter kekakuan
(Brinkgreve 2005): geogrid diolah dari kurva isochronous dari
pengujian rangkak yang dilakukan pabrik
......................................................... (2) pembuatnya. Untuk RMC Test Wall 1, lamanya
...................................... (3) konstruksi adalah 2000 jam dan regangan
maksimum perkuatan yang terjadi sampai akhir
konstruksi adalah 1,5% (Hatami dan Bathurst
Dari hasil uji geser langsung pada 2005b) atau setara dengan kecepatan
Gambar 9 dan dengan kedua persamaan pembebanan 10-5 %/menit. Berdasarkan data
tersebut, untuk sampel Wopt+1 diperoleh Rinter tersebut, parameter desain kekakuan geogrid
sebesar 0,7. adalah sebesar 1788 kN/m (Gambar 11).

Tabel 2. Parameter desain tanah merah Simulasi numerik dinding tanah merah yang
diperkuat geogrid
Tipe Material Undrained Karena tanah merah bersifat undrained,
Berat isi, γ (kN/m3) 17,4 tahapan simulasi perhitungan yang dilakukan
Permeabilitas, k (m/hari) 2,59E-05 adalah:
Kohesi, c (kPa) 13
1. Tahap penimbunan dan pemadatan dengan
Sudut geser dalam,φ (o) 33,9
Sudut dilatansi,ω (o) 0 tipe analisis plastik.
pref (kN/m2) 100 2. Tahap pemberian beban tambah (surcharge)
E50ref (kN/m2) 49,916 10 kPa sampai 40 kPa dengan tipe analisis
Eoedref (kN/m2) 34,379 plastik atau disebut juga undrained loading.
Eurref (kN/m2) 149,748
Power m (-) 0,5
3. Beban tambah dipertahankan sebesar 40 kPa
K0NC (-) 0,442 dengan tipe analisis konsolidasi (dalam
Rf (-) 0,9 makalah ini disebut juga drained loading)
hingga tekanan air pori ekses mencapai 1
kPa.

Gambar 11. Penentuan parameter desain kekakuan


geogrid

Jurnal Jalan - Jembatan, Volume 29 No. 2 Agustus 2012, 110 – 124 118
Untuk mengetahui pengaruh selip pada
model dinding tanah merah, dalam simulasi ini
dibandingkan respon dinding dengan elemen
antarmuka yang diaktifkan (dengan Rinter=0,7)
dan elemen antarmuka yang non-aktif atau tidak
terjadi selip.

PEMBAHASAN

Deformasi lateral muka


Prediksi deformasi lateral muka model
dinding tanah merah pada akhir konstruksi
memenuhi syarat AASHTO (2010) walaupun
lebih besar dibandingkan dinding pasir
(Gambar 12). Akibat surcharge dan saat
tekanan air pori ekses telah terdisipasi,
deformasi semakin bertambah di bagian tengah Gambar 13. Deformasi muka dinding tanah merah
dinding (Gambar 13). akibat surcharge dan konsolidasi

Reaksi toe dan tekanan vertikal pondasi


pada tahap konstruksi
Dari Gambar 14 terlihat bahwa efek
downdrag lebih signifikan pada dinding tanah
merah dibandingkan dinding pasir. Hal ini
disebabkan deformasi dan rotasi pada dinding
tanah merah yang lebih besar. Efek downdrag
tersebut menyebabkan reaksi vertikal toe yang
lebih besar daripada berat sendiri muka.

Gambar 14. Reaksi toe pada akhir konstruksi

Gambar 12. Deformasi lateral muka pada akhir


konstruksi

119 Kinerja Dinding Tanah Merah Yang Diperkuat Geogrid Berdasarkan Model Numerik, (Dian Asri Moelyani)
Gambar 14 terlihat reaksi vertikal toe belakang blok modular muka. Secara visual,
pada model dinding tanah merah tanpa selip terjadinya deformasi mesh pada kondisi ini
(interface non aktif) lebih tinggi dibandingkan diperlihatkan pada Gambar 16.
model dengan selip (Rinter = 0.7). Penyebab Untuk mengetahui distribusi beban
terjadinya perilaku ini adalah karena selip lateral tanah yang dipikul oleh toe dan oleh
antara tanah merah dengan geogrid mengurangi perkuatan, dihitung dengan persamaan berikut
efek downdrag karena geogrid ikut bergerak (Bathurst et al 2009):
(tercabut) mengikuti pergerakan muka.
..............................(4)
Fenomena tersebut juga dapat dijelaskan oleh
respon tekanan vertikal pondasi (pada dasar
dinding) pada Gambar 15. Pada model tanpa dimana PAH adalah beban horizontal total pada
selip, tekanan vertikal pondasi pada bagian kolom penutup muka, FH adalah reaksi
terdepan blok modular muka sangat besar dan horizontal toe, dan Tconn adalah beban koneksi.
terjadi tekanan negatif (tarik) pada bagian

Gambar 15. Tekanan vertikal pondasi pada akhir konstruksi

Gambar 16. Deformasi mesh pada daerah toe

Jurnal Jalan - Jembatan, Volume 29 No. 2 Agustus 2012, 110 – 124 120
Dengan persamaan (4), maka porsi beban yang penurunan reaksi horizontal toe, yang berarti
diterima oleh toe terhadap beban horizontal porsi beban yang diterima perkuatan pada
total adalah: FH/PAH. Jika porsi beban yang koneksi geogrid dengan muka semakin besar.
diterima oleh toe (FH/PAH) berkurang maka Efek drained loading tersebut sangat signifikan
porsi beban yang diterima koneksi perkuatan karena beban koneksi perkuatan meningkat
(Tconn/PAH) akan meningkat. hingga sekitar 10%.
Pola distribusi beban horizontal yang Peningkatan beban koneksi akibat
diterima toe dan perkuatan pada dinding tanah terdisipasinya tekanan air pori ekses
merah akibat surcharge memperlihatkan pola (konsolidasi) pada tahap drained loading
yang berbeda dengan dinding pasir (Gambar tersebut juga terlihat pada distribusi regangan
17). Pada dinding pasir terlihat porsi beban pada setiap lapis geogrid (Gambar 18).
yang diterima oleh toe semakin berkurang Peningkatan regangan (yang juga berarti
dengan bertambahnya surcharge akibat peningkatan beban koneksi perkuatan) pada
termobilisasinya perkuatan. Respon ini Gambar 18 teridentifikasi pada lapis geogrid
konsisten dengan model numerik Bathurst et al ke-3 sampai lapis ke-6 (lapis teratas). Hal ini
(2009). Akan tetapi, respon dinding tanah disebabkan deformasi terbesar yang terjadi
merah memperlihatkan terjadinya peningkatan antara kedua lapis geogrid tersebut seperti
reaksi horizontal toe saat tahap undrained diperlihatkan pada kontur total displacement
loading. Ketika tahap drained loading, terjadi dalam Gambar 19.

Gambar 17. Porsi reaksi horizontal toe terhadap beban horizontal total akibat surcharge

Gambar 18. Respon regangan perkuatan

121 Kinerja Dinding Tanah Merah Yang Diperkuat Geogrid Berdasarkan Model Numerik, (Dian Asri Moelyani)
Gambar 18. Respon regangan perkuatan (lanjutan)

Jurnal Jalan - Jembatan, Volume 29 No. 2 Agustus 2012, 110 – 124 122
Gambar 19. Kontur total displacement, dinding tanah merah, Rinter=0,7

Karena sifat tanah merah relatif lebih disipasi tekanan air pori dan terjadinya selip,
kedap air dibandingkan tanah berbutir kasar, deformasi lateral bertambah secara
maka untuk desain kuat tarik perkuatan harus signifikan.
mempertimbangkan deformasi muka dan 3. Desain kebutuhan kuat tarik perkuatan pada
timbunan akibat terdisipasinya tekanan air pori koneksi perlu mempertimbangkan terjadinya
ekses dalam jangka panjang, efek downdrag efek downdrag dan proses disipasi tekanan
dan kekakuan toe. air pori ekses dalam jangka panjang.
4. Toe untuk dinding tanah merah didesain
dengan lebih kaku dibandingkan untuk
KESIMPULAN DAN SARAN dinding dari tanah berbutir.

Kesimpulan Saran
Kesimpulan dari hasil kajian kinerja Beberapa saran yang dapat diberikan
dinding tanah merah yang diperkuat geogrid untuk kajian selanjutnya adalah:
berdasarkan model numerik adalah: 1. Kinerja dinding tanah merah dapat
1. Respon dinding tanah merah yang diperkuat ditingkatkan dengan pengelolaan drainase
geogrid lebih kompleks dibandingkan dan perencanaan toe yang lebih kaku.
dengan respon dinding tanah berbutir 2. Model numerik ini sebaiknya dikembangkan
(pasir). Kompleksitas tersebut diakibatkan dengan menggunakan model tanah yang
pengaruh gabungan dari sifat deformasi dapat memodelkan pengaruh penurunan kuat
tanah merah dalam jangka panjang, geser akibat hilangnya suction tanah.
kekakuan muka, kekakuan toe, dan
perkuatan yang bersifat extensible atau dapat
meregang. DAFTAR PUSTAKA
2. Deformasi lateral muka pada jangka panjang
lebih membutuhkan perhatian daripada saat Abu-Farsakh, M., Coronel J; and Tao, M. 2007.
akhir konstruksi. Dengan terjadinya proses “Effect of Soil Moisture Content and Dry
Density on Cohesive Soil–Geosynthetic

123 Kinerja Dinding Tanah Merah Yang Diperkuat Geogrid Berdasarkan Model Numerik, (Dian Asri Moelyani)
Interactions Using Large Direct Shear and granular backfills”.Geosynthetics
Tests”. Journal Of Materials In Civil International14 (6): 330–345.
Engineering 19(7): 540-549. Hatami, Kianoosh, dan Bathurst, Richard J. 2005a.
American Association of State Highway and Parametric Analysis of Reinforced Soil
Transportation Officials. 2010. LRFD Walls with Different Backfill Material
Bridge Design Design Specifications, Properties. In NAGS’2006 Conference,
Fifth Edition. Washington, DC.: Las Vegas, Nevada, USA, pp. 1–15.
AASHTO. Hatami, Kianoosh, dan Bathurst, Richard J. 2005b.
American Standards Testing Materials. 2012. Development and Verification of a
Standard Test Method for Determining Numerical Model for the Analysis of
the Coefficient of Soil and Geosynthetic Geosynthetic-Reinforced Soil Segmental
or Geosynthetic and Geosynthetic Walls under Working Stress Conditions.
Friction by the Direct Shear Method. Canadian Geotechnical Journal, 42:
ASTM D5321. West Conshohoken: 1066–1085.
ASTM International. Huang B., Bathurst R.J. dan Hatami K. 2009.
American Standards Testing Materials. 2006. “Numerical Study of Reinforced Soil
Standard Practice for Classification of Segmental Walls Using Three Different
Soils for Engineering Purpose (Unified Constitutive Soil Models”. ASCEJ.
Soil Classification System.. ASTM Geotechnical and Geoenvironmental
D2487. West Conshohoken: ASTM Engineering 135(10):1486-1498.
International. Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum. 2009.
Badan Standar Nasional. 2002. Tata Cara Pedoman Konstruksi dan Bangunan:
Klasifikasi Tanah dan Campuran Tanah Perencanaan dan Pelaksanaan Perkuatan
Agregat untuk Konstruksi Jalan. SNI 03- Tanah dengan Geosintetik, No.
6797-2002. Jakarta: Badan Standar 003/BM/2009. Jakarta: Departemen
Nasional. Pekerjaan Umum.
Bathurst, R. J., et al. 2009. “Influence of _______, Kementerian Pekerjaan Umum. Direktorat
Reinforcement Stiffness and Compaction Jenderal Bina Marga. 2010. Spesifikasi
on the Performance of Four Geosynthetic- Umum. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina
Reinforced Soil Walls”. Geosynthetics Marga.
International 16(1): 43–59. Liu, Ch.N., Ho, Y.H., and Huang, J.W. 2009. “Large
Brinkgreve, R.B.J. 2005. Plaxis 2D – Version 9.A.A. Direct Shear Test of Soil/PET-Yarn
Netherland: Balkema Publishers. Geogrid Interfaces”. Geotextiles and
Coronel, Julian. 2006. Frictional Interaction Geomembranes 27: 19-30.
Properties Between Geomaterials and Moelyani, Dian A. 2012. Potensi Penggunaan
Geosynthetics. Master of Science Thes.the Lempung untuk bahan Timbunan yang
Louisiana State University and Diperkuat Geosintetik. Prosiding
Agricultural and Mechanical College. Kolokium Jalan dan Jembatan. eds.
Dobie, Michael. 2010. Practical Use of Clay Fills in Furqon Affandi dkk., 92 -99. Bandung:
Reinforced Soil Structures. Prosiding Pusjatan.
Pertemuan Ilmiah Tahunan XIV HATTI. Palmeira, Ennio M. 2009. “Soil–Geosynthetic
Development of Geotechnical Interaction: Modelling and Analysis”.
Engineering in Civil Works and Geo- Geotextiles and Geomembranes 27: 368–
Environment. Yogyakarta. 390.
Federal Highway Administration. 2001. Prakoso, Widjojo A. 2012. Kajian Awal
Mechanically Stabilized Earth Walls and Penggunaan Tanah Butir Halus untuk
Reinforced Soil Slopes, Design and Dinding Tanah Bertulang Geosintetik.
Construction Guidelines. Publication eds. Furqon Affandi dkk, 309-325.
No.FHWA-NHI-00-043.Washington DC: Bandung: Pusjatan.
FHWA. Suarak, Chanaton. 2010. Geotechnical Aspects of
Guler, E, Hamderi, M. and Demirkan, M. M. 2007. the Bangkok MRT Blue Line Project.
“Numerical analysis of reinforced soil- Doctor of Philosophy Thes. Engineering
retaining wall structures with cohesive and Technology Griffith University.

Jurnal Jalan - Jembatan, Volume 29 No. 2 Agustus 2012, 110 – 124 124

Anda mungkin juga menyukai