Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

LANSIA DENGAN OSTEOARTRITIS

Disusun Oleh:

1. Reta Dwi Arofah ( P1337421018084 )


2. Revinah Damayanti ( P1337421018085 )
3. Risa Aspia ( P1337421018086 )
4. Sanada Ulfi Khimah ( P1337421018087)

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


PRODI D III KEPERAWATAN TEGAL
T.A 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Setiap manusia pasti mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan dari bayi
sampai  menjadi tua. Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana
pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi
sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Lansia banyak
menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan terintegrasi.
Lansia atau lanjut usia adalah periode dimana manusia telah mencapai
kemasakan dalam ukuran dan fungsi. Selain itu lansia juga masa dimana seseorang akan
mengalami kemunduran dengan sejalannya waktu. Ada beberapa pendapat mengenai
usia seseorang dianggap memasuki masa lansia, yaitu ada yang menetapkan pada umur
60 tahun, 65 tahun, dan ada juga yang 70 tahun. Tetapi Badan Kesehatan Dunia (WHO)
menetapkan bahwa umur 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan seseorang telah
mengalami proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang itu telah disebut
lansia. Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (psikologi dari Universitas Indonesia), lanjut usia
merupakan kelanjutan usia dewasa antara usia 65 tahun hingga tutup usia.Menurut Prof.
DR. Koesoemanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan menjadi tiga yaitu usia 70-
75 tahun (young old); usia 75-80 tahun (old); usia lebih dari 80 tahun (very old).
Kesimpulan dari pembagiaan umur menurut beberapa ahli, bahwa yang disebut lanjut
usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun keatas (Nugroho, 2008). Berdasarkan
pengertian lanjut usia secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila
usianya 65 tahun keatas (Effendi dan Makhfudli, 2009).Menurut organisasi kesehatan
dunia, WHO seseorang disebut lanjut usia (elderly) jika berumur 60-74 tahun.Sementara
itu dalam dua dekade terakhir ini terdapat peningkatan populasi penduduk usia lanjut
(usila) diIndonesia.Proporsi penduduk usila di atas 65 tahun meningkat dari 1,1%
menjadi 6,3% dari total populasi.Dalam 20 tahun terakhir ini ada peningkatan 5,2%
penduduk usila di Indonesia pada tahun 1997. Hal itu mencerminkan bahwa proporsi
penduduk usila akan meningkat dua kali pada tahun 2020 menjadi 28,8 juta atau 11,34%
dari seluruh populasi.Fenomena terjadinya peningkatan itu disebabkan oleh perbaikan
status kesehatan akibat kemajuan teknologi dan penelitian-penelitian kedokteran,transisi
epidemiologi dari penyakit infeksi menuju penyakit degeneratif,perbaikan status gizi
yang ditandai peningkatan kasus obesitas usila dari pada underweight, peningkatan
UsiaHarapan Hidup (UHH) dari 45 tahun di awal tahun1950 ke arah 65 tahun pada saat
ini, pergeseran gayahidup dari urban rural lifestyle ke arah sedentary urbanlifestyle, dan
peningkatan income per kapita sebelumkrisis moneter melanda Indonesia.
Peningkatan jumlah manula mempengaruhi aspek kehidupan mereka seperti
terjadinya perubahan fisik, biologis, psikologis, dan sosial sebagai akibat proses penuaan
atau munculnya penyakitdegeneratif akibat proses penuaan tersebut. Secarasignifikan
orang tua mengalami kasus mortalitas danmorbiditas lebih besar daripada orang
muda.Kerentanan orang tua terhadap penyakit disebabkanoleh menurunnya fungsi sistem
imun tubuh.Untuk memahami terjadinya perubahan responsimunitas tubuh pada orang
tua dibutuhkan suatu kajianmendalam tentang sistem imun yaitu salah satu system tubuh
yang dipengaruhi oleh proses penuaan (aging).Ilmu yang mempelajari sistem imun pada
kelompoklansia (elderly) disebut Immuno-gerontologi.
Fungsi sistem imunitas tubuh(immunocompetence)menurun sesuai umur. Kemampuan
imunitas tubuh melawan infeksi menurun termasuk kecepatan respons imun dengan
peningkatan usia.Hal ini bukan berarti manusia lebih sering terserang penyakit,tetapi saat
menginjak usia tua maka resiko kesakitan meningkat seperti penyakit infeksi, kanker,
kelainan autoimun,atau penyakit kronik. Hal ini disebabkan oleh perjalanan alamiah
penyakit yang berkembang secara lambat dan gejala-gejalanya tidak terlihat sampai
beberapa tahun kemudian.Di samping itu, produks iimunoglobulin yang dihasilkan oleh
tubuh orang tua juga berkurang jumlahnya sehingga vaksinasi yang diberikan pada
kelompok lansia kurang efektif melawan penyakit. Masalah lain yang muncul adalah
tubuh orang tua kehilangan kemampuan untuk membedakan benda asing yang masuk ke
dalam tubuhatau memang benda itu bagian dari dalam tubuhnya sendiri.
Menurunnya system tubuh secara perlahan pada orang tua akan menimbulkan banyak
penyakit-penyakit yang muncul.Dari berbagai penyakit yang timbul pada orangtua salah
satunya adalah osteoatritis.Osteoartritis (OA) merupakan penyakit persendian yang
kasusnya paling umum dijumpai secara global.Diketahui bahwa OA diderita oleh 151
juta jiwadi seluruh dunia dan mencapai juta jiwa di kawasan Asia Tenggara (WHO,
2004).
Prevalensi OA juga terus meningkat secara dramatis mengikuti pertambahan usia
penderita.Berdasarkan temuan radiologis, didapati bahwa 70% dari penderita yang
berumur lebih dari 65 tahun menderita OA (Brooks, 1998). Prevalensi OA lutut pada
penderita wanita berumur 75 tahun ke atas dapat mencapai 35% dari jumlah kasus yang
ada. Diperkirakan juga bahwa satu sampai dua juta lanjut usia di Indonesia menjadi cacat
karena OA (Soeroso, 2006).
Dari penjelasan diatas didapat bahwa tenagakesehatan terutama keperawtan sangat
berperan penting dalam pemberian asuhan keperawatan untuk menangani masalah
tersebut, dengan adanya asuhan keperawatan yang ditujukan kepada lansia diharapkan
masalah-masalah lansia dapat teratasi terutama dalam pembahasan pokok di makalah ini
adalah pemberian asuhan keperawtan kepada lansia dengan osteoatritis.
BAB II
KONSEP TEORI
A. KONSEP LANSIA
A. Proses Menua
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemamuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti dengan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994).
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan
fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di
ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi
dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas
dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi
manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam
setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya
(Darmojo, 2004 dalam Psychologymania, 2013).
a. Batasan Lanjut Usia Lansia
Menurut organisasi kesehatan dunia WHO dalam psycologymania 2013 batasan
lanjut usia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age) : usia 45-54 tahun
b. Lanjut suia (elderly) : antara 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) : antara 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) : di atas 90 tahun.
Seseorang dikatakan sebagai orang jompo atau usia lanjut setelah yang
bersangkutan mencapai usia 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya
mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari, dan menerima
nafkah dari orang lain‖ (Santoso, 2009)
b. Karakteristik Lansia
Menurut Keliat dalam Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang
kesehatan)
2. Kebutuan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga
kondisi maladaptif
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
Karakteristik penyakit yang dijumpai pada lansia diantaranya:
a) Penyakit yang sering multipel, saling berhubungan satu sama lain
b) Penyakit bersifat degeneratif, serta menimbulkan kecacatan
c) Gejala sering tidak jelas, berkembang secara perlahan
d) Masalah psikologis dan sosial sering terjadi bersamaan
e) Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut
f) Sering terjadi penyakit yang bersifat iatrogenic
B. Teori Menua
Teori penuaan secara umum menurut Lilik Ma’rifatul (2011) dapat dibedakan
menjadi dua yaitu teori biologi dan teori penuaan psikososial
a. Teori Biologi
1) Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan
kebanyakan sel–sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika sel pada
lansia dari tubuh dan dibiakkan di laboratrium, lalu diobrservasi, jumlah sel–sel
yang akan membelah, jumlah sel yang akan membelah akan terlihat sedikit. Pada
beberapa sistem, seperti sistem saraf, sistem musculoskeletal dan jantung, sel pada
jaringan dan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang
karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko akan mengalami
proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali
untuk tumbuh dan memperbaiki diri (Azizah, 2011)
2) Sintesis Protein (Kolagen dan Elastis)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia.
Proses kehilangan elastiaitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia
pada komponen protein dalam jaringan tertentu. Pada lansia beberapa protein
(kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk
dan struktur yang berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak
kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta
menjadi lebih tebal, seiring dengan bertambahnya usia (Tortora dan Anagnostakos,
1990). Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit
yang kehilangan elastisitanya dan cenderung berkerut, juga terjadinya penurunan
mobilitas dan kecepatan pada system musculoskeletal (Azizah, 2011).
3) Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh
untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar
yang tinggi, tanpa mekanisme pertahan diri tertentu. Ketidakmampuan
mempertahankan diri dari toksink tersebut membuat struktur membran sel
mengalami perubahan dari rigid, serta terjadi kesalahan genetik (Tortora dan
Anaggnostakos, 1990). Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitas
sel dalam berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga mengontrol proses
pengambilan nutrisi dengan proses ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Fungsi
komponen protein pada membran sel yang sangat penting bagi proses di atas,
dipengaruhi oleh rigiditas membran tersebut. Konsekuensi dari kesalahan genetik
adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah
sel anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan
peningkatan kerusakan sistem tubuh (Azizah, 2011).
4) Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan.
Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem
limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berkontribusi
dalam proses penuaan. Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca tranlasi,
dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali
dirinya sendiri. Jika mutasi isomatik menyebabkan terjadinya kelainan pada
antigen permukaan sel, maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh
menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai selasing dan
menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa
autoimun. Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami
penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi
menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah (Azizah, 2011).
5) Teori Menua Akibat Metabolisme
Menurut MC Kay et all., (1935) yang dikutip Darmojo dan Martono (2004),
pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan
dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut antara
lain disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme.
Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang merangsang pruferasi sel misalnya
insulin dan hormon pertumbuhan.
b. Teori Psikologis
1)     Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya
setelah menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap terpelihara
sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah
meraka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial (Azizah, 2011).
2)     Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Identity
pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan dengan
masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat, kelurga dan hubungan
interpersonal (Azizah, 2011).
3)     Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri
dari pergaulan sekitarnya (Azizah, 2011).
B. Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Patricia Gonce Morton dkk, 2011 tugas perkembangan keluarg yaitu:
1. Memutuskan dimana dan bagaimana akan menjalani hidup selama sisa umurnya.
2. Memelihara hubungan yang suportif, intim dan memuaskan dengan  pasangan
hidupnya, keluarga, dan teman.
3. Memelihara lingkungan rumah yang adekuat dan memuaskan terkait dengan status
kesehatan dan ekonomi
4. Menyiapkan pendapatan yang memadai
5. Memelihara tingkat kesehatan yang maksimal
6. Mendapatkan perawatan kesehatan dan gigi yang komprehensif
7. Memelihara kebersihan diri
C. Perubahan-perubahan yang Terjadi Pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif
yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya
perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual (Azizah, 2011).
A. Perubahan Fisik
a. Sistem Indra
Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena
hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap
bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-
kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
b.  Sistem Intergumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut.
Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan
kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen
berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
c. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia antara lain sebagai berikut:
Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai pendukung utama
kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi
bentangan yang tidak teratur.
d. Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami granulasi dan
akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian kemampuan kartilago untuk
regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif,
konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.
e. Tulang
Berkurangnya kepadatan tualng setelah di obserfasi adalah bagian dari
penuaan fisiologi akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut mengakibatkan
nyeri, deformitas dan fraktur.
f. Otot
Perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi, penurunan jumlah dan
ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot
mengakibatkan efek negatif.
g. Sendi
Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia
mengalami penuaan elastisitas.
h. Sistem kardiovaskuler
Massa jantung bertambah, vertikel kiri mengalami hipertropi dan kemampuan
peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan
lipofusin dan klasifikasi Sa nude dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan
ikat.
i. Sistem respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap,
tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi kenaikan ruang rugi
paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan
sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan
peregangan toraks berkurang.
j.Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi
sebagai kemunduran fungsi yang nyata :
1) Kehilangan gigi,
2) Indra pengecap menurun,
3) Rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun),
4) Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan,
berkurangnya aliran darah.
k. Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi
yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh
ginjal.
l.Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang
progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
m. Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan
uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi
spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
B. Perubahan Kognitif
1)        Memory (Daya ingat, Ingatan)
2)        IQ (Intellegent Quocient)
3)        Kemampuan Belajar (Learning)
4)        Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5)        Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6)        Pengambilan Keputusan (Decission Making)
7)        Kebijaksanaan (Wisdom)
8)        Kinerja (Performance)
9)        Motivasi
C. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
1) Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan family.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
D. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow,
1970). Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam
berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970)
E. Kesehatan Psikososial
1) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika
lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat,
gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.
2) Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan
dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat
memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
3) Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti
dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi.
Depresi juga dapat disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya kemampuan
adaptasi.
4) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas umum,
gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan-gangguan
tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder
akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak
dari suatu obat.
5) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga), lansia
sering merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau berniat membunuhnya.
Biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan
sosial.
6) Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat
mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain-main dengan
feses dan urin nya, sering menumpuk barang dengan tidak teratur. Walaupun telah
dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali.

B. LANSIA DENGAN OSTEOARTRITIS


1. Definisi
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degenaeratif atau
osteoartritis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling
sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas) (Nanda
Nic Noc,2012).
Osteoartritis adalaha kondisi dimana sendi terasa nyeri akibat inflamasi ringan
yang timbul karena gesekan ujung- ujung tulang penyusun sendi ( Soenarwo, 2011)
Osteoartritis adalah kondisi dimana sendi terasa nyeri akibat inflamasi ringan
yang timbul karena gesekan ujung- ujung tulang penyusun sendi.
Jadi osteoartritis merupakan kelainan yang bersifat progresif lambat yang
mengenai rawan sendi.

2. Epidemiologi
Angka kejadian OA sering dijumpai pada orang dengan usia 45 thn keatas dengan
angka kejadian pada wanita lebh banyak daripada pria. Diseluruh dunia, diperkirakan
9,6% pria dan 18% wanita berumur 60 thn keatas, terkena OA. Insiden OA pada umur
kurang dari 20 tahun sekitar 10% dan meningkat lebh dari 80% pada umur lebih dari
55 tahun.
3. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor pencetus dari Osteoartritis yang banyak meyebabkan gejala,
meliputi:
1) Umur
Perubahan fisik dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya usia
dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk
pigmen yang berwarna kuning.
2) Pengausan
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi
melalui 2 mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan yang
harus dikandungnya.
3) Kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat badan,
sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis mengakibatkan
seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah kegemukan
4) Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang
menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.
5) Keturunan
Herbeden node merupakan salah satu bentuk osteortritis yang biasa ditemukan
pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis sedangkan wanita, hanya
salah satu dari orang tuanya yang terkena.
6) Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematoid, infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi
peradangan dan pengeluaran enzim perusak matrik rawan sendi oleh membran
synovial dan sel- sel radang.
7) Joint mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormone pertumbuhan, maka rawan sendi
akan menebal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/ seimbang sehingga
memperceat proses degenerasi
8) Penyakit Endokrin
Pada hipertiroidisme terjadi produksi air dan garam- garam proteglikan yang
berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehinggga merusak sifat fisik rawan
sendi, ligament. Tendon, synovial, dan kulit pada diabetes melitus, glukosa akan
menyebabkan produksi proteaglandin menurun.
9) Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis,penyakit wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat
mengendapkan homosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal
monosodium urat/ pirofosfat dalam rawan sendi.
b. Faktor Presipitasi
Demografi
Mereka yang terdiagnosis osteoartritis, sangatlah diperlukan adanya perhatian
lebih mengenai keadaan lingkungan. Ketika lingkungan sekitarnya yang tidak
mendukung. Maka kemungkinan besar klien akan merasakan gejala penyakit ini.
Banyak diantaranya ketika keadaan suhu lingkungan sekitar klien yang cukup
dingin, maka klien akan merasa ngilu, kekakuan sendi pada area- area yang biasa
terpapar, sulit untuk mobilisasi dan bahkan kelumpuhan.
4. Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang,
dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi
mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru
pada bagian tepi sendi. Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan
kondrosit yang merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga
diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan
dipecahnya polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit
sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena
adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna
vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan.
Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan
ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut. Perubahan-perubahan
degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera
sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan
menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga
menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang
pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang
menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki
kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus.
5. Klasifikasi
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi:
a. Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang
berhubungan dengan osteoartritis.
b. Tipe skunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah mengalami fraktur.
6. Gejala Klinis
a. Nyeri sendi, keluhan utama
b. Hambatan gerak sendi, gangguan ini biasanya semakin berat dengan pelan-
pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
c. Kaku pagi
d. Krepitasi, rasa gemeretak (kadang- kadang dapat terdengar) pada sendi yang
sakit.
e. Pembesaran sendi (deformitas)
f. Perubahan gaya berjalan
g. Tanda- tanda peradangan, tanda- tanda peradangan pada sendi ( nyeri ekan,
gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan)
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi bila osteoartritis tidak ditangani yaitu terjadi
deformitas atau kerusakan struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit.
Pergeseran ulnar atau jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas
bautonmere dan leher angsa pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal
yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptikum yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying
antirhematoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan
dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik
akibat vaskulitis.
8. Pemeriksaan diagnostik (Penunjang)
a. Foto sinar X pada sendi- sendi yang terkena. Perubahan-perubahan yang dapat
ditemukan adalah
1) Pembengkakan jaringan lunak
2) Penyempitan rongga sendi
3) Erosi sendi
4) Osteoporosis juksta artikuler
b. Tes Serologi
1) BSE Positif
2) Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
c. Pemeriksaan radiologi
1) Periarticular osteopororsis, permulaan persendian erosi
2) Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi dan ankilosis
d. Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya kekurangan serta proses radang aseptik,
cairan dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik.
9. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum yang lengkap perlu dilakukan. Disamping menilai adanya
sinovasi pada setiap sendi, perhatikan juga hal- hal berikut ini:
a. Keadaan umum: komplikasi steroid, berat badan.
b. Tangan: meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan
c. Lengan: Siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar limfe
aksila.
d. Wajah: periksa mata untuk sindroma sjorgen, skleritis, episkelritis,
skleromalasia perforans, katarak anemia dan tanda- tanda hiperviskositas pada
fundus. Kelenjar parotis membesar
e. Mulut: (Kring, karies dentis, ulkus) catatan: artritis rematoid tidak
menyeababkan iritasi.
f. Leher: adanya tanda- tanda terkenanya tulang servikal.
g. Toraks: Jantung (adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi katup
aorta dan mitral).Paru- paru (aadanya efusi pleura, fibrosis, nodul infark,
sindroma caplan)
h. Abdomen: andanya splenomegali dan nyeri tekan epigastrik
i. Panggu dan lutut: tungkai bawah danya ulkus, pembengkakan betis (kista
baker yang ruptur) neuropati, mononeuritis multipleks dan tanda- tanda
kompresi medula spinalis.
j. Kaki: efusi lutut, maka cairan akan mengisi cekungan medial dan kantong
suprapatelar mengakibatkan pembengkakan diatas dan sekitar patela yang
berbentuk seperti ladam kuda dan efusi sendi pergelangan kaki akan terjadi
pembengkakan pada sisi anterior.
k. Urinalisis: untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk
menentukan adanya darah.
PATHWAY OSTEOARTHRITIS

Proses Penuaan
Trauma
Intrinsik
Ekstrinsik
Pemecahan Perubahan
kondrosit Komponen sendi
Kolagen
Progteogtikasi Perubahan
Jaringan sub
Proses penyakit metabolisme
kondrial
degeneratif sendi
yang panjang

Pengeluaran
MK: enzim lisosom

Kerusakan Kerusakan
Kurang matrik kartilago
kemampuan
Penatalaksanaa
mengingat
Kesalahan
n lingkungan Penebalan Perubahan
interpretasi
tulang sendi fungsi sendi

Penyempitan Deformitas
MK: Kurang rongga sendi sendi
pengetahuan
Kontraktur

Penurunan MK: Kerusakan


Kekuatan mobilytas fisik
nyeri

MK: Gangguan Hipertrofi


MK: Kurang Citra tubuh
perawatan diri

Distensi Cairan

MK: Nyeri akut


10. Terapi/ Tindakan Penanganan
Prinsip utama pengobatan penyakit osteoartritis adalah dengan mengistirahatkan
sendi yang terserang. Karena jika sendi yang terserang terus digunakan akan
memperparah peradangan. Dengan mengistiratakan sendi secara rutin dapat
mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan. Embidaian bisa digunakan untuk imobilisasi
dan mengistiratkan satu atau beberapa sendi. Tetapi untuk mencegah kekakuan dapat
dilakukan beberapa gerakkan yang sistematis. Obat- obat yang digunakan untuk
mengobati penyakit ini adalah:
1. Obat anti peradangan non steroid, yang paling sering digunakan adalah aspirin dan
ibuprofen. Obat ini mengurangi pembengkakan sendi dan mengurangi nyeri.
2. Obat slow-acting. Obat ini ditambahkan jika terbukti obat anti peradangan non
steroid tidak efektif setelah diberikan selama 2-3 bulan atau diberikan segera jika
penyakitnya berkembang cepat.
3. Kortikosteroid, misalnya prednison merupakan obat paling efektif untuk
mengurangi peradangan dibagian tubuh manapun. Kortikosteroid efektif digunakan
pada pemakaian jangka pendek, dan kurang efektif bila digunakan dalam jangka
panjang. Obat ini tidak memperlambat perjalanan pnyakit ini dan pemakaian
jangka panjang mengakibatkan berbagai efek samping., yang melibatkan hampir
setiap orang.
4. Obat Imunosupresif (contoh metotreksat,azatioprin, dan cyclophosphamide) efektif
unuk mengatasi artritis yang berat. Obat ini menekan peradangan sehingga
pemakaian kortikosteroid bisa dihindari atau diberikan dengan dosis rendah.
Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai
tujuan- tujuan ini. Pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi dan obat-
obatan:
a. Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan
pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada pasien, keluarganya dan siapa
saja yang berhubungan dengan pasien. Pendidikan yang di berikan meliputi
pengertian tentang patofisiologis, penyebab, dan prognosis penyakit ini, semua
kompnen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks,
sumber- sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini, dan metode-metode
efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses
pendidikan ini harus dilakukan secara terus menerus. Bantuan dapat diperoleh
melalui club penderita. Badan- badan kemasyarakatan dan dari orang- orang lain
yang juga pendeita artritis reumatoid serta keluarga mereka.
b. Istirahat penting karena osteartiritis biasanya disertai rasa lelah yang hebat.
Walaupun rasa lelah dan kekakuan sendi itu bisa timbul setiap hari, tetapi ada
masa- masa ketika pasien merasa lebih baik atau lebih berat. Kekakuan dan rasa
tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat, hal ini berarti bahwa pasien
dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam hari karena nyeri.
c. Latihan- latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi.
Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit,
sedikitnya dua kali sehari. Kompres panas pada sendi- sendi yang sakit dan
bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang bisa
diatur dan mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan di rumah.
d. Tindakan operatif dapat dilakukan apabila tindakan diatas sudah tidak dapat
menolong pasien lagi. Penggantian engsel (artoplasti) dilakukan dengan
mengganti engsel yang rusak dan diganti dengan alat lain yang terbuat dari plastik
atau metal yang disebut prostesis. Pembersihan sambungan (debridemen) dapat
dilakukan dengan mengangkat serpihan tulang rawan yang rusak yang
mengganggu pergerakan dan menyebabkan nyeri saat pergerakan tulang.
Penataan tulang dapat dipilih jika artroplasti tidak dipilih pada kondisi tertentu,
seperti osteoartritis pada anak dan remaja. Penataan ini dilakukan agar
sambungan/ engsel tidakmenerima beban saat melakukan pergerakan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian fisik
a. Identitas
b. Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
d. Pola fungsi Gordon
1) Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya, saat klien sakit tindakan yang
dilakukan klien untuk menunjang kesehatannya.
2) Nutrisi/metabolic
Kaji makanan yang dikonsumsi oleh klien, porsi sehari, jenis makanan, dan volume
minuman perhari, makanan kesukaan.
3) Pola eliminasi
Kaji frekuensi BAB dan BAK, ada nyeri atau tidak saat BAB/BAK dan warna
4) Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan klien saat beraktivitas dan dapat melakukan mandiri, dibantu atau
menggunakan alat
5) Pola tidur dan istirahat
Kaji pola istirahat, kualitas dan kuantitas tidur, kalau terganggu kaji penyebabnya
6) Pola kognitif-perseptual
Status mental klien, kaji nyeri dengan Provokasi (penyebab), Qualitas nyerinya
seperti apa), Reqion (di daerah mana yang nyeri), Scala (skala nyeri 1-10), Time
(kapan nyeri terasa bertambah berat).
7) Pola persepsi diri
Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri, identitas diri,
gambaran diri.
8) Pola seksual dan reproduksi
Kaji manupouse, kaji aktivitas seksual
9) Pola peran dan hubungan
Kaji status perkawinan, pekerjaan
10) Pola manajemen koping stress
11) Sistem nilai dan keyakinan
2. Fungsional klien
a. Indeks Barthel yang dimodifikasi
Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan aktivitas
fungsional. Penilaian meliputi makan, berpindah tempat, kebersihan diri, aktivitas di toilet,
mandi, berjalan di jalan datar, naik turun tangga, berpakaian, mengontrol defikasi dan
berkemih. Cara penilaian:

BAN
MAN
NO KRITERIA TUA
DIRI
N

1 Makan 5 10

2 Minum 5 10

3 Berpindah dari kursi roda ketempat tidur/sebaliknya 5-10 15

4 Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, 0 5


menggosok gigi)

5 Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, menyeka 5 10


tubuh, menyiram)

6 Mandi 5 15

7 Jalan di permukaan datar 0 5

8 Naik turun tangga 5 10

9 Menggunakan pakaian 5 10

10 Kontrol bowel (BAB) 5 10

11 Kontrol Bladder (BAK) 5 10

Total skor

Cara penilaian:
< 60 : ketergantungan penuh/total
65-105 : ketergantungan sebagian
110 : mandiri

b. Indeks Katz
Pengkajian menggunakan indeks kemandirian katz untuk aktivitas kehidupan
sehari-hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau bergantung dari klien
dalam hal: makan, kontinen (BAB/BAK), berpindah, ke kamar mandi, mandi dan
berpakaian. Indeks Katz adalah pemeriksaan disimpulkan dengan system penilaian
yang didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas
fungsionalnya. Salah satukeuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk mengukur
perubahan fungsi aktivitas dan latihan setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan
aktivitas rehabilitasi. Pengukuran pada kondisi ini meliputi:
Termasuk kategori manakah klien?

1) Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB/BAK), menggunakan pakaian, pergi


ke toilet, berpindah dan mandi
2) Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas
3) Mandiri kecuali mandi dan salah satu fungsi lain
4) Mandiri kecuali mandi, berpakaian dan salah satu fungsi diatas
5) Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu fungsi yang lain
6) Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang
lain
7) Ketergantungan untuk semua fungsi diatas
Keterangan :
Mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari orang lain,
seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan
fungsi, meskipun ia dianggap mampu.

3. Status mental dan kognitif gerontik


a. Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)
Digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan intelektual. Pengujian terdiri
atas 10 pertanyaan yang berkenan dengan orientasi, riwayat pribadi, memori dalam
hubungannya dengan kemampuan perawatan diri, memori jangka panjang dan
kemampuan matematis atau perhitungan (Pfeiffer, 2002).

NO PERTANYAAN BENAR SALAH

1 Tanggal berapa hari ini

2 Hari apa sekarang


3 Apa nama tempat ini

4 Alamat anda?

5 Berapa umur anda?

6 Kapan anda lahir


(minimal tahun lahir)

7 Siapa presiden indonesia


sekarang?

8 Siapa presiden ndonesia


sebelumnya?

9 Siapa nama ibu anda?

10 Kurangi 3 dari 20 dan


tetap pengurangan 3 dari
setiap angka baru, semua
secara menurun

Jumlah

Interpretasi hasil :

1) Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh


2) Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
3) Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
4) Salah 9-10 : kerusakan intelektual berat

b. MiniMental Status Exam (MMSE)


Mini mental status exam (MMSE) menguji aspek kognitif dari fungsi mental:
orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa. Nilai
kemungkinan ada 30, dengan nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya
kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan lanjut. Pemeriksaan
memerlukan hanya beberapa menit untuk melengkapi dan dengan mudah dinilai,
tetapi tidak dapat digunakan sendiri untuk tujuan diagnostic. karena pemeriksaan
MMSE mengukur beratnya kerusakan kognitif dan mendemonstrasikan perubahan
kognitif pada waktu dan dengan tindakan. Ini merupakan suatu alat yang berguna
untuk mengkaji kemajuan klien yang berhubungan dengan intervensi.
Alat pengukur status afektif bdigunakan untuk membedakan jenis depresi
serius yang mempengaruhi fungsi-fungsi dari suasana hati. Depresi adalah umum
pada lansia dan sering dihubungkan dengan kacau mental dan disorientasi,
sehingga seorang lansia depresi sering disalah artikan dengan dimensia.
Pemeriksaan status mental tidak dengan jelas membedakan antara depresi dengan
demensia, sehingga pengkajian afektif adalah alat tambahan yang penting.
B. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen cedera biologis, distensi jaringan
oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
b. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri,
ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot
C. Perencanaan
No Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Nyeri b.d agen Setelah diberikan asuhan Pain Management
cedera biologis, keperawatan selama 1x24 jam
1. Lakukan pengkajian
distensi jaringan diharapkan nyeri
nyeri secara
oleh akumulasi berkurang/terkontrol dengan
komprehensif termasuk
cairan, destruksi kriteria hasil :
lokasi, karakteristik,
sendi 1. Mampu mengontrol
durasi, frekuensi,
nyeri (tahu penyebab
kualitas dan faktor
nyeri, mampu
presipitasi
menggunakan tehnik
2. Observasi reaksi
nonfarmakologi untuk
nonverbal dari
mengurangi nyeri,
ketidaknyamanan
mencari bantuan)
3. Kurangi faktor
2. Mampu mengenali nyeri
presipitasi nyeri
(skala, intensitas,
4. Ajarkan tentang teknik
frekuensi dan tanda
non farmakologi
nyeri)
relaksasi nafas dalam
3. Menyatakan rasa nyaman
dan kompres air hangat
setelah nyeri berkurang
atau dingin
4. Tanda vital dalam
5. Berikan analgetik
rentang normal
untuk mengurangi
nyeri
6. Tingkatkan istirahat

2. Gangguan/kerusakan Setelah diberikan Exercise


asuhan therapy : ambulation
mobilitas fisik b/d keperawatan selama 3x24 jam,  Monitoring vital sign
deformitas skeletal, diharapkanhambatan mobilisasi sebelm/sesudah latihan
fisik dapat diatasi dengan dan lihat respon pasien
nyeri,
kriteria : saat latihan
ketidaknyamanan, 1. Klien meningkat dalam 1. Kaji kemampuan
penurunan .kekuatan aktivitas fisik pasien dalam
otot 2. Mengerti tujuan dari mobilisasi
peningkatan mobilitas 2. Dampingi dan Bantu
3. Memverbalisasikan pasien saat mobilisasi
perasaan dalam dan bantu penuhi
meningkatkan kekuatan kebutuhan ADLs ps.
dan kemampuan 3. Berikan alat Bantu jika
berpindah klien memerlukan
4. Memperagakan 4. Ajarkan klien latihan
penggunaan alat Bantu ROM
untuk mobilisasi 5. Ajarkan pasien
(walker) bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Osteoartritis(OA) merupakan penyakit sendi yang berkaitan dengan kerusakan
kartilago sendi. Vertebra, panggul, dan pergelangan kaki paling sering terkena
osteoartritis. Dan memiliki gambaran yang khas yaitu sendi falang distal dan proksimal
sering terkena.Osteoatritis adalah suatu penyakit peradangan pada tulang rawan sendi
yang berkembang lambat dan sampai saat ini belum di ketahui pasti penyebabnya.
Keadaan ini berkaitan dengan usia lanjut diamana tanda gejala yang di rasakan adalah
nyeri sendi kekakuan, pembesaran sendi dan di alami oleh banyak usia lanjut di zaman
sekarang.
B. Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan semoga dapat bermanfaat dalam usaha
peningkatan mutu pelayanan kesehatan khususnya pada kaum lanjut usia.
1. Adapun perawatan yang di lakukan dengan baik, cermat dan
teliti agar lebih di tingkatkan.
2. Apabila di usia sekarang menemukan kasus dengan gejala yang
sudah di jelaskan di atas maka di anjurkan untuk segera memeriksakan diri di tempat
pelayanan kesehatan terdekat
3. Dalam melakukan perawatan osteoartritis hendaknya di
lakukan dengan hati-hati dan cepat untuk mengetahui tanda-tanda dam gejala penyakit
ini untuk membantu proses penyembuhan.

DAFTAR PUSTAKA
www.Scibd//Laporan pendahuluan pada Lansia dengan Osteoartritis, Tity Riezka,2015
sumber : www.academia.edu ASUHAN_KEPERAWATAN)

Anda mungkin juga menyukai