Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

NUZUL AL-QUR’AN DAN ASBABUN NUZUL

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Tugas

Mata Kuliah Studi Al-Quran

Dosen Pengampu

Dr.H KHOLILUR RAHMAN,M.Pd.I

Oleh

MUHAMAD HOLIL MUSTOFA

2020390101179

B/1

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAAKULTAS TARBIYAH

IAI IBRAHIMY GENTENG BANYUWANGI

2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta


alam. Atas izin dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat
waktu tanpa kurang suatu apa pun. Tak lupa pula penulis haturkan
shalawat serta salam kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW.
Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.

Penulisan makalah berjudul ‘Nuzul Al-Qur’an Dan Asbabun Nuzul’


bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Al-Qur’an. Pada
makalah diuraikan beberapa surat beserta terjemah dan maknanya.

Akhirul kalam, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Besar harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan
umpan balik berupa saran. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat
bagi berbagai pihak. Aamiin.

Wassalamualaikum wr.wb

Banyuwangi,13 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………. i

KATA PENGANTAR ……………………….. ii

DAFTAR ISI …………………………………. iii

BAB I PENDAHULUAN ……………………. 1

 A. Latar Belakang Pemikiran……………………………… 2


 B. Rumusan Masalah ……………………………………… 5
 C. Manfaat Penulisan ………………………………………. 5

BAB II PEMBAHASAN …………………………. 6

 A. Pengertian Nuzul Al-Qur’an & Asbab An-Nuzul….. 6


 B. Bukti Historis Turunnya Al-Qur’an Bertahap …... 8
 C. Urgensi dan Kegunaan Asbab An- Nuzul………….11
 D. Cara Mengetahui Riwayat Asbab An-Nuzul.……. 12

BAB III PENUTUP …………………………………… 13

 A. Simpulan ………………………………………………… 13

DAFTAR PUSTAKA ………………………………… 14

BAB 1
PENDAHULUAN

Al-Qur’an bukanlah merupakan sebuah “buku” dalam pengertian


umum, karena ia tidak pernah diformulasikan, tetapi diwahyukan secara
berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW. Seperti yang diyakini
sampai sekarang, pewahyuan Al-Qur’an secara total dalam sekali waktu
secara sekaligus adalah sesuatu yang tidak mungkin, karena pada
kenyataannya Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk bagi kaum muslim
secara berangsur-angsur sesuai kebutuhan-kebutuhan yang timbul.

Sebagian tugas untuk memahami pesan dari Al-Qur’an sebagai suatu


kesatuan adalah mempelajarinya dalam konteks latar belakangnya. Latar
belakang yang paling dekat adalah kegiatan dan perjuangan Nabi yang
berlangsung selama dua puluh tiga tahun dibawah bimbingan Al-Qur’an.
Terhadap perjuangan Nabi yang secara keseluruhan sudah terpapar dalam
sunnahnya, kita perlu memahaminya dalam konteks perspektif melihat
Arab pada masa awal penyebaran Islam, karena aktivitas Nabi berada di
dalamnya. Oleh karena itu, adat-istiadat, lembaga-lembaga seta pandangan
hidup bangsa Arab pada umumnya menjadi esensial diketahui dalam
rangka memahami konteks aktivitas Nabi.

Secara khusus, situasi Mekah pra islam perlu dipahami terlebih


dahulu secara mendalam. Tanpa memahami masalah ini, pesan Al-Qur’an
sebagi suatu kebutuhan tidak akan dapat dipahami. Orang akan salah
menangkap pesan-pesan Al-Qur’an secara utuh, jika hanya memahami
bahasanya saja, tanpa memahami konteks historisnya. Agar dipahami
secara utuh, Al-Qur’an harus dicerna dalam konteks perjuangan Nabi dan
latar belakang perjuangannya. Oleh sebab itu, hampir semua las anre yang
berkenaan dengan Al-Qur’an menekankan pentingnya asbab an-nuzul (alas
an pewahyuan). Sebab pengetahuan tentang Nuzulul Qur’an merupakan
asas bagi keimanan terhadap Al-Qur’an itu sendiri dan bahwa ia merupakan
kalamullah dan asas untuk membenarkan kenabian Muhammad saw. serta
bahwa islam adalah benar.

Menurut fakta sejarah, Al-Qur’an dinuzulkan dalam kurun waktu


sekitar 23 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa Al-Qur’an turun dalam
ruang dan waktu tertentu dalam konteks masyarakat Arab.

Dalam memahami teks Al-Qur’an, ada hal menarik yang sampai


sekarang orang tidak pernah melupakannya, khususnya orang-orang yang
menggeluti masalah hukum Islam. Sebagian berpendapat bahwa
pemahaman terhadap Al-Qur’an harus disesuaikan dengan konteks saat
dinuzulkan ayat. Sebagian lain berpendapat bahwa pemahaman itu harus
didasarkan atas keumuman lafazh ayat, bukan didasarkan atas
kekhususan sebab nuzulnya. Dua pemahaman ini melahirkan dua kaidah
yakni “al’ibratubihumuuminlafdzi laabikhushushissababi” dan
“al’ibratubikhushuhisababi laabi’umuuminlafdzi”

Karena kedua kaidah ini sangat erat kaitannya dengan latar


belakang nuzul ayat-ayat Al-Qur’an, maka Asbab An-Nuzul perlu diketahui.
Namun perlu dicatat bahwa tidak semua ayat Al-Qur’an ada latar belakang
nuzulnya.

A. Latar Belakang Pemikiran

Bagi umat muslimin, Alquran adalah kalam Allah yang diwahyukan


kepada nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat jibril selama
kurang lebih 23 tahun. Kitab suci ini memiliki kekuatan luar biasa yang
kekuatannya diluar kemampuan apapun. Alquran diturunkan secara
berangsurangsur kepada nabi Muhammad SAW yang setiap ayatnya
memiliki sebab turunnya masing-masing walaupun di dalam Alquran tidak
semua ayat terdapat Asbab alNuzul nya (Muh. Sayyid Thantawi & AL-
Ghazali, 2001, hal. 38-39).

Pada masa itu diyakini oleh umat islam sebagai masa turunnya
wahyu yang berisi tentang segala macam petunjuk dan pelajaran tentang
seluruh aspek kehidupan. Misalnya aqidah dan kepercayaan, akhlak yang
murni, petujuk syariat dan hukum yang dijelaskan secara mendasar
mengenai yang wajib diikuti oleh umat manusia, baik dalam hubungannya
dengan Tuhan atau hubungannya dengan sesama manusia ataupun
makhluk Tuhan lainnya (Shihab M. Q., 1998, hal. 40).

Sebab turunnya ayat adakalanya berbentuk peristiwa dan adakalanya


berbentuk pertanyaan. Satu ayat atau beberapa ayat yang turun untuk
menerangkan hal yang berhubungan dengan peristiwa tertentu atau
memberikan jawaban terhadapan pertanyaan tertentu. Untuk mengetahui
Asbab al-Nuzul haruslah berdasarkan periwayatan yang shahih, sebab
dengan periwayatan yang shahih dapat diketahui sebab turunnya ayat.
Untuk itu Azbab al-Nuzul yang diriwayatkan dari hadis yang mursal tidak
dapat diterima, kecuali apabila diperkuat oleh hadis mursal yang lain yang
perawinya belajar dari para sahabat, seperti Mujahid, Ikrimah, Said bin
Zubair (Anwar A. , Ulumul Quran, 2002, hal. 29-31).

Alquran bercerita tentang sejarah-sejarah yang telah lalu,


menjelaskan kejadian-kejadian yang terjadi sekarang, serta dapat
meprediksikan hal-hal yang akan datang. Akan tetapi yang terpenting disini
yang perlu dicatat adalah pada masa Rasulullah bersama para sahabat
ketika memberikan ajaran-ajaran islam untuk pertama kali kepada
masyarakat Arab pada waktu itu sering kali mengalami dan menyaksikan
berbagai macam peristiwa sejarah. Bahkan para sahabat kadangkala
menemui suatu peristiwa khusus atau berhadapan pada suatu persoalan
yang masih kabur hukumnya. Kejadian ini menjadikan mereka harus
meminta petunjuk kepada Rasulullah untuk mendapat jawaban atas
peristiwa khusus tersebut atau untuk mendapat kepastian hukum atas
persoalan-persoalan yang terjadi dan setelah itu turunlah ayat-ayat alquran
untuk menjelaskan dan menjawab pertanyaan tersebut. (al-Qaththan, 1994,
hal. 106).

Untuk menjawabnya menurut para pakar Ulum Alquran ilmu Asbab


alNuzul dipandang mempunyai urgensi yang besar dalam usaha penafsiran
ayar-ayat alquran. Oleh sebab itu, bagi siapa saja yang belum mengetahui
sebab turunnya ayat (Asbab al-Nuzul) atau bahkan tidak tahu sama sekali
tidak akan mampu memahami makna alquran. Sebagaimana pendapat yang
disampaikan oleh alWahidi, seperti yang dikutip oleh Al-Suyuti bahwa tidak
mungkin mengetauhi tafsir ayat tanpa mengetahui sejarah dan penjelasan
sebab turunnya. Sementara Ibnu Daqiqi Id berpendapat bahwa penjelasan
mengenai sebab turunya ayat adalah cara yang tepat untuk memahami
alquran. Pendapat senada juga disampaikan oleh Jalaluddin al-Suyuti
bahwa mengetahui sebab turunnya ayat akan membantu dalam memahami
ayat, karena mengetahui sebab maka akan menimbulkan pengetahuan
mengenai akibat (al-Suyuthi, 1951 M, hal. 27).

Pendapat ulama tersebut mengisyaratkan bahwa mengetahui


mengenai latar belakang atau sebab turunnya ayat sangat diperlukan dalam
memahami makna Alquran. Atas dasar ini, dengan sendirinya perlu juga
melakukan analogi konseptual antara Muhammad sebagai penerima wahyu
dengan dunia Tuhan sebagai pemberi wahyu dan melakukan analogi
historis kontekstual dunia masyarakat Arab dengan dunia Islam yang hidup
di Zaman dan wilayah yang sama sekali berbeda (Hidayat, 1996, hal. 9).
Kedua hal ini termasuk ke dalam satu mata rantai yang tidak bisa dipisah
pisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Maka pemahaman tentang
konteks kesejarahan alquran tidak saja sangat berfaedah dalam mencari
prinsip prinsip atau nilai-nilai yang mendasari ketentuan-ketentuan alquran
melainkan dapat pula menentukan secara akurat alasan-alasan yang ada
dibalik pernyataan-pernyataan, dan komentar-komentar serta perintah-
perintah alquran (Amal, 1993, hal. 158).

Asbab al-Nuzul yang memiliki hubungan dialogis dan dialektis dengan


fenomena kultural masyarakat itu, bukan berarti sama persis dengan
hubungan yang berlaku seperti hukum kausalitas, yaitu adanya keharusan
(sebab akibat) hubungan yang sangat erat antara asbab al-Nuzul dengan
materi yang ada dalam masyarakat. Untuk itu, jelas tidak bisa dibenarkan
pernyataan, jika suatu sebab itu tidak ada maka ayat Alquran tidak akan
turun. Mengenai ini, al-Ja'bari membagi tentang turunnya Alquran menjadi
dua bagian. Pertama, berupa prinsip-prinsip yang tidak terikat dengan
sebab akibat khusus melainkan murni petunjuk bagi manusia ke jalan
Allah. Kedua, berdasarkan sebab tertentu, baik berupa peristiwa atau
lainnya (al-Suyuthi, 1951 M, hal. 27).

Asbab al-Nuzul berupa peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa Nabi


Muhammad SAW, maka informasi atau sumber asbab al-Nuzul tidak boleh
ditentukan dengan jalan ijtihad, akan tetapi harus diperoleh melalui
periwayatan yang shahih dari mereka yang mengalami masa turunnya
alquran atau mereka yang mengkaji atau mencarinya (al-Suyuthi, 1951 M,
hal. 31). Karena sumber pengetahuan asbab al-Nuzul diperoleh dari
periwayatan maka mempunyai nilai sama dengan berita-berita yang lain
yang menyangkut kehidupan Nabi dan kerasulanNya, yaitu berita-berita
hadis (Majid, 1995, hal. 26). Jelasnya, kalau dalam hadis terdapat
perbedaan kualitas maka dalam riwayat-riwayat Asbab alNuzul pun
demikian juga, seperti kualitas shahih dan dha'ifnya, serta kuat atau
lemahnya, serta otentik atau palsu kualitas hadis.

Para ulama salaf sangat hati-hati dalam menerima periwayatan asba


alNuzul. Kehati-hatian ini dititikberatkan pada seleksi pribadi orang yang
membawa berita (perawi), sumber-sumber riwayat, dan materi hadis
(matan). Mengenai pribadi perawi ulama memilih dari mereka yang paling
tinggi tingkat keshahihannya dan tingkat kezuhudannya (al-Shalih, 1998,
hal. 89).

Sedangkan ulama tafsir berbeda pendapat dalam memahami teks, jika


terjadi kesesuaian antara ayat yang turun dan sebab turunnya dalam hal
keumuman keduanya maka diterapkanlah yang khusus menurut
kekhususannya. Tetapi jika ayat itu turun bersifat umum dan sebabnya
bersifat khusus maka akan menimbulkan masalah apakah yang harus
diperhatikan dan dijadikan pedoman, keumuman lafdznya atau kekhususan
sebabnya. Sedangkan mayoritas ulama menggunakan kaidah : "alibrah bi
umum al-lafdz la bi khusus al-sabab"(digunakan dalam memahami ayat
alquran yaitu ayat yang redaksinya bersifat umum dan bukan khusus
terhadap kasus yang menjadi sebab turunnya). Sedangkan dasar ulama
yang dipegangi minoritas ulama : "al-ibrah bi khusus al-lafdz la bi umhm al-
sabab" (memahami ayat adalah khusus yang menjadi sebab turunnya dan
bukan redaksionalnya yang bersifat umum) (Shihab M. Q., 1998, hal. 89).
Kedua kaidah itu dipegangi oleh para ulama dalam memahami teks dan
mengeluarkan dalalah dan makna diturunkannya ayat suci.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah dan pemaparan diatas, penelitian ini
berangkat dari permasalahan yang terangkum dalam pertanyaan sebagai
berikut :
1. Apa pengertian Nuzul Al-Quran dan Asbab An-Nuzul ?
2. Apa bukti historis turunnya Al-Quran secara bertahap ?
3. Apa urgensi atau kegunaan Asbab An-Nuzul ?
4. Bagaimana cara mengetahui Asbab An-Nuzul ?.

C. Manfaat Penulisan
Memahami dengan jelas apa itu Nuzul Al-Quran dan Asbab An-Nuzul
beserta bukti-bukti historisnya, dan Mengetahui kegunaan Asbab An-Nuzul.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nuzulul Qur’an & Asbab An-Nuzul


Ungkapan asbab An-Nuzul merupakan suatu bentuk idhafah dari
kata “asbab” dan “nuzul”. Secara etimologi, Asbab An-Nuzul adalah sebab-
sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena
yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu bisa disebut asbab An-Nuzul,
namun dalam pemakaiannya, ungkapan asbab An-Nuzul khusus
dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang melatarbelakangi
turunnya Al-Qur’an, seperti halnya asbab al wurud yang secara khusus
digunakan bagi sebab-sebab terjadinya hadits.[1]

1. Menurut Az-Zarqani:

“Asbab An-Nuzul” adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada
hubungannya dengan turunnya ayt Al-Qur’an sebagai penjelas hukum pada
saat peristiwa itu terjadi.”[2]

2. As-Shabuni:

“Asbab An-Nuzul” adalah petistiwa atau kejadian yang menyebabkan


turunnya satu atau beberapa ayat yang mulia yang berhubungan dengan
peristiwa atau kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan
kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.”[3]

3. Shubhi Shalih:

“Asbab an-Nuzul” adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu


atau beberapa ayat Al-Qur’an [ayat-ayat] terkadang menyiratkan peristiwa
itu , sebagai respons atasnya . Atau sebagai penjelas terhadap hukum-
hukum di saat peristiwa itu terjadi.”[4]

4. Manna’ Al-Qthathan :

“Asbab An-Nuzul”adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan


turunnya Al-Qur’an berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi , baik
berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada
nabi .”[5]

Dari pengertian- pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan.


Pertama, suatu ayat turun ketika terjadi suatu peristiwa. Kedua, suatu ayat
turun apabila Rasulullah ditanya tentang suatu hal, turunlah ayat Al-
Qur’an yang menerangkan hukumnya. Asbab An-Nuzul menggambarkan
bahwa ayat-ayat Al-Qur’an memiliki hubungan dialektis dengan fenomena
sosiokultural masyarakat. Namun demikian, perlu ditegaskan bahwa
asbabun nuzul tidak berhubungan secara kasual dengan materi yang
bersangkutan. Artinya tidak bisa diterima pernyataan bahwa jika suatu
sebab tidak ada, maka ayat itu tidak akan turun.[6]

Asbab An-Nuzul merupakan bahan-bahan sejarah yang dapat


dipakai untuk memberikan perintah-perintahnya. Sudah tentu bahan-
bahan sejarah ini hanya melingkupi peristiwa-peristiwa pada masa Al-
Qur’an masihturun (ashr at-tanzil). Bentuk-bentuk yang melatarbelakangi
turunnya Al-Qur’an itu sangat beragam, diantaranya berupa: konflik social
seperti ketegangan yang terjadi anatara suku khazraj; kesalahan besar,
seperti kasus salah seorang sahabat yang mengimami shalat dalam keadaan
mabuk; dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh seorang sahabat
kepada Nabi, baik berkaitan dengan sesuatu yang telah lewat, sedang , atau
yang akan terjadi.

Persoalan apakah seluruh ayat Al-Qur’an memiliki asbab An-Nuzul


atau tidak, ternyata telah menjadi bahan kontrofersi diantara para ulama.
Sebagian ulama berpendapat bahwa tidak semua ayat Al-Qur’an memiliki
asbab An-Nuzul. Sehingga, diturunkan dengan melatarbelakanginya
(ibtida’), dan ada pula ayat yang diturunkan dengan dilatarbelakangi oleh
suatu peristiwa. Persoalan tersebut hampir merupakan consensus para
ulama. Akan tetapi, ada yang mengatakan bahwa kesejahteraan Arabia pra
–qur’an pada masa turunnya Al-Qur’an merupakan latar belakang makro
Al-Qur’an; sementara riwayat-riwayat asbab An-Nuzul merupakan latar
belakang mikronya.[7] Pendapat ini berarti menganggap bahwa semua ayat
Al-Qur’an memiliki sebab-sebab yang melatarbelakanginya.

Dalam Al-Qur’an Nuzulul Qur’an diungkap dengan dua ungkapan,


yaitu (1) dengan kata Nazzala- yunazzilu- tanzilan, dengan makna konotatif
“turun secara berangsur-angsur”, dan (2) dengan kata anzala- yunzilu-
inzalan, dengan makna denotative ‘menurunkan”. Penggunaan dua kata
itulah yang menyebabkan terjadinya berbagai macam definisi dan tahapan
Nuzulul Qur’an yang mengkaji al-Qur’an dari aspek bahasanya.

Az-Zarkasyi dalam kitab al-burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an, menjelaskan


mengenai proses turunnya Al-Qur’an mulai dari Lauhil Mahfudz sampai
kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam hal ini, turunnya Al’Qur’an melalui
tiga cara[8] :

1.Al-Qur’an turun sekaligus dari Lauhul Mahfudz ke langit dunia pada


malam Lailatul Qadar, kemudian diturunkan kepada Nabi Muhammad
secara Bertahap, sejak diangkatnya beliau menjadi Rasul hingga wafat.
Ulama berbeda pendapat mengenai berapa lama Nabi Muhammad menjadi
Rasul, sebagian mengatakan 20 tahun, sebagian lagi 23 tahun, sebagian
lagi 25 tahun.perbedaan ini dipicu oleh perbedaan mereka menentukan
berapa lama Nabi Muhammad menetap di makkah setelah diangkat menjadi
rasul.

Dalilnya adalah firman Allah SWT:

ٍ ۭ ُ‫ح َّمحْ ف‬
‫وظ‬ ٌ ‫بَلْ ه َُو قُرْ َء‬
ٍ ْ‫ان َّم ِجي ٌد فِى لَو‬
“Bahkan yang didustakan mereka itu ialah al-Qur’an yang mulia, yang
(tersimpan) dalam Lauh Mahfudz.”(QS. Al-Buruj : 21-22).

2. Al-Qur’an diturunkan ke langit dunia setiap tahun pada malam Lailatul


Qadar, kemudian diturunkan secara bertahap kepada Nabi Muhammad.
Dalam kaitan ini, setiap tahun pada malam Lailatul Qadar Allah
menurunkan ayat Al-Qur’an sesuai dengan kadar “kebutuhan” dan
“tuntutan” tahun tersebut.

Firman Allah dalam surat al-Qadar :

‫اِنَّ ۤا اَ ۡن َز ۡل ٰنهُ فِ ۡى لَ ۡيلَ ِة ۡالقَ ۡد ِر‬

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an)pada malam


kemuliaan (QS. Al-Qadar : 1)

3. Allah menjadikan malam Lailatul Qadar sebagai awal pembuka


diturunkannya al-Qur’an secara bertahap.[9]

Setelah mengemukakan ketiga cara di atas, Az-Zarkasyi memilih cara yang


paling benar berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas dalam
Mustadrak al-Hakim, “al-Qur’an diturunkan sekaligus ke langit dunia pada
malam lailatul qadar, kemudian turun secara bertahap selama 20 tahun.

Seiring dengan pendapat Az-Zarkasyi, as-Suyuthi dalam al-Itqan fi ‘Ulum al-


Qur’an, yaitu Al-Qur’an mengutip pendapat Ibn Hajar al-Asqani yang
menyatakan bahwa cara pertama, yaitu Al-Qur’an diturunkan sekaligus
dalam keseluruhannya dari Lauhil Mahfudz ke langit dunia di malam
lailatul qadar kemudian diturunkan secara bertahap kepada Nabi
Muhammad selama menjadi Rasuloleh Jibril adalah cara yang paling tepat.
[10]

B. Bukti Historis Turunnya Al-Qur’an Bertahap


Allah telah menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW. dengan
perantara Malaikat Jinril secara bertahap. Malaikat sebagai perantara Allah
dengan manusia, karena Al-Qur’an merupakan suatu petunjuk manusia. Ayat-ayat
Al-Qur’an diturunkan sesuai dengan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian
serta kebutuhan Nabi Muhammad SAW. Kejadian ini merupakan peristiwa besar
yang dialami beliau selama hidupnya.

Allah SWT berfirman:

‫ث َّونَ َّز ۡل ٰنهُ ت َۡن ِز ۡي ًل‬


ٍ ‫اس ع َٰلى ُم ۡك‬
ِ َّ‫َوقُ ۡر ٰانًا فَ َر ۡق ٰنهُ ِلت َۡق َراَ ٗه َعلَى الن‬

“Dan Al-Qur’an itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada umat manusia dan kami menurunkannya
bagian demi bagian.”(QS.al-Isra’ (17): 106).

‫يز ْٱل َح ِك ِيم‬ ِ َ‫َنزي ُل ْٱل ِك ٰت‬


ِ ‫ب ِمنَ ٱهَّلل ِ ْٱل َع ِز‬ ِ ‫ت‬

“Kitab ini diturunkan dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-
Jatsiyah .”(45):2)

Dilihat dari ungkapan ayat-ayat diatas (untuk arti menurunkan ) semuanya


menggunakan kata tanzil bukan inzal . Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an
diturunkan secara bertahap atau berangsur-angsur. Berbeda dengan kitab samawi
sebelumnya Taurat,Injil, dan Zabur turunnya sekaligus, tidak bertahap.
Sebagaimana yang ditunjukkan oleh Firman Allah SWT[11] :

‫ك ۖ َو َرتَّ ْل ٰنَهُ تَرْ تِياًل‬ َ ِ‫ُوا لَوْ اَل نُ ِّز َل َعلَ ْي ِه ْٱلقُرْ َءانُ ُج ْملَةً ٰ َو ِح َدةً ۚ َك ٰ َذل‬
َ ‫ك لِنُثَبِّتَ بِ ِهۦ فُؤَ ا َد‬ ۟ ‫ال ٱلَّ ِذينَ َكفَر‬
َ َ‫َوق‬

“Berkatalah oran-orang yang kafir:”Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan


kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya kami perkuat hatimu
dengannya dan kami membacanya secara tartil(teratur dan benar).”(QS.al-
Furqan(25):32)

Pertanyaan orang kafir itulah dijadikan landasan beberapa ahli tafsir, bahwasanya
orang kafir merasa heran dengan turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur
karena mereka mengetahui bahwa kitab-kitab sebelumnya diturunkan secara
sekaligus. Bukanlah kitab-kitab itu berwujud benda kemudian diturunkan begitu
saja, tetapi diturunkan (dibacakan) sekaligus oleh Malaikat Jibril.[12]

Ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun adalah Q.S al-‘Alaq ayat 1-5:]

“Bacalah dengan (menyebut ) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah


Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
Pemurah, Yang Maha mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Pada awalnya Rasulullah SAW diberitahu lewat mimpi pada bulan kelehiran beliau,
yaitu Rabi’ul Awwal. Kemudian diturunkan kepada beliau dalam keadaan sadar.
Sebagaimana hadits dari ‘Aisyah r.a yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan
Muslim:

“Wahyu yang mula-mula diturunkan kepada Rasulullah SAW ialah mimpi yang
benar diwaktu tidur. Setiap kali mimpi beliau ada yang datang bagaikan cahaya
yang terang di pagi hari. Kemudian beliau lebih suka menyendiri. Beliau pergi ke
gua Hira untuk bertahan beberapa malam; dan waktu itu beliau membawa bekal.
Kemudian beliau kembali ke rumah Khadijah r.a. dan Khadijah pun membekali
seperti itu biasanya. Sehingga datanglah suatu “kebenaran” kepada beliau sewaktu
berada di gua Hira. Malaikat datang kepada beliau dan berkata: ‘Bacalah.
’Rasulullah menjawab: Aku bertanya kepadanya; ‘Aku tidak pandai membaca.’ Lalu
dia memegang dan merangkulku sampai aku kepayahan, kemudian dia
melepaskanku, lalu katanya: “Bacalah” Aku menjawab: kedua kalinya sampai
kepayahan,lalu dia melepaskan aku, lalau katanya: ‘Bacalah’. Lalu aku menjawab:
‘aku tidak pandai membaca. ‘Lalu dia merangkulku untuk yang ketiga kalinya
sampai aku kepayahan, kemudian dia melepaskan aku, lalu katanya: ‘Bacalah
dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan sampai dengan apa
yang belum diketahuinya.”

Peristiwa tersebut tepatnya malam Senin 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran


beliau bertepatan dengan 6 Agustus 610 M di gua Hira. Ketika turunnya wahyu
yang pertama beliau masih sebagai seorang Nabi, belum ditugasi untuk
menyampaikan kepada orang lain, namun setelah turun wahyu yang kedua (Q.S.
al-Mudatsir (74): 1-7) beliau ditugasi untuk menyampaikan wahyu yang
pertamanya.[13]

Secar historis, sejarah turunnya Al-Qur’an di sini akan dibagi ke dalam tiga periode
agar lebih jelas tujuan-tujuan pokok Al-Qur’an;

Periode pertama, kandungan Al-Qur’an berkisar pada tiga hal :

1.Pendidikan bagi Rasulullah dalam dalam membentuk kepribadiannya(Q.S al-


Mudatsir (74): 1-7).

2.Pengetahuan dasar mengenai ketuhanan (Q.S. al-A’la (87) dan Q.S al-Ikhlas
(112).

3.Dasar-dasar islamiyah dan pembentukan masyarakat Muslim.

Periode ini berlangsung sekitar 4-5 tahun dan telah menimbulkan bermacam-
macam reaksi di kalangan masyarakat arab terhadap Al-Qur’an ketika itu. Reaksi-
reaksi tersebut nyata dalam tiga hal pokok, yaitu : 1) sebagian kecil dari mereka
menerima dengan baik. 2) sebagian besar meraka menolak karena kebodohan
mereka (Q.S. al-Anbiya’ (21):24), keteguhan mereka dalam mempertahankan adat-
istiadat dan tradisi nenek moyang (Q.S az-Zukhruf (43):22), dank arena ada
maksud-maksud tertentu dari suatu golongan; dan 3) Dakwah Al-Qur’an mulai
melebar hingga perbatasan Makkah menuju daerah-daerah sekitarnya.

Periode kedua, sejarah turunnya Al-Qur’an berlangsung selama 8-9 tahun, dimana
ayat-ayat Al-Qur’an telah sanggup memblokade paham jahiliyah dari segala segi,
sehingga mereka tidak lagi mempunyai arti dalam alam pikiran sehat (Q.S. a-Nahl
(16): 125; Fushilat (41):13; Yasin (36): 78-82).
Periode ketiga, pada masa ini dakwah Al-Qur’an telahmencapai atau mewujudkan
prestasi yang sangat besar. Periode ini berlangsung selama 10 tahun (Quraish
Shihab, 1992:35-37). Ini merupakan periode yang terakhir. Islam disempurnakan
oleh Allah dengan turunnya ayat yang terakhir turun. Surat al-Maidah ayat 3 (ayat
tentang hukum), ketika Nabi wukuf pada waktu haji wada’ pada tanggal 9
Dzulhijjah 10 H/ 7 Maret 632 M. sehingga dari ayat yang pertama sampai yang
terakhir turun memakan waktu sekitar 22 tahun.[14]

C. Urgensi dan Kegunaan Asbab An- Nuzul


Dalam uraian yang lebih rinci, Az-Zarqani mengemukakan Urgensi asbab
An-Nuzul dalam memahami al-Qur’an, sebagai berikut:

1.Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian


dalam menangkap pesan ayat-ayat Al-Qur’an. Diantaranya dalam Al-Qur’an
surat Al-Baqarah [2] ayat 115 dinyatakan bahwa Timur dan Barat
merupakan kepunyaan Allah. Dalam kasus shalat, dengan melihat zahir
ayat diatas, seseorang boleh menghadap kearah mana saja sesuai dengan
kehendak hatinya. Ia seakan-akan tidak berkewajiban untuk menghadap
kiblat ketika shalat. Akan tetapi setelah melihat asbab An-Nuzul-Nya,
tahapan bahwa seorang yang sedang berada dalam perjalanan dan
melakukan shalat di atas kendaraan, atau berkaitan dengan orang yang
berjihad dalam menentukan arah kiblat.”[15]

2.Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian


umum. Menurut Asy-Syafi’i, pesan ayat ini tidak bersifat umum (hasr).
untuk memahami adanya keraguan dalam memahami suatu surat, Asy-
Syafi’i menggunakan asbab an-Nuzul.

3.Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an,


bagi ulama yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab
yang bersifat khusus ( khusus ash-shabab) dan bukan lafadz yang bersifat
umum (umum al-lafadz).

4.Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan ayat al-Qur’an


turun. Umpamanya, ‘Aisyah pernah menjernihkan kekeliruan Marwan
menunjuk Abd Ar-rahman Ibn abu Bakar sebagai orang yang menyebabkan
turunnya ayat: “Dan orang yang mengatakan kepada orang tuanya “Cis
kamu berdua...”(Q.S al-ahqaf:17).

5.Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat, serta untuk


memantapkan wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya. Sebab,
hubungan sebab-akibat(musabbab), hukum,peristiwa, dan pelaku,masa,dan
tempat merupakan satu jalinan yang bisa mengikat hati.[16]
D. Cara Mengetahui Riwayat Asbab An-Nuzul
Asbab An-Nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW.
Oleh karena itu, tidak boleh ada jalan lain untuk mengetahuinya, selain
berdasarkan periwayatan (pentransmisian) yang benar (naql ash-shahih)
dari orang-orang yang melihat dan mendengar langsung tentang turunnya
al-Qur’an. Dengan demikian, seperti halnya periwayatan pada umumnya,
diperlukan kehati-hatian dalam menerima riwayat yang berkaitan dengan
Asbab An-nuzul.

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Banyak pengertian yang dirumuskan oleh para ulama mengenai
pengertian Azbabun Nuzul dan Nuzulul Qur’an.

Menurut Az-Zarqani:

“Asbab An-Nuzul” adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada
hubungannya dengan turunnya ayt Al-Qur’an sebagai penjelas hukum pada
saat peristiwa itu terjadi.”

As-Shabuni:

“Asbab An-Nuzul” adalah petistiwa atau kejadian yang menyebabkan


turunnya satu atau beberapa ayat yang mulia yang berhubungan dengan
peristiwa atau kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan
kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.”

Manna’ Al-Qthathan :

“Asbab An-Nuzul”adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya


Al-Qur’an berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi , baik berupa
satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi .”

Selain itu juga Ayat-ayat Al-Qur’an diturunkan sesuai dengan peristiwa-


peristiwa dan kejadian-kejadian serta kebutuhan Nabi Muhammad SAW.
Kejadian ini merupakan peristiwa besar yang dialami beliau selama
hidupnya.

Allah SWT berfirman:

‫ث َّونَ َّز ۡل ٰنهُ ت َۡن ِز ۡي ًل‬


ٍ ‫اس ع َٰلى ُم ۡك‬
ِ َّ‫َوقُ ۡر ٰانًا فَ َر ۡق ٰنهُ ِلت َۡق َراَ ٗه َعلَى الن‬

“Dan Al-Qur’an itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur


agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada umat manusia dan
kami menurunkannya bagian demi bagian.”(QS.al-Isra’ (17): 106).

‫يز ْٱل َح ِك ِيم‬ ِ َ‫َنزي ُل ْٱل ِك ٰت‬


ِ ‫ب ِمنَ ٱهَّلل ِ ْٱل َع ِز‬ ِ ‫ت‬

“Kitab ini diturunkan dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (QS. Al-Jatsiyah .”(45):2)
DAFTAR PUSTAKA

Cholis Nur, 2008. Pengantar Studi Al Qu’an. Teras. Depok Sleman


Yogyakarta

Anwar Rosihin.2008.Ulum Qur’an. CV Pustaka Setia. Bandung

Subhi al-Shalih.Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an.Dar Al-Qalam li Al-


Malayyin.1988. Bairut.

Manna’ Al-Qaththan. Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an. Mansyarut Al-‘Ashr Al-


Hadist.1989.Jakarta.

Ahsin W,Al-Hafidz. Kamus Ilmu Al-Qur’an. Amzah. Jakarta: 2005.

[1]. Roshihan Anwar, Ulum Al-Qur’an , (Bandung:Putaka Setia. 2008)


hlm.60

[2]. Muhammad ‘Abd Az ‘Azhim Az Zarqani, Manhil Al-Irfan, Dar Al-fikr,


Beirut, t.t, jilid I, hlm.106.

[3]. Muhammad Ali Ash –Shabuni, At-Tibyan fi ‘Ulum Al-Qur’an, Maktabah


Al-Ghazali, Damaskus, 1390,hlm, 22

[4]. Subhi al-Shalih , Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an , Dar Al-Qalam li Al-


Malayyin , Bairut , 1988 , hlm .132.

[5]. Manna’ Al-Qaththan , Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an , Mansyarut Al-‘Ashr


Al-Hadist, ttp. ,1989 hlm.78.

[6]. Ahsin W,Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur’an, Amzah, Jakarta: 2005.


Hlm.31.

[7].Manna’ Al-Qatthan, Mabahits fi’Ulum Al-Qur’an, Mansyurat Al-Ashr Al


Hadits, ttp., 1973, hlm. 78.

[8]. Nur Kholis, Pengantar Studi Al-Qur’an dan Hadits, Teras,


Yogyakarta:2008.hlm.64.

[9]. Ibid.

[10]. Ibid.

[11]. Nur Kholis, Pengantar Studi Al-Qur’an dan Hadits, Teras, Yogyakarta:
2008. hlm.67.

[12]. Manna’ Khalil al-Qaththan, 1994: hlm.152.


[13]. Nur Khalis, Pengantar Studi Al-Qur’an dan Hadits, Teras, Yogyakarta:
2008,hlm.68.

[14]. Muhammad Chirzin, Alqur’an…,1998: halm. 16-17.

[15]. Az-Zarqany, op. cit., hlm. 109.

[16] Anwar Rosihon, Ulum Al-Qur’an. CV Pustaka Setia:Jakarta.2008. hlm.


65

Anda mungkin juga menyukai