Anda di halaman 1dari 12

SEKILAS TENTANG THORIQOH SYADZILIYAH DAN BIOGRAFI AL-HABIB LUTHFI BIN YAHYA.

Pendiri Thariqah Syadzaliyah adalah seorang Wali Agung, Abul Hasan Ali bin Abdullah bin Abdul
Jabbar Asy-Syadzaliy radliallahu anhu (593-656 H).

Kehidupan Beliau adalah kehidupan seorang syaikh pengembara di muka bumi, sambil bersungguh-
sungguh dengan berdzikir dan berfikir untuk mencapai fana’ (ketiadaan diri pada Allah). Dan Beliau
ajarkan pada muridnya sikap zuhud pada dunia dan iqbal (perasaan hadir di hadapan Allah).

Dan juga menganjurkan mereka untuk berdzikir pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala di setiap waktu,
tempat, dan keadaan serta menempuh jalan tashawuf. Beliau juga mewasiatkan agar para muridnya
membaca kitab Ihya’ Ulumuddin dan kitab Qutul Qulub.

Syaikh Syadzili menjelaskan pada muridnya bahwa thariqahnya berdiri di atas lima perkara yang
pokok, yaitu;

a. Taqwa pada Allah Subhanahu wa ta'ala dalam keadaan rahasia maupun terbuka.

Mengikuti sunnah Nabi dalam perkataan maupun perbuatan.

c. Berpaling dari makhluk (tidak menumpukan harapan) ketika berada di depan atau di belakang
mereka.

Ridlo terhadap Allah Subhanahu wa ta'ala dalam (pemberian-Nya) sedikit maupun banyak.

Kembali kepada Allah Subhanahu wa ta'ala dalam keadaan senang maupun duka.

Disamping mengajak mereka untuk mengiringi thoriqohnya dengan dzikir-dzikir dan do’a–do’a
sebagaimana termuat dalam kiab-kitabnya, seperti kitab Al-Ikhwah, Hizb Al-bar, Hizb Al-Bahr, Hizb
Al-Kabir, Hizb Al-Lathif, Hizb Al-Anwar dan sebagainya.

-------------------------------------------

Beberapa Karomah Sulthonul Auliya' Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili

Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili.

(lahir Ghumarah, Maroko, 1197 - wafat Humaitsara, Mesir, 1258)

adalah pendiri Tarekat Syadziliyah yang merupakan salah satu tarekat sufi terkemuka di dunia.

Sulthonul Auliya' Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili ra adalah seorang yang dianugerahi karomah yang
sangat banyak, tidak ada yang bisa menghitung karomahnya kecuali Allah SWT. Dan sebagian dari
karomah beliau antara lain adalah :

1. Allah SWt menganugerahkan kepada beliau kunci seluruh Asma-Asma, sehingga seandainya
seluruh manusia dan jin menjadi penulis beliau (untuk menulis ilmu-ilmu beliau) mereka akan lelah
dan letih, sedangkan ilmu beliau belum habis.
2. Beliau adalah sangat terpuji akhlaqnya, sifat mudah menolong dan kedermawanannya dari sejak
usia anak-anak sampai ketika umur enam tahun telah mengenyangkan orang-orang yang kelaparan
pada penduduk Negara Tunisia dengan uang yang berasal dari alam ghoib (uang pemberian Allah
secara langsung kepada beliau.

3. Beliau didatangi Nabiyulloh Khidir as untuk menetapkan “wilayatul adzimah” kepada beliau
(menjadi seorang wali yang mempunyai kedudukan tinggi) ketika beliau baru berusia enam tahun.

4. Beliau bisa mengetahui batin isi hati manusia

5. Beliau pernah berbicara dengan malaikat dihadapan murid-muridnya

6. Beliau menjaga murid-muridnya meskipun di tempat yang jauh

7. Beliau mampu memperlihatkan/menampakkan ka’bah dari negara Mesir

8. Beliau tidak pernah putus melihat/menjumpai Lailatul Qodar semenjak usia baligh hingga
wafatnya beliau. Sehingga beliau berkata : Apabila Awal Puasa ramadhan jatuh pada hari Ahad maka
Lailatul Qodarnya jatuh pada malam 29, Awal Puasa pada hari Senin Lailatul Qodarnya malam 21,
Awal puasa pada hari Selasa Lailatul Qodarnya malam 27, Awal puasa pada hari Rabu Lailatul
Qodarnya malam 19, awal puasa pada hari Kamis Lailatul Qodarnya malam 25, awal puasa pada hari
jum’at maka Lailatul Qodarnya pada malam 17, sedangkan bila awal puasa pada hari Sabtu maka
Lailatul Qodarnya jatuh pada malam 23.

9. Barang siapa yang meninggal dan dikubur sama dengan hari meninggal dan dikuburkannya beliau,
maka Allah akan mengampuni seluruh dosanya

10. Doa Beliau Mustajabah (dikabulkan oleh Allah SWT)

11. Beliau tidak pernah terhalang sekejap mata pandangannya dari Rasulullah saw selama 40 tahun
(artinya beliau selalu berjumpa dengan Rasulullah selama 40 tahun)

12. Beliau dibukakan (oleh Allah) bisa melihat lembaran buku murid-murid yang masuk kedalam
thoriqohnya, padahal lebar bukunya tersebut berukuran sejauh mata memandang. Hal ini berlaku
bagi orang yang langsung baiat kepada beliau dan juga bagi orang sesudah masa beliau sampai
dengan akhir zaman. Dan seluruh murid-muridnya (pengikut thoriqohnya) diberi karunia bebas dari
neraka. Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili ra sungguh telah digembirakan diberi karunia, barang siapa
yang melihat beliau dengan rasa cinta dan rasa hormat tidak akan mendapatkan celaka.

13. Beliau menjadi sebab keselamatan murid-muridnya/pengikutnya (akan memberikan syafaat di


akhirat)

14. Beliau berdo’a kepada Allah SWT, agar menjadikan tiap-tiap wali Qutub sesudah beliau sampai
akhir zaman diambil dari golongan thoriqohnya. Dan Allah telah mengabulkan Do’a beliau tersebut.
Maka dari itu wali Qutub sesudah masa beliau sampai akhir zaman diambil dari golongan pengikut
beliau.

15. Syaikh Abul Abbas Al Mursi ra berkata : “Apabila Allah SWT menurunkan bala/bencana yang
bersifat umum maka pengikut thoriqoh syadziliyah akan selamat dari bencana tersebut sebab
karomah syaikh Abul Hasan Asy Syadzili ra".

16. Syaikh Syamsudin Al-Hanafi ra mengatakan bahwa pengikut thoriqoh syadziliyah dikaruniai
kemulyaan tiga macam yang tidak diberikan pada golongan thoriqoh yang lainnya :
a. Pengikut thoriqoh Syadziliyah telah dipilih di lauhil mahfudz

b. Pengikut thgoriqoh syadziliyah apabila jadzab/majdub akan cepat kembali seperti sedia kala.

c. Seluruh Wali Qutub yang diangkat sesudah masa syaikh Abul Hasan Asy Syadzili ra akan diambil
dari golongan ahli thoriqoh Sadziliyah.

17. Apabila beliau mengasuh/mengajar murid-muridnya sebentar saja, sudah akan terbuka hijab.

18. Rasulullah saw memberikan izin bagi orang yang berdo’a Kepada Allah SWT dengan bertawasul
kepada Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili.

Sumber : “Tanwirul Ma’ali manaqibi Ali bin Abil Hasan Asy Syadzili“

______________________________________________

---------------------------------------------------------------------

Thoriqoh Syadzaliyah ini berkembang dan tersebar di Mesir, Sudan, Libia, Tunisia, Al-Jazair, Negeri
utara Afrika dan juga Indonesia.

Di Indonesia selaku mursyid Thoriqoh Syadzaliyah adalah Al ’alim Alamah Abu Muhammad Bahaudin
Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya (Rais Am JATMAN).

------------

BIOGRAFI MUHAMMAD LUTHFI BIN ALI BIN YAHYA (Habib Luthfi).

Tempat dan tanggal lahir: Pekalongan, 10 November 1946

Pendidikan:

Pondok Pesantren Bondokerep, Cirebon, Jawa Barat

Belajar ke Hadramaut, Yaman

Pondok Pesantren Kliwet Indramayu,

Pondok Pesantren Attauhiddiyah Tegal (KH Said bin Syehk Armia)

Belajar kepada Kiai Muhammad Abdul Malik bin Muhammad Ilyas bin Ali di Purwokerto

Pekerjaan:

Rais Am Jam’iyyah Ahlith ath-Thariqah al-Mu’tabaroh an-Nahdliyyah 2005-2010 (periode kedua)

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah (2005-2010)

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Kota Pekalongan (2005-2010)

Paguyuban Antar Umat Beriman (Panutan) Kota Pekalongan


Habib Luthfi sendiri lahir di Pekalongan pada 1946.

Bin Yahya bukan berarti ayahnya bernama Yahya.

Bin Yahya di sini mengisyaratkan salah satu marga (fam) keturunan Arab yang berasal dari
Hadramaut Yaman, keturunan Rasulullah SAW.

Ayahnya bernama Habib Ali bin Hasyim bin Umar bin Thoha bin Hasan bin Thoha (Thoha pertama
adalah penyusun “Ratib al-Kubro” dimakamkan di Ciledug Cirebon Jabar, sedang Thoha kedua di
Penang Malaysia).

Setelah memperoleh didikan langsung dari kedua orangtuanya, pada usia 12 tahun Luthfi kecil mulai
mengembara mencari ilmu.

Pada usia itu ia ikut pamannya (Pakde), Habib Muhammad di Indramayu Jabar. Sejak itu ia keluar
masuk pesantren.

Tak lama nyantri di Bondokerep Cirebon, Yik Luthfi mendapatkan beasiswa belajar ke Hadramaut.

Tiga tahun di sana, ia kembali ke tanah air, nyantri lagi ke sejumlah pesantren, yaitu Ponpes Kliwet
Indramayu, Tegal (Kiai Said), Purwokerto (Kiai Muhammad Abdul Malik Bin Muhammad Ilyas Bin Ali).

Beliau juga pernah berguru kepada seorang ulama besar asal Lasem Rembang, Kiai/Mbah Ma’shum.

Selanjutnya, pada usia remaja ia dinikahkan dengan seorang gadis yang masih tergolong kerabat
(satu fam), yaitu Syarifah Salma binti Hasyim bin Yahya. Dari pernikahan itu lahir dua orang anak laki-
laki dan tiga perempuan, yaitu Syarif Muhammad Bahauddin, Syarifah Zaenab, Syarifah Fathimah,
Syarifah Ummi Hanik dan Syarif Husain.

Habib Luthfi memang dikenal dekat dengan semua kalangan.

Meski secara nasab beliau keturunan Nabi Muhammad, tak pernah sedikit pun ada rasa sombong,
meremehkan orang lain, termasuk non Arab (‘ajam). Selain didikan keluarga, sejumlah kiai yang
pernah menjadi gurunya turut andil besar dalam mencetak kepribadiannya.

“Abahnya, Habib Ali juga pernah nyantri pada Mbah Sholeh Darat (Semarang).
Jadi dalam keluarga beliau tak ada lagi istilah Arab-non Arab.

Seperti difirmankan Allah, yang penting kadar ketakwaannya. Hal ini pun ditanamkan Abah pada
beberapa habaib yang lebih yunior,” kata Kiai Zakaria.

Dari sini tak mengherankan jika dalam kehidupan sehari-hari Abah selalu menggunakan bahasa
Jawa, bukan Indonesia apalagi Arab. Baik kepada santri maupun tamu yang dikenalnya. “Abah itu
sudah njawani (cenderung Jawa), bukan habib yang eksklusif. Semua orang dan kalangan merasa
dekat dengan beliau, karena Abah tak suka penghormatan yang berlebihan. Berapa pun jumlah
orang yang ingin bersalaman, dilayani. Beliua malah tidak suka pengawalan khusus. Beliau sangat
egaliter, merakyat,” timpal salah seorang dekatnya.

Tamu Habib memang datang dari berbagai kalangan, mulai dari pejabat pemerintah, anggota dewan,
pengusaha, seniman, artis hingga rakyat jelata. Namun begitu beliau tak pernah membeda-bedakan.
Dengan tekun Habib mendengarkan satu persatu permasalahannya untuk kemudian memberikan
solusinya, sehingga mereka pun pulang dengan perasaan puas. Habib Luthfi memang seorang yang
dikenal ‘gampangan’, tidak suka ruwet, apalagi neko-neko. Rumahnya 24 jam siap menerima tamu,
dari orang biasa sampai pejabat. “Lha, pernah Bapak Kapolwil bertamu ke sini, malah diajak ikut
rapat panitia mauled di luar. Terang saja panitianya yang kalang kabut. Tapi justru di situ nampak
tidak ada perbedaan,” sambung Zakaria tertawa kecil.

Beliau pun tak segan-segan ikut mengatur hal-hal yang dinilainya belum beres, secara spontan.
Misalnya mengatur barisan yang sulit diatur (untuk itu beliau rela turun dari panggung,
meninggalkan para undangan dan tamu terhormat). Ketika seluruh warga Pekalongan disibukkan
dengan digelarnya Pekan Batik Internasional, pada saat acara seremonial pembukaan, di mana Wakil
Presiden hadir, justru Habib Luthfi memilih pergi ke Surabaya, menjadi penceramah pada peringatan
haul Sunan Ampel. “Bukan apa-apa. Undangan dari panitia haul Ampel sudah lama, jauh hari
sebelum undangan Pekan Batik datang,” ujar Zakaria. Bahkan beberapa saat lalu, beliau rela harus
bolak-balik Pekalongan-Semarang, demi menghadiri undangan santrinya yang kebetulan bekas napi,
peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. “Jadi Abah sangat menjaga. Terlebih yang mengundang
adalah mantan pentolan bromocorah, yang kemudian insaf dan minta diaku santri oleh Abah.
Makanya Abah begitu memperhatikan. Sampai-sampai begitu masuk Jawa Tengah, beliau dikawal
dari Polwil. Selain dalam rangka menyenangkan orang (idkhalus surus), itu juga menjaga nama baik
sang santri di depan masyarakat setempat,” jelas Zakaria.

Untuk itu yang mengherankan –sekaligus membanggakan- adalah kondisi fisik Habib Luthfi yang
selalu fit meski sebagian besar waktunya terpakai untuk pergi keluar kota, demi dakwah Islam,
khususnya tarekat. “Abah fisiknya luar biasa, jarang sakit meski aktivitasnya cukup tinggi, padahal
makan saja tidak teratur,” komentar Ketua PCNU Kota Pekalongan H. Abul Mafachir suatu ketika,
sembari menjelaskan kekagumannya, “Habib itu betah duduk berjam-jam hanya untuk sekadar
ngobrol dengan para tamunya. Malah kadang, tamunya itu tidak beliau kenal,” tambahnya.
Selama 40 tahun menjadi santri Habib, imbuhnya, hal yang patut ditiru adalah keikhlasannya. “Habib
Luthfi tidak pernah membeda bedakan asal muasal santri. Sehingga ratusan tamu yang datang
kediamannya setiap hari, selalu dilayani dengan sabar dan penuh kesungguhan. Kadang mereka
harus menunggu berhari-hari jika Habib sedang berada di luar kota,” ujarnya.

Hinggi kini, tak sedikit jabatan dan kedudukan yang diembankan ke pundaknya. Tapi itu semua tak
membuat Habib merasa capek, merasa berat apalagi merasa terbebani. Jabatan yang pernah dan
sedang disandangnya adalah Ketua Umum MUI Kota Pekalongan, sekaligua Ketua Umum MUI Jawa
Tengah. Beliau juga dipercaya menjadi penasihat utama KBIH Assalamah Pekalongan. Di samping
seorang mursyid tarekat Syadzaliyah, beliau juga didaulat menjadi Mudir Aam dari Ahlit Thariqah al-
Mu’tabaroh an-Nahdliyyah (salah satu Badan Otonom NU) selama dua periode, yaitu sejak 2000-
2010 (Secara kebetulan, kedua Muktamar yang menghasilkan keputusan itu digelar di Pekalongan).

Selain itu, beliau membentuk PANUTAN (Paguyuban antar Umat Beragama Pekalongan), dan
kemudian dipercaya menjadi ketuanya. Ini dilakukan melihat Pekalongan adalah satu daerah yang
rawan konflik. Dikisahkan, saat terjadi aksi perusakan dan pembakaran rumah serta fasilitas lainnya
miliki keturunan Cina di Pekalongan dua puluh tahun silam (tepatnya pada 20 Nopember 1995),
semua kiai Pekalongan angkat tangan. Maklum saja, pemicunya adalah dirobek-robeknya Al-Qur’an
oleh salah seorang keturunan Cina, yang kemudian diketahui bahwa orang itu mengalami gangguan
jiwa.

Pada saat genting itulah, di saat semua tokoh kewalahan, bahkan tak mampu mengatasi keadaan,
Habib Luthfi tampil dengan pernyataan singkatnya: “Saya tidak ridla kalau santri saya ikut-ikutan aksi
perusakan itu.” Pada saat itu banyak kiai tersentak.”Gimana tidak kaget? Habib Luthfi membuat
langkah yang melawan arus,” komentar Zakaria sambil membuka buku hariannya yang mengisahkan
kejadian itu. Tapi nampaknya ungkapan beliau yang singkat itu sangat mujarab. Sejak itu, berangsur-
angsur kondisi keamanan Kota Pekalongan kembali membaik.

Kalau kemudian Habib Luthfi dipercaya memegang banyak jabatan, itu karena dalam dirinya
tertanam kepribadian sebagai muslim ideal. Selain memiliki jiwa kepimimpinan, beliau dikenal
memiliki kapasitas keilmuan tinggi, termasuk ilmu pengetahuan umum Dikisahkan, suatu ketika
beliau diminta memberi ceramah agama dalam acara berkaitan dengan dnia pertanian. Ternyata
yang disampaikan bukan hanya ilmu agama, tetapi juga ilmu pertanian. “Sampai orang dinas
pertanian terkagum-kagum, bahkan lalu bertanya bagaimana caranya menyuburkan kembali tanah
yang terlanjur kering,” kisah Zakaria. Maka, Habib pun menjelaskan solusinya, lengkap dengan
referensi ilmiah dalm ilmu pertanian. Begitu juga bidang-bidang lainnya, seperti perikanan.

Dalam satu kesempatan beliau menandaskan, baginya jabatan merupakan amanah dan tidak bisa
diminta-minta. Kalau dipercaya menduduki jabatan, di mana pun tempatnya, dirinya menyatakan
siap. Tidak harus jadi ketua, sehingga kalau tidak jadi orang nomor satu, emoh menjabat.. Artinya,
pengabdian dan perjuangan dapat dilakukan seseorang sesuai dengan kemampuannya masing-
masing.

----------------

----------------
SANAD JALUR TOREKOT.

Silsilah kemursyidan Sayyidisy Syaikh Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya ini
adalah sebagai berikut:

As-Sayyid Al-Habib Muhammad Luthfiy bin Ali bin Hasyim bin Yahya

dari Sayyid Habib Muhammad Abdul Malik

dari Sayyid Habib Ahmad Nahrowiy Al-Makki

dari Sayyid Sholeh Al-Mufti Al-Hanafi

dari Sayyid Ali bin Thohir Al-Madaniy

dari Sayyid Ahmad Minatullah Al-Maliki Al-Aazhuriy

dari Sayyid Muhammad Al-Bahitiy

dari Sayyid Yusuf Adl-Dlaririy

dari Sayyid Muhammad bin Al-Qasim As-Sakandariy

dari Sayyid Muhammad Az-Zurqoniy

dari Sayyid Ali Al-Ajhuriy

dari Sayyid Nur Al-Qorofiy

dari Sayyid Al-Hafidh Al-Qasqalaniy

dari Sayyid Taqiyudin Al-Wasithi

dari Sayyid Abil Fath Al-Maidumiy

dari Sayyid Abil ‘Abbas Al-Mursiy

dari Sayyidisy Syaikh Abil Hasan Ali Asy-Syadziliy

dari Sayyid ‘Abdus Salam bin Masyis

dari Sayyid Abdurrahman Al-Madaniy Al-Maghribiy

dari Sayyid Taqiyudin Al-Faqir

dari Sayyid Fakhrudin

dari Sayyid Nuruddin

dari SayyidTajudin

dari Sayyid Syamsudin

dari Sayyid Zainuddin

dari SayyidAbu Ishaq Ibrahim Al-Bashriy

dari Sayyid Abul Qasim Ahmad Al-Marwaniy

dari Sayyid Sa’id dari Sayyid Sa’ad


dari Sayyid Abu Muhammad Fathus- Su’udi

dari Sayyid Abu Muhammad Al-Ghozwaniy

dari Sayyid Abu Muhammad Jabir

dari Sayyidina Hasan bin Ali r.a

dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib radliallahu anhum ajma’in

dari Sayyidil mursalin Imamil Anbiya’ wal Atqiya’ Sayidina Muhammad Saw

dari Jibril AS

dari Allah Swt.

-------------------------------------------------

-------------------------------------------------

ADAPUN TATA CARA PENGIKUT TARIQOH SYADZALIYYAH.

Seorang yang ingin memasuki atau mengambil dzikir dari thariqah Syadzaliyah, persyaratan secara
umumnya adalah Islam, berakal,dewasa (umur 18 tahun keatas) dan sudah paham ilmu syari’at
minimal tentang amaliyah sehari-hari, khususnya shalat. Jika dia seorang wanita yang sudah
bersuami, maka harus mendapatkan izin dari suaminya.Sedang persyaratan khususnya dan tata
caranya adalah sebagai berikut;

Datang kepada guru Mursyid untuk memohon izin memasuki thariqahnya dan menjadi muridnya.Hal
ini dilakukan sampai memperoleh izinnya dan perkenannya.

Puasa tiga hari (biasanya hari selasa, rabu, dan kamis).

Setelah selesai berpuasa, datang lagi pada guru mursyid dalam keadaan suci yang sempurna untuk
menerima talqin dzikir atau bai’at. Setelah memperoleh talqin dzikir atau bai’at dari guru musyid
tersebut, yang berarti telah tercatat sebagai anggota thariqah syadzaliyyah, maka dia berkewajiban
untuk melaksanakan aurad (wirid-wirid) sebagai berikut;

a. Rabithah kepada guru mursyid.

b. Hadlrah Al-Fatihah untuk;

Memohon ridlo Allah Swt.

An-Nabiyyil Musthofa Muhammad Saw

Hadlaratusy-Syaikh Abul Hasan Ali Asy_Syadziliy dan ahli silsilahnya.

Guru mursyidnya dan ahli silsilahnya.

Membaca istighfar 100 x.

Membaca shalawat Nabi 100 x sebagai berikut;Dalam kondisi normal/biasa:


‫اللهم صل على سيدنا محمد عبدك ونبيك ورسولك النبي االمي وعلى اله وصحبه وبارك وسلم تسليما بقدر عظمة ذاتك فى كل وقت‬
‫وحين‬

Dalam kondisi mendesak atau musafir

‫صل على سيدنا محمد‬

e. Membaca Tahlil /hailalah 100 x ,yang ditutup dengan tiga kali membaca:

‫ال اله اال هللا سيدنا محمد رسول هللا عليه وسالم هللا عليه وسلم‬

f.Kemudian dilanjutkan 3 x membaca:

‫الهى انت مقصودى ورضاك مطلوبى‬

Membaca Al-Fatihah 3 kali.

Membaca ayat kursi sekali.

Membaca Al-Ikhlas 3 kali.

Membaca Al-Falaq 3 kali.

Membaca An-Nas 3 kali.

Membaca do’a.

Keterangan;

- Untuk pelaksanaan puasa tiga hari, tergantung pada petunjuk guru mursyidnya.Misalnya pada saat
pertama datang dan langsung mendapat izin serta perkenan dari guru mursyid untuk bai’at, maka
puasa bisa dilaksanakan setelah bai’at atau di qodlo’. -Pembacaan aurad tersebut di atas dilakukan
setiap hari 2 kali, yaitu setiap pagi (ba’da shalat shubuh) dan sore (ba’da shalat maghrib).-Untuk
bacaan aurad, kemungkinan ada perbedaan antara guru mursyid yang satu dengan yang
lainnya,tetapi yang ini adalah sama, yaitu; istighfar 100 kali, shalawat Nabiy ala syadziliyah 100 kali
dan tahlil 100 kali.

- Sikap duduk pada saat melaksanakan aurad tersebut bisa dengan tawarruk shalat atau murabba’
(bersila) atau menurut guru mursyidnya.

- Aurad tersebut di atas adalah untuk para pemula, sedangkan bagi yang sudah meningkat
pengajarannya maka sesuai dengan petunjuk dan arahan guru mursyidnya.

Suluk Thariqah Syadziliyyah :

Para murid thariqah Syadziliyah hendaknya mengisi hari-harinya dengan suluk-suluk sebagai berikut;

Membaca Alqur’an dengan melihat mushaf setiap hari walau hanya satu maqra’.

Melaksanakan shalat lima waktu dengan berjama’ah.

Mengajarkan ilmu atau mencari tambahan ilmu setiap hari.


Catatan:

Keterangan mengenai kaifiyah atau tata cara pelaksanaan aurad Thariqah Syadziliyah ini diperoleh
dari para murid Sayyidisy Syaikh Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya, dan
dinukil dari kitab Aurad Ath-Thariqah Asy-Syadzaliyah Al-‘Uluwiyah yang diterbitkan oleh kanzus
shalawat Pekalongan Jawa Tengah.

Untuk kegiatan irsyadat dan ta’limat yang dilakukan oleh Sayyidisy Syaikh Al-Habib Muhammad
Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya adalah sebagai berikut:

3. Setiap malam rabu jam 20.00 sampai jam 21.30 WIB, dengan materi fiqh dan tashawuf /kitab
ihya ‘ulumudin.(untuk umum, khususnya para muridin thariqah).

4. Setiap rabu pagi jam 06.00 sampai jam 07.30 Wib, dengan materi fiqh dan kitab taqrib .(khusus
para wanita).

5. Setiap jum’at kliwon jam 06.00 sampai jam 08.00 Wib, dengan materi thariqah dan
tashawuf/kitab jami’ul ushul fil ‘auliya’.(untuk umum khususnya para muridin thariqah)

6. Sedangkan untuk bai’at yang dilakukan oleh beliau adalah; setiap jum’at kliwon ba’da
pengajian, yang dilakukan secara massal (banyak orang). Sedang untuk bai’at yang dilakukan secara
perorangan atau jama’ah terbatas, tidak ada waktu khusus (tergantung situasi dan kondisi yang
memungkinkan bagi masing-masing yang bersangkutan).

!!!!!!!!!!!!!!

SEKILAS TENTANG THORIQOH

Lihat saja, misalnya hadis yang meriwayatkan bahwa ketika Islam telah berkembang luas dan kaum
Muslimin telah memperoleh kemakmuran, sahabat Umar bin Khatab RA. berkunjung ke rumah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika dia telah masuk di dalamnya, dia tertegun melihat isi
rumah beliau, yang ada hanyalah sebuah meja dan alasnya hanya sebuah jalinan daun kurma yang
kasar, sementara yang tergantung di dinding hanyalah sebuah geriba (tempat air) yang biasa beliau
gunakan unuk berwudlu’.

Keharuan muncul di hati Umar RA. yang kemudian tanpa disadari air matanya berlinang. Maka
kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegurnya: ”Gerangan apakah yang membuatmu
menangis, wahai sahabatku?” Umar pun menjawabnya: “Bagaimana aku tidak menangis, Ya
Rasulullah ? hanya seperti ini keadaan yang kudapati di rumah tuan. Tidak ada perkakas dan tidak
ada kekayaan kecuali sebuah meja dan sebuah geriba, padahal di tangan tuan telah tergenggam
kunci dunia timur dan dunia barat, dan kemakmuran telah melimpah.” Lalu beliau menjawab:
“Wahai Umar aku ini adalah Rasul Allah. Aku bukan seorang kaisar dari Romawi dan juga bukan
seorang Kisra dari Persia. Mereka hanyalah mengejar duniawi, sementara aku mengutamakan
ukhrawi.” Suatu hari Malaikat Jibril As. datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. setelah
menyampaikan salam dari Allah Swt, dia bertanya: “Ya Muhammad, manakah yang engkau sukai
menjadi Nabi yang kaya raya seperti Sulaiman As atau menjadi Nabi yang papa seperti Ayub As?”
Beliau menjawab: ”Aku lebih suka kenyang sehari dan lapar sehari. Disaat kenyang, aku bisa
bersyukur kepada Allah Swt dan disana lapar aku bisa bersabar dengan ujian Allah Swt.” Bahkan
suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada sahabatnya: ”Bagaimana
sikap kalian, jika sekiranya kelak telah terbuka untuk kalian kekayaan Romawi dan Persia?” Di antara
sahabatnya ada yang segera manjawab: ”Kami akan tetap teguh memegang agama, ya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Tetapi beliau segera menukas: ”Pada saat itu kalian akan berkelahi
sesama kalian. Dan kalian akan berpecah belah, sebagian kalian akan bermusuhan dengan sebagian
yang lainnya. Jumlah kalian banyak tetapi kalian lemah, laksana buih di lautan. Kalian akan hancur
lebur seperti kayu di makan anai-anai! ”Para sahabat penasaran, lalu bertanya: ”Mengapa bisa
begitu ya Rasulullah.” Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam segera menjawabnya: ”Karena pada itu
hati kalian telah terpaut dengan duniawi (materi) dan aku menghadapi kematian.” Di kesempatan
lain beliau juga menegaskan: ”Harta benda dan kemegahan pangkat akan menimbulkan fitnah di
antara kalian!” Apa yang dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut bukanlah
ramalan, karena beliau pantang untuk meramal. Tetapi adalah suatu ikhbar bil mughayyabat
(peringatan) kepada umatnya agar benar-benar waspada terhadap godaan dan tipu daya dunia.

Sepeninggal Nabi pun, ternyata apa yang beliau sabdakan itu menjadi kenyataan. Fitnah yang sangat
besar terjadii di separoh terakhir masa pemerintahan Khulafaurrasyidin. Dan lebih hebat lagi terjadi
di zaman Daulah Bani Umayyah, dimana sistem pemerintahan telah mirip dengan kerajaan.
Penguasa memiliki kekuasaan yang tak terbatas, yang cenderung lebih mengutamakan kepentingan
pribadi mereka, keluarga atau kelompoknya dan mengalahkan kepentingan rakyat kebanyakan.

Dan akhirnya berujung pada munculnya pemberontakan yang digerakkan oleh golongan Khawarij,
Syiah,dan Zuhhad.

Hanya saja ada perbedaan diantara mereka. Kedua golongan yang pertama memberontak dengan
motifasi politik, yakni untuk merebut kekuasaan dan jabatan, sementara golongan terakhir untuk
mengingatkan para penguasa agar kembali kepada ajaran Islam dan memakmurkan kehidupan
rohani, serta untuk menumbuhkan keadilan yang merata bagi warga masyarakat. Mereka
berpendapat bahwa kehidupan rohani yang terjaga dan terpelihara dengan baik akan dapat
memadamkan api fitnah, iri dengki dan dendam. Meskipun saat itu Daulat Bani Umayyah merupakan
pemerintahan yang terbesar di dunia, dengan wilayah kekuasaan yang terbentang dari daratan Asia
dan Afrika di bagian timur sampai daratan Spanyol Eropa di bagian barat, pada akhinya mengalami
kehancuran. Pengalaman dan nasib yang sama juga dialami oleh Daulah Bani Abasiyah. Meskipun
saat itu jumlah umat Muslim sangat banyak dan kekuasaan mereka sangat besar, tetapi hanya
laksana buih di lautan atau kayu yang dimakan anai-anai, sebagaimana dinyatakan oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas. Semua itu dikarenakan fakor hubb al-dunya (cinta dunia) dan
karahiyat al-maut (takut menghadapi kematian). Sebab yang tampak makmur hanya kehidupan
lahiriyah/duniawi, sementara kehidupan rohani/batiniyah mereka mengalami kegersangan. Inilah
yang menjadi motifasi golongan Zuhhad. Golongan Zuhhad inilah yang menjadi fokus pembahasan
dalam penulisan buku ini, karena gerakan-gerakannya mengajak kembali kepada ajaran Islam yang
benar dan mendekatkan diri pada Allah ‘Azza wa jalla.

Gerakan yang muncul di akhir abad per enam hijriyyah ini, pada mulanya meupakan kegiaan
sebagian kaum Muslimin yang semata-mata berusaha mengendalikan jiwa mereka dan menempuh
cara hidup untuk mencapai ridla Allah Swt, agar idak terpengaruh dan terpedaya oleh tipuan dan
godaan duniawi (materi). Karenayna, pada saa itu mereka lebih dikenal dengan sebutan “zuhhad”
(orang- orang yang berperilaku zuhud), ”nussak” (orang-orang yang berusaha melakukan segala
ajaran agama) atau “Ubbad” (orang yang rajin melaksanakan ibadah).

Lama kelamaan cara kehidupan rohani yang mereka tempuh, kemudian berkembang menjadi alat
unuk mencapai tujuan yang lebih murni, bahkan lebih mendalam yaitu berkehendak mencapai
hakekat ketuhanan dan ma’rifat (mengenal) kepeda Allah yang sebenar-benarnya, melalui riyadlah
(laku pihatin), mujahadah (perjuangan batin yang sungguh-sungguh), mukasyafah (tersingkapna
tabir antara diriyna dan Allah), musyahadah (penyaksian terhadap keberadaan Allah). Atau dengan
istilah lain, laku batin yang mereka tempuh di mulai dengan “takhalli” yaitu mengosongkan hati dari
sifat-sifat tercela, lalu “tahalli”, yaitu menghiasi hati dengan sifat yang terpuji,

lalu “tajalli” yaitu mendapatkan pencerahan dari Allah Swt. Tata caa kehidupan rohani tersebut
kemudian tumbuh berkembang di kalangan masarakat Muslim, yang akhirnya menjadi disiplin
keilmuan tersendiri, yang dikenal dengan ilmu “Tashawuf.”

Sejak munculyna Tashawuf Islam di akhir abad kedua hijriyah, sebagai kelanjutan dari gerakan
golongan Zuhhad, muncullah istilah “Thariqoh” yang tampilan bentuknya berbeda dan sedikit demi
sedikit menunjuk pada suatu yang tertentu, yaitu sekumpulan akidah-akidah, akhlaq-akhlaq dan
aturan-aturan tertentu bagi kaum Sufi. Pada saat itu disebut “Thariqoh Shufiyyah” (metode orang-
orang Sufi) menjadi penyeimbang terhadap sebutan “Thariqoh Arbabil Aql wal Fikr” (metode orang-
orang yang menggunakan akal dan pikiran.

Yang pertama lebih menekankan pada dzauq (rasa), sementara yang kedua lebih menekankan pada
burhan (bukti nyata/empiris). Isilah “thariqoh“ terkadang digunakan untuk menyebut suatu
pembibingan pribadi dan perilaku yang dilakukan oleh seorang mursyid kepada muridnya.

Pengertian terakhir inilah yang lebih banyak difahami oleh banyak kalangan, ketika mendengarkan
kata “thariqoh.” Pada perkembangan berikutnya, terjadi perbedaan diantara tokoh Sufi di dalam
menggunakan metode laku batin mereka untuk menggapai tujuan utamanya, yaitu Allah Swt dan
ridlanya. Ada yang menggunakan metode latihan-latihan jiwa, dari tingkat terendah, yaitu nafsu
ammarah, ke tingkat nafsu lawwamah, terus ke nafsu muthmainah, lalu ke nafsu mulhamah,
kemudian ke tingkat nafsu radliyah, lalu ke nafsu mardliyyah, sampai ke nafsu kamaliyyah. Ada juga
yang mengguanakan metode takhalli, tahalli dan akhirnya tajalli. Ada pula yang menggunakan
metode dzikir, yaitu dengan cara mulazamatudz-dzikri, yakni melanggengkan dzikir dan senantiasa
mengingat Allah dalam keadaan apapun. Dari perbedaan metode itulah, akhirnya muncul aliran-
aliran thariqoh yang mengambil nama dari tokoh-tokoh sentral aliran tersebut, seperti Qodiriyah,
Rifa’iyyah, Syadzaliyyah, Dasuqiyyah/Barahamiyyah, Zainiyyah, Tijaniyyah, Naqsabandiyyah, dan lain
sebagainya

Anda mungkin juga menyukai