Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seksualitas dalam arti yang luas ialah semua aspek badaniah. Seksualitas
adalah keinginan untuk berhubungan, kehangatan, kemesraan dan cinta, termasuk di
dalamnya memandang, berbicara, dan bergandengan tangan. Seksualitas mengandung
arti yang luas bagi manusia, karena sejak manusia lahir hal tersebut telah
menyertainya.

Adaptasi stress adalah perubahan anatomi,  fisiologis da psikologis  di dalam


diri seseorang sebagai reaksi terhadap stress.

Kehilangan adalah merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap


individu dalam rentang hidupnya. Sejak lahir sudah mengalami kehilangan dan
cendrung akan mengalaminya kembali walaupun dalam benuk berbeda.
Terlepas dari penyebab kehilang yang dialami setiap individu akan berespon terhadap
situasi kehilangan, respon terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh
kehilangan sebelumnya. Respon beduka dalam lima fase, yaitu : pengingkaran, marah,
tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu seksual
2. Sesualitas hormal dan penyesuaian seks yang sehat
3. Apa itu adaptasi stress
4. Apa itu adaptasi secara psikologi
5. Apa itu itu adaptasi social budaya
6. Apa itu kehilangan
7. Diagnose Keperawatan Kehilangan
8. Rencana Tindakan Keperawatan

C. Tujuan Makalah
1. Agar pembaca /mahasiswa memahami konsep diatas
2. Agar bias lebih menambah ilmu pembaca

1
D. Manfaat Makalah

Dengan adanya makalah ini kami berharap bisa membantu mahasiswa ,


khusunya mahasiswa Stikes Wiyata Husada Samarinda memahami mengenai Konsep
Seksualitas , Konsep stres adaptasi , Konsep kehilangan , kematian , dan berduka
,pada mahasisawa pun diharapkan dapat menerapkannya dalam asuhan keperawatan
yang lebih baik sesuai dengan profesinya sebagai perawat

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. KEBUTUHAN SEKSUAL
Seksualitas dalam arti yang luas ialah semua aspek badaniah. Seksualitas
adalah keinginan untuk berhubungan, kehangatan, kemesraan dan cinta, termasuk di
dalamnya memandang, berbicara, dan bergandengan tangan. Seksualitas mengandung
arti yang luas bagi manusia, karena sejak manusia lahir hal tersebut telah
menyertainya.
Seks berkaitan dengan psikososial. Itulah sebabnya pendidikan mengenai seks
harus Holistic atau menyeluruh. Sebab, jika menitikberatkan pada satu aspek saja,
maka akan terjadi gangguan keseimbangan dalah hal ini pada individu atau pada
masyarakat dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Beberapa pengertian
yang berkaitan dengan psikososial yaitu:
1. Sexual identity ( identitas kelamin)
Identitas kelamin ialah kesadaran individu akan kelaki-lakiannya atau kewanitaan
tubunya. Hal ini tergantung pada cirri-ciri seksual biologisnya, yaitu koromosom
genitalia eksterna dan interna, komposisi hormonial, tesis dan ovarium serta cirri-
ciri sex sekunder. Jika tubuh seseorang berkembang secara normal, maka
seseorang individu sejak umur 2 atau 3 tahun tidak meragukan lagi jenis
kelaminnya.
2. Gender identity ( identitas jenis kelamin)
Identitas jenis kelamin atau kesadaran akan jenis kelamin keperibadiannya,
merupakan hasil isyarat dan petunjuk yang tidak terhitung dari pengalaman dengan
anggota keluarga, guru, kawan, teman kerja dan dari fenomena kebudayaan.
Identitas jenis kelamin dibentuk oleh cirri-ciri fisik yang diperoleh secara biologic
yang saling berhubungan dengan satu system rangsangan yang berbelit-belit,
termasuk pemberian hadiah dan hukuman berkenaan dengan hasil seks serta
sebutan dan petunjuk orang tua mengenai jenis kelamin. Factor kebudayaan dapat
mengakibatkan konflik tentang identitas jenis kelamin dengan secara ikut-ikutan
member cap maskulin atau feminine pada prilaku nonseksual tertentu. Misalnya,
anak laki-laki yang suka masak dicap feminine, sedangkan anak perempuan yang
suka berkelahi atau berolahraga silat dicap maskulin

3
3. Gander Role Behavior ( prilaku jenis kelamin )
Perilaku peranan jenis kelamin ialah semua yang dikatakan dan dilakukan
seseorang yang menyatakan bahwa dirinya itu seorang pria atau wanita. Meskipun
factor biologis penting dalam mencapai peran yang sesuai dengan jenis
kelaminnya, factor utama adalah factor belajar. Bila sami-istri semakin menua,
maka hubugan seks memegang peranan penting dalam mempertahankan kestabilan
perkawinan. Dorongan seksual wanita meningkat antara umur 30-40 tahun dan
orgasme dapat dicapai hingga usia tua. Seorang pria dapat melakukan aktifitas
seksual hingga umur tua juga. Factor yang paling penting dalam mempertahankan
seksualitas yang efektif ialah ekspresi seksual yang selalu dilakukan dengan aktif.

A. Seksualita normal dan penyesuaian seks yang sehat


Prilaku seksual yang normal ialah yang dapat menyesuaikan diri,
bukan hanya karena tuntutan masyarakat, tetapi juga untuk memenuhi
kebutuhan individu yang berkaitan dengan kebahagiaan dan pertumbuhan,
yaitu perwujutan diri sendiri atau peningkatan kemampuan individu untuk
mengembangkan keperibadiaannya menjadi lebih baik.
Penyesuaian seks yang sehat ialah kemampuan memperoleh pengalaman
seksual tanpa ada rasa takut atau bersalah, jatuh cinta pada saat yang tepat dan
menikah dengan pasangan pilihan serta mempertahankan rasa cinta kasih dan daya
tarik seksual bersama pasangannya. Pasangannya tidak mempunyai gangguan atau
kesukaran serius yang dapat menggangu, merusak atau meniadakan suatu hubungan
yang bahagia.

1. Rentang perilaku sksual


Respon seksual yang adaptif ditandai dengan kriteria sebagai berikut :
a. Terjadi antara dua orang dewasa
b. Memberika kepuasan timbal balik bagi pihak yang terlibat
c. Tidak membahayakan kedua belah pihak baik secara psikologis
ataupu fisik
d. Tidak ada paksaan
e. Tidak dilakukan di tempat umum.

4
Adapun respon perilaku seksual maladiptif meliputi perilaku yang tidak
memenuhi satu atau lebih kriteria yang diuraikan di atas.
2. Organ seksualitas
a. Organ seksualitas pada pria
Penis merupakan organ seksualitas utama bagi pria di samping mulut dan
putting susu. Urkuran penis dalam keadaan rileks tidak berhubungan dengan
ukurannya dalam keadaan reaksi yaitu sebuah penis yang lebih kecil bereaksi
relatife lebih besar dibandingkan dengan penis yang lebih besar.
b. Organ seksualitas pada perempuan
Klitoris merupakan organ seksualitas pada wanita di samping vagina,
labia, putting susu, dan mulut. Ukuran klitoris sangan bervariasi dan tidak
berhubungan dengan besarnya nafsu atau cepatnya respon seksul wanita yang
bersangkutan.
3. Dorongan seksual
Dorongan seksual merupakan keinginan untuk mendapatkan kepuasan
secara seksual. Dorongan seksual pada remaja muncul saat memasuki usia
pubertas, sebab saat puber, organ-organ reprodukdi sudah mulai berfungsi,
hormone-hormon seksualnya juga mulai berfungsi. Hormone-hormon inilah yang
menyebabkan munculnya dorongan seksual, yaitu hormone estrogen dan
progesterone pada perempuan, serta hormone testosterone pada laki-laki.
Berkaitan dengan dorongan seksual ini, tidak ada perbedaan antara dorongan
seksual yang dimiliki laki-laki dan perempuan. Artinya tidak ada dorongan
seksual yang lebih tinggi antara laki-laiki dan perempuan. Meskipun di
masyarakat muncul kepercayaan bahwa dorongan seksual pada laki-laki lebih
besar dibandikankan perempuan. Hal ini disebabkan oleh budaya yang
mengijinkan laki-laki untuk lebih ekspresif ( termasuk dalam hal seksual),
sementara perempuan dilarang untuk menunjukan ketertarikan seksualnya di
depan banyak orang.
4. Gangguan kemampuan seks.
Pada pria, fugsi seksual dipengaruhi factor psikologik, fisiologik seperti
keadaan neruologik, endokrin, umur serta factor sosio budaya seperti pendidikan,
adat istiadan dan sikap dalam masyarakat terhadap wanita. Impotensi ialah ketidak
mampuan pria mencapai atau mempertahankan ereksi sehingga akibatnya ia tidak
melakukan coitus. Ragam impotensi yaitu:

5
a. Impotensi primer yaitu tidak pernah mencapai ereksi dan tidak pernah
melakukan coitus
b. Impotensi sekunder yaitu dulu pernah mencapai ereksi dan dapat
melakukan coitus, kemudian tidak dapat
c. Impotensi selektif yaitu dapat melakukan coitus dalam keadaan tertentu,
tetapi tidak dapat dalam keadaan lainya.
1. Factor organic
Impotensi karena factor organic yaitu kelemahan sesudah suatu
penyakit badaniah misalnya diabetes mellitus, hipoteroid, anemia,
malnutrisi, gangguan medulla spinalis, obat-obatan narkotika
( menurunkan libido sehingga terjadi impotensi), pemakaian dalam
jangka panjang berbiturake, imipramin, dan fenotiazin ( mempunyai
efek antikolinergik yang menggangu saluran otonomik yang
diperlukan untuk melakukan ereksi), thiorizadin dapat menyebabkan
penderita tidak dapat berejakulasi biarpun impoten dan mencapai
organism
2. Factor psikologi
Factor psikologi paling sering (lebih dari 90%) merupakan
penyebab impotensi menjadi manifestasi, mungkin sebagai impotensi
“biasa” mungkin juga sebagai impotensi selektif (hanya dalam kedaan
tertentu dan dalam keadaan lain tidak, atau hanya dengan istri atau
wanita lain), impotensi karena kurang pengalaman (pada pengalaman
pertama heteroseksual), impotensi sebelum organism dan ejakulasi
( penis menjadi lemas segera sesudah memasuki vagina), impotensi
karena deviasi seksual (misalnya transvestisme, bestialis, sadism,
mashokhisme, penderita impoten dalam keadaan hetero seksual, tetapi
mempu dalam keadaan yang memenuhi keriteria deviasi seksual)

Jika impotensi hanya sekedar gaangguan badaniah, maka tentu


pengobatannya ditunjukan pada gangguan yang menyebabkan, dengan
tidak melupakan psikoterapi dan manipulasi lingkungan terhadap efek
psikologik dan efek terhadap perkawinan (istri). Sedangkan impotensi
psikologik dapat dilakukan psikoterapi suportif, bimbingan penerangan

6
tentang mekanisme ereksi dan ejakulasi untuk menghilangkan
kecemasan dan rasa rendah diri

d. Mastubrasi kompulsif
Masturbasi adalah menimbulakan rangsangan dan kepuasan seksual pada
diri sendiri. Masturbasi biasanya merupakan pendahuluan yang normal
sebelum prilaku hetero-sexual ( yang berhubungan dengan objek).
Penelitian Kinsey di amerika serikat menunjukan bahwa hampir semua
pria dan tiga perempat wanita melakukan masturbasi pada suatu waktu
dalam hidup mereka.
Masturbasi menjadi patologik bila dilakukan secara komplusif, sehingga
merupakan suatu gejala gangguan jiwa, bukan karena seksual tapi karena
komplusif. Puber yang melauka masturbasi sama sekali tidak boleh
ditambah ketegangan, kecemasan, celaan, membandingkan dengan anak-
anak lain atau di takut-takuti penyakit sebagai akibat mastubarsi.

5. Deviasi seksual dan seksual abnormal


Deviasi seksual adalah gangguan arah tujuan seksual. Cara utama
untuk mendapatkan kepuasan seksual ialah dengan objek lain atau
dengan cara lain yang pada umumnya dianggap biasa. Deviasi seksual
primer yaitu:
1. Homoseksualitas dan lesbianisme
Homoseksualitas adalah keadaan seseorang yang menunjukan prilaku
seksual di antara orang-rang dari sex yang sama. Istilah
Homoseksualitas biasanya dipakai untuk peria dan lesbiansime untuk
wanita. Bila di samping prilaku homoseksual orang itu juga
menunjukan prilaku heteroseksual, maka ia disebut biseksual. Untuk
mengenai hal ini perlu diberi penerangan kepada orang tua, dokter,
pendidik dan kaum rohanian.
2. Fatihisme
Fatihisme adalah keadaan seseorang yang mencari rangsangan dan pemuasan
seksual dengan memakai sebagai pengganti seksiul berupa sebuah benda atau
yang lainnya, misalnya sepatu, pakaian dalam, kaos kaki atau rambut.

7
Penyimpangan ini diidentifikasiakan dengan kekambuhan, dorongan seksual
yang tinggi dan fantasi geteran seksual.
3. Pedofilia
Untuk mencapai kepuasan seksual, maka seorang pedofil memakai objek
seksualitasnya adalah dari seorang anak dari sex yang sama atau berlainan.
4. Transvestitisme
Transvestitisme atau transvestisme adalah keadaan seseorang yang mencari
rangsangan dan pemuasan seksual dengan memakai pakaian dan berperan
sebai seseorang dari sex yang berlainan.
5. Ekshibionisme
Untuk mencapai rangsangan dan pemuasan seksual seorang ekshibionis harus
memperlihatkan genitaliannya di depan umum. Masturbasi dapat terjadi
selama ekshibionisme.
6. Voyeurisme
Voyeurisme atau skopofilia ialah keadaan seseorang yang harus mengamati
rindakan seksual atau ketelanjangan (orang lain) untuk memperoleh
rangsangan dan pemuasan seksual.
7. Sadisme dan masokhisme
Seorang sadist mencapai rangsangan dan pemuasan seksual dengan menyakiti
(secaraa fisik dan psikologik) objek seksualnya., seorang masochist bila
disakiti oleh objek seksualnya.
8. Transeksualilisme
Seorang Transeksualilisme menolak jenis kelamin badaniah, tidak peduli ia
dibesarkan sebagai pria atau wanita. Dapat dikatakan bahwa “jenis kelamin
fisik”nya dan “jenis kelamin psikologik”nya bertentangan.
9. Deviasi seksual lain
Devisi seksual atau penyimpangan seksual, misalnya seks oral (kunilingus
yaitu kontak mulut/lidah dengan alat kelamin wanita, felaksi yaitu kontak
mulut dengan anus), bila tidak dipakai sebagai cara utama untuk mencapai
pemuasan seksual.
10. Foretteurisme
Penyimpangan ini didefinisikan sebagai preolupasi berulang dengan dorongan
atau fantasi seksual yang kuat dengan lamanya paling sedikit 6 bulan, meliputi
menyentuh dan menggosok seseorang tanpa izin.

8
B.KONSEP ADAPTASI STRESS

Adaptasi stress adalah perubahan anatomi,  fisiologis da psikologis  di dalam


diri seseorang sebagai reaksi terhadap stress.

Adaptasi terhadap stress dapat berupa :

1. Adaptasi secara fisiologis

Adaptasi fisiologis merupakan proses penyesuaian tubuh secara alamiah atau


secara fisiologis untuk mempertahankan keseimbangan dan berbagai  faktor yang
menimbulkan atau memengaruhi keadaan menjadi tidak seimbang contohnya
masuknya kuman penyakit, maka secara fisiologis tubuh berusaha untuk
mempertahankan baik dari pintu masuknya kuman atau sudah masuk dalam tubuh.

Adaptasi secara fisiologis dapat di bagi menjadi dua yaitu : apabila


kejadiannya atau proses adaptasi bersifat lokal,  maka itu disebut dengan LAS (local
adaptation syndroma)  seperti ketika daerah tubuh atau kulit yang terkena infeksi,
maka di daerah kulit tersebut akan terjadi kemerahan,  bengkak,  nyeri,  panas, dan
lain-lain yang sifatnya lokal atau pada daerah sekitar yang terkena.

2. Adaptasi secara psikologis

Adaptasi psikologis merupakan proses penyesuaian secara psikologis akibat


stresor yang ada,  dengan memberikan mekanisme pertahanan dari dengan harapan
dapat melindungi atau bertahan diri dari serangan atau hal-hal yang tidak
menyenangkan. Dalam adaptasi secara psikologis terdapat dua cara untuk
mempertahankan diri dari berbagai stresor yaitu dengan cara melakukan koping atau
penanganan diantaranya berorientasi pada tugas (task oriented) yang di kenal dengan
problem solving strategi dan ego oriented atau mekanisme pertahanan diri.

Riset lain telah memfokuskan pada orang yang paling tahan terhadap stress yang
tidak mengalami gangguan fisik atau emosional walaupun menghadapi peristiwa
stress berat.  Karakteristik kepribadian individu yang tahan stress atau tabah
ditingkatkan dalam pengertian

9
''komitmen '', kendali''.  Rasa mampu mengendalikan peristiwa kehidupan
mencerminkan perasaan kompetensi dan juga memengaruhi penilaian terhadap
peristiwa stress.

3. Adaptasi sosial budaya

Adaptasi sosial budaya merupakan cara untuk mengadakan perubahan dengan


melakukan proses penyesuaian perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat, berkumpul dalam masyarakat dalam kegiatan kemasyarakatan.

Strategi bersahabat dengan stress.  Proses yang digunakan seseorang untuk


menangani tuntutan yang menimbulkan stress dinamakan coping (kemampuan
mengatasi masalah),  dan memiliki dua bentuk utama,  yaitu :

a. Problem-focused coping

Strategi terfokus masalah, dimana orang dapat memfokuskan pada masalah


atau situasi spesifik yang telah terjadi, sambil mencoba menemukan cara untuk
mengubahnya atau menghindarinya di kemudian hari.  Strategi untuk memecahkan
masalah antara lain adalah :

Menentukan masalah dan menciptakan pemecahan,  alternatif menimbang-


nimbang alternatif berkaitan dengan biaya dan manfaat bagaimana cakapnya individu
menerapkan strategi tersebut tergantung pada pengalamannya dan kapasitasnya untuk
mengendalikan diri.

b. Berfokus pada emosi

Strategi terfokus emosi,  dimana seseorang juga dapat berfokus untuk


menghilangkan emosi yang berhubungan dengan situasi stress,  walaupun situasi
sendiri tidak dapat diubah.  Orang menggunakan strategi terfokus emosi untuk
mencegah emosi negatif menguasai dirinya dan mencegah mereka untuk melakukan
tindakan untuk memecahkan masalahnya.

Strategi perenungan : antara lain mengisolasi diri untuk memikirkan betapa


buruknya perasaan kita.

Strategi pengalihan : antara lain melibatkan diri dalam aktivitas yang


menyenangkan. Contohnya dengan menonton bioskop bersama teman-teman,

10
tujuannya adalah untuk menjauhkan diri dari masalah dan mendapatkan kembali
perasaan menguasai masalah.

Strategi penghindaraan negatif : aktifitas yang dapat mengalihkan kita dari mood.
Contohnya adalah minum-minuman sampai mabuk,  negbut-ngebutan di jalan.

Mempertahankan emosi

Dalam teori psikoanalitik freud, defense mechanism merupakan strategi yang


digunakan oleh ego untuk menahan atau menurun kan kecemasan. Terdiri dari
penyesuaian yang dilakukan tanpa disadari, baik melalui tindakan atau menghindari
tindakan,  tidak mengenali motif pribadi yang mungkin mengancam harga diri atau
meningkatkan kecemasan.

1. Repression

Dalam represi, impuls atau memori yang terlalu menakutkan dan menyakitkan
di keluarkan dari kesadaran. Memori yang menimbulkan rasa malu,  bersalah atau
mencela diri sendiri seringkali depresi.

Impuls tersebut depresi untuk menghindari konsekuensi menyakitkan jika


mewujudkan impuls tersebut.  Individu merepresi memori dan perasaan yang dapat
menimbulkan kecemasan karena Mereka tidak konsisten dengan konsep diri.

2. Rationalization

Rasionalisasi adalah motif yang dapat diterima secara logika atau sosial yang kita
dilakukan sedemikian rupa sehingga kita tampaknya bertindak secara rasional.
Rasionalitas memiliki dua fungsi : menghilangkan kekecewaan kita saat kita gagal
mencapai tujuan. Memberikan motif yang dapat diterima oleh diri kita.

Jika kita bertindak secara impulsif atau berdasarkan motif yang tidak ingin
kita akui bahkan diri kita sendiri,  kita merasionalisasikan apa yang telah kita lakukan
untuk menempatkan perilaku kita dalam pandangan yang lebih menguntungkan.

3. Reaction formation

11
Sebagian individu dapat mengungkapkan suatu motif bagi dirinya sendiri
dengan memberikan ekspresi kuat pada motif yang berlawanan.  Kecenderungan itu
dinamakan Reaction formation. Contohnya  seorang ibu yang merasa karena
ketidakinginannya mempunyai anak mungkin jadi terlalu memperhatikan dan terlalu
protektif untuk meyakinkan anak akan cintanya dan meyakinkan dirinya bahwa ia
adalah ibu yang baik.

4. Projection

Semua orang memiliki sifat yang tidak diinginkan yang tidak kita akui,
bahkan oleh diri sendiri.  Salah satu mekanisme bawah sadar, proyeksi,  melindungi
kita dari mengetahui kekualitas diri kita yang tidak layak dengan menampakkan sifat
itu secara berlebihan pada diri orang lain.

5. Intellectualization

Intelektualitas adalah upaya melepaskan diri dari situasi stres dengan


menghadapinya menggunakan istilah-istilah yang abstrak dan intelektual.

6. Denial

Denial merupakan mekanisme pertahanan dimana impuls atau gagasan yang


tidak dapat diterima tidak di hayati atau tidak dibiarkan masuk kesadaran.  Misalnya
orang tua dari anak yang menderita penyakit Mematikan mungkin menolak anaknya
menderita penyakit serius,  walaupub mereka telah mendapat kan informasi lengkap
tentang diagnosis dan kemungkinan penyakitnya.  Karena mereka tidak dapat
mentoleransikan kepedihan karena mengetahui realita, mereka menggunakan
mekanisme pertahanan denial.

7. Displancement

Mekanisme pertahanan terakhir kita anggap memenuhi fungsinya


(menurunkan kecemasan)  dan agak memuaskan motif yang tidak dapat diterima.
Melalui mekanisme pengalihan (displacement),  suatu motif yang tidak dapat di
puaskan dalam bentuk diarahkan ke saluran lain.

Strategi pencegahan :

12
Untuk mencegah mengalami stres,  setidaknya ada 3 lapis.

- lapis pertama~ primary prevention,  dengan cara merubah cara kita melakukan
sesuatu.  Untuk keperluan ini kita perlu memiliki skills yang relevan,  misalnya :skill
mengatur waktu,  skill menyalurkan,  skill mendelgasikan,  skill mengorganisasikan,
menata dan seterusnya.

- lapis kedua~ secondary prevention,  Strateginya kita menyiapkan diri menghadapi


stressor, dengan cara exercise, diet, rekreasi,  istrihat,  meditasi.

- lapis ketiga~ Tertiary prevention, strateginya kita menangani dampak stress yang
terlanjur ada,  kalau di perlukan meminta bantuan jaringan supportive (social-
network)  ataupun bantuan profesional.

Secara sederhana,  kita bisa menangani stress kehidupan sekolah dengan


memakai STRESS  lagi,  namun tentu saja dalam akronim yang berbeda.

1. S : studi skillu

Ada banyak hal yang perlu di pelajari,  yang ingin diketahui,  ada banyak
kegiatan yang ingin diikuti,  waktu terbatas.  Oleh karena itu, agar tidak menjadi stres,
seyoganya mahasiswa perlu memiliki berbagai skillu belajar yang sesuai sehingga
saya bisa belajar secara efektif tetapi juga efisien dalam menggunakan daya dan
waktu serta sumber lainnya.

2. T : tempo-time management

Selain skillu belajar,  skill penting yang juga perlu anda kuasai untuk
menangani stress adalah manajemen waktu,  untuk keperluan tersebut siswa perlu
memiliki paradigma waktu yang tepat.

3. R : rehat~rest~ istirahat

Tubuh kita default memerlukan,  jelas, istirahat.  Kita perlu belajar bagaimana
speeding,  tetapi up' juga slowing dan bila down' kita terampil untuk tidak memiliki.
Keterampilan istirahat,  leyeh-leyeh,  santai (bukan leha-leha)  maka besar
kemungkinan kita mengalami stres.

4. Eating and Exercise- makan dan olah raga

13
Tubuh  kita membutuhkan asuhan yang seimbang memadai,  agar bisa bugar,
bandingkan apabila kita mempergunakan suatu peralatan baru biasanya kita terlebih
dahulu membaca buku manual yang disertakan oleh pabrik pencipta peralatan
tersebut.

5. S : self-talk~ percakapan  kalbu

Selamat talk yaitu percakapan kalo,  dimana kita biasa mendengar apa yang
kaya hati atau hati nurani katakaa kepada kita.

6. S : social support~ jaringan pendukung

Manusia adalah makhluk sosial,  jadi pada hakikatnya tidak tahan sendirian
lagi, butuh perasaan tidak sendiri, tetapi punya sejumlah orang yang saling peduli,
yang akan merasa kehilangan manakala lama tidak saling bertemu atau
berkomunikasi.

Bersahabat dengan stress

Cemas menghadapi ujian atau test adalah salah satu bentuk stress yang lumrah
di hadapi oleh hampir semua orang, bagaimana kita sebaiknya menangani stress
tersebut. Cemas hadapi ujian adalah respon kita atasi situasi ujian, respon yang kita
peroleh dan ulangi sejak kecil,  yang seperti juga semua hasil perolehan belajar
lainnya, respon tersebut bisa di ubah.

1. Biasalah diri dengan situasi ujian,  dengan cara antar lain :

a. Kenali ruang dimana kita akan ujian

b. Belajar memadai dan banyak berlatih sesuai tipe ujian (open endi,  multiple choice
ataukah essay)  yang dihadapi

c. Berlatih berprestasi dalam waktu terbatas,  seperti ujian.

2. Kendalikan emosi,  pikiran dan tindakan

Hindari kecenderungan meragukan diri ataupun percakapan kalau negatif.

Apabila kita memang ragu kurang menguasai bahan,  tidak ada cara lain
cobalah belajar, kuasai secara memadai.

14
3. Persiapan fisik

a. Asupan nutrisi yang sesuai untuk situasi ujian (tidak terlalu kenyang,  bergizi dan
seimbang).

b.  Cukup istirahat,  relax

c. Sebaiknya tetap lakukan exercise seperlunya

4. Pelajari skill relaksasi yang amat menolog segera

a.  Tarik nafas dalam secara teratur

Metode ini merupakan teknik yang paling sederhana,  yang bisa menolong kita
menenangkan respon fisiologik/faal yang ditimbulkan oleh perasaan  kita.

b.  Teknik relaksasi lainnya progressive seperti., relaxation'.

Bermeditasi,  berdoa dan upaya spritual lainnya

Dengan adanya kemampuan untuk bersahabat dengan stress maka akan


menjadi pribadi mandiri sebagai pribadi yang berani mengatur,  mengelola waktu
kesempatan dalam banyak hal.

C.KONSEP KEHILANGAN

A. Pengertian

Kehilangan adalah merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh


setiap individu dalam rentang hidupnya. Sejak lahir sudah mengalami kehilangan
dan cendrung akan mengalaminya kembali walaupun dalam benuk berbeda.
Terlepas dari penyebab kehilang yang dialami setiap individu akan
berespon terhadap situasi kehilangan, respon terakhir terhadap kehilangan sangat
dipengaruhi oleh kehilangan sebelumnya. Respon beduka dalam lima fase, yaitu :
pengingkaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

B. Rentang Respon Kehilangan

Fase Fase marah Fase tawar Fase depresi Fase


pengingkaran menawar menerima

15
1. Fase pengingkaran
Reaksi pertma individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang
benar terjadi “atau” itu tidak mungkin terjadi. Bagi individu atau
keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus
mencari tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat,
diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah,
dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam
beberapa menit atau beberapa tahun.

2. Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan
terjadi kehilangan individu menunjukan rasa marah yang meningkat
yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri.
Tidak jarang ia menunjukan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak
pengobatan, menunduk dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik
yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah
tidur dan tangan terkepal

3. Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif,
maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon
kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata
“ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa “.
Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar
adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya “.

4. Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukan sikap menarik diri, kadang
sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan
keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh dir, dan

16
lain sebagainya. Gejala fisik yang ditujukan antara lain : menolak
makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.

5. Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kahilangan. Pikiran
yang selalu berpusat pada obyek atau orang yang hilang akan mulai
berkurang atau hilang. Individu telah menerima kehilangan yang
dialaminya. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “ saya betul-betul
kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis “ atau “ apa yang
dapat saya lakukan agar cepat sembuh “.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan
perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta
mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak
dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya
dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah/kronis.
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah yang berhubungan dengan koping
individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
3. Deisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.

D. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah/kronis
a. Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.

b. Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling perbaya dengan perawat


2. Klien dapat memahami penyebab dari harga diri rendah
3. Klien menyadari aspek positif dan negarif dari dirinya
4. Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan
terbuka

17
5. Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan
perbaikan komunikasi dengan orang lain

c. Intervensi

1. Bina hubungan saling percaya dengan klien


2. Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan fikiran dan perasaan
3. Jelaskan penyebab dari hargadiri rendah
4. Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respond an tidak
menghakimi
5. Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negative
dari dirinya
6. Berikan dukungan, support dan pujian setelah klien mamapu
melakukan aktivitasnya

2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah yang berhubungan dengan koping
individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
a. Tujuan :
1. Klien merasa harga dirinya naik
2. Klien menggunakan koping yang adaptif
3. Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya
b. Intervensi
1. Merespon kesadaran diri dengan cara :
a). Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan
b). Bekerja dengan klien pada tingkat kekuata ego yang
dimilikinya
c.) Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan
terapeutik
2. Menyelidiki diri dengan cara :
a). Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya
b). Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan
hubunganya dengan orang lain memalui keterbukaan
c). Berespon secara empati dan menekankan bahwa
kekuatan untuk berubah ada pada klien
3. Mengevaluasi diri dengan cara :

18
a). Membantu klien menerima perasaan dan pikiran
b). Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif
terhadap masalahnya
4. Membuat perencanaan yang realistic
a)Membantu klien mengidentifikasi alternative pemecahan
masalah
b)Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang
realistic
4. Bertanggung jawab dalam bertindak
a)Membantu klien untuk melakukan tindakan yang penting
untuk merubah respon maladaptive dan mempertahankan
respon koping yang adaptif
5. Mengobservasi tingkat depresi
a)Mengamati perilaku klien
b). Bersama klien membahas perasaannya
6. Membantu klien mengurangi rasa bersalah
a). Menghargai perasaan klien
b). Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan
mengaitkan terhadap kenyataan
c). Memberikan kesempatan untuk menangis dan
mengungkapkan perasaannya
d). Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul

3. Deficit perawatan diri berhubungan dengan intolenransi aktivitas


a. Tujuan umum :
Klien mampu melakukan perawatan diri secara optimal
b. Tujuan khusus :
1). Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan
2). Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapid an bersih
3). Klien dapat menyikat giginya sendiri dengan bersih
4.) Klien dapat merawat kukunya sendiri
c. Intervensi :
1).Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan
2). Menganjurkan klien untuk mandi

19
3). Menganjurkan klien untuk mencuci baju
4). Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi

20
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Seksualitas dalam arti yang luas ialah semua aspek badaniah. Seksualitas
adalah keinginan untuk berhubungan, kehangatan, kemesraan dan cinta, termasuk di
dalamnya memandang, berbicara, dan bergandengan tangan. Seksualitas mengandung
arti yang luas bagi manusia, karena sejak manusia lahir hal tersebut telah
menyertainya.

Adaptasi stress adalah perubahan anatomi,  fisiologis da psikologis  di dalam


diri seseorang sebagai reaksi terhadap stress.

Kehilangan adalah merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap


individu dalam rentang hidupnya. Sejak lahir sudah mengalami kehilangan dan
cendrung akan mengalaminya kembali walaupun dalam benuk berbeda.

Terlepas dari penyebab kehilang yang dialami setiap individu akan


berespon terhadap situasi kehilangan, respon terakhir terhadap kehilangan
sangat dipengaruhi oleh kehilangan sebelumnya. Respon beduka dalam
lima fase, yaitu : pengingkaran, marah, tawar-menawar, depresi dan
penerimaan.

B. SARAN

Dari kesimpulan diatas kami mengharapkan kepada pembaca dan calon


perawat bisa memahami tentang Konsep Seksual, Konsep Stres adaptasi,
Konsep Kehilangan dan berduka diharapkan mahasiswa mampu memahami
dan menerapkannya dilingkungan asuhan keperawatan.

21
22

Anda mungkin juga menyukai