Anda di halaman 1dari 6

Nama : Ni Putu Risma Sintya Jayanti

NIM : P07124218005
Prodi : Sarjana Terapan/semester V
Kegagalan “Karir” Terbesar Seorang Ibu Baru
Seorang perempuan yang telah memiliki anak tentu menjadi seorang ibu. Menjadi
seorang ibu adalah sebuah tantangan baru yang akan menjadi sejarah penting dalam hidup setiap
perempuan. Menjadi ibu juga salah satu hal yang paling diidam-idamkan perempuan. Namun,
tidak lantas semuanya bisa berjalan sesuai yang kita bayangkan. Karena menjadi ibu butuh usaha
ekstra, serta kesiapan mental dengan porsi yang optimal, namun apakah semua ibu telah berdaya
atau enjoying their motherhood?
Percayalah segala sesuatu memerlukan persiapan, termasuk menjadi ibu. Mempersiapkan
diri menjadi seorang ibu dimulai ketika wanita telah menikah kemudian hamil lalu melahirkan.
Namun sering kali para “ibu baru” merasa cemas, takut, gelisah, bersedih hingga marah secara
tiba-tiba saat akan menjalani proses persalinan hingga masa nifas. Periode kehamilan dan
melahirkan merupakan periode kehidupan yang penuh dengan potensi stres. Seorang wanita
dalam periode kehamilan dan periode melahirkan (Postpartum) cenderung mengalami stres yang
cukup besarkarena keterbatasan kondisi fisik yang membuatnya harus membatasi aktivitas.
Secara psikologis seorang ibu postpartum akan melalui proses adaptasi psikologi semasa post
partum. Beberapa ibu merasa cukup siap untuk menjalani motherhood karena mereka telah
mengikuti beberapa kelas ibu, melakukan prenatal gentle yoga, membaca beberapa artikel dan
mempelajari buku-buku parenting. Namun apakah semua itu sudah cukup? Belum tentu. Semua
hal itu akan sia-sia apabila “calon ibu” belum siap secara psikologis, mental dan emosi serta
support system. Jika seorang ibu baru mengalami kecemasan, gelisah, bersedih dan marah secara
tiba-tiba atau tidak dapat beradaptasi dengan situasi baru menjadi seorang ibu, bisa saja ibu
tersebut mengalami postpartum blues, postpartum depression, atau postpartum psikosis.
Seringkali ibu baru tidak menyadari bahwa dirinya sedang mengalami kejadian tersebut.
Apabila dibiarkan dan tidak ditangani dengan baik ini akan menjadi berbahaya bagi ibu, bayi dan
keluarga. Sebenarnya apa perbedaan dari postpartum blues, postpartum depression, dan
postpartum psikosis?
Postpartum Blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan, biasanya
hanya muncul sementara waktu, yakni sekitar dua hari hingga dua minggu sejak kelahiran bayi.
Di Asia angka kejadian postpartum blues cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%.
Beberapa dugaan postpartum blues disebabkan oleh beberapa faktor dari dalam dan luar
individu. Salah satu faktor penyebab dari dalam individu adalah adanya perubahan hormonal.
Selama kehamilan, kadar estrogen dan progesteron meningkat akibat dari plasenta yang
memproduksi hormon tersebut. Akibat dari kelahiran plasenta saat persalinan, kadar estrogen
dan progesteron menurun tajam mencapai kadar sebelum kehamilan dimulai pada hari ke-5
postpartum. Selain perubahan hormonal, jenis persalinan merupakan salah satu faktor penyebab
dari luar individu terhadap terjadinya postpartum blues. (Saraswati, 2015)
Postpartum blues juga dapat disebabkan oleh faktor fisik yang disebabkan karena
kelelahan fisik dalam aktivitas mengasuh bayi, menyusui, memandikan, mengganti popok, dan
faktor sosial meliputi sosial ekonomi, tingkat pendidikan, status perkawinan). Postpartum blues
terjadi karena kurangnya dukungan terhadap penyesuaian yang dibutuhkan oleh wanita dalam
menghadapi aktifitas dan peran barunya sebagai ibu setelah melahirkan. Ibu postpartum blues
harus ditangani secara adekuat, karena peran ibu sangat berpengaruh terhadap perkembangan
anak juga dalam hubungannya dengan peran ibu di keluarga. Untuk itu seorang ibu yang berada
dalam kondisi pasca melahirkan perlu mendapat dukungan dari orang-orang yang ada
disekitarnya. Wanita yang kurang mendapatkan dukungan sosial tentunya akan lebih mudah
merasa dirinya tidak berharga dan kurang diperhatikan oleh suami maupun keluarga, sehingga
wanita yang kurang mendapat dukungan sosial pada masa postpartum lebih mudah untuk
mengalami depresi.
Selanjutnya adalah Postpartum Depression. Postpartum Depression (PPD) atau depresi
pascapersalinan adalah sebuah gangguan kejiwaan yang dialami oleh perempuan setelah melahirkan.
Gangguan ini dapat terjadi kapanpun setelah melahirkan dan bisa berlangsung selama 30 hari, atau
bahkan hingga 1 tahun setelahnya. Secara umum sebagian besar wanita mengalami gangguan
emosional setelah melahirkan atau yang biasa disebut baby blues. Gangguan ini dapat pula
terjadi setelah mengalami keguguran ataupun melahirkan bayi yang meninggal dunia saat
dilahirkan. Gangguan ini dialami oleh perempuan primipara (pertama kali melahirkan) maupun
multipara (melahirkan sudah lebih dari satu kali). Berbeda dengan baby blues yang biasanya
hilang dalam beberapa minggu, postpartum depression (PPD) dapat bertahan selama berbulan-
bulan. Bahkan, dalam kasus yang jarang terjadi, seorang perempuan dapat mengalami depresi
pascapersalinan tingkat berat, yang disebut psikosis postpartum. Keadaan ini darurat untuk
ditangani, karena bisa dengan cepat memburuk dan menempatkan sang penderita atau orang lain
di sekitarnya dalam bahaya. Ibu yang mengalami PPD dapat mengalami perasaan sangat sedih,
putus asa, dan merasa tidak berharga. Tak hanya itu, penderita PPD juga mengalami kesulitan
merawat dan menjalin ikatan dengan bayinya. Pengobatan yang tepat bagi penderita depresi
pasca persalinan adalah hal yang sangat penting. Semakin cepat si ibu diobati, akan semakin
cepat pula dia akan merasa lebih baik dan dapat merawat bayinya dengan baik.
Dilansir dari sebuah video Parentalk seorang ibu menceritakan pengalamannya
mengalami Depression Postpartum selama 3 tahun. Ibu mulai merasa dirinya gelisah dan cemas
saat akan persalinan dan setelah mengetahui bahwa dirinya harus melalui jenis persalinan sesar
bukan persalinan pervaginam. Ibu semakin gelisah tidak karuan pasca operasi, ibu tegang dan
terjaga sepanjang hari karena tidak bisa menemui bayinya secara langsung. Disini ibu
mengharapkan adanya bonding attachtment atau melakukan IMD sesegera mungkin dengan
bayi, namun hal ini tidak bisa dilakukan karena bayi harus diberikan perawatan intensif begitu
pun sang ibu. Hingga pada hari ke-3 masuk periode Taking Hold, bayi ibu mengeluarkan
kencing bercampur darah ini artinya bayi kekurangan ASI dan harus dibantu dengan Susu
Formula. Dalam hal ini ibu semakin down, ia merasa tidak berdaya semakin sedih dan merasa
dirinya gagal sebagai seorang ibu. Puncak “karir” seorang ibu adalah mampu memberikan ASI
Ekslusif kepada bayinya begitu menurutnya. Sedangkan ibu tidak mampu memberikan hal itu,
ibu semakin merasa dirinya stress dan merasa gagal.
Tidak ada penyebab tunggal yang menyebabkan depresi postpartum. Namun,
permasalahan psikis maupun perubahan kondisi fisik memiliki peran dalam depresi postpartum.
Perubahan fisik. Setelah persalinan, terdapat perubahan hormon yang sangat besar dalam tubuh
perempuan (terutama hormon wanita estrogen dan progesteron). Hormon tubuh lain, seperti yang
diproduksi oleh tiroid juga mengalami perubahan sebagai akibat penyesuaian dari perubahan
tersebut. Hormon tiroid ini yang salah satunya berperan dalam memberikan perubahan mood
setelah melahirkan. Permasalahan psikis.  Memiliki bayi (terutama untuk yang pertama kali)
sering kali menyebabkan ibu menjadi cemas dan tidak percaya diri dengan kemampuannya
merawat bayi baru lahir. Perasaan seperti ini yang berkepanjangan dapat menyebabkan ibu jatuh
dalam keadaan depresi.
Jika tidak ditangani dengan tepat, depresi post partum dapat mengganggu hubungan
antara anak dengan ibu dan menyebabkan permasalahan dalam keluarga. Bagi ibu. Depresi
postpartum yang dibiarkan dan tidak diberikan penanganan dapat bertahan hingga bulanan. Hal
ini meningkatkan risiko ibu terkena gangguan depresi kronik dan episode depresi mayor lainnya.
Bagi ayah. Depresi postpartum dapat menimbulkan efek yang berkepanjangan dalam keluarga.
Ibu dengan depresi postpartum dapat meningkatkan risiko depresi pada ayah. Bagi anak. Anak
dengan ibu yang mengalami depresi postpartum kemungkinan memiliki gangguan emosi dan
perilaku, seperti gangguan makan dan tidur, mudah menangis, dan keterlambatan dalam bicara.
  Pengobatan depresi postpartum sering melibatkan psikoterapi atau menggunakan obat-
obatan, atau bahkan keduanya. Psikoterapi. Sebuah sesi yang digunakan untuk ibu dan mungkin
ayah untuk dapat bertemu dengan psikiater atau psikolog, kemudian membicarakan seluruh
masalah yang mendasari terjadinya depresi tersebut. Psikoterapi bertujuan untuk mencari jalan
bagaimana menyikapi suatu masalah, sehingga tidak menyebabkan beban bagi ibu. Obat
antidepresan. Obat-obatan antidepresan dapat diberikan oleh dokter jika dibutuhkan. Meskipun
dapat masuk dalam ASI, obat antidepresan kebanyakan tidak menimbulkan efek samping bagi
bayi.
Secara umum, ada 3 langkah utama dalam menangani postpartum depression, yaitu penanganan
rumahan, terapi psikologis, dan obat-obatan. Agar lebih jelas, berikut akan dijabarkan satu persatu.  
Penanganan Rumahan. Langkah pengobatan ini memerlukan dukungan penuh dari suami dan
seluruh anggota keluarga. Ibu yang mengidap postpartum depression perlu melakukan beberapa
hal berikut, tentunya dengan dukungan keluarga. Jangan segan untuk menceritakan kesulitan dan
perasaan pada suami, keluarga, atau teman agar mereka mengerti dan bisa membantu, tidak perlu
sungkan atau gengsi untuk menerima atau meminta bantuan, misalnya untuk urusan dapur,
beristirahatlah sebisanya, misalnya dengan meminta bantuan suami untuk bergantian menjaga
bayi pada malam hari, luangkan waktu untuk diri sendiri agar bisa bersantai, contohnya
mendengarkan music, rutin berolahraga. Olahraga ringan terbukti dapat memperbaiki mood,
menerapkan pola makan yang sehat dan seimbang dan mengatur jadwal makan, hindari
konsumsi minuman keras atau obat-obatan terlarang. Terapi Psikologis, terapi ini dilakukan
untuk membantu ibu dengan postpartum depression dalam menemukan cara tepat untuk
menghadapi perasaan putus asa, mengatasi gangguan yang muncul, dan berpikir positif dalam
situasi tertekan. Obat-Obatan, obat biasanya baru diberikan pada ibu pengidap postpartum
depression tingkat menengah atau parah. Pada tingkatan ini, dokter biasanya akan menganjurkan
untuk mengonsumsi obat antidepresan. Obat ini akan membantu meringankan gejala-gejala yang
muncul, sehingga ibu bisa kembali menjalani kegiatan sehari-hari secara normal.

Yang terakhir yaitu Psikosis Postpartum. Post partum psikosis adalah penyakit mental
serius dan jarang terjadi, dan dapat menyerang wanita yang baru menjadi ibu. Psikosis
postpartum biasanya mulai terjadi beberapa hari atau minggu setelah melahirkan dan bisa tiba-
tiba terjadi yang disebabkan oleh adanya perubahan hormonal pada ibu paska melahirkan.  Post
partum psikosis sendiri memiliki gejala yang berbeda-beda, tetapi gejala umum yang akan
muncul pada kasus tersebut meliputi, Mendengar suara dan melihat hal-hal yang tidak ada
(halusinasi), Perubahan mood yang ekstrim (mood swings), Perilaku manik (rasa senang tidak
terkendali - karena gangguan jiwa), Merasa terputus dari kenyataan, Merasa bingung, namun
tidak mengenali teman atau keluarga, Berkhayal, percaya pada hal yang tidak benar atau logis
Gangguan mental ini akan berbahaya jika ibu merasakan adanya halusinasi dimana seorang ibu
akan mendengar suara-suara yang akan membahayakan anaknya, seperti menyuruhnya untuk
mencelakai anaknya sendiri. Oleh sebab itu, untuk kasus seperti ini biasanya ibu harus
dipisahkan dengan anaknya untuk sementara waktu. 
Disaat seorang ibu mengalami halusinasi, tentunya hal ini akan sangat berbahaya bagi ibu
dan juga anaknya. Oleh sebab itu, jika seorang ibu yang baru saja melahirkan mengalami gejala-
gejala yang telah disebutkan diatas, segeralah mencari bantuan ke dokter atau psikolog.
Umumnya dokter akan memberikan obat-obatan antipsikotik atau antidepresan untuk
menghilangkan gejala yang muncul. Tentu saja obat-obat tersebut harus dikonsumsi di bawah
pengawasan dokter atau psikiater, minta dukungan dari orang terdekat. Salah satunya adalah
dukungan dari suami, dimana dapat membantu untuk mengembalikan kondisi psikologisnya
seperti semula. Contoh hal yang dapat dilakukan seperti mengajak ke tempat hiburan, mengajak
ke tempat makan kesukaanya, dan hal lain yang dapat membangun suasana hatinya, untuk
sementara waktu pisahkan ibu dan anaknya agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.
Apakah postpartum psikosis dapat disembuhkan?
Kondisi psikologis seorang ibu yang mengalami postpartum psikosis dapat kembali pulih
atau normal dalam waktu yang tidak dapat ditentukan. Hal ini disebabkan oleh respon individu
yang berbeda-beda dari kepatuhannya dalam minum obat secara teratur dan cukupnya dukungan
dari orang terdekat untuk mengembalikan kondisi psikologis ibu seperti semula.  Namun, hal
yang perlu diketahui bahwa gangguan psikosis dapat menetap dan berkepanjangan sehingga
memerlukan penanganan yang lebih lanjut dan terpadu. Postpartum psikosis dapat dicegah,
sebelum terjadi lebih baik mencegahnya.
Walau terdengar menyeramkan, namun psikosis postpartum bisa disembuhkan. Jika
gejala diatas sudah mulai terlihat, segera mencari bantuan ke dokter atau psikolog. Umumnya
dokter akan memberikan obat-obatan antipsikotik atau antidepresan. Tentu saja obat-obat
tersebut harus dikonsumsi di bawah pengawasan dokter atau psikiater. Selain obat-
obatan, electro therapy (ECT) juga diperlukan, agar pasien tetap bisa menyusui bayi. Selain itu,
terapi wicara dengan cognitive behavioral therapy (CBT) juga ditawarkan untuk mempercepat
penyembuhan. Jika memang sudah parah dan diperlukan, pasien mungkin akan dirawat di rumah
sakit dalam beberapa waktu.
Seorang wanita perlu menyiapkan diri mengahadapi segala kemungkinan dan tidak
memaksakan diri untuk menjadi ibu sempurna. Ibu tidak perlu menekan diri untuk bisa
melakukan segala hal seorang diri, dan jangan segan untuk meminta bantuan. Di samping itu,
dukungan dari pasangan dan keluarga memiliki peranan penting. Segala dukungan yang diterima
oleh sang ibu bisa membantunya menghadapi perubahan yang akan terjadi setelah memiliki
anak.

Anda mungkin juga menyukai