Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Ulkus diabetikum adalah keadaan ditemukannya infeksi, tukak dan atau destruksi ke jaringan
kulit yang paling dalam di kaki pada pasien Diabetes Mellitus (DM) akibat abnormalitas saraf
dan gangguan pembuluh darah arteri perifer. (Rizky Loviana Roza, Rudy Afriant, Zulkarnain
Edward .2015. Jurnal Kesehatan Andalas.)
Salah satu komplikasi diabetes melitus yang sering dijumpai adalah terjadinya ulkus pada kaki
atau sering disebut sebagai kaki diabetik. Manifestasi gangguan kaki pada penderita DM antara
lain ulkus yang terkadang tidak disadari oleh penderita sehingga menimbulkan infeksi, gangren
dan artropati Charcot. Kejadian ulkus kaki mencapai sekitar 15% dari seluruh penderita diabetes
mellitus. Catatan yang menyebutkan bahwa dalam perjalanan penyakit sekitar 14-24% di antara
penderita kaki diabetika tersebut memerlukan tindakan amputasi

Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ulkus pada kaki penderita DM II diantaranya adalah
neuropati , tidak terkontrolnya kadar glukosa darah, kolesterol total, HDL, dan trigliserida , lama
DM ≥ 10 tahun, merokok dan obesitas , ketidak patuhan diet, kurang aktivitas fisik, perawatan
kaki tidak teratur, penggunaan alas kaki tidak tepat dan umur ≥ 60 tahun serta hipertensi

I.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi ulkus diabetikum


2. Untuk mengetahui klasifikasi ulkus diabetikum
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis ulkus diabetikum
4. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang ulkus diabetikum
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis ulkus diabetikum
6. Untuk mengetahui komplikasi ulkus diabetikum
 

BAB II

REPORT THIS AD

TEORI

1. 1 Definisi
Ulkus diabetikum adalah keadaan ditemukannya infeksi, tukak dan atau destruksi ke jaringan
kulit yang paling dalam di kaki pada pasien Diabetes Mellitus (DM) akibat abnormalitas saraf
dan gangguan pembuluh darah arteri perifer. (Rizky Loviana Roza, Rudy Afriant, Zulkarnain
Edward .2015. Jurnal Kesehatan Andalas)
Sebuah ulkus didefinisikan sebagai daerah diskontuinitas permukaan epitel (Price & Neile,at a
glance ilmu bedah edisi ketiga,2006)

II.2      Klasifikasi

Menurut Wagner kaki diabetik dibagi menjadi :

1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan pembentukan kalus
”claw”
2. Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit
3. Derajat II : ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang
4. Derajat III : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
5. Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selullitis
6. Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah
(Made Agustya Darmaputra Wesnawa. S.Ked Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Denpasar-Bali)
Klasifikasi Edmonds (2004 – 2005) :

1. Stage 1 : Normal foot


2. Stage 2 : High Risk Foot
3. Stage 3 : Ulcerated Foot
4. Stage 4 : Infected Foot
5. Stage 5 : Necrotic Foot
6. Stage 6 : Unsalvable Foot
(Mayfield JA, Reiber E, Sanders LJ, Janisse D, Pogach LM. Preventive foot care in people with
diabetes. 1998)
Klasifikasi Liverpool

1. Klasifikasi primer :
 Vascular
 Neuropati
 Neuroiskemik
1. Klasifikasi sekunder :
 Tukak sederhana, tanpa komplikasi
 Tukak dengan komplikasi
(Rizky Loviana Roza, Rudy Afriant, Zulkarnain Edward .2015. Jurnal Kesehatan Andalas)

Berdasarkan Infection :

1. No symptoms or signs of infection


2. Infection of skin and subcutaneous tissue only
3. Erythema > 2 cm or infection involving subcutaneous structure, no systemic sign of
inflammatory response
4. Infection with systemic manifestation : fever, leucocytosis, shift to the left metabolic
instability, hypotension, azotemia(peningkatan kreatinin)
Berdasarkan Impaired sensation :

1 = Absent

2 = Present (Waspadji, 2006)

(Made Agustya Darmaputra Wesnawa. S.Ked Fakultas Kedokteran Universitas Udayana


Denpasar-Bali)

II.3 Manifestasi Klinis

Ulkus diabetikum akibat mikriangiopati disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral
itu tampak merah dan teraba hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian
distal. Proses mikroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut
emboli memberikan gejala klinis 5P yaitu:

1. Pain (nyeri)
2. Paleness (kepucatan)
3. Paresthesia (kesemutan)
4. Pulselessness (denyut nadi hilang)
5. Paralysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
1. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
2. Stadium II : terjadi klaudikasio(rasa sakit) intermiten.
3. Stadium III : timbul nyeri saat istirahat.
4. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
(Smeltzer dan Bare, buku ajar keperawatan medical bedah 2001: 1220)

II.4 Pemeriksaan Penunjang

1. Anamnesa & pengkajian luka


Wawancara tentang pemakaian alas kaki, pernah terekspos dengan zat kimia, adanya kalus dan
deformitas, gejala neuropati dan gejala iskemi, riwayat luka atau ulkus.

Pengkajian pernah adanya luka dan ulkus meliputi lokasi, durasi, ukuran, dan kedalaman,
penampakan ulkus, temperatur dan bau

2. Pemeriksaan fisik

1. Inspeksi pada kulit yaitu status kulit seperti warna, turgor kulit, pecah-pecah; berkeringat;
adanya infeksi dan ulserasi; adanya kalus atau bula; bentuk kuku; adanya rambut pada
kaki.
Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur dari tungkai kaki; deformitas pada kaki membentuk
claw toe atau charcot joint; keterbatasan gerak sendi; tendon; cara berjalan; dan kekuatan kaki.

2. Pemeriksaan Neurologis
Dapat menggunakan  monofilamen ditambah dengan tunning fork 128-Hz, pinprick sensation,
reflek kaki untuk kedalaman luka, mengukur getaran, tekanan dan sensasi.
3. Pemeriksaan aliran darah dengan menggunakan palpasi denyut nadi pada arteri kaki,
capillary refiling time, perubahan warna, atropi kulit dan kuku dan pengukuran ankle
brachial index (ABI). Ankle brachial index (ABI), ABI didapatkan dari tekanan sistolik
ankle dibagi tekanan sistolik brachialis. Nilai normal ABI >0,9-1,3. ABI merupakan
pemeriksaan noninvasif yang  dengan mudah dilakukan dengan menggunakan alat
Doppler. Cuff tekanan dipasang pada lengan atas dan dipompa sampai nadi pada
brachialis tidak dapat dideteksi Doppler. Cuff kemudian dilepaskan perlahan sampai
Doppler dapat mendeteksi kembali nadi brachialis. Tindakan yang sama dilakukan pada
tungkai, dimana cuff dipasang pada calf distal dan Doppler dipasang pada arteri dorsalis
pedis atau arteri tibialis posterior.Nilai dibawah 0,9 itu diindikasikan bawah pasien
penderita diabetes melitus memiliki penyakit kaki diabetik dengan melihat gangguan
aliran darah pada kaki.
3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinis pasien, yaitu: pemeriksaan
glukosa darah baik glukosa darah puasa atau sewaktu, glycohemoglobin

(HbA1c), Complete Blood Count (CBC), urinalisis, dan lain- lain.

4. Pemeriksaan Radiologis

a. Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan demineralisasi dan sendi
Charcot serta adanya ostomielitis.

b. Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging (MRI): meskipun
pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis abses dengan pemeriksaan fisik, CT scan
atau MRI dapat digunakan untuk membantu diagnosis abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak
jelas.
c. Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil false positif dan false
negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-IabeIed ciprofolxacin  sebagai penanda
(marker) untuk osteomielitis.

(SILMAN, RM. DIABETIK ULSER. CITED JUN 2008. AVAILABLE at:


URL http://www.emedicine.com http://eprints.undip.ac.id/48368/3/BAB_II.PDF)
 

II.5   Penatalaksanaan Medis

1. Prinsip Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum


Tujuan utama pengelolaan yaitu untuk mengakses proses kearah penyembuhan luka secepat
mungkin karena perbaikan dari ulkus dapat menurunkan kemungkinan terjadinya amputasi dan
kematian pasien diabetes.

Secara umum pengelolaannya meliputi penanganan iskemia, debridemen, penanganan luka,


menurunkan tekanan plantar pedis (off-loading), penanganan bedah, penanganan komorbiditas
dan menurunkan risiko kekambuhan serta pengelolaan infeksi.
(Langi, Yuanita A. 2011. Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu. Jurnal
Biomedika. Vol 3 (2). Hal: 97)
2. Penanganan Iskemia
Perfusi arteri merupakan hal penting dalam proses penyembuhan dan harus dinilai awal pada
pasien. Penilaian kompetensi vaskular pedis pada UKD (ulkus kaki diabetik) seringkali
memerlukan bantuan pemeriksaan penunjang seperti MRI angiogram, doppler maupun
angiografi.
Pemeriksaan sederhana seperti perabaan pulsasi arteri poplitea, tibialis posterior dan dorsalis
pedis dapat dilakukan pada kasus UKD kecil yang tidak disertai edema ataupun selulitis yang
luas. Ulkus atau gangren kaki tidak akan sembuh bahkan dapat menyerang tempat lain di
kemudian hari bila penyempitan pembuluh darah kaki tidak diatasi.( Langi, Yuanita A. 2011.
Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu. Jurnal Biomedika. Vol 3 (2). Hal: 97)

3. Debridemen
Debridemen merupakan upaya untuk membersihkan semua jaringan nekrotik, karena luka tidak
akan sembuh bila masih terdapat jaringan nonviable, debris dan fistula. Tindakan debridemen
juga dapat menghilangkan koloni bakteri pada luka sehingga dapat mempercepat penyembuhan,
menghilangkan jaringan kalus serta mengurangi risiko infeksi lokal.
Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan
makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan nekrotik.
( Langi, Yuanita A. 2011. Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu. Jurnal
Biomedika. Vol 3 (2). Hal: 97)

4. Perawatan luka
Prinsip perawatan luka yaitu menciptakan lingkungan moist wound healing atau menjaga agar
luka senantiasa dalam keadaan lembab.
Bila ulkus memproduksi sekret banyak maka untuk pembalut (dressing) digunakan yang bersifat
absorben. Sebaliknya bila ulkus kering maka digunakan pembalut yang mampu melembabkan
ulkus. Bila ulkus cukup lembab, maka dipilih pembalut ulkus yang dapat mempertahankan
kelembaban.
Disamping bertujuan untuk menjaga kelembaban, penggunaan pembalut juga selayaknya
mempertimbangkan ukuran, kedalaman dan lokasi ulkus.
Untuk pembalut ulkus dapat digunakan pembalut konvensional yaitu kasa steril yang
dilembabkan dengan NaCl 0,9% maupun pembalut modern yang tersedia saat ini. Beberapa jenis
pembalut modern yang sering dipakai dalam perawatn luka, seperti: hydrocolloid, hydrogel,
calcium alginate, foam, dan sebagainya.
Pemilihan pembalut yang akan digunakan hendaknya senantiasa mempertimbangkan cost
effective dan kemampuan ekonomi pasien.(Langi, Yuanita A. 2011. Penatalaksanaan Ulkus Kaki
Diabetes Secara Terpadu. Jurnal Biomedika. Vol 3 (2). Hal: 97)
5. Jenis-jenis pembalut modern
(Kartika, Ronald W. 2015. Perawatan Luka Kronis dengan Modern Dressing. CDK-230. Vol 42
(7). Hal: 549-550)
1. Hydrogel
Dapat membantu proses peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri. Berbahan dasar
gliserin/air yang dapat memberikan kelembapan; digunakan sebagai dressing primer dan
memerlukan balutan sekunder (pad/kasa dan transparent film).
Topikal ini tepat digunakan untuk luka nekrotik/berwarna hitam/kuning dengan eksudat minimal
atau tidak ada

2. Film Dressing

Jenis balutan ini lebih sering digunakan sebagai secondary dressing dan untuk luka-luka superfi
sial dan non-eksudatif atau untuk luka post-operasi. Terbuat dari polyurethane film yang disertai
perekat adhesif; tidak menyerap eksudat.
Indikasi : luka dengan epitelisasi, low exudate, luka insisi.
Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak.

3. Hydrocolloid

            Balutan ini berfungsi mempertahankan luka dalam suasana lembap, melindungi luka dari
trauma dan menghindarkan luka dari risiko infeksi, mampu menyerap eksudat tetapi minimal;
sebagai dressing primer atau sekunder, support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik
atau slough. Terbuat dari pektin, gelatin, carboxy-methylcellulose, dan elastomers.
Indikasi : luka berwarna kemerahan dengan epitelisasi, eksudat minimal.

Kontraindikasi : luka terinfeksi atau luka grade III-IV.


4. Calcium Alginate

Digunakan untuk dressing primer dan masih memerlukan balutan sekunder. Membentuk gel di
atas permukaan luka; berfungsi menyerap cairan luka yang berlebihan dan menstimulasi proses
pembekuan darah. Terbuat dari rumput laut yang berubah menjadi gel jika bercampur dengan
cairan luka.

Indikasi : luka dengan eksudat sedang sampai berat.

Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering.

Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita, mudah diangkat dan dibersihkan.

5. Foam/absorbant dressing
Balutan ini berfungsi untuk menyerap cairan luka yang jumlahnya sangat banyak (absorbant
dressing), sebagai dressing primer atau sekunder. Terbuat dari polyurethane; non-adherent wound
contact layer, highly absorptive.

Indikasi: eksudat sedang sampai berat.

Kontraindikasi: luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam

6. Dressing Antimikrobial

Balutan mengandung silver 1,2% dan hydrofiber dengan spektrum luas termasuk bakteri MRSA
(methicillin-resistant Staphy-lococcus aureus). Balutan ini digunakan untuk luka kronis dan akut
yang terinfeksi atau berisiko infeksi. Balutan antimikrobial tidak disarankan digunakan dalam
jangka waktu lama dan tidak direkomendasikan bersama cairan NaCl 0,9%

7. Antimikrobial Hydrophobic

Terbuat dari diakylcarbamoil chloride, non-absorben, non-adhesif. Digunakan untuk luka


bereksudat sedang – banyak, luka terinfeksi, dan memerlukan balutan sekunder.

8. Medical Collagen Sponge

Terbuat dari bahan collagen dan sponge. Digunakan untuk merangsang percepatan pertumbuhan
jaringan luka dengan eksudat minimal dan memerlukan balutan sekunder.

5. Menurunkan Tekanan Pada Plantar Pedis (off-loading)


Tindakan off-loading merupakan salah satu prinsip utama dalam penatalaksanaan ulkus kronik
dengan dasar neuropati. Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan pada telapak kaki.
Tindakan off-loading dapat dilakukan secara parsial maupun total. Mengurangi tekanan pada
ulkus neuropati dapat mengurangi trauma dan mempercepat proses penyembuhan luka.
Kaki yang mengalami ulkus harus sedapat mungkin dibebaskan dari penekanan. Sepatu pasien
harus dimodifikasi sesuai dengan bentuk kaki dan lokasi ulkus. Metode yang dipilih untuk off-
loading tergantung dari karakteristik fisik pasien, lokasi luka, derajat keparahan dan ketaatan
pasien. Beberapa metode off-loading antara lain: total non-weight bearing, total contact cast,
foot cast dan boots, sepatu yang dimodifikasi (half shoe, wedge shoe), serta alat penyanggah
tubuh seperti cruthes dan walker.
(Langi, Yuanita A. 2011. Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu. Jurnal
Biomedika. Vol 3 (2). Hal: 98)
6. Penanganan Bedah

Jenis tindakan bedah tergantung dari berat ringannya ulkus. Tindakan elektif ditujukan untuk
menghilangkan nyeri akibat deformitas seperti pada
kelainan spur tulang, hammertoes atau bunios. Tindakan bedah profilaktif diindikasikan untuk
mencegah terjadinya ulkus atau ulkus berulang pada pasien yang mengalami neuropati dengan
melakukan koreksi deformitas sendi, tulang atau tendon.
Bedah kuratif diindikasikan bila ulkus tidak sembuh dengan perawatan konservatif, misalnya
angioplasti atau bedah vaskular. Bedah emergensi adalah tindakan yang paling sering dilakukan,
dan diindikasikan untuk menghambat atau menghentikan proses infeksi, misalnya ulkus dengan
daerah infeksi yang luas atau adanya gangren gas. Tindakan bedah emergensi dapat berupa
amputasi atau debridemen jaringan nekrotik.

(Langi, Yuanita A. 2011. Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu. Jurnal


Biomedika. Vol 3 (2). Hal: 98)
7. Penanganan Komorbiditas

Diabetes merupakan penyakit sistemik multiorgan sehingga komorbiditas lain harus dinilai dan
dikelola melalui pendekatan tim multidisiplin untuk mendapatkan hasil yang optimal. Komplikasi
kronik lain baik mikro maupun makroangiopati yang menyertai harus diidentifikasi dan dikelola
secara holistik. Kepatuhan pasien juga merupakan hal yang penting dalam menentukan hasil
pengobatan.

8. Pengelolaan Infeksi

Infeksi  disebut  mengancam  bila  ulkus diabetik berupa  ulkus yang dalam  sampai  mengenai
tulang dengan selulitis yang lebih dari 2 cm dan/atau  disertai  gambaran  klinis  infeksi sistemik 
berupa  demam,  edema,  limfangitis, hiperglikemia, leukositosis dan iskemia. Perlu diperhatikan,
tidak semua  pasien diabetes dengan infeksi yang relatif berat akan menunjukkan tanda  dan
gejala sistemik seperti  tersebut  diatas. Jika  ulkus  mencapai tulang atau sendi, kemungkinan
besar  akan terjadi osteomielitis.

Pasien  dengan  infeksi  yang  mengancam ekstremitas harus dirawat di rumah sakit  untuk 
manajemen  yang  tepat.  Debridemen  dilakukan  sejak  awal  dengan  tetap memperhitungkan
ada/tidaknya kompetensi vaskular. Jaringan yang diambil dari  luka  dikirim  untuk  kultur.
Tindakan  ini mungkin  perlu  dilakukan  berulang  untuk mengendalikan  infeksi. Terapi  empiris
untuk infeksi berat harus berspektrum luas dan  diberikan  secara  intravena  dengan
mempertimbangkan  faktor  lain  seperti  biaya,  toleransi  pasien,  alergi,  potensi  efek yang
merugikan ginjal atau hati, kemudahan pemberian dan pola resistensi antibiotik setempat. Bila
terjadi  infeksi  berulang  meskipun  terapi antibiotik  tetap  diberikan,  perlu  dilakukan kultur
ulang jaringan untuk menyingkirkan infeksi superimposed.

Lamanya pemberian antibiotik tergantung pada  gejala  klinis, luas dan dalamnya jaringan yang
terkena serta beratnya infeksi. Pada  infeksi  ringan  sampai  sedang antibiotik  dapat  diberikan 
1-2  minggu,  sedangkan pada  infeksi yang lebih berat antibiotik  diberikan  2-4  minggu.

Debridemen yang adekuat, reseksi atau amputasi jaringan  nekrosis  dapat  mempersingkat  waktu
pemberian  antibiotik. Pada  kasus  osteomielitis,  jika  tulang  terinfeksi  tidak  di evakuasi,
maka  antibiotik  harus  diberikan  selama 6-8 minggu, bahkan beberapa literatur  menganjurkan 
sampai  6  bulan. Jika semua  tulang  yang  terinfeksi  dievakuasi, antibiotik  dapat  diberikan 
lebih  singkat, yaitu  1-2  minggu  dan  ditujukan  untuk  infeksi jaringan lunak.( Langi, Yuanita
A. 2011. Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu. Jurnal Biomedika. Vol 3 (2).
Hal: 98)
(Lipsky, Benjamin A, dkk. 2012. Infectious Disease Society of America Clinical Practice
Guideline for the Diagnoses and Treatment of Diabetic Foot Infections. CID. 2012:54)
10. Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka di bagi atas beberapa fase yaitu:

1. fase inflamasi dimana fase ini berlangsung sampai hari ke-5 masih terjadi perdarahan dan
peradangan dan belum ada kekuatan pertautan luka.
2. fase poliferasi dimana pada fase ini luka di isi oleh sel-sel radang, fibrolas, serat kolagen,
kapiler baru sehingga membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tak rata atau di
sebut dengan jaringan granulasi atau proses pendewasaan jaringan
3. fase reabsobsi atau remodeling dimana pada fase ini tanda radang sudah hilang, parut di
sekitarnya pucat, tak ada rasa sakit dan gatal. Proses penyembuhan luka baik dan berhasil
apa bila penata laksanaan secara medis dilakukan sesuai dengan prosedur apalagi
penatalaksanaan di lakukan pada kondisi luka yang sudah terinfeksi harus di perhatikan
(Mansyoer 2000, p.473).
(Adriani, Teti mardianti. Penggunaan balutan modern (hydrocoloid) untuk penyembuhan luka
diabetes melitus tipe 2. Jurnal IPTEKS Terapan Research of Applied Science and Education
V10.i1 (18-23). 2016))

11. Pencegahan Luka


Pencegahan dianggap sebagai elemen kunci dalam menghindari amputasi. Pasien diajarkan untuk
memperhatikan kebersihan kaki, memeriksa kaki setiap hari, menggunakan alas kaki yang tepat,
mengobati segera jika terdapat luka, pemeriksaan rutin ke podiatri, termasuk debridemen pada
kapalan dan kuku kaki yang tumbuh ke dalam. Sepatu dengan sol yang mengurangi tekanan kaki
dan kotak yang melindungi kaki berisiko tinggi merupakan elemen penting dari program
pencegahan.

II.6 Komplikasi

Ulkus diabetikum merupakan komplikasi kronis lanjutan dari diabetes mellitus.

Komplikasi pada ulkus diabetikum sendiri mengarah pada tingkat keparahan (grade) yang ada.
Hal ini dapat diakibatkan oleh perawatan luka yang tidak dilakukan dengan baik dan pengobatan
yang tidak maksima Keadaan selanjutnya dapat lebih parah jika luka tidak cepat diatasi dan
bahkan terjadi infeksi. Jaringan yang nekrotik dapat meluas sehingga fungsi jaringan tersebut
terganggu dan beresiko untuk dilakukan amputasi.

BAB III

TINJAUAN KASUS

III.1 Kasus

Bapak K dirawat dengan diagnose medis Diabetes Melitus tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu. Klien di
rawat dengan keluhan terdapat luka pada plantar kaki kiri yang lambat sembuhnya. Luka timbul
tanpa disadari, Kulit kaki terlihat kering , fissure, callus, drainage luka, purulent, bau. Permukaan
kulit teraba hangat ,tercium bau.  Klien mengatakan berprofesi sebagai pembuat meja kayu, klien
mengatakan merasa menginjak serpihan rotan dan bagian kecil kayu masuk kedalam kulit kaki.
klien mengatakan saat mengeluarkan rantingnya menggunakan jarum pentul akhirnya luka
menjadi meluas sejak 3 minggu. Klien mengatakan di rumah luka di rawat dengan merendam
pada larutan rivanol . Klien mengatakan  minta dibantu ke kamar mandi untuk kebutuhan
eliminasi. Tercium bau . Klien menggunakan terapi OHO (hipoglikemi oral). Menformin namun
tidak teratur . Perawat menginformasikan agar klien sementara tidak turun dari tempat tidur
karena ada luka dikakinya.

Hasil pemeriksaan lab :

 Albumin serum : 2,3 mg/dl


 HB : 11 mg/dl
 HT : 35 %
 GDS : 320 mg/dl
 Leukosit : 11000/ul
 LED : 30
 

III.2 Asuhan Keperawatan

Data fokus
Data Subjektif (DS) Data Objektif (DO)
1.      Klien mengatakan berprofesi 1.      Kulit kaki terlihat kering ,
sebagai pembuat meja kayu fissure, callus, drainage luka, purulent,
2.      klien mengeluh terdapat luka pada bau
plantar kaki kiri yang lambat sembuhnya. 2.      Tercium bau

3.      klien mengatakan luka timbul tanpa 3.      Permukaan kulit teraba hangat
di sadari.
4.      Hasil pemeriksaan lab :
4.      klien mengatakan merasa
menginjak serpihan rotan dan bagian –          Albumin serum : 2,3 mg/dl
kecil kayu masuk kedalam kulit kaki.
–          HB : 11 mg/dl
5.      klien mengatakan saat
mengeluarkan rantingnya menggunakan
jarum pentul akhirnya luka menjadi –          HT : 35 %
meluas sejak 3 minggu.
–          GDS : 320 mg/dl
6.      Klien mengatakan di rumah luka di
rawat dengan merendam pada larutan –          Leukosit : 11000/ul
rivanol
–          LED : 30
7.      Klien mengatakan  minta dibantu ke
kamar mandi untuk kebutuhaneliminasi
5.      Klien menggunakan terapi OHO
(hipoglikemi oral)

6.      Menformin namun tidak teratur

7.      Perawat menginformasikan agar


klien sementara tidak turun dari tempat
tidur karena ada luka dikakinya

8.      Diagnose medis DM Tipe 2 sejak


5 tahun yg lalu

  NO DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI


  1. DS : Gangguan Diabetes Melitus
1.      Klien mengatakan perfusi jaringan
berprofesi sebagai pembuat perifer
meja kayu

2.      klien mengeluh


terdapat luka pada plantar
kaki kiri yang lambat
sembuhnya.

3.      klien mengatakan


luka timbul tanpa di sadari.

4.      klien mengatakan


merasa menginjak serpihan
rotan dan bagian kecil kayu
masuk kedalam kulit kaki

5.      klien mengatakan saat


mengeluarkan kayunya
menggunakan jarum pentul
akhirnya luka menjadi
meluas sejak 3 minggu.

6.      Diagnosa medis : DM


Tipe2 sejak 5 tahun yang
lalu

DO :
1.      Kulit kaki terlihat
kering , fissure, callus,
drainage luka, purulent, bau

2.      Tercium bau

3.      Hasil pemeriksaan lab


:

–          Albumin serum :


2,3 mg/dl

–          HB : 11 mg/dl

–          HT : 35 %

–          GDS : 320 mg/dl

–          Leukosit : 11000/ul

–          LED : 30

  2. DS : Kerusakan Perubahan
1.     Perawat integritas kulit hormonal
menginformasikan agar
klien sementara tidak turun
dari tempat tidur karena
ada luka dikakinya

2.     klien mengatakan


merasa menginjak serpihan
rotan  dan bagian kecil
kayu masuk kedalam kulit
kaki .

3.     klien mengatakan saat


mengeluarkan kayunya
menggunakan jarum pentul
akhirnya luka menjadi
meluas sejak 3 minggu.

4.     Klien mengatakan di


rumah luka di rawat dengan
merendam pada larutan
rivanol
DO :

1.      Kulit kaki terlihat


kering , fissure, callus,
drainage luka, purulent, bau

2.      Tercium bau

3.      Permukaan kulit


teraba hangat

4.      Hasil pemeriksaan lab


:

–          GDS : 320 mg/dl

–          LED : 30

5.      Diagnose medis DM


Tipe 2 sejak 5 tahun yg lalu

  3. DS : Risiko Infeksi  
1.      klien mengatakan saat
mengeluarkan rantingnya
menggunakan jarum pentul
akhirnya luka menjadi
meluas sejak 3 minggu.

2.      Klien mengatakan di


rumah luka di rawat dengan
merendam pada larutan
rivanol

DO :

1.     Permukaan kulit


teraba hangat

2.     Hasil pemeriksaan


lab :

–          Albumin serum :


2,3 mg/dl

–          HB : 11 mg/dl

–          HT : 35 %

–          GDS : 320 mg/dl

–          Leukosit : 11000/ul

–          LED : 30

    DS : Hambatan Gangguan
1.      Klien mengatakan  mobilitas fisik metabolisme
minta dibantu ke kamar
mandi untuk kebutuhan
eliminasi

DO :

1.     Perawat
menginformasikan agar
klien sementara tidak turun
dari tempat tidur karena
ada luka dikakinya

DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan hormonal
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d diabetes mellitus
3. Risiko infeksi
4. Hambatan mobilitas fisik b.d Gangguan metabolisme
 

INTERVENSI

N Hari/Tg Diagnosa Tujuan dan Intervensi


o l Kriteria Hasil
1.   Kerusakan Setelah Pengecekan kulit
integritas kulit dilakukan 1.      Periksa kulit dan selaput
b.d perubahan tindakan lendir terkait dengan adanya
hormonal keperawatan kemerahan, kehangatan
7×24 jam ekstrim,edema atau drainase
masalah
kerusakan 2.      Monitor warna dan suhu
integritas kulit kulit
teratasi, dengan
kriteria :
1.      Tidak ada 3.      Lakukan langkah-langkah
drainase purulen untuk mecegah kerusakan lebih
lanjut misalnya: melapisi Kasur,
menjadwalkan reposisi.
2.      Tidak ada
peningkatan
suhu kulit  

3.      Tidak ada Perawatan luka


bau luka
1.      Angkat balutan dan plester
4.      Ukuran perekat
luka berkurang
2.      Monitor karakteristik luka,
5.      Hasil lab : termasuk drainase warna,ukuran
dan bau
Leukosit : 5000-
10000 / mm3 3.      Bersihkan dengan normal
LED : saline atau pembersih yang
<20mm/jam tidak beracun dengan tepat

Albumin : 3,4- 4.      Berikan perawatan ulkus


5,4 g/DL pada kulit yang diperlukan

HT : 37-43% 5.      Oleskan salep yang sesuai


dengan luka atau lesi

6.      Berikan balutan yang


sesuai dengan jenis luka

7.      Perkuat balutan


luka,pertahankan teknik balutan
steril ketika melakukan
perawatan luka

8.      Ganti balutan sesuai


dengan jumlah eksudat dan
drainase

9.      Periksa luka setiap kali


perubahan balutan dengan
cairan yang sesuai

2   Ketidakefektifa Setelah Perawatan sirkulasi : isufisiensi


n perfusi dilakukan vena
jaringan perifer tindakan 1.      Periksa denyut nadi
b.d diabetes keperawatan perifer,edema, waktu pengsian
mellitus 7×24 jam kapiler,warna, dan suhu
masalah
gangguan 2.      Inspeksi kulit untuk
perfusi jaringan adanya luka pada arteria tau
teratasi, dengan kerusakan jaringan
kriteria :
1.      Suhu kulit
dalam batas 3.      Ubah posisis pasien
normal setidaknya setiap 2jam

2.      Turgor 4.      Instruksikan pasien


kulit elastis mengenai factor-faktor yang
mengganggu sirkulsi
darah(misalnya:merokok,pakaia
3.      Tekstur n ketat, terlalu lama pada suhu
kulit lembut dingin)

4.      Integritas 5.      Instruksikan pasien


kulit tidak mengenai perawatan kaki yang
terganggu tepat

5.      Hasil lab : 6.      Pelihara hidrasi yang


memadai untuk menurunkan
Hb : 14 – 16 kekentalan darah kemudian
gr/dL lakukan perawatan luka

GDS: <200  
mg/dL
Perawatan sirkulasi :
  insufisiensi vena

1.      Lakukan penilaian


  sirkulasi perifer secara
komprehensif misalnya:
mengecek nadi
perifer,edema,waktu pengisian
kapiler,warna dan suhu kulit.

Kolaborasi:
1. Kolaborasi dengan dokter
pemberian metformin sesuai
indikasi

3   Risiko infeksi Setelah Kontrol infeksi


dilakukan 1.      Bersihkan lingkungan
tindakan dengan baik setelah digunakan
keperawatan untuk setiap pasien
2×24 jam
masalah resiko 2.      Ganti peralatan perawatan
infeksi teratasi, perpasien sesuai protocol
dengan kriteria : institusi .
1.      Hasil lab :
3.      Ajarkan cara cuci tangan
Leukosit : 5000- bagi tenaga kesehatan
10000 / mm3
LED :
<20mm/jam 4.      Pastikan teknik perawatan
luka yang tepat
GDS : <200
 
2.      Tidak ada
kemerahan Perlindungan infeksi

3.      Tidak ada 1.      Monitor adanya tanda dan


peningkatan gejala infeksi sistemik dan local
suhu kulit
2.      Monitor kerentangan
4.      Tidak terhadap infeksi
terasa nyeri
3.      Monitor hitung mutlak
granulosit,WBC dan hasil-hasil
diferensial

4.      Anjurkan asupan cairan


dengan tepat

5.      Tingkatkan asupan nutrisi


yang cukup .

4   Hambatan Setelah Terapi latihan ambulasi


mobilitas fisik dilakukan 1.      Tempatkan saklar posisi
b.d gangguan tindakan tempat tidur yang mudah di
metabolisme keperawatan jangkau
selama
3x24jam, 2.      Bantu pasien untuk duduk
masalah di sisi tempat tidur untuk
hambatan memfasilitasi penyesuaian sikap
mobilitas fisik tubuh
teratasi. Dengan
kriteria hasil :
1.      Tidak ada Peningkatan mekanika tubuh
nyeri sendi
1.      Bantu pasien/keluarga
2.      Otot tidak untuk mengidentifikasikan
kaku latihan postur (tubuh) yang
sesuai
3.     
Ekstremitas 2.      Bantu pasien untuk
klien dapat melakukan latihan fleksi untuk
digerakan secara menfasilitasi mobilisasi
penuh punggung,sesuai indikasi

4.      Dapat 3.      Bantu untuk menghindari


melakukan duduk dalam posisi yang sama
perpindahan dalam jangka waktu yang lama

Kolaborasi :

1.      Dengan fisioterapi dalam


mengembangkan peningkatan
mekanika tubuh, sesuai indikasi

 
 

BAB IV

PENUTUP

1. 1 Kesimpulan
Ulkus diabetikum adalah keadaan ditemukannya infeksi, tukak dan atau destruksi ke jaringan
kulit yang paling dalam di kaki pada pasien Diabetes Mellitus (DM) akibat abnormalitas saraf
dan gangguan pembuluh darah arteri perifer. Harus memperhatikan yang berhubungan dengan
luka, warna, ukuran,bentuk, keparahan dll.

IV.2 Saran

Klien perlu memperhatikan kebersihan kaki, memeriksa kaki setiap hari, menggunakan alas kaki
yang tepat, mengobati segera jika terdapat luka, pemeriksaan rutin ke podiatri, termasuk
debridemen pada kapalan dan kuku kaki yang tumbuh ke dalam.

DAFTAR PUSTAKA

Rizky Loviana Roza, Rudy Afriant, Zulkarnain Edward .2015. Jurnal Kesehatan Andalas.

Made Agustya Darmaputra Wesnawa. S.Ked Fakultas Kedokteran Universitas Udayana


Denpasar-Bali

Mayfield JA, Reiber E, Sanders LJ, Janisse D, Pogach LM. Preventive foot care in people with
diabetes. 1998.

Rizky Loviana Roza, Rudy Afriant, Zulkarnain Edward .2015. Jurnal Kesehatan Andalas.

(Smeltzer dan Bare, buku ajar keperawatan medical bedah 2001: 1220)

SILMAN, RM. DIABETIK ULSER. CITED JUN 2008. AVAILABLE at:


URL http://www.emedicine.com
Langi, Yuanita A. 2011. Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu. Jurnal
Biomedika. Vol 3 (2). Hal: 97
Kartika, Ronald W. 2015. Perawatan Luka Kronis dengan Modern Dressing. CDK-230. Vol 42
(7). Hal: 549-550

(Lipsky, Benjamin A, dkk. 2012. Infectious Disease Society of America Clinical Practice
Guideline for the Diagnoses and Treatment of Diabetic Foot Infections. CID. 2012:54)

 
 
 
 

                                                                                        
 

Share this:

 Twitter
 Facebook

Leave a Reply

Go
Search 
Post navigation

« CREATE A FREE WEBSITE OR BLOG AT WORDPRESS.COM.


Close and accept
Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
 Follow

Anda mungkin juga menyukai