PENDAHULUAN
Ulkus diabetikum adalah keadaan ditemukannya infeksi, tukak dan atau destruksi ke jaringan
kulit yang paling dalam di kaki pada pasien Diabetes Mellitus (DM) akibat abnormalitas saraf
dan gangguan pembuluh darah arteri perifer. (Rizky Loviana Roza, Rudy Afriant, Zulkarnain
Edward .2015. Jurnal Kesehatan Andalas.)
Salah satu komplikasi diabetes melitus yang sering dijumpai adalah terjadinya ulkus pada kaki
atau sering disebut sebagai kaki diabetik. Manifestasi gangguan kaki pada penderita DM antara
lain ulkus yang terkadang tidak disadari oleh penderita sehingga menimbulkan infeksi, gangren
dan artropati Charcot. Kejadian ulkus kaki mencapai sekitar 15% dari seluruh penderita diabetes
mellitus. Catatan yang menyebutkan bahwa dalam perjalanan penyakit sekitar 14-24% di antara
penderita kaki diabetika tersebut memerlukan tindakan amputasi
Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ulkus pada kaki penderita DM II diantaranya adalah
neuropati , tidak terkontrolnya kadar glukosa darah, kolesterol total, HDL, dan trigliserida , lama
DM ≥ 10 tahun, merokok dan obesitas , ketidak patuhan diet, kurang aktivitas fisik, perawatan
kaki tidak teratur, penggunaan alas kaki tidak tepat dan umur ≥ 60 tahun serta hipertensi
I.2 Tujuan
BAB II
REPORT THIS AD
TEORI
1. 1 Definisi
Ulkus diabetikum adalah keadaan ditemukannya infeksi, tukak dan atau destruksi ke jaringan
kulit yang paling dalam di kaki pada pasien Diabetes Mellitus (DM) akibat abnormalitas saraf
dan gangguan pembuluh darah arteri perifer. (Rizky Loviana Roza, Rudy Afriant, Zulkarnain
Edward .2015. Jurnal Kesehatan Andalas)
Sebuah ulkus didefinisikan sebagai daerah diskontuinitas permukaan epitel (Price & Neile,at a
glance ilmu bedah edisi ketiga,2006)
II.2 Klasifikasi
1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan pembentukan kalus
”claw”
2. Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit
3. Derajat II : ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang
4. Derajat III : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
5. Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selullitis
6. Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah
(Made Agustya Darmaputra Wesnawa. S.Ked Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Denpasar-Bali)
Klasifikasi Edmonds (2004 – 2005) :
1. Klasifikasi primer :
Vascular
Neuropati
Neuroiskemik
1. Klasifikasi sekunder :
Tukak sederhana, tanpa komplikasi
Tukak dengan komplikasi
(Rizky Loviana Roza, Rudy Afriant, Zulkarnain Edward .2015. Jurnal Kesehatan Andalas)
Berdasarkan Infection :
1 = Absent
Ulkus diabetikum akibat mikriangiopati disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral
itu tampak merah dan teraba hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian
distal. Proses mikroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut
emboli memberikan gejala klinis 5P yaitu:
1. Pain (nyeri)
2. Paleness (kepucatan)
3. Paresthesia (kesemutan)
4. Pulselessness (denyut nadi hilang)
5. Paralysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
1. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
2. Stadium II : terjadi klaudikasio(rasa sakit) intermiten.
3. Stadium III : timbul nyeri saat istirahat.
4. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
(Smeltzer dan Bare, buku ajar keperawatan medical bedah 2001: 1220)
Pengkajian pernah adanya luka dan ulkus meliputi lokasi, durasi, ukuran, dan kedalaman,
penampakan ulkus, temperatur dan bau
2. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi pada kulit yaitu status kulit seperti warna, turgor kulit, pecah-pecah; berkeringat;
adanya infeksi dan ulserasi; adanya kalus atau bula; bentuk kuku; adanya rambut pada
kaki.
Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur dari tungkai kaki; deformitas pada kaki membentuk
claw toe atau charcot joint; keterbatasan gerak sendi; tendon; cara berjalan; dan kekuatan kaki.
2. Pemeriksaan Neurologis
Dapat menggunakan monofilamen ditambah dengan tunning fork 128-Hz, pinprick sensation,
reflek kaki untuk kedalaman luka, mengukur getaran, tekanan dan sensasi.
3. Pemeriksaan aliran darah dengan menggunakan palpasi denyut nadi pada arteri kaki,
capillary refiling time, perubahan warna, atropi kulit dan kuku dan pengukuran ankle
brachial index (ABI). Ankle brachial index (ABI), ABI didapatkan dari tekanan sistolik
ankle dibagi tekanan sistolik brachialis. Nilai normal ABI >0,9-1,3. ABI merupakan
pemeriksaan noninvasif yang dengan mudah dilakukan dengan menggunakan alat
Doppler. Cuff tekanan dipasang pada lengan atas dan dipompa sampai nadi pada
brachialis tidak dapat dideteksi Doppler. Cuff kemudian dilepaskan perlahan sampai
Doppler dapat mendeteksi kembali nadi brachialis. Tindakan yang sama dilakukan pada
tungkai, dimana cuff dipasang pada calf distal dan Doppler dipasang pada arteri dorsalis
pedis atau arteri tibialis posterior.Nilai dibawah 0,9 itu diindikasikan bawah pasien
penderita diabetes melitus memiliki penyakit kaki diabetik dengan melihat gangguan
aliran darah pada kaki.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinis pasien, yaitu: pemeriksaan
glukosa darah baik glukosa darah puasa atau sewaktu, glycohemoglobin
4. Pemeriksaan Radiologis
a. Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan demineralisasi dan sendi
Charcot serta adanya ostomielitis.
b. Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging (MRI): meskipun
pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis abses dengan pemeriksaan fisik, CT scan
atau MRI dapat digunakan untuk membantu diagnosis abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak
jelas.
c. Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil false positif dan false
negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-IabeIed ciprofolxacin sebagai penanda
(marker) untuk osteomielitis.
3. Debridemen
Debridemen merupakan upaya untuk membersihkan semua jaringan nekrotik, karena luka tidak
akan sembuh bila masih terdapat jaringan nonviable, debris dan fistula. Tindakan debridemen
juga dapat menghilangkan koloni bakteri pada luka sehingga dapat mempercepat penyembuhan,
menghilangkan jaringan kalus serta mengurangi risiko infeksi lokal.
Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan
makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan nekrotik.
( Langi, Yuanita A. 2011. Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu. Jurnal
Biomedika. Vol 3 (2). Hal: 97)
4. Perawatan luka
Prinsip perawatan luka yaitu menciptakan lingkungan moist wound healing atau menjaga agar
luka senantiasa dalam keadaan lembab.
Bila ulkus memproduksi sekret banyak maka untuk pembalut (dressing) digunakan yang bersifat
absorben. Sebaliknya bila ulkus kering maka digunakan pembalut yang mampu melembabkan
ulkus. Bila ulkus cukup lembab, maka dipilih pembalut ulkus yang dapat mempertahankan
kelembaban.
Disamping bertujuan untuk menjaga kelembaban, penggunaan pembalut juga selayaknya
mempertimbangkan ukuran, kedalaman dan lokasi ulkus.
Untuk pembalut ulkus dapat digunakan pembalut konvensional yaitu kasa steril yang
dilembabkan dengan NaCl 0,9% maupun pembalut modern yang tersedia saat ini. Beberapa jenis
pembalut modern yang sering dipakai dalam perawatn luka, seperti: hydrocolloid, hydrogel,
calcium alginate, foam, dan sebagainya.
Pemilihan pembalut yang akan digunakan hendaknya senantiasa mempertimbangkan cost
effective dan kemampuan ekonomi pasien.(Langi, Yuanita A. 2011. Penatalaksanaan Ulkus Kaki
Diabetes Secara Terpadu. Jurnal Biomedika. Vol 3 (2). Hal: 97)
5. Jenis-jenis pembalut modern
(Kartika, Ronald W. 2015. Perawatan Luka Kronis dengan Modern Dressing. CDK-230. Vol 42
(7). Hal: 549-550)
1. Hydrogel
Dapat membantu proses peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri. Berbahan dasar
gliserin/air yang dapat memberikan kelembapan; digunakan sebagai dressing primer dan
memerlukan balutan sekunder (pad/kasa dan transparent film).
Topikal ini tepat digunakan untuk luka nekrotik/berwarna hitam/kuning dengan eksudat minimal
atau tidak ada
2. Film Dressing
Jenis balutan ini lebih sering digunakan sebagai secondary dressing dan untuk luka-luka superfi
sial dan non-eksudatif atau untuk luka post-operasi. Terbuat dari polyurethane film yang disertai
perekat adhesif; tidak menyerap eksudat.
Indikasi : luka dengan epitelisasi, low exudate, luka insisi.
Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak.
3. Hydrocolloid
Balutan ini berfungsi mempertahankan luka dalam suasana lembap, melindungi luka dari
trauma dan menghindarkan luka dari risiko infeksi, mampu menyerap eksudat tetapi minimal;
sebagai dressing primer atau sekunder, support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik
atau slough. Terbuat dari pektin, gelatin, carboxy-methylcellulose, dan elastomers.
Indikasi : luka berwarna kemerahan dengan epitelisasi, eksudat minimal.
Digunakan untuk dressing primer dan masih memerlukan balutan sekunder. Membentuk gel di
atas permukaan luka; berfungsi menyerap cairan luka yang berlebihan dan menstimulasi proses
pembekuan darah. Terbuat dari rumput laut yang berubah menjadi gel jika bercampur dengan
cairan luka.
Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita, mudah diangkat dan dibersihkan.
5. Foam/absorbant dressing
Balutan ini berfungsi untuk menyerap cairan luka yang jumlahnya sangat banyak (absorbant
dressing), sebagai dressing primer atau sekunder. Terbuat dari polyurethane; non-adherent wound
contact layer, highly absorptive.
6. Dressing Antimikrobial
Balutan mengandung silver 1,2% dan hydrofiber dengan spektrum luas termasuk bakteri MRSA
(methicillin-resistant Staphy-lococcus aureus). Balutan ini digunakan untuk luka kronis dan akut
yang terinfeksi atau berisiko infeksi. Balutan antimikrobial tidak disarankan digunakan dalam
jangka waktu lama dan tidak direkomendasikan bersama cairan NaCl 0,9%
7. Antimikrobial Hydrophobic
Terbuat dari bahan collagen dan sponge. Digunakan untuk merangsang percepatan pertumbuhan
jaringan luka dengan eksudat minimal dan memerlukan balutan sekunder.
Jenis tindakan bedah tergantung dari berat ringannya ulkus. Tindakan elektif ditujukan untuk
menghilangkan nyeri akibat deformitas seperti pada
kelainan spur tulang, hammertoes atau bunios. Tindakan bedah profilaktif diindikasikan untuk
mencegah terjadinya ulkus atau ulkus berulang pada pasien yang mengalami neuropati dengan
melakukan koreksi deformitas sendi, tulang atau tendon.
Bedah kuratif diindikasikan bila ulkus tidak sembuh dengan perawatan konservatif, misalnya
angioplasti atau bedah vaskular. Bedah emergensi adalah tindakan yang paling sering dilakukan,
dan diindikasikan untuk menghambat atau menghentikan proses infeksi, misalnya ulkus dengan
daerah infeksi yang luas atau adanya gangren gas. Tindakan bedah emergensi dapat berupa
amputasi atau debridemen jaringan nekrotik.
Diabetes merupakan penyakit sistemik multiorgan sehingga komorbiditas lain harus dinilai dan
dikelola melalui pendekatan tim multidisiplin untuk mendapatkan hasil yang optimal. Komplikasi
kronik lain baik mikro maupun makroangiopati yang menyertai harus diidentifikasi dan dikelola
secara holistik. Kepatuhan pasien juga merupakan hal yang penting dalam menentukan hasil
pengobatan.
8. Pengelolaan Infeksi
Infeksi disebut mengancam bila ulkus diabetik berupa ulkus yang dalam sampai mengenai
tulang dengan selulitis yang lebih dari 2 cm dan/atau disertai gambaran klinis infeksi sistemik
berupa demam, edema, limfangitis, hiperglikemia, leukositosis dan iskemia. Perlu diperhatikan,
tidak semua pasien diabetes dengan infeksi yang relatif berat akan menunjukkan tanda dan
gejala sistemik seperti tersebut diatas. Jika ulkus mencapai tulang atau sendi, kemungkinan
besar akan terjadi osteomielitis.
Pasien dengan infeksi yang mengancam ekstremitas harus dirawat di rumah sakit untuk
manajemen yang tepat. Debridemen dilakukan sejak awal dengan tetap memperhitungkan
ada/tidaknya kompetensi vaskular. Jaringan yang diambil dari luka dikirim untuk kultur.
Tindakan ini mungkin perlu dilakukan berulang untuk mengendalikan infeksi. Terapi empiris
untuk infeksi berat harus berspektrum luas dan diberikan secara intravena dengan
mempertimbangkan faktor lain seperti biaya, toleransi pasien, alergi, potensi efek yang
merugikan ginjal atau hati, kemudahan pemberian dan pola resistensi antibiotik setempat. Bila
terjadi infeksi berulang meskipun terapi antibiotik tetap diberikan, perlu dilakukan kultur
ulang jaringan untuk menyingkirkan infeksi superimposed.
Lamanya pemberian antibiotik tergantung pada gejala klinis, luas dan dalamnya jaringan yang
terkena serta beratnya infeksi. Pada infeksi ringan sampai sedang antibiotik dapat diberikan
1-2 minggu, sedangkan pada infeksi yang lebih berat antibiotik diberikan 2-4 minggu.
Debridemen yang adekuat, reseksi atau amputasi jaringan nekrosis dapat mempersingkat waktu
pemberian antibiotik. Pada kasus osteomielitis, jika tulang terinfeksi tidak di evakuasi,
maka antibiotik harus diberikan selama 6-8 minggu, bahkan beberapa literatur menganjurkan
sampai 6 bulan. Jika semua tulang yang terinfeksi dievakuasi, antibiotik dapat diberikan
lebih singkat, yaitu 1-2 minggu dan ditujukan untuk infeksi jaringan lunak.( Langi, Yuanita
A. 2011. Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu. Jurnal Biomedika. Vol 3 (2).
Hal: 98)
(Lipsky, Benjamin A, dkk. 2012. Infectious Disease Society of America Clinical Practice
Guideline for the Diagnoses and Treatment of Diabetic Foot Infections. CID. 2012:54)
10. Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka di bagi atas beberapa fase yaitu:
1. fase inflamasi dimana fase ini berlangsung sampai hari ke-5 masih terjadi perdarahan dan
peradangan dan belum ada kekuatan pertautan luka.
2. fase poliferasi dimana pada fase ini luka di isi oleh sel-sel radang, fibrolas, serat kolagen,
kapiler baru sehingga membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tak rata atau di
sebut dengan jaringan granulasi atau proses pendewasaan jaringan
3. fase reabsobsi atau remodeling dimana pada fase ini tanda radang sudah hilang, parut di
sekitarnya pucat, tak ada rasa sakit dan gatal. Proses penyembuhan luka baik dan berhasil
apa bila penata laksanaan secara medis dilakukan sesuai dengan prosedur apalagi
penatalaksanaan di lakukan pada kondisi luka yang sudah terinfeksi harus di perhatikan
(Mansyoer 2000, p.473).
(Adriani, Teti mardianti. Penggunaan balutan modern (hydrocoloid) untuk penyembuhan luka
diabetes melitus tipe 2. Jurnal IPTEKS Terapan Research of Applied Science and Education
V10.i1 (18-23). 2016))
II.6 Komplikasi
Komplikasi pada ulkus diabetikum sendiri mengarah pada tingkat keparahan (grade) yang ada.
Hal ini dapat diakibatkan oleh perawatan luka yang tidak dilakukan dengan baik dan pengobatan
yang tidak maksima Keadaan selanjutnya dapat lebih parah jika luka tidak cepat diatasi dan
bahkan terjadi infeksi. Jaringan yang nekrotik dapat meluas sehingga fungsi jaringan tersebut
terganggu dan beresiko untuk dilakukan amputasi.
BAB III
TINJAUAN KASUS
III.1 Kasus
Bapak K dirawat dengan diagnose medis Diabetes Melitus tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu. Klien di
rawat dengan keluhan terdapat luka pada plantar kaki kiri yang lambat sembuhnya. Luka timbul
tanpa disadari, Kulit kaki terlihat kering , fissure, callus, drainage luka, purulent, bau. Permukaan
kulit teraba hangat ,tercium bau. Klien mengatakan berprofesi sebagai pembuat meja kayu, klien
mengatakan merasa menginjak serpihan rotan dan bagian kecil kayu masuk kedalam kulit kaki.
klien mengatakan saat mengeluarkan rantingnya menggunakan jarum pentul akhirnya luka
menjadi meluas sejak 3 minggu. Klien mengatakan di rumah luka di rawat dengan merendam
pada larutan rivanol . Klien mengatakan minta dibantu ke kamar mandi untuk kebutuhan
eliminasi. Tercium bau . Klien menggunakan terapi OHO (hipoglikemi oral). Menformin namun
tidak teratur . Perawat menginformasikan agar klien sementara tidak turun dari tempat tidur
karena ada luka dikakinya.
Data fokus
Data Subjektif (DS) Data Objektif (DO)
1. Klien mengatakan berprofesi 1. Kulit kaki terlihat kering ,
sebagai pembuat meja kayu fissure, callus, drainage luka, purulent,
2. klien mengeluh terdapat luka pada bau
plantar kaki kiri yang lambat sembuhnya. 2. Tercium bau
3. klien mengatakan luka timbul tanpa 3. Permukaan kulit teraba hangat
di sadari.
4. Hasil pemeriksaan lab :
4. klien mengatakan merasa
menginjak serpihan rotan dan bagian – Albumin serum : 2,3 mg/dl
kecil kayu masuk kedalam kulit kaki.
– HB : 11 mg/dl
5. klien mengatakan saat
mengeluarkan rantingnya menggunakan
jarum pentul akhirnya luka menjadi – HT : 35 %
meluas sejak 3 minggu.
– GDS : 320 mg/dl
6. Klien mengatakan di rumah luka di
rawat dengan merendam pada larutan – Leukosit : 11000/ul
rivanol
– LED : 30
7. Klien mengatakan minta dibantu ke
kamar mandi untuk kebutuhaneliminasi
5. Klien menggunakan terapi OHO
(hipoglikemi oral)
DO :
1. Kulit kaki terlihat
kering , fissure, callus,
drainage luka, purulent, bau
– HB : 11 mg/dl
– HT : 35 %
– LED : 30
2. DS : Kerusakan Perubahan
1. Perawat integritas kulit hormonal
menginformasikan agar
klien sementara tidak turun
dari tempat tidur karena
ada luka dikakinya
– LED : 30
3. DS : Risiko Infeksi
1. klien mengatakan saat
mengeluarkan rantingnya
menggunakan jarum pentul
akhirnya luka menjadi
meluas sejak 3 minggu.
DO :
– HB : 11 mg/dl
– HT : 35 %
– LED : 30
DS : Hambatan Gangguan
1. Klien mengatakan mobilitas fisik metabolisme
minta dibantu ke kamar
mandi untuk kebutuhan
eliminasi
DO :
1. Perawat
menginformasikan agar
klien sementara tidak turun
dari tempat tidur karena
ada luka dikakinya
DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan hormonal
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d diabetes mellitus
3. Risiko infeksi
4. Hambatan mobilitas fisik b.d Gangguan metabolisme
INTERVENSI
GDS: <200
mg/dL
Perawatan sirkulasi :
insufisiensi vena
Kolaborasi:
1. Kolaborasi dengan dokter
pemberian metformin sesuai
indikasi
Kolaborasi :
BAB IV
PENUTUP
1. 1 Kesimpulan
Ulkus diabetikum adalah keadaan ditemukannya infeksi, tukak dan atau destruksi ke jaringan
kulit yang paling dalam di kaki pada pasien Diabetes Mellitus (DM) akibat abnormalitas saraf
dan gangguan pembuluh darah arteri perifer. Harus memperhatikan yang berhubungan dengan
luka, warna, ukuran,bentuk, keparahan dll.
IV.2 Saran
Klien perlu memperhatikan kebersihan kaki, memeriksa kaki setiap hari, menggunakan alas kaki
yang tepat, mengobati segera jika terdapat luka, pemeriksaan rutin ke podiatri, termasuk
debridemen pada kapalan dan kuku kaki yang tumbuh ke dalam.
DAFTAR PUSTAKA
Rizky Loviana Roza, Rudy Afriant, Zulkarnain Edward .2015. Jurnal Kesehatan Andalas.
Mayfield JA, Reiber E, Sanders LJ, Janisse D, Pogach LM. Preventive foot care in people with
diabetes. 1998.
Rizky Loviana Roza, Rudy Afriant, Zulkarnain Edward .2015. Jurnal Kesehatan Andalas.
(Smeltzer dan Bare, buku ajar keperawatan medical bedah 2001: 1220)
(Lipsky, Benjamin A, dkk. 2012. Infectious Disease Society of America Clinical Practice
Guideline for the Diagnoses and Treatment of Diabetic Foot Infections. CID. 2012:54)
Share this:
Twitter
Facebook
Leave a Reply
Go
Search
Post navigation