Nurhaliza (1052201009)
FAKULTAS KESEHATAN
2020/2021
KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................1
C. Manfaat........................................................................................................2
D. Tujuan Penulisan........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
1. Uji Kompetensi........................................................................................12
A. Kesimpulan................................................................................................19
B. Saran..........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang
diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik
Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister,
sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik
kebidanan. Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan
kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan
masyarakat. Kegiatan nya dapat berupa memberikan pendidikan asuhan
secara komperehensif dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas
pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan
asuhan anak.
Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik, bidan dapat
melakukan kegiatan sebagai berikut: bidan harus mendapatkan izin praktik
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
Sebelum dapat berpraktik, bidan terlebih dahulu harus melalui proses
legislasi, yaitu proses pembuatan undang-undang atau penyempurnaan
dokumen hukum yang ada melalui rangkaian kegiatan sertifikasi (pengaturan
kewenangan), registrasi (badan pengatur) dan perizinan (pengaturan
organisasi). Ikatan Bidan Indonesia (IBI) saat ini sedang melaksanakan
program untuk menguji kemampuan bidan.Setidaknya untuk saat ini bidan
yang ingin berpraktik atau memberikan pelayanan kebidanan harus memiliki
ijazah setara D3. Jika mereka gagal dalam tes bakat, bidan tidak akan bisa
mengejar karirnya. Karena persyaratan suatu profesi adalah mengeluarkan
lisensi setelah lulus tes profesi. Hal ini bertujuan untuk memberikan
perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan yang telah diberikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Pengertian Kerangka Legislatif dalam Kebidanan?
1
2. Apa saja Tujuan Legislatif dalam Kebidanan?
3. Apa saja Peranan Legislatif dalam Kebidanan?
4. Bagaimana Prosedur Legislatif dalam Kebidanan?
C. Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini adalah agar dapat digunakan sebagai bahan
pembelajaran tentang “Kerangka Legislatif dalam Kebidanan” di bidang
pendidikan maupun di bidang penelitian-penelitian.
D. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Legislatif dalam Kebidanan.
2. Untuk mengetahui Tujuan Legislatif dalam Kebidanan.
3. Untuk mengetahui Peranan Legislatif dalam Kebidanan.
4. Untuk memahami Prosedur Legislatif dalam Kebidanan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Peran legislatif dalam kebidanan adalah untuk menjamin perlindungan
masyarakat dan profesi yang menggunakan jasa professional, Legislasi
memegang peranan yang sangat penting dalam penyediaan jasa profesional.
Dalam memberikan pelayanan, hal-hal yang dapat menimbulkan
ketidakpuasan terhadap pasien atau masyarakat antara lain:
1. Layanan tidak aman
2. Petugas memiliki sikap yang buruk
3. Kurangnya komunikasi
4. Program yang salah
5. Infrastruktur tidak memadai
6. Kurangnya informasi
Selain hal-hal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan terhadap pasien,
masih ada Bidan dapat dikatakan standar profesi yaitu:
1. Kemandirian
2. Peningkatan kemampuan
3. Praktik berbasis bukti
4. Gunakan berbagai sumber informasi
D. Prosedur Legislatif dalam Kebidanan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR
900/MENKES/SK/VII/2002 di buat untuk menyempurnakan permenkes
nomor 572 tentang registrasi dan praktik bidan dalam rangka pelaksanaan
otonomi daerah. Sedangkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010 di buat untuk melaksanakan
ketentuan bahwa kesehatan perlu mengatur izin dan penyelenggaraan Praktik
bidan yaitu pada pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
serta menyelaraskan kewenangan bidan dengan tugas pemerintah untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yaitu merevisi permenkes Nomor
HK. 02.02/Menkes/149/I/2010.
Menimbang:
4
a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang
Nomor 36Tahun 2009 tentang Kesehatan perlu mengatur Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan;
b. bahwa dalam rangka menyelaraskan kewenangan bidan dengan tugas
pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang
merata, perlu merevisiPeraturan Menteri Kesehatan
Nomor HK.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b, perlu menetapkan kembali Peraturan Menteri Kesehatan
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
5
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi,
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Kesehatan;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 161/Menkes/Per/I/2010 tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan.
11. Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah perlu
diadakan penyempurnaan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor572/Menkes/Per/VI/1996 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3495);
2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3839);
6
3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara
Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3637);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3952);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4090);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan
Dekonsentrasi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 62, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4095);
196
8. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 tentang Penyelengaraan
Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 77,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4106);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2001 tentang Pelaporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001
Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4124);
10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
1994 tentang Pengangkatan Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap;
11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun
2000 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1994
tentang Pengangkatan Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap;
12. Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Nomor
1446.A/Menkes-Kessos/SK/IX/2000 tentang Petunjuk Teknis
7
Pelaksanaan Perpanjangan Masa Bakti Bidan PTT dan Pengembangan
Karier Bidan Pasca PTT;
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1277/Menkes/SK/XI/2001
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN.
Permenkes Permenkes
8
c) Kepemilikan SIKB yaitu
bukti tertulis yang
diberikan kepada Bidan
yang sudah memenuhi
persyaratan untuk bekerja
di fasilitas pelayanan
kesehatan.
f) Kewenangan Bidan
untuk hanya menjalankan
praktik/ kerja paling
banyak 1tempat kerja dan
1tempat praktik
9
kesehatan ibu, anak,
kespro dan kb
b) Kewenangan Bidan
untuk menjakankan
program pemerintah
c) Kewenangan Bidan
yang menjalankan praktik
kebidanan di daerah yang
tidak ada dokter
d) Syarat minimal
pendidikan untuk Bidan
yang bekerja di daerah
yang belum ada dokter
10
kesmas. pasien, dan melindungi
masyarakat yang dapat
menimbulkan bahaya bagi
kesehatan.
X Ketentuan tentang
peraturan kepemilikian
Ketentuan SIB dan SIPB serta masa – –
berlakunya.
11
peralihan
XI
Ketentuan –
– –
Penutup
Untuk melaksanakan Praktik Bidan, ada beberapa modal dasar yang harus
dilakukan guna memenuhi Legalitas dalam Kebidanan, yaitu :
1. Uji Kompetensi
Uji kompetensi adalah suatu proses untuk mengukur
pengetahuan,keterampilan dan sikap tenaga kesehatan sesuai dengan standar
profesi.
a. Tujuan Uji Kompetensi :
Menegakkan akuntabilitas profesi
Menegakkan standar dan etika profesi
Penilaian mutu lulusan pendidikan bidan
Menjaga kepercayaan publik terhadap profesi
b. Sistem Uji Kompetensi Tenkes ( SK 179/2011)
Bersifat Nasional, dikelola di pemerintah pusat leh Majelis Tenaga
Kesehatan Indonesia bersama MTPK dan Organisasi Profesi
Soal uji disusun berdasarkan standar kompetensi, blue print dan kisi-
kisi soal yang dikembangkan leh team nasional
12
Pelaksanaan uji kompetensi dilakukan leh institusi pendidikan yang
telah terakreditasi bersamaan dengan pelaksanaan ujian akhira (exit
exam).
c. Pendekatan Uji Kompetensi
Untuk menilai kompetensi tingkatan pengetahuan (Know/ Know How)
dapat diuji dengan metode MTQ yang fokusnya menanyakan tentang
konsep/penerapan konsep pada asuhan kebidanan
Untuk menilai kompetensi tingkat show how, dapat diuji
denganObjective Structure Clinical Examination (OSCE) – untuk
menilai kemampuan klinik dan komunikasi
Untuk menilai kompetensi tingkat does, dilakukan dengan
metodework-based assessment yaitu dengan menilai kompetensi bidan
menggunakan metode portfolio, Direct Observational Procedural
Skill (DOPS) – Mini cek
d. Pelaksanaan Uji Kompetensi
Dijadwalkan 3kali setahun (April, Agustus dan November)
Jumlah 180 soal dan disediakan waktu 3 jam
Jenis soal yang digunakan adalah MCQ dengan alternatif jawaban
(a,b,c,d,e)
Sejumlah soal disajikan dalam bentuk kasus (vignet)
Dilaksanakan pada institusi pendidikan terpilih
Diikuti oleh mahasiswa tingkat akhir setelah lulus UAP (exit
examination)
Bagi peserta yang lulus diberi sertifikat kompetensi digunakan untuk
mengurus STR
STR berlaku nasional, bernomer nasional yang ditetapkan leh MTKI
2. Sertifikasi (Pengetahuan Kompetensi)
Sertifikasi Adalah proses pemberian sertifikat kompetensi kepada tenaga
kesehatan yg dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui uji kompetensi
berdasarkan standar profesi/standar kompetensi tenaga kesehatan.Semua
13
tenaga kesehatan (kecuali dokter, dokter gigi, dan tenaga kefarmasian) wajib
mengikuti sertifikasi untuk memperoleh sertifikasi kompetensi sebagai dasar
memperoleh STR. [ CITATION Dhi21 \l 1057 ]
Ada 2 bentuk kelulusan :
Ijazah : Dokumentasi penguasaan tertentu, mempunyai kekuatan
hukum atau sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan diperoleh
dari pendidikan formal.
Sertifikat : Dokumen penguasaan kompetensi tertentu , bisa diperoleh
dari kegiatan formal atau pendidikan berkelanjutan atau pendidikan
non formal yang akreditasinya ditentukan oleh profesi kesehatan.
a. Tujuan umum sertifikasi adalah sebagai berikut :
Melindungi masyarakat pengguna jasa profesi
Meningkatkan mutu pelayanan
Pemerataan dan perluasan jangkauan pelayanan
b. Tujuan khusus sertifikasi adalah sebagai berikut:
Menyatakan kemampuan pengetahuan, keterampilan dan perilaku
(kompetensi) tenaga profesi.
Menetapkan kualifikasi dan lingkup kompetensi.
Menyatakan pengetahuan, keterampilan dan perilaku (kompetensi)
pendidikan tambahan tenaga profesi.
Memenuhi syarat untuk mendapat nomor registrasi
3. Registrasi (Pengaturan Kewenangan)
Registrasi adalah sebuah proses dimana seorang tenaga profesi harus
mendaftarkan dirinya pada suatu badan tertentu secara periodic guna
mendapatkan kewenangan dan hak untuk melakukan tindakan profesionalnya
setelah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh badan tesebut.
Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan
terhaap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kopetensi inti atau
standar penampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan
mental mampu melaksanakan praktik profesinya. (Registrasi menurut
14
keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor
900/MENKES/SK/VII/2002).
Dengan teregistrasinya seorang tenaga profesi, maka akan mendapatkan
haknya untuk ijin praktik ( lisensi ) setelah memenuhi beberapa persyaratan
administrasi untuk lisensi.
a. Tujuan Registrasi
Meningkatkan keemampuan tenaga profesi dalam mengadopsi
kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang berkembang pesat.
Meningkatkan mekanisme yang obyektif dan komprehensif dalam
penyelesaian kasus mal praktik.
Mendata jumlah dan kategori melakukan praktik
SIB berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui, serta merupakan dasar
untuk penerbitan lisensi praktik kebidanan atau SIPB ( surat ijin praktik bidan
). SIB tidak berlaku lagi karena: dicabut atas dasas ketentuan perundang-
undangan yang berlaku, habis masa berlakunya dan tidak mendaftar ulang,
dan atas permintaan sendiri.
b. Syarat Registrasi
Pada saat akan mengajukan registrasi, maka akan diminta untuk
melengkapi dan membawa beberapa syarat, antara lain :
Fotokopi ijasah bidan
Fotokopi Transkrip nilai akademik
15
Surat keterangan sehat dari dokter
Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
b. Syarat Lisensi
16
rekomendasi dari organisasi profesi, pas foto. Rekomendasi yang telah
diberikan organisasi profesi setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian
kemampuan keilmuan dan keterampilan, kepatuhan terhadap kode etik serta
kesanggupan melakukan praktik bidan.
SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dapat
diperbaharui kembali.
Penajam Paser Utara Kalimantan Timur Dan Rumah Sakit Umum Dinda
Tangerang”
Utara Kalimantan Timur dan Rumah Sakit Umum Dinda Tangerang untuk
tanpa Surat Tanda Registrasi. Data yang digunakan adalah data primer dan
Kesehatan, Ketua IBI, Bagian Hukum Rumah Sakit serta Bidan dan studi
17
kepustakaan. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode
kualitatif.
Hasil penelitian :
baru yang tidak sesuai SOP karena kebutuhan yang mendesak dan dropping
pegawai dari Bupati, sulitnya pengurusan STR dan penerimaan pegawai yang
dilakukan Bupati maka bidan diterima untuk bekerja, dengan batasan kewenangan
untuk bidan yang bekerja tanpa STR dan masih kurangnya pengawasan dari Dinas
Kesehatan dan organisasi profesi bidan. Apapun alasan Rumah Sakit telah
Tahun 2014, Permenkes Nomor 46 Tahun 2013, dan Pasal 3 ayat (1) Permenkes
Nomor 1464 Tahun 2010. Rumah Sakit yang mempekerjakan bidan tanpa STR
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kerangka legislatif dalam kebidanan adalah proses pembuatan undang-
undang yang akan menjadi dasar tindakan dan berkomitmen untuk
menciptakan praktik atau memberikan layanan bidan. Mereka harus memiliki
ijazah setara D3 yang dikeluarkan setelah lulus tes profesi. Sebelum
memasuki dunia kerja, mereka wajib mengikuti ujian yang berupa ujian
kompetensi.
Dan contoh legislatif dalam kebidanan itu jika seorang bidan ingin
membuka praktek harus menyertakan ijazah berupa ijazah yang diperoleh
bidan setelah menyelesaikan studinya, dan dari tes kemampuan yang
digunakan untuk menguji bidan setelah lulus dari tes kemampuan. Kemudian
STR menyatakan bidan tersebut telah lulus tes kemampuan dan memenuhi
19
persyaratan. Dalam hal SIKB-SIPB misalnya bidan yang ingin bekerja di
institusi kesehatan harus memiliki SIKB, dan jika ingin membuka BPM harus
memiliki SIPB.
B. Saran
Dengan penulisan makalah ini, kami mengharapkan agar seluruh Bidan di
Indonesia harus terus menerapkan legislatif kebidanan ini yang telah diatur
oleh badan yang berwenang dengan sedemikian rupa agar pelayanan terbaik
yang Bidan berikan dapat terus bermanfaat menjamin kesehatan masyarakat
dan terhindar dari tindakan yang membahayakan.
DAFTAR PUSTAKA
20
Carmelite, Viona (2017) TANGGUNGJAWAB HUKUM RUMAH SAKIT YANG
MEMPEKERJAKAN BIDAN TANPA SURAT TANDA REGISTRASI DI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
KALIMANTAN TIMUR DAN RUMAH SAKIT UMUM DINDA
TANGERANG. Masters thesis. Fakultas Pasca Sarjana, Magister Hukum
Konsentrasi Hukum Kesehatan, Unika Soegijapranata, Semarang.
21