Anda di halaman 1dari 21

REKAYASA IDE

MK. FILSAFAT PENDIDIKAN


PRODI S1 PENDIDIKAN
MATEMATIKA

Skor Nilai :

PENGEMBANGAN SISTEM PENDIDIKAN DENGAN

BERLANDASKAN FILSAFAT ILMU

NAMA MAHASISWA : ADE BULAN MUHARRANI BATU BARA

NIM : 4201111025

KELAS : MATEMATIKA DIK C 2020

DOSEN PENGAMPU : FAHRUR ROZI, S.Pd, M.Pd.

MATA KULIAH : FILSAFAT PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

NOVEMBER 2020

i
ABSTRAK

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu ang ada
secara mendalam sampai pada hakikatnya dengan menggunakan akal atau
pikiran. Filsafat merupakan ilmu dari segala ilmu atau yang sering dikenal
dengan sebutan induk atau ibu dari semua ilmu. Hal ini menunjukkan bahwa
filsafat merupakan sumber dari segala ilmu yang ada yang dijadikan landasan
atau segala persoalan- persoalan yang ada. Filsafat dilihat dari fungsinya secara
praktis adalah sebagai sarana bagi manusia untuk dapat memecahkan berbagai
problematika kehidupan yang dihadipinya, termasuk dalam problematika
dibidang pendidikan. Oleh sebab itu, filsafat pendidikan dapat dikatakan adalah
ilmu yang pada hakekatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan
dalam bidang pendidikan yang merupakan penerapan analisa filosofis dalam
lapangan pendidikan.

ABSTRACT

Philosophy is a science that investigates everything that exists in depth to its


essence by using reason or mind. Philosophy is the science of all sciences or
what is often known as the mother or mother of all sciences. This shows that
philosophy is the source of all existing knowledge which is used as a basis or all
existing problems. Philosophy is seen from its practical function as a means for
humans to be able to solve various life problems they face, including problems in
the field of education. Therefore, the philosophy of education can be said to be
a science which is essentially the answer to questions in the field of education
which is the application of philosophical analysis in the field of education.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
rekayasa ide mata kuliah Filsafat Pendidikan dengan judul Pengembangan Sistem
Pendidikan Dengan Berlandaskan Filsafat Ilmu.

Tugas rekayasa ide ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan
dukungan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan tugas
rekayasa ide ini. Untuk itu saya sampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dan mendukung saya dalam pembuatan tugas ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, saya memohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan. Akhir kata saya
ucapkan Terima Kasih.

Medan, 21 November 2020

Ade Bulan Muharrani Batu Bara

iii
DAFTAR ISI

COVER.......................................................................................i

ABSTRAK...................................................................................ii

KATA PENGANTAR.......................................................................iii

DAFTAR ISI................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Rasionalisasi Permasalahan dalam TRI.............................................1

I.2 Tujuan Penulisan TRI.................................................................1

I.3 Manfaat TRI............................................................................2

BAB II IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

II.1 Pemasalahan Umum Filsafat Ilmu...............................................3-4

II.2 Identifikasi Permasalahan........................................................4-6

BAB III PEMBAHASAN DAN SOLUSI

III.1 Pembahasan dan Solusi Permasalahan

Rendahnya Minat Baca di Indonesia.................................................7-9

III.2 Robotisasi Pelajar...............................................................9-12

III.3 Kurangnya Profesionalisme Guru............................................12-14

BAB IV PENUTUP

IV.1 Kesimpulan..........................................................................15

IV.2 Rekomendasi....................................................................15-16

DAFTAR PUSTAKA......................................................................17

iv
BAB I PENDAHULUAN

I.1 Rasionalisasi Permasalahan dalam TRI

Negara Indonesia sesuai dengan UUD alinea keempat bertujuan untuk


mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh sebab itu pendidikan merupakan solusi
dalam menjelaskan dan memposisikan antara hak masyarakat dan kewajiban
negara dalam pendidikan. Filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan banyak
memberikan kontribusi bagi kemajuan pendidikan. Ada hubungan timbal balik
antara ilmu dengan filsafat. Banyak masalah filsafat yang memerlukan landasan
pada pengetahuan ilmiah yang menyediakan bagi filsafat sejumlah besar bahan
yang berupa fakta-fakta yang sangat penting bagi perkembangan ide-ide filsafat
yang tepat sehingga sejalan dengan pengetahuan ilmiah.

Filsafat sebagai salah satu asas dalam penyelenggaraan pendidikan di


Indonesia yang menjiwai seluruh proses pelaksanaan pendidikan dan
pembelajaran melalui pancasila sebagai falsafah bangsa dan negara sebagai
landasan filosofisnya. Landasan filosofis akan memberikan kekuatan, untuk
menjawab permasalahan-permasalahan pendidikan yang timbul dalam
pelaksanaannya. Itulah sebabnya lahirlah filsafat pendidikan sebagai jawaban
atas persoalan-persoalan pendidikan yang menjiwai secara utuh dalam
pelaksanaannya. Dalam kaitan filsafat dengan filsafat pendidikan, Hasan
Langgulung (dalam Jalaluddin,1997, 22) berpendapat bahwa filsafat
pendidikan adalah penerapan metode dan pandangan filsafat dalam bidang
pengalaman manusia yang disebutkan pendidikan.

I.2 Tujuan Penulisan TRI

Adapun tujuan dalam penulisan tugas rekaya ide ini ialah:

1) Mengetahui permasalahan-permasalahan dalam bidang pendidikan yang


dikupas tuntas dengan filsafat ilmu.
2) Mengetahui solusi dari permasalahan-permasalahan tersebut
3) Memenuhi tugas mini riset pada mata kuliah filsafat pendidikan.

1
I.3 Manfaat TRI

Manfaat yang didapat dari pengerjaan tugas rekayasa ide ini ialah mampu
mengembangkan pola pikir mahasiswa menjadi lebih kritis dan memahami
bahwasanya filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan.

2
BAB II IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

II.1 Pemasalahan Umum Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu merupakan cabang ilmu filsafat yang lahir sekitar akhir abad ke-
19 atau menjelang abad ke-20. Perkembangan ilmu pengetahuan yang mencapai
puncaknya pada abad ke-19 di masa August Comte dan para penerusnya, yang
cenderung menjadikan ukuran kebenaran ilmu pada tataran positivistik,
menjadikan ilmu pengetahuan semakin terlepas dari asumsi dasar filsafatnya.
Hal inilah yang mengilhami lahirnya filsafat ilmu yang pada gilirannya
mempunyai posisi yang amat urgen (penting) dalam ilmu pengetahuan.

Ada tiga dasar ilmu yaitu sebagai berikut:

1) Ontologi, mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca
indra manusia. Jadi masih dalam jangkauan pengalaman manusia tau bersifat
empiris. Objek empiris dapat berupa objek material seperti ide-ide, nilai-
nilai, tumbuhan, binatang, batu-batuan dan manusia itu sendiri.
Ontologi merupakan salah satu objek lapangan penelitian kefilsafatan yang
paling kuno. Untuk memberi arti tentang suatu objek ilmu ada beberapa
asumsi yang perlu diperhatikan yakni asumsi pertama adalah suatu objek ilmu
bisa dikelompokkan berdasarkan kesamaan bentuk, sifat (substansi), struktur,
atau komparasi dan kuantitatif asumsi. Asumsi kedua adalah kelestarian
relatif artinya ilmu tidak mengalami perubahan dalam periode tertentu.
Asumsi ketiga yaitu determinasi artinya ilmu menganut pola tertentu atau
tidak terjasdi secara kebetulan. (Supriyanto, 2003).
2) Epistemologi, mencakup hakikat dan ruang lingkup pengetahuan, pengandai-
pengandaian, dan dasar-dasarnya srta pertanggung jawaban atas
pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Menurut Aristoteles, yaitu
bahwa ilmu pengetahuan sempurna tak boleh mencari untung, namun harus
bersikap kontemplatif, diganti dengan pandangan bahwa ilmu pengetahuan
justru harus mencari untung, artinya dipakai untuk memperkuat
kemampuan manusia di bumi ini (Bakhtiar, 2005).

3
3) Aksiologi, mencakup nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh, seberapa besar sumbanganilmu bagi kebutuhan
manusia. Dasar aksiologi ini merupakan sesuatu yang paling penting bagi
manusia karena dengan ilmu segala keperluan dan kebutuhan manusia
menjadi terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah.

Akan tetapi, melihat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia


pendidikan pun ikut mengalami suatu perpecahan. Di satu sisi pendidikan
diarahkan untuk mendukung kemajuan ini, dan di sisi lain diarahkan untuk
mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin
menjerumuskan manusia menjadi manusia yang mekanistis dan materialistis.
Maka, tugas filsafat disini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan
menyelidiki faktor-faktor realitas dan pengalaman yang banyak terdapat dalam
lapangan pendidikan. Filsafat dan pedidikan memiliki hubungan hakiki dan
timbal balik, akan berdirilah filsafat pendidikan yang berusaha menjawab dan
memecahkan persoalan-persoalan pendidikan yang bersifat filosofis dan
memerlukan jawaban secara filosofis pula.

II.2 Identifikasi Permasalahan

1. Rendahnya minat baca di Indonesia

Minat baca orang Indonesia dibandingkan dengan Negara lain digolongkan


masih rendah. Minat baca di Indonesia masih tertinggal dari Negara-negara
tetangga terdekatnya seperti Singapura dan Malaysia. Masyarakat Indonesia lebih
banyak menghabiskan waktu dengan gadgetnya untuk bersosial media. Lebih dari
itu, masyarakat Indonesia lebih suka untuk menonton televisi dibandingkan
membaca Koran, ini dapat ditunjukkan dari data BPS (2006), bahwa masyarakat
yang lebih memilih menonton televise sebebsar 85,9% dan atau mendengarkan
radio sebesar 40,3% dan jumlah yang membaca koran sejumlah 23,5%. Hal
ini kemungkinan disebabkan karena media televisi lebih menarik, lebih atraktif,
bersifat audio-visual dan lebih efesien daripada media cetak.

4
2. Robotisasi Pelajar

Pelajar di Indonesia hanya mengalami proses robotisasi dari desain pendidikan


yang diterapkan pada masa sekarang ini. Jika kita bandingkan dengan negara
lain, misalnya Finlandia, kurikulum mereka tergolong luwes, tidak kaku dan baku
seperti yang diterapkan di Indonesia. Pada hasil tes yang diselenggarakan OECD
(Organization for Economic Cooperation & Development) pada tahun 2015 yakni
tes PISA (Programme for International Student Assessment) negara Finlandia
ada di jajaran negara teratas dengan kualitas pendidikan terbaik dilihat
dari science, reading, dan mathematics. Pada tes ini Indonesia berada pada
jajaran negara dengan kualitas pendidikan terendah(OECD, 2015). Indonesia
saat ini jauh tertinggal dalam hal pendidikan, yang notabene Ki Hajar Dewantara
merupakan bapak Pendidikan Indonesia, tetapi Pendidikan di Finlandia
dapat berkembang dengan sangat pesat. Perjalanan panjang sejarah sistem
Pendidikan Indonesia telah dibuktikan dengan terjadinya pergantian kurikulum
Pendidikan Nasional. Dalam rentang waktu 71 tahun semenjak tahun 1947
Indonesia terhitung 10 kali melakukan pergantian.

3. Kurangnya Profesionalisme Guru

Guru memiliki peran strategis dalam bidang pendidikan; guru meru- pakan
ujung tombak dalam upaya peningkatan kualitas layanan dan hasil
pendidikan. Sayangnya kualitas guru di Indonesia masih tergolong relatif ren-
ah. Berdasarkan survey UNESCO, terhadap kualitas para guru, kulitas
guru kita berada pada level 14 dari 14 negara berkembang. Hal ini antara
lain disebabkan oleh tidak terpenuhinya kualifikasi pendidikan minimal. Data
dari Balitbang Depdiknas pada tahun 2005 menunjukkan terdapat 1.646.05
(69,45%) guru SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB yang tidak memenuhi kualifi-kasi
pendidikan minimal (Tim Sertifikasi Guru, 2006).

Berdasarkan survey UNESCO, terhadap kualitas para guru, kulitas guru


kita berada pada level 14 dari 14 negara berkembang. Hal ini antara lain
disebabkan oleh tidak terpenuhinya kualifikasi pendidikan minimal. Data dari
Balitbang Depdiknas pada tahun 2005 menunjukkan terdapat 1.646.05 (69,45%)

5
guru SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan
minimal (Tim Sertifikasi Guru, 2006).

6
BAB III PEMBAHASAN DAN SOLUSI

III.1 Pembahasan dan Solusi Permasalahan Rendahnya Minat Baca di Indonesia

Membaca merupakan kegiatan kompleks dan sengaja, yang melibatkan


berbagai faktor yang datangnya dari dalam diri pembaca dan dari luar. Membaca
dalam hal ini berupa proses berpikir yang di dalamnya terdiri dari berbagai aki
fikir yang bekerja secara terpadu mengarah pada satu tujuan yaitu memahami
makna paparan yang tertulis secara keseluruhan (Ibrahim,1996). Minat baca
adalah keinginan untuk memahami dan menguasai bahan bacaan untuk
menambah kompetensi diri. Teori minat baca dikatakan sebagai konsep dasar
yang menjadi acuan untuk memahami dan menguasai konsep yang terkandung
dalam bacaan. Ada hubungan timbal balik yang erat antara tingkat kemajuan
suatu bangsa dengan minat membaca masyarakatnya. Hubungan ini
dimungkinkan karena masyarakat yang gemar membaca pada dasarnya adalah
masyarakat yang belajar (learning society). Dalam masyarakat yang membaca
dan belajar, buku-buku dan bahan-bahan bacaan lainnya mempunyai kedudukan
yang sangat penting.

Namun kenyataannya, rendahnya minat baca di kalangan masyarakat


perguruan itnggi mau tidak mau menjadi permasalahan pelik dalam dunia
pendidikan kita saat ini karena hal ini dapat menjadi penyebab rendahnya
kualitas pendidikan di Indonesia terutama kualitas sarjana yang akan dihasilkan
oleh perguruan tinggi tersebut. Dengan demikian permasalahan pendidikan yang
sedang dihadapi di Indonesia adalah bagaimana strategi untuk meningkatkan
peminat baca di kalangan masyarakat Indonesia. Ilmu informasi dan
perpustakaan adalah salah satu ilmu pengetahuan yang memiliki peranan penting
dalam kehidupan bermasyarakat. Perpustakaan dengan kemampuan “mengolah
dan menyajikan” informasi serta segala fasilitas yang dimiliki, terus
mengembangkan diri dalam melayani pemakai informasi. Filsafat informasi juga
menampilkan diri sebagai aliran filsafat dari Ilmu Perpustakaan dan Informasi.
Artinya, bahwa Ilmu Perputakaan dan Informasi dapat ditafsirkan sebagai
filsafat informasi terapan dan bahwa filsafat informasi terapan dapat

7
menggantikan posisi Epistemologi Sosial sepenuhnya sebagai fondasi teoritis Ilmu
Perputakaan dan Informasi.

Berikut ini adalah beberapa solusi di atas dibawah ini masih ada beberapa hgal
yang bisa dilakukan untuk meningkatkan minat baca terutama di Indonesia.

1. Mengetahui Manfaat Besar dari Membaca

Menurut Gray & Roger (1995), manfaat dari membaca ialah:

1) Meningkatkan pengembangan diri.


2) Memenuhi tuntutan intelektual.
3) Memenuhi kepentingan hidup.
4) Meningkatkan minatnya terhadap suatu bidang
5) Mengetahui hal-hal yang actual.
2. Mengalokasikan Waktu Khusus untuk Membaca

Kita harus memastikan bahwa anda benar-benar rutin mambaca meskipun


sebentar dalam setiap harinya. Maka dari itu, sebaiknya lakukan kegiatan
membaca setiap hari selama 30/60 menit. Jika hal ini dilakukan secara rutin
maka minat baca anda akan semakin bertambah.

3. Menemukan Buku-buku yang Tepat

Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Buku yang bagus


menurut seseorang belum tentu bagus untuk anda. Oleh karena itu, jika anda
baru mulai membaca, coba anda usahakan untuk membaca buku dengan
berbagai genre. Mana yang paling membuat anada tertarik dan penasaran saat
membuka lembar demi lembar?

4. Membaca Review tentang Buku

Mereview buku bertujuan untuk menambah semangat kita dalam membaca


buku yang lain karena setiap mereview buku maka pasti kita akan mengetahui
kelebihan dan kekurangan dari buku tersebut. Hal itu membuat rasa ingin
penasaran timbul untuk mencari buku dengan kualitas yang baik. Secara tidak
langsung pemahaman anda terhadap bacaan akan menjadi lebih baik lagi.

8
5. Menyampaikan Apa yang Anda Dapat

Bagian terbaik dari membaca adalah ketika kita bisa menyampaikan ilmu yang
kita peroleh kepada orang lain. Manfaat secara nyata yang didapat dari
membaca ialah ketika kita mampu berbagi ilmu pengetahuan yang sudah kita
dapatkan melalui membaca kepada orang lain.

6. Bergabunglah dengan Komunitas

Salah satu cara yang bisa anda lakukan untuk menumbuhkan minat baca adalah
bergabung dengan komunitas. Ketika kita bergabung dalam sebuah komunitas,
otomatis kita akan mengikuti berbagai kegiatan dalam komunitas itu. Salah
satunya adalah kegiatan berdiskusi. Berdiskusi tentang buku akan membuat kita
lebih bersemangat untuk menyelesaikan lebih banyak bacaan.

7. Memanfaatkan Waktu Menunggu

Waktu menunggu bisa dimanfaatkan untuk menumbuhkan membaca. Waktu


menunggu dapat ditemui saat kita menunggu bis, sedang ada di angkot,
menunggu seseorang untuk bertemu, atau apapun.

8. Pemberian Apresiasi Kepada Masyarakat yang Peduli

Sudah sepantasnya masyarakat yang ikut serta dalam upaya peningkatan minat
baca diberikan perhatian dan apresiasi atas perjuangan mereka dengan
menyediakan fasilitas perpustakaan gratis, misalnya dengan memberikan
bantuan berupa buku ataupun dana untuk mendukung dan meningkatkan
kuantitas serta kualitas perpustakaan.

III.2 Robotisasi Pelajar

Terkait dengan peranan filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu


pendidikan maka tidak lepas dari induk telaahannya yaitu ontologi. Ontologi
berkaitan tentang apa obyek yang ditelaah ilmu pendidikan, dalam kajian ini
mencakup masalah realitas pendidikan dan kenampakannya (reality and
appearance). Realitas adalah apa yang nyata atau ada eksistensinya,
sedangkan kenampakan adalah yang nampaknya saja nyata (Ali, 1987). Tugas

9
filsafat adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menyelidik faktor- faktor
realitas dan pengalaman yang banyak terdapat dalam lapangan pendidikan.
Kemunculan filsafat pendidikan ini disebabkan oleh banyaknya perubahan dan
permasalahn yang timbul di lapangan penddikan yang tiidak mampu dijawab oleh
ilmu filsafat (Jalaluddin, 2013: 32).

Beberapa konsep tentang filsafat pendidikan, yakni: Pertama, filsafat


pendidikan merupakan pelaksana pandangan filsafat dan kaidah filsafat dalam
bidang pengalaman kemanusiaan yang disebut pendidikan. Kedua, filsafat
pendidikan berusaha menjelaskan dan menerangkan supaya pengalaman
bermanusia ini sesuai dengan kehidupan baru. Ketiga, filsafat pendidikan
mengandung upaya untuk mencari konsep-konsep yang menempatkan manusia di
tengah-tengah gejala-gejala yang bervariasi dalam proses pendidikan. Keempat,
mempelajari filsafat pendidikan karena adanya kepercayaan bahwa kajian itu
sangat penting dalam mengembangkan pandangan terhadap proses pendidikan
dalam upaya memperbaiki keadaan pendidikan. Persoalan pendidikan yang
berhubungan dengan bimbingan, penilaian, metode, dan lain-lain merupakan
tanggung jawab filsafat pendidikan yang sangat bergantung pada usaha
bimbingan tingkah laku anak didik dan sikapnya terhadap masyarakat. Kelima,
filsafat pendidikan memiliki prinsip- prinsip, kepercayaan, konsep, andaian
yang terpadu satu sama lainnya (Jalaluddin, 2013: 10-11).

Masalah pertama adalah bahwa pendidikan, khususnya di Indonesia,


menghasilkan “manusia robot”. Dikatakan demikian karena pendidikan yang
diberikan ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak seimbang. Berpijak
pada teori, itulah yang terjadi pada peserta didik pada hari ini. Teori harus
mantap, namun praktikalitas harus bisa berjalan dengan baik pula. Ketika harus
dikomandoi dulu baru bisa bertindak, itu namanya robot. Maka, tidak bisa
disangkal bahwa program pendidikan yang banyak dijalankan sekolah- sekolah
sekarang melahirkan manusia-manusia robot. Ini terjadi akibat disintegrasi pada
komponen-komponen ruh pendidikan. Para peserta didik yang seharusnya
dibangun sebagai manusia yang utuh, faktanya mereka cenderung hanya dijejali
konsep-konsep dan teori-teori. Sehingga tidak heran jika mereka ibarat sebuah
disk penyimpan belaka. Dalam hal sisi pengetahuan, sikap, dan keterampilan

10
tidak menunjukkan adanya proses dan hasil pendidikan. Selain itu dalam
hal kemampuan memcahkan masalah, berpikir kritis, kreatif, dan inovatif
juga cenderung rendah. Pendidikan ternyata mengorbankan keutuhan,
kurang seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar
yang merasa (afektif). Jadi unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang
terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berfikir. Sebab ketika
orang sedang belajar, maka orang yang sedang belajar tersebut melakukan
berbagai macam kegiatan, seperti mengamati, membandingkan,
meragukan, menyukai, semangat dan sebagainya.

Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan seringkali dipraktekkan sebagai


sederetan instruksi dari guru kepada murid. Apalagi dengan istilah yang sekarang
sering digembar-gemborkan sebagai “pendidikan yang menciptakan manusia siap
pakai. Dan “siap pakai” di sini berarti menghasilkan tenaga- tenaga yang
dibutuhkan dalam pengembangan dan persaingan bidang industri dan teknologi.
Memperhatikan secara kritis hal tersebut, akan nampak bahwa dalam hal ini
manusia dipandang sama seperti bahan atau komponen pendukung industri. Itu
berarti, lembaga pendidikan diharapkan mampu menjadi lembaga produksi
sebagai penghasil bahan atau komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut
pasar. Kenyataan ini nampaknya justru disambut dengan antusias oleh banyak
lembaga pendidikan.

Berikut ini merupakan beberapa solusi untuk permasalahan pendidikan di


Indonesia yang menghasilkan “manusia robot”:

1. Mengubah Pola Pikir Pendidik dan Peserta Didik

Banyak orang hanya menggunakan pendidikan untuk mencapai tujuan-tujuan


pribadinya, seperti meningkatkan status keluarga, hidup mewah, punya
kekuasaan, dan lain-lain. Padahal pendidikan yang sesungguhnya itu ialah
usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin masyarakat
dan bangsa bukan hanya sekedar mendapat ijazah serta dapat mengaplikasikan
sistem-sistem norma tingkah laku perbuatan yang didasarkan pada dasar-dasar
filsafat.

11
2. Meninjau Kembali Program-Program Pendidikan

Hal ini dilakukan agar di dalam pemikiran peserta didik pendidikan itu
bukanlah suatu hal yang identik dengan pemaksaan, rutinitas yang
monoton, serta kegiatan yang terlalu serius tetapi tidak memiliki nilai plus.

3. Mengoptimalkan Jam Belajar yang Proporsional

Kita juga harus memberikan waktu yang proporsional kepada siswa agar
mereka bisa belajar dengan sepenuh hati dan juga mendapatkan waktu untuk
bersosialisasi. Membekali siswa dengan pengetahuan yang cukup dan
menyediakan waktu bagi mereka untuk menyatu dengan lingkungan sosial akan
jauh lebih bijaksana untuk pendidikan yang berkualitas.

III.3 Kurangnya Profesionalisme Guru

Dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional, dibutuhkan guru sebagai


tenaga pendidik yang profesional, kreatif dan menyenangkan. Karena peranan
guru yang sangat penting baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan
kurikulum, sehingga guru merupakan barisan pengembang kurikulum yang
terdepan maka guru pulalah yang selalu melakukan evaluasi dan penyempurnaan
terhadap kurikulum (E. Mulyasa, 2005: 4). Menurut Surya (2005) guru
profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas- tugas yang
ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode.

Filsafat spekulatif whitehead penting untuk memberi suatu pandangan yang


bersifat sintesis dan komprehensif atas realitas, yang dewasa ini cenderung
semakin terpetak-petakkan dan terfragmentasi. Kecenderungan ini secara
harfiah muncul sebagai efek dari sepesialisasi ilmu-ilmu yang semakin ketat,
yang diilhami oleh arus profesionalisme, serta sebagai efek dari sulitnya
membangun komunikasi antar berbagai disiplin ilmu. Pemikiran Whitehead
mengenai pendidikan, sebagaimana menurut Dunkel terletak dalam filsafat
spekulatifnya, yang kemudian bisa memenuhi dua hal pokok yang dibutuhkan
oleh pendidik dan diharapkan bisa dipenuhi oleh filsafat, yaitu kebutuhan
terhadap suatu kriteria atau tolak ukur penilaian dan kebutuhan terhadap suatu
kerangka pemikiran sebagai matriks konseptual yang bersifat komprehensif

12
(Sudarminta, 2002:101). Dengan demikian, seorang pendidik dalam
menghadapi peserta didiknya dihadapkan pada penilaian atasnya. Salah satu
faktor penyebab masih rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia ialah
kurangnya profesionalisme guru.

Berikut ini merupakan beberapa solusi untuk permasalahan pendidikan di


Indonesia untuk mengatasi permasalahan kurangnya profesionalisme guru,
yaitu:

1. Menekuni Bidang Keilmuannya

Seorang guru bisa memaksimalkan pengetahuannya yang akan diajarkan


kepada peserta diidknya sehingga guru mempunyai tanggung jawab untuk
mencerdaskan anak didik yang diajarkan. Guru diberi tugas besar untuk memiliki
ide-ide yang cemerlang dalam penyampaian bahan ajarnya.

2. Pemerintah harus Mendukung & Memfasilitasi Usaha Peningkatan


Profesionalisme Guru

Pemerintah sudah mencoba memberikan tunjangan profesi dan tunjangan


khusus bagi guru yang bertujuan agar dapat memperbaiki kompetensi dan kinerja
guru dengan mutu proses dan hasil belajar siswa menjadi indikatornya.
Mendikbud juga mengajak para guru agar berbangga dengan profesinya karena
memiliki peran mulia dan sebagai penentu masa depan bangsa.

3. Memperbaiki Mutu Guru

Dapat dilakukan dengan mendidirikan sekolah bagi calon guru, seperti SPG
(Sekolah Pendidikan Guru), pembenahan kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga
Keguruan (LPTK) untuk menyiapkan calon-calon guru supaya tidak hanya
memiliki ijazah sarjana tetapi juga harus memiliki sertifikat pendidik, perlu
adanya seleksi yang ketat untuk calon guru, pembinaan terhadap guru yang
telah diangkat, dan penegakan kode etik guru sebagai panduan sekaligus kompas
bagi guru dalam melaksanakan tugasnya, serta guru perlu menanamkan jiwa
dan semangat profesionalisme.

13
Seorang guru yang profesional harus memenuhi empat kompetensi guru yang
telah ditetapkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen yaitu :

1) Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan penguasaan materi


pembelajaran secara luas.
2) Kompetensi kepribadian, yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang
dewasa, berwibawa, berakhlak mulia, menjadi teladan dan
mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan.
3) Kompetensi profesional, yaitu merupakan kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam.
4) Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian
dari masyarakat.

14
BAB IV PENUTUP

IV.1 Kesimpulan

Filsafat yang sering disebut sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of


science) karena objek material filsafat sangat umum yaitu seluruh kenyataan.
Tugas filsafat adalah mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu pandangan
hidup yang didasarkan atas pengalaman kemanusiaan yang luas. Oleh karena itu,
filsafat merupakan salah satu bagian dari proses pendidikan secara alami dari
makhluk yang berpikir. Tujuan filsafat yakni mengajukan pertanyaan-pertanyaan
dan menyelidiki faktor-faktor realitas dalam lapangan pendidikan dan melalui
banyak pengalaman (Jaladdin, 2013: 32).

Realitas juga menunjukkan bahwa hamper tidak ada cabang ilmu yang lepas
dari filsafat atau serendahnya tidak terkait dengan persoalan filsafat. Bahan
untuk kepentingan perkembangan ilmu itu sendiri, lahir suatu disiplin filsafat
untuk mengkaji ilmu pengetahuan, pada apa yang disebut sebagai filsafat
pengetahuan, yang kemudian berkembang lagi melahirkan salah satu cabang
yang disebut sebagai filsafat ilmu.

Adapun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat


adalah bahwa keduanya menggunakan metode berpikir reflektif dalam upaya
menghadapi/memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal
tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berpikiran terbuka serta
sangat komitmen pada kebenaran, disamping perhatiannya pada pengetahuan
yang terorganisir dan sistematis.

IV.2 Rekomendasi

Rekomendasi yang penulis ajukan untuk pembaca maupun untuk penulis sendiri
adalah:

1) Bagi pembaca, pentingnya mempelajari mengenai filsafat ialah agar


hidup bisa lebih terarah dan tujuan hidup dapat tercapai dengan baik

15
serta sempurna. Maka dari itu, setiap orang harus mampu mengenali serta
memahami pengertian, tujuan, dan kosep dari filsafat itu sendiri.
2) Bagi penulis sendiri, memahami materi filsafat sebagai induk ilmu
pengetahuan ini menjadi memperluas pengetahuan dan wawasan serta
sangat membantu dalam menyelesaikan tugas rekayasa ide ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ada, M.A., Gordisona, S., Ulfatin, N., & Supriyanto, A. ( 2019). Analisis
Komparasi Sistem Pendidikan Indonesia dan Finlandia. Jurnal Studi Manajemen
Pendidikan, 146-160.

Kartowagiran, B. (2011).Kinerja Guru Profesional (Guru Pasca Setifikasi). Jurnal


Pendidikan, 463-473.

Purba,E., & Yusnadi. (2017). Filsafat Pendidikan. Medan: Unimed Press.

Rejeki, S. (2018). Indonesia Membaca. Jurnal Universitas Islam Indonesia, 45-58.

Rofiq, M. N. ( 2018). Peranan Filsafat Ilmu Bagi Perkembangan Ilmu


Pengetahuan. Jurnal Pendidikan, 162-175.

Setiyawan, H.A. (2015). Filsafat Sebagai Sumber Segala Ilmu. Jurnal Filsafat
Ilmu, 1-10.

Suherman, & Shafira, R.N. (2019). Filsafat Pendidikan Alfred North Whitehead
(Membangun Pengetahuan yang Menyeluruh Mengenai Realitas). Jurnal
Pendidikan, 11-21.

We'u, G. ( 2018). Filsafat dan Pendidikan : Menemukan Pertalian Ilmu. Jurnal


Pendidikan Ekonomi, 1-7.

Widyawati, S. ( 2013). Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu


Pendidikan. Jurnal Seni Budaya, 87-96

17

Anda mungkin juga menyukai