Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH :
KELOMPOK 2
PENDIDIKAN IPA
2020
A. Judul
Regulasi suhu tubuh dan kadar CO2 dan O2 dalam darah
B. Tujuan
1. Memberikan contoh regulasi dalam tubuh manusia
2. Menjelaskan mekanisme termoregulasi manusia
C. Dasar Teori
1. Penjelasan homeostasis
Homeostasis adalah kemampuan tubuh untuk beradaptasi dan menjaga
keseimbangan kondisi cairan di dalam tubuh terhadap perubahan lingkungan
sekitar(Pahar, 2018). Sedangkan menurut Caon(2018), homeostasis is the
body’s automatic tendency to maintain a relatively constant internal
environment in terms of temperature, cardiac output, ion concentration,
concentration of wastes, etc.
2. Mekanisme homeostasis pada tubuh manusia
a. Suhu dingin
Bagi individu yang beristirahat tanpa baju suhu ruang ideal adalah
sekitar 28- 30°C. Dalam keadaan tersebut suhu kulit berkisar sekitar 33°C,
sedangkan suhu inti berkisar sekitar 37°C, dan gradien antara suhu inti dan
suhu kulit cukup adekuat untuk pengeluaran kelebihan panas metabolik dari
jaringan yang aktif. Bila suhu ruang turun maka gradien antara suhu kulit dan
suhu ruang meningkat, hal ini menyebabkan peningkatan pengeluaran panas
melalui konveksi dan radiasi sehingga suhu kulit menurun. Dengan demikian
darah vena yang kembali dari superfisial mempunyai suhu yang lebih rendah
dan sebagian panas dari darah arteri berpindah ke darah vena. Adanya sistem
counter-current antara arteri yang terletak lebih dalam dengan vena yang
terletak lebih superfisial mencegah pendinginan bagian inti tubuh. Di
samping itu terjadi vasokonstriksi terutama pada bagian akral, dan
konduktans suhu tubuh terhadap lingkungan menurun. Dengan vasokonstriksi
perifer kemampuan isolator kulit dan jaringan subkutan dapat meningkat
sampai enam kali. Vasokonstriksi ini terutama terjadi pada ujung jari tangan
dan kaki (Kukus,2009:113).
Mekanisme untuk mempertahankan keseimbangan suhu tubuh adalah
dengan meningkatkan laju metabolisme, yaitu dengan kontraksi otot (refleks
menggigil). Pada keadaan menggigil terjadi aktivasi sinkron hampir semua
kelompok otot bahkan otot antagonis saling berkontraksi sehingga efisiensi
mekanik nol dan energi panas yang dihasilkan relatif tinggi. Dengan
mekanisme ini laju metabolik dapat meningkat 2-4 kali dibandingkan dengan
laju metabolik istirahat. Sedangkan kegiatan otot dinamik biasa dapat
meningkatkan laju metabolik sebesar 10 kali lipat atau lebih
(Kukus,2009:113).
b. Suhu panas
Pada individu istirahat tanpa baju yang dipapar terhadap panas (suhu
ruang di atas 28°C), atau selama melakukan kerja otot, panas tubuh
cenderung meningkat. Terjadi vasodilatasi kulit, arus balik darah berlangsung
melalui vena superfisial dan konduktans jaringan meningkat. Dalam zona
nyaman arus darah kulit berkisar sekitar 5% dari volume semenit jantung.
Sedangkan dalam keadaan panas hebat dapat meningkat sampai 20% atau
lebih dan dapat meningkatkan suhu kulit. Bila suhu lingkungan sekitarnya
lebih rendah dari suhu kulit, maka pengeluaran panas melalui konveksi dan
radiasi akan meningkat. Bila beban panas cukup besar maka kelenjar keringat
akan diaktifkan dan keringat yang keluar dievaporasi sehingga suhu kulit
menurun (Kukus,2009:114).
Panas tubuh diperoleh dari lingkungan dan dihasilkan melalui
metabolisme, kelebihan muatan panas ini harus dikeluarkan untuk menjaga
suhu inti badan sekitar 37°C, sehingga proses ini disebut termoregulasi.
Respon termoregulasi refleks dan semi refleks yang diintegrasikan di dalam
otak tersebut mencakup perubahan otonom, endokrin dan perilaku. Suatu
peningkatan dalam suhu darah kurang dari 10°C mengaktivasi
reseptor-reseptor panas di hipotalamus dan perifer yang memberi sinyal pada
pusat termoregulator hipotalamus. Hipotalamus sendiri sering dipandang
sebagai penyeimbang dan pengontrol suhu tubuh, dan juga memprakarsai
terjadinya respon menggigil serta penyempitan maupun pelebaran pembuluh
darah (Kukus,2009:114).
Ahlman dan Karvonen (1961) melaporkan bahwa kerja fisik dapat
kembali menginduksi pengeluaran keringat, dan keringat akan terhenti selama
stimulasi termal yang berulang dalam proses mandi sauna, supresi keringat
ini berkaitan dengan kulit yang basah. Tindakan mengeringkan kulit dengan
handuk atau meningkatkan gerak udara sekitar akan meningkatkan laju
pengeluaran keringat. Keringat yang sudah terevaporasi akan meninggalkan
solut tetap melekat pada kulit dan meningkatkan tekanan osmotik kulit.
Keadaan ini tampaknya meningkatkan sekresi keringat, namun perlu diingat
bahwa keringat mengandung berbagai garam, dan pengeluaran keringat yang
berlebihan dapat menimbulkan kehilangan garam dalam jumlah yang cukup
besar (Kukus,2009:115).
3. Mekanisme respon tubuh
Respon tubuh terhadap perubahan suhu berupa respon saraf otonom
dan tingkah laku. Respon saraf otonom antara lain berkeringat, vasokonstriksi
dan menggigil. Gejala menggigil dapat terlihat berbeda derajat dan
intensitasnya, kontraksi halus dapat terlihat pada otot-otot wajah, khususnya
pada otot masseter dan meluas ke leher, badan, dan ekstremitas. Kontraksi itu
halus dan cepat, tetapi tidak akan berkembang menjadi kejang(Ganong, 2008).
Kombinasi antara gangguan termoregulasi yang diakibatkan oleh tindakan
anestesi dan paparan suhu lingkungan yang rendah akan mengakibatkan
hipotermia pada pasien yang mengalami pembedahan.
Pada indikator yang kedua yaitu frekuensi denyut nadi naracoba yang
mengalami perubahan pada setiap naracoba. Frekuensi denyut nadi antara
70/menit hingga 100/menit . Grafik perubahan frekuensi denyut nadi sebelum
dan sesudah dilakukan aktivitas jalan di tempat dapat dilihat sebagai berikut.
1. Novel 5. Nina
2. Aksa 6. Hesti
3. Andhika 7. Nandariza
4. Surya 8. Nada
1. Novel 5. Nina
2. Aksa 6. Hesti
3. Andhika 7. Nandariza
4. Surya 8. Nada
Keterangan :
5. Novel 5. Nina
6. Aksa 6. Hesti
7. Andhika 7. Nandariza
8. Surya 8. Nada
Pada indikator yang kedua yaitu frekuensi denyut nadi naracoba yang
mengalami perubahan signifikan adalah naracoba Novel yaitu sebesar 31/menit
yang semula memiliki frekuensi denyut nadi sebesar 85/menit menjadi
116/menit. Grafik perubahan frekuensi denyut nadi sebelum dan sesudah
melakukan aktivitas lari dapat dilihat sebagai berikut.
Keterangan :
1. Novel 5. Nina
2. Aksa 6. Hesti
3. Andhika 7. Nandariza
4. Surya 8. Nada
Naracoba yang mengalami perubahan signifikan pada frekuensi
pernapasan adalah naracoba Nina yaitu sebesar 36/menit yang semula
memiliki frekuensi pernapasan sebesar 32/menit menjadi 68/menit. Grafik
perubahan frekuensi pernapasan sebelum dan sesudah dilakukan aktivitas lari
dapat dilihat sebagai berikut.
Keterangan :
1. Novel 5. Nina
2. Aksa 6. Hesti
3. Andhika 7. Nandariza
4. Surya 8. Nada
Keterangan :
1. Zahra 5. Yusuf
2. Izah 6. Ayyasy
3. Aprilya 7. Bayu
4. Dea 8. Anang
Keterangan :
1. Bayu 5. Dea
2. Yusuf 6. Aprilya
3. Ayyasy 7. Zahra
4. Anang 8. Izah
Keterangan :
1. Bayu 5. Dea
2. Yusuf 6. Aprilya
3. Ayyasy 7. Zahra
4. Anang 8. Izah
Pada tabel ketiga ini, data didapat dari kelompok lain dengan
perbedaan aktivitas, terutama pada aktivitas beratnya. Pada aktivitasnya,
terdapat data aktivitas ringan yaitu jalan di tempat selama 5 menit sedangkan
aktivitas beratnya yaitu squat jump selama 2 menit. Seperti pada tabel,
praktikan mengukur suhu, frekuensi denyut nadi, frekuensi pernapasan, dan
jumlah keringat yang dihasilkan baik sebelum maupun sesudah aktivitas.
1. Aditya : 35,5 ˚C
2. Yudha: 36,6˚C
3. Devan : 36˚C
4. Abid : 35˚C
1. Aditya : 35˚C
2. Yudha : 36˚C
3. Devan : 36˚C
4. Abid : 34˚C
Keterangan :
1. Aditya 5. Kilana
2. Yudha 6. Isti
3. Devan 7. Sofi
4. Abid 8. Amerda
Keterangan :
1. Aditya 5. Kilana
2. Yudha 6. Isti
3. Devan 7. Sofi
4. Abid 8. Amerda
G. Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Regulasi dalam tubuh manusia meliputi:
● Osmoregulasi, contoh dari osmoregulasi adalah pembuangan urine
● Glukoregulasi, contoh dari glukoregulasi adalah perubahan glukosa
menjadi insulin dan sebaliknya
● Termoregulasi, contoh dari termoregulasi adalah kontraksi otot-otot
ekstremitas (menggigil) untuk memproduksi panas,
2. Mekanisme termoregulasi dalam tubuh manusia sebagai berikut :
● Peningkatan suhu tubuh direspon dengan berdirinya bulu rambut
(piloereksi) karena kontraksi otot-otot kulit sedangkan menurunnya
suhu tubuh direspon dengan penahanan panas tubuh dengan
mendatarnya bulu rambut karena relaksasi otot-otot kulit.
● Kelenjar-kelenjar di bawah kulit akan mensekresi keringat ke
permukaan kulit untuk meningkatkan hilangnya panas dengan
evaporasi jika suhu tubuh meningkat. Sekresi keringat akan berhenti
jika suhu tubuh sudah kembali normal.
● Pembuluh darah yang mengaliri kulit akan melebar untuk membawa
lebih banyak panas keluar tubuh (vasodilatasi) jika suhu tubuh
meningkat, dan pembuluh darah akan mengkerut (vasokonstriksi) untuk
meminimalkan hilangnya panas lewat kulit jika suhu tubuh sudah
normal kembali.
H. DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Safitri. 2004. Biologi Kelima Jilid 3. Jakarta : Erlangga.
Anderson, R., Breunig, K., Foundling, P., Johnson, R., Smith, L., Sundstrom, M. 2016.
Body Position and Effect on Heart Rate, Blood Pressure, and Respiration Rate
After Induced Acute Mental Stress. New York: University of
Wisconsin-Madison.
Kamal, Kasyunnil. 2019. Penerapan Sistem Kesehatan di Industri Hulu Migas. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Kukus, Yondri. Wenny Supit dan Fransiska Lintong. 2009. Suhu Tubuh: Homeostasis
dan Efek Terhadap Kinerja Tubuh Manusia. Jurnal Biomedik, Volume 1,
Nomor 2, Juli 2009, hlm. 107-118. Manado: Fakultas Kedokteran. Universitas
Sam Ratulangi. Diakses melalui
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/view/824 Pada Jumat,
20 November 2020 pukul 20.32 WIB.
McArdle, WD., Katch, FI., Katch, VL. 2010. Exercise Physiology: Nutrition, Energy,
and Human Performance. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.
McWilliam, JA. 1933. Postural Effects on Heart Rate and blood Pressure. Journal
Experimental Physiology. Vol. 23. No. 1: 1-33.
Musrifatul dan Aziz. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk Kebidanan Edisi
2. Jakarta: Salemba Medika.
Pearce, EC. 2012. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedik. Jakarta: PT Gramedia.
Pertiwi, Kartika Ratna. 2008. Hand Out Biologi Umum Regulasi Jurusan Pendidikan
.Biologi Semester 1. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Biologi UNY
Sandi, I. N. (2016). Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Frekuensi Denyut Nadi. Sport and
Fitness Journal, 4(2), 1-6 diunduh dari
https://ojs.unud.ac.id/index.php/sport/article/download/24030/15688 pada
tanggal 22 November 2020 pukul 21.19 WIB.
idoarjo : Akademi
Sulistyowati, Agus. 2018. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital. S
Keperawatan Kerta Cendekia.
I. Lampiran