Anda di halaman 1dari 59

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan nasional yang dilaksanakan merupakan usaha untuk
peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia secara
berkelanjutan (sustainable development) dengan memanfaatkan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan
tantangan perkembangan global. Tujuannya sebagai upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia.
Pelaksanaannyaadalah tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia, setiap
warga negara harus ikut serta dan berperan dalam melaksanakan
pembangunan sesuai dengan profesi dan kemampuan masing-masing.
Pertahanan negara pada hakikatnya bersifat semesta, yang
didasarkan pada kesadaran terhadap hak dan kewajiban seluruh warga
negara serta keyakinan akan kekuatan sendiri.Kesemestaan artinya
pelibatan seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana
prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan
pertahanan yang utuh dan menyeluruh dalam tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara.Penyelenggaraan kebijakan di sektor
pertahanan untuk mewujudkan pertahanan negara yang tangguh menuju
Indonesia yang aman dan sejahtera.
Sejalan dengan hal tersebut, Ketahanan Ekonomi adalah studi
yang mengkaji berbagai fenomena berkaitan dengan pengolahan potensi
dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang meliputi; sumberdaya alam,
sumber daya buatan, sumberdaya manusia, sumberdaya finansial, dan
sarana sertaprasarana untuk kepentingan pembangunan nasional sektor
ekonomi dan pertahanan negara, dalam upaya mewujudkan kemakmuran
ekonomi rakyat dan keamanan nasional.Studi Ketahanan Ekonomi
didasarkan pada pandangan bahwa unsur ekonomi dan pertahanan
negara merupakan satu kesatuan seperti dua sisi mata uang yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lainnya. Lesson learned dari perdebatan

1
2

klasik di USA tentang “Gun versus Butter ”menjadi inspirasi yang


menggambarkan ikatan yang saling berkaitan antara pembangunan
ekonomi dan penguatan pertahanan. Kedua aspek tersebut saling
mendukung sehingga aspek ekonomi tak dapat dikatakan lebih penting
dari aspek pertahanan, demikian juga sebaliknya pertahanan tidak lebih
dominan daripada ekonomi. Keduanya secara bersama-sama memiliki
peranan yang sama untuk membentuk sebuah negara yang kokoh dan
berdaulat di dunia internasional yang datang dari dalam maupun luar
negara. Dalam hal ini pengelolaan potensi dan pemanfaatan sumberdaya
nasional untuk kepentingan pertahanan negara, merupakan
pengejawantahan dari pelaksanaan kegiatan ekonomi pertahanan.
Pengembangan pelabuhan laut di wilayah Bitung,merupakan
fenomena di dalam pemanfaatan potensi sumberdaya nasional di daerah
sebagai sumber pendapatan nasional untukpertahanan negara.
Pelabuhan Lautyang berfungsi sebagai prasarana angkutan laut,
merupakan pintu gerbang yang dapat menjadifasilitas penghubung antar
daerah, pulau, benua dan bangsa.Keberadaan pelabuhan diperlukan
untuk peningkatan pertumbuhan dan penguatan ekonomi nasional dan
daerah, antara lain;industri perikanan dan hasil laut lainnya,
perkapalan,dan pariwisata maritim.
Keberadaan pelabuhan dipandang sebagai prasarana yang dapat
mendukung kebijakan nasional untuk menjadikan Indonesia sebagai
negara Poros Maritim Dunia. Salah satu dari 5(lima) agenda kebijakan
nasionalporos maritim duniamenyatakan bahwa laut harus menyatukan
berbagai bangsa dan negara dan bukan memisahkan. Kelima agenda
yang akan dilaksanakan meliputi; (1) Membangun kembali budaya maritim
Indonesia, (2) Menjaga sumberdaya laut dan kedaulatan pangan laut
dengan menempatkan nelayan pada pilar utama, (3) Memberi prioritas
utama pada pembangunan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan
membanguntol laut,deepseaport, logistik, industri perkapalan, dan
pariwisata maritim, (4) Menerapkan diplomasi maritim melalui usulan
3

peningkatan kerjasama di bidang maritim dan upaya menangani sumber


konflik seperti, pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah,
perampokan dan pencemaran laut dengan penekanan bahwa laut harus
menyatukan berbagai bangsa dan negara dan bukan memisahkan, (5)
Membangun kekuatan maritim sebagai bentuk tanggung jawab, menjaga
keselamatan pelayaran dan keamanan maritim. Sebagai implementasi
setidaknya 3 (tiga) peraturan untuk meningkatkan pembangunan maritim
Indonesia. Ketiga peraturan tersebut yakni Instruksi Presiden Nomor 6
Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan
Nasional, Perpres No.3 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Industrialisasi
Perikanan, dan Perpres No.16Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan
Indonesia.
Fenomena menunjukkan di wilayah perairan Bitung Sulawesi Utara
terdapat potensi ekonomi yang cukup besar, dalam kegiatan distribusi
yang membutuhkan sarana dan prasarana transportasi untuk menunjang
kegiatan masyarakat sehari-hari dan pemasaran hasil-hasil produk
komoditi untuk dijual keberbagai wilayah antarpulau, maupun antarnegara.
Oleh karena itu, keberadaan Pelabuhan LautDendang menjadi kebutuhan
penting masyarakat Bangka Belitung yang harus dipenuhi.
Kabupaten Bitung Provinsi Sulawesi Utara yang populer di
masyarakat setempat dengan sebutan Sulut merupakan daerah otonomi
tingkat II Kotatif yang terbentuk Tahun 1975. Kota Administratif Bitung
terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1975 sejak
tanggal 10 April 1975, bersamaan dengan terbentuknya di wilayah P
Provinsi Sulawesi Utara atau disingkat Sulut.Bitung adalah nama sebuah
Kota yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1975
dengan ibukota di Bitung. Kecamatan Aertembaga ini berada di Kotatif
Bitung, Provinsi Sulawesi Utara. Adapun batas wilayah Kecamatan
Aertembaga Bitung di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten
Minahasa Utara,sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Minahasa
4

Selatan, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Maluku, dan sebelah


timur berbatas dengan Laut Maluku.
Kecamatan Bitung merupakan wilayah yang kaya hasil laut,
utamanya kepiting dan udang, industri olahan rumah tangga, dan
kerajinan tradisional yang diusahakan masyarakat setempat. Selain itu,
wilayah Dendang juga memiliki kekayaan alam dan objek wisata yang
berpotensi untuk dikembangkan, antara lain Pantai Sarena, Pantai
Kasawari, Pantai Kahoma.
Pelabuhan Rakyat Bitung merupakan pelabuhan yang usianya
sudah tua. Saat ini kondisinya sudah tidak layak lagi sebagai pelabuhan
laut. Walaupun demikian sampai saat ini Pelabuhan Rakyat Bitung masih
digunakan sebagai pelabuhan penyangga untuk penyimpanan barang jika
terjadi kepadatan bongkar muat barang di Pelabuhan Gorontalo dan
Pelabuhan Manado..Keberadaan Pelabuhan Bitung dipandang sangat
strategis.Jika dipandang dari jarak, lokasinya berdekatan dengan Teluk
Jakarta Pulau Jawa. Dipandang dari Alur Laut Kepulauan Indonesia
(ALKI), Pelabuhan Rakyat Bitung Belitung Timur termasuk dalam Wilayah
ALKI I.Dipandang dari fungsi pelabuhan dimasa penjajahan Kolonial
Belanda, Pelabuhan Dendang berfungsi sebagai pintu masuk dalam
penyebaran agama Islam dan kapal-kapal kolonial ke Belitung.Oleh
karena itu sampai dengan saat ini, keberadaan Pelabuhan Rakyat Bitung
menjadi andalan untuk menunjang kegiatan masyarakatnelayan Belitung
Timur untuk mencari ikan sebagai sumber mata pencaharian mereka di
laut.
Fenomena tersebut,menunjukkan bahwa potensi Pelabuhan Rakyat
Bitung sebagai penyediasarana prasarana transportasi laut menjadifaktor
penting untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari, dan
berfungsi sebagai sumber pendapatan ekonomi daerah.
Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang
Kepelabuhan,menyatakan bahwa pelabuhan adalah tempat yang terdiri
dari daratan dan perairan disekitarnya dengan batas tertentu sebagai
5

tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan


sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang
dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai
tempat perpindahan antar moda transportasi. Oleh karena itu, pelabuhan
laut memiliki peranan penting untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi
sebuah negara. Tersedianya pelabuhan laut yang memadai dengan
jaminan kemudahan dalam pelayanan dan keamanan merupakan
kebutuhan yang harus terpenuhi.
Bertolak dari fenomena yang dihadapi masyarakat Beltim, maka
Peneliti tertarik untuk melakukan kajian tentang Pengembangan
Pelabuhan Laut Bitung Sebagai Sumber Pendapatan Nasional dalam
Mendukung Kebijakan Poros Maritim Dunia untuk Pertahanan Negara Di
Kabupaten Belitung Timur Kepulauan Bangka Belitung.

1.2 Fokus dan Sub fokus Penelitian

Fokus penelitian adalah Pengembangan Pelabuhan Laut


Sebagai Sumber Pendapatan Daerah untuk Mendukung Kekuatan
Pertahanan Negara Guna Mewujudkan Kemakmuran Masyarakat
dan Keamanan Nasional (Studi Pada Pelabuhan Laut Bitung
Kabupaten Belitung Timur Kepulauan Bangka Belitung). Adapun
yang menjadi sub fokus dalam penelitian, sebagai berikut:

1.2.1. Pengembangan Pelabuhan Rakyat Bitung sebagai Sumber


Pendapatan Nasional untuk Mendukung Kekuatan Pertahanan
Negara Guna Mewujudkan Kemakmuran Masyarakat dan
Keamanan Nasionaldi Kabupaten Belitung Timur Kepulauan
Bangka Belitung?

1.2.2. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat dalam


pelaksanaan pengembangan Pelabuhan Rakyat Dendanguntuk
Mendukung Kekuatan Pertahanan Negara Guna Mewujudkan
6

Kemakmuran Masyarakat dan Keamanan Nasional Kabupaten


Belitung Timur Kepulauan Bangka Belitung?

1.3 Rumusan Masalah


Untuk menjawab permasalahan yang dihadapi, maka pertanyaan
penelitian yang diajukan sebagai berikut:
1.3.1 Bagaimana Pelaksanaan Pengembangan Pelabuhan Rakyat Bitung
sebagai Sumber Pendapatan Nasional untuk Mendukung Kekuatan
Pertahanan Negara Guna Mewujudkan Kemakmuran Masyarakat
dan Keamanan Nasional di Kecamatan Bitung Kabupaten Belitung
Timur?
1.3.2 Faktor-faktor apakah yang mendukung dan yang menghambat
sertaupaya yang dilakukan dalam Pelaksanaan Pengembangan
Pelabuhan Rakyat Bitung sebagai Sumber Pendapatan Nasional
untuk Mendukung Kekuatan Pertahanan Negara Guna Mewujudkan
Kemakmuran Masyarakat dan Keamanan Nasional di Kecamatan
Dendang Kabupaten Belitung Timur?

1.4 Sistematika Penulisan


Bab 1. Pendahuluan; Menguraikan latar belakang penelitian,
fokus dan sub fokuspenelitian, rumusan masalah,
sertasistematika penulisan.
Bab 2. Tinjauan Pustaka; Menguraikan teori/konsep yang relevan
sebagai instrumen analisis masalah penelitian, dan
mendeskripsikan penelitian terdahulu yang relevan
dengan masalah penelitian sekarang, untuk menunjukkan
orisinalitas dari penelitian, serta kerangka pemikiran
penelitian.
Bab 3. Tujuan dan Manfaat Penelitian; Menguraikan tujuan
penelitian dan manfaat praktis serta teoritis penelitian.
7

Bab 4. Metode Penelitian; Menguraikan tahapan yang akan


dilakukan dalam penelitian meliputi penentuan sumber
data/objek/subjek penelitian, desain penelitian dan
prosedur penelitian yang terdiri dari penjelasan tentang
teknik pengumpulan data, teknik penentuan informan,
teknik analisis data dan teknik validasi data penelitian
untuk simpulan jawaban atas pertanyaan penelitian.
Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan; Menguraikan
pembahasan analisis penelitian berdasarkan pada metode
analisis yang ditetapkan dan merujuk pada landasan teori
yang relevan dengan masalah penelitian, untuk menjawab
kondisi aktual pelaksanaan Pengembangan Pelabuhan
Rakyat Bitung sebagai Sumber Pendapatan Nasional
untuk Mendukung Kekuatan Pertahanan Negara Guna
Mewujudkan Kemakmuran dan Keamanan Nasional
beserta Fasilitas yang diperlukan dan menjelaskan faktor-
faktor yang menghambat dan mendukung serta upaya
yang dilakukan untuk keberhasilan dalam pelaksanaan
kegiatan pengembangan.
Bab 6. Kesimpulan dan Saran; Menguraikan isi kesimpulan dan
saran berdasarkan hasil analisis dan pembahasan
penelitian.
Bab 7. Penutup; Menguraikan kata penutup dan rekomendasi
penelitian.
8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Konsep Pelabuhan
Djalante (2016), menyatakan bahwa pelabuhan adalah tempat
yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas
tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi
yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naikturun
penumpang, dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan dan
serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang PelayaranBab 1
Pasal 1, menyatakan bahwa pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas
daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat
kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan
sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau
bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan
kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat kegiatan ekonomi.
Bambang Triatmodjo (2012:3-4), menyatakan bahwa pelabuhan
merupakan pintu gerbang untuk masuk ke suatu wilayah atau negara dan
sebagai prasarana penghubung antarpulau atau bahkan antarnegara,
benua dan bangsa. Pelabuhan dibangun selain untuk kepentingan sosial,
ekonomi, juga untuk kepentingan pertahanan, guna tegaknya suatu
negara yang disebut pangkalan atau pelabuhan militer. Dari pengertian
pelabuhan yang telah diuraikan, maka yang dimaksud pelabuhan laut
dalam penelitian ini adalah prasarana transportasi penghubung
antarwilayah, untuk kegiatan ekonomi dan transportasi masyarakat, yang
dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga dimana kapal
dapat berlabuh untuk bongkar muat barang, gudang dan tempat-tempat
penyimpanan dan transit barang.
9

2.1.2 Konsep Pengembangan Pelabuhan


Pengembangan infrastruktur merupakan salah satu faktor
pendukung pembangunan ekonomi suatu negara. Bhattacharyay (2008)
mengidentifikasi peran penting infrastruktur dalam pembangunan wilayah,
sebagai faktor dasar yang mampu mendorong perubahan ekonomi di
berbagai sektor baik lokal maupun internasional. Kessedes dan Ingram
(1994) menyatakan bahwa terdapat beberapa manfaat infrastruktur
terhadap perekonomian sebagai berikut; (1) Mengurangi biaya produksi,
(2) Memperluas kesempatan kerja dan konsumsi karena terbukanya
daerah-daerah yang terisolasi, dan (3) Menjaga stabilitas ekonomi makro
melalui investasi pada infrastruktur yang dapat menyerap tenaga kerja
dan meningkatkan daya beli konsumen. Damapolii (2008) menyatakan
wilayah akan berkembang jika ada kegiatan perdagangan interinsuler dari
wilayah tersebut ke wilayah lain sehingga terjadi peningkatan
investasipembangunan dan peningkatan kegiatan ekonomi serta
perdagangan. Pendapatan yang diperoleh dari ekspor akan
mengakibatkan berkembangnya kegiatan penduduk setempat,
perpindahan modal dan tenaga kerja, keuntungan eksternal dan
perkembangan wilayah.
Laporan World Bank (2004) menyatakan bahwa dari berbagai studi
yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pentingnya peranan
infrastruktur dalam pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan,
penciptaan lapangan kerja, dan bahkan secara spesifik terhadap
perkembangan sektor pertanian. Di samping itu, bahwa investasi
infrastruktur berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan yang
dilakukan, utamanya pada tahap awal pembangunan suatu negara.
Kesimpulannya pembangunan infrastruktur yang sesuai memberikan
pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kualitas
dan kuantitas infrastruktur yang buruk akan berdampak negatif pada
pemerataan pendapatan. Pembangunan infrastruktur adalah bagian
10

integral dari pembangunan nasional. Infrastruktur merupakan roda


penggerak pertumbuhan ekonomi. Kegiatan sektor transportasi
merupakan tulang punggung pola distribusi baik barang maupun
penumpang. Pendekatan pembangunan infrastruktur berbasis wilayah
semakin penting untuk diperhatikan. Pengalaman menunjukkan bahwa
infrastruktur transportasi berperan besar untuk membuka isolasi wilayah,
serta ketersediaan pengairan merupakan prasyarat kesuksesan
pembangunan pertanian dan sektor-sektor lainnya.
Fair (2012:1) menyatakan bahwa“… portis a place which regularly
provides accommodation sforthe transfer of passanger sand/or good
stoand from wate rcarriers”. (Artinya; … pelabuhan pada umumnya
terletak di perbatasan antara laut dengan daratan, atau terletak di sungai
atau danau. Pelabuhan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu: (1) Perairan atau
kolam yang menyediakan tempat berlindung; (2) Fasilitas waterfront
seperti tambatan, dermaga, gudang atau fasilitas pelayanan penumpang,
muatan, bahan bakar, bahan pasokan untuk kapal; (3) Peralatan apung
seperti kapal-kapal penolong dan alat angkat di perairan). Penelitian
Dundovic dan Hess (2005) menunjukkan bahwa kapasitas terminal sangat
bergantung kepada kemampuan peralatan pelabuhan dalam melakukan
bongkar muat.
Dari pendapat para ahli, dapat diartikan bahwa pengembangan
infrastruktur transportasi merupakan hal penting dalam pembangunan,
berfungsi sebagai sarana untuk memperlancar dan mendukung kegiatan
ekonomi menunjang kesejahteraan masyarakat.

2.1.3 Konsep Pemerintah dan Pemerintah Daerah


W. Riawan Tjandra (2005:197) menyatakan bahwa pemerintahan
mengandung pengertian the governing body of a nation, state,
city,etcyaitu lembaga atau badan yang menyelenggarakan pemerintahan
negara, negara bagian, atau kota dan sebagainya. Pengertian pemerintah
dilihat dari sifatnya yaitu pemerintah dalam arti luas meliputi seluruh
11

kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan


kekuasaan yudikatif dan pemerintah dalam arti sempit hanya meliputi
kekuasaan eksekutif saja.
Menurut Poerwadarminta (1999:542), otonom secara etimologis
mengandung pengertian berdiri sendiri atau dengan pemerintahan sendiri.
Undang-Undang Nomor32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
pada pasal 1 ayat (6) menyatakan bahwa yang dimaksud pemerintah
daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Sedangkan daerah
otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-
batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa otonomi daerah
merupakan wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang
mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat
itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan
keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai
dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, otonomi daerah
memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus
rumah tangga sendiri yang disesuaikan dengan kondisi dalam daerah
tersebut.

2.1.4 Kebijakan Nasional Poros Maritim Dunia


Dalam pidato pelantikan sebagai Presiden RI ke Tujuh, dihadapan
sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden Joko Widodo
menyatakan bahwa“… Kita telah lama memunggungi samudra, laut, selat
dan teluk, maka mulai hari ini kita kembalikan kejayaan nenek moyang
sebagai pelaut pemberani menghadapi badai dan gelombang di atas
kapal bernama Republik Indonesia …”. Selanjutnya pada tanggal 13
12

November 2014 dalam Pidato KTT ASEAN di Nay Pyi Myanmar, Presiden
Joko Widodo menyampaikan bahwa Indonesia menyatakan diri sebagai
Poros Maritim Dunia yang menjadi paradigma pembangunan Indonesia.
Terdapat 5(lima) agenda yang akan dilaksanakan; (1) Membangun
kembali budaya maritim Indonesia, (2) Menjaga sumberdaya laut dan
kedaulatan pangan laut dengan menempatkan nelayan pada pilar utama,
(3) Memberi prioritas utama pada pembangunan infrastruktur dan
konektivitas maritim dengan membanguntol laut,deepseaport, logistik,
industri perkapalan, dan pariwisata maritim, (4) Menerapkan diplomasi
maritim melalui usulan peningkatan kerjasama di bidang maritim dan
upaya menangani sumber konflik seperti, pencurian ikan pelanggaran
kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan dan pencemaran laut dengan
penekanan bahwa laut harus menyatukan berbagai bangsa dan negara
dan bukan memisahkan, (5) Membangun kekuatan maritim sebagai
bentuk tanggungjawab, menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan
maritim. Sebagai implementasi dikeluarkan 3 (tiga) peraturan untuk
meningkatkan pembangunan maritim Indonesia, yaitu Instruksi Presiden
Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri
Perikanan Nasional, Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2017 tentang
Rencana Aksi Industrialisasi Perikanan, dan Peraturan Presiden Nomor
16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia.

2.1.5 Kehadiran Pelabuhan Bitung


Sebagai salah satu subsistem transportasi nasional, Angkutan
Laut dan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP)
mempunyai peranan penting dan strategis dalam sistem transportasi
antarpulau di Indonesia. Berbeda dengan negara kontinental, transportasi
laut dan ASDP di negara kepulauan menghadapi permasalahan dalam
menghubungkan sistem transportasi darat dari satu pulau ke pulau
lainnya. Di negara kontinental, jaringan transportasi darat yang efektif dan
efisien akan menghubungkan daerah-daerah sumber daya alam di
13

pedalaman dan kota-kota pelabuhan di daerah pantai. Sementara itu, di


negara kepulauan, jaringan transportasi laut dan ASDP akan
menghubungkan pelabuhan-pelabuhan dari suatu pulau dengan pulau
lainnya. Dengan demikian, jaringan transportasi untuk seluruh wilayah
negara kepulauan tergantung pada pelayaran antarpulau (Wernsteed,
1957 dalam Amar, 2000: 27).
Transportasi laut dan ASDP adalah pelabuhan. Dalam
perkembangan selanjutnya, tidak sedikit aktivitas industri, pertanian,
perdagangan, dan sektor lain yang bergantung pada peran prasarana
pelabuhan untuk membantu proses pendistribusian barang ke berbagai
tempat baik dengan daerah tujuan ekspor maupun impor. Sektor
transportasi laut dan ASDP dengan infrastruktur pelabuhannya mutlak
diperlukan dan memegang peranan yang sangat penting dalam aktivitas
perekonomian untuk melakukan hubungan antarwilayah (regional,
nasional dan internasional). Oleh karena itu pemanfaatan, pembangunan
dan pengembangan fasilitas pelabuhan dalam mendukung aktivitas
perekonomian dan sosial perlu diperhatikan secara serius, sebab
prasarana ini dapat menjadi penunjang dalam mendorong pengembangan
wilayah.
J.A Raven menyatakan bahwa pelabuhan memainkan peranan
penting dalam perkembangan ekonomi, jelas terlihat bahwa banyak
negara berkembang di mana pelabuhan dapat berfungsi secara bebas
dan efisien telah mencapai kemajuan yang pesat. Pelabuhan merupakan
salah satu mata rantai transportasi yang menunjang roda perekonomian
negara atau suatu daerah di mana pelabuhan tersebut berada.
Perindustrian, pertambangan, pertanian dan perdagangan pada umumnya
membutuhkan jasa transportasi termasuk jasa pelabuhan. Oleh karenanya
pengembangan suatu pelabuhan bukan saja untuk kepentingan
pelabuhan, tetapi juga akan mempengaruhi berbagai sektor yang
ditunjang.
14

Faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dan pertimbangan


dalam pengembangan pelabuhan adalah (1) Pertumbuhan/perkembangan
ekonomi daerah penyangga (hinterland) dari pelabuhan yang
bersangkutan, (2) Perkembangan industri yang terkait dengan pelabuhan,
(3) Data arus (cargoflow) sekarang dan perkiraan yang akan datang serta
jenis dan macam komoditi yang akan keluar masuk, (4) Tipe dan ukuran
kapal yang diperkirakan akan memasuki pelabuhan, (5) Jaringan jalan
(prasarana dan sarana angkutan dari/ke daerah penyangga), (6)Alur
masuk/keluar menuju laut, (7) Aspek nautis dan hidraulis,(8) Dampak
keselamatan dan lingkungan hidup, (9) Analisis ekonomi dan keuangan
(10) Koordinasi antara lembaga penyelenggara yang seimbang..
Berdasarkan uraian tersebut, dipandang bahwa transportasi
memiliki fungsi dan peran sebagai penggerak, pendorong dan penunjang
pembangunan serta merupakan suatu sistem yang terdiri dari prasarana
dan sarana yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia
yang membentuk jaringan prasarana juga jaringan pelayanan. Oleh
karena itu, pengembangan Pelabuhan Bitung dilakukan untuk
mengantisipasi kecenderungan peningkatan volume angkutan
penumpang, barang, dan kendaraan. Sasaran pengembangan dermaga
ditujukan agar dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha guna
meningkatkan perekonomian daerah.

2.1.6 Konsep Pertahanan Negara dan Ekonomi Pertahanan


McGuire (1995) menyatakan bahwa pertahanan negara adalah
upaya untuk menetapkan, memajukan, mengusulkan, mengedepankan,
dan mempertahankan kepentingan negara dalam hubungannya dengan
bangsa-bangsa lain di dunia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002
tentang Pertahanan Negara menyatakan bahwa pertahanan negara
adalah upaya untuk membangun, menggunakan, dan membina kekuatan
negara dalam rangka menanggulangi ancaman dari dalam dan luar negeri
untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah suatu
15

negara, dan keselamatan bangsa.Pertahanan Indonesia disusun dalam


suatu sistem pertahanan semesta untuk mencapai tujuan nasional.
Pertahanan yang bersifat semesta pada hakikatnya adalah suatu
pertahanan yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber
daya lainnya. Sistem pertahanan semesta mengintegrasikan pertahanan
militer dan pertahanan nirmiliter, melalui usaha membangun kekuatan dan
kemampuan pertahanan negara yang kuat dan disegani serta memiliki
daya tangkal yang tinggi.
Makmur Supriyanto (2014), menyatakan bahwa Ilmu Pertahanan
mempelajari bagaimana mengelola sumberdaya dan kekuatan nasional
pada saat damai dan perang dan pasca perang guna menghadapi
ancaman dari luar maupun dalam negeri baik ancaman militer maupun
non militer terhadap keutuhan wilayah, kedaulatan negara dan
keselamatan segenap bangsadalam mewujudkan keamanan
nasional(nationalsecurity).
Dari pengertian pertahanan negara menunjukkan bahwa produk
yang dihasilkan adalah rasa aman, yang dipandang sebagai barang
publik. Berkaitan dengan barang publik maka terwujudnya pertahanan
negara yang tangguh tidak lepas dari peran ekonomi yang menunjang.
Oleh karena itu, kehadiran Ekonomi Pertahanan dalam pertahanan
negara sangat diperlukan untuk mewujudkan pertahanan negara yang
tangguh.
Cambridge Elementary berpandangan bahwa Ekonomi
Pertahanan adalah bidang yang relatif baru dalam disiplin ekonomi;
mempelajari semua aspek ekonomi perang dan perdamaian, meliputi
berbagai topik dalam ekonomi makro dan mikro. Masalah teori, empiris
dan kebijakan akan dibahas dalam bidang ekonomi pertahanan dan
perdamaian yang luas. Contoh masalah Ekonomi Pertahanan adalah
sebagai berikut:Hubungan antara pengeluaran pertahanan dan
pertumbuhan; faktor-faktor penentu (determinant) pengeluaran
pertahanan; masalah klasik senjata (gun) versus mentega (butter);
16

masalah penilaian efisiensi pengeluaran pertahanan suatu negara dan


industri pertahanannya; masalah data dan tantangan untuk mengukur
output pertahanan dan tinjauan terhadap penentuan investasi yang akan
dilaksanakan untuk kepentingan pertahanan. Topik lain yang dibahas
adalah ekonomi aliansi militer; barang publik; perlombaan senjata.Teori
dan fakta empiris; Pasar senjata industri senjata; ekspor senjata;
kebijakan pengadaan; kemajuan teknis, dan implikasinya, seperti implikasi
efisiensi terhadap berbagai jenis kontrak pengadaan barang dan jasa
militer; analisis manfaat dan efektivitas biaya pertahanan; analisis inflasi.
Analisis kelembagaan Kementerian Pertahanan dan Markas Besar
Tentara Nasional. Fungsi Produksi militer; efisiensi internal; outsourching
militer; personel militer dan sipil, modal manusia, biaya pelatihan dan
pengembaliannya; rekrutmen dan pensiun; mutasi personel militer;
keterampilan personel militer; aset militer.Penilaian ekonomi dan
perlucutan senjata perdamaian sebagai barang publik. Opsi manfaat
ekonomi dan biaya konflik. Ekonomi pasukan misi perdamaian;
perlucutan senjata sebagai biaya investasi; deviden perdamaian; konversi
(studi kasus perang, konflik perdamaian dan opsi kebijakan serta
efektivitasnya). Sejarah pemikiran ekonomi pada saat perang dan saat
damai dan gagasan baru, pasca perang (studi kasus pada tataran negara,
tataran proyek, dan studi tataran perusahaan).
Simpulan:Ekonomi Pertahanan berkaitan dengan semua aspek ekonomi
pada saat perang/konflik, dan pada saat perlucutan senjata/damai.
Purnomo Yusgiantoro (2014) menyatakan bahwa Ekonomi
Pertahanan merupakan cabang ilmu yang menerapkan ilmu ekonomi
pada masalah pertahanan negara, seperti halnya ekonomi pembangunan,
ekonomi sumber daya alam, ekonomi politik, maupun ekonomi
lingkungan. Ekonomi Pertahanan mengaplikasikan ilmu ekonomi yang
sudah digunakan jauh ke dalam bidang-bidang tertentu dalam hal
pertahanan negara.
17

 Pengertian ekonomi secara umum adalah kegiatan


mengalokasikan, memproduksi, mendistribusi, dan mengonsumsi
barang dan jasa yang diperlukan. Pengertian ekonomi pada skala
makro mencakup masalah alokasi sumberdaya nasional,
pendapatan distribusi, pendapatan, pengeluaran pertumbuhan,
inflasi, suplai uang, likuiditas dan neraca pembayaran.
 Pertahanan negara diartikan sebagai upaya untuk membangun,
menggunakan, dan membina kekuatan-kekuatan negara dalam
rangka menanggulangi ancaman dari dalam dan dari luar negeri
untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah
negara, dan keselamatan bangsa. Barang dan jasa yang diproduksi
dalam kegiatan pertahanan adalah rasa aman dari ancaman yang
timbul.
Simpulan: Ekonomi Pertahanan merupakan ilmu pengetahuan untuk
mencari cara-cara terbaik dari alokasi sumberdaya nasional guna
memenuhi kebutuhan akan rasa aman dari ancaman.
Supandi (2019:131) menyatakan bahwa Ekonomi Pertahanan
adalah studi yang mengkaji berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat
berkaitan dengan kegiatan pengolahan potensi dan pemanfaatan sumber
daya nasional (SDA, SDB, SDM, SDF, Sarpras) sebagai sumber
pendapatan nasional untuk kepentingan pertahanan negara, untuk
mewujudkan kemakmuran rakyat dan keamanan nasional.
Oleh karena itu pertahanan negara dipandang sebagai barang
publik, karena berkaitan dengan keamanan nasional dankemakmuran
rakyat. Barang publik dibangun oleh norma seperti kedamaian, ketertiban
dan good government, dimaksudkan barang fisik yang menyediakan
kolektif manfaat secara independen dari norma apa pun. Jenis non-rivalry
(non persaingan) dan non excludable (tidak dapat dikecualikan).Non-
rivalry dalam penggunaan barang publik adalah kesempatan pengguna
lainnya untuk mengonsumsi barang publik tidak akan berkurang konsumsi
terhadap barang tersebut. Non excludable barang publik adalah kondisi
18

ketika tersedia suatu barang publik maka setiap orang memiliki


kesempatan yang sama untuk menggunakan barang artinya tidak ada
pihak yang dapat menghalangi pihak lain guna memperoleh manfaat dari
barang publik tersebut.
Berkaitan dengan ekonomi pertahanan adalah belanja pertahanan
dan pengeluaran pertahanan, menurut Cooter dan Ulen (2000: 42),
belanja pertahanan adalah bagian dari belanja pemerintah dalam suatu
negara. Hartley dan Tood(1995: 78) berpendapat bahwa belanja
pertahanan adalah biaya yang dibelanjakan oleh suatu negara untuk
membangun kekuatan pertahanan negara pada masa perang maupun
masa damai. Sumbernya adalahpajak dari sektor rumah tangga dan
pemerintah.
Pengeluaran pertahanan, menurut John Maynard Keynes
dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah harus
meningkatkan pengeluaran militer untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi. Menurut Castillo (2001),pertumbuhan ekonomi merupakan
upaya peningkatan kapasitas produksi untuk mencapai penambahan
output, yang diukur menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) maupun
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam suatu wilayah.
Pengeluaran pertahanan dipengaruhi oleh tingkat keamanan negara,
semakin besar ancaman eksternal maka pengeluaran pertahanan
semakin meningkat (fearhypothesis).
Hukum dalam pertumbuhan ekonomi, semakin tinggi melakukan
upaya hegemoni/kenyamanan masyarakat dengan meningkatkan
pengeluaran pertahanan (ambitionhypothesis), maka semakin besar
kekuatan ekonomi negara sehingga pengeluaran pertahanan negara akan
semakin besar. Dengan melakukan kebijakan ekspansif dan peningkatan
belanja pertahanan ketika mendapat ancaman (legitimacyhypothesis),
maka negara akan meningkatkan belanja pertahanan untuk mengatasi
masalah ancaman dalam negeri. Menurut Mejer,pertumbuhan ekonomi
adalah suatu proses kenaikan pendapatan perkapita riil dalam jangka
19

panjang. Menurut Buchanan dan Elis,pengembangan potensi pendapatan


riil negara berkembang menggunakan investasi yang dapat menimbulkan
suatu perubahan dan peningkatan.
Robert Sollow dan Trevor Swan berpendapat bahwa pada
dasarnya ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
yaitu jumlah penduduk, jumlah stok barang modal, luas tanah dan
kekayaan alam, dan tingkat teknologi yang digunakan.
 Berkaitan dengan hal tersebut, Mudrajad Kuncoro (2004)
mengemukakan bahwa suatu perekonomian dikatakan mengalami
pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonominya lebih
tinggi daripada apa yang dicapai pada masa sebelumnya.Menurut Prof.
Simon Kuznets (dalam Jhingan, 2000: 57), pertumbuhan ekonomi adalah
kenaikan jangka panjang kemampuan suatu negara untuk menyediakan
semakin banyak jenis barang-barang ekonomi bagi para penduduknya.
Definisi ini memiliki 3 (tiga) komponen utama, yaitu pertama, pertumbuhan
ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus
persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam
pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan
kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk;
ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya
penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang
dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan
secara tepat.
Budiono (1994) menyatakan pertumbuhan ekonomi adalah suatu
proses pertumbuhan output perkapita jangka panjang yang terjadi apabila
ada kecenderungan (output perkapita untuk naik) yang bersumber dari
proses intern perekonomian tersebut (kekuatan yang berada dalam
perekonomian itu sendiri), bukan berasal dari luar dan bersifat sementara.
Atau dengan kata lain bersifat selfgenerating, yang berarti bahwa proses
pertumbuhan itu sendiri menghasilkan suatu kekuatan atau momentum
bagi kelanjutan pertumbuhan tersebut dalam periode-periode selanjutnya.
20

Berdasarkan konsep pertahanan negara dan pertumbuhan ekonomi


yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa kekuatan suatu
pertahanan negara akan sangat bergantung kepada pertumbuhan
ekonomi suatu negara. Jika pertumbuhan perekonomian meningkat maka
kemampuan negara dalam pembiayaan akan meningkat, termasuk dalam
hal pembiayaan industri pertahanan dapat dilaksanakan maka pertahanan
negara menjadi baik. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan
jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan
semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya,
kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologinya dan
penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan. Untuk
mencermati perkembangan pembangunan ekonomi di suatu daerah,
dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonominya (economicgrowth).
Tingkat pertumbuhan ekonomi atau kenaikan nilai Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator makro yang sering
digunakan di samping indikator makro lainnya seperti tingkat penciptaan
kesempatan kerja (employment) dan kestabilan harga (pricestability)
Berdasarkan uraian tersebut, bahwa pertahanan negara
mempunyai hubungan terhadap ekonomi pertahanan yang dapat
diproporsikan sebagai berikut: Semakin kuat perekonomian nasional,
maka semakin mampu negara untuk membiayai pembangunan
pertahanan. Selanjutnya semakin kuat perekonomian keluarga maka
semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat sehingga negara
semakin siap dalam menghadapi ancaman dan risiko perang.

2.1.7 Pemanfaatan Potensi Pertahanan


Keberadaan sumber daya nasional dalam sistem pertahanan
negara sangat penting. Sumber daya nasional yang terdiri atas sumber
daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya buatan sewajarnya
dikelola dengan perencanaan yang baik. Sistem pertahanan negara dalam
menghadapi ancaman militer menempatkan TNI sebagai komponen
21

utama yang dipersiapkan untuk digunakan dalam melaksanakan tugas-


tugas pertahanan dengan didukung oleh komponen cadangan yang
merupakan sumber daya nasional.
Komponen pendukung terdiri atas warga negara, sumber daya
alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional.
Pengelolaan sumber daya nasional untuk pertahanan negara bertujuan
untuk mentransformasikan sumber daya nasional menjadi kekuatan
pertahanan negara yang siap digunakan untuk kepentingan pertahanan
negara melalui usaha bela negara, penataan komponen pendukung, dan
pembentukan komponen cadangan.

2.1.8 Studi Kelayakan


Studi kelayakan proyek adalah pendekatan yang dilakukan untuk
menentukan layak atau tidaknya suatu proyek dilaksanakan dengan
berhasil. Bagi proyek perusahaan masalahnya adalah arus kas bersih
sesudah pajak (net incomecashflow), dan proyek tersebut dikategorikan
layak jika arus kas bersih pasca pajak itu lebih besar daripada biaya
investasinya. Aspek-aspek yang dinilai dalam studi kelayakan meliputi
aspek pemasaran, aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen, aspek
sumber daya manusia, aspek finansial, aspek ekonomi, sosial dan politik
dan aspek lingkungan hidup.

2.2 Kerangka Pemikiran


Penelitian bertujuan untuk mengkaji berbagai fenomena yang
timbul dalam pelaksanaan pe Kabupaten Belitung Timur agar dapat
diketahui potensi dan faktor hambatan yang dihadapi untuk mendapatkan
solusi yang tepat. Melalui penelitian kualitatif dengan menggunakan
pendekatan analisis deskriptif, peneliti berusaha agar memperoleh hasil
sesuai dengan sasaran yang diharapkan
Metode yang digunakan adalah analisis faktor utama. Aspek-aspek
yang diamati adalah kondisi geografis, potensi wilayah atau karakteristik
zona, kinerja operasional kapal perintis serta aspek sarana dan
22

prasarana. Dengan Menggunakan 6 (enam) faktor utama dan faktor


pendukung dalam penentuan lokasi pengembangan pelabuhan. Keenam
faktor tersebut meliputi faktor; (1) Geografis, (2) Potensi demand berupa
jumlah penduduk, (3) Hasil produksi pertanian dan hasil produksi
perikanan (hasil laut), (4) Potensi kegiatan ekonomi masyarakat yang
merupakan gambaran peluang interaksi antara wilayah yang disinggahi
dengan wilayah lain, (5) Potensi, ketersediaan sarana dan prasarana
pelabuhan, serta luas wilayah pelayanan pelabuhan (6) Potensi hasil
produksi perkebunan.
Faktor-faktor penghambat pelaksanaan masih dalam pengkajian,
sebagai asumsi difokuskan kepada stakeholders dan administrasi.
Sehingga faktor-faktor tersebut menjadi prioritas penelitian agar dapat
ditemukan faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya permasalahan
yang dihadapi.Sejalan dengan hal tersebut dapat digambarkan kerangka
pemikiran penelitian sebagai berikut:
Gambar 2.1Kerangka Pemikiran Penelitian
23

Sumber: Hasil Pengolahan Data Peneliti


2.3 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian terdahulu tentang pelabuhan dapat dipaparkan untuk
memberikan gambaran tentang kesamaan dan perbedaan dengan yang
peneliti lakukan agar tidak menimbulkan plagiarisme, seperti dalam tabel
sebagai berikut:
Tabel 2.1Ringkasan Penelitian Terdahulu
No. Judul Lokasi Metode Tujuan Penelitian
Penelitian

1. Pengembangan Infrastruktur Lokasipenel Kualitatif Menganalisis


Pelabuhan Dalam itianterletak pendekatan infrastruktur
MendukungPembangunan diPelabuha analisis pelabuhan dan
Berkelanjutan n deskriptif merumuskan
Bungkutoko strategi
Adris.A.Putra dan Susanti
KendariSula pengembangan
Djalante
wesi pelabuhan.
(Dosen Jurusan Teknik Sipil,
Tenggara.
Fakultas Teknik, dan Dosen
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Haluoleo
Kendari, Indonesia)
2. Strategi PT. Pelindo Pendekatan Merumuskan dan
PengembanganPelabuhan IV (Persero) kualitatif mengimplementasi
dari SistemKonvensional ke Cabang kan strategi
FullTerminal OperatorPeti Tarakan. pengembangan
Kemas PT. pelabuhan dari
PelindoIV(Persero)Cabang sistem
Tarakan konvensional ke
fullterminal
Abdul Azis, Rahman Kadir,
operator peti
Syamsu Alam
kemas.
Program Magister Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas
24

Hasanuddin
3. Revitalisasi Pelabuhan Pelabuhan Kualitatif Menganalisis faktor
Labuhan Haji di Lombok Timur Labuhan pendekatan penghambat
Haji di analisis operasional
Wahyu Prasetya Anggrahini
Lombok deskriptif Pelabuhan
Puslitbang Transportasi Laut,
Timur Labuhan Haji sejak
Sungai, Danau, Dan
tahun 2009 s.d
Penyeberangan, Badan
sekarang
Litbang Perhubungan
Jalan Merdeka Timur No. 5,
Jakarta Pusat, 10110
25

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis, masalah yang dihadapi
sebagai berikut:

3.1.1 Dalam Pelaksanaan Pengembangan Pelabuhan Rakyat Dendang


sebagai Sumber Pendapatan Nasional Pelabuhan Rakyat Dendang
sebagai Sumber Pendapatan Nasional untuk Mendukung Kekuatan
Pertahanan Negara Guna Mewujudkan Kemakmuran Masyarakat
dan Keamanan Nasional di Kecamatan Dendang Kabupaten
Belitung Timur?
3.1.2 Faktor-faktor apakah yang mendukung dan yang menghambat
serta upaya yang dilakukan dalam Pelaksanaan Pengembangan
Pelabuhan Rakyat Bitung sebagai Sumber Pendapatan Nasional
untuk Mendukung Kekuatan Pertahanan Negara Guna
Mewujudkan Kemakmuran dan Keamanan Nasional di Kecamatan
Dendang Kabupaten Belitung Timur?

3.2. Manfaat Penelitian


3.2.1 Manfaat Teoritis
Penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan atau bahan
pertimbangan pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten
Belitung Timur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bangka
Belitung dan para stakeholder lainnya, dalam rangka pelaksanaan
pengembangan Pelabuhan Rakyat Bitung sebagai sumber pendapatan
nasional untuk mendukung Kekuatan Pertahanan Negara Guna
Mewujudkan Kemakmuran dan Keamanan Nasional. Penelitian juga
ditujukan untuk kalangan akademisi dan bidang terkait sebagai bahan
rujukan untuk penelitian lebih lanjut.
26

3.2.2 Manfaat Praktis


Penelitian bertujuan sebagai pedoman bagi pemerintah pusat dan
daerah untuk mendukung Pelaksanaan Pengembangan Pelabuhan Laut
Bitung sebagai Sumber Pendapatan Nasional untuk Mendukung Kekuatan
Pertahanan Negara Guna Mewujudkan Kemakmuran dan Keamanan
Nasional di Kabupaten Belitung Timur Kepulauan Bangka Belitung.
27

BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan
metode analisis deskriptif yang dukungan dengan data kuantitatif,
khususnya berkaitan dengan perhitungan kelayakan pengembangan
pelabuhan beserta fasilitas yang diperlukan. Metode deskriptif analisis
dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan
menggambarkan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta
objektivitas yang tampak atau sebagaimana adanya (das sein).
Dalam usaha mendeskripsikan fakta itu pada tahap pertama tertuju
pada usaha mengemukakan gejala-gejala secara lengkap di dalam aspek
yang diteliti agar jelas keadaannya atau kondisinya (fact-finding). Menurut
Erlina(2008:48-52), bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian terhadap
fenomena tertentu yang diperoleh oleh peneliti dari subjek individu,
organisasi, industri atau perspektif yang lain.

4.2 Sumber Data/Subjek/Objek Penelitian


4.2.1 Sumber Data
Sumber data yang digunakan berupa data primer dan sekunder.
Data primer didapatkan melalui wawancara dengan informan yang
memahami tentang pengembangan Pelabuhan Rakyat Dendang. Selain
itu, juga digunakan data sekunder berupa analis dokumen, dan data dari
instansi terkait pada Pemda Bangka Belitung Timur Kepulauan Bangka
Belitung.

4.2.2. Subjek dan Objek Penelitian


1) Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah stakeholder yang terlibat pada
pengembangan Pelabuhan Rakyat Bitung, terdiri dari:
a) Pemerintah pusat, mempunyai peran strategis sebagai penentu
pelaksanaan pengembangan Pelabuhan Rakyat Bitung.
28

b) Bupati selaku kepala daerahmempunyai peran strategis sebagai


policycreator, penentu kebijakan dan pengambil keputusan
untuk mengajukan usul kepada pemerintahpusat.
c) DPRD, sebagai wakil rakyat sangat diperlukan dukungan politik
dalam pelaksanaan pengembangan pelabuhan.
d) Bappeda sebagai koordinator pelaksana dalam pengembangan
pelabuhan sekaligus lembaga yang berkepentingan dalam
membuat perencanaanstrategis dan terpadu untuk mendukung
proses pengembangan pelabuhan yang dilaksanakan secara
koordinatif, holistik dan komprehensif.
e) Dinas terkait terutama Dinas Perhubungan mempunyai peran
penting untuk mendukung fasilitas yang dibutuhkan dalam
program pengembangan pelabuhan.
f) PT. SMM adalah pemilik lahan perkebunan yang akan
digunakan untuk pengembangan Pelabuhan Dendang.
Berlokasi di Tanjung Rising samping Tersus CPO.
g) Camat Dendang dan Kepala Desa Bitung
h) PT Pelindo sebagai Badan Pengelola Pelabuhan
i) Masyarakat nelayan mempunyai peran penting sebagai
pengguna prasarana pelabuhan untuk menunjang hajat
hidupnya.

2) Objek Penelitian
Objek penelitian adalah Pengembangan Pelabuhan Bitung sebagai
Sumber Pendapatan Nasional Dalam Mendukung Kebijakan Poros
Maritim Dunia di Kabupaten Belitung Timur.

4.3 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
a. Observasi merupakan metode dasar dalam memperoleh data pada
penelitian kualitatif. Observasi dalam hal ini lebih umum,
29

dibandingkan dengan observasi terstruktur dan tersistematis


sebagaimana yang digunakan pada penelitian kuantitatif. Tujuan dari
penelitian kualitatif adalah memahami perilaku subjek secara apa
adanya. Observasi pada penelitian kualitatif berbentuk deskripsi dari
hal-hal yang dilakukan subjek dalam kondisi yang alami (natural
settings). Secara umum, observasi dibagi menjadi 2(dua), yakni
observasi partisipan dan observasi non-partisipan.
b. Wawancara mendalam. Secara umum dapat dibagi menjadi 3 (tiga)
yakni wawancara terstruktur,wawancara semiterstruktur dan
wawancara tak terstruktur.
c. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisaberbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang.
d. Triangulasi merupakan teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber
data yang telah ada.

4.4 Teknis Analisis Data


Untuk menganalisis data, peneliti menggunakan teknis analisis data
Miles dan Huberman. Dilakukan secara interaktif hingga data jenuh
meliputi data collecting, data reduction, data display, dan
conclusiondrawing/verification(pengumpulan data, reduksi data, penyajian
data dan penarikan kesimpulan) (Miles &Huberman, 1984).

4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi: Penelitian ini mengambil lokasi di wilayah Pemerintah
Daerah Kabupaten Bangka Belitung.
Jadwal: Jadwal kegiatan penelitian dimulai dari bulan Juni 2020 dan
berakhir pada bulan Desember 2020. Jadwal waktu penelitian sesuai
dengan tabel 3.1 sebagai berikut:
30

Tabel 4.1Jadwal Pelaksanaan Penelitian


Minggu KET
No. TAHAP KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Perencanaan a) Pembentukan panitia dan
pembuatan surat perintah/surat
tugas.
b) Menyusun rencana pelaksanaan
kegiatan/ proposal penelitian.
c) Kegiatan administrasi/surat
menyurat.
d) Paparan proposal penelitian.
2. Persiapan a) Rapat dan koordinasi inter dan
antar instansi terkait.
b) Penyiapan instrumen penelitian.

c) Persiapan pengambilan data


d) Paparan kesiapan pengambilan
data penelitian
3. Pelaksanaan a) Melaksanakan pengambilan
data penelitian.
b) Melaksanakan pengumpulan
data.
c) Melaksanakan pengolahan dan
analisis data.
d) Penyusunan laporan awal
penelitian.
e) Melaksanakan FGD
f) Paparan laporan hasil penelitian.
4. Pengakhiran a) Perbaikan/penyempurnaan
laporan hasil penelitian.
b) Produksi hasil penelitian.
c) Penyerahan/distribusi hasil
penelitian.
d) Publikasi hasil penelitian.

BAB V. HASIL PEMBAHASAN

5.1 HASIL PENILITIAN


5.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
31

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (disingkat Babel) adalah


sebuah provinsi di Indonesia yang terdiri dari 2 (dua) pulau utama yaitu
Pulau Bangka dan Pulau Belitung serta ratusan pulau-pulau kecil, total
pulau yang telah bernama berjumlah 470 buah dan yang berpenghuni
hanya 50 pulau. Bangka Belitung terletak di bagian timur Pulau Sumatra,
dekat dengan Provinsi Sumatra Selatan. Bangka Belitung dikenal sebagai
daerah penghasil timah, memiliki pantai yang indah dan kerukunan antar
etnis. Ibukota provinsi ini ialah Pangkalpinang. Pemerintahan provinsi ini
disahkan pada tanggal 9 Februari 2001. Setelah dilantiknya Pj. Gubernur
yakni H. Amur Muchasim, SH (mantan Sekjen Depdagri) yang menandai
dimulainya aktivitas roda pemerintahan provinsi.
Selat Bangka memisahkan Pulau Sumatra dan Pulau Bangka,
sedangkan Selat Gaspar memisahkan Pulau Bangka dan Pulau Belitung.
Di bagian utara provinsi ini terdapat Laut Tiongkok Selatan, bagian selatan
adalah Laut Jawa dan Pulau Kalimantan di bagian timur yang dipisahkan
dari Pulau Belitung oleh Selat Karimata.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebelumnya adalah bagian
dari Sumatra Selatan, namun menjadi provinsi sendiri bersama Banten
dan Gorontalo pada tahun 2000. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang
Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tanggal 21 November
2000 yang terdiri dari Kabupaten Bangka, Kabupaten Belitung dan Kota
Pangkalpinang. Pada tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2003 tanggal 23 Januari 2003 dilakukan pemekaran wilayah
dengan penambahan 4 kabupaten yaitu Bangka Barat, Bangka Tengah,
Bangka Selatan dan Belitung Timur. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
merupakan pemekaran wilayah dari Provinsi Sumatra Selatan.Dendang
adalah nama sebuah Kecamatan yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 5
Tahun 2003 dengan ibukota di Dendang. Kecamatan ini berada di
Kabupaten Belitung Timur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,
Indonesia.
32

5.1.2 Kondisi Umum Pelabuhan Bitung


Kecamatan Bitung merupakan wilayah yang kaya akan hasil laut
terutama kepiting dan udang, industri olahan rumah tangga dan kerajinan
tradisional yang diusahakan masyarakat setempat. Selain itu, wilayah
Dendang juga memiliki kekayaan alam dan objek wisata yang berpotensi
untuk dikembangkan. Beberapa diantaranya; (a) Pantai Batu Lalang, (b)
Pelabuhan Suge, (c) Pelabuhan Rakyat Dendang, (d) Makam Raja Balok,
dan (e) Pemandian Sukma Alam.
Pelabuhan Bitung tidak sekadar aktivitas bongkar muat barang
kelontong atau aneka barang lainnya. Namun pelabuhan ini rupanya
memiliki ikatan sejarah yang sudah lama. Salah satunya, pelabuhan ini
sempat disinggahi kapal yang bermuatan kegiatan aktivitas barang
muatan barang kebutuhan untuk kerajaan-kerajaan di Belitung yang
pernah ada tempo dulu. Menurut sejarah, pintu masuk pelabuhan
merupakan jalur lalu lintas kapal-kapal Kerajaan Balok sejak abad ke 17.
Pada saat itu pemerintah kerajaan masih memperkirakan keberadaan
Pelabuhan Bitung ini yang lokasinya tak jauh dengan di tempat berada di
Teluk Balok. Pelabuhan Dendang berada di Ujung Tenggara yang terletak
7-kilometerdari area situs Makam Balok dan pusat pemerintahan Kerajaan
Balok tempo dulu. Mereka menyebut Pelabuhan Dendang dulunya pusat
aktivitas bongkar muat barang atau tempat persinggahan kapal ketika
keberadaan kerajaan di Pulau Belitung tengah berkuasa. Secara khusus,
misalnya Kerajaan Balok memanfaatkan Pelabuhan Bitung ini menjadi
tempat persinggahan untuk membawa barang-barang mereka sebagai
barang khusus kerajaan. Berdasarkan fakta sejarah bahwa lokasi
Pelabuhan Bitung lebih dekat dengan Jakarta dibandingkan dengan
Tanjungpandan dan Manggar. Besar kemungkinan Pelabuhan Bitung
menjadi alternatif utama jalur perdagangan keluar daerah. Dibandingkan
dengan di pelabuhan yang ada di Belitung dan Beltim ketika itu,
pelabuhan ini lebih dekat dengan Sunda Kelapa. “Diperkirakan dari
Jakarta ke Pelabuhan Bitung paling memerlukan waktu 5 Jam,”
33

(Pernyataan Idai, salah seorang warga Dendang yang biasa melakukan


aktivitas di sekitar pelabuhan).
Melihat keberadaan dermaga Pelabuhan Bitung saat ini, ada
sebuah dermaga tempat yang cocok untuk menikmati panorama matahari
terbenam. Orang yang duduk di dermaga akan menjadi objek yang bagus
bagi para pemotret. Dermaga ini terlihat indah pada pagi hari ketika air
laut yang jernih mengenangi bagian bawahnya. Atau ketika senja dengan
langit merah cakrawala memberi siluet dermaga di latar depan.
Perasaan senang bila sempat mampir ke dermaga pelabuhan ini,
ditemani matahari yang sebentar sembunyi dibalik awan. Idealnya,
pelabuhan ini sangat potensial untuk dikembangkan sebagai tempat
singgah bagi para wisatawan atau pengunjung untuk menyaksikan
dermaga ini sebagai tempat lalu lintas dulunya bagi kerajaan di Belitung
memerintah. Dengan dermaga ini, serta ada sebagian hutan bakau yang
rimbun tentunya sangat layak dikembangkan sebagai objek wisata di
Belitung Timur, letaknya di Kecamatan Dendang.

Gambar 5.1 Hutan Bakau Sekitar Pelabuhan Bitung


Batas-batas wilayah Kecamatan Bitung sebagai berikut;sebelah
utara berbatasan dengan Kabupaten Belitung Timur Kecamatan Gantung,
sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa,dan sebelah barat
berbatasan dengan Kabupaten Belitung. Kecamatan Bitung merupakan
wilayah yang kaya akan hasil laut terutama kepiting dan udang, industri
olahan rumah tangga dan kerajinan tradisional yang diusahakan
34

masyarakat setempat. Selain itu, wilayah Dendang juga memiliki


kekayaan alam dan objek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan,
diantaranyaPantai Batu Lalang, Pelabuhan Suge, Pelabuhan Rakyat
Dendang, Makam Raja Balok dan Pemandian Sukma Alam.

Gambar 5.2 Objek Wisata di Kecamatan Bitung

Bupati BeltimYuslih Ihza menyampaikan penting dan mendesaknya


pembangunan Pelabuhan Bitung untuk menunjang perekonomian Beltim.
Hal ini disampaikannya dalam sidang paripurna Istimewa I masa
persidangan I tahun sidang 2019, yang diselenggarakan di Ruang Sidang
DPRD Beltim. Hal tersebut juga sudah disampaikan dalam rakor Bupati
dengan Presiden Jokowi pada 5 Juli 2018 lalu di Istana Bogor.
Pembangunan Pelabuhan Bitung dengan anggaran sebesar Rp. 68
35

miliarberdasarkan Survei Investigasi Desain (SID), pada tahun 2016 dan


sampai dengan saat ini sudah dalam tahapan diusulkan untuk revisi
Renstra Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan
RI dan diusulkan dalam rencana kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga (RKA/KL) satuan Kementerian Perhubungan RI untuk
diusulkan pembangunan pada tahun 2020/2021.Sedangkan untuk
Pelabuhan Manggar akan direlokasi ke Laut Pantai Serdangdan sudah
diusulkan masuk ke dalam kasta Direktorat Jenderal Perhubungan Darat
Kementerian Perhubungan RI tahun 2019-2024 dengan tahapan
pengusulan pembangunan pada tahun 2020 2001 dalam RKA/KL satuan
Kementerian Perhubungan RI dengan rencana anggaran Rp. 90 miliar
dengan rencana pembangunan tahap I Rp. 25 miliar. Untuk menjangkau
dan memajukan Beltim kita harus memiliki pelabuhan sendiri, mengingat
Beltim masuk ke dalam wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia I (ALKI I).

5.2 PEMBAHASAN

5.2.1 Kondisi Aktual Pengelolaan Pelabuhan Bitung Saat Ini


Pelabuhan merupakan suatu tempat dimana terjadi berbagai
aktivitas pemerintahan, bisnis, perdagangan, pariwisata, ekonomi dan
lain-lain. Selain itu di pelabuhan, berbagai komoditi diperdagangkan dan
diperjualbelikan dengan menggunakan berbagai sistem perekonomian
yang ada. Berbagai aktivitas di pelabuhan tersebut pada dasarnya
bertujuan untuk memberikan nilai tambah dan kemanfaatan yang tidak
sedikit bagi masyarakat, usahawan dan pemerintah. Nilai tambah dan
manfaat tersebut dapat berupa jasa, uang, barang, kesejahteraan, dan
berbagai manfaat serta nilai-nilai ekonomis lainnya yang dirasakan
langsung maupun tidak langsung oleh berbagai lapisan dan kelompok
stakeholderyang ada, baik yang berada di sekitar lingkungan pelabuhan,
maupun di luar lingkungan pelabuhan yang ada.
Oleh karena itu, pelabuhan sebenarnya memegang peranan
penting dalam berbagai kegiatan pemerintahan dan perekonomian yang
36

ada di suatu negara. Selain itu, aktivitas di pelabuhan, baik langsung


maupun tidak langsung, juga berkaitan dengan berbagai aspek utama
pemerintahan, seperti security, authority, transportasi, dan lain
sebagainya. Pada praktiknya, sektor pelabuhan juga berkaitan erat
dengan berbagai regulasi internasional yang mengatur mengenai
pelayaran dan pelabuhan, seperti konvensi-konvensi internasional yang
berkaitan dengan IMO (International Maritime Organization), ISPS
(International Shipand Port FacilitySecurity Code), International
ConventionfortheSafetyof Life at Sea (Solas)dan berbagai konvensi
internasional dalam bidang perdagangan dan pasar bebas, seperti WTO
(World Trade Organization) dan lainnya. Selain itu secara nasional,
pengelolaan pelabuhan juga berkaitan erat dengan berbagai Undang-
Undang (UU) lainnya, seperti UU Perikanan, UU Pemerintahan Daerah,
UU tentang Pabean, UU Lingkungan Hidup, UU Karantina Perikanan, UU
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dan berbagai undang-undang
lainnya. Dengan demikian, pengelolaan pelabuhan pada dasarnya, tidak
hanya berkaitan dengan regulasi yang sifatnya nasional, akan tetapi juga
sangat berkaitan dengan berbagai regulasi dan konvensi yang bersifat
regional, internasional. Selain itu, pengelolaan pelabuhan tidak hanya
semata-mata berkaitan dengan sektor pemerintahan, akan tetapi juga
berkaitan dengan berbagai sektor di bidang perekonomian, khususnya
perdagangan dan transportasi.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pengelolaan pelabuhan
adalah pengelolaan yang sifatnya multi sektoral dan multidimensional.
Dengan kata lain, kewenangan daerah di wilayah laut ini sebaiknya lebih
dimaknai sebagai “manajemen pelabuhan”, dan bukan “penguasaan
pelabuhan”. Mencermati polemik pengelolaan pelabuhan. Artinya perlu
disadari bahwa pengertian “pengelolaan pelabuhan sesungguhnya bukan
dalam arti sempit sebagai pengelolaan dermaga dan infrastruktur fisik
pelabuhan lainnya, melainkan juga menyangkut keselamatan lalu lintas
37

pelayaran, sistem navigasi dan persandian, perijinan bagi kapal yang akan
berlabuh atau berlayar, administrasi bongkar muat, dan sebagainya.
Kewenangan teknis seperti itu sangat mensyaratkan kemampuan
yang handal dari SDM dan perangkat sistem kediklatan pendukungnya.
Tanpa adanya human-ware yang memadai, maka pengambilalihan
pengelolaan pelabuhan hanya akan mendatangkan kerugian baik bagi
pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat di wilayah
tersebut.

5.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan Pelabuhan


Sebagaimana dikemukakan diatas, maka pengelolaan pelabuhan
pada dasarnya berkaitan dengan berbagai sektor yang ada di suatu
negara, dan juga berkaitan dengan berbagai regulasi yang sifatnya
regional dan internasional. Dengan demikian, kegiatan pengelolaan
pelabuhan mempunyai dasar pengaturan yang tidak sedikit dan
berdimensi banyak, yang tidak dibatasi oleh batas-batas teritorial tertentu,
bahkan dapat dikatakan pengelolaan pelabuhan diatur secara global. Hal
ini dapat dilihat dari ketentuan nasional yang berkaitan dengan pelayaran
yaitu UU Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.
Berdasarkan UU Pelayaran, pelabuhan merupakan bagian dari
sektor pelayaran, dan merupakan sektor yang kewenangannya berada di
tangan pemerintah pusat. Hal ini ditegaskan pada Pasal 5 ayat (1) UU
21/1992 yang menyatakan bahwa pelayaran (termasuk kepelabuhanan)
dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah
(pusat).
Dalam UU tersebut dirumuskan bahwa pelayaran dalam hal ini
dimaksudkan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan di
perairan, kepelabuhanan, serta keamanan dan keselamatannya.
Sedangkan mengenai sektor pelabuhan, dalam pasal 21 (1) UU
tersebut dirumuskan bahwa kepelabuhanan meliputi segala sesuatu yang
berkait dengan kegiatan penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan
38

lainnya dalam melaksanakan fungsi pelabuhan untuk menunjang


kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang
dan/atau barang, keselamatan berlayar, serta tempat pemindahan intra
dan/atau antarmoda. Selanjutnya juga ditegaskan bahwa pelabuhan terdiri
dari pelabuhan umum, yang diselenggarakan untuk pelayanan
masyarakat umum, dan pelabuhan khusus, yang diselenggarakan untuk
kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu. Dengan demikian
ketentuan UU Pelayaran menegaskan bahwa pengelolaan pelabuhan
merupakan kewenangan dan tanggung jawab pemerintah pusat.
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001
tentang Kepelabuhanan, pengelolaan pelabuhan dapat dilakukan oleh
pemerintah atau badan usaha yang ditunjuk oleh pemerintah, yaitu PT
Pelindo. Sejak tahun 1999, dengan UU Nomor 22/1999 tentang
Pemerintahan Daerah, yang diganti oleh UU Nomor 32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah, pelayaran (termasuk pelabuhan) adalah urusan
pemerintahan yang dapat ditafsirkan sebagai urusan pemerintahan yang
didesentralisasikan ke daerah. Berdasarkan kedua UU Pemerintahan
Daerah tersebut, Pemerintah Pusat hanya berwenang dalam urusan
pemerintahan di bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi,
moneter, dan agama. Sedangkan urusan-urusan lainnya, termasuk urusan
kepelabuhan menjadi kewenangan dari pemerintah daerah.
Mengenai klasifikasi atau hierarki pelabuhan, sebenarnya PP
Nomor 69/2001 telah membuat pengaturan yang jelas. Pelabuhan dibagi
menjadi 3(tiga) jenis, yaitu pelabuhan nasional dan internasional yang
dikelola PT Pelindo, pelabuhan regional yang dikelola pemerintah provinsi,
dan pelabuhan lokal yang pengelolaannya diserahkan kepada pemerintah
kabupaten dan kota. Jika klasifikasi semacam ini dapat dilaksanakan
secara konsisten, akan memperjelas pembagian kewenangan dan
mekanisme hubungan antara Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
Namun dalam praktiknya, tidak ada kriteria yang jelas untuk memasukkan
suatu pelabuhan ke dalam kategori nasional/internasional, regional, atau
39

lokal. Seharusnya dalam pengelolaan pelabuhan pemerintah membuat


regulasi berkaitan klasifikasi pelabuhan beserta kriteria-kriteria yang jelas,
kemudian menetapkan jenis pelabuhan mana yang didesentralisasikan,
atau yang didekonsentrasikan, atau yang masih disentralisasikan. Agar
tidak menimbulkan interpretasi yang beragam serta potensi konflik di
kemudian hari, maka penetapan pola pengelolaan pelabuhan ini harus
disertai dengan rincian kewenangan secara detail.
Dengan berlakunya otonomi daerah, yang didasarkan pada UU No.
22/1999 dan telah diganti oleh UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan
Daerah, terjadi ketidakharmonisan pengaturan tentang pengelolaan
pelabuhan. Di satu pihak, pemerintah pusat berpegang kepada UU No.
21/1992 yang menegaskan bahwa urusan kepelabuhanan (yang
merupakan bagian dari sektor pelayaran) merupakan kewenangan dari
pemerintah pusat. Sedangkan daerah berpendapat bahwa urusan
kepelabuhanan merupakan kewenangan pemerintah daerah berdasarkan
Undang-Undangtentang Pemerintahan Daerah. Dengan demikian terjadi
ketidakharmonisan pengaturan tentang kepelabuhanan di Indonesia. Hal
ini sebenarnya akibat dari ketidaksinkronan pengaturan tentang berbagai
sektor pemerintahan yang ada, dan juga sebagai akibat dari berbagai
faktor lainnya.
Pada perkembangannya, telah terjadi sengketa antara pemerintah
daerah dengan pemerintah pusat tentang pengelolaan pelabuhan yang
ada di daerah. Salah satunya adalah dalam bentuk judicialreview terhadap
Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhan oleh
Pemerintah Kota Cilegon, dan dalam hal ini Mahkamah Agung
memenangkan permohonan judicialreview dari Kota Cilegon tersebut.
Dengan putusan tersebut, pemerintah daerah mempunyai legitimasi untuk
mengelola pelabuhan yang ada di wilayahnya. Pertanyaan bagaimanakah
kewenangan PT.Pelindo dalam pengelolaan pelabuhan oleh Pemda
pasca putusan MA yang memenangkan uji materiil.
40

Legitimasi PT.Pelindo sebagai operator yang diberi kewenangan


oleh pemerintah pusat untuk mengelola pelabuhan di daerah menjadi
hilang, dan berdasarkan putusan MA tersebut, maka daerah mempunyai
kewenangan untuk mengelola pelabuhan yang ada di wilayahnya sesuai
dengan Undang-Undang Otonomi Daerah. Namun demikian, pertanyaan
selanjutnya adalah apakah putusan secara otomatis memberikan
kewenangan daerah untuk mengelola pelabuhan. Hal ini tentu tidak dapat
secara otomatis diterapkan, mengingat untuk hal tersebut membutuhkan
masa peralihan, antara lain dengan mengubah dahulu PP No. 69/2001
tersebut untuk direvisi dan disesuaikan dengan putusan dari MA tersebut.
Selain itu, dengan putusan MA tersebut, PT.Pelindo tidak lagi mempunyai
kewenangan sebagai regulator di pelabuhan.
Pasca putusan tersebut, PT.Pelindo bertindak sebagai operator,
yang menjalankan fungsi usaha dan bisnis di pelabuhan-pelabuhan yang
dikelolanya selama ini. Kemudian pertanyaan bagaimanakah pengelolaan
pelabuhan oleh Pemda yang sesuai dengan ketentuan UU Pemda dan
sekaligus tidak menyalahi aturan internasional mengenai ekspor impor
dapat dijawab dengan pernyataan bahwa sepanjang mempunyai itikad
baik dalam pengelolaan pelabuhan, maka pemerintah daerah mempunyai
kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada untuk
mengelola pelabuhan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki daerah.
Namun demikian, dalam pengelolaan pelabuhan tersebut dan sesuai
dengan sifat pelabuhan yang multidimensional dan multi sektoral,
pemerintah daerah wajib mengikuti dan menyesuaikan operasional di
pelabuhan dengan berbagai ketentuan nasional dan internasional yang
mengatur tentangkepelabuhan. Selain itu, pemerintah daerah wajib
melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan berbagai sektor yang ada,
baik pemerintah maupun swasta, yang merupakan stakeholder dari
pelabuhan.
41

5.2.3 Kondisi Ideal bagi Pengelolaan Pelabuhan di Daerah


Pada dasarnya, pengelolaan pelabuhan dapat menjadi
kewenangan dari berbagai pihak, baik di tingkat pusat maupun daerah,
sepanjang pengelolaan pelabuhan tersebut dilakukan dengan itikad baik
dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara
serta masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, pertentangan
tentang kewenangan pengelolaan pelabuhan hendaknya tidak menjadi
permasalahan yang berlarut-larut yang dapat merugikan berbagai pihak
dan masyarakat yang ada. Terlebih lagi apabila negara tersebut
merupakan negara yang menganut sistem negara kesatuan (unitarystate),
seperti Indonesia, maka pengelolaan pelabuhan yang ada di negara
tersebut mestinya dilaksanakan secara integratif, unitary, dan
berwawasan internasional untuk kepentingan dan kemanfaatan bersama,
baik masyarakat nasional maupun masyarakat daerah.
Mengingat sifat pelabuhan yang merupakan tempat dan aktivitas
yang multidimensional dan multi sektoral, pengelolaan pelabuhan pada
saat ini dan di masa depan tidak dapat lagi dibatasi oleh berbagai batas
teritorial dan batas-batas sektoral lainnya yang dapat menghambat
aktivitas dan pengembangan dari pengelolaan pelabuhan yang bersifat
multi sektoral tersebut. Pelabuhan adalah wadah di mana berbagai
aktivitas, kepentingan, dan berbagai hal lainnya berlangsung secara
global dan dinamis. Oleh karena itu, setiap pengelola pelabuhan wajib
menyadari berbagai faktor tersebut diatas apabila berniat dan beritikad
baik untuk mengelola pelabuhan-pelabuhan yang ada. Dengan demikian,
pengelolaan pelabuhan pada dasarnya merupakan manajemen dari
aktivitas yang dinamis dan berdimensi multi dalam suatu pelabuhan yang
mempunyai banyak kepentingan dan berbagi pihak yang berkepentingan
(stakeholder) di dalamnya. Oleh karena itu, pengelola pelabuhan
berkewajiban mempunyai kemampuan yang profesional, qualified dan
legitimated dalam mengelola pelabuhan yang ada di Indonesia.
42

Yang perlu dihindari untuk masalah pengelolaan pelabuhan saat ini


adalah inti persoalan yang direduksi menjadi konflik kepentingan. Artinya,
yang dipermasalahkan seharusnya tidak hanya “siapa yang berhak untuk
mengelola pelabuhan”, dan bukan pada pertanyaan tentang “siapa yang
lebih mampu mengelola pelabuhan demi kemajuan pembangunan dan
pelayanan umum di daerah” atau “mekanisme apa yang paling efektif
untuk mengelola pelabuhan”. Kondisi ini secara tidak langsung
membenarkan anggapan bahwa pangkal dari seluruh sengketa antara
pusat dengan daerah, tidak lebih dari sekedar rebutan “rezeki” belaka.
Padahal manajemen pemerintahan yang ideal adalah sebuah proses yang
mengompromikan antara kepentingan demokratisasi dan pemberdayaan
disatu sisi, dengan kepentingan efisiensi disisi lain. Artinya,
desentralisasiluas wajib didukung sepanjang mampu menghadirkan sosok
Pemda yang lebih efektif dalam bekerja dan lebih prima dalam kinerja.
Dalam hal kapasitas Pemda belum memadai, maka keberadaan aparat
provinsi maupun pusat, sesungguhnya adalah sesuatu yang logis. Dalam
konteks pengelolaan pelabuhan, tidak menjadi soal siapa pun yang
memegang peran regulator ataupun operator, asalkan dapat
menghasilkan keuntungan bersama (mutualbenefit). Moda kerjasama
yang layak dikembangkan disini adalah pemilikan saham PT Pelindo
secara bersama-sama.
Sebagai pemegang saham, daerah akan memiliki kontrol dan akses
pengambilan keputusan strategis yang berhubungan dengan pelabuhan
tersebut sebesar nilai saham yang ditanamkan, tanpa keharusan
mengelola pelabuhan itu sendiri. Selain itu, saran Menko Perekonomian
agar pemerintah daerah membentuk badan kerja sama (konsorsium) guna
membangun dan mengelola pelabuhan, layak pula dipertimbangkan
secara cermat. Yang diperlukan sekarang adalah adanya hukum yang
jelas tentang wewenang pengelolaan pelabuhan, serta berbagai implikasi
yang timbul dari pengelolaan tersebut.
43

Jika pelabuhan dikelola oleh daerah, harus pula dijamin adanya


profit sharing antara pusat dengan daerah serta antara daerah yang
menguasai pelabuhan dengan daerah lain yang menggunakan jasa
pelabuhan tersebut. Pada saat yang bersamaan, juga dibutuhkan adanya
itikad baik dari pihak-pihak yang bersengketa untuk duduk bersama
mencari penyelesaian terbaik. “Perang dalil” yang bertujuan sempit untuk
mencari kemenangan pribadi dan mengalahkan pihak lain, sudah tidak
relevan lagi untuk situasi kondusif bagi pengelolaan pelabuhan.

5.2.4 Kondisi Kualifikasi Pelabuhan Bitung sebagai Pelabuhan


Bongkar Muat Barang dan Transportasi Laut
5.2.4.1 Berdasarkan Tata Ruang
a) Berpedoman pada tata ruang wilayah provinsi dan pemerataan
pembangunan antar provinsi, Pelabuhan Bitung sudah masuk
dalam RTRW Provinsi dengan hierarki pelabuhan pengumpan
regional.
b) Berpedoman pada tata ruang wilayah kabupaten/kota serta
pemerataan dan peningkatan pembangunan kabupaten/kota,
Pelabuhan Bitung sudah masuk dalam RTRW Kabupaten dengan
hierarki pelabuhan pengumpan regional.
c) Berada di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi wilayah provinsi
Kawasan Pelabuhan Bitung berada di sekitar pusat pertumbuhan
ekonomi wilayah provinsi, yakni Belitung Timur. Kecamatan
Dendang yang merupakan lokasi pelabuhan masuk dalam sub
satuan wilayah pengembangan tengah dengan pusat
pengembangan di Kota Belitung Timur. Hal tersebut menunjukkan
bahwa secara administrasi, Kecamatan Bitung termasuk dalam
kawasan perkotaan yang juga merupakan Ibukota Kabupaten
Belitung Timur.
d) Berperan sebagai pengumpan terhadap pelabuhan pengumpul dan
pelabuhan utama. Kriteria lain sebagai pelabuhan pengumpan
44

regional adalah berperan sebagai pelabuhan pengumpan terhadap


pelabuhan pengumpul atau pelabuhan utama. Pelabuhan
pengumpul di wilayah Belitung Timur.
e) Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang dari
dan ke pelabuhan pengumpul dan/atau pelabuhan pengumpan
lainnya. Pelabuhan Bitung direncanakan untuk kegiatan bongkar
muat barang di Belitung Timur.
f) Berperan melayani angkutan laut antar kabupaten/kota dalam
provinsi. Akses jalan dari Pelabuhan Bitung sudah ada.
Rencananya akan ada rute pelayaran yang melayani antar
kabupaten dalam satu provinsi, yakni dari Belitung Timur ke Jakarta
dan pulau sekitarnya.
g) Memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari
gelombang. Fasilitas breakwater tersedia di Pelabuhan Bitung yang
berfungsi untuk melindungi perairan kolam pelabuhan dari
gelombang.
h) Melayani penumpang dan barang antar kabupaten/kota dan/atau
antar kecamatan dalam satu provinsi. Pelabuhan Bitung
direncanakan untuk melayani angkutan laut barang dari dan ke
Belitung Timur.
i) Berada dekat dengan jalur pelayaran antar pulau Pelabuhan Bitung
terletak di Selat Alas sebagai jalur pelayaran antar pulau yang
menghubungkan Pulau Belitung dengan Pulau Jawa.
j) Memiliki kedalaman kolam pelabuhan maksimal -7 mLWS
Kedalaman Pelabuhan Bitung saat ini hanya 3-4 mLWS, dan sudah
dapat disandari kapal tongkang dengan ukuran rata-rata GT 3000.
Namun, kedalaman saat ini masih belum memadai untuk sandar
kapal berukuran 5000GT ke atas.
k) Memiliki dermaga dengan panjang maksimal 120 meter. Pelabuhan
Dendang sudah memiliki fasilitas dermaga niaga sepanjang 100
45

meter. Di samping itu, juga tersedia 2 (dua) dermaga untuk


pelabuhan rakyat dan 1 (satu) dermaga untuk penyeberangan.
l) Memiliki jarak dengan pelabuhan pengumpan regional lainnya 20-
50 mil.
Berdasarkan persyaratan diatas, maka Pelabuhan Bitung dinilai
sudah cukup memenuhi persyaratan sebagai pelabuhan pengumpan
regional. Hanya persyaratan kedekatan dengan pelabuhan pengumpan
regional lainnya yang belum terpenuhi. Jarak Pelabuhan Dendang dengan
dermaga Tanjung Priok Jakarta sebagai pelabuhan pengumpan regional
hanya berjarak 7 mil saja.
Persyaratan dokumen teknis yang sudah dipenuhi Pelabuhan
Bitung adalah dokumen feasibilitystudy dan AMDAL, sedangkan dokumen
Rencana Induk Pelabuhan (RIP) sudah dibuat tetapi belum disahkan
hingga saat ini. Berdasarkan hasil studi RIP yang sudah dilakukan tahun
2009, masih terdapat beberapa hal yang belum ada dalam RIP seperti
hasil survei teknis, tahapan pengembangan pelabuhan jangka pendek,
menengah dan panjang (Dishubkominfo Kabupaten Belitung Timur).
Berdasarkan perairan yang ada di Bitung, adanya gelombang yang
tinggi pada musim angin barat dan tenggara, pelabuhan memang
membutuhkan breakwater untuk penahan gelombang(LPPM ITS, 2005).
Namun, pemilihan alternatif layout pelabuhan yang dipilih masih dinilai
belum bisa membuat pelabuhan beroperasi dengan maksimal, karena
pembangunanbreakwater sisi utara dan selatan dengan karang di sekitar
kolam membuat kolam menjadi lebih sempit untuk olah gerak kapal.
Pasal 79 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun
2015 menyatakan bahwa pengoperasian pelabuhan dilakukan setelah
pembangunan pelabuhan selesai dilaksanakan. Selanjutnya pasal 80
menyatakan bahwa pengoperasian fasilitas pelabuhan dilakukan setelah
pemeriksaan fisik yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal dan uji coba
pengoperasian yang diawasi oleh syahbandar bersama penyelenggara
pelabuhan.Pemeriksaan fisik dilakukan oleh tim terpadu yang melibatkan
46

unsur Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut,


syahbandar, penyelenggara pelabuhan, distrik navigasi dan pengelola
terminal yang bersangkutan. Namun sampai saat ini belum ada
pemeriksaan secara fisik oleh tim terpadu. Jika dilihat dari sisi
keselamatan pelayaran, Pelabuhan Bitung masih belum memenuhi
persyaratan keselamatan dan keamanan pelayaran, karena kolam masih
dangkal dan belum aman untuk keluar masuk kapal. Di samping itu,
Pelabuhan Labuhan Haji belum memiliki peralatan navigasi untuk
keselamatan pelayaran. Belum ada SDM yang ikut bimbingan teknis lalu
lintas angkutan laut, sehingga SDM di Pelabuhan Labuhan Haji dinilai
belum memadai. Sampai saat ini, ijin pengoperasian Pelabuhan Dendang
belum ada. Namun, beberapa kapal sudah pernah sandar di dermaga
Pelabuhan Dendang.

5.2.4.2Perkiraan Arus Barang dan Kapal


a) Perkiraan Arus Barang
Berdasarkan pola pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya dan
melihat prospek ke depan baik dari RPJMD maupun MP3EI, dibuat
perkiraan arus barang tahun 2015-2030 dengan tingkat pertumbuhan yaitu
masing-masing 7% untuk barang masuk dan 9% untuk barang keluar.
Perkiraan arus barang di Pelabuhan Dendang Belitung Timur seperti pada
Tabel 4.
Tabel 5.1 Prediksi Arus Barang

Sumber : Hasil Pengolahan Data peneliti 2020

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa arus barang di


Pelabuhan Bitung pada tahun 2015-2030. Arus barang saat ini 868,278
ton dan 70,022, arus barang sebanyak 868,278. Pada tahun 2020 dengan
47

arus barang 1,366,876 ton dan maka 110,232 dan pada tahun 2030 arus
barang 3,387,431 dan 273,180 TEU. Berdasarkan proyeksi pertumbuhan
arus barang di maka dibutuhkan peningkatan pelabuhan Dendang untuk
mengakomodasi kebutuhan arus barang.
b) Perkiraan Arus Kapal
Perkiraan arus kapal didasarkan pada Call dan jumlah GT pada
tahun didasarkan pada tren tahun sebelumnya yaitu sebesar 3% per
tahun. Perkiraan arus kapal di Pelabuhan Dendang ditunjukkan pada
Tabel 5.
Tabel 5.2 Perkiraan Arus Kapal

Sumber: Hasil Pengolahan Data Peneliti 2020


Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa prediksi arus kunjungan
kapal 2020 sebesar 418 Call dan 809,919 GT sedangkan prediksi tahun
2030 sebesar 530 Call dan 1,131,481 GT. Berdasarkan proyeksi
pertumbuhan kunjungan kapal dibutuhkan peningkatan pelabuhan untuk
memenuhi kelancaran arus kunjungan kapal.
4.2.4.2 Pelabuhan Bitung memiliki fasilitas pelabuhan sebagai
berikut:
 Reklamasi Darat: 9 Ha
 Perkantoran: 200 m2
 Terminal Penumpang: 100 m2
 Break Water: 380 x 540 m
 Dermaga Nusantara: 2 x 10 x 50 m
 Dermaga Pelayaran Rakyat: 6 x 25 m
 Dermaga Penyeberangan: 6 x 25 m
 Dermaga Pelayaran Rakyat: 8 x 25 m
 Lapangan Penumpukan: 4 x 60 x 144 m
48

 Alur Pelayaran: 464,99 m2


 Perairan Tempat Labuh: 13,6 Ha
Sumber: UPP Pelabuhan Dendang Belitung Timur

4.2.4.3. Persyaratan Kolam Pelabuhan


Kolam pelabuhan yang harus tersedia, jika kapal yang
sandar adalah kapal antarpulau yang memiliki bobot 3000-
5000 DWT dengan panjang kapal 92-109 meter, lebar
kapal 14,2–16,4 m dan fulldraft5,7–6,8 m, makakebutuhan
kolam jika untuk kapal berbobot s/d 5.000 DWT:
 Lebar Alur: 7 x lebar kapal = 7 x 16,4 m=114,8 m-115 m
 Lebar Kolam: 2 x panjang kapal = 2 x 109 m = 208 m
 Kedalaman alur pelayaran: (6,8 + 0,5 + 1) m = 8,3 m
LWS
 Rata-rata kedalaman kolam Dendang saat ini: 3m LWS
 Kebutuhan pengerukan rata-rata dengan ketebalan 5,3
m untuk mencapai kedalaman yang dibutuhkan pada
posisi: - 8,3 m LWS

5.2.4.3 Ruang Gerak Kapal


Berkaitan dengan ruang gerak kapal, maka diperlukan kolam putar
Pelabuhan Bitung. Kolam pelabuhan adalah lokasi perairan tempat kapal
berlabuh, mengisi perbekalan, atau melakukan aktivitas bongkar muat.
Kondisi kolam pelabuhan yang tenang dan luas, menjamin efisiensi
operasi pelabuhan. Ukuran kolam putar tergantung pada ukuran kapal dan
kemudahan gerak berputar kapal. Ukuran kolam putar pelabuhan menurut
Design andConstructionof Port and Marine Structure, AlonzoDef. Quinn,
1972:
1. Ukuran ruang optimum untuk dapat berputar dengan mudah
memerlukan diameter empat kali panjang kapal (Loa) yang
menggunakannya.
49

2. Ukuran menengah ruang putar mempunyai diameter dua kali dari


Loa terbesar yang menggunakannya,manuver kapal saat berputar
lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lebih lama.
3. Ukuran diameter turning basin kecil adalah < 2 x Loa, untuk turning
basin tipe ini, manuver kapal akan dibantu dengan jangkar dan
tugboat/kapal pandu.
4. Ukuran diameter turning basin minimum adalah 1,2 x Loa, manuver
kapal harus dibantu dengan tugboat, jangkar dan dolphin. Kapal ini
harus memiliki titik-titik yang pasti sebagai pola pergerakannya
saat berputar, kenyamanan dan ketenangan kolam pelabuhan
dapat dipenuhi apabila memenuhi syarat.

Jika diperhatikan kolam pelabuhan yang akan dikeruk awalnya


seluas 7,6 Ha dengan lebar ± 200 meter dan panjang ±380 meter serta
melihat posisi dermaga niaga yang ada saat ini, maka radius putar kolam
dapat digunakan untuk kapal berukuran panjang 100 meter. Perkiraan
rencana kapal yang akan sandar berdasar hasil studi yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa panjang kapal rata-rata yang akan sandar adalah 92-
109 meter. Kapal dengan panjang 109 meter minimal membutuhkan ruang
gerak dengan lebar 208 meter.
Berdasarkan rencana pengerukan yang ada yang diperluas hingga
10,6 Ha, maka lebar kolam yang tersedia masih memenuhi kebutuhan
ruang gerak kapal. Jika tidak dilakukan pengerukan dan memanfaatkan
fasilitas saat ini serta untuk mendapatkan ruang putar yang leluasa, maka
hanya kapal-kapal dengan ukuran 1000 DWT dengan panjang kapal 67
meter dan draft kapal 3,9 m yang bisa sandar di Pelabuhan Bitung. Pada
saat pasang tertinggi, pelabuhan masih dapat disandari untuk kapal
berukuran 1500 DWT untuk mendapatkan ruang gerak yang
optimum.Sedangkan untuk ruang gerak menengah dengan sedikit
kesulitan dalam berputar, Pelabuhan Bitung dapat disandari kapal
berukuran 3000 DWT. Menurut OCDI (2009), kapal berukuran 300 DWT
50

memiliki panjang kapal pada umumnya 94 meter dan fullloaddraft 5,6


meter.
51

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN
6.1.1 Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
rencana pengembangan Pelabuhan Bitung perlu didukung dengan
permohonan ulang melalui penyusunan Rencana Induk
Pengembangan Pelabuhan Bitung dengan memperhatikan petunjuk
teknis dari Ditjen Perhubungan Laut. Penyusunan rencana induk
pelabuhan harus melihat sisi teknis maupun non teknis dan dikaji
secara totalitas dan komprehensif untuk memprediksi supply dan
demand Pelabuhan Bitung secara tepat, sehingga rencana
pengembangan ke depan sesuai dengan kebutuhan.

6.1.2. Fasilitas yang tersedia di Pelabuhan Bitung saat ini dinilai sudah
memenuhi persyaratan sebagai pelabuhan bongkar muat barang
dan saranatransportasi laut. Rencana pengembangan Pelabuhan
Bitung perlu daya dukung yang kuat dari seluruh stakeholders dan
dikoordinasikan dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut agar
pembangunannyabisa terlaksana. Karena Pelabuhan Bitung saat
ini menjadi andalan masyarakat nelayan untuk mencari nafkah
danmasih bisa dimanfaatkan sebagaitransportasi laut jika
menggunakan kapal yang berkunjung ke Pelabuhan Bitung adalah
kapal-kapal berukuran rata-rata 1000-1500 DWT.

6.1.3Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan Pelabuhan Bitung


antara lain:
6.1.3.1Pelabuhan merupakan bagian dari sektor pelayaran, dan
merupakan sektor yang kewenangannya berada di tangan
pemerintah pusat. Hal ini ditegaskan pada Pasal 5 ayat (1) UU
Nomor 21/1992 yang menyatakan bahwa pelayaran (termasuk
kepelabuhanan) dikuasai oleh negara dan pembinaannya
dilakukan oleh pemerintah (pusat). Dalam UU tersebut
52

dirumuskan bahwa pelayaran dalam hal ini dimaksudkan sebagai


segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan di perairan,
kepelabuhanan, serta keamanan dan keselamatannya.
Sedangkan mengenai sektor pelabuhan, dalam pasal 21 (1) UU
tersebut dirumuskan bahwa kepelabuhanan meliputi segala
sesuatu yang berkait dengan kegiatan penyelenggaraan
pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi
pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan dan
ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang,
keselamatan berlayar, serta tempat pemindahan intra dan/atau
antarmoda. Selanjutnya juga ditegaskan bahwa pelabuhan terdiri
dari pelabuhan umum, yang diselenggarakan untuk pelayanan
masyarakat umum, dan pelabuhan khusus, yang
diselenggarakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang
kegiatan tertentu. Dengan demikian ketentuan UU Pelayaran
menegaskan bahwa pengelolaan pelabuhan merupakan
kewenangan dan tanggung jawab pemerintah pusat. Selanjutnya
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001
tentang Kepelabuhanan, pengelolaan pelabuhan dapat dilakukan
oleh pemerintah atau badan usaha yang ditunjuk oleh
pemerintah, yaitu PT.Pelindo. Sedangkan sejak tahun 1999,
dengan UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang
diganti oleh UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah,
pelayaran (termasuk pelabuhan) adalah urusan pemerintahan
yang dapat ditafsirkan sebagai urusan pemerintahan yang
didesentralisasikan ke daerah. Berdasarkan kedua UU
Pemerintahan Daerah tersebut, pemerintah pusat hanya
berwenang dalam urusan pemerintahan di bidang politik luar
negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter, dan agama.
Sedangkan urusan-urusan lainnya, termasuk urusan
kepelabuhan menjadi kewenangan dari pemerintah daerah.
53

Mengenai klasifikasi atau hierarki pelabuhan, sebenarnya PP No.


69/2001 telah membuat pengaturan yang jelas. Disini, pelabuhan
dibagi menjadi 3(tiga) jenis, yaitu pelabuhan nasional dan
internasional yang dikelola PT Pelindo, pelabuhan regional yang
dikelola pemerintah provinsi, dan pelabuhan lokal yang
pengelolaannya diserahkan kepada pemerintah kabupaten dan
kota. Jika klasifikasi semacam ini dapat dilaksanakan secara
konsisten, akan memperjelas pembagian kewenangan dan
mekanisme hubungan antara Pusat, Provinsi, dan
Kabupaten/Kota. Namun dalam praktiknya, tidak ada kriteria
yang jelas untuk memasukkan suatu pelabuhan ke dalam
kategori nasional/internasional, regional, atau lokal.

6.1.3.2 Mengingat sifat pelabuhan yang merupakan tempat dan aktivitas


yang multidimensional dan multi sektoral, pengelolaan
pelabuhan pada saat ini dan di masa depan tidak dapat lagi
dibatasi oleh berbagai batas teritorial dan batas-batas sektoral
lainnya yang dapat menghambat aktivitas dan pengembangan
dari pengelolaan pelabuhan yang bersifat multi sektoral tersebut.
Pelabuhan adalah wadah di mana berbagai aktivitas,
kepentingan, dan berbagai hal lainnya berlangsung secara global
dan dinamis. Oleh karena itu, setiap pengelola pelabuhan wajib
menyadari berbagai faktor tersebut diatas apabila berniat dan
beritikad baik untuk mengelola pelabuhan-pelabuhan yang ada.
Dengan demikian, pengelolaan pelabuhan pada dasarnya
merupakan manajemen dari aktivitas yang dinamis dan
berdimensi multi dalam suatu pelabuhan yang mempunyai
banyak kepentingan dan berbagi pihak yang berkepentingan
(stakeholder) di dalamnya. Oleh karena itu, pengelola pelabuhan
berkewajiban mempunyai kemampuan yang profesional,
qualified dan legitimated dalam mengelola pelabuhan yang ada
54

di Indonesia. Yang perlu dihindari untuk masalah pengelolaan


pelabuhan saat ini adalah inti persoalan yang direduksi menjadi
konflik kepentingan. Dengan demikian diharapkan dapat
menjawab pertanyaan bagaimana pengelolaan pelabuhan oleh
Pemda yang sesuai dengan ketentuan UU Pemda dan sekaligus
tidak menyalahi aturan internasional.

6.2. SARAN
6.2.1 Perlu adanya perubahan terhadap UU Pelayaran dan tentu saja
harus diikuti dengan perubahan peraturan pelaksana di bawahnya,
seperti PP No.69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhan, yang secara
konkret dapat dilaksanakan dalam praktik. Hal ini juga diperlukan
untuk mengakomodir putusan judicialreview MA mengenai
pengelolaan pelabuhan yang diajukan oleh Pemkot Cilegon dan
Forum Deklarasi Balikpapan. Dalam hal ini, draf RUU Pelayaran
sebenarnya telah disusun dan dibahas, namun perlu pula
dipertimbangkan mengenai pasal-pasal yang mengandung multi
tafsir.

6.2.2 Dalam menyikapi aturan mengenai pengelolaan pelabuhan, semua


pihak hendaknya memandang kewenangan di wilayah laut sebagai
“manajemen pelabuhan”, dan bukan “penguasaan pelabuhan”.
Artinya perlu disadari bahwa pengertian “pengelolaan pelabuhan”
sesungguhnya bukan dalam arti sempit sebagai pengelolaan
dermaga dan infrastruktur fisik pelabuhan lainnya, melainkan juga
menyangkut keselamatan lalu lintas pelayaran, sistem navigasi dan
persandian, perijinan bagi kapal yang akan berlabuh atau berlayar,
administrasi bongkar muat, dan sebagainya.
55

BAB VII. PENUTUP

Sebagai bagian akhir dari laporan penelitian ini, direkomendasikan


sebagai berikut:
a) Untuk stakeholder pemerintah daerah, agar merencanakan kembali
pengembang Pelabuhan Bitung dengan mematuhi ketentuan
pembangunan pelabuhan dari pelabuhan biasa menjadi pelabuhan
bongkar muat barang dan transportasi laut. Selain itu, agar
administrasi yang dibutuhkan dapat dipenuhi secara lengkap.
b) Untuk DPRD, mohon kiranya dapat mendorong pemerintah pusat
untuk dapat segera memberikan dukungan baik pembiayaan
maupun lainnya untuk terlaksananya pengembangan Pelabuhan
Bitung.
c) Pemerintah pusat, mohon kiranya segera merealisasi
pengembangan Pelabuhan Bitung dengan dukungan penuh agar
pelabuhan dapat di kembangkan menjadi pelabuhan bongkar muat
barang dan transportasi laut sebagai pelabuhan penyangga Ibukota
Jakarta.
56

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad. L. 2004. Ekonomi Pembangunan.Yogyakarta: Bagian Penerbitan


Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
Ariani, Duti. 2013. Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana.
Vol. 2 No.2. Hal. 97-106
Bhattacharyay, B. 2008. Infrastructure and Regional CooperationConcept
Paper for ADB/ADBI Flagship Study
Creswell, J. W. 2013. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,
dan Mixed.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Cynthia, V. S., dkk. 2014. Pelabuhan Wisata Dan Rekreasi Di Manado
(Arsitektur Kontemporer). Teknik Arsitektur Universitas Sam
Ratulangi. Manado.
Damapolii, Deddy Wahyudi. 2008. Peran Pelabuhan Labuan Uki
Terhadap Pengembangan Wilayah Kabupaten Bolaang
Mongondow. Master Tesis Jurusan Perencanaan Wilayah dan
Kota, Universitas Diponegoro, Semarang
Dundovic, Cedomir dan Hess, Svjetlana, 2005,”Exploitabilityofthe Port
Container Terminal Stacking Area Capacity in
theCircumstancesofIncreasedTurnover”, ISEP 2005.
Dekker, Sander, Verhaeghe, R.J. dan Pols, A.A.J., 2003,
“EconomicImpactsandPublicFinancingof Port Capacity
Investments: theCaseof Rotterdam Port Expansion”, TRB 2003
AnnualMeeting.
Flick, U., Kardoff, E. v., dan Steinke, I. 2004. A
CompaniontoQualitativeResearch. London: Sage Publications
Ltd.
Gurning, Raja Oloan Saut dan Budiyanto, Eko Hariyadi. 2007. Manajemen
Bisnis Pelabuhan. PT Andhika Prasetya Ekawahana.
57

Ikhsan, M. dkk., 2014. Redesain & Pengembangan Terminal Penumpang


Pelabuhan Lasdap Siak Sri Indrapura dengan Pendekatan
Arsitektur Tropis. Arsitektur Universitas Riau. Riau.
Iskandar Putong. 2010. Economics Pengantar Mikro dan Makro. Jakarta:
Mitra Wacana Media.
Jinca, Yamin N., 2011, “Transportasi Laut Indonesia, Analisis Sistem dan
Studi Kasus”, Brilian Internasional, Surabaya
Malayu Hasibuan S.P. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
PT Bumi Aksara
Maloni, Michael dan Jackson, Erick C., 2005, “North American Container
Port Capacity: A LiteratureReview”, TransportationJournal,
Vol.44, No.2, hlm.16-36.
Kartasapoetra G, 2000. Makro Ekonomi, Edisi Kedua, Cetakan Keempat
Belas. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Moleong, Lexy, J. 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
M. Manullang. 2009. Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta: Gajah Mada
UniversityPress.
Miles, M., &Hubermen, A. 1984. Qualitative Data Analysis: A
SourceBookof New Methods. California: SAGE Publications.
Mubyarto. 2000. Membangun Sistem Ekonomi. Yogyakarta: BPFE.
Mulyono, Tri. 2016. Rekayasa Fasilitas Pelabuhan. Fakultas Teknik
Universitas Negeri Jakarta.
Mujeri, M. K, 2002, “Bangladesh, BringingPovertyFocus in Rural
Infrastructure Development”. Discussion Paper November
2002: Issues ini
EmploymentandPovertyRecoveryandReconstrutionDepartemen
International Labour Office, Genewa
Nyoman, Budhiarta, 2015. Perencanaan dan Perancangan Konstruksi
Bangunan Laut dan Pantai. Denpasar: Buku Arti Republik
Indonesia, 2011.
58

Purnomo Yusgiantoro. 2014. Ekonomi Pertahanan Teori dan Praktik.


Jakarta: Gramedia.
Samuelson, Paul A. dan Nordhaus, William D. 2004. Ilmu Makro
Ekonomi. Jakarta: PT. Media Global Edukasi.
Supandi. 2019.Textbook Ekonomi Pertahanan (DefenseEconomics)
13Wawasan Studi Ilmu Ekonomi Pertahanan. Jakarta. Penerbit
Makmur Cahaya Ilmu
Suranto. 2004. “Manajemen Operasional Angkutan Laut dan Kepelabuhan
serta Prosedur Impor Barang”. Penerbit: PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kombinasi (MixMethods). Yogyakarta:
Alfabeta.
Stainback, S., dan Stainback, W. 1988.
UnderstandingandConductingQualitativeResearch. USA:
Kendall/Hunt Publisher.
Tongzon&Ganesalingam. 1994.An Evaluationof ASEAN Port Performance
andEfficiency. Asian EconomicJournal 1994, Vol. 8, No. 3, pp
317-330
Todaro M.P. 2004.  Pembangunan Ekonomi di Dunia Ke Tiga,  Edisi 4.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Triatmodjo, Bambang.2010. Perencanaan Pelabuhan.Yogyakarta: Beta
Offset
Peraturan Menteri Perhubungan No.68 Tahun 2011 tentang Alur
Pelayaran di Laut. Republik Indonesia. 2008.
Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Republik
Indonesia. 2009.
Wilson Bangun. 2010.Teori Ekonomi Makro. Bandung: Refika Aditama.
Wibowo R. dkk.1999. Refleksi Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Nusantara. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
World Bank. 1994. Infrastructure for Development, World Development
Report 1994.
59

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai