Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

THAHARAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah fiqh ibadah
Dosen Pengampu : Komarudin, M.Pd.I

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

STAI DIPONEGORO TULUNGAGUNG


SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah mata kuliah ”Fiqh
Ibadah” ini. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi agung
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman
yang terang bendereang.

Selanjutnya kami menyusun makalah yang berjudul “Thaharah”. Makalah


ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah “Fiqh Ibadah” yang diberikan oleh
Bapak Komarudin, M.Pd.I sebagai dosen Fiqh Ibadah.

Makalah ini tentunya masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi yang bermanfaat untuk
kita semua.

Tulungagung, 5 Maret 2021

Penyususn

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ii

DAFTAR ISI ..........................................................................................................iiii

BAB 1.......................................................................................................................4

PENDAHULUAN...................................................................................................4

A. Latar Belakang Masalah .................................................................................5

B. Rumusan Masalah...........................................................................................5

C. Tujuan Pembahasan ........................................................................................6

BAB II ......................................................................................................................6

PEMBAHASAN ......................................................................................................6

A. Pengertian Thaharah.....................................................................................6
B. Hakikat dan Fungsi Thaharah ......................................................................9
C. Sarana Thaharah .............................................................................................
D. Hubungan Thaharah dengan Kebersihan, Kesehatan dan Keindahan
Lingkungan.................................................................................................12
E. Istinja’.........................................................................................................15

BAB III...................................................................................................................17

PENUTUP..............................................................................................................19

A. kESIMPULAN ...........................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................1

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah itu bersih dan suci, untuk menemuinya manusia harus terlebih
dahulu bersuci atau disucikan dari hadats. Allah mencintai sesuatu yang
bersih dan suci. Dalam Islam bersuci dan segala seluk-beluknya adalah
termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting untuk dipelajari terutama
karena diantaranya syarat-syarat sholat telah ditetapkan bahwa seseorang
yang akan melaksanakan sholat, wajib suci dari hadas, pakaian dan
tempatnya dari najis. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari
sesuatu yang kotor dan najis sehingga Thaharah dijadikan sebagai alat dan
cara bagaimana mensucikan diri sendiri agar sah saat menjalankan ibadah.

Ada beberapa hal yang meneyebabkan umat Islam diwajibkan untuk


bersuci, yaitu : keluar mani, bertemunya (masuknya meski sedikit)
kemaluan pria-wanita walau tidak keluar mani, tuntasnya darah dari haid
dan nifas, masuk Islamnya orang non-muslim, dan matinya muslim-
muslimah kecuali mati syahid. Hal ini didasarkan pada makna firman Allah
SWT : “...Dan apabila kalian junub, maka mandilah...” (Al-Maidah 6), dan
banyak hadits shahih, antara lain sabda Rasulullah SAW tentang orang
Islam yang meninggal dunia: “Mandikanlah ia dengan air bidara, serta
kafanilah dengan dua helai kain” (HR Al-Bukhariy dan Muslim dari Ibnu
Abbas), juga sabda beliau berkaitan dengan non-muslim yang masuk Islam,
yaitu ketika Qais bin Ashim menyatakan masuk Islam, maka Rasululllah
SAW menyuruhnya mandi dengan air dan bidara (HR Muslim, Abu Dawud,
at-Turmudziy dan an-Nasaa-iy).1

Melihat pentingnya Thaharah dalam kehidupan kita sehingga dalam


makalah ini akan dijelaskan pengertian thaharah, hakikat dan fungsi

1 Ahmad Zahra, “Islam Itu Indah” Fiqh Kontemporer. Jombang : Unipdu Press, 2014, 3.

4
thaharah, sarana thaharah, hubungan thaharah dengan kebersihan, kesehatan
dan keindahan lingkungan, serta istinja’.

B. Rumusan Masalah.
1. Apa pengertian thaharah?
2. Bagaimana hakikat dan fungsi thaharah?
3. Apa saja sarana thaharah?
4. Bagaimana hubungan thaharah dengan kebersihan, kesehatan dan
keindahan lingkungan?
5. Apa itu istinja’?

C. Tujuan Pembahasan.
1. Untuk mengetahui pengertian thaharah.
2. Untuk mengetahui hakikat dan fungsi thaharah.
3. Untuk mengetahui apa saja sarana thaharah.
4. Untuk pmengetahui hubungan thaharah dengan kebersihan, kesehatan,
dan keindahan lingkungan.
5. Untuk mengetahui apa itu istija’.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Thaharah
Thaharah ada dua macam yaitu; thaharah secara lahir dan thaharah
secara batin. Thaharah secara batin ialah menyucikan jiwa dari dampak-
dampak dosa dan maksiat. Hal ini dilakukan dengan bertaubat yang
bersungguh-sungguh dari dosa dan maksiat, serta membersihkan hati dari
kotoran syirik, keraguan, iri hati, dendam, dengki, menipu, sombong, ujub
(merasa kagum pada diri sendiri), riya dan sum’ah (menceritakan kebaikan
kepada orang lain). Hal ini dilakukan dengan bersikap ikhlas, cinta
kebaikan, santun, jujur, rendah hati dan hanya mengharapkan keridhoan dari
Allah dalam semua niat dan semua kebajikannya. 2

Sedangkan thaharah secara lahir ialah bersuci dari najis dan hadats.
Thaharah dalam bahasa berarti bersuci, menurut syara’ atau istilah adalah
membersihkan diri, pakaian, tempat dan benda-benda lain dari najis dan
hadats menurut cara-cara yang ditentukan oleh syarit Islam.
Thaharah merupakan faktor kunci dalam mendapatkan kekhusukan
shalat dan ibadah lainnya. Disinilah pentingnya thaharah untuk diperhatikan
oleh setiap pribadi muslim, seperti dala QS. Al-Maidah ayat 6
ْ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمن ْٰٓوا اِذَا ق ْمت ْم اِلَى الصَّ ٰلوةِ فَاغْسِل ْوا وج ْوهَك ْم َواَيْ ِديَك ْم ا ََِللْ َم َرافِق َِو‬
‫امسَح ْوا‬
‫ِبرء ْوسِك ْم َواَ ْرجلَك ْم اِلَى الْ َك ْعبَي ِۗ ِْن َوا ِْن كنْت ْم جنبًا فَاطَّ َّهر ْو ِۗا َوا ِْن كنْت ْم َّم ْرضٰ ٰٓ ى اَ ْو عَ ٰلى‬
‫ص عِ يْدًا طَ ِيبًا‬ َ ِ‫سف ٍَر اَ ْو َج ۤا َء اَ َحدٌ مِ نْك ْم مِ نَ الْغ َۤاىِٕطِ اَ ْو ٰل َمسْتم الن‬
َ ‫س ۤا َء فَلَ ْم ت َِجد ْوا َم ۤا ًء فَتَيَ َّمم ْوا‬ َ
ْ ‫ج َّو ٰل‬
‫كِن ي ُِّريْد لِيطَ ِه َرك ْم‬ ٍ ‫علَيْك ْم مِ ْن َح َر‬ ‫سح ْوا ِبوج ْوهِك ْم َواَيْ ِديْك ْم ِمنْه َِۗما ي ِريْد ه‬
َ ‫ّٰللا لِ َيجْ َع َل‬ َ ‫ام‬ْ َ‫ف‬
َ‫َولِيتِمَّ نِ ْع َمتَهٗ عَلَيْك ْم لَ َعلَّك ْم تَشْكر ْون‬
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat,
maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika
kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau

2 Zaenal Abidin, Fiqh Ibadah. Sleman, CV Budi Utama, 2020, 19.

6
kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu
kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang
baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak
hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia Hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-
Maidah:6)
Jadi dapat disimpulkan thaharah adalah bagian dari proses
pembersihan diri dan satu-satunya jalan utama (syarat) agar seseorang bisa
melaksanakan ibadah yang diterima oleh Allah. Dengan melaksanakan
thaharah dengan benar sesuai prinsip-prinsip yang diajarkan dalam Islam,
maka thaharah akan menjadi faktor kunci dalam mendapatkan kekhusukan
sholat dan ibadah lainnya.
B. Hakikat dan Fungsi Thaharah
Pada hakikatnya thaharah itu ialah memakai air atau tanah atau salah
satu dari keduanya menurut sifat yang disyari’atkan untuk menghilangkan
hadats dan najis. Thaharah hukumnya wajib berdasarkan Al-Quran dan
Sunnah.3
Firman Alllah SWT.
‫ْض َو ََل تَقْ َرب ُْوهُ َّن َحتّٰى‬ۙ ِ ‫ى فَاعْت َِزلُوا النِ َساۤءَ فِى الْ َم حِ ي‬ ۙ ً‫ْض ۗ قُ ْل ه َُو اَذ‬ ِ ‫َويَ سْـَٔلُ ْونَكَ عَ ِن الْ َم حِ ي‬
‫ّٰللا يُحِبُّ التَّ َّوابِيْ َن َويُحِبُّ الْ ُمتَطَ ِه ِريْ َن‬ ُ ‫يَطْهُرْ َن ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْ َن فَأْتُ ْوهُ َّن م ِْن َحي‬
ُ ّٰ ُ‫ْث اَ َم َركُم‬
َ ّٰ ‫ّٰللا ۗ اِ َّن‬

“Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid.


Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada
waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila
mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat
dan menyukai orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah:222)

3Sudarto, Ilmu Fiqih (Refleksi Tentang Ibadah, Muamalah, Munakahat dan mawaris). Sleman,
CV Budi Utama, 2018, 3.

7
Setiap ibadah yang dilakukan tentunya mempunyai ketentuan dan
syarat-syaratnya. Demikian juga halnya dalam melakukan ibadah shalat.
Adapun fungsi thaharah secara umum adalah sebagai berikut:4

1. Mendapatkan cinta Allah Swt;

2. Shalat tidak diterima jika tidak disertai dengan bersuci;

3. Menyucikan diri dari kotoran berupa hadats dan najis;


4. Sebagai syarat sahnya shalat dan ibadah seorang hamba;

5. Untuk memelihara kesehatan jasmani;


6. Dengan membersihkan badan dan benda yang lainnya dari najis atau
kotoran, berarti membersihkan diri dari gangguan bibit penyakit dan zat-
zat berbahaya lainnya yang merusak kesehatan tubuh, baik langsung
maupun tidak;

7. Meningkatkan kewibawaan dan harga diri seseorang sekaligus


menghindarkan diri dari kehinaan.[2]

Adapun fungsi thaharah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya


adalah sebagai berikut:

1. Untuk membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadast dan najis
ketika hendak melaksanakan suatu ibadah;

2. Dengan bersih badan dan pakaiannya, seseorang tampak cerah dan enak
dilihat oleh orang lain karena Allah Swt, juga mencintai kesucian dan
kebersihan;

3. Menunjukkan seseorang memiliki iman yang tercermin dalam kehidupan


sehari-harinya karena kebersihan adalah sebagian dari iman;

4. Seseorang yang menjaga kebersihan, baik badan, pakaian, ataupun


tempat tidak mudah terjangkit penyakit;

4
http://universitasislamduniamaya.blogspot.com/2017/10/fungsi-thaharah-dalam-ibadah-
dan.html (diakses pada tanggal 23 Februari 2021 pukul : 11.45)

8
Seseorang yang selalu menjaga kebersihan baik dirinya, rumahnya,
maupun lingkungannya, maka ia menunjukan cara hidup sehat dan
disiplin.

C. Sarana Thaharah
Sarana atau alat thaharah adalah sesuatu yang diperbolehkan untuk
digunakan bersuci. Sarana thaharah ada tiga yaitu; air, batu dan debu.
1. Air
Diantara sarana yang dapat digunakan untuk thaharah, air
merupakan alat bersuci yang paling baik sebab mempunyai daya bersih
yang lebih efektif daripada yang lain, terutama untuk mensucikan najis.
Atas dasar inilah maka air bisa digunakan untuk bersuci dalam segala hal,
bisa digunakan untuk mensucika hadats maupun najis. Air yang digunakan
untuk thaharah dibedakan dalam beberapa macam yaitu air suci dan air
najis;5
a. Air suci, air suci dibedakan menjadi dua yakni air suci yang
mensucikan dan air suci yang tidak mensucikan.
1) Air suci dan mensucikan, adalah air suci yang digunakan
untuk bersuci, yakni digunakan untuk menghilangkan hadats
dan najis. Sah digunakan untuk berwudhu, mandi jinabat dan
digunakan untuk mensucikan atau menghilangkan najis saat
mencuci pakaian.
2) Air suci namun tidak mensucikan, adalah air yang statusnya
hanya sekedar suci, air ini tidak bisa digunakan untuk
kepentingan bersuci atau thaharah. Air ini tidak sah jika
digunakan untuk menghilangkan hadats dan najis, tidak sah
digunakan untuk berwudhu dan untuk manid besar
(jinabat).Namun air ini masih bisa digunakan untuk
kepentingan yang lain seperti, dikonsumsi atau diminum.

5 https://books.google.co.id/books?id=yivbDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=fiqh+ibadah+sa

rana+thaharah&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiTo56Hg5vvAhV863MBHcvnBqUQ6AEwAXoEC
AIQAg#v=onepage&q&f=false (diakses pada tanggal 6 Maret 2021 pukul : 13.19)

9
Contohnya seperti; air teh, air kopi, air susu, air kelapa dan
lain sebagainya.
b. Air najis, adalah air yang tidak bisa dan tidak boleh digunakan untuk
bersuci, contohnya seperti; air kencing.

Dari pembagian jenis air diatas, secara lebih rinci air dibedakan
menjadi beberapa bagian yaitu;

c. Air Mutlak
Air mutlak adalah air yang suci sekaligus bisa mensucikan. Air
mutlak adalah air yang masih murni yang belum atau tidak
tercampuri oleh sesuatu yang najis. Status kemutlakan air ini bisa
berubah jika dihadapkan pada beberapa kondisi berikut.
1) Jika air mutlak itu dalam jumlah yang banyak, yaitu lebih dari
dua kulla (lebih dari 216 liter) kemudian kejatuhan najis lalu
salah satu dari sifat air (warna, bau dan rasa ) berubah, maka
status kemutlakan air ini berubah menjadi air yang najis
(mutanajis). Akan tetapi, jika salah satu sifat air tidak ada
yang berubah, maka kemutlakan air tersubut tetap suci dan
mensucikan.
2) Jika air mutlak dalam jumlah yang sedikit (kurang dari dua
kullah) kejatuhan najis, maka air tersebut menjadi najis
meskipun salah satu dari sifat air tidak ada yang berubah.
3) Jika air mutlak dalam jumlah sedikit dipergunakan bersuci
dengan mengkoboknya, maka status kemutlakan air itu
berubah menjadi air musta’mal.
4) Jika air mutlak dalam jumlah yang sedikit kejatuhan sesuatu
yang suci hingga merubah salah sifat air, maka kemutlakan
air akan berubah menjadi air musta’mal, misalnya air suci
dalam satu gelas dicampur dengan gula dan kopi.
d. Air Musta’mal
Air musta’mal adalah air yang suci tetapi tidak bisa
mensucikan. Air musta’mal adalah air yang sudah digunakan untuk

10
bersuci. Air musta’mal adalah air suci yang kurang dua kullah dan
merupakan air bekas dipergunakan untuk bersuci meskipun tidak
berubah warna, bau dan rasanya. Air musta’mal juga bisa berupa air
yang suci kurang dari dua kullah kejatuhan sesuatu yang suci hingga
salah satu sifat air berubah.
Contoh air musta’mal misalnya air suci yang berada dalam
sebuah ember yang dikobok untuk digunakan bersuci. Air suci yang
berada dalam sebuah gelas kemudian dicampur dengan gula yang
suci lantas diaduk juga termasuk air musta’mal.
e. Air Musyamas
Air musyamas adalah air yang suci sekaligus bisa
mensucikan akan tetapi hukumnya makruh jika digunakan untuk
bersuci. Disebut musyamas karena air ini di panaskan pada terik
matahari dalam kadar panas yang cukup tinggi pada tempat yang
terbuat dari besi (logam) bukan dari emas. Air ini makruh digunakan
untuk bersuci pada badan sebab bisa menimbulkan penyakit kulit
(kusta).
f. Air Mutanajis
Air mutanajis adalah air najis yang tidak bisa mensucikan.
Air mutanajis adalah air sedikit (kurang dari dua kullah) yang
kejatuhan sesuatu yang najis, meskipun tidak berubah sifat-sifatnya.
Misalnya, air dalam satu ember kejatuhan kotoran cicak, meskipun
air satu ember tersebut tidak berubah warna, bau dan rasanya tetap
saja air tersebut disebut air najis.
Yang termasuk air mutanajis juga adalah air yang lebih dari
dua kullah kejatuhan najis hingga salah satu sifatnya berubah.
Misalnya, air dalam satu kolam besar yang kejatuhan bangkai tikus
hingga menyebabkan bau dan rasa air tersebut berubah. Tidak
termasuk air mutanajis jika air itu banyak, lebih dari dua kullah
kejatuhan sesuatu yang najis namun ketiga sifat air tidak berubah.
Bukan termasuk air mutanajis juga jika air itu banyak kejatuhan

11
sesuatu yang suci meskipun sifat-sifat air berubah. Misalnya, air
sebuah tambak yang berubah sebab tanahnya.
2. Debu
Bersuci dengan menggunakan debu disebut tayammum.
Tayammum dilakukan jika sesorang tidak menemukan air untuk bersuci
atau karena sakit yang akan membahayakan jiwanya jika terkena air. Debu
sebagai sarana thaharah yang menggantikan posisi air. Jadi dengan
pertimbangan kondisi di atas, seseorang dapat melakukan thaharah dengan
debu.6
D. Hubungan Thaharah dengan Kebersihan, Kesehatan dan Keindahan
Lingkungan.
Islam menempatkan masalah thaharah sebagai satu masalah penting
yang tidak bisa di anggap remeh. Hal ini disebabkan oleh dua hal yaitu:
Pertama, thaharah menjadi syarat sahnya ibadah-ibadah tertentu,
misalnya ibadah sholat. Ini artinya jika sholat tidak dibangun atas dasar
thaharah, bersih dari hadats dan najis, maka sholat dianggap tidak sah yang
konsekuensinya tidak akan diterima oleh Allah. 7
Kedua, alasan lain mengapa Islam menempatkan masalah thaharah
sebagai urusan yang penting adalah karena thaharah terkait langsung dengan
masalah kebersihan.
Allah SWT berfirman:
‫ّٰللا يُحِبُّ التَّ َّوا ِبيْ َن َويُحِبُّ الْ ُمتَطَ ِه ِريْ َن‬
َ ّٰ ‫َّن‬
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah : 222)
Nabi SAW bersabda :
ِ ْ ‫اَلنَّظَافَةُ ِم َن‬
‫اْليْ َما ِن‬
" Kebersihan sebagian daripada iman” (HR. At-Tirmidzi)

6 https://legalstudies71.blogspot.com/2015/08/definisi-thaharah-dan-sarana-untuk.html (diakses
pada tanggal 6 Maret 2021 pukul : 13.36)
7 Ibnu Abdullah, Fiqih Thaharah Panduan Praktis Bersuci. Madiun, Pustaka Media, 2018, hlm.

14.

12
Allah menegaskan bahwa Dia sangat mencintai orang-orang Islam
yang bersih. Dengan kata lain Allah menyukai orang-orang yang selalu
memperhatikan kebersihan. Itu artinya seseorang bisa saja mendapatkan
cinta Allah sebab dalam hidup mereka menempatkan persoalah thaharah
sebagai masalah yang harus benar-benar diperhatikan.
Adanya kenyataan bahwa kebersihan menjadi syarat sahnya sebuah
ibadah menunjukkan bahwa Islam menyerukan agar umat Islam ini hidup
bersih dan jauh dari segala hal yang kotor dan najis. Hal ini dimaksutkan
agar umat Islam menjadi umat yang sehat, baik sehat badan maupun sehat
lingkungan. Adanya kenyataan bahwa hal yang kototr dan najis seringkali
menjadi penyebab timbulnya penyakit. Inilah mengapa Islam
memerintahkan manusia agar menghindarkan diri dari sesuatu yang kotor
dan najis sekaligus melarang keras mengkonsumsi keduanya.
Islam sangat menekankan hidup sehat dan nyaman dan untuk bisa
meraihnya semua orang Islam harus menjaga kebersihan lingkungan
dimana mereka tinggal. Apapun caranya, yang jelas Islam melihat upaya
membersihkan lingkungan sebagai sebuah amal mulia dan menyimpan
pahala yang sangat besar.
Nabi SAW bersabda :
ُ‫ص َن ش َْوكٍ فَأ َخَ ذَ هُ فَ َشك ََرهللاُ لَهُ فَغَف ََرلَه‬ ٍ ْ‫ار جُ ٌل يَ ْم شِى بِطَ ِري‬
ْ ُ‫ق َو َجدَ غ‬ َ ‫بَيْنَ َم‬
“Ketika seorang laki-laki berjalan dijalan, dia mendapati dahan pohon
berduri yang merintangi jalan, dia pun menyingkirkannya, maka Allah
berterimakasih kepadanya dan sekaligus mengampuninya.” (HR. Bukhori)
Jangan di anggap remeh tindakan membersihkan lingkungan dengan
cara menyingkirkan sesuatu yang membahayakan di jalan. Meski terkesan
tak berniali, tak penting dan seperti tiada guna nyatanya justru inilah yang
bisa menghantarkan seseorang menuju ke surga. Allah sangat bertemakasih
kepada orang-orang yang seperti itu. Betapa tidak, saat seseorang
menyingkirkan duri di jalan, itu artinya ia telah menyelamatkan orang lain.
Allah sangat menyukai semua orang yang membersihkan diri dari
segala kotoran dan menjauhkan diri dari segala kemungkaran, orang seperti
itu lebih disukai oleh Allah. Kebersihan juga sangat dianjurkan oleh

13
masyarakat secara umum apapun agamanya, seperti yang disebutkan dalam
ungkapan “bersih pangkal sehat” yang mengandung arti bahwa kesehatan
dapat dicapai dengan menjaga kebersihan yang di dalam Islam kebersihan
dapat dilakukan dengan thaharah.
Kebersihan adalah upaya manusia untuk memelihara diri dan
lingkungannya dari segala yang kotor dan keji dalam rangka kehidupan
yang sehat dan nyaman. Kebersihan di dalam Islam dapat dilakukan dengan
thaharah khususnya thaharah dari najis. Kebersihan merupakan masalah
yang urgen karena dengan hidup bersih nantinya akan tercipta kehidupan
yang sehat pula. Menjaga kebersihan dapat juga kita lakukan dengan
menjaga lingkungan dari benda- benda yang bersifat kotor dan
membahayakan bagi kebersihan lingkungan.8
Dengan lingkungan yang bersih berarti kita sudah menjaga
lingkungan hidup dari kerusakan, karena salah satu sebab terjadinya
kerusakan lingkungan adalah kurang terjaganya lingkungan dari benda-
benda yang kotor, seperti limbah. dan di dalam Islam sangat dilarang
berbuat kerusakan sebagaimana tercantum dalam QS. Al-Qashash, ayat, 77
, yang artinya “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berbuat kerusakan”.
Dari ayat tersebut diterangkan bahwa kita dilarang berbuat kerusakan, yaitu
kerusakan dengan berbuat aniaya dan berbuat zalim. Juga kerusakan karena
menggunakan kenikmatan secara tanpa kontrol, muraqabah kepada Allah
dan memperhatikan akhirat. Kerusakan dengan memenuhi dada manusia
dengan perasaan hasad dan kebencian. Juga kerusakan dengan
menginfakkan bukan pada tempatnya atau menahan dari tempat yang
seharusnya.
Agama Islam sangat menjunjung tinggi kebersihan yaitu di atur
dalam masalah thaharah. Thaharah(bersuci) di dalam Islam sebenarnya
menerangkan secara jelas tentang ruang lingkup sampai hikmah Islam
mewajibkan menjaga kesehatan dan kebersihan. Masalah-masalah yang

8 Syaih Ahmad bin Musthafa Al-Farran,Tafsir imam syafi’I. Jakarta, al mahira, 2008, hlm.365

14
dihadapi Indonesia ini sebenarnya tidak dapat lepas dari para pemuda,
karena pemuda sekarang merupakan pemimpin masa depan. Berbicara
mengenai para pemuda juga tidak dapat lepas dari lembaga pendidikan,
khususnya pendidikan Islam yang tugasnya membentuk karakter dan
mendidiknya sebagai bekal di masa mendatang. Peserta didik sebagai
penerus bangsa harus mendapatkan perhatian yang serius khususnya
masalah pendidikan Islam untuk yang beragama islam. Karena dengan
mereka mengetahui Islam secara kaffah.9
E. Istinja’
Istinja’ dalam bahasa Arab artinya mencari keselamatan dan dalam
ilmu fiqih ialah menghilangkan najis yang keluar dari kedua aurat depan
dan belakang dengan memakai air atau batu dan hukumnya wajib.10

1. Beristinja’ ada tiga cara

a) Cara pertama dengan mengunakan air dan batu, ini merupakan cara yang
paling sempurna dan disunahkan karena bisa menghilangkan bekas najis
secara keseluruhan.
b) Cara kedua dengan menggunakan air saja, ini merupakan cara yang
cukup. Cara ini pernah dilakukan oleh Nabi saw.

ْ ْْ‫نْ َرسهولهْ َرسهولهْللاْْصَلَّىْللاهْْعَلَيهْ َوآلهْ َوسَلَّ َم‬


َْ ‫ ْْكَا‬:َْ‫يْللاهْْعَنههْقَال‬َْ ‫عَنْْ َأنَسْْْبنْْ َمالكْْ َرض‬
)‫نْاألَنصَارْ ْبإ د ََاو ةْْمنْْ َماءْْفَيَستَنجي ْبهَا ْ(رواْهْ الشيخان‬ َْ ‫ْفَأَتبَعَههْ َأنَا ْ َوغهالَمْْم‬،َ‫ْيَأتي ْ ال َخالَ ء‬

Sesuai dengan Hadits dari Anas bin Malik ra, ia berkata: Bahwa
Rasulullah saw. pernah memasuki kebun, diikuti olehku dan seorang anak
muda yang membawa kendi berisi air, maka beliau beristinja dengan air.
(HR Bukhari Muslim)

9 Tengku Muhammad Hasbi ash- Shiddieqy, Tafsir Al- Quranul majid An- nur. Semarang, PT.
Pustaka Rizki Putra, 1987, hlm. 379
10 https://hasansaggaf.wordpress.com/2011/12/08/istinja -cebok/ (diakses pada tanggal 6 Maret

2021 Pukul : 20.22)

15
c) cara ketiga dengan menggunakan batu saja ini merupakan cara yang
paling ringan atau sedikitnya.

ْ ْ ،‫ ْ إنَّ َماْ َأنَا ْلَكهمْْمثلهْ ال َو ال ْد‬:َْ‫ي ْصَلَّىْللاهْْعَلَيهْ َوآلهْ َوسَلَّمَْْقَال‬ َّْ ‫يْللاهْْعَنههْ َأ‬
َّْ ‫ن ْ النَب‬ َْ ‫عَنْْ َأبي ْ ه َري َر َْةْ َرض‬
ْ ْ‫ْ َوالْيَست َْدبر هَا ْلغَائطْْ َوالْبَولْ ْ َوليَستَنجْْبثَالثَة ْ َأحجَار‬،َْ‫َبْ َأ َح هدكهمْ ْ إلَىْ الغَائطْْفَالْيَستَقبلْ ْ القبلَ ْة‬
َْ ‫فَإ َذْاْ َذه‬

Rasulallah saw bersabda: “Sesungguhnya aku bagi kamu seperti


bapak maka apabila engkau ke WC, janganlah menghadap kiblat atau
membelakanginya ketika kencing atau buang air besar dan bersucilah
(ceboklah) dengan tiga batu” (HR asy-Syafie, Abu Daud, an-Nasai, Ibnu
Majah).

Dalam hal ini Rasulallah saw melarang cebok dengan menggunakan


tahi binatang yang kering atau tulang dan melarang beristinja’ (cebok)
dengan tangan kanan.

2. Syarat Beristinja’ Dengan Batu

a) Beristinja’ sebelum najisnya kering

b) Beristinja’ di tempat keluarnya najis

c) Tidak tersentuh oleh sesuatu

d) Tidak pindah najisnya dari kedua aurat (lubang tempat keluar najis)

e) Beristinja paling sedikit dengan tiga batu.

ْ َْْ‫ْ َأ َم َرنَاْ َرسهولهْللاْْصَلَّىْللاهْْعَلَيهْ َوآلهْ َوسَلَّم‬:َْ‫يْللاهْْعَنههْقَال‬


َْ ‫عَنْْسَل َمانْالفَارسيْْ َرض‬
)‫َأنْْالَْْيَجتَزئَْ ْبأقلْمنْْثَالَثَةْ َأحجَارْ ْ(رواْهْمسلم‬

Sesuai dengan hadits dari Salman al-Farisi ra, ia berkata:


“Rasulallah saw memerintahkan kami untuk tidak beristinja’ (cebok)
kurang dari tiga batu” (HR Muslim)

3. Adab Masuk Kamar Mandi (WC)

16
a) Tidak membawa sesuatu dari dzikir Allah dan Rasul-Nya,

ْ ،‫نْ إ َذْاْ َد َخلَ ْ ال َخالء‬


َْ ‫ي ْصَلَّىْللاهْْعَلَيهْ َوآلهْ َوسَْلَّمَْْكَا‬ َّْ ‫يْللاهْْعَنههْ َأ‬
َّْ ‫نْ النَب‬ َْ ‫عَنْْ َأنَسْْْبنْْ َمالكْْ َرض‬
)‫ْ َوضَ َْعْ َخاتَ َمههْ(حسنْصحيح ْغريبْ الترمذي‬

Dari Anas bin Malik ra, telah diriwayatkan sesungguhnya Nabi saw
jika memasuki WC beliau melepaskan cincinya (HR at-Tirmidzi). Cincin
beliau tertulis ”Mumammad Rasulallah”

b) Membaca do’a sewaktu masuk

ْ‫بسمْللاْاللَّههمَّْْ إنيْْ َأعهو ْهذْبكَْْمنْْ ال هخبهثْ ْ َو ال َخبَائث‬

Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari


godaan syetan laki- laki dan syetan perempuan

ْ ْ :َْ‫ّللاْصَلَّىْللاهْْعَلَيهْ َوآلهْ َوسَلَّمَْْقَال‬ َّْ ‫ّللاْعَنههْ َأ‬


َّْ َْ‫نْ َرسهول‬ ْ‫عَنْْعَليْْ ابنْ َأبيْْطَالبْْ َرضيْ َّه‬
ْ‫ّللا‬ َْ ‫ن ْ َأع هينْْ الجنْْ َوعَو َر اتْ ْبَني ْآ َد َْمْ إ َذْاْ َد َخلَْْ الكَن‬
َّْ ْْ‫يفْ أنْ ْيَقهولَ ْباسم‬ َْ ‫ست هْرْماْبَي‬

Dari Ali bin Abi Thalib ra, bahwa Rasulallah saw bersabda: penutup
(dinding) antara Jin dan aurat manusia jika memasuki WC ia berkata:
“bismillah” (HR at-Tirmidzi).

ْ :َْ‫نْ النَبيْ ْصَلَّىْللاهْْعَلَيهْ َوآلهْ َوسَلَّمَْْ إ َذْاْ َد َخلَ ْ ال َخالَ ءَْْقَال‬ َْ ‫عَنْْ َأنَسْْْبنْْ َمالكْْ َرض‬
َْ ‫ْكَا‬:َْ‫يْللاهْْعَنههْقَال‬
)‫ْ اللَّهه َّْمْ إني ْ َأعهو هْذْبكَْْمنْْال هخبهثْْْ َو ال َخبَائثْ ْ(رواْهْْ الشيخان‬

Hadits lainnya dari Anas bin Malik ra sesungguhnya Rasulallah saw


jika memasuki WC beliau berkata ”Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
kepada-Mu dari godaan syetan laki- laki dan syetan perempuan” (HR
Bukhari Muslim)

c) Membaca do’a sewaktu keluar

َْ ‫لِلْ الَّ ذي ْ َأذه‬


ْ‫َب ْعَنيْْ األ َذى ْوعَافَاني‬ َّْ ْ‫غهف َر انَكَْْ الحَم هد‬

Artinya: PengampunanMu ya Allah, segala puji bagi Allah yang


telah mengeluarkan kotoran dariku dan memberikan kepadaku kesehatan.

17
ْ ْ :َْ‫نْ الغَائطْْ إالْقَال‬
َْ ‫للاْعَلَيهْ َوآلهْ َوسَلَّ َْمْم‬
ْ‫ّللاْصَلَّىْ ه‬ َْ ‫ ْ َماْ َخ َر‬:ْْ‫للاْعَنههاْقَالَت‬
َّْ ْ‫ج ْ َرسهوله‬ َْ ‫عَنْْعَائشَةَْْ َرض‬
ْ‫ي ْ ه‬
)‫غهف َر انَكَْْ”ْ(أبوْْ داو ْدْوابن ْماجهْوالترمذي‬

Sesuai dengan hadits dari Aisyah ra, ia berkata: Rasulallah saw tidak
keluar dari WC kecuali beliau berkata ”pengampunan-Mu ya Allah” (HR
Abu Daud, Ibnu Majah, At-Tirmidzi).

ْ ْ:َْ‫ج ْمنْْال َخ َال ءْْقَال‬


َْ ‫نْإ َذْاْ َخ َر‬
َْ ‫للاْعَلَيهْ َوآلهْ َوسَلَّ َْمْكَا‬
ْ‫ي ْصَلَّىْ ه‬ َّْ ‫ّللاْعَنههْ َأ‬
َّْ ‫نْ النَب‬ َْ ‫عَنْْ َأبي ْ َذرْ ْ َرض‬
ْ‫يْ َّه‬
)‫َب ْعَنيْ األَ َذى ْ َوعَافَانيْ(ابن ْماجهْضعيف ْيعملْبهْفيْ الفضائل‬
َْ ‫لِلْ الَّ ذي ْ َأذه‬
َّْ ْ‫الحَم هد‬

Hadits lainnya dari Abu Dzarr ra sesungguhnya Rasulallah saw jika


keluar dari WC beliau berkata: ”Segala puji bagi Allah yang telah
mengeluarkan kotoran dariku dan memberikan kepadaku kesehatan ” (HR
Ibnu Majah, dhaif untuk pelengkap ibadah)

d) Mendahulukan kaki kiri sewaktu masuk dan kaki kanan sewaktu keluar.
Karena kiri untuk keburukan dan kanan untuk kebaikan.

e) Membaca do’a dalam hati sewaktu beristinja’ (cebok)

ْ‫اللَّههمَّْْحَصنْْفَرجي ْمنْْالفَ َو احشْْْ َْوْطَهرْ ْقَلبيْمنْْالنفَاق‬

Artinya: Ya Allah jagalah kemaluanku dari perbuatan keji dan


bersihkanlah hatikau dari nifak

4. Adab Buang Air di Tempat Terbuka

a) Bersembunyi atau berjauhan dari pandangan manusia agar tidak


terdengar suara atau terhendus bau dari yang keluar.

ْ ْ‫َبْ إلَى ْ الغَائطْْ َأبعَ َد‬


َْ ‫نْ إ َذْاْ َذه‬
َْ ‫يْْصَلَّىْللاهْْعَلَيهْ َوآلهْ َوسَلَّمَْْكَا‬ َّْ ‫ْ َأ‬،ْ‫عَنْْيَعلَىْبنْْ هم َّر َْة‬
َّْ ‫نْ النَب‬
)‫(صحيح ْ أحم ْدْوالترمذي ْوغيرهما‬

Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw jika hendak buang air besar


maka beliau pergi jauh. (HR Ahmad, At-Tirmidzi dll).

ْ ْ :َْ‫ي ْصَلَّىْللاهْْعَلَيهْ َوآلهْ َوسَلَّمَْْقَال‬ َّْ ‫يْللاهْْعَنههْ َأ‬


َّْ ‫ن ْ النَب‬ َْ ‫عَنْْ َأبي ْ ه َري َر َْةْ َرض‬

18
ْ ‫ْ َمنْْ َأتَى ْ الغَائطَْْفَليَستَترْ ْفَإنْْلَمْْيَج ْدْ إالَّْْ َأنْْيَج َم َْعْكَث‬
ْ‫يبا ْمنْْ َرملْْفَليَستَترْْبه‬
Dari Abu Hurairah ra, Rasulallah saw bersabda “Barangsiapa yang
hendak buang hajat maka hendaklah bertabir. Kalau dia tidak mendapatkan
tabir (tutup) hendaklah dengan cara mengumpulkan pasir (untuk dijadikan
tabir), maka lakukanlah” (HR Ahmad, Abu Daud dengan sanad baik)

b) Jangan buang air di air tenang/tergenang.

ْ‫سلَّ َْمْنَهَى ْ أنْْ هيبَالَ ْفيْ ال َماءْْال َّر اك ْد‬


َ ‫للاْعَلَيهْ َوآلهْ َو‬
ْ‫سولهْللاْْصَلَّىْ ه‬ َّْ ‫للاْعَنههْ َأ‬
‫نْ َر ه‬ ْ‫يْ ه‬
َْ ‫عَنْْجَابرْ ْ َرض‬
Dari Jabir ra, bahwa Rasulallah saw telah melarang seseorang itu
kencing di air yang tenang. (HR Muslim)
c) Jangan buang air di lubang karena kemungkinan ada jin dan binatang.
َّْ ‫سْ َأ‬
ْ ْ‫نْ َرسهوله ْللاْْصَلَّىْللاهْْعَلَيهْ َوآلهْ َوسَلَّمَْْنَهَى ْعَنْْالبَولْ ْفيْ الجهحر‬ َْ ‫ ْعَنْْعَب ْدْللاْْبنْْسَرج‬،‫عَنْْقَتَا َد َة‬
Dari Qatadah ra, dari Abdullah bin Sarjis ra, sesungguhnya
Rasulullah saw telah melarang seseorang kencing di suatu lubang” (Ahmad,
Abu Daud, An-Nasa’I, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi)

d) Jangan buang air di jalanan orang dan di tempat orang berteduh.

َْ ‫عَنْْ َأبي ْ ه َري َر َْةْ َرض‬


ْ ْ:‫ْقَالهو ا‬.ْْ‫ْ اتَّقهوْاْْ اللعَّْانَين‬:َْْ‫ْقَالَْ َرسهولهْللاْْصَلَّىْللاهْْعَلَيهْ َوآلهْ َوسَلَّم‬،ْ‫يْللاهْْعَنهه‬
)‫ ْ”ْ الَّ ذي ْيَتَخلَّىْفيْطَريقْ ْ النَّاسْ ْ َأوْْفيْظلهمْ ْ”ْ(رواْهْمسلم‬:َ‫َو َماْ اللَعَّانَانْْيَاْ َرسهولَْللا؟ْقَال‬
Dari Abu Hurairah ra, Rasulallah saw bersabda “Jauhilah dua
(perbuatan) yang menyebabkan laknat, yaitu buang hajat (besar/kecil) di
jalan umum atau diperteduhan mereka” (HR Muslim)

e) Jangan buang air di bawah pohon ridang atau berbuah dan di tempat
yang ada angin kencang

f) Jangan berbicara disaat buang air.

ْ :َْ‫سلَّ َْمْقَال‬
َ ‫للاْعَلَيهْ َوآلهْ َو‬
ْ‫ي ْصَلَّىْ ه‬ َ ْ:َ‫ّللاْعَنههْقَال‬
َّْ ‫سمعتهْْالنَب‬ ْ‫يْ َّه‬ َ ْ ‫عَنْْ َأبي‬
َْ ‫سعي ْدْ َرض‬
َْْ‫ّللاْعَ َّْزْ َو َجلَّ ْيَمقهتهْْعَلَىْ َذلك‬ َّْ ‫طَْكَاشفَينْْعَنْْعَو َرته َماْيَتَ َح َّدثَانْ ْفَإ‬
ََّْ ْ‫ن‬ ْ ‫ْ َْالْيَخ هرجْ ْ ال َّرج َهالنْْيَضربَانْْ الغَائ‬
Dari abu Said ra, ia mendengar Rasulallah saw bersabda ” Tidaklah
dua orang laki-laki keluar bersama untuk buang hajat lalu mereka membuka

19
aurat mereka dan bercakap-cakap, maka sungguh Allah murka atas hal itu”
(HR Ahmad,Abu Dawud)

g) Jangan menghadap ke kiblat atau membelakanginya disaat buang air


kalau bukan di WC.

ْ ْ :َْْ‫ْ ْقَالَْ َرسهولهْللاْْصَلَّىْللاهْْعَلَيهْ َوآلهْ َوسَلَّم‬،ْ‫ّللاْعَنهه‬


ْ‫يْ َّه‬ َّْ ‫وبْْ األَنصَار‬
َْ ‫ي ْ َرض‬ َْ ‫عَنْْ َأبي ْ َأي‬
)‫َب ْ َأ َح هدكه هْم ْ الىْ الغَائطَْْفَالَْْيَستَقبلْ ْ القبلَةَْْ َوالَْْيَستَدبر هَا ْلغَائطْْ َأوْْبَولْ ْ ْ(صحيح ْ الشافعي‬
َْ ‫إ َذْاْ َذه‬
Rasulallah saw bersabda: “Apabila salah seorang diantara kalian
pergi untuk buang hajat, maka janganlah menghadap kiblat atau
membelakanginya ketika buang air besar dan kecil” (HR shahih Syafie)

h) Harus meniriskan kecing hingga bersih dengan mengurut auratnya bagi


laki- laki dan berdehem bagi perempuan.

20
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. thaharah adalah bagian dari proses pembersihan diri dan satu-


satunya jalan utama (syarat) agar seseorang bisa melaksanakan
ibadah yang diterima oleh Allah.

2. hakikatnya thaharah itu ialah memakai air atau tanah atau salah satu
dari keduanya menurut sifat yang disyari’atkan untuk
menghilangkan hadats dan najis.

3. Sarana atau alat untuk melakukan thaharah antara air dan, air yang
digunakan untuk thaharah dibedakan dalam beberapa macam
diantaranya; air mutlak, air musyamas, air musta’mal dan air
mutanajis.

4. Islam menempatkan masalah thaharah sebagai urusan yang penting


adalah karena thaharah terkait langsung dengan masalah kebersihan.

5. Istinja’ dalam bahasa Arab artinya mencari keselamatan dan dalam


ilmu fiqih ialah menghilangkan najis yang keluar dari kedua aurat
depan dan belakang dengan memakai air atau batu dan hukumnya
wajib.

21
DAFTAR PUSTAKA

Zahra, Ahmad. 2014. Islam Itu Indah” Fiqh Kontemporer”. Jombang :


Unipdu Press.

Abidin, Zaenal. 2020. Fiqh Ibadah. Sleman : CV Budi Utama.

Sudarto. 2018. Ilmu Fiqih (Refleksi Tentang Ibadah, Muamalah,


Munakahat dan mawaris. Sleman : CV Budi Utama.

http://universitasislamduniamaya.blogspot.com/2017/10/fungsi-thaharah-
dalam-ibadah-dan.html

https://legalstudies71.blogspot.com/2015/08/definisi-thaharah-dan-sarana-
untuk.html

Abdullah, Ibnu. 2018. Fiqih Thaharah Panduan Praktis Bersuci. Madiun :


Pustaka Media.

Ahmad, Syaih. 2008, Tafsir imam syafi’I. Jakarta : al mahira.

Muhammad, Tengku. 1987, Tafsir Al- Quranul majid An- nur. Semarang :
PT. Pustaka Rizki Putra.

https://hasansaggaf.wordpress.com/2011/12/08/istinja-cebok/

22

Anda mungkin juga menyukai