Pasca panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas
produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca panen dapat mengakibatkan
kerugian yang sangat besar bahkan produk kehilangan nilai ekonomi. Karena itu penanganan
pasca panen secara benar perlu mendapat prioritas dalam proses produksi usahatani
Menurut para ahli dalam proses produksi jagung, energi yang dibutuhkan untuk
kegiatan produksi sekitar 32% dari total energi yang dibutuhkan sedangkan untuk
penanganan panen dan pasca panen mencapai 72%. Hal ini menunjukan bahwa penanganan
panen dan pasca panen secara benar membutuhkan curahan kerja yang cukup besar, sebagai
gambaran energi yang dibutuhkan dalam proses produksi jagung sebagai berikut:
- Pemanenan 6%
- Transportasi 6%
Pasca panen adalah tahapan kegiatan sejak pemungutan hasil di lapangan sampai siap
untuk dipasarkan, sedangkan penanganan pasca panen merupakan tindakan yang disiapkan
atau dilakukan pada hasil pertanian agar hasil pertanian siap dan aman untuk dikonsumsi atau
Kerusakan jagung akibat penanganan pasca panen yang salah dapat terjadi pada setiap
tahapan kegiatan karena Jagung membutuhkan penanganan yang cepat setelah panen.
Beberapa kegiatan pasca panen yang berpengaruh terhadap mutu jagung sbb.
Berupa kerusakan endosferm, terutama disebabkan sering terjadinya perubahan kadar air,
perubahan kadar air disebabkan oleh cuaca seperti panas, hujan, pergantian siang dan malam.
Butir retak dalam proses selanjutnya dapat menjadi butir pecah, juga dapat disebabkan oleh
proses pemipilan dengan menggunakan alat pemukul atau mesin perontok yang kurang
sempurna.
Disebabkan oleh kegiatan selama penyimpanan seperti hama, jamur, dan mikroba.
Padaserangan hama sebagian endosferm dimakan dan sisanya berupa butir berbetuk biji
cacat. Biji cacat mudah mengalami oksidasi asam lemak, menghasilkan asam lemak bebas
dan memberikan bau tidak enak. Hama tikus merupakan sumber kontaminasi jagung yang
karbohidrat, protein, dan lemak karena metabolisme baik oleh serangga dan mikroba maupun
oleh biji-bijian yang disimpan. Rusak kimia tidak dapat diamati secara visual.
WAKTU PANEN
Umur panen jagung tergantung dari masing-masing varitas yang ditanam, tetapi
biasanya 2 bulan setelah 50% keluar rambut. Umur panen pada beberapa varietas jagung sbb
Tabel 2. Umur Panen Potensi Hasil Dan Rata-Rata Hasil Berbagai Varietas Jagung
Varietas Umur Potensi Hasil Rata- rata
(Ton/ha) Hasil (Ton/ha)
C5 95-105 - 8,0
C6 98-105 - 10-10,3
C7 95-105 10-12,4 8,1
Pioneer 10 93-117 10-11 7,66
Pioneer 11 96-124 10-12 7,66
Pioneer 12 92-120 10-12 8,105
Pioneer 13 90-115 10-11 8,027
Pioneer 14 89-112 10-11 7,578
CPI -1 97 - 6,2
CPI- 2 97 8-9 6,2
IPB 4 100-105 - 6,6
Semar 1 95-100 8-9 5,3-6,4
Semar 2 91 - 5,0-6,1
Semar 3 94 8-9 5,3
Batang, daun dan kelobot berubah menjadi kuning atau telah mengering
Klobot kering berwarna kuning dan bila dikupas biji mengkilap.
Terdapat bintik hitam pada bagian biji yang melekat pada tongkol
CARA PANEN
- Sebelum dipanen dapat dilakukan pemangkasan batang bagian atas untuk menurunkan
kadar air tongkol disertai dengan pengupasan klobot sebagian atau seluruhnya
- Cara panen jagung yang matang fisiologis adalah dengan memutar tongkol berikut
kelobotnya, atau dapat dilakukan dengan mematahkan tangkai buah jagung. Pada lahan yang
luas dan rata pemanenan sangat cocok bila menggunakan alat mesin
PERLAKUAN HASIL
Pemisahan Tongkol
Pemisahan tongkol dilakukan untuk memisahkan tongkol yang baik dan kurang baik. Dengan
tujuan
Pengupasan
Jagung dikupas pada saat masih menempel pada batang atau setelah pemetikan selesai.
Pengupasan dilakukan untuk menjaga agar kadar air di dalam tongkol dapat diturunkan dan
kelembaban di sekitar biji tidak menimbulkan kerusakan biji atau mengakibatkan tumbuhnya
pengeringan.
Pengeringan
Tujuan pengeringan
- Menurunkan kadar air biji sehingga aktivitas biologis terhenti dan mikroorganisme serta
- Khusus untuk jagung yang akan digunakan sebagai benih, pengeringan dapat
Cara pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan bentuk tongkol berkelobot, tanpa kelobot, dan
pipilan.
Untuk menurunkan kadar air dari 38% menjadi 12-14% pada ketiga bentuk jagung
tersebut dibutuhkan waktu masing-masing 91 jam, 87 jam dan 57 jam
Menggunakan alas atau lantai atau digantung
Kadar Air berkisar 9-12%
Pengeringan awal
Tujuan
- Mengurangi butir rusak, terkelupas kulit terluka dan cacat akibat pemipilan
Pengeringan akhir
Pemipilan
Setelah dijemur sampai kering ( Kadar air bji 18%-20%). jagung dipipill Pemipilan
dapat menggunakan tangan atau alat pemipil jagung bila jumlah produksi cukup besar. Pada
dasarnya “memipil” jagung hampir sama dengan proses perontokan gabah, yaitu memisahkan
biji-biji dari tempat pelekatan. jagung melekat pada tongkolnya, maka antara biji dan tongkol
perlu dipisahkan.
Tradisional
Mekanis
atau apa saja yang tidak dikehendaki, sehingga tidak menurunkan kualitas jagung. Yang perlu
dipisahkan dan dibuang antara lain sisa-sisa tongkol, biji kecil, biji pecah, biji hampa, kotoran
selama petik ataupun pada waktu pengumpilan. Tindakan ini sangat bermanfaat untuk
menghindari atau menekan serangan jamur dan hama selama dalam penyimpanan. Disamping
itu juga dapat memperbaiki peredaran udara. Untuk pemisahan biji yang akan digunakan
sebagai benih terutama untuk penanaman dengan mesin penanam, biasanya membutuhkan
keseragaman bentuk dan ukuran buntirnya. Maka pemisahan ini sangat penting untuk
menambah efisiensi penanaman dengan mesin. Ada berbagai cara membersihkan atau
memisahan jagung dari campuran kotoran. Tetapi pemisahan dengan cara ditampi seperti
PENGEMASAN
Tujuan
- Perlindungan dari cuaca diharapkan pengemasan dapat melindungi biji jagung dari
cuaca luar yang merugikan misalnya kelembaban udara yang tinggi, bocoran hujan.
- Kertas
Persyaratan Bahan
PENYIMPANAN
Tempat Penyimpanan
- Letak gudang strategis, arah bangunan membujur dari barat ke timur sehingga luas dinding
yang tertimpa sinar dapat dikurangi dan gudang tetap dalam kondisi dingin.
- Kontruksi gudang perlu diperhatikan dari kemungkinan kebocoran, sirkulasi udara yang
- Ventilasi gudang harus cukup sehingga suhu dalam tetap stabil dan merata.
- Tempat penyimpanan berlantai dilengkapi lantai palsu dengan tinggi minimal 15 cm,
- Hindari celah pada dinding yang dapat dijadikan persembunyian hama.
- Sekeliling gudang bersih dari semak agar tidak dimanfaatkan tikus untuk memanjat, dan
Untuk bentuk tongkol berkelobot, gantungkanlah di para-para dengan pengasapan tiap hari.
Untuk bentuk pipilan, setelah dicampur dengan abu kering, bungkus rapat-rapat dengan plastik
kedap udara, kemudian simpanlah dalam wadah dan ditutup. Wadah dapat berupa semacam
silo kayu atau drum. Jika kadar air biji 10%, maka campuran abu tidak diperlikan.
atau kaleng. Atau bungkus dengan plastik yang dilapisi karung dan disimpan dalam tempat
Imago dari kumbang ini dapat hidup rata-rata 4 atau 5 bulan, dan selama itu induk dapat
meletakkan telur 300-400 butir. Telur diletakkan satu persatu dalam bulir jagung yang telah
digerek dan seluruh perkembangan larva dan pupa terjadi dalam bulir jagung tersebut.
Imago dari kumbang ini dapat mnyerang bulir jagung yang masih utuh. Perkembangan larva
Ulat ini sudah dapat menyerang jagung di lapang yang kemudian akan berkembang biak di
gudang. Larva muda menggerek bulir dan hidup dalam bulir tersebut.
Imago dari ulat ini dapat hidup 1 - 2 minggu dengan produksi telur sekitar 400 butir.
Larvanya berukuran panjang sampai dengan 17 mm. Pupa berwarna coklat dan terbungkus
dalam kokon.
- Usahakan agar jagung yang akan disimpan bebas dari hama dan penyakit.
Fumigasi
- Insektisida yang dapat untuk menekan hama jagung pasca panen tertera pada tabel 2
STANDAR PRODUKSI
Ruang Lingkup
Standar produksi tanaman jagung meliputi: standar klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan
Diskripsi
Standar mutu jagung di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI 01-
03920-1995.
- Jagung kuning adalah jagung yang sekurang-kurangnya 90% bijinya berwarna kuning
- Jagung putih adalah jagung yang sekurang- kurangnya 90% bijinya berwarna putih)
- Jagung campuran yang tidak memenuhi syarat-syarat jagung putih dan jagung kuning.
a) Syarat Umum
b) Syarat Khusus
pengujian diantaranya:
a. Penentuan adanya hama dan penyakit, baru dilakukan dengan cara organoleptik kecuali
adanya bahan kimia dengan menggunakan indera pengelihatan dan penciuman serta dibantu
b. Penentuan adanya rusak, butir warna lain, kotoran dan butir pecah dilakukan dengan cara
manual dengan pinset dengan contoh uji 100 gram/sampel. Persentase butir-butir warna lain,
butir rusak, butir pecah, kotoran ditetapkan berdasarkan berat masing-masing komponen
Methode” (ISO/r939-1969E atau OACE 930.15). Penentuan kadar aflatoxin adalah racun
hasil metabolisme cendawan Aspergilus flavus, Aflatoxin disini adalah jumlah semua jenis
Pengambilan Contoh
Contoh diambil secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung maksimum 30
karung dari tiap partai barang, kemudian dari tiap-tiap karung diambil contoh maksimum 500
gram. Contoh-contoh tersebut diaduk/dicampur sehingga merata, kemudian dibagi empat dan
dua bagian diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali sampai mencapai
contoh seberat 500 gram. Contoh ini disegel dan diberi label untuk dianalisa, berat contoh
PENGEMASAN
Pengemasan dengan karung harus mempunyai persyaratan bersih dan dijahit mulutnya,
berat netto maksimum 75 kg. dan tahan mengalami “handling” baik waktu pemuatan maupun
pembongkaran. Di bagian luar karung (kecuali dalam bentuk curah) ditulis dengan bahan
yang aman yang tidak luntur dan jelas terbaca antara lain:
a) Produce of Indonesia.
d) Nama perusahaan/pengekspor.
e) Berat bruto.
f) Berat netto.
g) Nomor karung.
h) Tujuan.
PENGENDALIAN AFLATOXIN
Aflatoksin menjadi istilah yang akrab dan selalu terdengar apabila kita berada di
Iingkungan pemasaran jagung Aflatoxin menjadi salah satu penyebab utama mengapa
jagung tidak dapat dipasarkan Aflatoxin ditemukan sekitar tahun 1960 di Inggris dimana
lebih dari seratus ribu ekor ayam kalkun mati disebabkan oleh penyakit misterius Pada tahun
1961, Lancaster dkk menemukan penyebab kematian tersebut, yang ternyata disebabkan oleh
keracunan mikroorganisme Asperglillus flavus yang mencemari bungkil kacang tanah impor
yang merupakan bahan baku pakan ternak tersebut. Tahun 1962, Nesbitt dkk dapat
mengisolasi dan memurnikan racun Aspergillus flavus dan racun tersebul diberi nama
juga pada hasil komoditas pertanian lainnya seperti kacang-kacangan, jagung, padi dan
berbagai produk lain bahkan pada jamu. Aflatoxin perlu dihindari karena akumulasi zat di
atas ambang batas normal akan rnenyebabkan toksigenik (keracunan), mutagenik (mutasi
gen), teratogenik (penghambatan pada pertumbuhan janin) dan karsinogenik (kanker pada
jaringan tubuh).
Sebuah studi kasus dilakukan oleh Winamo (1988) pada pengeringan jagung rakyat di
Indonesia. Jagung beserta klobot yang baru dipanen pada kadar air kering panen ternyata
telah mengandung aflatoxin sebesar 3 ppb (sangat rendah). Penelian lanjut dilakukan pada
jagung tersebut setelah disimpan selama l - 14 hari secara sederhana di lumbung desa/petani.
Hasil dan penelitian tersebut menyatakan bahwa aflatoxin berkembang hingga 21 ppb.
Apabila penyimpanan dilakukan sampai dengan 2 bulan, maka aflatoxin berkembang sampai
dengan 73 ppb Pengupasan klobot pada jagung yang telah disimpan selama 2 bulan
menghasilkan jagung dengan aflatoxin 63 ppb. Pada jagung yang telah dikupas tersebut
parah terjadi pada pengeringan yang dilakukan secara konvesional dimana hasil pengeringan
tidak dapat dikendalikan oleh metode pengeringan mekanis apabila jagung tersebut pada
awalnya telah mengandung aflatoxin dalam kadar yang cukup tinggi, Perkembangan
aflatoxin lebih ditentukan oleh rentang waktu yang digunakan untuk pengeringan dimana
Setelah dipelajari lebih lanjut maka cara yang baik untuk menghasilkan Jagung pipilan
kering yang baik adalah dengan mempersingkat waktu pengolahan pasca panen jagung
tersebut. Berikut ini dua metode pengeringan yang berhasil menekan perkembangan aflatoxin
1. Pengeringan Bertahap.
Pengeringan ini dilakukan melalui dua tahap. Pengeringan tahap pertama dilakukan dalam
bentuk tongkol sehingga kadar air turun rnenjadi 18%. Selanjutnya Jagung tersebut
dipipil/dirontok. Pengeringan tahap kedua dilakukan dalam bentuk biji hasil pipilan sehingga
kadar air menjadi 14%. Pengeringan bertahap yang rnenghasilkan jagung dengan kadar air
14% dalam waktu tiga hari hanya menaikkan kadar aflatoxin menjadi 30 ppb.
2. Pengeringan Langsung
Jagung hasil panen langsung dipipil/dirontok. Jagung hasil pemipilan tersebut langsung
dikeringkan selama satu sampai dua hari sehlngga kadar air mencapai 14%. Dengan
pengeringan yang demikian akan diperoleh Jagung pipilan kering dengan kadar aflatoxin < 3
ppb.