Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Anestesiologi Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA

Manajemen Hipertensi Pulmonal Perioperatif pada Bedah


Jantung

Perioperative Management of Pulmonary Hypertension in Cardiac


Surgery
Siti Habibah
Bagian Anestesi dan Terapi Intensif/ Eka Hospital Pekanbaru, Medan, Indonesia

Korespondensi: sitisiti33@gmail.com

ABSTRACT
Surgery in patient with pulmonary hypertension is a high risk category and become a
great challenge to both anesthesiologist and surgeons. Pulmonary hypertension (PH) is
a major reason for elevated perioperative morbidity and mortality. Serious complication
of pulmonary hypertension such as right ventricular failure, arrhythmia and early
postoperative death. Patient with pulmonary hypertension require full evaluation and
management of their disease state for optimal risk reduction and improving outcome. In
this review, the author describes the pathophysiology, preoperative assessment and
perioperative care of PH in the patient undergoing cardiac surgery.

Keywords: cardiac surgery; early postoperative death; perioperative management;


preoperative assessment; pulmonary hypertension

ABSTRAK
Pembedahan pada pasien dengan hipertensi pulmonal merupakan pembedahan dengan
kategori risiko tinggi dan merupakan tantangan besar untuk dokter anestesi maupun
bedah. Hipertensi pulmonal merupakan salah satu penyebab utama peningkatan
morbiditas dan mortalitas perioperatif. Komplikasi serius yang dapat terjadi diantaranya
adalah gagal jantung kanan, aritmia dan kematian dini pascaoperasi. Pasien dengan
hipertensi pulmonal membutuhkan evaluasi dan manajemen penyakit yang komprehensif
untuk mengurangi risiko secara optimal dan meningkatkan outcome. Pada tulisan ini
dijelaskan mengenai patofisiologi, penilaian praoperasi dan penanganan perioperatif
pasien PH yang akan menjalani bedah jantung.

Kata kunci: bedah jantung; hipertensi pulmonal; kematian dini pascaoperasi; manajemen
perioperatif; penilaian preoperatif

Volume 10, Nomor 3, Tahun 2018 188


Jurnal Anestesiologi Indonesia

PENDAHULUAN
Hipertensi pulmonal (Pulmonary dengan sedikit tonus vaskular. Pada
Hypertension atau PH) menggambarkan orang sehat dalam kondisi istrirahat,
sejumlah kondisi penyakit yang ditandai batas atas normal untuk mPAP adalah 20
dengan peningkatan kronik pulmonary mmHg; dengan aktivitas, mPAP
arterial pressure (PAP) dan pulmonary biasanya tidak melebihi 30 mmHg.
vascular resistance (PVR) yang pada
akhirnya menyebabkan kegagalan Kelainan vaskular yang berkaitan
jantung kanan dan kematian. Pasien- dengan PAH grup 1 WHO ditandai
pasien bedah jantung yang disertai PH dengan fibrosis tunika intima,
memiliki risiko tinggi untuk mengalami hiperplasia tunika media dan proliferasi
komplikasi pasca operasi. Penilaian tunika adventisia. Left Heart Disease
praoperasi yang akurat dan manajemen (LHD) dengan PH berasal dari kelainan
anestesi yang hati-hati sangat penting jantung yang meningkatkan left atrial
untuk mendapatkan outcome terbaik.1 pressure (LAP). Di antara kelainan
jantung, PH paling banyak berhubungan
Definisi dan Klasifikasi PH dengan mitral stenosis (MS). PH juga
Hipertensi pulmonal didefinisikan sering terjadi pada pasien dengan gagal
sebagai kondisi dimana nilai mean jantung, baik sistolik maupun diastolik.
pulmonary arterial pressure (mPAP) > Apapun kelainan yang ada, peningkatan
25 mmHg saat istirahat.2-6 Hipertensi LAP menyebabkan hipertensi vena
pulmonal digolongkan sedang – berat pulmonal (postcapillary PH) yang
jika mPAP > 35 mmHg. Gagal jantung diakibatkan oleh transmisi tekanan
kanan hanya terjadi umumnya jika secara retrograde.5,6,7
mPAP > 50 mmHg.2,3
Faktor-faktor Biologi
PH diklasifikasikan sebagai primer atau PAH berkaitan dengan ketidak
sekunder, dimana hipertensi pulmonal seimbangan beberapa hormon vasoaktif
primer digambarkan sebagai sebuah yang menyebabkan vasokonstriksi,
vaskulopati hipertensi dari arteri proliferasi sel dan kondisi protrombotik
pulmonal yang bersifat idiopatik dalam endotel.1,3,4
sedangkan PH sekunder merujuk pada
sekelompok penyakit yang bersifat Pada PAH, kadar asam arakidonat yang
heterogen dengan peningkatan PAP. menghasilkan prostasiklin dan
Pada tahun 1998, Organisasi kesehatan tromboksan adalah lebih condong
dunia (WHO) mengajukan sebuah menghasilkan tromboksan yang
sistem klasifikasi baru yang mengka berlebihan. Prostasiklin adalah
tegorikan PH berdasarkan mekanisme vasodilator yang kuat, menghambat
patofisologi. Kelainan-kelainan dalam agregasi platelet dan memiliki efek
grup WHO yang sama biasanya antriproliferasi pada smooth muscle cells
memiliki tampilan klinis dan respon (SMCs) pembuluh darah, sedangkan
terhadap terapi yang sama. Revisi tromboksan merupakan vasokonstriktor
terbaru dari klasifikasi WHO dan agonis platelet. Produksi vasodilator
ditampilkan di Tabel 1. nitric oxide (NO) minim. NO yang
dihasilkan dari arginine melalui
Patofisiologi endothelial isoforms of NO synthase,
Sirkulasi pulmonal adalah sebuah sistem yang berinteraksi dengan cytoplasmic
dengan tekanan dan tahanan yang rendah guanynyl cyclase dalam SMCs untuk

Volume 10, Nomor 3, Tahun 2018 189


Jurnal Anestesiologi Indonesia

meningkatkan cGMP, yang pada normal. Sebagai konsekuensi, pasien


akhirnya mengaktivasi cGMP kinase dan dengan PH rentan terhadap disfungsi RV
mengawali rangkaian proses yang akut dimana terjadi ketidakseimbangan
menghasilkan SMCs relaksasi dan antara pasokan dan kebutuhan oksigen
vasodilatasi. Phosphodiesterase 5 (PDE- otot jantung seperti hipotensi arterial dan
5) mengakhiri efek NO dengan peningkatan RVEDP.3
menghancurkan cGMP.1
Operasi Jantung pada Pasien PH
Endothelin-1 (ET-1), sebuah peptida Kebanyakan pasien bedah jantung
asam amino-21 dihasilkan dalam SMCs dengan peningkatan PAP datang untuk
pembuluh darah, sel endotel dan miosit prosedur jantung rutin, seperti operasi
jantung, adalah sebuah vasokonstriktor CABG dan reparasi atau penggantian
kuat dan perangsang proliferasi SMCs. katup jantung. Pasien dengan gagal
Peningkatan kadar ET-1 dalam PAH jantung terminal dan PH dapat menjadi
berkaitan dengan tingkat keparahan dan kandidat transplantasi jantung atau
prognosis PAH. Pembuluh darah paru pemasangan alat penyokong sirkulasi
terdiri dari 2 jenis reseptor endotelin mekanik. Prosedur yang lebih jarang
(ETA dan ETB). Aktivasi ETA yaitu koreksi kelainan kongenital atau
menghasilkan vasokonstriksi, sedangkan kelainan otot jantung didapat seperti
aktivasi ETB merangsang pelepasan reparasi ASD atau reparasi aneurisma
vasodilator (seperti NO dan prostasiklin) ventrikel. PAH adalah penyakit yang
dan meningkatkan bersihan ET-1.1,7 jarang dengan insidensi 15 per 1 juta
populasi umum. Penyakit katup mitral
Respon Ventrikel Kanan Terhadap pada umumnya merupakan penyebab
Pressure Overload paling banyak PH akibat penyakit
Sebagai konsekuensi dari peningkatan jantung kiri, tapi hal ini telah digantikan
PVR adalah meningkatnya afterload oleh gagal jantung baik sistolik maupun
ventrikel kanan. Right ventricle (RV) diastolik.1
normal merupakan ruang berdinding
tipis yang biasanya hanya terpapar pada Evaluasi Praoperasi dan Penilaian
kenaikan ringan afterload saat Risiko
beraktifitas. Dengan alasan ini, RV Gejala, pemeriksaan fisik dan penunjang
sangat rentan terhadap peningkatan PVR Kebanyakan pasien PH yang menjalani
yang bersifat akut, seperti pada PE akut operasi jantung merupakan grup 2 WHO
yang masif, yang mencetuskan (Left Heart Disease dengan PH).1,4
kegagalan RV yang mematikan.2,3 Kecurigaan adanya PH tinggi pada lesi
Sebaliknya peningkatan bertahap PVR jantung tertentu, seperti MS. Pasien PH
menyebabkan hipertrofi dan dilatasi RV akibat LHD biasanya datang dengan
dan pada akhirnya gagal RV. gejala jantung yang umum (seperti
Keterbatasan aktivitas berat pada pasien dispnea, angina, orthopnea dan
dengan PH kronik merupakan
paroxysmal nocturnal dypnea) sesuai
manifestasi klinis dari ketidakmampuan dengan penyakit yang mendasari. Right
RV untuk meningkatkan CO. pada Heart Failure (RHF) jika ada
individu sehat, perfusi koroner RV manifestasinya dapat berupa
terjadi sepanjang siklus jantung. Pada pembengkakan kaki, perut cembung,
PH, perfusi koroner RV menjadi phasic anoreksia, dan plethora.1,3
dan lebih dominan saat diastolik seperti
perfusi koroner left ventricle (LV)

Volume 10, Nomor 3, Tahun 2018 190


Jurnal Anestesiologi Indonesia

PAH pada umumnya asimptomatik pada atau obstrukstif. Analisa gas darah
tahap awal dan tidak menunjukkan praoperasidapat menunjukkan hipoksia.
gejala hingga berkembang menjadi Tes fungsi paru harus dipertimbangkan
penyakit pembuluh darah paru yang jika dicurigai PH berkaitan dengan
lanjut. Sesak saat beraktivitas, adalah hipertensi portal, salah satu bentuk PH
gejala paling umum yang tampak. Pasien dalam grup 1 WHO.1,3
sering melaporkan kelelahan, kelemahan
dan menghindari latihan. Angina dan Kebanyakan pasien dengan PAH, PH
sincope dilaporkan pada 40% pasien.1,3 yang disebabkan oleh LHD (Left Heart
Disease )14, PH akibat penyakit paru
Auskultasi dan palpasi toraks dapat menjalani tes fungsional. 6MWD (the 6-
ditemukan suara jantung P2 mengeras minute walk disease) menyediakan
pada > 90% pasien PAH. Palpasi daerah informasi mengenai kelangsungan
parasternal kiri dapat ditemukan kuat hidup, membantu menilai functional
angkat. TR, yang berkaitan dengan class (FC), dan memberi petunjuk
bising holosistolik, menunjukkan PH mengenai respon terhadap obat-obatan.1
sedang sampai berat. Tanda – tanda
RVH lanjut termasuk S3 RV, distensi Kateterisasi Jantung Kanan
vena jugularis, hepatomegali, edema Kateterisasi jantung kanan adalah gold
perifer dan asites.1,3 standard untuk diagnosis PAH dan rutin
dikerjakan pada pasien PH akibat
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan penyebab lain.4 Variabel hemodinamik
awal pilihan untuk pasien bedah jantung yang didapatkan dari kateterisasi jantung
dengan PH karena dapat memberikan kanan termasuk tekanan jantung kanan
nilai perkiraan PAP, menemukan (atrium kanan, ventrikel kanan, arteri
kelainan struktural dan perubahan fungsi pulmonalis), pulmonary artery occlusion
ventrikel kanan akibat kelebihan tekanan pressure (PAOP), saturasi mixed vein
yang bersifat kronik dapat dan saturasi oksigen sistemik, cardiac
mengidentifikasi faktor-faktor penyebab output (CO) dan cardiac index (CI),
PH seperti penyakit jantung kongenital Pulmonary ascular Resistance (PVR)
dengan pintasan, penyakit katup, dan Systemic Vascular Resistance
disfungsi sistolik atau diastolik ventrikel (SVR).1,3 Nilai-nilai dari kateterisasi
kiri, atau emboli paru (trombus di vena jantung kanan sangat penting untuk
cava inferior atau jantung kanan).1,3 membedakan PAH, LHD dengan PH
pasif (post capillary PH) dan LHD
EKG dapat menunjukkan hipertrofi dengan PH yang ireversibel
1,4
ventrikel kanan dan deviasi aksis ke (precapillary PH).
kanan yang dijumpai pada 87% dan 79%
pasien dengan PAH secara berurutan. Tes vasodilator, sering dengan NO,
Ronsen toraks dapat memperlihatkan dilakukan pada pasien PAH untuk
pelebaran arteri pulmonaris utama menentukan prognosis dan
maupun hilus yang disertai pengurangan mengindentifikasi respon terhadap terapi
corakan pembuluh darah perifer, farmakologi. Pengurangan mPAP >=10
hilangnya rongga udara retrosternal mmHg sampai <=40 mmHg, dengan
akibat pembesaran ventrikel kanan, atau curah jantung tetap atau meningkat,
adanya penyakit penyerta (seperti dianggap sebagai respon positif
emfisema dan fibrosis paru). Tes fungsi meskipun kriteria bervariasi.1
paru memastikan penyakit paru restriktif

Volume 10, Nomor 3, Tahun 2018 191


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Tabel 1. Klasifikasi Pulmonary Arterial Hypertension (PAH) menurut WHO4


Grup 1 : PAH
Idiopatik ( iPAH )
Diturunkan ( genetik )
Dicetuskan oleh obat dan racun
Berkaitan dengan penyakit jaringan ikat, infeksi HIV, hipertensi portal, penyakit
jantung kongenital, schistosomiasis, anemia hemolitik kronik
Hipertensi pulmonal persisten pada neonatus
Penyakit oklusi vena pulmonal, hemangiomatosis kapiler pulmonal
Grup 2 : PH akibat LHD
Disfungsi sistolik/diatolik
Penyakit katup
Grup 3 : PH akibat penyakit paru dan hipoksia
COPD
Penyakit paru interstisial
Kelainan nafas saat tidur
Kelainan hipoventilasi alveolar
Grup 4 : CTEPH
Grup 5 : PH dengan mekanisme multifactor yang tidak jelas
Hematologi ( contoh: kelainan mieloproliferatif)
Kelainan sistemik ( contoh: sarkoidosis )
Kelainan metabolik ( contoh penyakit gaucher )
Lainnya ( contoh gagal ginjal kronik )

Gambar 1. Target terkini dalam terapi hipertensi arteri pulmonal8

Volume 10, Nomor 3, Tahun 2018 192


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Tabel 2. Identifikasi faktor risiko komplikasi perioperatif pada pasien PH pre- operative
yang menjalani bedah jantung.9
Faktor risiko
Yang meningkatkan risiko
Adanya PH preoperatif
mSBP/mPAP < 4 setelah induksi anestesi
mPAP>50 mmHg andPVR=8,6 WU
Transplantasi jantung
PVR>4 WU
PVR>=5 WU dengan tes vasodilator
PAP systolic>60 mmHg, PVR>6WU, rerata TPG>15 mmHg dengan terapi
vasodilator maksimal
Yang menurunkan risiko
PVR/SVR<0,33 dengan Oksigen 100% dan inhalasi NO
Penurunan PVR/SVR>=20% dari nilai awal sebagai respon terhadap oksigen 100%
oxygen dan inhalasi NO
Transplantasi jantung TPG<12 mmHg atau PVR <3 WU
Keterangan: mPAP: mean pulmonary arterial pressure, mSBP: mean systemic BP, NO: nitric
oxide, PAP: pulmonary arterial pressure, PH: pulmonary hypertension, PVR: pulmonary
vascular resistance, SVR: systemic vascular resistance, TVG: transpulmonary gradient, WU:
wood units

Faktor Risiko Perioperatif dengan diagnosis PAH grup 1 WHO


Banyak studi telah meneliti risiko memiliki algoritma pengelolaan khusus
kematian pasien dengan peningkatan yang sangat berbeda dari terapi medikal
PAP yang menjalanni operasi jantung, pasien dengan PAH jenis yang lain.
termasuk penggantian katup mitral dan
aorta, dan menemukan peningkatan Pengelolaan Rawat Jalan PAH
angka kematian perioperatif maupun Pengelolaan PH saat ini telah mengalami
jangka panjang.1 Dampak buruk PH banyak kemajuan dalam 20 tahun
pada outcome bedah jantung telah terakhir dengan perkembangan beberapa
diketahui dengan baik. Meskipun banyak kelas obat spesifik PAH. Calcium
faktor yang bertanggung jawab, risiko channel blockers (CCBs) diberikan
disfungsi RV dan iskemia bermakna kepada sebagian kecil pasien PAH
terutama setelah penghentian sirkulasi (10%) yang berespon terhadap tes
ekstrakorporal. Pasien yang menjalani vasodilator.1,4 CCBs yang
penggantian katup mitral dengan PH direkomendasikan meliputi nifedipine,
berat memiliki mortalitas lebih tinggi diltiazem, dan amlodipine tetapi tidak
(10,5%) dibanding yang tidak PH termasuk verapamil, yang bersifat
(3,6%). Salah satu komponen terpenting inotropic negative. The endothelin
evaluasi kandidat transplantasi jantung receptor antagonists (ERAs) seperti
adalah sirkulsi pulmonal dan fungsi RV.9 bosentan, ambrisentan, dan sitaxsentan,
direkomendasikan untuk pasien PAH
Pengelolaan Rawat Jalan dan dengan FC II atau III. Sildenafil,
Perioperatif PH tadalafil, dan vardenafil adalah
Terapi medical rawat jalan bervariasi penghambat PDE-5 yang meningkatkan
berdasarkan klasifikasi WHO. Pasien ketersediaan NO dan vasodilatasi yang

Volume 10, Nomor 3, Tahun 2018 193


Jurnal Anestesiologi Indonesia

dimediasi NO. sebagaimana ERAs, isesuaikan dengan penyebab yang


penghambat PDE-5 direkomendasikan mendasarinya.1,3 Pasien PH yang
untuk pasien PAH FC II dan III. 1,10 disebabkan oleh HF, terapi medikal
intensif berupa beta blocker, ACE
Prostasiklin sintetik (prostanoids) inhibitors and reseptor blockers,
disediakan untuk pasien PAH dengan FC antagonis aldosterone, loop diuretic, dan
lebih tinggi (FC III dan IV).10 vasodilator memperbaiki fungsi
Epoprostenol memiliki waktu paruh kontraktilitas dan mengurangi efek
yang singkat (6 menit), harus dijaga tetap samping. Pada pasien heart failure (HF)
dingin selama pemakaian (45oF/7oC) dan NYHA FC III dan IV, terapi
membutuhkan infusi kontinyu melalui resinkronisasi jantung memperbaiki
kateter vena sentral karena bahkan cardiac output dan mengurangi PAOP,
penghentian sesaat saja berpotensi fatal. PAP dan CVP. Terapi resinkronisasi
Oleh karena itu epoprosterenol biasanya jangka panjang dapat menyembuhkan
dicadangkan untuk digunakan sebagai PH yang berkaitan dengan HF.1
terapi pertolongan pada kondisi buruk.
Iloprost disetujui oleh FDA untuk Penggunaan obat spesifik PAH (seperti
penggunaan inhalasi intermitten, ERA, penghambat PDE-5, prostasiklin)
membutuhkan 6 hingga 9 kali dalam pada penyakit non PAH, termasuk PAH
sehari. Treprostinil adalah analog karena HF, membutuhkan penelitian
prostasiklin yang memiliki waktu paruh klinis lebih jauh. Sildenafil untuk HF
yang panjang (4,6 jam pemberian meningkatkan kapasitas latihan,
subkutan) yang disetujui FDA untuk memperbaiki hemodinamik pulmonal
pemberian kontinyu subkutan, kontinyu dan tampak ditoleransi baik.4
intravena dan inhalasi intermitten (4 kali
sehari). Treprostinil oral masih dalam Terapi Intravena Perioperatif untuk
penelitian untuk penggunaan klinis, PH
sedangkan beraprost adalah prostasiklin Meskipun pendekatan pengelolaan rawat
oral yang tersedia di Jepang.1 jalan PH bervariasi tergantung
klasifikasi WHO dan etiologi,
Pasien PAH biasanya menerima terapi penanganan medikal peningkatan PAP
kombinasi, ERA + penghambat PDE-5 dalam situasi operasi adalah sama untuk
atau ERA + penghambat PDE-5 + analog semua jenis PH (PAH dan non PAH).
prostasiklin adalah kombinasi yang Tujuan intervensi adalah vasodilatasi
paling umum digunakan. Terapi (idealnya yang spesifik terhadap
konvenisonal seperti antikoagulan sirkulasi pulmonal) dan inotropik. Tidak
dengan warfarin untuk mencapai nilai ada vasodilator intravena yang tersedia
INR 1,5 hingga 2, suplemen O2 untuk yang berkerja secara selektif pada
terapi hipoksia, furosemide untuk terapi sirkulasi pulmonal tanpa menyebabkan
overload akibat RHF, dan digoxin penurunan SVR secara bersamaan.
untuk low cardiac ouput pada RHF dan
aritmia atrial sering digunakan pada Penghambat PDE-5 menyebabkan
pasien PAH.1,3 vasodilatasi dengan menurunkan
pemecahan cGMP dan cAMP. Milrinon
Pengelolaan Rawat Jalan pada PH penghambat PDE-5 tipe 3 intravena
non PAH dapat berguna baik sebagai inotropik
Pengelolaan rawat jalan penyakit PH maupun sebagai vasodilator.1,3,11
selain PAH adalah suportif dan Sildenafil, penghambat PDE-5 selektif,

Volume 10, Nomor 3, Tahun 2018 194


Jurnal Anestesiologi Indonesia

memiliki bentuk intravena yang sudah diberikan secara inhalasi. Seperti


disetujui untuk penggunaan sementara inhalasi NO, penyetopan mendadak
pada pasien yang mengalami kesulitan epoprostenol dapat menyebabkan
intake oral.1 rebound PH, dan oleh karenanya, harus
diberikan secara kontinyu dan
1
Epoprosterenol adalah prostasiklin diturunkan perlahan. Iloprost adalah
sintetik yang poten yang meningkatkan prostasiklin sintetis yang digunakan
cAMP, menyebabkan vasodilatasi dan dalam pengelolaan PH.11 Iloprost,
penurunan PAP dan PVR.11 Penggunaan memiliki waktu paruh lebih panjang
epoprosterenol intravena dalam bedah dibanding epoprosterenol, tidak
jantung dibatasi oleh hipotensi sistemik membutuhkan pemberian kontinyu.1
juga oleh perdarahan melalui aktivitas
antiplatelet. Milrinon inhalasi telah diteliti pada
pasien bedah jantung karena rute ini
Levosimendan adalah inotropik positif dapat memperkecil efek hipotensi
dan vasodilator yang dikenal sebagai sistemik yang ditemukan pada
11
myofilament calcium sensitizers. pemberian intravena. Milrinon lebih
Pemberian levosimendan meningkatkan murah dan lebih mudah untuk diberikan
curah jantung, menurunkan PAOP, melalui inhalasi dibanding NO dan
memperbaiki performa diastolik LV epoprostenol dan tidak memiliki risiko
(efek lusitrofik positif) dan menurunkan rebound PH atau perdarahan.
tekanan darah. Nitrogliserin inhalasi telah menunjukkan
menurunkan PAP tanpa mempengaruhi
Vasodilator intravena konvensional, tekanan sistemik baik pada populasi
termasuk CCB, sodium nitroprusside bedah jantung dewasa maupun anak.1
dan nitrogliserin, biasanya digunakan
untuk menangani peningkatan PAP. Manajemen Intraoperatif
CCB menyebabkan vasodilatasi dengan Monitoring
menurunkan kalsium intrasel. Pasien PH yang akan menjalani operasi
Nitroprusside dan nitrogliserin keduanya bedah jantung harus memiliki kateter
dimetabolisme menjadi NO, yang arteri, kateter vena sentral dan kateter
meningkatkan cGMP melalui aktivasi arteri pulmonal. Pemantauan simultan
guanylyl cyclase, yang menyebabkan tekanan sistemik dan pulmonal
vasodilatasi.1 memungkinkan deteksi dini kenaikan
PAP.Trans Esophageal
Terapi Inhalasi Perioperatif pada PH Echocardiography (TEE) intraoperatif
NO, merupakan vasodilator pulmonal harus digunakan untuk memandu terapi
selektif, menyebabkan vasodilatasi dan inotropik dan cairan.2,12
penurunan PAP dan PVR.3,5,11
Perkembangan rebound PH pada Induksi
penghentian mendadak NO inhalasi, Induksi anestesi umum dapat dilakukan
maka dianjurkan melanjutkan NO menggunakan dosis kecil dan titrasi obat
dengan ventilasi paru selama CPB.1 induksi, fentanyl dan pelumpuh otot.
Pada pasien dengan penurunan berat dari
Prostasiklin. Efek samping fraksi ejeksi LV, teknik yang
epoprosterenol intravena, terutama menggunakan midazolam dan fentanyl
hipotensi sistemik dan hambatan bisa digunakan untuk menghindari
agregasi trombosit, minimal jika obat depresi kardiak.1,2 Pada pasien dengan

Volume 10, Nomor 3, Tahun 2018 195


Jurnal Anestesiologi Indonesia

lesi katup, target hemodinamik harus menurunkan PVR, meningkatkan curah


dibuat target spesifik sesuai kondisi jantung dan menjaga SVR.1
seperti, menghindari takikardi pada lesi
stenosis.1 Perubahan Fisiologi akibat CPB
Meskipun PAP dapat turun setelah
Stabilitas hemodiamik selama induksi operasi katup, periode segera setelah
dan pemeliharaan anestesi dicapai pemisahan dari cardiopulmonary bypass
dengan memperhatikan faktor-faktor (CPB) dapat memburuk oleh kenaikan
yang dapat memperburuk curah jantung PAP, terutama pasien dengan PH, PVR
RV termasuk PVR, SVR dan dapat mengalami kenaikan setelah CPB
kontraktilitas. Meskipun karena atelektasis, cedera iskemi-
hipertrofiventrikel kanan mungkin reperfusi, kerusakan endotel dan
membutuhkan peningkatan preload pelepasan mediator inflamasi yang
untuk mengoptimalkan fungsinya, meningkatkan permeabilitas kapiler.
pemberian beban cairan yang agresif dan Disfungsi ventrikel, yang umum terjadi
berlebihan bisa berefek buruk. Dalam segera pada periode postbypass, dapat
kenyataannya, pemberian cairan harus menyebabkan peningkatan LAP yang
dilakukan hati-hati menggunakan diikuti peningkatan PAP.
pemantauan hemodinamik dengan
kateter arteri pulmonal dan TEE dengan Pemisahan dari CPB
memperhatikan respon klinis. Kondisi Kesuksesan penyapihan dari CPB
yang dapat meningkatkan PVR seperti dicapai dengan mengikuti target anestesi
hipoksia, hiperkarbi, asidosis, hipotermi yang sama seperti periode prebypass
dan rangsangan simpatis harus termasuk optimalisasi preload, PVR,
dihindari.2,11,13,14 SVR harus dijaga dan SVR dan kontraktilitas. Topangan
diterapi secara agresif dengan inotropik dan vasodilator harus
vasokonstriktor sistemik karena disediakan setelah reperfusi adekuat dan
penurunan perfusi koroner pada optimal sebelum pemisahan dari CPB.
hipertrofi ventrikel kanan dapat berlanjut Pemasangan Intra Aortic Balloon Pump
dengan cepat pada terjadinya iskemi dan (IABP) dapat meningkatkan fungsi
kolaps hemodinamik.1,2 jantung kanan dalam kondisi perfusi
koroner yang buruk. Pemasangan Right
Pemeliharaan Ventricle Assist Device (RVAD) dapat
Pemeliharaan anestesi umum dapat diindikasikan jika pemisahan dari CPB
menggunakan baik anestesi intravena tidak berhasil.1Jika terapi utama gagal,
maupun gas anestesi karena secara klinis pasien mungkin mendapat keuntungan
tidak ada kelebihan dari satu terhadap dari penggunaan Extra Corporeal
yang lainnya. Karena sebagian besar Membrane Oxygenation (ECMO)
obat anestesi mempengaruhi SVR dan sebagai jembatan untuk pemulihaan atau
kontraktilitas otot jantung, teknik balans transplantasi. ECMO mendekompresi
dengan pemberian narkotik untuk RV dan meningkatkan perfusi ke organ
menumpulkan rangsangan simpatik lain, seperti usus, hati dan ginjal.
dapat digunakan untuk mencapai target Intervensi potensial pada kasus berat
hemodinamik yang diinginkan.2,15 Pada adalah atrial septostomy yang
kondisi ketidakstabilan hemodinamik mendekompresi jantung kanan
periode prebypass, mungkin dibutuhkan menurunkan tekanan dinding dan
intervensi farmakologi dengan obat meningkatkan kontraktilitas.16
intravena atau inhalasi untuk

Volume 10, Nomor 3, Tahun 2018 196


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Manajemen Pascaoperasi Vasopressor dan inotropik mungkin


Pasien harus dirawat di ICU, karena dibutuhkan untuk menjaga curah jantung
tingginya mortalitas hari pertama dan SVR dalam pengelolaan
pascaoperasi. Pasien dengan PH pascaoperasi. Norepinefrin (NE),
memiliki risiko vasokonstriksi vasokonstriksi pulmonal hal yang harus
pulmonal, aritmia, tromboemboli paru diperhatikan pada NE, tetapi obat ini
dan RHF. Tekanan darah sistemik harus dapat digunakan secara aman untuk
dijaga dengan penggunaan vasopressor mengatasi hipotensi dengan pemantauan
dan inotropic secara bijaksana, termasuk ketat PAP dan MAP. Fenilefrin,
penggantian volume darah jika meningkatkan perfusi koroner tanpa
dibutuhkan. Kontrol nyeri harus efektif menyebabkan takikardi tapi lebih
dapat berupa blok regional dan obat non mungkin menaikkan PVR dibanding NE.
opioid dan semua hal dilakukan terutama Vasopressi menyebabkan vasokonstriksi
untuk menghindari hipoksemia, sistemik dan vasodilatasi pulmonal.12
hipotensi dan hipovolemi, khususnya Dobutamin meningkatkan kontraktilitas
saat penyapihan dari ventilator, dan menurunkan PVR dan SVR.
penghentian terapi vasodilator dan Dobutamin menunjukkan kerja sinergis
ekstubasi.4.9,17,18,19 Aritmia diatasi dengan NO untuk meningkatkan curah
dengan amiodarone, dimana penyekat jantung dan menurunkan PAP dan PVR.
beta ditoleransi buruk pada pasien ini. Dopamin lebih menyebabkan takikardi
Pada pasien yang tidak dapat dan PVC dibanding dobutamin, dan
dikembalikan ke irama sinus, digoxin tampaknya tidak konsisten dalam
dapat dipertimbangkan untuk kontrol menurunkan PVR atau rasio PVR/SVR.
rate. Terapi vasodilator harus Epinefrin, inotropik yang umum
dilanjutkan dan secara bertahap digunakan, menurunkan rasio PVR/SVR
dikembalikan ke regimen preoperatif.19 pada hewan coba dan meningkatkan
kontraktilitas RV pada manusia dengan
Pemeliharaan RV output sepsis dan kegagalan RV. Levosimendan
Hipertrofi ventrikel kanan yang kaku meningkatkan kontraktilitas LV dan RV,
pada PH sangat tergantung pada mengurangi PAOP dan juga
kontraksi atrium untuk menjaga fungsi meningkatkan PAP dan PVR.1
sistolik yang adekuat. Hilangnya irama
sinus yang normal dapat memperburuk Outcome PH
dengan cepat output RV dan Meskipun dengan semua kemajuan baik
mengakibatkan kegagalan.1 medikal maupun pembedahan,
morbiditas dan mortalitas yang berkaitan
Optimalisasi balans cairan akan dengan PH secara keseluruhan masih
membantu optimalisasi curah jantung di tinggi. Dengan etiologi yang kompleks
saat yang sama menghindari distensi dan multipel, outcome secara
RV. CVP dan PAP dipantau secara rutin keseluruhan bervariasi dan tergantung
pada pasien bedah jantung tetapi pada respons klinis terhadap terapi
merupakan prediktor yang jelek untuk medikal dan pengelolaan bedah. Pasien
menilai fluid responsiveness.1,9 dengan PAH tampak memiliki risiko
Kebutuhan akan pemberian cairan dan morbiditas dan mortalitas lebih tinggi
pemberian diuretik harus berdasarkan dibanding PH jenis lain.20
keputusan klinis dan diambil dari data
dari PAC dan atau ekokardiografi.1

Volume 10, Nomor 3, Tahun 2018 197


Jurnal Anestesiologi Indonesia

RINGKASAN surgery. Anaesthesia. 2015;70:56-


Pembedahan pada pasien dengan 70
hipertensi pulmonal merupakan 5. Friesen RH, Williams GD.
pembedahan dengan kategori risiko Anesthetic management of
tinggi. Dibutuhkan pengetahuan children with pulmonary arterial
mendalam mengenai patofisologi untuk hypertension. Pediatric
membantu dokter anestesi dalam Anesthesia. 2008;18:208-16
evaluasi praoperasiyang teliti, 6. Cintyandy R. Perawatan pasca
pengelolaan praoperasi dan perencanaan bedah jantung kongenital. Editor:
manajemen intra dan pasca operatif yang Boom CE, In.:Anestesia jantung
komprehensif. Meskipun dengan semua kongenital.Aksara
kemajuan baik medikal maupun Bermakna;2014.p.333-72
pembedahan, morbiditas dan mortalitas 7. Sablotzki A, Seyfarth HJ, Gille J,
yang berkaitan dengan PH secara Gerlach S, Malcharek M, Czeslick
keseluruhan masih tinggi. Fungsi RV E. Non cardiac general surgery in
adalah faktor penentu outcome patients with pulmonary
terpenting. Oleh karena itu, pengelolaan hypertension: particularities of
perioperatif PH harus ditujukan pada perioperative management. Clin
diagnosis awal dan akurat disfungsi RV Res Pulmonol.2015;3(1):1-6
dan penggunaan strategi terapi 8. Twite MD, Friesen RH.
multimodal untuk memaksimalkan Anesthesia for pulmonary
fungsi RV. hypertension. In: andopolous DB,
Stayer S, Mossad EB, Miller-
DAFTAR PUSTAKA Hance WC, Editors. Anesthesia for
1. Thunberg CA, Gaitan BD, Grewal congenital heart disease.
A, Ramakrisna H, Stansbury LG, Wiley;2015.p.661-76
Grigore MA Pulmonary 9. Minai OA, Yared JP, Kaw R,
hypertension in patient undergoing Subramaniam K, Hill NS.
cardiac surgery: pathophysiology, Perioperative risk and
perioperative management, and management in patient with
outcomes. Journal of pulmonary hypertension.
Cardiothoracic and Vascular Chest.2013;144(1):329-40
Anesthesia.2013;27(3):551-72 10. Sarkar MS, Desai PM. Pulmonary
2. Thomas S. Anaesthesia for the hypertension and cardiac
patient with pulmonary anesthesia: anesthesiologist’s
hypertension. ATOTW 228. perspective. Annals of cardiac
Anaesthesia tutorial of the week. anaesthesia. 2018;21(2):116-22
20/06/2011. 11. Wasnick JD, Hillel Z, Kramer DC,
www.totw.anaesthesiologist.org Littwin S, Nicoara A. Cardiac
3. Graydon C, Hall RMO. Pulmonary anesthesia & transesophageal
vascular disease. editor: Mackay echocardiography. Lange:
JH, Arrowsmith JE.In. Core topics McGraw-Hill;2011.p.160
in cardiac anesthesia. Cambrige 12. Seyfarth HJ, Gille J, Sablotzki A,
Medicine; 2012.p.282-87 Gerlach S, Malcharek M, Gosse A
4. Pilkington SA, Taboada D, et al. Perioperative management of
Martinez G. pulmonary patients with severe pulmonary
hypertension and its management hypertension in major orthopaedic
in patients undergoing non cardiac surgery: experience-based

Volume 10, Nomor 3, Tahun 2018 198


Jurnal Anestesiologi Indonesia

recommendations.GMS treatment of pulmonary


Interdiscip Plas Reconstr Surg hypertension: perioperative
DGPW (Online Journal) 2015 management in patient with
(published online 2015 Januari pulmonary hypertension. Ann
14). Available from Thorac Med.2014;9, suppl S1:98-
http:www.ncbi.nlm.nih.gov 107
13. Bojar RM. Manual of 17. Kosarek L, Fox C, Baluch AR,
perioperative care in adult cardiac Kaye AD. Pulmonary
surgery. 5th ed. Wiley- hypertension and current
Blackwell;2011.p.452-7 anesthetic implications. M.E.J.
14. Gerhardt MA. Postoperative care ANESTH.2009;20(3):337-46
of cardiac surgical patient. In: 18. Ortega R, Connor C.
Hensley FA, Martin DE, Gravlee Intraoperative management of
GP. editor, A practical approach to patients with pulmonary
cardiac anesthesia. Wolters hypertension. PH
Kluwer.Lippincott Williams & Journal.2013;12(1):18-23
Wilkins.;2008.p.261-85 19. 19. Sarkar S, Desai PM, Manjula.
15. Gille J, Seyfarth HJ, Gerlach S, Pulmonary hypertension and
Malcharek M, Czeslick E, cardiac anesthesia:
Sablotzki A. Perioperative anesthesiologist’s perspective.
management of patients with Annals ofcardiac
pulmonary hypertension. anaesthesia.2018;21(2):116-22
Anesthesiology Research and 20. Steppan J, Diaz-Rodriguez N,
practice(OnlineJournal) 2012 Barodka VM, Nyhan D, Pullins E,
(accepted 2012 Agustus 16). Housten T, et al. Focused review
Available of perioperative care of patients
http://dx.doi.org/10.1155/2012/35 with pulmonary hypertension and
6982 proposal of a perioperative
16. Tonelli AR, Minai OA. Saudi pathway.Cureus.2018;10(1):e207
Guidelines on the diagnosis and 2

Volume 10, Nomor 3, Tahun 2018 199

Anda mungkin juga menyukai