Anda di halaman 1dari 28

\

BED SIDE TEACHING


“Seorang Laki-Laki Usia 13 Tahun dengan Keluhan Nyeri
pada Buah Zakar”

Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah

di RSUD Tugurejo Semarang

Disusun Oleh:
Aurima Hanun Kusuma
H2A014011P

Pembimbing:
dr. Bondan Prasetyo, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RSUD TUGUREJO SEMARANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Aurima Hanun Kusuma


NIM : H2A014011P
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Muhammadiyah Semarang
Stase : Ilmu Bedah
Pembimbing : dr. Bondan Prasetyo, Sp.B

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal ..................................2019

Pembimbing,

dr. Bondan Prasetyo, Sp.B

2
BAB I
PENDAHULUAN

Tosio testis adalah kegawatdaruratan urologi yang membutuhkan


penegakan diagnosis dan intervensi segera agar viabilitas testis tetap
terjaga. (Schwartz, 2005)
Torsio testis merupakan suatu keadaan dimana funikulus
spermatikus yang terpuntir mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari
vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan epididimis. (Siroky, 2004)
Torsio testis diderita oleh 1 diantara 4000 pria dan paling banyak
diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Di samping itu tidak
jarang janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir
menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan

kehilangan testis baik unilateral ataupun bilateral. (Cuckow, Frank, 2000)

3
BAB II
KASUS

I. IDENTITAS
Nama : An. A
Umur : 13 tahun
Agama : Islam
Alamat : Semarang
Pendidikan terakhir : SMP
Status : Belum Menikah
No. RM : 57-51-62
Tanggal Masuk RS : 19 Februari 2019

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 22 Februari 2019 jam
07.00 WIB.
1. Keluhan utama : nyeri dan bengkak pada buah zakar
2. RPS
An. A usia 13 tahun datang ke IGD RSUD Tugurejo dengan
keluhan nyeri dan bengkak pada buah zakar. Keluhan dirasakan sejak 1
minggu SMRS. Awal mula keluhan nyeri yaitu setelah pasien olahraga bela
diri, lalu pasien dibawa ke IGD RS Permata Medika namun oleh dokter
IGD diberikan obat anti nyeri dan pasien dipulangkan. Setelah 3 hari
berikutnya keluhan tidak membaik lalu pasien di rujuk ke RS Tlogorejo.
Saat di RS Tlogorejo pasien dilakukan pemeriksaan USG pada scrotum lalu
pasien dirujuk ke RSUD Tugurejo dengan alasan kamar penuh. Nyeri pada
buah zakar dirasakan hilang timbul dengan skala VAS 7. Tidak ada faktor
yang memperingan keluhan, keluhan diperberat saat pasien melakukan
aktivitas. Selain nyeri dan bengkak pada buah zakar, tidak terdapat keluhan

4
nyeri ditempat lain. Keluhan seperti mual (-), muntah (-), pusing (-), BAB
dan BAK dalam batas normal.
3. RPD
- Riwayat keluhan serupa : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat rawat inap : disangkal
- Riwayat penyakit saluran kemih : disangkal
4. RPK
- Riwayat keluhan serupa : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat diabetes mellitus : disangkal
5. Riwayat Pribadi
- Riwayat merokok : disangkal
- Aktivitas/olahraga rutin : diakui
- Riwayat suka berenang : disangkal
6. Riwayat Sosial Ekonomi
- Pasien status belum menikah.
- Hubungan pasien dengan anggota keluarga baik
- Pembayaran menggunakan BPJS non PBI

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 22 Februari 2019 jam 09.00
1. Keadaan Umum : Tampak kesakitan sedang
2. Kesadaran : Kompos Mentis
3. GCS : E4V5M6
4. Vital Sign
a. TD : 110/80 mmHg
b. Nadi : 80x/menit
c. RR : 20x/menit
d. T : 36,40 C

5
5. Status gizi
a. BB : 40 kg
b. TB : 150 cm
c. BMI : 17,78
d. Status gizi : normoweight

6. Satus Interna
a. Kepala : mesosefal
b. Wajah : kulit berwarna kehitaman
c. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pandangan kabur (-/-), reflek cahaya (+/+) normal, pupil isokor (+/+)
d. Hidung : Napas cuping hidung(-/-), sekret(-/-),epistaksis(-/-)
e. Telinga : Sekret (-/-), gangguan pendengaran (-/-)
f. Mulut : Bibir kehitaman (+), sianosis (-), gusi berdarah (-)
g. Leher : Simetris, KGB membesar (-), tiroid membesar (-)
h. Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, ICS melebar (-)
- Palpasi : ictus cordis teraba, ICS melebar (-), thrill (-),
pulsus parasternal (-), pulsus epigastrium (-), sternal lift (-)
- Perkusi :
 Kanan bawah : ICS V linea parasternalis dextra 2
 Kiri bawah : ICS V linea midclavsinistra 1 cm kearah
medial
 Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
 Pinggang jantung : ICS III parasternal sinsitra
- Auskultasi : Suara jantung murni: SI, SII (normal) reguler.
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-)

6
i. Pulmo
Dextra Sinistra
Depan
- Inspeksi
1. Bentuk dada L > AP L > AP
2. Hemithorax Simetris Simetris
3. Warna Normal Berubah
- Palpasi
1. Nyeri tekan (-) (-)
2. Pelebaran ICS (-) (-)
- Perkusi Sonor Sonor
- Auskultasi SD Vesicular, suara SD Vesicular, suara
tambahan (-) tambahan (-)
Belakang
- Inspeksi
1. Bentuk dada L > AP L > AP
2. Hemithorax Simetris Simetris
- Palpasi
1. Stem fremitus Dextra = sinistra Dextra = sinistra
2. Nyeri tekan (-) (-)
3. Pelebara ICS (-) (-)
- Perkusi Sonor Sonor
- Auskultasi SD paru vesicular, SD paru vesicular,
suara tambahan (-) suara tambahan (-)

j. Abdomen
- Inspeksi : Bentuk cembung, tidak terjadi perubahan warna
- Auskultasi : Bising usus normal
- Perkusi : Timpani seluruh lapang perut
- Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak berbenjol, konsistensi
kenyal, Lien: tidak teraba, Ginjal: tidak teraba
k. Extremitas
Superior Inferior
Warna kulit Kehitaman / Kehitaman Kehitaman / Kehitaman

7
Nyeri +/+ +/+
Gerak Terbatas / Terbatas Terbatas / Terbatas
CRT < 2 detik / < 2 detik < 2 detik / < 2 detik
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-

7. Status lokalis Genitalia Eksterna


Inspeksi :
Penis : eritema (-), edema (-), ulkus (-), massa (-)
Scrotum : eritema (-), edema (+), ulkus (-), massa (-)
Palpasi :
Penis : nyeri (-), nodul (-), epispadia (-), hipospadia (-)
Scrotum : nyeri (+), edema (+), ulkus (-), massa (-)
Testis : berjumlah 2, asimetris, testis kiri letak lebih tinggi,
Epididimis : nyeri (+), massa (-)
Corda Spermatika : nyeri (+), massa (-)
Kelenjar getah bening
Submandibula : tidak ditemukan pembesaran
Supraklavikula : tidak ditemukan pembesaran
Lipat paha : tidak ditemukan pembesaran
Leher : tidak ditemukan pembesaran
Ketiak : tidak ditemukan pembesaran

8
IV. DIAGNOSIS SEMENTARA
Torsio Testis Sinistra

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan USG Scrotum Bilateral Color Doppler
Dilakukan tanggal 18 Februari 2019 pukul 20:17
a) Mendukung gambaran torsio testis sinistra
b) Epididimis dan testis dekstra dalam batas normal
c) Tampak kelenjar limfe di regio inguinal dekstra et sinistra

9
2. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan tanggal 19 Februari 2019 jam 11.57
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Leukosit 7,78 10ᶺ3/ul 3,6 – 11
Eritrosit 5,12 10ᶺ6/ul 3,8 – 5,2
Hemoglobin 13,80 g/dl 11,7 – 15,5
Hematokrit 39,80 (L) % 35 – 47
MCV 77,70 (L) fL 80 – 100

10
MCH 27,00 Pg 26 – 34
MCHC 34,70 g/dl 32 – 36
Trombosit 301 10ᶺ3/ul 150 – 440
RDW 11,80 % 11,5 – 14,5
PLCR 18,6 %
Diff count
- Eosinophil absolute 0,28 10ᶺ3/ul 0,045 – 0,44
- Basophil absolute 0,02 10ᶺ3/ul 0 – 0,2
- Neutrophil absolute 4,48 10ᶺ3/ul 1,8 – 8
- Limfosit absolute 2,33 10ᶺ3/ul 0,9 – 5,2
- Monosit absolute 0,67 10ᶺ3/ul 0,16 – 1
- Eosinophil 3,60 % 2–4
- Basophil 0,30 % 0–1
- Neutrophil 57,60 % 50 – 70
- Limfosit 29,90 % 25 – 40
- Monosit 8,60 (H) % 2 –8

VI. RESUME
An. A usia 13 tahun datang ke IGD RSUD Tugurejo dengan
keluhan nyeri dan bengkak pada buah zakar. Keluhan dirasakan sejak 1
minggu SMRS. Awal mula keluhan nyeri yaitu setelah pasien olahraga
bela diri, lalu pasien dibawa ke IGD RS Permata Medika namun oleh
dokter IGD diberikan obat anti nyeri dan pasien dipulangkan. Setelah 3
hari berikutnya keluhan tidak membaik lalu pasien di rujuk ke RS
Tlogorejo. Saat di RS Tlogorejo pasien dilakukan pemeriksaan USG pada
scrotum lalu pasien dirujuk ke RSUD Tugurejo dengan alasan kamar
penuh. Nyeri pada buah zakar dirasakan hilang timbul dengan skala VAS
7. Tidak ada faktor yang memperingan keluhan, keluhan diperberat saat
pasien melakukan aktivitas. Selain nyeri dan bengkak pada buah zakar,
tidak terdapat keluhan nyeri ditempat lain. Keluhan seperti mual (-),
muntah (-), pusing (-), BAB dan BAK dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital dan status
generalisata dalam batas normal. Pada pemeriksaan USG scrotum bilateral
color doppler mendukung gambaran torsio testis sinistra, dan pada

11
pemeriksaan laboratorium darah didapatkan Hematokrit, MCV dan
monosit yang rendah.

VII. ASSESMENT
1. Diagnosis Kerja
Torsio Testis
2. Diagnosis Banding
a) Hernia Scrotalis Inkarserata
b) Epididimitis Akut

VIII. INITIAL PLAN


1. Initial Plan Terapi
a. Medikamentosa
- Terapi cairan: RL 20 tpm
- Injeksi ketorolac 1/2 amp IV s.p
b. Non Medikamentosa
- Konsul dokter spesialis bedah untuk dilakukan operatif :
Orchidectomy
2. Initial Plan Monitoring
a. Keadaan umum
b. Tanda vital
c. Pemeriksaan Patologi Anatomi
3. Initial Plan Edukasi :
a. Menjelaskan tentang penyakit Torsio testis
b. Menjelaskan tahapan yang harus dilakukan sebelum operasi
c. Menjelaskan terapi operatif yang akan dijalani pasien
d. Menjelaskan komplikasi pada penyakit

IX. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : dubia ad bonam
2. Quo ad sanam : dubia ad bonam
12
3. Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Testis
Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di skrotum. Ukuran
testis pada orang dewasa adalah 4 x 3 x 2,5 cm dengan volume 15-25
ml berbentuk ovoid. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika
albuginea yang melekat pada testis. Di luar tunika albuginea terdapat
tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis, yang menempel
langsung ke testis, dan lapisan parietalis, sebelah luar testis yang
menempel ke muskulus dartos pada dinding skrotum. Otot kremaster
yang berada di sekitar testis memuungkinkan testis dapat digerakkan
mendekati organ abdomen untuk mempertahankan temperature testis
agar tetap stabil. (Purnomo,2009)
Secara histopatologis, testis terdiri atas ± 250 lobuli dan tiap lobules
terdiri atas tubuli seminiferi. Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel-
sel spermatogonia dan sel Sertoli, sedang antara tubuli seminiferi
terdapat sel-sel lydig. Sel-sel spermatogonium pada proses
spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi
memberi makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau
disebut sel-sel interstisial testis berfungsi dalam menghasilkan
hormone testosterone. (Purnomo, 2009)
Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis
disimpan dan mengalami permatangan/maturasi di epididimis. Setelah
mature (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari
epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas deferens.
Sel-sel itu setelah bercampur dengan cairan-cairan dari epididimis, vas
deferens, vesikula seminalis serta cairan prostat membentuk cairan
semen atau mani. (Purnomo,2009)

14
Gambar 2.1. Anatomi testis, epididimis, dan potongan transversal testis
(Sumber: Vishal, McGrawhill, 2007)

Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu (1)


arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta, (2) arteri
deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior dan (3) artei
kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika. Pembuluh
vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus
Pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi
dan dikenal sebagai variokel. (Purnomo,2009)

B. Definisi Torsio Testis


Torsio testis merupakan suatu keadaan dimana funikulus
spermatikus yang terpuntir mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari
vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan epididimis. (Siroky, 2004)

15
Gambar. Testis normal dan torsio testis

C. Epidemiologi Torsio Testis


Torsio testis diderita oleh 1 diantara 4000 pria dan paling banyak
diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). (Ringdahl dkk,
2006)
Testis kiri lebih sering terjadi disbanding testis kanan, hal ini mungkin
disebabkan oleh karena secara normal funikulus spermatikus kiri lebih
panjang. (Rupp, 2010)
Pada kasus torsio testis yang terjadi pada periode neonatus, 70% terjadi
pada fase prenatal dan 30% terjadi postnatal. (Rupp, 2010)

16
D. Etiologi Torsio Testis
Penyebab dari torsio testis meliputi kelainan congenital, anomali bell
clapper, testis yang tidak turun, gangguan seksual atupun aktifitas seksual,
trauma, tumor testis dan olahraga. (Rupp, 2010). Kadang torsio dicetuskan
oleh cedera olahraga (Gardjito, 2005).
Beberapa kanker testis intra abdominal dapat mengakibatkan
torsio. Setengah dari pasien memiliki gangguan ini pada saat tidur. Pada
beberapa kasus, kelainan congenital dari tunika vaginalis atau funikulus
spermatikus muncul. (Cranston, 2002)
Pada masa janin dan neonatus lapisan parietal menempel pada
muskulus dartos masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga
testis, epidimis dan tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan
memungkinkan untuk terpluntir pada sumbu funikulus spermatikus.
Terpluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravagina.
Torsio ini muncul dengan testis yang keras dan bengkak. (Purnomo,
2009).

(Sumber: Favourito, 2004)


Kelainan ini sering terjadi pada neonatus dan pada kondisi undesensus

17
testis. (Minevich, 2010). Terjadinya torsio testis pada masa remaja
banyak dikaitkan dengan kelainan sistem penyanggah testis. Tunika
vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis pada
permukaan anterior dan lateral testis, pada kelainan ini tunika
mengelilingi seluruh permukaan testis sehingga mencegah insersi
epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini menyebabkan testis dan
epididimis dengan mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis dan
menggantung pada funikulus spermatikus. Kelainan ini dikenal sebagai
anomali bell clapper.  Keadaan ini memudahkan testis mengalami torsio
invaginalis. Pada saat ini terjadi, vena pada plexus pampiniform menjadi
terkompresi dan menyebabkan kongesti vena. Setelah beberapa jam,
infark vena akan muncul kecuali torsio di koreksi. (Minevich 2010,
Purnomo, 2009)

E. Patofisiologi Torsio Testis


Torsio testis terjadi pada anak dengan insersi tunika vaginalis tinggi di
funikulus spermatikus sehingga funikulus dengan testis dapat terpuntir
dalam tunika vaginalis. Akibat puntiran tungkai, terjadi pendarahan testis
mulai dari bendungan vena sampai iskemia yang menyebabkan gangren.
Keadaan insersi tinggi tunika vaginalis di funikulus biasanya gambarkan
sebagai lonceng dengan bandul yang memutar dan mengalami nekrosis
dan gangren. (Wim De Jong, 2005)
Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis
mendekati dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu
ideal untuk testis. Adanya kelainan sistem penyanggah testis
menyebabkan testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika
bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan
pergerakkan yang berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu yang
mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang

18
berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang
mengenai skrotum. (Purnomo,2009)
Torsio dari funikulus spermatikus mengakibatkan terhambatnya aliran
darah ke testis dan epididimis. Derajat torsi dapat 180-720°. Peningkatan
kongesti pembuluh darah memicu torsio yang berlanjut. Testis dapat
bertahan dalam waktu 6-8 jam. Bila lebih dari 24 jam, akan terjadi
nekrosis dari testis. (Minevich, 2010)

F. Gejala Klinis Torsio Testis


Kadang torsio testis dicetuskan oleh cedera olahraga. Biasanya nyeri
testis hebat timbul tiba0tiba yang sering disertai nyeri perut dalam serta
mual atau muntah. Nyeri perut selalu ada karema berdasarkan pendarahan
dan persarafannya, testis merupakan organ perut. Pada permulaan testis
teraba agak bengkak dengan nyeri tekan dan terletak agak tinggi di
skrotum dengan funikulus yang juga bengkak. Akhirnya, kulit skrotum
menunjukkan udem dan menjadi merah sehingga menyulitkan palpasi dan
kelainan sukar dibedakan dengan epididimis akut. (Wim De Jong, 2005).
Gejala pertama dari torsio testis adalah hampir selalu nyeri. Gejala ini
bisa timbul mendadak atau berangsur-angsur, tetapi biasanya meningkat
menurut derajat kelainan. Riwayat trauma didapatkan pada 20% pasien,
dan lebih dari sepertiga pasien mengalami episode nyeri testis yang
berulang sebelumnya. Derajat nyeri testis umumnya bervariasi dan tidak
berhubungan dengan luasnya serta lamanya kejadian.
Pembengkakan dan eritema pada skrotum dapat pula timbul nausea
dan vomiting, kadang-kadang disertai demam ringan. Gejala yang jarang
ditemukan pada torsio testis ialah rasa panas dan terbakar saat berkermih,
dan hal ini yang membedakan dengan orchio-epididymitis. Adapun gejala
lain yang berhubungan dengan keadaan ini antara lain :

19
1) Nyeri perut bawah
2) Pembengkakan testis
3) Darah pada semen

G. Diagnosis
Diagnosis secara utama dibuat berdasarkan riwayat dan pemeriksaan.
(Cranston,202). Pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang
sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan ini
dikenal sebagai akut skrotum. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau
perut sebelah bawah sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan
dengan appendisitis akut (Purnomo, 2009). Kecurigaan diarahkan pada
pasien lelaki muda yang datang dengan nyeri akut dan pembengkakkan,
dimana torsio testis terjadi pada hampir 90 persen dengan gejala akut
skrotum pada kelompok usia 13 sampai 21 tahun. Muntah merupakan
salah satu gejalanya (Cranston,2002). Pada bayi gejalanya tidak khas
yakni gelisah, rewel atau tidak mau menyusui (Purnomo,2009).
Pemeriksaan fisis dapat membantu membedakan torsio testis dengan
penyebab akut skrotum lainnya. Testis yang mengalami torsio pada
skrotum akan tampak bengkak dan hiperemis. Eritema dan edema dapat
meluas hingga skrotum sisi kontralateral. Testis yang mengalami torsio
juga akan terasa nyeri pada palpasi. Jika pasien datang pada keadaan dini,
dapat dilihat adanya testis yang terletak transversal atau horisontal.
Seluruh testis akan bengkak dan nyeri serta tampak lebih besar bila
dibandingkan dengan testis kontralateral, oleh karena adanya kongesti
vena. Testis juga tampak lebih tinggi di dalam scotum disebabkan
karena pemendekan dari funikulus spermatikus. Hal tersebut merupakan
pemeriksaan yang spesifik dalam menegakkan dianosis. Biasanya nyeri
juga tidak berkurang bila dilakukan elevasi testis (Prehn sign).

20
Pemeriksaan fisik yang paling sensitif pada torsio testis ialah
hilangnya reflex cremaster. Dalam satu literatur disebutkan bahwa
pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 99% pada torsio testis. (Reynard,
2006)
Pada pemeriksaan fisik skrotum harus selalu diperiksa
(Cranston,2002). Testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih
horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada torsio
testis yang baru saja terjadi dapat diraba adanya lilitan atau penebalan
funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya tidak disertai dengan demam
(Purnomo,2009). Udem dan eritem pada skrotum merupakan hal yang
sering terjadi pada torsio dan tidak menunjang diagnosis untuk
epididimo-orchitis, yang sangat jarang terjadi pada kelompok usia lelaki
muda. Torsio dari ujung testicular lebih sering pada anak laki-laki
prepubertal, begitu juga dengan orchitis dan udema scrotal idiopatik.
Pemeriksaan sedimen urin tidak menunjukkan adanya leukosit dalam
urin dan pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi, kecuali
pada torsio testis yang sudah lama dan telah mengalami keradangan steril.
(Purnomo, 2009)
Teknik investigative biasanya tidak diperlukan dan menunda
eksplorasi (Cranston,2002). Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk
membedakan torsio testis dengan keadaan akut skrotum yang lain adalah
dengan memakai : stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler
(Purnomo,2009) (dapat berguna dalam diagnosis namun dapat salah
diartikan, terutama pada kasus torsio intermitten dengan hyperemia dapat
muncul setelah terjadi pemutaran balik secara spontan (Cranston,2002),
dan sintigrafi testis yang kesemuanya bertujuan menilai adanya aliran
darah ke testis. Pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke
testis sedangkan pada keradangan akut testis terjadi peningkatan aliran
darah ke testis (Purnomo,2009).

21
H. Diagnosis Banding
Diagnosis bandingnya adalah semua keadaan darurat dan akut di
dalam skrotum seperti hernia inkarserata, orkitis akut, epididimitis akut
dan
torsio

hidatid morgagni. (Wim De jong, 2005)

22
1. Epididimis akut.

Penyakit ini secara klinis sulit dibedakan dengan torsio testis.


Nyeri skrotum akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu tubuh,
keluarnya nanah dari uretra, adanya riwayat coitus suspectus
(dugaan melakukan senggama dengan bukan isterinya), atau pernah
menjalani katerisasi uretra sebelumnya (Purnomo, 2009).

Jika dilakukan elevasi (pengangkatan) testis, pada epididimitis


akut terkadang nyeri akan berkurang sedangkan pada torsio testis nyeri
tetap ada (tanda dari Prehn). Pasien epididimitis akut biasanya berumur

23
lebih dari 20 tahun dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan
adanya leukosituria atau bakteriuria (Purnomo,2009).
2. Hernia skrotalis inkarserata.
Biasanya didahului dengan anamnesis didapatkan benjolan yang
dapat keluar dan masuk ke dalam skrotum (Purnomo,2009).
3. Hidrokel terinfeksi
Tunika vaginalis di skrotum sekitar testis normlanya tidak
teraba, kecuali bila mngandung cairan membentuk hidrokel, yang jelas
bersifat diafan (tembus cahaya) pada transiluminasi. Hidrokel dapat
disebabkan oelh rangsangan patologik seperti radang atau tumor testis.
(Wim De Jong, 2005) Dengan anamnesis sebelumnya sudah ada
benjolan di dalam skrotum (Purnomo,2009)
4. Tumor testis.
Benjolan tidak dirasakan nyeri kecuali terjadi perdarahan di
dalam testis (Purnomo,2009).
5. Edema skrotum
Dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya
pembuntuan saluran limfe inguinal, kelainan jantung, atau kelainan-
kelainan lain yang tidak diketahui sebabnya (idiopatik)
I. Penatalaksanaan
A. Detorsi Manual
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya,
yaitu dengan jalan memutar testis kea rah berlawanan dengan arah
torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial maka dianjurkan untuk
memutar testis ke arah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi
perubahan, dicoba detorsi kearah medial. Hilangnya nyeri setelah
detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi berhasil
operasi harus tetap dilaksanakan. (Purnomo,2009).
Bila dilakukan detorsi dalam 6 jam setelah onset gejala makan

24
97% testis dapat diselamatkan. Dan bila lebih dari 24 jam hanya ada
10% kemungkinan. (Kass, Lundak, 1997)
B. Operasi
Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi
testis pada arah yang benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan
penilaian apakah testis yang mengalami torsio masih viable (hidup)
atau sudah mengalami nekrosis (Purnomo,2009).
Operasi dalam 6 jam biasanya dapat mencegah terjadi iskemia
testis, dan akan mengalami penurunan sebesar 20% dalam 12 jam.
(Schwartz, 2005).
Atrofi muncul antara 4 jam sampai 8 jam dan setelah 10 jam
iskemia nekrosis tidak dapat lagi terelakkan (Cranston,2002). Jika
testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika
darts kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral
(Purnomo,2009).
Orkidopeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang
tidak diserap pada 3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpluntir
kembali, sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis
dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul
orkidopeksi pada testis kontralateral (Purnomo,2009), Kecuali apabila
terdapat infeksi sekunder karena iskemia nekrosis. Kualitas semen
akan menurun pada testis yang mengalami torsio, dan walaupun
mekanismenya masih belum jelas, terdapat beberapa bukti yang
menyatakan pengembalian suplai darah pada testis yang mengalami
iskemia menstimulasi produksi antitestis dan antibody antisperma
(Cranston, 2002).

25
Gambar 2.5 Torsio tetis (Lonergan, 2007) 

Gambar testis yang mengalami nekrosis

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Cranston. Torsion of the testicle. In Oxford textbook of surgery.Oxford


University Press 2002
2. Cuckow.P.M, Frank.J.D : Torsion of the testis, BJU International
2000; 86 (3) : 349.
3. Favorito LA, Cavalcante AG, Costa WS, Anatomic aspects of
epididymis and tunica vaginalis in patients with testicular torsion,
International braz j urol, vol.30 no.5, Sept./Oct. 2004 available in
http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S1677-
4. Minevich E, McQuiston LT, Division of Pediatric Urology, University
of Cincinnati, available in
http://emedicine.medscape.com/article/438817-overview. Sep 24, 2010
5. Kass EJ, Lundak BL: The acute scrotum. Pediatr Clin North Am
1997;44:1251.
6. Linda J. Vorvick, MD, MEDEX Northwest Division of Physician
Assistant Studies, University of Washington School of Medicine.
available in
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001280.htm, March 9,
2010
7. Lonergan GJ, Children's Hospital of Austin, Washington, DC,
available in
http://www.radiologyassistant.nl/images/thmb_45f66b0f05842FI
8. Sabiston. Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern
Surgical Practice. Edisi 16.USA: W.B Saunders companies.2002
9. Schwartz. Principles of Surgery. Edisi Ketujuh.USA:The Mcgraw-Hill
companies.2005
10. Siroky.M.B : Torsion of the testis. In : Siroky.M.B, Oates.R.D,

27
Babayan.R.K (eds), Handbook of urology: diagnosis and Therapy, 3rd
ed, Lippincot William&Wilkins; Philadelpihia 2004: 369-72.
11. Reynard.J : Torsion of the testis and testicular appendages. In:
Reynard.J, Brewster.S, Biers.S (eds), Oxford Handbook of Urology,
Oxford University Press, New York 2006: 452.
12. Ringdahl E, Teague L. Testicular torsion.  Am Fam Physician. Nov 15
2006; 74(10):1739-43. [Medline].
13. Rupp.T.J : testicular Torsion, Department of Emergency Medicine,
ThomasJefferson University, available in
http://www.emedicine.com/med/topic2560.htm, Dec 13, 2006

14. Vishal. Endocrine Physiology. 2nd Ed. McGrawHill. 2007

15. http://www.sciencephoto.com/images/showFullWatermar
ked.html/M8 65061-Acute_epididymo-
orchitis_(inflammation)_of_testis-SPL.jpg?
id=778650061

28

Anda mungkin juga menyukai