Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
INFEKSI ODONTOGENIK
Infeksi yang berasal dari gigi atau struktur penyangga gigi merupakan infeksi
odontogenik. Infeksi odontogenik telah menjadi salah satu penyakit yang sering ditemukan
dalam bagian bedah mulut dan maksilofasial. Infeksi odontogenik adalah suatu penyakit yang
sukar dikendalikan dalam bidang kedokteran gigi. Meskipun pada umumnya infeksi odontogenik
dapat dirawat dengan prosedur pembedahan minor dan terapi medikal suportif, dokter gigi harus
waspada bahwa infeksi odontogenik dapat menjadi parah dan membahayakan nyawa dalam
waktu singkat. Infeksi odontogenik dapat disebabkan oleh gigi yang karies dan penyakit
periodontal dimana penyakit tersebut dapat meluas ke jaringan sekitar atau gigi tetangga sampai
ke wajah, rahang dan leher.
Menurut penelitian Sanchez dkk di Madrid 33,8% pencetus infeksi odontogenik berasal
dari bakteri. Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat mendorong terjadinya infeksi
odontogenik. Faktor tersebut adalah merokok, alkohol, penyakit sistemik, kebersihan rongga
mulut, flora normal dalam mulut, jenis kelamin dan usia. Menurut penelitian tentang faktor
resiko terjadinya infeksi odontogenik di West Scotland Oral & Maxillofacial Service Centres,
United Kingdom, dari 25 pasien yang diteliti, 80% adalah perokok, 16% mengkonsumsi alkohol
lebih dari 25 unit per minggu dan 24% mempunyai penyakit sistemik. Penelitian yang dilakukan
oleh Davis B di Kanada, menemukan bahwa 50% infeksi odontogenik disebabkan oleh bakteri
anaerob dan 44% gabungan bakteri anaerob dan aerob.
Penelitian di Iran menunjukkan dari 102 kasus infeksi odontogenik, sebanyak 58,8%
terjadi pada pria dan 41,18% pada wanita. Dari penelitian ini menunjukkan pria kurang memberi
perhatian pada kebersihan mulut dibanding wanita. Insidensi infeksi odontogenik terjadi pada
usia sekitar 33 tahun. Pasien dengan usia >33 tahun mempunyai tingkat resiko lebih tinggi untuk
terjadinya infeksi odontogenik.Infeksi odontogenik dapat dijumpai pada gigi atau struktur
penyangga gigi baik di bagian maksila maupun mandibula. Berdasarkan penelitian di Britania,
infeksi odontogenik sering terjadi di bagian bukal 96% dan di bagian submandibula 68%.
Penelitian di Madrid pada 85 orang pasien, infeksi odontogenik paling sering terjadipada gigi
posterior bawah (premolar dan molar) 61,5% dan Molar tiga bawah 26,6% dari 37 kasus. Pasien
yang menderita infeksi odontogenik dapat dirawat dengan berbagai cara.
Tujuan utama dari perawatan infeksi odontogenik adalah menghilangkan faktor infeksi
dan drainase pus serta debris nekrotik. Perawatan tersebut seperti ekstraksi gigi, drainase pus,
pemberian obat antibiotik dengan atau tanpa insisi. Perawatan tergantung keparahan infeksi
odontogenik tersebut. Menurut penelitian di Royal Adelaide Hospital Australia 38 kasus 79%
dilakukan drainase pus, 16% dari 8 kasus dilakukan drainase cairan serous dan 98% dari 47
kasus diberikan antibiotik intravena. Antibiotik yang sering diberikan pada pasien infeksi
odontogenik adalah Penisilin 67,7% diikuti dengan Metronidazole 65,2% dan klindamisin
37,2%. Berdasarkan beberapa penelitian dari berbagai negara yang berbeda menunjukkan adanya
perbedaan prevalensi infeksi odontogenik.
1. INFEKSI ODONTOGEN
Berdasarkan tingkat penyebaran infeksi odontogenik dibagi menjadi superficial dan deep fascia
1. Superficial
Tingkat superficial terdiri atas intraalveolar, subperiosteal, submucosal, dan
subcutaneous.
a. Intraalveolar
Abses intraalveolar merupakan infeksi purulen akut yang berlokasi pada regio
apikal gigi pada tulang alveolar.
2. Deep Fascia
1. Spasium subperiosteal
Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak mulut
dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral, warna kulit
sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan sakit yang hebat,
berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila berasal dari gigi
premolar atau molar pembengkakan dapat meluas dari pipi sampai pinggir mandibula,
tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada sentuhan atau tekanan.
2. Spasium kaninus
Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi rahang atas
pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta memudahkan terjadinya akumulasi
cairan jaringan. Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan pada muka, kehilangan
sulkus nasolabialis dan edema pelupuk mata bawah sehingga tampak tertutup. Bibir atas
bengkak, seluruh muka terasa sakit disertai kulit yang tegang berwarna merah.
8. Spasium submasseter
Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara insersi otot
masseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa suatu celah sempit
yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo m.masseter bagian tengah dan
permukaan tulang. Keatas dan belakang antara origo m.masseter bagian tengah dan
bagian dalam. Disebelah belakang dipisahkan dari parotis oleh lapisan tipis lembar
fibromuskular. Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi molar tiga rahang bawah,
berjalan melalui permukaan lateral ramus ke atas spasium ini. Gejala klinis dapat berupa
sakit berdenyut diregio ramus mandibula bagian dalam, pembengkakan jaringan lunak
muka disertai trismus yang berjalan cepat, toksik dan delirium. Bagian posterior ramus
mempunyai daerah tegangan besar dan sakit pada penekanan.
2. INSISI DRAINASE
Drainase bedah diindikasikan untuk penderita dengan abses atau ancaman terjadinya
komplikasi. Ruang primer yang terkena dan perluasan keruang lainnya harus dibuka dan di
drainase. Drainase dapat berupa aspirasi abses atau insisi dan eksplorasi, tergantung pada luasnya
abses dan komplikasi yang ditimbulkannya.
2.1 Alat dan Bahan
Untuk pengamanan operator :
- Sarung tangan
- Masker
- Gown / apron
Untuk tindakan antiseptik dan anestesi :
- Larutan antiseptik povidone iodine 10%
- Cotton pelet steril
- Anestetikum lokal : Lidocaine 1%.
- Sputi 2,5 mL
- Spuit 5 – 10 mL
Untuk insisi dan drainase :
- Scalpel blade (nomor 11 atau 15) dengan handle
- Klem arteri (hemostat) ujung lengkung ukuran kecil
- Larutan NaCl 70% (normal saline) dalam mangkuk steril
- Spuit ukuran besar untuk irigasi luka.
- Cotton swab steril untuk mengambil sampel jika diperlukan untuk pemeriksaan
kultur.
- Rubber drain
- Gunting
- Benang dan jarum suturing
2.2 Tahapan Insisi Drainase
1. Lakukan informed consent dan mintalah persetujuan tertulis dari pasien/ orang tua atau
kerabat terdekat pasien.
2. Lakukan pengecekan apakah alat yang akan dipergunakan sudah dipersiapkan dengan
lengkap, dapat berfungsi dengan baik, diletakkan di atas tray nierbekken dan di tempat
yang mudah dijangkau oleh operator.
3. Posisikan pasien sedemikian rupa sehingga area abses yang akan diinsisi terpapar
sepenuhnya namun pasien tetap merasa nyaman.
4. Sesuaikan terang lampu sehingga visualisasi abses optimal.
5.Operator melakukan UP mencuci tangan dengan air dan sabun, menggunakan sarung
tangan, masker, dan gown atau apron
6. Siapkan obat anestesi lokal dalam spuit
7. Lakukan asepsis dengan povidone iodine 10%, dimulai dari puncak abses, memutar ke
arah luar sampai di luar medan insisi.
8. Lakukan anestesi infiltrasi
9. Lakukan insisi dengan menggunakan scalpel dan blade
- Insisi dilakukan dengan menghindari luka saluran (Wharton, Stensen) dan pembuluh
darah besar serta saraf
- Drainase yang memadai diperbolehkan. Insisi dilakukan secara dangkal, pada titik
terendah dari akumulasi, untuk menghindari nyeri dan memfasilitasi evakuasi nanah di
bawah gravitasi.
- Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada waktu yang tepat. Ini adalah saat nanah
telah menumpuk di jaringan lunak dan berfluktuasi selama palpasi
1. Pemberian Antibiotik
Dokter gigi harus melakukan pertimbangan yang tepat ketika akan memberikan
antibiotik, karena antibiotik tidak hanya memiliki resolusi yang baik terhadap infeksi
namun juga memiliki efek samping yang buruk seperti resistensi.
A. Menentukan kebutuhan akan antibiotik
Setidaknya terdapat 3 pertimbangan utama ketika akan memberikan
antibiotik, yaitu :
1. Tingkat keparahan infeksi
2. Tingkat keberhasilan prosedur bedah
3. Tingkat imunitas pasien
Infeksi parah, terutama yang melibatkan ruang fasia yang lebih dalam dan
mereka yang menderita selulitis, mendapat manfaat dari terapi antibiotik setelah
kontrol sumber menyeluruh serta insisi dan drainase. Karena beberapa spasium
deep fascia (misalnya, spasium infratemporal, spasium lateral faringeal, spasium
retropharyngeal) tidak dapat diperiksa secara memadai tanpa computed
tomography imaging, terdapat risiko yang lebih besar drainase tidak adekuat atau
tidak selesai, dibandingkan dengan infeksi vestibular oral superfisial yang mudah
diakses untuk pemeriksaan dan pembedahan. Karena itu perannya terapi antibiotik
tambahan lebih signifikan pada infeksi berat yang melibatkan spasium yang lebih
dalam.
B. Menggunakan terapi antibiotik empiris yang rutin
Infeksi odontogenik hampir selalu disebabkan oleh kondisi normal flora oral
(terutama streptokokus oral fakultatif, anaerobik streptococci, dan spesies Prevotella dan
Fusobacterium) dan biasanya memiliki komposisi bakteri yang dapat diprediksi.
Prediktabilitas ini membuat penggunaan kultur bakteri dan pengujian sensitivitas tidak
diperlukan dan tidak praktis karena organisme penyebab sudah diketahui.
Seperti disebutkan sebelumnya, pengujian mikrobiologi harus dilakukan untuk
keadaan khusus seperti infeksi yang berkembang pesat, osteomielitis, infeksi
nonresponsive atau rekuren, dan pertahanan tubuh yang terganggu. Organisme penyebab
yang dapat diprediksi pada infeksi odontogenik juga mendukung penggunaan antibiotik
terbatas pada jumlah tertentu. Yaitu penisilin, amoksisilin, klindamisin, dan azitromisin,
yang efektif melawan streptokokus aerobik dan fakultatif serta anaerob oral. Dosis juga
harus dipertimbangkan, karena ini berhubungan langsung dengan keefektifan terapi
antibiotik.
Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, bahwa bakteri penyebab infeksi
odontogenik sudah diketahui jenisnya, sehingga tidak perlu dilakukan kulturisasi dan uji
sensitifitas antibiotik. Berdasarkan jenis bakteri penyebab infeksi odontogenik, maka
jenis antibotik yang biasa digunakan dan efektif adalah :
- Penicillin : 4x sehari
- Amoxicillin : 3x sehari
- Clindamycin : 3x sehari
- Azithromycin
- Metronidazole : untuk obligate anaeorobik
- Moxifloxacin : 1x sehari
- Erythromycin : 4x sehari
2. Pemberian Analgesik
Analgesik menghilangkan rasa sakit sementara sampai faktor penyebab infeksi terkendali.
Pilihan analgesik harus didasarkan pada kesesuaian pasien. Obat anti inflamasi nonsteroid
digunakan pada nyeri ringan sampai sedang. Analgesik opioid, seperti dihidrokodein dan petidin,
digunakan untuk rasa sakit yang parah. Parasetamol, ibu profen dan aspirin cukup untuk
sebagian besar nyeri ringan akibat infeksi gigi.
2.3 Kontrol
Kontrol dilakukan 2 hari setelah dilakukan tindakan. Pada infeksi yang telah dirawat
dengan ekstraksi gigi dan insisi intraoral dan drainase, jadwal follow-up yang paling tepat
biasanya 2 hari pasca operasi dengan alasan berikut :
1. Biasanya drainase sudah berhenti dan drain dapat dihentikan pada saat ini.
2. Biasanya tanda dan gejala akan semakin baik atau semakin buruk,memungkinkan
untuk menentukan rencana perawatan berikutnya
Pada infeksi odontogenik deep fascia yang cukup serius untuk rawat inap, evaluasi
klinis harian dan perawatan luka diperlukan. Pada 2 sampai 3 hari pasca insisi drainase,
tanda-tanda klinis akan membaik, seperti pembengkakan yang berkurang, demam
menurun, drainase luka, sel darah putih menurun, malaise menurun, dan penurunan
pembengkakan saluran napas sehingga ekstubasi dapat dipertimbangkan.
Jika tanda-tanda perbaikan klinis di atas tidak tampak, maka mungkin perlu untuk
memulai penyelidikan untuk kemungkinan kegagalan pengobatan. Penyebab kegagalan
pengobatan pada infeksi odontogenik tercantum pada tabel dibawah ini.
Sangat penting untuk memastikan menghilangkan sumber infeksi secara menyeluruh.
Jika gigi telah diekstraksi, lokasi ekstraksi perlu diperiksa dengan cermat untuk
memastikan tidak ada sisa fragmen gigi, sekuestra tulang, atau benda asing (mis., pecahan
duri atau file). Juga gigi di sekitar area infeksi mungkin perlu dievaluasi ulang
menentukan apakah mereka berkontribusi pada infeksi persisten.
KESIMPULAN
Infeksi odontogen merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering terjadi yang
disebabkan oleh bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut, yaitu bakteri dalam plak,
dalam sulkus gingiva, dan mukosa mulut. Perluasan infeksi odontogenik atau infeksi yang
mengenai struktur gigi (pulpa dan perio dontal) ke daerah periapikal, selanjutnya menuju kavitas
oral dengan menembus lapisan kortikal vestibular dan periosteum dari tulang rahang. Fenomena
ini biasanya terjadi di sekitar gigi penyebab infeksi, tetapi infeksi primer dapat meluas ke regio
yang lebih jauh , karena adanya perlekatan otot atau jaringan lunak pada tulang rahang. Dalam
hal ini, infeksi odontogenik dapat menyebar ke bagian bukal, fasial, dan subkutaneus servikal
kemudian berkembangan menjadi selulitis fasial, yang akan mengakibatkan kematian jika tidak
segera diberikan perawatan yang adekuat. Meskipun berpotensi mengancam nyawa, infeksi ini
dapat dilakukan tindakan pencegahan dimana lebih baik mencegah daripada mengobati.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. 2009. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 5th
Ed
2. Fragiskos. 2007. Oral surgery. Greece: Springer. Verlag Berlin Heidelberg. p.205-08.
http://dent.zaums.ac.ir/uploads/1_296_oral%20surg.pdf
3. Sandor GB. Low DE. Davidson RJ. Antimicrobial treatment options in the management
of odontogenic infections. ADC Journal. [on line] http://www.cda-adc.ca/jcda/vol-
64/issue-7/antimicrobial-t.html
4. Topazian dkk. Oral and Maxillofacial Infection. 4th ed. Philadelphia, W.B. Saunders Co.
5. Wazir S, Khan M, Mansoor N, Wazir A. Odontogenic fascial space infections in
pregnancy -a study. Pakistan Oral & Dental Journal 2013: 33(1); p.17-22
6. Anggraini, Nurul Amalia. 2017. Prevalensi Infeksi Odontogenik di RSUD Dr. Pirngadi
Kota Medan Tahun 2013-2016. Skripsi. p.9-10
7. Zamiri B, Hashemi SB, Hashemi SH, Rafiee Z, Ehsani S. Prevalence of odontogenic
deep head and neck spaces infection and its correlation with length of hospital stay.
Shiraz University of Dentistry, 2011:29-35
8. Sanchez R, Mirada E, Arias J, Pano JR, Burgueno M. Severe odontogenic infections:
Epidemiological, microbiological and therapeutic factors. Madrid: OPCB, 2011: 670-676
9. Bakathir AA, Moos KF, Ayoub AF, Bagg J. Factors contributing to the spread of
odontogenic infections. Sultan Qaboos University Medical Journal, 2009: 296-304.
10. Hutomo, Cinthia. 2018. Infeksi Odontogen Submandibular dengan Komplikasi Perluasan
ke Temporal. Denpasar. FKG Universitas Udayana
11. Khairunnisa, R. Nindya, T. 2019. Manajemen Kedaruratan Dental pada Abses
submandibular dextra abscess et causa necrosis pulp 44). medika kartika : jurnal