Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN

STROKE PADA TN. M.T DENGAN STROKE ISKEMIK

Nama : chanly adrian

Nim : 711490120004

POLTEKKES KEMENKES MANADO

PRODI NERS LANJUTAN JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE

A. Definisi

Stroke merupakan penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di
dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin
penting, dengan dua pertiga stroke terjadi di negara-negara yang sedang berkembang
(Feigin, 2006). Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi
500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang
meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat.
Jumlah penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan
hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia
muda dan produktif hal ini akibat gaya dan pola hidup masyarakat yang tidak sehat,
seperti malas bergerak, makanan berlemak dan kolesterol tinggi, sehingga banyak
diantara mereka mengidap penyakit yang menjadi pemicu timbulnya serangan
stroke. Saat ini serangan stroke lebih banyak dipicu oleh adanya hipertensi yang
disebut sebagai silent killer, diabetes melittus, obesitas dan berbagai gangguan
kesehatan yang terkait dengan penyakit degeneratif. Secara ekonomi, dampak dari
insiden ini prevalensi dan akibat kecacatan karena stroke akan memberikan
pengaruh terhadap menurunnya produktivitas dan kemampuan ekonomi masyarakat
dan bangsa (Yastroki, 2009).
Stroke biasanya ditandai dengan kelumpuhan anggota gerak atas maupun
bawah pada salah satu sisi anggota tubuh. Untuk itu penderita stroke perlu
mendapatkan penanganan yang sedini mungkin agar pengembalian fungsi dari
anggota gerak serta gangguan lainnya dapat semaksimal mungkin atau dapat
beraktifitas kembali mendekati normal serta mengurangi tingkat kecacatan.
Stroke dapat menyebabkan problematika pada tingkat impairment berupa
gangguan motorik, gangguan sensorik, gangguan memori dan kognitif, gangguan
koordinasi dan keseimbangan. Pada tingkat functional limitation berupa gangguan
dalam melakukan aktifitas fungsional sehari-hari seperti perawatan diri, transfer
dan ambulasi. Serta pada tingkat participation restriction berupa keterbatasan dalam
melakukan pekerjaan, hobi dan bermasyarakat di lingkungannya.
1. Klasifikasi stroke
a. Stroke hemoragik
Pecahnya pembuluh darah serebral diotak dan terjadinya pendarahan diotak
disaat seseorang sedang melakukan aktifitas.
Stoke hemoragik dapat dibagi 2 :
1) Perdarahan intra serebral (PIS)
Pendarahan intra serebral mempunyai gejala prodromal,kecuali nyeri
kepala pada hipertensi. Serangan sering kali pada siang hari.mual dan
muntah sering terdapat pada serangan permulaan serangan
hemiparesis/hemiplegi terjadi pada sejak kesadaran menurun dan cepat
coma (65% terjadi kurang dari setengah jam dan 12% terjadi setelah 2
jam sampai 19 hari.

2) Perdarahan serebral anachroid (PSA)


Gejala nyeri kepala hebat dan akut kesadaran sering terganggu dan
sangat bervariasi.ada gejala /tanda rangsangan meningeal. edema pupil
bila ada pendarahan subhilaloid karena pecahnya aneurisma.

b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)


1) Stroke akibat trombosis serebri
2) Emboli serebri
3) Hipoperfusi sistemik
Stroke non hemoragik adalah terjadi disaat seorang sedang beristirahat,
bangun tidur atau di pagi hari, tidak ada pendarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat
menimbulkan edema sekunder, kesadaran umumnya baik.
2. Gejala utama stroke non hemoragik
a..Timbulnya defisit neurologis secara mendadak
b.Terjadinya waktu sedang istirahat
c.Kesadaran tak menurun kecuali embolisnya besar
d.KondisI hiperkoogulasi

3. Etiologi
a. pecahnya arteri serebral
b. .hipertensi pencetus stroke
c. Molfarmasi arterio venolis
d. Penyalahan gunaan obat

4. Patofisiologi
Hipertemsi kronik menyebakan pembuluh darah arteriole mengalmi perubahan
perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis,
nekrosis, fibrinoid, serta timbulnya Anuerisma tipe bouchard. Kenaikan darah yang
atau dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah
terutama pada sore dan pagi hari.

Jika pembuluh darah tersebut pecah maka perdarahabn dapat berlanjut sampai
dengan 6 jam dan jika volumenya berserakan merusak struktur anatomi otak dan
menimbulkan gejala klinik. Jika perdarahan yang terjadi kecil ukuranya maka masa
darah hanya dapat merusak dan menyela diatara selaput akson, masa putih tanpa
merusaknya, pada keadaaan ini absorbsi darah kan diikuti dengan pulihnya fungsi
neurologi. Sedangkan pada perdarahn yang luas terjadi destruksi masa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat menyebabkan herniasi otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang kelauar serta iskemik akibat menurunnya tekanan
perfusi, menyebabkan neuron di daerqah yang terkena darahdan disekitarnya tertekan
lagi, jumlah darah yang keluar menetukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari
60 cc maka resiko kematain sebasar 93 % , pada perdarahan lebar perdarahan serebral
dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 73 %
tetapi volume 5 cc pada pons sudah berakibat vatal (Jusuf Misbah 1999)
WOC
Faktor yang dapat dimodifikasi : Faktor yang tidak dapat dimodifikasi :
( Kolesterol, perokok,obesitas,Stress,life style) (usia, penyakit bawaan, jenis kelamin)

Arterisklerosis

Td meningkat trombosis emboli spasme pembuluh darah

Pembuluh darah pecah Suplai darah tidak adekuat di otak nyeri kepala (vertigo)

volume intracranial

Hipoksia/iskemia
jaringan otak G. Rasa nyaman nyeri

G. perfusi cerebral G. Mobilitas fisik

Vasodilatsi G. Komunikasi verbal

Cidera / kongesti G. pemenuhan nutrisi


pada daerah otak
TIK meningkat
Penekanan batang otak G.pernafasan Perubahan kesadaran
Perubahan pupil
Perubahan TTV
G. kardiovaskuler Pola nafas meningkat

Kontraksi jantung tergangggu Bersihan jalan nafas Bedres yang lama

tidak efektif

Perubahan tekanan nadi Dekubitus

Tekanan perfusi menurun G. Perfusi serebral kerusakan Integritas kulit

PO2 PCO2
TIK meningkat
Penekanan batang otak G.pernafasan Perubahan kesadaran
Perubahan pupil
Perubahan TTV
G. kardiovaskuler Pola nafas meningkat

Kontraksi jantung tergangggu Bersihan jalan nafas Bedres yang lama

tidak efektif

Perubahan tekanan nadi Dekubitus

Tekanan perfusi menurun G. Perfusi serebral kerusakan Integritas kulit

PO2 PCO2

5. Faktor Resiko pada Stroke


a. Yang Dapat Diubah
o Hipertensi
o Diabetes Melitus ( berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
o Life Style ( Merokok, konsumsi alkohol, Penggunaan obat-obatan
psikotropika
o Obesitas
o Kolesterol tinggi
o Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan
kadar estrogen tinggi)
b. Yang Tidak Dapat Diubah
o Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif,
fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
o Usia
o Jenis Kelamin
o Ras, Riwaya Keluarga
o Riwayat Stroke
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

7 . Tanda dan gejala


a.Disatria (bicara pelo)
b.Nyeri kepala karna hipertensi
c.Mual dan muntah
d.Penurunan kesadaran
c.Kelumpuhan anggota gerak
d.Vertigo
e.gangguan menelan
f.Ataksia (berjalan tidak tegap)

8. Komplikasi
a) Fisik Dan Biologis
Bahu kaku, dekubitus, mengalmi gangguan bicara, gangguan mobilitas fisik
b) Psikologi
Biasanya mengalami gangguan jiawa diakibatkan karena ketegangan akibat
kematian jaringan otak.
c) Sosial
Akan mengalmi gangguan komunikasi dengan orang lain, diatara pembicaraan
susah dimengaerti.
9. Pencegahan
a. Primer
o Memasyaraktakan gaya hidup sehat bebas stroke dengan menghindari
rokok, stress mental, alkohol, kegemukan/obesitas, obat-obatan
o Mengurangi konsumsi maknanan tinggi kolesterol dan lemak
o Mengendalikan hipertensi, Diabetes melitus, penyakit jantung
b. Sekunder
o Memodifikasi gaya hidup yang beresiko stroke
o Melibatkan peran keluarga seoptimal mungkin
o Melakukan perawatan sebaik mungkin

10. Penatalaksanaan Medik


Menurut Listiono D (1998 : 113) penderita yang mengalami stroke dengan
infark yang luas melibatkan sebagian besar hemisfer dan disertai adanya
hemiplagia kontra lateral hemianopsia, selama stadium akut memerlukan
penanganan medis dan perawatan yang didasari beberapa prinsip. Secara praktis
penanganan terhadap ischemia serebri adalah :
c. Penanganan suportif imun
o Pemeliharaan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat.
o Pemeliharaan volume dan tekanan darah yang kuat.
o Koreksi kelainan gangguan antara lain payah jantung atau aritmia.
d. Meningkatkan darah cerebral
o Elevasi tekanan darah
o Intervensi bedah
o Ekspansi volume intra vaskuler
o Anti koagulan
o Pengontrolan tekanan intracranial
o Obat anti edema serebri steroid
o Proteksi cerebral (barbitura)

Sedangkan menurut Lumban Tobing (2002 : 2) macam-macam obat yang


digunakan :

o Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi)


o Obat anti koagulasi : heparin
o Obat trombolik (obat yang dapat menghancurkan trombus)
o Obat untuk edema otak (larutan manitol 20%, obat dexametason)
B. Anatomi fisiologi

1. berat otak manusia sekitar 1400 gram.

Otak terdiri dari 4 bagian :

a.serebral otak besar

b.serebrum otak kecil

c.batang otak

d.medula spinalis

2. Fungsi Otak

Sebagai Pusat Reflek yang mengoordinasi dan mempertahankan gerakan otot, mengubah
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimabangan.

B. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark.
b. Angiografi serebral
membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan
atau obstruksi arteri.
c. Pungsi Lumbal
o menunjukan adanya tekanan normal. Tekanan meningkat dan
cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
d. MRI
Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
e. EEG:
Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
f. Ultrasonografi Dopler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena
g. Sinar X Tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
C. Asuhan Keperawatan Teoritis
I. Pengkajaian
1. Identitas Klien
Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr, pendidikan,
status pekawinan, diangnosa medis dll.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, pengunaan obat-obat antikoagulan, aspirin dan
kegemukan/obesitas.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasnya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak
sadarkan diri, kleumpuhan separoh badan dan gangguan fungsi otak.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami penyakit
seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung.
d. Riwayat Psikososial
Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat membuat emosi
dan pikiran klein dan juga keluarga sehingga baik klien maupun keluarga
sering meerasakn sterss dan cemas.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Rambut dan hygiene kepala
b. Mata:buta,kehilangan daya lihat
c. Hidung,simetris ki-ka adanya gangguan
d. Leher,
e. Dada
I :simetris ki-ka
P :premitus
P :sonor
A :ronchi
f. Abdomen
I :perut acites
P :hepart dan lien tidak teraba
P :Thympani
A :Bising usus (+)
H. Genito urinaria :dekontaminasi,anuria
I.Ekstramitas :kelemahan,kelumpuhan.
4. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
a. Tingkat Kesadaran
1. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
 CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh
 APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
 LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
 DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal
aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
 SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw tidur → diransang
bangun lalu tidur kembali
 KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
2. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
a.Respon membuka mata ( E = Eye )
 Spontan (4)
 Dengan perintah (3)
 Dengan nyeri (2)
 Tidak berespon (1)
b.Respon Verbal ( V= Verbal )
 Berorientasi (5)
 Bicara membingungkan (4)
 Kata-kata tidak tepat (3)
 Suara tidak dapat dimengerti (2)
 Tidak ada respons (1)

c.Respon Motorik (M= Motorik )


 Dengan perintah (6)
 Melokalisasi nyeri (5)
 Menarik area yang nyeri (4)
 Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
 Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
 Tidak berespon (1)
b. Pemeriksaaan Nervus Cranialis
1.Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien
mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau,
kopi dan sebagainya. Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan
kanan.
2.Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas visual, tutup
satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk
satunya. Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di
kanan, klien memandang hidung pemeriksa yang memegang pena
warna cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar
klien langsung memberitahu klien melihat benda tersebut.
3.Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
 Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya),
menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah
belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya),
perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
 Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang
lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan.
Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
 Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan
kanan tanpa menengok.
4.Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak
mata atas dan bawah.
 Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
 Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip
kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula
dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan
adanya sentuhan
Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa
melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.
5.Test nervus VII (Facialis)
 Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap
asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa
dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya
karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
 Otonom, lakrimasi dan salivasi
 Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta
klien untuk : tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata
sementara pemeriksa berusaha membukanya.
6. Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
 Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien,
pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari
bergantian kanan-kiri.
 Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan
lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
7.Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi
bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus.
Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior. N X,
mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum
lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
8.Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian
palpasi kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa
berusaha menahan test otot trapezius.
c. Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan
tangan, tubuh - kaki
1. Periksa tonus otot dan kekuatan
Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total 1
= terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi

3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan


pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya
berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
d. Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dalam
posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evaluasi
respon klien dengan menggunakan skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
a.Reflek Fisiologis
o Reflek Tendon
a. Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang
lebih dari 300.tendon patela(ditengah-tengah patela dan
Tuberositas tibiae)dipukul dengan reflek hamer.respon berupa
kontraksi otot guardrisep femoris yaitu ekstensi dari lutut.
b. Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900.supinasi dan
lengan bawah ditopang ada atas (meja periksa)jari periksa
ditempat kan pada tendon m.bisep(diatas lipatan siku)kemudian
dipukul dengan reflek hamer.normal jika ada kontraksi otot
biceps,sedikit meningkat bila ada fleksi sebagian ada
pronasi,hiperaktif maka akan tejadi penyebaran gerakangerakan
pada jari atau sendi.
c. Reflek trisep
Lengan bawah disemi fleksikan ,tendon bisep dipukul dengan
dengan reflek hamer(tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm
diatas olekronon )respon yang normal adalah kontraksi
otottrisep ,sedikit meningkat bila ada ekstensi ringan dan
hiperaktif bila ekstensi bila ekstensi siku tersebut menyebar
keatas sampai ke otot –otot bahu.
d. Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorsofleksi untuk memudah kan pmeriksaan
reflek ini kaki yang di[eriksa diletakan/disilangkan diatas
tungkai bawah kontral lateral.tendon achiles dipukul dengan
reflek hamer,respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
o Reslek Superfisial
a. Reflek Kulit Perut
b. Reflek Kremeaster
c. Reflek kornea
d. Reflek Bulbokavernosus
e. Reflek Plantar

b.Reflek Patologis
o Babinski
Merupakan reflek yang paling penting.ia hanya dijumpai pada
penyakit traktus kortikospital.untuk melakukan tes ini,goreslah
kuat-kuatbagian lateral telapak kaki bagian lateraltelapak kaki dari
tumit ke arah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung
kaki. Respon babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan
dorsofleksi dan jari-jari lain menyebar,klau normalnya adalah fleksi
plantar pada semua jari kaki.
Cara lain untuk membangkitkan rangsangan babinski:
 Cara chaddock
Rangsang diberikan dengan jalan menggores bagian lateral
maleolus hasil positif bila gerakan dorsoekstensi dari ibu jari dan
gerakan abduksi dari jarijari lainnya.
 Cara Gordon
Memencet ( mencubit) otot betis
 Cara oppenheim
Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior arah
mengurut kebawah (distal)
 Cara Gonda
Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian
melepaskannya sekonyong koyong.

5. Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)dilakukan
pemeriksaan :
a. Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
b. Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain di dada klien
untuk mencegah badan tidak terangkat.Kemudian kepala klien di fleksikan kedada
secara pasif.Brudzinsky I positif (+)
c. Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul secara pasif
akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
d. Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi
lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.
Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit tebila ekstensi lutut
pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
e. Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang
Mischiadicus.
6. Data Penunjang
a. Laboratorium
o Hematologi
o Kimia klinik
b. Radiologi
o CT Scan
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark
o MRI
Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
o Sinar X Tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.
II. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Gangguan perfusi jarinagan otak b/d perdarahan intra cranial
2. Gangguan mobilitas fisik b/d hemiparese / hemiplagia
3. Gangguan komunikasi verbal b/d kerusakan neuromoskuler.
4. Kurang perawatan diri b.d kerusakan neuro muskuler, penurunan kekuatan dan
ketahanan, kehilangan kontrol /koordinasi otot.
III. Intervensi
1. Gangguan perfusi jarinagan otak b/d perdarahan intra cranial
Independen
a. Tentukan penyebab penurunan perfusi jaringan
b. Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nila standar
( GCS ).
c. Pantau TTV
d. Kaji perubahan penglihatan dan keadan pupil
e. Kaji adanya reflek ( menelan, batuk, babinski )
f. Pantau pemasukan dan pengeluaran cairan
g. Auskultasi suara napas, perhatikan adananya hipoventilasi, dan suara
tambahan yang abnormal
Kolaborasi :
a. Pantau analisa gas darah
b. Berikan obat sesuai indikasi : deuretik, steroid, antikonvulsan
c. Berikan oksigenasi
2. Gangguan mobilitas fisik b/d hemiparese / hemiplagia
Independen
a. Rubah posisi tiap dua jam ( prone, supine, miring )
b. Mulai latihan aktif / pasif rentang gerak sendi pada semua ekstremitas
c. Topang ekstremitas pada posis fungsional , gunakan foot board pada saat
selama periode paralysisi flaksid. Pertahankan kepala dalam keadaan netral
d. Evaluasi penggunaan alat bantu pengatur posisi
e. Bantu meningkatkan keseimbangan duduk
f. Bantu memanipulasi untuk mempengaruhi warna kulit edema atau
menormalkan sirkulasi
g. Awasi bagian kulit diatas tonjolan tulang

Kolaboratif
a. konsul kebagian fisioterapi
b. Bantu dalam meberikan stimulasi elektrik
c. Gunakan bed air atau bed khusus sesuai indikasi
3. Gangguan komunikasi verbal b/d kerusakan neuromoskuler.
Independen
a. Bantu menentukan derajat disfungsi
b. Bedakan antara afasia denga disartria
c. Sediakan bel khusus jika diperlukan
d. Sediakan metode komunikasi alternative
e. Antisipasi dan sediakan kebutuhan paien
f. Bicara langsung kepada pasien dengan perlahan dan jelas
4. Kurang perawatan diri b.d kerusakan neuro muskuler, penurunan kekuatan dan
ketahanan, kehilangan kontrol /koordinasi otot
Intervensi:
a. Kaji kemampuan dantingkat kekurangan (dengan menggunakan skala 1-4)
untuk melakukan kebutuhan ssehari-hari
b. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan
pasiensendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
c. Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya untuk
menghindari dan atau kemampuan untuk menggunakan urinal,bedpan.
d. Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikanpada kebiasaan
pola nornal tersebut. Kadar makanan yang berserat,anjurkan untuk minum
banyak dan tingkatkan aktivitas.
e. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau
keberhasilannya.
IV. Implementasi
Merupakan aplikasi dari intervensi yang telah ditetapkan pada tahap intervensi.
V. Evaluasi
Penilaian terhadap implementasi yang telah dilakukan sejauh mana masalah klien
teratasi.

Anda mungkin juga menyukai