Anda di halaman 1dari 12

PERTEMUAN 3 HUKUM ACARA PIDANA

MEMAHAMI ASAS DAN SUMBER HUKUM ACARA PIDANA

KOMPETENSI DASAR :

Mahasiswa mampu memahami Asas-asas dan Sumber Hukum Acara Pidana Di Indonesia

A. ASAS-ASAS HUKUM ACARA PIDANA

1. Asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan

Asas ini dianut dalam KUHAP merupakan penjabaran UU Ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman.Peradilan cepat (untuk menghindari penahanan yang lama

sebelum ada putusan hakim, merupakan bagian dari hak asasi manusia.Begitu pula

peradilan yang bebas, jujur dan tidak memihak yg ditonjolkan dalam UU tsb.

Asas Peradilan Cepat, sederhana dan biaya murah. peradilan cepat artinya dalam

melaksanakan peradilan diharapkan dapat diselenggarakann sesederhana mungkin dan

dalam waktu yang singkat. Sederhana mengandung arti bahwa agar dalam

penyelenggaraan peradilan dilakukan dengan cara simple singkat dan tidak berbelit-

belit. Biaya murah berarti, penyelenggaraan peradilan ditekan sedemikian rupa agar

terjangkau bagi pencari keadilan hal ini ada didalam Undang-undang Nomor 4 tahun

2004 tentang kekuasaan Kehakiman pada pasal 4 ayat (2).

2. Asas praduga tak bersalah (Persumption of Innouncen)

Pasal 3 c KUHAP: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut,

dan/atau dihadapkan di muka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai

adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan

hukum tetap. Asas ini terdapat dlm penjelasan dalam Ps. 8 UU No. 4 / 2004 tentang

Kekuasaan Kehakiman.

Asas Praduga Tak Bersalah (Presumtion of inocene) Asas praduga tak bersalah ini

menghendaki agar setiap orang yang terlibat dalam perkara pidana harus dianggap

belum bersalah sebelum adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. pada
1
semua tingkatan berlaku hal yang sama, implementasinya dapat ditunjukan ketika

tersangka dihdirkan disidang pengadilan dilakukan dengan tidak diborgol prinsip ini

dipatuhi karena telah tertuang dalam UU No. 4 tahun 2004 pasal 8 yang mengatakan “

setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan dituntut dan dihadapkan didepan

pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan yang menyatakan

kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Asas lain yang sungguh berbeda dengan asas ini adalah asas praduga bersalah

(Presumtion of Qualty) yang menjelaskan sebaliknya dimana seseorang yang

ditangkap, ditahan, dituntut dan dihapkan di depan pengadilan harus dinyatakan

bersalah sebelum ada putusan hakim yang menyatakan orang tersebut tidak bersalah.

3. Asas Inquisitoir dan Accusatoir

a. Asas Inquisitoir adalah asas yang menjelaskan bahwa setiap pemeriksan yang

dilakukan harus dengan cara rahasia dan tertutup. asas ini menempatkan tersangka

sebagai obyek pemeriksaan tanpa memperoleh hak sama sekali seperti Bantuan

hukum dan ketemu dengan keluarganya.

b. Asas accusatoir menunjukkan bahwa seorang tersangka/tersangka yang diperiksa

bukan menjadi obyek tetapi sebagai subyek. asas ini memperlihatkan pemerinsaan

dilakukan secara terbuka untuk umum. dimana setiap orang dapat menghadirinya.

Di Indonesia memakai asas Inquisatoir yang diperlunak atau dapat pula dikatakan

Campuran. karena terdakwa masih menjadi obyek pemeriksaan namun dapt

dilakukan secara terbuka dan terdakwa dapat berargumen untuk membela diri

sepanjang tidak melanggar undang-undang, dan prinsip ini ada pada asas

accusatoir.

4. Asas oportunitas

2
Adalah asas hukum yang memberikan wewenang kepada Penuntut Umum untuk

menuntut atau tidak menuntut yang telah mewujudkan perbuatan pidana demi

kepentingan umum (UU No. 5 tahun 1991 tentang Pokok-Pokok Kejaksaan).

Dalam penjelasan pasal tersebut artinya jaksa dapat mengesampingkan suatu perkara

jika kepentingan umum merasa dirugikan apabila perkara itu dituntut. Dan asas ini

tersirat dalam pasal 14 KUHAP huruf h yang berbunyi “ menutup perkara demi

kepentingan umum”.

Penuntut umum atau jaksa adalah badan yang diberi wewenang untuk menuntut

perkara pidana ke pengadilan.

Asas Legalitas dan asas oportunitas asas legalitas adalah asas yang menghendaki

bahwa penuntut umum wajib menuntut semua perkara pidana yang terjadi tanpa

memandang siapa dan bagaimana keadaan pelakunya.

asas oportunitas adalah memberi wewenang pada penuntut umum untuk menuntut atau

tidak menuntut seorang pelaku dengan alasan kepentingan umum. Inilah yang dianut

Indonesia contohnya seseorang yang memiliki keahlian khusus, dan hanya dia satu-

satunya di negara itu maka dengan alasan ini JPU boleh memilih untuk tidak

menuntut.

Asas-asas Khusus ini hanya berlaku didalam persidangan saja. Asas-asas yang

dimaksud adalah :

a) Asas sidang terbuka untuk umum maksud dari asas ini adalah bahwa dalam setiap

persidangan harus dilakukan dengan terbuka untuk umum artinya siapa saja bisa

menyaksikan, namun dalam hal ini ada pengecualianya yaitu dalam hal kasus-

kasus kesusilaan dan kasus yang terdakwanya adalah anak dibawah umur. Dalam

hal ini dapat dilihat dalam pasal 153 (3 dan 4) KUHAP yang mengatakan “untuk

keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menytakan

3
terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan tau terdakwanya

anak-anak”.

“tidak dipenuhinya ketentuan ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan putusan

batal demi hukum”.

Peradilan dilakukan oleh hakim oleh karena jabatannya. Asas ini menghendaki

bahwa tidak ada suatu jabatan yang berhak untuk melakukan peradilanatau

pemeriksaan hingga mengambil putusan kecuali hanya diberikan pada hakim.

b) Asas Pemeriksaan langsung.

Prinsip ini menghendaki agar pemeriksaan yang dilakukan itu harus

menghadapkan terdakwa didepan sidang pengadilan, termasuk pula

menghadapkan seluruh saksi-saksi yang ditunjuk langsung artinya hakim dan

terdakwa ataupun para saksi berada dalam sidang yang tidak dibatasi oleh suatu

tabir apapun, namun dengan perkembangan tekhnologi hal ini mungkin saja

disimpangi karena sekarang sudah ada telekompren.

LuhutMP. Pangaribuan dalam bukunya Hukum Acara Pidana ( Sejati Intan Klaten :

2003) menyebutkan bahwa setidak-tidaknya terdapat 10 asas dalam KUHAP Indonesia

yaitu:

1. Asas Equality before theLaw :

Asas yang memberikan perlakkan ang sama atas setiap orang di muka hukum dengan

tiak mengadakan perbedaan perlakuannya.

2. Asas Legalitas dan Upaya Paksa :

Asas yang mengandung prinsip bahwa penangkapan, penahanan, penggeledahan dan

penyitaan hanya dilakukan dengan peritah tertulis oleh pjabat yang diberi wewenang

oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur oleh undang-

undang.

3. Asas Presumtion of Innocence :


4
Asas yang menegaskan bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap dan ditahan,

dituntut dan ata dihadapkan dimuka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah

sampai adanya putusan pengadilanuang menyatakan kesalahannya.

Perlu dgaris bawahi bahwa pernyataan kesalahann yang dimaksud adalah putusan

pendilan yang berkekuatan hukum tetap.

Apa yang dimaksud dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap?

Yaitu putusan dimana orang yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan tingkat

pertama ( Pengadilan Negeri) menerima putusan bersalah yang diputuskan terhadap

dirinya oleh hakim tanpa tanpa berupaya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi,

atau orang yang menerima putusan tingkat banding ( Pengadilan Tinggi) tanpa

mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung, atau jika ia tetap dinyatakan bersalah oleh

putusan kasasi Mahkamah Agung.

Putusan Hakim yang berkekuatan tetap tersebut dikenal juga dengan istilah “ incrach

van gewijs de “ atau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai “ Keputusan

Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap”.

4. Asas Remedy dan Rehabilitation :

Asas yang mengedepankan bahwa jika seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut

ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan

mengenai orangnya atau keliru dalam menerapkan hukum terhadapnya, wajib diberi

ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan pejabat penegak hukum

yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan hukum tersebut

dilanggar maka pejabat yang bersangkutan harus ditunntut, dipidana dan atau

dikenakan hukuman administrasi.

Maksud dari asas ini adalah bahwa dalam penegakkan hukum, seseorang tidak boleh

gegabah ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili di hadapan pengadilan jika terhadap

5
orang tersebut tidak ditemukan bukti yang cukup bahwa ia adalah pelaku tindak

pidana yang dimaksud.

Apa yang dimaksud dengan bukti yang cukup ?

Hal itu dijelaskan oleh pasal 183 KUHAP yang menjelaskan bahwa hakim tidak

boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak

pidana benar-benar telah terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Artinya, bahwa ketika dihadapkan kedepan sidang dimuka hakim, terdakwa yang

akan diadili tersebut harus didukung dengan dua alat bukti yang menunjukkan ia

adalah pelakunya sebagai syarat untuk mengadilinya.

Bagaimana kalau tidak cukup 2 alat bukti sementara seseorang tersebut terindikasi

kuat sebagai pelakunya.

Itulah tugas penegak hukum sebelum dihadapkan ke hakim yaitu penyelidik,

penyidik, dan penuntut umum.

Penyelidik, bertugas untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga

sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan

menurut cara yang diatur oleh undang-undang.

Jadi jika terdapat suatu informasi bahwa seseorang terindikasi telah melakukan tindak

pidana sementara tindak pidana sementarayang bersangkutan kelihatan seperti tidak

pernah melakukannya atau meskipun ia seperti telah melakukannya akan tetapi belum

ada 2 bukti yang menunjukkan bahwa ia pelakunya, maka terhadap orang yang

bersangkutan harus diselidiki apakah terhadap dirinya dapat dilakukan penyidikan

atau tidak.

Lalu, apa itu penyidikan?

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang

diatur oleh undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
6
bukti itu membuat terang tentangtindk pidana yang terjadi dan guna menemukan

pelakunya.

Kalau begitu, apa dan siapa itu penyidik?

Sebagaimana yang didefinisikan dalam pasal 1 butir 1 UU No.8 Tahu 1981 Tentang

KUHAP menyatakan bahwa Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik

Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus

oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

Dengan demikian, kunci pokok dari suatu tindak pidana ada pada tangan penyidik.

Dalam hal mana jika penyidik bisa mencari dan mengumpulkan alat bukti maka si

terduga pelaku dapat ditangkap, ditahan serta diadili.

Persoalannya adalah jika bukti yang dikumpulkan oleh penyidik tersebut tidak cukup,

namun tetap ditangkap dan ditahan serta dilanjutkan sampai ke hadapan pengadilan,

maka jika yang bersangkutan terbukti tidak bersalah, maka terhadap orang yang

terbukti tidak bersalah ini dapat dimintakan ganti rugi serta pemulihan nama baiknya

( rehabilitasi).

Alasan lain untuk minta ganti rugi dan rehabilitasi adalah jika dalam suatu perkara

pidana dimana si pelaku yang melakukan tindak pidana berbeda dengan orang yang

ditangkap atau dikenal dengan salah tangkap. Maka teradap orang yang salah tangkap

ini juga dapat dimintakan ganti rugi serta rehabilitasi.

Ganti rugi dan rehabilitasi juga dapat dilakukan jika terhadap seseorang yang

ditangkap dan ditahan tidak dikenakan pasal yang sesuai dengan perbuatannya.

Misalnya orang sebetulnya berhutang kepada seseorang malah dikenakan pasal

pidana tentang penipuan atau pengelapan. Terhadap hal itu jika memang terbukti

tidak melakukan tindak pidana penipuan atau penggelapan, maka terhadap orang yang

bersangkutan juga dapat meminta ganti rugi dan rehabilitasi.

7
Oleh sebab itu, penyidik harus hati-hati. Penyidik tidak boleh serampangan

menetapkan orang sebagai tersangka lalu ditangkap dan ditahan tanpa memilki dasar

dan alasan yang cukup yang didukung oleh minimal 2 alat bukti.Penyidik dapat

digugat melalui Lembaga Praperadilan.

Apa yang dimaksud dngan Lembaga Pra Peradlan?

Dijelaskan dalam pasal 1 butir 10 UU No. 8 Tahun 1981 yaitu :

Wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang

diatur dalam undang-undang tentang :

a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan

tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka.

b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atau

permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan.

c. Perintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau

pihak lain ataskuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Konkriritnya Lembaga Peradilan adalah lembaga yang mewujudkan asas Remedy dan

Rehabilitasi sebagaimana dimaksud.

5. Asas fair, imperial, impersonal and objective.

Asas ini menekankan kepada pengadilan yang harus dilakukan dengan cepat,

sederhana dan biaya ringan, serta bebas, jujur dan tidak memihak.

Cepat dimaksudkan bahwa seseorang yang diduga melakukan tindak pidana harus

segera mendapatkan kepastian hukum tetang apakah ia benar-benar bersalah atau

tidak. Peradilan tidak boleh menunda-nunda pelaksanaan sidang yang akan

menimbulkan ketidakpastian hukum baik bagi pelaku maupun bagi korbannya. Bagi

pelaku, keputusan yang cepat akan membuat dirinya dan keluargana dapat

menentukan sesegera mungkin apakah sikap atas putusan yang telah dijatuhkan
8
padanya. Bagi korban atau keluarganya, peradilan yang cepat akan memberikan

kepastian bagi korban dan keluarganya atas kerugian yang dialaminya.

Sederhana adlah dimana prosedur pelaksanaan pengadilan tidak berbelit-belit.

Menghindari hal-hal yang tidak perlu yang dapat memperlambat jalannya

persidangan.

Biaya ringan, diartikan bahwa pihak yan berperkara apalagi yang diadili tidak hars

mengeluarkan biaya dalam menghadapi prsidangan yang mengadili dirinya.

6. Asas Legal Assitance

Asas ini menekankan pada hak seseorang yang disangka, ditangkap, ditahan dan

dadili dihapan sidang pengadilan untuk diberi kesempatan untuk memperoleh bantuan

hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas

dirinya.

Di dalam KUHAP hal itu dinyatakan dalam pasal 56 yang berbunyi :

Guna kepentingan pembelaan, terdsangka atau terdakwa berhak mendapatkan bantuan

hukum dari seseorang atau lebih penasehat hukum selama dalm waktu dan pada

setiap tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang.

7. Asas Miranda Rule :

Yaitu asas dimana seorang tersangka sejak dilakukan penangkapan atu penahanan

selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang akan didakwakan pada

dirinya juga wajib diberitahukan haknya tersebut termasuk hak untuk menghubungi

dan minta bantuan penasehat hukum.

Hal tersebut ditegaskan dalam pasal 56 sebagaimana telah dikutip di atas dan apsal 69

KUHAP.

8. Asas Presentasi :

Yaitu suatu perkara pidana harus dilaksanakan dengan hadirnya Terdakwa.

Bagaimana jika Terdakwa tidak hadir?


9
Hal ini dapat dilihat pada pasal 196 ayat 1 KUHAP yang berbunyi :

Pengadian memutus perkara dengan hadirnya terdakwa kecuali dientukan lain.

Apa yang yang dimaksud dengan ditentukan lain?

Maksudnya suatu perkara pidana dapat dilakukan tanpa kehadiran Tedakwa jika ada

ketentuan lain yang mengatur. Maksudnya ketentuan selain dari KUHAP.

Ketentuan lain yang bisa kita temukan salah satunya adalah terdapat dalam perkara

tindak pidana koupsi yaitu dalam pasal 38 ayat 1 UU No.31 Tahun 1999, yan g

menyatakan bahwa dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan tidak hadir di

sidang pengadilan tanpa lasan yang sah, maka perkaranya dapat diperiksa dan diputus

tanpa kehadirannya. Istlah yang dipakai atas pemeriksaan tanpa kehadiran terdakwa

tersebut ialah in absentia.

Akan tetapi dalam perkara di sidang pengadilan umum, pedomannya dapat dilihat

dalam SEMA No.1 Tahun 1981, tertanggl 22 Januari 1981, yang menjelaskan bahwa

jika sejak semula tidak ada jaminan terdakwa dapat dihadapkan ke persidanagn,

perkara yang demikian dintakan tidak dapat diterima.

9. Asas Keterbukaan

Dalam suatu perkara dalam pengadilan, sidang pemeriksaan pengadilan terbuka untuk

umum kecuali terhadap hal-hal yang diatur dalam undang-undang.

Masyarakat harus tahu apa dan bagaimana pemeriksaan terhadap suatu perkara

sehingga tidak rawan terhadp penyelewengan. Masyarakat umum adalh pengonontrol

dari setiap ali ada perkara. Dengan demikian pengadilan diharapkan akan berlangsung

fair.

Namun, ada hal yang menurut undang-undang dimana suatu perkara tidak oleh

dibuka secara umum. Diantaranya adalah mengenai sidang perkara yang dilakukan

anak-anak dan perkara-perkara asusila misalnya perzinahan dan lain-lain.

10. Asas Pengawasan :


10
Asas yang menekankan adanya pengawasan terhadap putusan hakim.

Terhadap hal ini, pengawasan secara resmi akan dilakukan oleh ketua Pengadilan.

B. SUMBER-SUMBER HUKUM ACARA PIDANA

Yang menjadi sumber-sumber Hukum Acara Pidana adalah

1. UUD 1945, Pasal 24 dan pasal 25:

“kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan kehakiman lain

menurut UU (Pasal 24 (1)) Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk dihentikan sebagai

hakim ditetapkan dengan UU (Pasal 25).

2. UU, terdiri dari :

a. UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP

b. UU Kepolisian No. 2 / 2002

c. UU Kejaksaan No. 16/ 2004

d. UU Advokat No.18 / 2003

e. UU kekuasaan kehakiman No.4 tahun 2004

f. UU No. 28/1997, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian RI

g. UU No. 28/1997, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian RI

h. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Pokok Perbankan, khususnya

Pasal 37 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

i. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi. UU ini mengatur acara pidana khusus untuk delik korupsi. Kaitannya

dengan KUHAP dalam Pasal 284 KUHAP. UU tersebut dirubah dengan UU

Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

j. Undang-Undang Nomor 5 (PNPS) Tahun 1959 Tentang Wewenang Jaksa

Agung/Jaksa Tentara Agung dan memperberat ancaman hukuman terhadap tindak

pidana tertentu.
11
k. Undang –Undang Nomor 7 (drt) Tahun 1955 Tentang Pengusutan, Penuntutan,

dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.

l. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP.

3. Beberapa Keputusan Presiden yang mengatur tentang acara pidana yaitu :

a. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1967 Tentang

Pemberian Wewenang Kepada Jaksa Agung Melakukan Pengusutan, Pemeriksaan

Pendahuluan  Terhadap Mereka Yang Melakukan Tindakan Penyeludupan;

b. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228 Tahun 1967 Tentang

Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi;

c. ntruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1974 Tentang Tata Cara

Tindakan Kepolisian  terhadap Pimpinan/Anggota DPRD Tingkat II dan II;

d. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Organisasi

Polri;

e. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1991 Tentang Susunan

Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia;

f. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1983 Tentang

Tunjangan Hakim

g. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1983 Tentang

Tunjangan Jaksa.

-------------------------------------------SELESAI------------------------------------------

12

Anda mungkin juga menyukai