Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat tugas mata kuliah Keperawatan Anak I
DISUSUN OLEH :
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmatNyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan pada Anak Autisme” tepat pada waktunya. Makalah ini
penulis susun untuk melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Anak I, selain itu
untuk mengetahui dan memahami materi autisme dan memahami kasus anak
autisme.
Penulis mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu setiap pihak diharapkan dapat memberikan masukan berupa
kritik dan saran yang bersifat membangun.
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ........................................................................................i
DAFTAR ISI .......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................1
1.2 Tujuan .............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORITIS ........................................................................3
2.1 Konsep Penyakit Autisme Pada Anak ............................................................3
a. Definisi Autisme .......................................................................................4
b. Etiologi Autisme .......................................................................................5
c. Patofisiologi Autisme ...............................................................................8
d. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................11
e. Penatalaksanaan Autisme .........................................................................11
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan .........................................................................12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ANAK AUTISME .............................16
3.1 Asuhan Keperawatan pada Anak Autisme ....................................................16
a. Pengkajian ...............................................................................................19
b. Diagnosa Keperawatan ............................................................................20
c. Intervensi Keperawatan ...........................................................................25
d. Implementasi Keperawatan .....................................................................28
e. Evaluasi Keperawatan .............................................................................29
BAB IV PENUTUP .............................................................................................30
4.1 Kesimpulan .....................................................................................................30
4.2 Saran ...............................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................31
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dapat meningkatkan hiperaktivitas yang berpengaruh pada tingkah laku
mereka.
Perilaku autis ada 2 jenis yaitu perilaku yang eksesif (berlebihan) dan
perilaku deficit (berkekurangan). Perilaku ekesif adalah perilaku yang
hiperaktif dan tantrum (mengamuk) seperti menjerit, mengepak, menggigit,
mencakar, memukul dan termasuk juga menyakiti diri sendiri (self abuse).
Perilaku defisit adalah perilaku yang menimbulkan gangguan bicara atau
kurangnya perilaku sosial seperti tertawa atau menangis tanpa sebab atau
melamun (Pratiwi, 2019)
Menurut Mashabi dan Tajudin (2019), secara sederhana masalah yang
sering terdapat pada penyandang autis adalah sebagai berikut yaitu kurangnya
kemampuan untuk berkomunikasi seperti berbicara dan berbahasa, terjadi
ketidaknormalan dalam hal menerima rangsangan melalui panca indra
(pendengaran, pengelihatan, perabaan dan lain-lain), masalah gerak/ motorik,
kelemahan kognitif, perilaku yang tidak biasa, masalah fisik. Jika anak autis
terlambat atau tidak mendapat intervensi hingga dewasa maka gejala autisme
bisa semakin parah bahkan tidak tertanggulangi. Salah satu jenis terapi anak
autis adalah melalui makanan atau disebut terapi diet. Para ahli sepakat bahwa
anak autis melakukan diet bebas kasein dan gluten atau Casein Free Gluten
Free. Karena selain diyakini dapat memperbaiki gangguan pencernaan diet, ini
juga bisa mengurangi gejala dan tingkah laku anak autis (Sofia, 2017).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan secara umum adalah agar mahasiswa dapat
memahami cara penanganan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan
Autisme
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat memahami mengenai definisi, etiologi,
manifestasi klinik, patofisiologi dan penatalaksanaan pada Anak
Autisme
2. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan (Pengkajian,
Diagnosa Keperawatan, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi)
pada anak Autisme.
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
3
(anak) sejak lahir atau balita,yang membuat dirinya tidak dapat
membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang tidak normal.
b. Etiologi
Penyebab autisme belum banyak diketahui dan hanya terbatas pada
faktor psikologis saja. Tetapi sekarang ini penelitian mengenai autisme
semakin maju dan menunjukkan bahwa autisme mempunyai penyebab
neurobiologist yang sangat kompleks. Gangguan neurobiologist ini dapat
disebabkan oleh interaksi faktor genetik dan lingkungan seperti pengaruh
negatif selama masa perkembangan otak. Banyak faktor yang
menyebabkan pengaruh negatif selama masa perkembangan otak, antara
lain, penyakit infeksi yang mengenai susunan saraf pusat, trauma,
keracunan logam berat dan zat kimia lain baik selama masa dalam
kandungan maupun setelah dilahirkan, gangguan imunologis, gangguan
absorpsi protein tertentu akibat kelainan di usus (Suriviana, 2005).
Menurut Dewo, 2006 gangguan perkembangan autisme dapat
disebabkan karena beberapa hal antara lain:
1. Genetik, abnormalitas genetic dapat menyebabkan abnormalitas
pertumbuhan sel-sel saraf dan sel otak
2. Keracunan logam seperti mercury yang banyak terdapat dalam vaksin
imunisasi atau pada makanan yang dikomsumsi yang sedang ibu
hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang tinggi,
sehingga para peneliti membuktikan bahwa didalam tubuh anak atisme
terkandung timah hitam dan mercury dalam kadar yang relative tinggi.
3. Terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan
dalam pertumbuhan otak tidak diserap oleh tubuh, ini terjadi karena
adanya jamur dalam lambung dan juga nutrisi tidak terpenuhi karena
factor ekonomi.
4. Terjadi autoimun pada tubuh penderita yang merugikan perkembangan
tubuhnya sendiri. Imun adalah kekebalan tubuh terhadap virus/bakteri
penyakit, sedangkan autoimun adalah kekebalan yang dikembangkan
oleh tubuh penderita itu sendiri yang justru kebal terhadap zat-zat
penting dalam tubuh dan menghancurkannya.
4
c. Manifestasi Klinis
1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal
Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau
sama sekali tidak dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa
menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan.
Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat
berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-katanya tidak dapat
dimengerti oleh orang lain. Tidak mengerti atau tidak menggunakan
kata-kata dalam konteks yang sesuai. Ekolalia (meniru atau
membeo), meniru kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya. Bicara
monoton seperti robot.
2. Gangguan dalam bidang interaksi social
Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka.
Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa
tidak senang atau menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu,
menarik tangan orang yang terdekat dan berharap orang tersebut
melakukan sesuatu untuknnya. Tidak berbagi kesenangan dengan
orang lain. Saat bermain bila didekati malah menjauh.
3. Gangguan dalam bermain
Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya
menderetkan sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola
pada mobil dan mengamati dengan seksama dalam jangka waktu
lama. Ada kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar,
kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila
senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. Tidak menyukai
boneka, gelang karet, baterai atau benda lainnya. Tidak spontan,
reflaks dan tidak berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru
tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat
pura-pura. Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin
yang berputar atau angin yang bergerak. Perilaku yang ritualistik
sering terjadi, sulit mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya bila
bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus
melalui rute yang sama.
5
4. Gangguan perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian
harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat
terlihat hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru
pertama kali ia datangi, ia akan membuka semua pintu, berjalan
kesana kemari dan berlari-lari tentu arah. Mengulang suatu gerakan
tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung terbang). Ia juga
sering menyakiti dirinya sendiri seperti memukul kepala di dinding.
Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam), duduk
diam bengong denagn tatap mata kosong. Marah tanpa alasan yang
masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide,
aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya.
Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri. Gangguan
kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya.
5. Gangguan perasaan dan emosi
Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah
tanpa sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum),
terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, bahkan
bisa menjadi agresif dan merusak. Tidak dapt berbagi perasaan
(empati) dengan anak lain.
6. Gangguan dalam persepsi sensori
Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata), pendengaran,
sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat.
Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila
mendengar suara keras, menutup telinga. Menangis setiap kali dicuci
rambutnya. Merasakan tidak nyaman bila diberi pakaian tertentu.
Tidak menyukai pelukan, bila digendong sering merosot atau
melepaskan diri dari pelukan.
7. Intelegensi
Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara
fungsional. Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan
nonverbal, karena terdapat gangguan bahasa. Didapatkan IQ dibawah
70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5%
mempunyai IQ diatas 100. Anak autis sulit melakukan tugas yang
6
melibatkan pemikiran simbolis atau empati. Namun ada yang
mempunyai kemampuan yang menonjol di suatu bidang, misalnya
matematika atau kemampuan memori.
8. Tanda dan Gejala menurut Usia
1. Usia 0-6 bulan:
a. Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
b. Terlalu sensitive, cepat terganggu/terusik
c. Tidak ditemukan senyum social diatas 10 minggu
d. Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
e. Perkembangan motorik kasar/halus sering tampak normal
2. Usia 6-12 bulan:
a. Bayi tampak terlalu tenang
b. Terlalu sensitive
c. Sulit di gendong
d. Tidak ditemukan senyum sosial
e. Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan
3. Usia 1-2 tahun:
a. Kaku bila di gendong
b. Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba,da...da)
c. Tidak mengeluarkan kata
d. Tidak tertarik pada boneka/ mainan
e. Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motorik kasar
dan halus
4. Usia 2-3 tahun:
a. Tidak bias bicara
b. Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan orang lain (teman
sebaya)
c. Hiperaktif
d. Kontak mata kurang
5. Usia 3-5 tahun:
a. Sering didapatkan ekolalia (membeo)
b. Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi ataupun datar)
c. Marah bila rutinitas yang seharus berubah serta menyakiti
diri sendiri (membentur kepala)
7
d. Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk
mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls
listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna
kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di
bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat
sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan.
Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai
pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak
berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan
pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson,
dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah
zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar
anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan
akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari
lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan
pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak
digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan
sinaps. Kelainan genetik, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak
adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses
tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel
saraf. Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui
pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya
neurotropin dan neuropeptida otak yang merupakan zat kimia otak yang
bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi,
diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain
growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan
pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autis terjadi
kondisi growth without guidance, dimana bagian-bagian otak tumbuh dan
mati secara tak beraturan. Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu
menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan
berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan
8
indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel
Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, dan mielin sehingga
terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan
akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan
brain derived neurotrophic factor menyebabkan kematian sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder.
Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan
gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan. Degenerasi
sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi
gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi
jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti
thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal
mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-
motor, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada
otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses
persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan
mengeksplorasi lingkungan. Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi
pada otak besar bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis.
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara
lain kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat
besi, seng, yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara
lain alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri,
infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan dan radiasi.
9
PATHWAY
10
e. Pemeriksaan Penunjang
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat
menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-
tes secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya
autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini telah
berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:
1. Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme
masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970
yang didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala
hingga 15 anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang,
penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan
mendengar dan komunikasi verbal
2. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar
pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk
mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron
Cohen di awal tahun 1990-an.
3. The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang
terdiri dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4
tahun untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka
4. The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening
autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone
di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu;
bermain, imitasi motor dan konsentrasi.
f. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan medis
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah
serotonin 5-Hydroxytryptamine (5HT) yaitu neurotransmitter atau
penghantar singnal ke sel-sel saraf. Sekitar 30-50% penyandang autis
mempunyai kadar serotonin dalam darah. Kadar norepinefrin, dopamin,
dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam keadaan stabil dan saling
berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada penyandang autis.
Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau
perjalanan autis tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti
11
hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri,
agresifsifitas dan gangguan tidur. Risperidone bias digunakan sebagai
antagonis reseptor dopamine D2 dan seroton 5-HT untuk mengurangi
agresifitas, hiperaktivitas, dan tingkah laku yang menyakiti diri sendiri.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a) Terapi wicara yaitu membantu anak melancarkan otot-otot mulut
sehingga membantu anak berbicara yang lebih baik.
b) Terapi okupasi yaitu untuk melatih motorik halus anak
c) Terapi perilaku yaitu anak autis seringkali merasa frustasi, teman-
temannya seringkali tidak memahami mereka sehingga mereka
merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya. Mereka banyak yang
hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Maka tak heran
mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk
mencari latar belakang dari perilaku negative tersebut dan mencari
solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan
rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya.
12
keras, menutup telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70%
penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% anak autism
mempunyai IQ diatas 100.
- Riwayat Kesehatan Dahulu (ketika anak dalam kandungan)
1. Kaji apakah sering terpapar zat toksik, seperti timbal/ terpapar zat
kimia lainnya.
2. Kaji adanya cidera otak
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa/ autism dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit
bawaan atau keturunan. Biasanya pada anak autisme ada riwayat
penyakit keturunan.
- Riwayat Status Perkembangan Anak.
Kaji adanya perkembangan kelainan anak seperti :
1. Anak kurang merespon orang lain.
2. Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
3. Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
4. Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
5. Keterbatasan kognitif.
3. Pemeriksaan fisik
Kaji pemeriksaan fisik pada anak yaitu :
- Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
- Biasanya terdapat ekolalia.
- Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
- Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
- Pemeriksaan neurologis respons yang tidak sesuai terhadap stimulus,
refleks mengisap buruk, tidak mampu menangis ketika lapar
4. Pemeriksaan Psikologis
- Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
- Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
- Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
- Perilaku menstimulasi diri
- Pola tidur tidak teratur
- Permainan stereotip
13
- Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
- Tantrum yang sering
- Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
- Kemampuan bertutur kata menurun
- Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
b. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neuromuskuler (D.0119)
2. Gangguan interaksi social b.d hambatan perkembangan (D.0118)
3. Gangguan identitas diri b.d gangguan neurologis (D.0084)
4. Gangguan tubuh kembang b.d defisiensi stimulus (D.0106)
5. Isolasi sosial b.d keterlambatan perkembangan (D.0121)
6. Defisit perawatan diri b.d ketidakmampuan dalam merawat diri
(D.0109)
7. Ketidakberdayaan b.d interaksi interpersonal yang kurang (D.0092)
8. Resiko mutilasi diri b.d individu autistic (D.0145)
c. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan bersumber dari Buku SDKI PPNI Edisi 1
d. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah realisasi dari rencana intervensi untuk mencapai
tujuan yang spesifik (Nursalam, 2010). Implementasi dibuat setelah
membuat intervensi keperawatan dengan melakukan tindakan observasi
mandiri, tindakan teurapeutik, dan tindakan kolaborasi sesuai dengan buku
SDKI.
Jenis – jenis tindakan pada tahap pelaksanaan adalah :
1) Secara mandiri (independent) adalah tindakan yang diprakarsai sendiri
oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya dan
menanggapi reaksi karena adanya stressor.
2) Kolaborasi (interdependent) adalah tindakan keperawatan atas dasar kerja
sama tim keperawatan dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter,
fisioterapi, farmasi dan lain- lain.
14
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,
rencana intervensi dan implementasinya (Nursalam, 2010). Evaluasi
dibuat menjadi catatan perkembangan yaitu memakai :
S : Data Subjektif
O : Data Objektif
A : Analisis masalah
P : Perencanaan
15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
16
oleh orangtuanya. Anak terkadang sering mengamuk, menangis,
merusak barang dan membenturkan kepalanya ke tembok. Bila asik
dengan 1 benda anak tidak dapat merespon orang lain dan tertawa/
menangis tanpa alasan.
- Riwayat Kesehatan Dahulu (ketika anak dalam kandungan)
Ibu pasien mengatakan dahulu saat mengandung An. M di
dinyatakan oleh dokter terpapar toksin logam berat. Ibu mengatakan
saat hamil sering mengkomsumsi ikan laut yang dicurigai
mengandung pengawet merkuri.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan di keluarga ada turunan menderita penyakit autis
- Riwayat Status Perkembangan Anak.
- Anak kurang merespon orang lain.
- Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
- Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
- Keterbatasan kognitif.
5. Pemeriksaan fisik
Kaji pemeriksaan fisik pada anak yaitu :
- Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
- Terdapat ekolalia pada anak
- Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
- Peka terhadap bau
- Tidak dapat
6. Pemeriksaan Psikologis
- Anak tampak menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua &
orang lain disekitarnya
- Anak tampak asik menyendiri tertawa dan menangis tanpa alasan
- Emosi anak tidak stabil membenturkan kepala ke tembok
- Pola tidur tidak teratur
- Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
- Tantrum yang sering
- Kemampuan bertutur kata menurun
17
7. Analisa Data
18
1. Tidak ada kontak
mata Autis
2. Sulit memahami
komunikasi
3. Sulit
mempertahankan Komunikasi terhambat
komunikasi
4. Sulit
menggunakan Keterlambatan berbahasa
ekspresi wajah
atau tubuh
5. Sulit menyusun Gangguan komunikasi verbal
kalimat
6. Verbalisasi tidak
tepat
7. Sulit
mengungkapkan
kata- kata
4. S: Gangguan pada otak Resiko mutilasi diri
Keluarga mengatakan
anak sering
membeturkan kepala Abnormalitas pertumbuhan
ke tembok sel saraf
O:
1. Anak tampak
mengamuk Autis
2. Emosi anak tidak
stabil
3. Tampak gelisah Individu autis
4. Perilaku destruktif
terhadap diri
sendiri dan orang Resiko mencederai diri
lain
5. Tantrum sering
Resiko mutilasi diri
b. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan interaksi social b.d hambatan perkembangan (D.0118)
2. Gangguan identitas diri b.d gangguan neurologis (D.0084)
3. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neuromuskuler (D.0119)
4. Resiko mutilasi diri b.d individu autistic (D.0145)
19
c. Intervensi Keperawatan
Gangguan Interaksi Sosial
Definisi : Kualitas dan/atau kualitas hubungan social yang kurang atau berlebihan.
Kriteria/Hasil Intervensi Rasional
Promosi Komunikasi Efektif A. Tindakan Observasi EBP
1) Identifikasi prioritas metode komunikasi yang di gunakan Hasil penelitian Aisti, 2017
Setelah dilakukan sesuai dengan kemampuan didapatkan bahwa terapi
perawatan diharapkan 2) Identifikasi sumber pesan secara jelas (siapa seharusnya komunikasi menggunakan
interaksi social pasien mengatakannya) gambar / tulisan dapat
meningkat dengan B. Tindakan Teurapeutik membuat anak autis lebih
kriteria : 3) Fasilitasi mengungkapkan isi pesan dengan jelas cepat tanggap dan
- Perasaan nyaman dengan 4) Fasilitasi penyampaian struktur pesan secara logis/ keefektifannya mencapai
situasi social meningkat menggunakan gambar 82%
- Responsif pada orang lain 5) Dukung pasien dan keluarga menggunakan komunikasi
meningkat efektif
- Kontak mata meningkat C. Tindakan Edukasi
- Kooperatif bermain dengan 6) Jelaskan perlunya komunikasi efektif
teman sebaya meningkat 7) Ajarkan mengkomunikasikan pesan dengan tepat
20
perawatan diharapkan yang mempengaruhi kognitif anak autis berbasis
identitas diri pasien 3) Identifikasi masalah yang menimbulkan distorsi piliran multimedia dapat
meningkat dengan dan persepsi negative mempermudah penyandang
kriteria : 4) Identifikasi asumsi, keyakinan mendasar atau skema dari autis mengenali identitas
- Perilaku konsisten pola piker dan distorsi pikiran dirinya dikarenakan adanya
meningkat 5) Identifikasi metode alternatif dalam menyelesaikan daya tarik pada multimedia
- Penampilan peran efektif masalah (mis, proses koreksi pikiran) tersebut.
meningkat 6) Identifikasi distorsi pikiran dan pola perilaku maladptif
- Perasaan fluktuatif spesifik disetiap situasi
terhadap diri menurun 7) Monitor pikiran yang dialami (mis, kejadian spesifik yang
- Kebingungan dengan jenis mengakibatkan masalah emosional)
kelamin menurun 8) Monitor kemampuan yang telah dilatih
- Kebingungan dengan B. Tindakan Teurapeutik
tujuan hidup menurun 9) Ciptakan hubungan terapetutik dan kolaboratif (pasien-
perawat) yang aktif
10) Lakukan pengamatan pemantauan terhadap pikiran dan
perilaku
11) Berikan penugasan aktifitas di rumah dalam proses terapi
12) Arahkan pikiran keliru menjadi sistematis
13) Buatkan catatan kegiatan harian dan sharing
14) Berikan reinforcement positif atas kemampuan yang
dimiliki
C. Tindakan Edukasi
15) Jelaskan masalah yang dialami
16) Jelaskan strategi dan proses terapi pikiran perilaku
17) Diskusikan pikiran keliru yang dialami
18) Diskusikan self monitoring dalam memahami kondisi
selama terapi
21
19) Diskusikan rencana aktivitas harian terkait terapi yang
diberikan
20) Latih keterapilan koping individu
D. Tindakan Kolaborasi
21) Kolaborasi dalam pemberian terapi (mis psikofarmaka)
22
- Respon perilaku membaik 6) Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan (mis.
berdiri didepan pasien, dengarkan dengan seksama
tunjukan satu gagasan atau pemikiran sekaligus, bicaralah
dengan perlahan sambal menghindari tekanan, gunakan
komunikasi tertulis, atau meminta bantuan keluarga untuk
memahami ucapan pasien.
7) Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
8) Ulangi apa yang disampaikan pasien
9) Berikan dukungan psikologis
10) Gunakan juru bicara (bila perlu)
C. Tindakan Edukasi
11) Ajarkan berbicara perlahan
12) Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis,
dan fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan
berbicara
D. Tindakan Kolaborasi
13) Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis.
23
resiko mutilasi diri B. Tindakan Teurapeutik mengalihkan ketidakstabilan
pada pasien tidak 3) Tetapkan tujuan terapi (mis, perubahan emosi, emosi yang menyebabkan
terjadi dengan kriteria : perkembangan kepribadian, pembelajaran perilaku baru) resiko mutilasi diri pada anak
- Perilaku melukai diri 4) Pilih literatur (cerita, puisi, artikel, buku/ novel) autis.
sendiri/ oranglain menurun berdasarkan kemampuan membaca atau sesuai dengan
- Perilaku meruksak perasaan yang dialami
lingkungan sekitar 5) Gunakan gambar dan ilustrasi
menurun 6) Diskusikan perasaan yang di ungkapkan oleh karakter
- Perilaku agresif/amuk dalam literatur
menurun 7) Diskusikan untuk membandingkan citra, karakter, situasi,
- Verbalisasi keinginan atau konsep dalam literatur dengan situasi yang dialami
bunuh diri menurun 8) Fasilitasi mengenai situasi dalam literatur untuk
melakukan perubahan perilaku
9) Lanjutkan sesi membaca dengan sesi bermain peran baik
individu maupun kelompok
10) Berikan waktu jeda beberapa menit agar pasien dapat
merefleksikan materi bacaannya
C. Tindakan Edukasi
11) Jelaskan tujuan dan prosedur biblioterapi
12) Anjurkan membaca dengan suara yang dapat di dengar,
jika perlu
13) Anjurkan membaca ulang
D. Tindakan Kolaborasi
14) Konsultasikan untuk memilih literatur yang tepat.
24
d. Implementasi Keperawatan
No Hari/ Diagnosa
Tanggal Keperawatan Implementasi TTD/
Jam Paraf
1. Jumat Gangguan interaksi social Promosi Komunikasi Efektif Perawat
15-01/2021 b.d hambatan 1) Melakukan identifikasi prioritas metode komunikasi yang di
perkembangan (D.0118) gunakan sesuai dengan kemampuan
2) Melakukan identifikasi sumber pesan secara jelas (siapa
seharusnya mengatakannya)
3) Memfasilitasi mengungkapkan isi pesan dengan jelas
4) Memfasilitasi penyampaian struktur pesan secara logis
5) Melakukan dukungan pada pasien dan keluarga menggunakan
komunikasi efektif
6) Menjelaskan perlunya komunikasi efektif pada pasien
7) Mengajarkan cara mengkomunikasikan pesan dengan tepat
2. Jumat Gangguan identitas diri Terapi Kognitif Prilaku Perawat
15-01/2021 b.d gangguan neurologis 1) Mengidentifikasi riwayat diagnostic menyeluruh
(D.0084) 2) Mengidentifikasi gejala, factor lingkungan, budaya, biologis
yang mempengaruhi
3) Mengidentifikasi masalah yang menimbulkan distorsi piliran
dan persepsi negative
4) Mengidentifikasi asumsi, keyakinan mendasar atau skema dari
pola piker dan distorsi pikiran
5) Melakukan identifikasi metode alternatif dalam menyelesaikan
masalah (mis, proses koreksi pikiran)
6) Melakukan identifikasi distorsi pikiran dan pola perilaku
25
maladptif spesifik disetiap situasi
7) Memonitor pikiran yang dialami (mis, kejadian spesifik yang
mengakibatkan masalah emosional)
8) Memonitor kemampuan yang telah dilatih
9) Menciptakan hubungan terapetutik dan kolaboratif (pasien-
perawat) yang aktif
10) Melakukan pengamatan pemantauan terhadap pikiran dan
perilaku
11) Memberikan penugasan aktifitas di rumah dalam proses
terapi
12) Mengarahkan pikiran keliru menjadi sistematis
13) Menjelaskan strategi dan proses terapi pikiran perilaku
14) Melatih keterapilan koping individu
15) Melakukan kolaborasi dalam pemberian terapi (mis
psikofarmaka)
3. Jumat Gangguan komunikasi verbal Promosi Komunikasi : Defisit Bicara Perawat
15-01/2021 b.d gangguan neuromuskuler 1) Memonitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dam diksi
(D.0119) bicara
2) Memonitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologi yang
berkaitan dengan bicara (mis. memori, pendengaran, dan
Bahasa)
3) Memonitor frustasi, marah, depresi, atau hal lain yang
mengganggu bicara
4) Mengidentifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk
komunikasi
5) Menggunakan metode komunikasi alternatif
(mis, menulis, mata berkedip, papan komunikasi dengan
26
gambar dan huruf, isyarat tangan dan computer)
6) Memodifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
7) Mengulangi apa yang disampaikan pasien
8) Memberikan dukungan psikologis
9) Mengajarkan berbicara perlahan
10) Mengajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis,
dan fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan
berbicara
11) Melakukan kolaborasi dalam merujuk ke ahli patologi bicara
atau terapis.
4. Jumat Resiko mutilasi diri b.d individu Biblioterapi Perawat
15-01/2021 autistic (D.0145) 1) Mengidentifikasi kebutuhan emosional, kognitif,
perkembangan dan situasional
2) Mengidentifikasi kemampuan berbicara
3) Menetapkan tujuan terapi (mis, perubahan emosi,
perkembangan kepribadian, pembelajaran perilaku baru)
4) Memilih literatur (cerita, puisi, artikel, buku/ novel)
berdasarkan kemampuan membaca atau sesuai dengan
perasaan yang dialami
5) Melakukan diskusi perasaan yang di ungkapkan oleh
karakter dalam literatur
6) Memfasilitasi mengenai situasi dalam literatur untuk
melakukan perubahan perilaku
7) Menjelaskan tujuan dan prosedur biblioterapi
8) Menganjurkan membaca dengan suara yang dapat di dengar,
jika perlu
9) Melakukan Konsultasi dengan dokter untuk memilih
literatur yang tepat.
27
e. Evaluasi Keperawatan
28
4. Perilaku destruktif terhadap
diri sendiri dan orang lain
A : Autis
P : Lanjutkan Intervensi
29
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang secara
klinis ditandai oleh gejala – gejala diantaranya kualitas yang kurang dalam
kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam
kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas, perilaku tak
wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan (stereotipik). Selain itu
tampak pula adanya respon tak wajar terhadap pengalaman sensorik, yang
terlihat sebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini penyebab pasti autis belum
diketahui, tetapi beberapa hal yang dapat memicu adanya perubahan genetika
dan kromosom, dianggap sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian
autis pada anak, perkembangan otak yang tidak normal atau tidak seperti
biasanya dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada neurotransmitter,
dan akhirnya dapat menyebabkan adanya perubahan perilaku pada penderita.
Dalam kemampuan intelektual anak autis tidak mengalami keterbelakangan,
tetapi pada hubungan sosial dan respon anak terhadap dunia luar, anak sangat
kurang. Anak cenderung asik dengan dunianya sendiri. Dan cenderung suka
mengamati hal – hal kecil yang bagi orang lain tidak menarik, tapi bagi anak
autis menjadi sesuatu yang menarik.
Terapi perilaku sangat dibutuhkan untuk melatih anak bisa hidup
dengan normal seperti anak pada umumnya, dan melatih anak untuk bisa
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
A. SARAN
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya
bagi mahasiswa-mahasiswi keperawatan dapat memahami asuhan
keperawatan pada anak autisme dan bagi orang tua yang memiliki anak
autisme.
30
DAFTAR PUSTAKA
31