UNIVERSITAS HASANUDDIN
CERVICAL MYELOPATHY
DISUSUN OLEH :
RESIDEN PEMBIMBING :
dr. Astrawinata/ dr. Radinal Irwinsyah
SUPERVISOR PEMBIMBING :
Dr. dr. Karya Triko Biakto, Sp.OT (K)
Mengetahui,
Supervisor Pembimbing
ii
DAFTAR ISI
Contents
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................iii
2.2 Definisi..............................................................................................8
2.3 Epidemiologi.....................................................................................8
2.4 Etiologi..............................................................................................9
2.5 Patomekanisme................................................................................12
2.6 Diagnosis.........................................................................................13
2.8 Tatalaksana......................................................................................19
2.9 Prognosis.........................................................................................19
BAB 3 KESIMPULAN..............................................................................21
DAFTAR PUSTAKA................................................................................22
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1
Perawatan saat ini terbatas pada operasi yang bertujuan untuk meredakan
kompresi sumsum tulang belakang. Diagnosis dan pengobatan yang tepat waktu
sangat penting untuk mencegah kerusakan lebih lanjut, mengurangi kecacatan,
dan meningkatkan kualitas hidup pasien.1,6
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
Tulang servikal terdiri atas tujuh tulang belakang dengan saraf spinal C1
sampai C8. Atlas atau C1 merupakan struktur yang unik dan tidak memiliki
badan, sehingga memberi penampakan seperti cincin. Daripada memiliki badan,
atlas memiliki tuberkulum anterior, yang berfungsi sebagai penempel otot longus
colli. Musculus rectus capitis posterior minor dan membran suboccipital
menempel pada tuberkulum posterior. Musculus obliquus capitis superior berorigo
pada processus transversal C1 dan insersio pada dasar tulang oksipital. Musculus
obliquus capitis inferior berasal daari processus transversal C1 dan masuk ke
dalam proccesus spinosus C2. Proccesus transversal memiliki foramen
3
transversarium, yang dilalui oleh arteri vertebralis. Atlas terdiri dari 2 lengkungan,
bagian posterior dan anterior. Lateral mass terletak di pertemuan lengkung
anterior dan posterior.7
Facet superior dari lateral mass berartikulasi dengan condylus occipital,
dan facet inferior yang lebih datar dari lateral mass berartikulasi di bawah dengan
C2 atau axis. Tepat di posterior lateral mass adalah alur untuk arteri vertebralis.
Artikulasi atlanto-oksipital diperkuat oleh ekstensi cephalic dari anterior
longitudinal ligament (ALL) dan ligamentum flavum, yang masing-masing
disebut membran atlanto-oksipital anterior dan posterior. Artikulasi atlanto-
oksipital terutama memungkinkan ekstensi dan fleksi, serta fleksi lateral.7
Gambar 2. Atlas
C2 atau axis juga unik, karena adanya processus odontoid atau dens. Dens
menonjol ke superior untuk berartikulasikan dengan aspek posterior atlas sebagai
sendi sinovial. Dens ditahan pada tempatnya oleh ligamentum transversal, yang
merupakan struktur penstabil utama artikulasi atlantoaksial. Ligamentum
cruciform terbentuk dari proyeksi cephalad dan caudal ligamentum transversal.
Timbul dari sisi dens dan mengarah ke aspek medial condyllus oksipital, ligamen
alar adalah penstabil tambahan untuk artikulasi atlantoaksial. Ligamentum
apikalis adalah bagian sisa dari notochord dan menghubungkan puncak dens ke
aspek anterior foramen magnum.7
Prosesus spinosus bifidus adalah tempat musculus rectus capitis posterior
mayor dan musculus obliquus capitis inferior menempel. Dari posterior ke
anterior, pedikel yang relatif besar menonjol ke arah medial dan superior. Lima
puluh persen dari rotasi tulang belakang leher terjadi pada artikulasi atlantoaxial.
4
Di daerah servikal atas, diameter kanalis spinalis lebih besar dibandingkan dengan
daerah servikal bawah. 7
Gambar 3. Axis
Vertebra C3 sampai C6 mirip satu sama lain, dan terdiri dari body,
processus transversal, dan pedikel. Processus spinous yang menghubungkan
secara kaudal bersifat bifida. Bagian body oval lebih kecil dibandingkan dengan
vertebra yang lebih caudal. Pelat ujung superior body cekung dan pelat ujung
inferior cembung pada bidang koronal. Diameter koronal body lebih besar
dibanding diameter sagital. Pada permukaan superior dari body terdapat prosesus
yang menonjol ke atas seperti kait yang disebut prosesus uncinate, yang masing-
masing berartikulasi dengan daerah yang tertekan pada aspek lateral inferior body
pada vertebral superior, membentuk sendi uncovertebral atau sendi luschka, yang
mencegah translasi posterior tubuh vertebral dan fleksi lateral yang berlebihan.7
5
Artikulatio dari bagian inferior vertebra yang lebih cranial dan bagian
superior vertebra yang lebih caudal membentuk sendi facet. Sendi facet dikelilingi
oleh ligamentum kapsuler dan dilapisi oleh sinovium. Persendian facet kaya akan
reseptor proprioseptif dan nyeri, suatu fitur yang menjelaskan nyeri servikal pada
gangguan facet. Sendi ini memfasilitasi fleksi dan ekstensi di tulang belakang
leher.7
Canalis spinalis berbentuk segitiga, dengan apeks pada bagian posterior
dan ujung yang membulat. Nervus spinal keluar dari foramen intervertebralis,
yang dibatasi oleh badan vertebralis dan diskus intervertebralis di anterior, oleh
facet di posterior, dan oleh pedikel di bagian superior dan inferior. 7
6
Struktur neurologis utama dari tulang belakang leher adalah medulla
spinalis dan radiks saraf spinal. Medula spinalis terletak di dalam canalis
vertebralis columna vertebra dan dibungkus oleh meningen serta diliputi oleh
cairan serebrospinal. Bagian medula spinalis mulai dari perbatasan dengan medula
oblongata (decussatio pyramidum) sampai setinggi vertebra L1-2 yang terdiri dari
31 segmen: 8 servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral, 1 koksigeal. Pada bagian
bawah, medula spinalis menipis menjadi conus medularis dan berlanjut sebagai
filum terminale yang melekat pada os coccygea. Akar saraf lumbal dan sakral
terkumpul dan disebut dengan cauda equina.7,8
Masing-masing segmen membentuk sepasang radiks saraf spinal yang
keluar melalui foramen intervertebral yaitu bagian dorsal dan ventral. Akar bagian
dorsal berisi serabut saraf sensorik dan memiliki struktur ganglia yang berisi
neuron sensoris, sedangkan akar bagian ventral berisi serabut saraf motorik
dengan neuron motoriknya terletak pada cornu anterior medula spinalis.8
Medula spinalis tersusun oleh substansia alba yang berwarna putih di
bagian luar dan substansia grisea yang berwarna abu-abu di bagian dalam.
Substansia grisea membentuk cornu anterior dan posterior sehingga tampak
seperti gambaran huruf H atau kupu-kupu pada potongan melintang. Di dalam
substansia alba berisi lintasan-lintasan asenden dan desenden. Di dalam substansia
grisea pada daerah cornu anterior terdapat motor neuron yang bertanggung jawab
dalam penghantaran impuls motorik somatik. Medula spinalis dilindungi oleh
tulang vertebra dan ligamen.8
7
Gambar 6. Medulla spinalis
Medula spinalis diperdarahi oleh satu arteri spinalis anterior dan dua arteri
spinalis posterior yang berasal dari arteri vertebralis dari dalam intrakranial dan
berjalan secara longitudinal di sepanjang medula spinalis dan bergabung dengan
arteri segmental dari masing-masing regio yang merupakan cabang dari arteri
besar yang memperdarahi masing-masing regio, seperti:
Arteri vertebralis yang berasal dari arteri subklavia di leher
Arteri intercostalis posterior yang berasal dari aorta thorakalis
Arteri lumbalis yang berasal dari aorta abdominalis
Arteri sacral lateral yang berasal dari arteri iliaka interna pelvis.8
Aliran pembuluh vena medula spinalis berawal dari vena radikularis yang
bergabung menuju vena segmentalis kemudian terkumpul di:
Vena cava superior
Sistem vena azygos thorakalis
Vena cava inferior.8
2.2 DEFINISI
Servikal mielopati merupakan suatu kondisi yang menggambarkan
kompresi pada tingkat servikal dari tulang belakang yang mengakibatkan
spastisitas (kontraksi otot berkelanjutan), hiperrefleksia, refleks patologis,
kekakuan jari / tangan, dan / atau gangguan gaya berjalan. Servikal mieolopati
berkembang secara bertahap dengan penurunan fungsional. Karena mobilitasnya,
tulang belakang leher sangat rentan terhadap perubahan degeneratif seperti
herniasi diskus, hipertrofi atau osifikasi ligamen, dan pembentukan osteofit.9,10
2.3 EPIDEMIOLOGI
Salah satu jenis mielopati servikal yang umum adalah mielopati servikal
spondilotik. Istilah spondilotik mengacu pada salah satu kemungkinan penyebab
mielopati – degenerasi spine secara bertahap yang terjadi seiring bertambahnya
usia. Mielopati servikal spondilotik adalah gangguan yang paling umum dari
sumsum tulang belakang pada orang yang berusia lebih dari 55 tahun. Perubahan
spondilotik radiologis meningkat dengan bertambahnya usia pasien asimtomatik
yang berusia lebih dari 70 tahun dimana mereka mengalami beberapa bentuk
perubahan degeneratif pada tulang belakang servikal (90%). Mielopati servikal
8
akibat penyempitan sagital kanalis spinalis dan kompresi dari spinal cord terjadi
pada 90% individu pada dekade ke-7 kehidupan. Tidak ada perbedaan antara jenis
kelamin pria dan wanita. Servikal spondilotik biasanya dimulai lebih awal pada
pria (50 tahun) dibandingkan pada wanita (60 tahun).11,12,13
Tidak semua pasien dengan perubahan degenerative pada pencitraan akan
menunjukkan tanda dan gejala mielopati servikal spondilotik. Faktanya, kejadian
perubahan degenerative yang dilaporkan dalam literatur lebih tinggi daripada
kejadiaan mielopati servikal spondilotik klinis. Penelitian terhadap cadaver
menunjukkan tingkat stenosis pada 4,9% pada populasi orang dewasa, dengan
tingkat yang lebih tinggi ditemukan pada individu yang lebih tua, mencapai 9%
pada dekade ke-8. Dalam studi radiografi, 95% dari pasien pria asimtomatik pada
dekade ke-7 kehidupan memiliki kelainan degeneratif pada film biasa. Bahkan
pada pasien di bawah 40 tahun, MRI telah menunjukkan perubahan degenerative
hingga 14%. Data ini menunjukkan bahwa mielopati servikal spondilotik yang
dihasilkan dari stenosis kanal adalah proses yang lambat dimana tidak semua
pasien dengan penyakit tulang belakang yang degeneratif akan mengembangkan
gambaran klinis dan bahwa mielopati adalah diagnosa klinis bukan diagnosis
radiografi. Insiden dan prevalensi mielopati servikal spondilotik tidak dilaporkan
dengan baik dalam literatur. Wu et al., (2013) melaporkan insiden rawat inap
terkait mielopati spondilotik servikal pada 4,04 per 100.000 orang setiap tahunnya
di Asia timur. Gejala/tanda ekstremitas atas dapat mengarah pada pencitraan
lumbal, yang dapat mengarahkan pengobatan ke arah stenosis lumbal. Orang Asia
berisiko tinggi mengalami mielopati servikal (1,9% hingga 4,3% pada individu
yang berusia lebih dari 30 tahun) karena peningkatan prevalensi pengerasan
ligamentum longitudinal posterior yang merupakan sumber kompresi.9
2.4 ETIOLOGI
Mielopati adalah istilah yang berkaitan dengan hasil dari kompresi spinal
cord, stenosis adalah istilah yang menggambarkan penyempitan saluran. Pada
tulang belakang servikal, pasien tertentu lebih cenderung mengalami mielopati
karena saluran tulang belakang servikal yang menyempit. Perkembangan
selanjutnya dari stenosis atau herniasi servikal kemungkinan besar akan
menyebabkan mielopati. Perubahan degeneratif biasanya terjadi pada C5 dan C6
atau C6 dan C7. Hal-hal seperti olisthesis, osteofit, dan hipertrofi facet juga bisa
menjadi kontributor terjadinya penyempitan saluran.14
9
Penyebab mielopati servikal dapat dibagi menjadi beberapa kategori:
1. Faktor Statis
Penyempitan ukuran kanalis spinalis umumnya terjadi akibat perubahan
degeneratif pada anatomi tulang belakang servikal (spondylosis servikal)
seperti degenerasi discus, spondylosis, stenosis, pembentukan ostefit pada
tingkat sendi faset, osifikasi segmental ligamentum longitudinal posterior
dan hipertrofi ligament, kalsifikasi atau osifikasi. Pasien dengan kanalis
spinalis yang sempit (<13mm) memiliki resiko tinggi untuk
berkembangnya gejala mielopati servikal.
2. Faktor Dinamis
Karena kelainan mekanis atau ketidakstabilan tulang belakang servikal.
3. Faktor Vaskular dan Seluler
Iskemia medula spinalis mempengaruhi oligodendrosit, yang
menyebabkan demielinasi yang menunjukkan gambaran gangguan
degeneratif kronis. Toksisitas glutamatergic, cedera sel dan apoptosis juga
dapat terjadi.13
10
Gambar 7. Diskus intervertebral 15
11
2.5 PATOMEKANISME
12
osteofit. Vertebra juga secara progresif kehilangan tingginya dan semakin
melebar. Puncak dari proses ini terjadi dalam bentuk stenosis kanalis vertebral
yang menyebabkan kompresi kronis sumsum vertebra dan akhirnya berkembang
menjadi mielopati. Untuk alasan ini, pasien dengan kanalis vertebra yang sempit
atau sumsum vertebra yang besar (ketidakcocokan kanal-kanal) berada pada
peningkatan risiko untuk mengembangkan DCM selama hidup mereka. Selain
cedera statis, perubahan anatomis yang parah ini juga dapat menyebabkan
peningkatan mobilitas atau spondylolisthesis yang mungkin stabil atau tidak
stabil. Saat tidak stabil, peningkatan rentang gerak dapat menyebabkan cedera
dinamis dan trauma minor berulang. Dari perspektif patofisiologis, cedera pada
sumsum tulang belakang pada akhirnya mengganggu sawar darah-sumsum tulang
belakang yang mengakibatkan peradangan saraf, iskemia, dan apoptosis, yang
secara kolektif berkontribusi pada demielinasi, astrogliosis, dan degenerasi
aksonal. Hal ini akhirnya berujung pada manifestasi mielopati simptomatik
dengan temuan klinis yang khas.17
b. Hipertrofi dan Osifikasi Ligamentum Kanalis Spinalis
Kompresi medula spinalis akibat perubahan degeneratif juga dapat terjadi
karena pembesaran dan pengerasan ligamentum pada kanalis spinalis, khususnya
ligamentum longitudinal posterior (PLL) dan ligamentum flavum (LF).
Pembesaran ligamen dapat terjadi sebagai akibat dari pembengkakan diskus ke
dalam kanal yang menyebabkan pembesaran PLL, terkadang berkembang menjadi
osifikasi PLL yang reaktif, dan hilangnya ketinggian diskus, seringkali
mengakibatkan inbuckling dan jarang terjadi osifikasi dari LF dan kompresi
sumsum tulang belakang dari posterior. Faktor genetik juga telah terlibat dalam
perkembangan osifikasi ligamen tulang belakang ini, dan pasien ini mungkin tidak
menunjukkan temuan degeneratif yang jelas.16,17
2.6 DIAGNOSIS
2.6.1 KLASIFIKASI
Banyak klasifikasi mengikut tingkat keparahan penyakit telah digunakan
seperti Nurick’s Functional Scale, dan the modified Japanese Orthopaedic
Association Scoring System. Meskipun mereka membantu dalam menentukan
tingkat keparahan, mereka memiliki keterbatasan.2
13
Tabel 1. Klasifikasi Nurik untuk Mielopati2
Myelopathy18
Tes untuk mielopati servikal, berikut ini adalah pemeriksaan fisik sugestif
mielopati servikal:
• Tanda Hoffmann - fleksi ibu jari yang tidak disengaja dan jari telunjuk
distal phalanx dengan menjentikkan jari phalanx terminal dari jari tengah
• Finger escape sign - abduksi jari kelingking saat pasien diminta untuk
meregangkan tangannya ke depan
16
• Finger fatigue sign - kelelahan pasien saat diminta membuka dan menutup
kepalan tangannya dengan cepat
• Tanda Lhermitte - sensasi seperti sengatan listrik di sepanjang tulang
belakang jika tulang belakang tertekuk
• klonus - gerakan cepat dari kaki yang dipicu oleh gerakan pasif yang kuat
pada pergelangan kaki menjadi dorsofleksi dari posisi plantar.20
17
kerusakan sumsum tulang belakang halus, terutama pada pasien dengan
gejala kronis.21
Mielografi
Mielografi adalah sarana penting untuk evaluasi kompresi sumsum
tulang belakang sebelum munculnya MRI. Itu hanya menunjukkan derajat
pemusnahan subaraknoid ruang yang menggambarkan blok yang lengkap
atau tidak lengkap.18
18
yang lebih besar. Pasien dengan neuropati perifer metabolik atau idiopatik
memiliki sensorik gejala yang mirip dengan mielopati.18
2.8 TATALAKSANA
DCM hampir selalu dianggap sebagai masalah pembedahan, dengan antara
20 hingga 62 persen pasien memburuk pada 3 hingga 6 tahun masa tindak lanjut
jika ditangani dengan penuh harapan. Lebih lanjut, pada pasien yang datang tanpa
gejala dengan kompresi tali pusat, kejadian perkembangan mielopati simptomatik
adalah sekitar 8 persen pada 1 tahun dan hampir 23 persen pada 4 tahun masa
tindak lanjut. Sebuah studi terbaru oleh Zhang et al. menunjukkan perbaikan pada
semua kelompok umur yang ditangani dengan pembedahan, dengan pemulihan
yang signifikan dalam waktu 1 minggu dan pada 6 bulan setelah pembedahan, dan
tidak ada perbedaan antara usia pada komplikasi pasca operasi. Berdasarkan
temuan ini, dan dari beberapa penelitian lain termasuk yang dilakukan oleh
Fehlings et al. yang menyelidiki hasil dalam dekompresi bedah, hampir secara
universal direkomendasikan bahwa DCM diintervensi melalui pembedahan sedini
mungkin untuk mencegah perkembangan dan memungkinkan potensi maksimum
untuk pemulihan. Pendekatan bedah untuk dekompresi sumsum tulang belakang
dapat dilakukan dengan menghilangkan patologi tekan yang menyinggung,
memperluas kanal tulang belakang melalui pengangkatan atau manipulasi lamina
posterior vertebra. Pendekatan anterior biasanya disukai pada pasien dengan
kifosis servikal dan pada mereka dengan patologi anterior yang besar, sedangkan
pendekatan posterior disukai dengan kompresi servikal multilevel atau OPLL.16,22
Uji klinis yang sedang berlangsung menunjukkan bahwa mungkin ada
peran untuk pengobatan farmakologis tambahan, seperti mengatasi
eksitotoksisitas yang diinduksi glutamat dengan riluzole, dalam hubungannya
dengan dekompresi bedah. Penyelidikan lebih lanjut diperlukan di bidang ini,
tetapi rejimen terapeutik di masa depan kemungkinan akan melibatkan pendekatan
multi-segi di samping intervensi bedah tradisional.22
2.9 PROGNOSIS
Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-
rata harapan hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi
normal. Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera.
Penyebab kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologi yaitu:
pneumonia, emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal.14
19
Pasien dengan nyeri leher memiliki radical symptoms setelah dermatom
otot, kemungkinan besar ia akan membaik setelah operasi dibandingkan pasien
tanpa nyeri radikuler. Kemungkinan besar nyeri ini memiliki sumber dan asal
yang dapat diprediksi jika ada myotome tertentu yang mengikutinya. Sekitar 65%
pasien yang mengalami nyeri leher dan gejala radikuler akan mendapat manfaat
dari dekompresi bedah.14
20
BAB 3 KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
1. The Lancet Neurology. 2019. A focus on patient outcomes in cervical
myelopathy. The Lancet Neurology. 18(7) : 615. doi:10.1016/s1474-
4422(19)30168-1
2. Virdi, G. 2017. Cervical Myelopathy: Pathophysiology, Diagnosis, and
Management. Spine Research. 03(02). doi:10.21767/2471-8173.100032
3. Wilson, J. R., Tetreault, L. A., Kim, J., Shamji, M. F., Harrop, J. S., Mroz,
T., Fehlings, M. G. 2017. State of the Art in Degenerative Cervical
Myelopathy: An Update on Current Clinical Evidence. Neurosurgery,
80(3S): S33–S45. doi:10.1093/neuros/nyw083
4. Hilton B, Tempest-Mitchell J, Davies B, Kotter M. 2018. Assessment of
degenerative cervical myelopathy differs between specialists and may
influence time to diagnosis and clinical outcomes. PLoS ONE. 13(12):
e0207709. https:// doi.org/10.1371/journal.pone.0207709
5. Gautham, K. T., Girish ,C.R. 2018. Clinical profile of patients with
Cervical Myelopathy. International Journal of Orthopaedics Sciences.
4(1): 992-994
6. Davies BM, Munro CF, Kotter MR. 2019. A Novel Insight Into the
Challenges of Diagnosing Degenerative Cervical Myelopathy Using Web-
Based Symptom Checkers. J Med Internet Res. 21(1):e10868
7. Shen,F. a. 2014. Textbook of the Cervical Spine. Elsevier Health
Sciences.p. 4-21
8. Hansen JT. 2010. Netter’s clinical anatomy. 2nd Ed. Philadelphia; Saunders
Elsevier. p.60-3.
9. Donnally III CJ, Hanna A, Odom CK. Cervical Myelopathy. 2020. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482312/
10. Davies Benjamin M, Mowforth Oliver D, Smith Emma K, Kotter Mark
RN. 2018. Degenerative cervical myelopathy. BMJ. 360:k 186
11. Cook C, Brown C, Isaacs R, Roman M, David S and Richardson W. 2010.
Clustered clinical findings for diagnosis of cervical spine myelopathy. J Man
Manip Ther. 18(4): 175–180.
12. Amenta PS, Ghobrial GM, Krespan K, Nguyen P, Ali M, Harrop JS. 2014.
Cervical spondylotic myelopathy in the young adult: a review of the
22
literature and clinical diagnostic criteria in an uncommon demographic. Clin
Neurol Neurosurg. 120:68-72.
13. Koakutsu T,Nakajo J, Morozumi N, Hoshikawa T, Ogawa S, and Ishii Y.
2015. Cervical myelopathy due to degenerative spondylolisthesis. Ups J Med
Sci. 116(2): 129–132.
14. David M, Stuart B, Richard B, Sarah M. 2018. Cervical Radiculopathy and
Cervical Myelopathy: Diagnosis and Management in Primary Care. NCBI.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5737310/
15. Nilesh M. Patel, MD, Stuart J. Fischer, MD, Louis G. Jenis, MD. 2015. Cervical
Spondylotic Myelopathy (Spinal Cord Compression). AAOS. Available from:
https://orthoinfo.aaos.org/en/diseases--conditions/cervical-spondylotic-
myelopathy-spinal-cord-compression/
16. J. Gibson et al. 2018. “Degenerative cervical myelopathy: A clinical review,”
Yale J. Biol. Med. 9(1) pp. 43–48.
17. F. C. H. Sr, E. C. Benzel, and A. R. Vaccaro. 2017. Pathophysiology of Cervical
Myelopathy: Biomechanics and Deformative Stress, Fourth Edi. Elsevier Inc.
18. Kulkarni G, Babkulhar S. 2016. Textbook of Orthopedics and Trauma. 3rd
ed. New Delhi: The Health Science Publisher.
19. Milligan J, Ryan K, Fehlings M, Bauman C. 2019. Degenerative cervical
myelopathy: Diagnosis and management in primary care. Can Fam
Physician.65(9):619-624.
20. Blom A, Warwick D, Whitehouse M. 2018. Apley and Solomon's System
of Orthopedics and Trauma. 10th ed. London: CRC Press;.
21. Bakhsheshian J, Mehta VA, Liu JC. 2017. Current Diagnosis and Management of
Cervical Spondylotic Myelopathy. Global Spine J. 7(6):572-586.
doi:10.1177/2192568217699208
22. R. A. Roy, J. P. Bouchera, and A. S. Comtoisa. 2016. “Cervical Myelopathy:
Pathophysiology, Diagnosis, and Management,” Spine Res. 2(1):pp. 1–6. doi:
10.21767/2471-8173.100012.
23