TINJAUAN PUSTAKA
Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang
kurang dalam waktu yang cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan gizi (Fitrah, 2013 dalam Ningrum). Stunting berhubungan erat dengan ketersediaan
bahan pangan yang rendah (yang berpengaruh langsung terhadap asupan makanan sehari-hari),
penyakit infeksi yang berulang dan pola asuh yang tidak memadai. Stunting terjadi akibat kurang
gizi berulang dalam waktu lama pada masa janin hingga 2 tahun pertama kehidupan seorang
anak (Sugeng,2016).
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis
terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Stunting mempengaruhi perkembangan
otak sehingga tingkat kecerdasan anak tidak maksimal. Hal ini berisiko menurunkan
produktivitas pada saat dewasa. Stunting juga menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit.
Anak stunting berisiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya (WHO, 2017)
Gibson (2005) dalam Cahyono (2016) menyebutkan penilaian status gizi balita
yang paling sering dilakukan adalah dengan cara penilaian antropometri. Antropometri berasal
dari kata anthoropos dan metros. Anthoropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Sehingga,
antropometri adalah ukuran dari tubuh. Antropometri digunakan untuk mengukur status gizi dari
berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Beberapa indeks antropometri
yang sering digunakan adalah Berat Badan Menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur
(TB/U) dan Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB).
Proses terjadinya stunting sangat panjang, yakni berawal sejak janin dari dalam
kandungan. Kondisi gizi Ibu hamil, bahkan sebelum hamil akan menentukan pertumbuhan janin.
Ibu hamil yang kekuragan gizi berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah/BBLR, dan
hal ini merupakan penyebab utama stunting. Kondisi social ekonomi, ketahanan pangan,
ketersediaan air bersih dan akses terhadap berbagai sarana pelayanan dasar berpengaruh pada
tingginya prevalensi stunting (Sugeng,2016).
Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor
keturunan. Penelitian Dubois, et.al pada tahun 2012 menunjukkan bahwa faktor keturunan hanya
sedikit (4-7% pada wanita) mempengaruhi tinggi badan seseorang saat lahir. Sebaliknya,
pengaruh faktor lingkungan pada saat lahir ternyata sangat besar (74-87% pada wanita). Hal ini
membuktikan bahwa kondisi lingkungan yang mendukung dapat membantu pertumbuhan dan
perkembangan anak (WHO, 2013)
1. Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai
kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan.
Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6
bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24
bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). MP-ASI
diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain berfungsi untuk
mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MP- ASI juga dapat mencukupi kebutuhan
nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan
tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak terhadap makanan maupun minuman.
2. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan
kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care dan pembelajaran dini yang
berkualitas. Informasi yang dikumpulkan dari publikasi Kemenkes dan Bank Dunia
menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu semakin menurun dari 79% di
2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum mendapat akses yang memadai ke layanan
imunisasi. Fakta lain adalah 2
dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi sumplemen zat besi yang memadai serta masih
terbatasnya akses ke layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia
3-6 tahun belum terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini).
3. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi. Hal ini dikarenakan
harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal.Menurut beberapa sumber
(RISKESDAS 2013, SDKI 2012, SUSENAS), komoditas makanan di Jakarta 94% lebih
mahal dibanding dengan di New Delhi, India. Harga buah dan sayuran di Indonesia
lebih mahal daripada di Singapura. Terbatasnya akses ke makanan bergizi di Indonesia
juga dicatat telah berkontribusi pada 1 dari 3 ibu hamil yang mengalami anemia.
4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di lapangan
menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air besar (BAB)
diruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih.
1. Standar Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) pada anak laki-laki usia 24-60 bulan
2. Standar Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) anak perempuan umur 24-60 bulan
Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs) yang
termasuk pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-2 yaitu menghilangkan kelaparan dan
segala bentuk malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai ketahanan pangan. Target yang
ditetapkan adalah menurunkan angka stunting hingga 40% pada tahun 2025 (KemenKes, 2018)
Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah menetapkan stunting sebagai salah satu
program prioritas. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, upaya yang
dilakukan untuk menurunkan prevalensi stunting di antaranya sebagai berikut:
Menurut Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional tahun 2018, Upaya penurunan
stunting dilakukan melalui dua intervensi, yaitu intervensi gizi spesifik untuk mengatasi
penyebab langsung dan intervensi gizi sensitif untuk mengatasi penyebab tidak langsung. Selain
mengatasi penyebab langsung dan tidak langsung, diperlukan prasyarat pendukung yang
mencakup komitmen politik dan kebijakan untuk pelaksanaan, keterlibatan pemerintah dan lintas
sektor, serta kapasitas untuk melaksanakan. Penurunan stunting memerlukan pendekatan yang
menyeluruh, yang harus dimulai dari pemenuhan prasyarat pendukung.
Intervensi gizi spesifik merupakan kegiatan yang langsung mengatasi terjadinya stunting
seperti asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit menular, dan kesehatan lingkungan.
Intervensi spesifik ini umumnya diberikan oleh sektor kesehatan. Intervensi tersebut berupa:
1. Kelompok sasaran 1000 HPK yaitu pada Ibu hamil dan Ibu menyusui dan anak usia 0-23
bulan dengan Intervensinya yaitu:
a. Pemberian makanan tambahan bagi Ibu hamil dari kelompok miskin/Kekurangan
Energi Kronik (KEK)
b. Suplementasi tablet tambah darah & Suplementasi kalsium
c. Pemeriksaan kehamilan
d. Perlindungan dari malaria, pencegahan HIV dan pencegahan kecacingan
e. Promosi dan konseling menyusui
f. Promosi dan konseling Pemberian Makanan Bagi Anak (PMBA)
g. Tatalaksana gizi buruk & Pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak
kurus
h. Pemantauan dan promosi pertumbuhan
i. Suplementasi kapsul vitamin A & Sabutaria
j. Imunisasi
k. Suplementasi zinc untuk pengobatan diare
l. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
2. Kelompok sasaran usia lainnya yaitu pada remaja putri dan wanita usia subur, anak usia
24-59 bulan dengan intervensinya yaitu:
a. Suplementasi tablet tambah darah
b. Tatalaksana gizi buruk & Pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak
kurus
c. Pemantauan dan promosi pertumbuhan
d. Suplementasi kapsul vitamin A & Sabutaria
e. Imunisasi
f. Suplementasi zinc untuk pengobatan diare
g. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
h. Pencegahan kecacingan
Intervensi gizi sensitif mencakup: (a) Peningkatan penyediaan air bersih dan sarana
sanitasi; (b) Peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan; (c) Peningkatan
kesadaran, komitmen dan praktik pengasuhan gizi ibu dan anak; (c); serta (d) Peningkatan akses
pangan bergizi. Intervensi gizi sensitif umumnya dilaksanakan di luar Kementerian Kesehatan.
Sasaran intervensi gizi sensitif adalah keluarga dan masyarakat dan dilakukan melalui berbagai
program dan kegiatan, yakni:
Status adalah posisi atau peringkat yang didefinisikan secara social yang diberikan
kepada kelompok atau individu (Rubbins, 2010: 321). Ekonomi berasal dari bahasa yunani yaitu
Aekonomid yang merupakan gabungan dari kata aikos dan nomas. Aikos adalah rumah tangga
sedangkan nomas adalah aturan, jadi ekonomi adalah ilmu yang mengatur rumah tangga
(Aristoteles dikutip Aziz, 2013).
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang
lain menuju kea rah suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
makin mudah memperoleh pekerjaan, sehingga makin banyak pula hasil yang diperoleh.
Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat sikap seseorang terhadap nilai yang
baru dikenal
2. Pekerjaan
Pekerjaan adalah symbol status seseorang dalam masyarakat. Pekerjaan adalah jembatan
untuk memperoleh uang dalam memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang diinginkan
3. Pendapatan
Pendapatan adalah hasil yang diperoleh dari kerja atau usaha yang telah dilakukan.
Pendapatan akan mempengaruhi gaya hidup seseorang. Orang atau keluarga yang
mempunyai pendapatan yang lebih tinggi akan mempraktikkan gaya hidup yang lebih
konsumtif karena mampu membeli semua yang dibutuhkan bila dibandingkan dengan
orang/keluarga dengan pendapatan yang lebih rendah
Berdasarkan surat keputuasan Gubernur NTT nomor 367 tanggal 1 november 2019,
Upah Minimum Pekerja (UMP) untuk tahun 2020 adalah Rp. 1.950.000
2.2.4 Upah Minimun Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2018
Upah Minimum (UMR) Kota Kupang pada tahun 2018 adalah Rp. 1.712.000
1. Adekuat
Adekuat artinya uang yang dibelanjakan atas dasar suatu permohonan bahwa pembiayaan
adalah tanggung jawab orangtua. Keluarga menganggarkan dan mengatur biaya secara
realistis
2. Marginal
Pada tingkat marginal sering terjadi ketidaksepakatan dan perselisihan siapa yang
seharusnya mengontrol pendapatan dan pengeluaran
3. Miskin
Keluarga hidup dengan caranya sendiri. Pengaturan keuangan yang buruk menyebabkan
cenderung mendahulukan kemewahan diatas kebutuhan pokok. Manajemen keuangan yang
sangat buruk dapat membahayakan kesejahteraan anak. Pengeluaran dan kebutuhan
keuangan cenderung melebihi penghasilan
4. Sangat miskin
Manajemen keuangan yang sangat jelek. Terlalu banyak hutang serta kurang tersedianya
kebutuhan dasar
2.3 Konsep Pola Pemberian Makan
Pola pemberian makan merupakan perilaku penting yang dapat mempengaruhi keadaan
gizi yang disebabkan karena kualitas dan kuantitas makanan dan minuman yang dikonsumsi
serta mempengaruhi kesehatan individu. Gizi yang optimal sangat penting untuk pertumbuhan
normal serta perkembangan fisik dan kecerdasan bayi, anak-anak serta seluruh kelompok umur.
Pola pemberian makan merupakan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam
pemenuhan kebutuhan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pilihan makanan. Pola
pemberian makan terbentuk sebagai hasil dari pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan social
(Waryono, 2010).
Pola makan balita sangat berperan penting dalam proses pertumbuhan pada balita, karena
dalam makanan banyak mengandung gizi. Gizi tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat
hubungannya dengan kesehatan dan kecerdasan. Apabila pola makan tidak tercapai dengan baik
pada balita maka pertumbuhan balita akan terganggu, tubuh kurus, pendek bahkan terjadi gizi
buruk pada balita (Purwarni dan Mariyam, 2013).
Ada 3 tipe pola asuh pemberian makan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak-
anaknya, yaitu memaksa, membatasi dan menggunakan makanan sebagai hadiah. Beberapa
literature mengidentifikasi pola makan dan perilaku orangtua seperti memonitor asupan nutrisi,
membatasi jumlah makanan, respon terhadap pola makan dan memperhatikan status gizi anak
(Karp et al, 2014).
Pola pemberian makan anak harus disesuaikan dengan usia anak supaya tidak
mebimbulkan masalah kesehatan (Yustianingrum dan Adraini, 2017). Takaran konsumsi
makanan per hari dapat dilihat pada table dibawah ini
Kelompok Umur Jenis dan jumlah makanan Frekuensi makan
0-6 bulan Bayi diberi ASI saja (ASI ekslusif). Sesering mungkin
Menurut Ames et al (2012), Upaya yang harus dilakukan Ibu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi
balita, diantaranya adalah
1. Membuat makanan
Ibu dapat mengolah makanan dengan memperhatikan jenis makanan yang sesuai dengan
usia anak. Ibu juga harus menjaga kebersihan dan cara menyimpan makanan
2. Menyiapkan makanan
Ibu harus tau cara menyiapkan makanan yang baik dan benar sesuai usia anak
3. Memberikan makan
Ibu harus memberikan makanan kepada bayi sampai habis, bisa dengan porsi sedikit tapi
sering atau sebisa mungkin porsi yang diberikan harus dapat habis