Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“Jabariyah dan Qadariyah”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah

Ilmu Kalam

Disusun Oleh Kelompok 5:

Rivaldo Febrian 2119007

Husnaniah 2119025

Rona Afrina 2119027

Dosen Pembimbing

Imam Taufiq

INSTITUT AGAMA ISLAM BUKITTINGGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2020 / 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Jabariyah dan
Qadariyah.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari bapak
Imam Taufiq pada mata kuliah Ilmu Kalam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambahkan wawasan tentang Jabariyah dan Qadariyah bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Imam Taufiq selaku dosen dari mata
kuliah Ilmu Kalam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang ditekuni.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari, makalah yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................I


DAFTAR ISI ........................................................................................................................... II
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 2
A. Sejarah dan Perkembangan Jabariyah ...................................................................... 2
B. Tokoh – Tokoh Jabariyah dan Ajarannya ................................................................. 4
C. Ajaran Pokok Jabariyah ............................................................................................. 7
D. Metode Kalam Jabariyah ............................................................................................ 8
E. Sejarah dan Perkembangan Aliran Qadariyah .......................................................... 9
F. Tokoh – Tokoh Qadariyah dan Ajarannya .............................................................. 11
G. Ajaran Pokok Qadariyah .......................................................................................... 12
H. Metode Kalam Qadariyah ......................................................................................... 13
BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 15
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 15
B. Saran .......................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 16

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara harfiah Jabariyah berasal dari kata ja-ba-ra, yang memiliki arti
keterpaksaan. Sebuah paham ideologi dalam Islam yang meyakini bahwa alur hidup
manusia merupakan ketentuan Tuhan yang memiliki kekuasaan mutlak dalam
menentukan gari hidup manusia. Sedangkan Qadariyah berasal dari kata qa-da-ra,
yang memiliki arti kehendak. Sebuah paham di teologi yang mengatakan bahwa apa
yang terjadi pada diri manusia merupakan kehendak pribadi.
Munculnya berbagai kelompok teologi dalam Islam bermula ketika wafatnya
nabi Muhammad saw. Perbedaan pendapat dikalangan sahabat tentang siapa
pengganti pemimpin setelah Rasul, memicu pertikaian diantara para sahabat. Semua
terbungkus dalam isu – isu bernuansa politik, dan berkembang pada persoalan
keyakikan tentang Tuhan dengan mengikut sertakan kelompok mereka sebagai
pemegang “predikat kebenaran”.
Ada beberapa kelompok yang memiliki pemahaman ekstrim dan saling
bertentangan. Kelompok ini muncul di akhir era para sahabat. Diantara kelompok itu
adalah Jabariyah dan Qadariyah. Jabariyah yang memiliki corak pemikiran
tradisional, sedangkan Qadariyah yang bercorak liberal.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Jabariyah dan Qadariyah ?
2. Bagaimana Perkembangan Jabariyah dan Qadariyah ?
3. Siapa saja Tokoh – Tokoh Jabariyah dan Qadariyah ?
4. Bagaimana Ajaran Jabariyah dan Qadariyah ?
5. Seperti apa Metode kalam Jabariyah dan Qadariyah ?
C. Tujuan
1. Mengetahui Sejarah dan Perkembangan Jabariyah dan Qadariyah
2. Mengetahui Tokoh – Tokoh Jabariyah dan Qadariyah
3. Mengetahui Ajaran dari Jabariyah dan Qadariyah
4. Mengetahui Metode Kalam Jabariyah dan Qadariyah

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah dan Perkembangan Jabariyah
Permunculan aliran Jabariyah berpangkal dari persoalan teologis yang kedua,
yaitu persoalan takdir Tuhan dalam kaitannya dengan kehendak dan perbuatan
manusia. bibit perbedaan paham tentang takdir ini sudah tampak pada masa Nabi dan
Khulafah al-Rasyidin, tetapi belum menimbulkan perbincangan dan perdebatan yang
serius, karena Nabi sendiri pernah memarahi dan menghentikan perbincangan tentang
takdir tersebut.
Rasulullah hanya menganjurkan agar mengimani takdir dan melarang untuk
memperbincangkan lebih jauh, karena dikhawatirkan akan membingungkan dan
mendorong timbulnya perpecahan.
Namun selanjutnya setelah daerah – daerah Islam meluas ke negara – negara
Syiria, Palestina, Mesir, dan Persia pada masa Khalifah Umar bin Khattab, maka umat
Islam bercampur dengan umat lain dan penganut agama kuno yang membicarakan
masalah takdir, ada yang menerima dan ada yang menolak, maka akhirnya timbullah
perdebatan tanpa memperhatikan larangan Nabi.
Akhirnya pada tahun 70 Hijriah muncullah Ma’bad al-Juhani dalam pembicaraan
tentang hurriah al-irodah dan qudroh yang dimiliki manusia sebagai anugerah Tuhan
untuk melakukan perbuatannya. Ma’bad al-Juhani beranggapan bahwa perbuatan
manusia adalah perbuatan manusia itu sendiri, bukan ciptaan atau perbuatan Tuhan.
Dengan munculnya pemahaman ini, maka muncul pula pemahaman yang
dilontarkan oleh Ja’ad Ibn Dirham, yang kemudian disiarkan dengan gigih oleh
muridnya Jaham Ibn Sofwan pada awal abad kedua Hijriah. Menurut pemahaman
mereka bahwa Tuhan telah menakdirkan perbuatan manusia sejak semula, manusia
pada hakikatnya tidak memiliki kehendak dan Qudrat, manusia bekerja tanpa
kehendak, tetapi bekerja dibawah tekanan dan pemaksaan Tuhan.
Dengan Qudrat berarti manusia merupakan orang yang berhak menentukan
sendiri, mengerjakan apa yang disukainya, sedangkan dengan Irodat berarti manusia
menerima tekanan Ijbar belaka. Gambaran ajaran Jabariyah ini persis seperti yang
diungkapkan oleh Jaham Ibn Sofwan sendiri :

2
“Manusia itu sesungguhnya majbur dalam segala tindakannya, ia tidak
mempunyai ikhtiar dan kekuasaan, ia tidak ubahnya seperti bulu ayam yang
terawang di udara, apabila digerakkan ia akan bergerak dan apabila dimantapkan
ia akan mantap, Allah-lah yang berkuasa atas segala tindakan, semuanya
bersumber dari Tuhan”.
Menurut paham Jabariyah perbuatan manusia diciptakan Tuhan dalam diri
manusia, dalam paham ini manusia tidak mempunyai kemauan dan daya untuk
mewujudkan perbuatannya. Manusia menurut Jabariyah tak ubahnya sebagai wayang
yang tidak bergerak kalau tidak digerakkan dalang. Kalau dalam paham Qadariyah
terdapat kebebasan manusia, dalam paham Jabariyah manusia tidak mempunyai
kebebasan, semua perbuatannya telah ditentukan Tuhan sejak awal.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa paham Jabariyah meniadakan
perbuatan manusia dan menyandarkannya kepada perbuatan Tuhan, manusia tidak
mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya, melainkan
ia majbur.
Bila kita hubungkan ke-majbur-an manusia, seperti yang disinyalirkan oleh aliran
Jabariyah dengan kesediaan akal yang dimiliki manusia, maka seolah – olah akal yang
dapat menentukan pertimbangan yang akan dilakukan manusia tidak difungsikan
secara utuh, padahal melalui akalnya manusia mengetahui perbuatan yang akan
dilakukannya, dan untuk mengetahui apa yang akan ia lakukan itu tidak mesti
menerima majbur-nya Tuhan saja, tanpa adanya majbur-nya Tuhan, manusia cukup
mampu untuk mempertimbangkan dan menentukan apa yang akan dilakukan.
Adanya pemaksaan Tuhan hanya memperkuat pertimbangan akal manusia,
setelah manusia mengetahui apa yang akan dilakukan, maka akal mengomandoi
supaya perbuatan itu dilakukan. Maka disinilah letak peranan aktifnya akal untuk
menentukan apakah perbuatan itu akan berakibat baik atau buruk, apakah
menguntungkan atau merugikan. Apabila ia baik/menguntungkan harus dikerjakan
dan apabila buruk/merugikan harus ditinggalkan.
Jadi sebelum ada pe-majbur-an Tuhan, manusia dengan akalnya sudah dapat
menentukan apa yang akan dilakukan, pe-majbur-an Tuhan adalah sebagai penguat
perintah akal.

3
B. Tokoh – Tokoh Jabariyah dan Ajarannya
Paham Jabariyah ini pada awal dipelopori oleh Ja’ad Ibn Dirham dan kemudian
disiarkan oleh Jaham Ibn Sofwan dari Khurasan, Jaham adalah murid Ja’ad Ibn
Dirham yang pada mulanya seorang juru tulis dari seorang pemimpin yang bernama
Soriekh, karena Jaham sebagai seorang mubaligh, maka ia menjadi terkenal pada
masanya.
Aliran ini muncul untuk menanggapi pertanyaan – pertanyaannya yang
berkenaan dengan manusia sebagai ciptaan Tuhan yang mempunyai kehendak yang
bersifat mutlak, sampai di manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan bergantung pada
kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya?,
dberi Tuhan kah manusia kemerdekaan dalam mengatur hidupnya?, ataukah manusia
terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan?
Paham Jabariyah pada mulanya hampir sama dengan paham Ahli as – Sunnah
dalam memahami segala yang terjadi dalam alam ini. Ia menyatakan bahwa semua
yang terjadi dijadikan Tuhan, tetapi karena keradikalannya ia menjadi berbeda,
sampai kepada pemahamannya bahwa orang yang meninggalkan shalat atau berbuat
kejahatan itu tidak apa – apa, semuanya terjadi karena kehendak Tuhan.
Munculnya perbincangan dan perdebatan dalam masalah akidah yang
sebelumnya tidak diperbincangkan dan diperdebatkan adalah sebagai upaya untuk
memperjelaskan dan mempertahankan akidah yang mereka panuti dalam Islam.
Namun di samping itu ada kepentingan yang lebih dasar, yaitu sebagai upaya
untuk melawan pandangan – pandangan yang muncul dari luar Islam. Sebagaimana
diketahui bahwa Jaham Ibn Sofwan berdebat untuk mempertahankan akidah adanya
Allah melawan golongan Sumanyyah yang ateis, sedangkan Washil Ibn Atha’
mengusahakan tulisannya dengan judul Alfu masalah guna untuk menolak paham
manicheisme.
Maka dapat dipahami, bahwa mereka berdebat dan memunculkan alirannya
masing – masing selain membicarakan tentang takdir Tuhan dan sifat Tuhan yang
diungkapkan di dalam al-Quran juga untuk mengimbangi teologi agama lain yang erat
kaitannya dengan agama Islam, sebab dengan jatuhnya Mesir, Syam, Irak, Persia, dan
lain – lainnya ke wilaya kekuasaan Islam menyebabkan masuknya unsur – unsur
agama Yahudi, Kristen dan Majusi serta agama – agama lainnya ke dalam agama

4
Islam. Disamping itu, walaupun mereka sudah masuk Islam belum tentu mereka
meninggalkan pikiran teologis mereka, apalagi dianggap mereka tidak bertentangan
dengan al-Quran dan al-Hadits.
Bagi mereka yang tetap bertahan dengan agamanya, mereka sering melakukan
perdebatan dengan para ulama Islam. Dan, bagi para ulama Islam, dengan adanya
perdebatan seperti ini dapat menambah pikiran – pikiran falsafi-teologis, sehingga
pikiran – pikiran tersebut sekaligus dapat berfungsi merangsang lahirnya pikiran
teologi dalam Islam.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa benih Jabariyah sudah ada pada
masa Rasulullah dan Khulafah al – Rasyidin, walaupun belum begitu jelas. Dengan
masuknya bangsa – bangsa asing kedalam agama Islam, ditambah dengan semakin
jauhnya kaum Muslim dengan masa Nabi dan Khulafah al – Rasyidin mengakibatkan
berkembangnya paham ini di kalangan kaum muslimin pada saat itu, akhirnya
muncullah Ja’ad Ibn Dirham, Jaham Ibn Sofwan, Dhirar Ibn Umar, dan Hafash al-
Fard dengan ajarannya masing – masing.
1. Ja’ad Ibn Dirham
Ja’ad adalah putra dari Dirham, seorang tuan dari Bani al-Hakam. Sebagai
pelopor Jabariyah, Ja’ad Ibn Dirham dibesarkan dalam lingkungan masyarakat
yang selalu membicarakan tentang teologi, ia bertempat tinggal di Damaskus,
tempat ini pada mulanya sebagai basis agama Kristen, dan latar belakang inilah
salah satu faktor penyebab timbulnya paham Jabariyah di kalangan kaum
muslimin.
Ajaran yang ia kemukakan antara lain ialah bahwa al-Quran itu adalah
makhluk, Allah tidak mempunyai sifat seperti sifatnya makhluk dan menyatakan
adanya takdir. Al-Quran sebagai makhluk artinya bahwa al-Quran itu diciptakan
Allah, dan kalau ia diciptakan berarti baru, kalau ia baru berarti bukan kalamullah.
Disamping itu, Ja’ad Ibn Dirham berpendapat bahwa Tuhan itu tidak bisa disifati
dengan sifat – sifat manusia sebagai ciptaannya.
Menurut al-Ghorobi, munculnya pemahaman Ja’ad tentang kemakhlukkan al-
Quran berkembang sebagai akibat dari pengingkarannya terhadap sifat – sifat
Tuhan (kalam), ia mengemukakan alasan bahwa al-Quran itu baru dan Allah tidak

5
bisa disifati dengan sifat tersebut, al-Quran juga tidak mungkin qadim, karena
tidak ada yang qadim selain Allah.
Takdir yang dimaksudkan oleh Ja’ad ialah takdir itu dimiliki manusia, ia
mengatakan bahwa manusia itu dipaksa (majbur), perbuatan – perbuatan manusia
hanya bersifat majuzi belaka bukan hakiki, manusia tidak bebas berbuat,
perbuatannya hanya kiasan belaka.
2. Jaham Ibn Sofwan
Jaham Ibn Sofwan digelar oleh Abu Makhroj. Dia adalah seorang pemimpin
Bani Rosib dari Azd. Ia pandai berbicara dan seorang orator, karena
kepandaiannya berbicara serta kefasihannya, al-Harits Ibn Sarij al-Tamimi pada
waktu berada di Khurasan mengangkatnya sebagai juru tulis dan seorang
mubaligh. Disamping sebagai mubaligh ia juga sebagai seorang ahli debat. Akhir
hayatnya ia dibunuh oleh Muslim Ibn Ahwaz al-Mazimi pada akhir masa Bani
Marwan (127 H / 744 M).
Paham – pahamnya dalam teologi Islam adalah :
a. Bahwa kalamullah (wahyu) Allah itu baru, bukan qadim dan tidak kekal.
b. Tuhan tidak dapat disifati dengan sifat – sifat yang dimiliki makhluknya,
karena dengan mensifatinya akan menimbulkan persamaan (tasybih).
c. Iman adalah ma’rifah, sedangkan Kufr adalah al-Jahlu. Oleh sebab itu, orang
– orang Yahudi yang mengetahui sifat – sifat Nabi juga mukmin.
d. Surga dan neraka adalah baru, ia akan rusak, karena tidak ada sesuatu pun
yang kekal selain Allah, adanya ungkapan al-Khulud di dalam al-Quran
adalah hanya menggambarkan lamanya, bukan kekalnya.

Paham Jaham Ibn Sofwan diatas berkembang di daerah Khurasan dan sekitarnya,
setelah ia mati terbunuh selanjutnya dikembangkan oleh pengikutnya di Nahwan
sampai dikalahkan oleh Abu Mansur al-Maturidi.

3. Al – Husain Ibn Muhammad al-Najjar


Pengikut – pengikut al-Husain Ibn Muhammad al-Najjar disebut al-Najjariah,
paham – paham yang mereka kemukakan ialah:
a. Kalamullah bersifat baru.
b. Orang yang berakal sebelum turunnya wahyu wajib mengetahui Tuhan
dengan nazhar dan istidhlal.

6
c. Tuhanlah yang menciptakan perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia.
d. Dalam masalah ru’yah, manusia tidak bisa melakukannya dengan mata
kepala, hal ini mustahil terjadi, tetapi ia tidak mengingkari kemungkinan Allah
memindahkan kekuatan hati untuk makrifat dengan Allah.
e. Tingkah laku manusia yang ditimbulkan oleh iman disebut taat, bukan iman.
Gabungan dari keduanya baru disebut iman tetapi bila keduanya berpisah satu
sama lain, maka tidak bisa disebut apa – apa.
4. Dharar Ibn Umar dan al-Hafash al-Fard
Para pengikut Dharar Ibn Umar dan al-Hafash al-Fard disebut Dhirorish. Paham
– paham yang mereka kemukakan, antara lain :
a. Perbuatan manusia diciptakan Tuhan, manusia adalah muktasib.
b. Tidak adanya sifat – sifat Tuhan.
c. Orang asing (yang bukan dari suku Quraisy) boleh memegang Imamah,
bahkan apabila suku Quraisy berkumpul dengan yang bukan Quraisy, maka
yang bukan Quraisy harus didahulukan, karena jumlah orang yang bukan
Quraisy lebih sedikir. 1
C. Ajaran Pokok Jabariyah
Adapun ajaran – ajaran Jabariyah yaitu :
1. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa – apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak
mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm
tentang keterpaksaan ini lebih terkenal dibandingkan dengan pendapatnya tentang
surga dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan, dan
melihat Tuhan di akhirat.
2. Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya
sama dengan konsep iman yang diajukan kaum Murjiah
3. Kalam Tuhan adalah Makhluk. Al-Quran adalah makhluk yang dibuat sebagai
suatu yang baru. Adapun paham melihat Tuhan, Jahm berpedapat bahwa, Tuhan
sekali-kali tidak mungkin dapat dilihat oleh manusia di akhirat kelak.

1
Ris’an Rusli, TEOLOGI ISLAM Telaah Sejarah dan Pemikiran Tokoh – tokohnya edisi pertama, (Kencana:
KENCANA, 2014), hlm. 29 - 37

7
4. Surga dan Neraka tidak kekal. Tentang keberadaan surga-neraka. Lenyaplah surga
dan neraka itu. Dari pandangan ini nampak Jahm dengan tegas mengatakan bahwa
surga dan neraka adalah suatu tempat yang tidak kekal. 2
Dalil yang menjadi pedoman paham aliran Jabariyah :
1. Surat al-Shaffat ayat 96

Artinya : “Allah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu kerjakan”
2. Surat al-Insan ayat 30

Artinya : “Dan kamu tidak mampu(menempuh jalan itu), kecuali apabila


dikehendaki Allah”
3. Surat al-An’am ayat 111

Artinya : “Mereka tidak percaya sekiranya Allah tidak menghendaki”3


D. Metode Kalam Jabariyah
1. Konsep Akal menurut Jabariyah
Jabariyah murni atau ektrim dibawa oleh Jahm bin Sofwan, paham fatalisme
ini beranggapan bahwa perbuatan – perbuatan diciptakan Tuhan di dalam diri
manusia, tanpa ada kaitan sedikitpun dengan manusia, tidak ada kekuasaan,
kemauan, dan pilihan baginya. Sebagaimana ciri – ciri ajaran Jabariyah adalah
manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya
baik yang jahat, buruk atau baik semata – mata Allah yang menentukannya.
Pemahaman tersebut menunjukkan bahwa akal bagi aliran Jabariyah Ekstrim
adalah tidak berfungsi, sebab mereka berpendapat segala sesuatu yang dilakukan
oleh manusia sudah ditentukan oleh Tuhan. Sehingga mereka menganggap dirinya
bagaikan pohon yang ditiup angin tergantung ke mana arah angin bertiup.

2
Achmad Muhibbin Zuhri, AQIDAH ILMU KALAM, (Surabaya : UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN
AMPEL, 2013), hlm. 59 - 60
3
Ratu Suntiah, Maslani, Jurnal “Ilmu Kalam”, hlm. 49

8
Sedangkan akal menurut Jabariyah Moderat sebagaimana dikemukakan oleh
al-Najjar adalah Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik itu positif atau
negatif, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan
dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.
Berdasarkan pendapat di atas, berarti akal bagi aliran Jabariyah Moderat yaitu
untuk mengimbangi perbuatan yang diciptakan oleh Tuhan, sebab manusia
mempunyai andil dalam melakukan sesuatu yang diinginkannya, baik itu bersifat
positif maupun negatif.4
2. Konsep Wahyu menurut Jabariyah
Wahyu bagi Jabariyah adalah sandaran bagi paham mereka dalam melakukan
segala aktifitas yang akan dilakukannya, sebab bagi Jabariyah segala
perbuatannya bersumber dari wahyu Tuhan. Ini sesuai dengan pendapat mereka
bahwa semua perbuatan dalam keadaan terpaksa, dan segala perbuatan manusia
sudah ditentukan oleh Tuhan. Ayat pendukung yang digunakan oleh aliran
Jabariyah adalah pada (Q.S al-Shaffat : 96)

Artinya : “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu
perbuat.”5
3. Konsep Kasb menurut Jabariyah
Dalam bahasa Arab, Kasb diartikan sama dengan ikhtiar. Kata ikhtiar berasal
dari ikhtara-yakhtaru-ikhtiyaaran yang berarti memilih. Ikhtiar ini diartikan
berusaha karena pada hakikatnya orang yang berusaha berarti memilih. Adapun
corak pemikiran paham Jabariyah, menganggap bahwa perbuatan manusia
dilakukan oleh Tuhan dan manusia hanya menerima. Kasb di sini mengandung
pengertian bahwa pelaku perbuatan manusia adalah Tuhan sendiri dan usaha
manusia tidaklah efektif. Manusia hanya menerima perbuatan bagaikan gerak tak
sadar yang dialaminya.6
E. Sejarah dan Perkembangan Aliran Qadariyah

4
Edi Sumanto, “Akal, Wahyu, dan Kasb Manusia Menurut Jabariyah dan Qadariyah”, Lembaga Penelitian
dan Pengabdian pada Masyarakat IAIN Bengkulu, hlm. 83 - 84
5
Edi Sumanto, loc.cit
6
Edi Sumanto, loc.cit

9
Sekalipun belum diketahui kapan munculnya paham ini dalam sejarah
perkembangan teologi Islam, namun bibit – bibit paham ini telah muncul jauh
sebelumnya yaitu sejak adanya persoalan teologi tentang takdir Tuhan dalam
kaitannya dengan kehendak dan perbuatan manusia. Bibit perbedaan paham tentang
takdir ini sudah tampak pada masa Nabi dan Khulafah al-Rasyidin, tapi belum
menimbulkan perbincangan yang serius, karena Nabi pernah memarahi dan
menghentikan perbincangan tentang takdir itu. Selain memang perbedaan paham
tersebut belum menjelma dalam formulasi yang lebih jelas dan tegas.
Satu pendapat mengatakan bahwa paham ini muncul pada tahun 70-an Hijriah
yaitu pada zaman khalifah Bani Umayyah. Harun Nasution menyebutkan bahwa
menurut keterangan para ahli teologi Islam paham ini muncul pertama kali dengan
lahirnya seorang tokoh yang bernama Ma’bad al-Juhani. Mengutip pendapat al-
Zahabi, Harun Nasution menyebutkan pula bahwa Ma’bad al-Juhani adalah seorang
tabi’in yang baik. Ma’bad al-Juhani dan temannya yaitu Ghailan al-Dimasyqi
memasukkan ini ke dalam kalangan umat Islam dari seorang penduduk Irak yang
beragaman Nasrani. Syahrastani mengatakan bahwa :
“Seorang yang pertama kali membicarakan tentang takdir ialah Ma’bad bin
Kholid al-Juhani al-Basyri. Abu Hatim mengatakan, Ma’bad adalah seorang yang
datang memasuki kota dan merusak penduduknya. Dari al-Quthni mengatakan,
pendapat Ma’bad bagus tetapi mazhabnya ditolak. Adapun Muhammad bi
Syu’’aib dari Auza’iyah mengantakan, Ma’bad mengambil paham tentang
Qadariyah itu dari seorang penduduk Irak yang Kristen memeluk agama Islam,
kemudian kembali memeluk agama Kristen. Dari ajaran tersebut kemudian
diteruskan oleh Ghailan Dimasyqi”.
Adapun Ghalian adalah penerus ajaran Ma’bad, tidak bisa mengembangkan
paham ajaran Qadariyah, karena mendapat rintangan dari pemerintahan Umar bin
Abd, al-Aziz. Setelah Umar bin Abd. Al-Aziz meninggal barulah ia melancarkan
propaganda ajarannya dan sejalan ajarannya itu sampai pula pada masa pemerintahan
Hisyam bin Abd al-Malik. Dengan kehebatannya banyak orang yang tertarik pada
paham Ghailan ini, dan hal itu berlangsung cukup lama, sampai akhirnya ia dihukum
bunuh oleh khalifah Hisyam bin Abd al-Malik dengan disalib. Dan dalam satu

10
riwayat dikatakan sebelum dibunuh sempat diadakan dahulu perdebatan antara
Ghailan dan Auza’i yang dihadiri oleh Hisyam sendiri.
Latar belakang timbulnya paham Qadariyah, tidak dapat dipisahkan dari tiga
faktor. Pertama, faktor ekstern yaitu masuknya ajaran lain sebagai pengaruh ajaran
Nasrani yang jauh sebelumnya telah diperbincangkan tentang kekuasaan Tuhan
dalam kalangan mereka. Kedua, faktor intern yaitu adanya sikap reaktif ajaran
Qadariyah terhadap munculnya paham Jabariyah. Ketiga, adanya hubungan yang
tidak harmonis antara tokoh Qadariyah dan pemerintah (khalifah), yang memaksa
mereka tenggelam dalam suasana politik, suatu suasana yang tidak mendukung untuk
kepentingan penyebarluasan ajarannya. 7
F. Tokoh – Tokoh Qadariyah dan Ajarannya
1. Ma’bad al-Juhani
Perbuatan manusia diciptakan atas kehendaknya sendiri oleh karena itu ia
bertanggung jawab atas perbuatannya. Tuhan sama sekali tak ikut berperan serta
dalam perbuatan manusia, bahkan Tuhan tidak tahu apa yang akan dilakukan
manusia, kecuali setelah perbuatan itu dilakukan, barulah Tuhan mengetahuinya.
2. Ghailan al-Dimasqi
a. Menurut al-Ghilan, manusia berkuasa atas perbuatannya. Manusia sendirilah
yang melakukan perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan
manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauh perbuatan – perbuatan
jahat atas kemauan dan dayanya sendiri.
b. Allah tidak memiliki sifat
c. Al-Quran itu makhluk
d. Iman adalah hak semua orang bukan dominasi Quraisy, asal cakap berpegang
teguh pada al-Quran dan al-Sunnah.
3. Abd al-Jabbar
Abd al-Jabbar mengemukakan bahwa perbuatan manusia akan terjadi sesuai
dengan kehendaknya, jika seseorang ingin berbuat sesuatu, perbuatan tersebut
terjadi, sebaliknya jika ia tidak ingin berbuat sesuatu, maka tidak terjadi perbuatan
itu.8

7
Ris’an Rusli, opt.cit hlm. 39 - 41
8
Achmad Muhibbin Zuhri, op.cit hlm. 71

11
G. Ajaran Pokok Qadariyah
Doktrin paham Qadariyah berdasarkan pada pendapat Ghailan bahwa manusia
berkuasa atas perbuatan – perbuatannya. Manusia sendirilah yang melakukan
perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri pula
yang melakukan atau menjauhi perbuatan jahat atas kemauan dan kehendaknya
sendiri. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan dan hukuman
atas kejahatannya. Salah seorang pemuka Qadariyah lainnya yakni, an-Nazam,
mengemukakan bahwa manusia mempunyai daya, ia berkuasa atas segala
perbuatannya.
Pada hakikatnya, paham Qadariyah merupakan sebagian dari paham Mu’tazilah
kerena imam – imamnya terdiri dari orang – orang Mu’tazilah. Pengertian Qadariyah
menurut paham Mu’tazilah bahwa semua perbuatan manusia diciptakan oleh manusia
sendiri, bukan oleh Allah SWT. Allah tidak mempunyai hubungan dengan perbuatan
dan pekerjaan manusia dan apa yang dilakukan oleh manusia tidak diketahui oleh
Allah SWT sebelumnya, tetapi setelah dilakukan atau diperbuat manusia baru Allah
SWT mengetahuinya. Jadi, Allah SWT pada sekarang tidak bekerja lagi karena
kodratnya telah diberikan-Nya kepada manusia dan ia hanya melihat serta
memperhatikan saja apa yang diperbuat oleh manusia. Jika manusia mengerjakan
perbuatan atau amal yang baik maka ia akan diberi pahala sebagai imbalan yang
diberikan oleh Allah SWT dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, bila kodrat yang
diberikan kepadanya tidak dijalankan sebaik – baiknya maka ia akan dihukum
menurut semestinya. Namun tidak semua golongan Qadariyah mempunyai paham
demikian. Ada sebagian dari mereka yang memiliki paham bahwa semua perbuatan
manusia yang baik adalah ciptaan Allah, sedangkan perbuatan manusia yang buruk
dan maksiat adalah ciptaan manusia sendiri dan tidak ada hubungannya dengan Allah
SWT.9
Dalil yang menjadi pedoman paham aliran Qadariyah :
1. Surah al-Kahfi ayat 29

9
Ratu Suntiah, Maslani, op.cit hlm. 61 - 62

12
Artinya : “Dan katakanlah, kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barang
siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin
(kafir) biarlah ia kafir”
2. Surat Fussilat ayat 40

Artinya : “Lakukanlah apa yang kamu kehendaki! Sungguh, Dia Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan”
3. Surat ar-Ra’d ayat 11

Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum, sebelum
mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”10
H. Metode Kalam Qadariyah
1. Konsep Akal menurut Qadariyah
Al-Nazzham menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan
dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala perbuatannya. Adapun ciri – ciri
corak pemikiran paham Qadariyah di antaranya adalah kedudukan akal lebih
tinggi, dan dinamika dalam sikap dan berpikir.
Dengan demikian, Qadaiyah menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia
dilakukan atas kehendaknya berdasarkan daya nalar yang ada dalam pikirannya,
karena manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas
kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat.
2. Konsep Wahyu menurut Qadariyah
Dalam paham Qadariyah, mereka menempatkan wahyu sebagai penghambat
dalam ruang gerak mereka, sebab wahyu dapat membuat kemunduran.
Berdasarkan penjelasan di atas, wahyu menurut Qadariyah adalah
penghambat bagi mereka dalam melakukan perbuatannya, sebab mereka dalam
berpendapat tidak berdasarkan wahyu tetapi rasio yang diutamakannya yang harus

10
Ibid., hlm 60

13
diikuti. Karena semua perbuatannya tergantung dari usaha manusia itu sendiri.
Hal tersebut sesuai dengan ayat yang digunakan oleh mereka yaitu firman Allah :

Artinya : “Tuhan tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, selama mereka tidak
mengubah sebab – sebab kemunduran mereka.” (Q.S ar-Ra’d : 11)
3. Konsep Kasb menurut Qadariyah
Kasb bagi paham Qadariyah terdapat dalam kitab Fath al-Majid, Imam Nawawi
menyatakan ada empat mazhab terkait dengan persoalan Kasb pada perbuatan
manusia, di antaranya Mu’tazilah, disebut juga Qadariyah yang berpendapat
bahwa manusia menciptakan sendiri semua perbuatan yang ikhtiyari/Kasb. Jadi
dalam pengertia ini, Qadariyah menyebutkan bahwa Kasb manusia itu diciptakan
oleh manusia itu sendiri.
Hal diatas, menggambarkan bahwa Kasb dalam aliran Qadariyah ditimbulkan
oleh kemauan manusia dengan berbagai usaha yang dilakukannya agar dapat
meraih sesuatu yang diinginkan. 11

11
Edi Sumanto op.cit hlm. 84 - 85

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Munculnya paham Jabariyah dan Qadariyah berawal dari persoalan takdir Tuhan
dalam kaitannya dengan perbuatan manusia. persoalan ini dalam sejarah
perkembangan teologis dianggap sebagai persoalan teologis yang kedua, sedangkan
bibit perdebatan tentang persoalan takdir tersebut sudah berpangkal dari zaman
Rasulullah, tetapi Rasulullan sendiri membatasi dan melarang untuk
membicarakannya secara serius persoalan tersebut menjadi lebih tidak berkembang.
Adanya larangan dari Rasulullah tersebut karena dikhawatirkan akan terjadi
kebingungan dan kesalahpahaman di kalangan umat Islam.
Menurut paham Jabariyah perbuatan manusia diciptakan Tuhan dalam diri
manusia, dalam paham ini manusia tidak mempunyai kemauan dan daya untuk
mewujudkan perbuatannya. Sedangkan menurt paham Qadariyah Manusia sendirilah
yang melakukan perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan manusia
sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan jahat atas kemauan dan
kehendaknya sendiri.
B. Saran
Saran yang bisa penulis berikan adalah perlunya kita sebagai umat Muslim
terlebih lagi kita sebagai umat akhir zaman untuk mempelajari Ilmu kalam ini untuk
mengetahui apa saja permasalahan dalam akidah, akhlak dan keyakinan pada zaman
sebelumnya. Dan dengan makalah yang penulis buat ini semoga ada manfaat yang
bisa diambil dan dipelajari terlebih dalam pembahasan Jabariyah dan Qadariyah.
Penulis juga meminta maaf sebesar – besarnya jika didalam makalah ini ada
penulisan materi yang salah, materi yang tidak lengkap dan lain sebagainya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Rusli, Ris’an. 2014. TEOLOGI ISLAM Telaah Sejarah dan Pemikiran Tokoh –
Tokohnya Edisi Pertama. Kencana : KENCANA.
Suntiah, Ratu. Maslani. 2008. Jurnal “Ilmu Kalam”.
Sumanto, Edi. 2016. Jurnal “Akal,Wahyu,Kasb Manusia menurut Jabariyah dan
Qadariyah”. Bengkulu : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat IAIN
Bengkulu
Zuhri Achmad Muhibbin. 2013. Jurnal “Aqidah Ilmu Kalam”. Surabaya : Universitas
Islam Negeri Sunan Ampel

16

Anda mungkin juga menyukai