Anda di halaman 1dari 15

Ibu Masyithoh Annisa Ramadhani – PTSI

1. Selamat pagi mohon izin Bapak Ibu peserta FGD yang kami hormati, sebelum
memulai acara FGD pada hari ini yaitu mengenai analisis tingkat kerentanan bagi
pihak aparat penegak hukum dan juga LPP, izinkan kami untuk menjelaskan sedikit
laporan mengenai hasil diskusi yang telah kami lakukan kemarin dengan
narasumber yaitu para pihak pelapor. Kemarin kami sudah melaksanakan diskusi
dengan rentang waktu yang sama dari pagi hingga sore hari dan berikut adalah
beberapa summary atau kesimpulan sementara dari hasil diskusi yang kita lakukan
kemarin. Terdapat 4 poin yang kami dijadikan fokus dalam diskusi kemarin yaitu
yang pertama mengenai tingkat kerentanan pihak pelapor berdasarkan penerapan
program APUPPT yang ada di perusahaan, dalam hal ini adalah pihak pelapor yang
terdiri dari PJK bank dan PJK non bank dan juga profesi serta penyedia jasa
keuangan. Kemudian yang kedua adalah tingkat kerentanan pihak pelapor
berdasarkan kemampuan deteksi indikasi TPPU, TPPT dan PPSPM. Kemudian yang
ketiga terkait tingkat kerentanan pihak pelapor yang didasarkan pada satu, profil
pengguna jasa dan dua, produk dan layanan pihak pelapor. Serta yang keempat
adalah saran dan masukan dari pihak pelapor yang harapannya nantinya dapat
digunakan untuk memperkuat sinergi antar para pemangku kepentingan yang
terkait.
2. Yang pertama mengenai tingkat kerentanan pihak pelapor berdasarkan penerapan
program APUPPT setelah dilakukan diskusi kemarin, terdapat tiga secara umum
klasifikasi yang dapat kami dapatkan dari pihak pelapor. Jika diambil secara umum
khususnya PJK Bank telah menerapkan sistem APUPPT dengan optimal berdasarkan
lima pilar program APUPPT yang berbasis risiko. Saat kami lakukan klasifikasi dan
diskusi, terdapat tiga poin penting yang kami dapatkan yaitu yang pertama, dari
seluruh pihak pelapor yang kemarin hadir dalam FGD yang pertama mereka sudah
memiliki program APUPPT berbasis risiko dan sudah menerapkan secara optimal
dan efektif. Yang kedua adalah mereka sudah memiliki program APUPPT namun
belum berbasis risiko dan belum menerapkan secara optimal dan efektif. Dan yang
ketiga adalah mereka belum memiliki program APUPPT sama sekali.
3. Kemudian ini adalah beberapa masalah yang ditemui, masalah ini merujuk pada
masalah terkini yang ditemui oleh pihak pelapor. Yang pertama adalah pihak
pelapor mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi modus dan pelaku pada tindak
pidana asal narkoba untuk TPPU dan tindakan yang mengarah pada pendanaan
terorisme untuk TPPT. Saat ini, informasi yang didapat, mohon maaf sedikit
kesalahan teknis. Beberapa masalah yang ditemui yang pertama tadi kesulitan
untuk mengidentifikasi modus dan pelaku pada tindak pidana asal narkoba untuk
TPPU dan tindakan yang mengarah pada pendanaan terorisme untuk kasus TPPT,
karena saat ini informasi yang didapat biasanya hanya berasal dari APGAKUM dan
media, jadi banyak kasus yang ditemukan bahwa mereka mendapatkan informasi
dari media terlebih dahulu, baru mereka melakukan investigasi lebih lanjut.
4. Yang kedua terkait identifikasi PEP atau politically exposed person atau mereka
yang dipercaya memiliki jabatan publik dan memiliki peluang atau potensi untuk
terlibat dalam tindak pidana asal yang merujuk kepada TPPU dan hanya bisa
dilakukan sampai ke level keluarga. Dalam artian mengidentifikasian PEP ini hanya
bisa dilakukan hingga level istri anak, tapi tidak bisa menyentuh level lain seperti
supir, pembantu, dan orang-orang di sekitar PEP tersebut. Yang ketiga, pada
asuransi pernah ditemui terdapat suatu perusahaan yang mereka mengasuransikan
banyak karyawannya namun tidak bisa dilakukan proses verifikasi karena tidak ada
dokumen seperti KTP.
5. Kemudian yang selanjutnya tren saat ini adalah melalui program crowdfunding
yaitu pengumpulan dana secara massal, secara besar dan utamanya dilakukan di
masa pandemi karena adanya suatu bencana atau tragedi kemanusiaan.
Berdasarkan hasil FGD kemarin ada beberapa pihak pelapor yang menyatakan
bahwa mereka pernah menemukan kasus yang di mana ada yayasan yang
memanfaatkan momen ini untuk mengumpulkan uang melalui transfer dari
rekening masyarakat dan melakukan pengumpulan tersebut melalui sosial media.
Tapi saat di cek oleh PPATK ternyata perusahaan tersebut ternyata tidak nyata atau
tidak riil. Kemudian yang selanjutnya adalah hal penting yang perlu digarisbawahi
adalah perlu adanya komitmen yang kuat serta keseriusan dari direksi dan
komisaris atau kita bilang top leader, serta diperlukan kapabilitas SDM yang
mumpuni dalam mendukung efektivitas kebijakan dan prosedur di sekitar
penerapan APUPPT. Kemudian selanjutnya juga di dapatkan poin penting bahwa
pihak pelapor agar tidak saja bertindak proaktif dalam hal ini selama ini mungkin
sudah dilakukan upaya upaya mitigasi dan tindakan yang proaktif namun juga
harus reaktif. Yang berarti harus menyikapi segala tindakan yang mengarah kepada
TPPU dan TPPT. Misalnya ada DTTOT atau daftar terduga teroris dan organisasi
teroris yang membeli sukuk atau saham maka agar segera dapat dilaporkan.
Selanjutnya, pada dasarnya PJK bank, non bank dan PBJ serta profesi memiliki
tingkat kerumitan transaksi yang berbeda, namun semuanya memiliki potensi
risiko. Untuk itu selalu dilakukan CDD atau customer due diligence dan EDD
enhance due diligence yang EDD ini levelnya lebih advance untuk melakukan upaya
due diligence kepada customer sebagai upaya awal untuk memitigasi. Selanjutnya
terkait dengan ancaman luar negeri seperti money laundering offshore dan foreign
predicated crime yang juga trennya naik, pihak pelapor menerapkan due diligence
di awal, namun jika nasabah berisiko tinggi maka dilakukan tahap yang lebih tinggi
yaitu EDD atau enhance due diligence.
6. Selanjutnya kalau kita lihat dari tingkat kerentanannya berdasarkan 1 profil
pengguna dan produk dan layanan, temuan terkini yang kami temukan dari FGD
kemarin adalah yang pertama, terjadinya tren pelaporan LTKM jadi tren ini sedikit
naik selama Covid untuk kasus seperti penipuan, korupsi dan terorisme. Kemudian
selanjutnya, terjadi peningkatan kasus penipuan cross-border semacam social
engineering dengan korban di luar negeri. Respon yang dilakukan oleh PJK adalah
menambah mitigasi terkait alat yang bersifat cross-border dengan menggunakan
sistem untuk identifikasi pola-pola rekening, seperti untuk melacak, menambah alat
untuk transaksi incoming dari luar negeri. Yang ketiga, yang saat ini juga menjadi
pola-pola apa ancaman terbaru, yaitu yang akan menimbulkan kerentanan bagi
pihak pelapor, yaitu terkait proses penggunaan jasa adalah peningkatan yang
berdasarkan digital product. Digital product ini adalah produk yang tergolong baru
tapi sudah banyak dilaporkan bahwa banyak kasus yang terkait dengan digital
produk, misalnya yang kita temukan adalah banyak nasabah melakukan
pembukaan rekening secara online yang mayoritas berdasarkan temuan kemarin
adalah ibu rumah tangga dan mahasiswa, kemudian susah untuk melakukan
pelacakan secara langsung atau verifikasi identitas karena tidak ada cabang
penyedia jasa keuangan terdekat untuk melakukan verifikasi. Jadi biasanya
pemasarannya dilakukan secara organik dan mereka tidak memiliki kantor cabang
yang fisik untuk bisa dilakukan penelusuran secara langsung. Kemudian keempat
adalah temuan laporan transaksi keuangan mencurigakan cross-border yang tidak
dilakukan section countries berdasarkan Dewan Keamanan PBB, ada list negara-
negaranya, misalnya kalau kita lihat ada Iran dan Korea Utara, namun mereka
melakukannya dengan negara-negara berdekatan, misalnya kita temui di Dubai
atau United Arab Emirates yang berbatasan dengan Iran, sehingga ini menjadi hak
bagi atau titik penghubung bagi TPPU, sehingga juga berpotensi menjadi ancaman.
Selanjutnya beberapa PJK memiliki consideration atau pertimbangan yang berbeda
dalam mengklasifikasikan customer ke dalam high risk. Ada yang mereka memilih
jika masuk dari negara high risk maka otomatis menjadi high risk customer, lalu
akan di generalisir berdasarkan produk dan yang digunakan dan lokasi transaksi.
Jika salah satu item high risk, maka akan otomatis menjadi high risk customer. Dan
yang ketiga, jika masuk parameter berisiko tinggi maka akan dikategorikan sebagai
high risk sehingga dilakukan enhance due diligence. Jadi ada bermacam-macam
pertimbangan yang dilakukan PJK dalam melakukan klasifikasi, list mana saja dari
customer yang masuk ke dalam high risk list. Kemudian beberapa PJK juga
menambah rules di aplikasi sistem untuk identifikasi kasus yang terjadi selama
Covid. Jadi yang terjadi sama Covid ini, banyak tren baru yang mungkin tidak
pernah muncul sebelumnya dan ini patut untuk kita waspadai bersama, misalnya
penambahan kategori baru seperti PEP yang terdiri dari pejabat pemerintahan,
tokoh publik, dan lain-lain untuk melakukan deteksi terhadap indikasi penipuan
sama pandemi. Kemudian ada beberapa PJK bank juga memiliki internal list bagi
yang pernah melakukan penipuan maka akan ada prosedur untuk mengecek daftar
blacklist tersebut, jadi akan dilakukan proses verifikasi lebih lanjut.
7. Yang ketiga poin ke-3 adalah tentang tingkat kerentanan pihak pelapor
berdasarkan kemampuan deteksi indikasi, jadi ini adalah beberapa poin yang kita
temukan dari FGD lalu juga, terkait tentang kemampuan deteksi indikasi yang
dimiliki oleh pihak pelapor. Yang pertama, pihak perbankan memiliki kesulitan
dalam pendeteksian TPPU dan TPPT dalam transaksi yang terjadi. Hal ini bisa
karena masalah teknis atau masalah efektivitas APUPPT yang diterapkan di
perusahaan tersebut. Kemudian dibutuhkan adanya data yang dapat menjadi
rujukan dalam penentuan high risk profile, ini terkait data, pemutahiran data atau
keterkinian data yang dimiliki oleh pihak pelapor, kemudian adanya kesulitan dalam
mendapatkan data atas profil-profil yang dibutuhkan karena kurangnya
keterbukaan informasi. Dalam hal ini merujuk kepada sinergi atau kerjasama atau
willingness dari masing-masing stakeholder untuk saling terbuka informasi, dalam
artian bisa mengenai high risk profile mengenai tipologi dan lain sebagainya, jadi
diperlukan keterbukaan informasi dalam hal ini. Kemudian selanjutnya adalah
lemahnya pengawasan terhadap keadilan atau kemitraan yang dapat digunakan
untuk pelaksanaan transaksi anomali, khususnya di bidang narkotika, selanjutnya
masih banyak juga ditemui saat FGD kemarin bahwa kita temukan bahwa banyak
pihak pelapor yang menyatakan bahwa mereka menemukan praktik penggunaan
jual beli akun rekening, dan dalam pendeteksian perusahaan melakukan tindakan
mitigasi secara mandiri tanpa adanya guidance atau arahan petunjuk untuk
mendapatkan data profil nasabah yang benar. Kemudian selanjutnya dalam hal
beneficial owner atau penerima manfaat, kesulitan ada pada struktur kepemilikan,
sehingga diperlukan adanya regulasi yang mengatur besaran kepemilikan beneficial
owner dalam struktur kepemilikan. Selanjutnya dalam hal mengenali politically
exposed person dibutuhkan adanya integrasi dengan sistem lain, dalam hal ini tidak
bisa dilakukan secara sendiri oleh misalnya suatu institusi tapi dibutuhkan juga
integrasi dengan pihak lain, dalam hal ini bisa kita lihat seperti dengan APGAKUM
dan juga dengan LPP.
8. Berikut kita masuk ke bagian terakhir mengenai saran dan masukan yang kita
sarikan, kita dapatkan dari pihak pelapor, berdasarkan diskusi kemarin. Yang
pertama, pihak pelapor menyatakan bahwa diperlukan teknik dan atau parameter-
parameter yang jelas, agar dapat digunakan oleh mereka dalam hal ini pihak
pelapor untuk mengidentifikasi berbagai jenis tindak pidana asal yang berpotensi
mengarah pada TPPU dan TPPT. Poin yang kedua, diperlukan adanya koordinasi dan
komunikasi yang efektif antara aparat penegak hukum dan PJKK khususnya dalam
memastikan kualitas informasi yang didapatkan, kualitas dalam artian informasi ini
harus terbaru, harus valid dan juga bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Yang ketiga adalah terkait realisasi MLA diharapkan agar Indonesia memiliki
manajemen data yang efektif sehingga dapat mempermudah pertukaran informasi
dengan negara lain. Saat ini tidak semua negara di dunia ini yang atau Indonesia
tidak belum memiliki kerjasama dengan seluruh negara di dunia, dengan list
beberapa negara yang sudah dimiliki, misalnya dengan Swiss, ada beberapa hasil
yang telah didapatkan dan diharapkan realisasi MLA ini akan mempermudah
pertukaran informasi dengan negara lain, kaitannya dengan upaya pemberantasan
TPPU dan TPPT. Selanjutnya nomor 4, diharapkan adanya pelatihan dari PPATK
untuk mendukung peningkatan kapabilitas SDM bagi pihak pelapor, untuk dapat
mengenali TKM terkait TPPT atau transaksi keuangan mencurigakan yang terkait
dengan tindak pidana pemberantasan terorisme. Selanjutnya yang kelima, saran
dan masukan adalah perlunya playing field yang sama karena kerentanan bank
dalam efektivitas payment gateway. Kemudian yang ke-6 perlunya meningkatkan
SDM dalam pemahaman APUPPT, dengan perkembangan perusahaan fintech, ini
era baru yang juga memiliki potensi kerentanan yang juga perlu untuk
dipertimbangkan secara matang mitigasinya. Kemudian yang ketujuh diperlukan
FGD secara reguler, untuk membahas tren-tren yang terjadi, tren yang terkini juga
pasti membutuhkan respon yang mungkin berbeda dengan tren-tren yang sudah
terjadi di masa lampau. Yang ke-8 adalah OJK dan PPATK diharapkan agar lebih
erat dalam memberikan guidance kepada pihak industri. Demikian wrap up dari
pertemuan FGD hari pertama yang melibatkan pihak pelapor, mengenai analisis
tingkat kerentanan yang sudah dilakukan kemarin. Terima kasih atas perhatiannya,
dan saya kembalikan kepada MC.

Pak Umam - PTSI


1. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi, Bapak Ibu sekalian,
sahabat-sahabat kita dari berbagai instansi, pertama dari kawan-kawan di KPK, di
PPATK, di OJK, di aparat penegak hukum, dan juga lembaga pengawas dan
pengatur, saya ucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan. Pada pagi
kali ini, kami akan menyampaikan beberapa hal yang sebenarnya sudah kita
pahami, sebelumnya di proses FGD dan juga proses penarikan data melalui survei
yang dilakukan oleh kawan-kawan kita di PPATK. Adapun kali ini kita akan mencoba
fokus pada konteks analisis tingkat kerentanan tindak pidana pencucian uang,
kemudian tindak pidana pendanaan terorisme. Dengan konteks itu, kemarin kita
sudah fokus Bapak Ibu sekalian, pada konteks tingkat ancaman dan pada kali ini ini
kita sekali lagi sampaikan, tetap fokus pada aspek kerentanan. Dalam konteks ini
apa yang kemudian kita ingin tekankan sebelum masuk lebih detail, kami ingin
coba untuk menyampaikan sekali lagi tentang apa yang kemudian kita fokuskan
pada kesempatan kali ini. Yang pertama adalah tentang TPPU, kemudian TPPT
terutama dua aspek ini yang menjadi fokus utama bagi kita semuanya. Pencucian
uang sendiri definisinya cukup kompleks, yaitu perbuatan menempatkan,
mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan,
menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya, atas
harta kekayaan yang diketahui, atau patut diduga, merupakan hasil tindak pidana
dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta
kekayaan, sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Adapun
berkaitan dengan konteks definisi pendanaan terorisme, kita semuanya sudah
memahami bahwa sebenarnya hal ini berkaitan dengan segala perbuatan dalam
rangka menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana, baik
langsung maupun tidak langsung, dengan maksud untuk digunakan dan atau yang
diketahui akan digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme, kemudian
organisasi teroris itu sendiri serta individu teroris yang terlibat. Dari 2 komponen
ini, Bapak Ibu sekalian, kita semuanya sangat memahami bahwa memiliki implikasi
yang sangat serius, bukan hanya bagi tata kelola pemerintahan yang baik di
Indonesia, tetapi juga pada konteks keamanan nasional. Oleh karena itu, berkaitan
dan pada level dampak setidak nya ada 3 yang kami highlight. Pertama adalah
cukup serius mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan
nasional, dan yang kedua dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan yang ketiga mengganggu rasa
aman dan kedaulatan negara, karena tindak pidana terorisme dan aktivitas yang
mendukung terjadinya aksi tersebut merupakan salah satu ancaman yang cukup
serius bagi state government.
2. Bapak Ibu sekalian, untuk konteks analisa kerentanan, kami akan mencoba pada
fokus maksud dan tujuan 3 aspek berikut ini. Yang pertama tentu untuk
menganalisis tingkat kerentanan berdasarkan wilayah, pihak pelapor, produk atau
jasa layanan, serta modus pola transaksi yang berpotensi digunakan oleh pelaku
baik TPPU, TPPT serta PPSPM pada tahun 2020 ini. Kemudian yang kedua, yaitu
untuk melakukan identifikasi adanya kelemahan serta kekosongan dalam sistem
regulasi dan kerentanan penegakan hukum dalam menangani TPPU TPPT dan
PPSPM tahun 2020. Yang ketiga untuk menganalisis berbagai tingkat kerentanan
yang muncul terkait dengan tiga komponen tindak pidana yang kita fokuskan.
Tingkat ancaman kemarin alhamdulillah kita sudah menemukan setidaknya ada gap
ada loophole dalam konteks peraturan dan kemudian bisa kita angkat sebagai
bagian dari policy recommendation untuk memperkuat atau mempertajam sistem
hukum yang kita jalankan untuk tiga komponen tindak pidana tersebut. Adapun
definisi tingkat kerentanan Bapak Ibu sekalian, vulnerabilities di sini kita maknai
sebagai hal-hal yang dapat dimanfaatkan, atau mendukung ancaman, atau dapat
juga disebut dengan faktor-faktor yang menggambarkan kelemahan dari sistem
anti pencucian uang atau APU atau pendanaan terorisme PPT, baik yang berbentuk
keuangan atau layanan yang menarik, untuk tujuan pencucian uang atau
pendanaan terorisme. Adapun kemudian nanti diproses FGD, kami akan mencoba
untuk mengarahkan agar diskusi kita fokus pada tiga komponen dasar, terutama di
sahabat-sahabat kita dia APGAKUM dan juga di LPP. Adapun yang di APGAKUM, kita
akan mencoba pada konteks evaluasi kelembagaan di internal kita masing-masing,
aspek internal kita akan coba untuk apa namanya explore lebih lanjut. Kemudian
yang kedua, tindak lanjut penanganan perkara, seberapa baik, seberapa besar
kendala, atau tantangan, dalam konteks kapasitas melanjutkan penanganan
perkara di masing-masing lembaga kita. Kemudian yang ketiga adalah pada level
pelaku. Adapun di lembaga pengatur dan pengawas, yang pertama spek internal
sama, seberapa apakah sudah ada, kalau misal sudah ada sistem tersebut
kemudian kita akan coba untuk masuk lebih jauh seberapa efektif, kemudian
sistemnya seperti apa yang dijalankan, sehingga kemudian bisa menjadi bahan
masukan yang baik untuk lembaga kita masing-masing, maupun juga lembaga
mitra. Yang kedua, pada aspek pelaporan, seberapa efektif dijalankan, kendalanya
seperti apa, polanya seperti apa, kemudian nanti pada ending, yaitu pada konteks
pengaturan dan pengawasan anti pencucian uang dan juga pidana pendanaan
terorisme. Baik Bapak Ibu sekalian, berikut tadi yang adalah apa yang akan kita
coba fokuskan dalam konteks analisa tingkat kerentanan.
3. Selanjutnya kami akan coba memberikan wrap up materi yang berkaitan dengan
hasil temuan terhadap analisa ancaman. Saya harap, ini sifatnya hanya refreshing,
refreshment saja berkaitan dengan konteks data, informasi, yang alhamdulillah
kemarin Bapak Ibu sekalian juga sudah terlibat dalam proses ini, sehingga kami
hanya mencoba untuk memberikan wrap up dasar berkaitan dengan temuan-
temuan pada analisa tingkat ancaman. Yang kedua, dalam konteks ini kami
kemarin sudah mencoba untuk mengklasifikasikan, temuan-temuan pada tingkat
ancaman berdasarkan pada konteks TPPU, TPPT dan juga PPSPM. Adapun temuan
ancaman terkait dengan TPPU, kami mencoba untuk menjelaskan dalam beberapa
cluster, yang pertama cluster domestik, yang kedua pada konteks ancaman
internasional. Adapun ancaman domestik, ada 5 variabel yang akan coba kita
jelaskan lebih lanjut, yang pertama pada tingkat tindak pidana asal atau TPA, yang
kedua berdasarkan profile atau profil tindak kejahatan, yang ketiga berdasarkan
geografis atau kewilayahan, kemudian yang keempat berdasarkan sektor industri,
dan yang kelima berdasarkan hasil pemeriksaan tindak pidana asal. Adapun dalam
konteks ancaman internasional, kita akan coba untuk merefleksikan lebih detail dari
aspek inward artinya dari luar ke dalam, prosesnya seperti apa, implikasinya
seperti apa, aktornya siapa saja, dan juga yang outward artinya dari kita sendiri
dari aktor di Indonesia sendiri, yang kemudian melakukan proses transaksi ke luar
Indonesia, di lintas teritorial. Adapun dalam konteks ancaman domestik,
sebagaimana tadi saya sampaikan Bapak Ibu sekalian, dari 5 komponen yang akan
kami jelaskan, dari data yang sudah kami terima dari sahabat-sahabat kita di
PPATK, berdasarkan dari survei yang sudah di sebar, kemudian juga mendapatkan
bantuan dari Bapak Ibu sekalian, berkaitan dengan data collection nya, ada 5 hal
yang kita temukan. Yang pertama berdasarkan tindak pidana asal yang memenuhi
kriteria paling tinggi berdasarkan skala yang kita tetapkan, Dari satu sampai
sembilan, aspek tindak pidana asal penipuan ternyata masih menempati posisi
yang pertama. Kemudian disusul dengan tindak pidana korupsi, kemudian
perjudian, kemudian narkotika, yang kelima adalah perpajakan. Adapun
berdasarkan profile tindak kejahatan, Bapak Ibu sekalian yang pertama, diduduki
oleh pegawai swasta, dengan level skala yang paling tinggi di angka 9, yang kedua
pengusaha wiraswasta, kemudian PNS dan pensiunan di sini dalam konteks ini PNS
dalam kategori aktif dan pensiunan, kemudian yang keempat ibu rumah tangga,
dan yang kelima pelajar atau mahasiswa. Kemudian berdasarkan konteks
geografis, ancaman paling tinggi yang kita temukan dari hasil data statistik adalah
DKI Jakarta dengan absolute number skalanya di angka 9, kemudian disusul oleh
Jawa Barat, kemudian disusul oleh Jawa Timur, selanjutnya Kepulauan Riau, dan
yang selanjutnya di level 5 adalah provinsi Banten. Adapun berdasarkan sektor
industri yang memiliki eksposur cukup besar dalam konteks ancaman, adalah bank
umum dengan angka yang cukup absolut juga di angka 9, kemudian perdagangan
valuta asing, pedagang valuta asing di sini ada di angka 4,76, kemudian asuransi
jiwa, kemudian kegiatan usaha pengiriman uang, kemudian perusahaan
pembiayaan konsumen di level 5. Kemarin di diskusi focus group discussion di FGD
hari pertama kita, sudah mendatangkan sahabat-sahabat kita yang berasal dari
sektor industri ini dari pihak pelapor, dan informasi sudah kita dapatkan dan
setidaknya, tadi yang disampaikan oleh Mbak Annisa, bisa memberikan gambaran
kepada kita bagaimana perspektif dari kalangan pihak pelapor.
4. Kemudian yang poin selanjutnya yaitu berdasarkan dengan hasil pemeriksaan
tindak pidana asal, yang pertama adalah korupsi Bapak Ibu sekalian, kemudian
diikuti dengan narkotika, jadi 2 tindak pidana asal ini masih cukup leading.
Kemudian yang selanjutnya adalah pajak, kemudian kepabeanan dan penggelapan.
Adapun temuan ancaman utama TPPU yang konteksnya adalah berdasarkan dari
survei sahabat-sahabat kita di APGAKUM, berdasarkan tipologi dari informasi yang
diperoleh oleh kawan-kawan kita di APGAKUM hasil survei yang menunjukkan ada
lima hal yang menjadi concern utama. Yang pertama adalah structuring, kemudian
smurfing, yang ketiga adalah penggunaan identitas palsu, yang keempat
pemanfaatan sektor yang tidak teregulasi dengan baik, kemudian pemanfaatan
korporasi legal person. Adapun dalam konteks internasional, ancaman internasional
yang aspek inward artinya dari luar ke dalam, lebih banyak menggunakan tindak
pidana asal penipuan, kemudian teroris, kemudian korupsi, kemudian perpajakan,
dan diikuti dengan narkotika. Yang senlanjutnya berkaitan dengan negara asal,
lebih banyak yang paling utama menjadi negara yang cukup intensif berkaitan
dengan konteks ini adalah Singapura, Australia, kemudian Amerika Serikat,
Malaysia. Adapun Singapura di sini sebagaimana diskusi kita sebelumnya, tentu
tidak bisa kita maknai sebagai entitas Singapura tunggal, karena Singapura adalah
hanya menjadi entry estate, dia hanya menjadi pintu bagi aktor-aktor yang lain,
dan kalau misal lebih detail kita perlu cermati lebih lanjut, benarkah aktor yang
berasal dari Singapura adalah representasi dari kepentingan ekonomi bisnis, politik
dan juga aktor-aktor keamanan yang berasal dari Singapura, atau justru dari
kawasan lain Asia Pasifik, secara general atau bahkan dari luar Asia Pasifik. Adapun
berkaitan konteks outward dari hasil survei tindak pidana asal yang pertama adalah
korupsi, yang kedua adalah yang terorisme, yang ketiga adalah kategori lainnya,
lainnya disini cukup memberikan tanda tanya kepada kita, karena dia proses
transaksinya ada, tetapi dia belum masuk dalam kategori tindak pidana asal
tertentu. Oleh karena itu, kita perlu detailkan lebih lanjut dalam proses temuan
tersebut. Adapun yang keempat adalah perpajakan kemudian penipuan.
Berdasarkan negara tujuan sama, masih yang di aspek seperti yang di inward, yang
pertama adalah Singapura, yang kedua Australia, yang ketiga Hongkong, yang
keempat Malaysia, yang kelima adalah Amerika Serikat. Kalau misal dilihat dari
komponennya disini adalah negara-negara yang cukup dekat dengan Indonesia,
tetapi pada aspek Singapura dan Hongkong, tentu komponennya saya yakin juga
cukup kompleks, tidak merepresentasikan aktor-aktor dari teritorial tersebut.
5. Selanjutnya Bapak Ibu sekalian berkaitan dengan konteks ancaman, emerging
threat berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang, kami menghighlight ada 6
komponen dasar, yang pertama adalah mata uang virtual, yang kedua adalah
teknologi finansial, kemudian perusahaan startup, kemudian transaksi e-commerce,
pengelolaan hasil tindak kejahatan dengan mobile banking, kemudian jual-beli
serta penggunaan rekening orang lain. Dan sebelum lebih lanjut Bapak Ibu
sekalian, saya ingin memberikan disklaimer bahwa data yang berkaitan dengan
konteks ancaman ini, belum bersifat final, dan nanti juga ada data yang akan
dipaparkan oleh sahabat kita berkaitan dengan konteks kerentanan, juga sifatnya
belum final, jadi ini sifatnya masih ongoing. Oleh karena itu, kami sangat sangat
berharap, sahabat-sahabat kita baik dari APGAKUM, LPP dan juga pihak pelapor
yang kemarin, juga bisa untuk membantu berpartisipasi untuk mempercepat proses
data gathering. Oleh karena itu kalau misalnya data gathering sudah terkumpul
dengan cepat, dengan baik, tentu data yang kami peroleh akan jauh lebih valid,
dan menggambarkan riil yang terjadi di lapangan. Baik Bapak Ibu sekalian adapun
dengan konteks hasil survei tadi kemudian kita kemarin sempat mendiskusikan
pada level yang di level FGD, dan di level FGD itu kemudian mengkonfirmasi
beberapa hal yang sifatnya cukup penting. Oleh karena itu, berdasarkan temuan
FGD ada beberapa hal, yang pertama adalah evaluasi penegakan TPPU, kemudian
peta ancaman TPPU, evaluasi penegakan TPPU yang kita menjadi konsen utama,
kemarin adalah mindset kesepahaman terhadap terminologi teknis TPPU dan TPPT.
Saya masih ingat, ini pertama kali disampaikan oleh Pak Hakim, Pak Soeharto dan
kemudian mendapatkan tanggapan yang cukup positif dari kawan-kawan kita di
aparat penegak hukum. Yang kemudian kedua adalah APGAKUM sudah memiliki
Satgas khusus dan kewenangan dalam menangani TPPU TPPT, tentu ini kami
bergembira, tinggal bagaimana kemudian nanti kita cek sekali lagi, apakah
efektifitasnya sudah berjalan dengan baik, kendala hambatan dan tangannya kira-
kira seperti apa, dan bagaimana langkah mitigasi untuk menutup tantangan dan
hambatan tersebut. Yang ketiga adalah kesulitan dalam melakukan investigasi,
tracing, asset tracing dan juga mutual legal assistance. Oleh karena itu, kalau misal
nanti memungkinkan, sahabat-sahabat terutama yang dari Kemenkumham, jika
ada kita sangat mendapatkan, membutuhkan informasi lebih detail tentang
penguatan kapasitas kita berkaitan dengan konteks MLA tersebut. Adapun peta
ancaman TPPU Bapak Ibu sekalian, peningkatan koordinasi perlu ditingkatkan,
terutama untuk penanganan perkara yang membutuhkan data dukung. Kemudian
kedua, pertukaran informasi inward dan juga outward, di sini berarti membutuhkan
komitmen dan juga bantuan dari kawan-kawan kita, bukan hanya di APGAKUM,
tetapi juga di Kementerian Luar Negeri misalnya, untuk memfasilitasi proses
komunikasi, informasi dan juga negosiasi dengan negara-negara yang menjadi
mitra di sekitar kita. Yang kemudian ketiga adalah praktik TPPU, disinyalir masih
bersifat tradisional, tentu ini menjadi temuan yang cukup baik, meskipun pada saat
yang sama kita perlu cek sekali lagi, agar tidak muncul gap antara persepsi kita di
lapangan, dengan kapasitas kita dalam konteks mengidentifikasi kasus. Kemudian
yang keempat, awareness untuk masyarakat masih kurang. Yang ke-5 hasil TPPU
digunakan oleh pelaku untuk membeli properti, kendaraan, dan membuka usaha
sebagaimana kita disampaikan berkaitan dengan konteks praktik atau strategi yang
masih tradisional.
6. Yang selanjutnya adalah adanya peningkatan dari luar negeri yang beroperasi di
Indonesia atau legal rangement. Berkaitan dengan tipologi TPPU Ibu dan Bapak
sekalian yang pertama yang kita highlight adalah tingginya kategori penipuan dan
penggelapan oleh lembaga berbadan hukum, dengan metode MLM, dan kondisi
yang kemudian kedua adalah pembelian aset luar negeri baik atas nama pribadi
atau orang-orang terdekat, jadi orang-orang terdekat bukan hanya keluarga,
kemarin kalau dari kawan-kawan di perbankan, kalau keluarga setidaknya sudah
ada informasi misalnya dari LHKPN, para PEP yang dipegang oleh kawan-kawan
KPK misalnya, sehingga bisa terdaftar ya, orang-orang keluarga tapi orang terdekat
yang berada di lingkaran inner circle seringkali tidak mudah terdeteksi. Kemudian
selanjutnya aspek kelembagaan, kapasitas dan kehandalan informasi. Yang
pertama kita highlight adalah perlu penyamaan mindset TPPU, kemudian sinergitas
dalam penyediaan data dan informasi elektronik, kemudian diklat lanjutan dalam
peningkatan kompetensi, dan sistem dan database yang kita harapkan lebih
memadai.
7. Baik Bapak Ibu sekalian, yang selanjutnya adalah temuan ancaman utama dari
tindak pidana pendanaan terorisme, ada beberapa aspek yang ingin kita highlight
disini, pertama adalah TKM berdasarkan aspek wilayah, kemudian TKM dari aspek
profile, kemudian TKM dari industri, kemudian pertukaran informasi FIU, financial
intelligence unit dari yang sifatnya inward maupun yang outward. Adapun TKM dari
aspek wilayah dari transaksi keuangan mencurigakan, berdasarkan aspek wilayah
yang pertama menduduki potensi ancaman yang paling besar adalah DKI Jakarta,
kemudian disusul oleh Jawa Barat, disusul oleh Jawa Timur, kemudian Jawa Tengah
dan juga Banten. Selanjutnya berkaitan dengan profile masih relatif sama dengan
yang tadi disampaikan pada konteks TPPU yang pertama adalah pegawai swasta,
kemudian pengusaha atau wiraswasta, yang ketiga ibu rumah tangga, kemudian
lain-lain, dan yang ke-5 tidak ada data, atau nol, tetapi transaksi mencurigakan itu
ada tetapi dalam kategorisasinya menjadi belum clear oleh karena itu perlu
pendalaman lebih lanjut. Kemudian berdasarkan industri Bapak Ibu sekalian,
transaksi keuangan mencurigakan yang paling mendapatkan eksposure yang cukup
serius dan memiliki potensi tingkat ancaman yang paling besar, masih bank umum
yaitu diangka absolut 9, kemudian kegiatan usaha pengiriman uang, kemudian
valuta asing, asuransi jiwa dan juga bank perkreditan rakyat. Adapun aspek jenis
transaksi yang pertama menggunakan metode transfer, kemudian penarikan tunai,
kemudian lainnya, ini masih kategori yang di luar klaster yang ada, kemudian
setoran tunai dan juga penjualan. Yaitu 3 selanjutnya berdasarkan konteks
pertukaran informasi atau FIU dari aspek inward yang pertama lebih banyak
dengan Amerika, kemudian Singapura, kemudian Malaysia, kemudian Australia,
dan juga Philippines. Ini perlu diantisipasi berkaitan dengan TPPT ini karena
memang negara-negara tersebut menjadi negara yang cukup vulnerable, cukup
rentan berkaitan dengan konteks tindak pidana terorisme, dan mereka sangat care
dengan apa yang terjadi di Indonesia. Kemudian berkaitan dengan konteks
pertukaran informasi FIU dari aspek outward, dari Malaysia, yang kemudian disusul
oleh Australia, dan Filipina, Singapura, dan Turki, kemarin di sini kami highlight
Kenapa kemudian ada Turki tentunya berkaitan dengan sel-sel dari kelompok ISIS,
dan kemudian Filipina serta Malaysia juga berada di posisi Puncak karena memang
perbatasan wilayah teritorial kita dengan Malaysia dan Filipina memiliki basis yang
masih dengan baik di aspek ini terutama di wilayah selatan Filipina atau di
Mindanao.
8. Kemudian temuan ancaman utama TPPT berdasarkan dari aspek potensial, yang
kita peroleh data survei dari APGAKUM, yang pertama adalah ancaman penggunaan
dana, kemudian profile perorangan, profile non perorangan, berdasarkan tipologi,
berdasarkan wilayah domestik luar dan negara luar negeri, konteksnya dalam dan
luar negeri. Ancaman penggunaan dana yang memiliki kategori risiko tinggi, yang
pertama masih tetap organisasi teroris, kemudian tiga komponen dasar ini, yang
kedua aksi terorisme itu sendiri, kemudian aktor teroris. Adapun ancaman profile
yang kategorisasi risiko tinggi adalah perorangan, kemudian non perorangan, dan
perikatan lainnya. Adapun kemudian konteks ancaman perorangan yang
terkategorisasi tinggi Bapak Ibu sekalian bisa mencermati dari data yang terlihat di
layar, mulai dari konteks pejabat pemerintahan, baik eksekutif legislatif maupun
yudikatif, sampai pada level PNS termasuk yang pensiunan di sini. Kemudian
ancaman profile non perorangan, dari jenis badan usaha yang terkategori berisiko
tinggi setidaknya ada empat komponen, yang pertama adalah perusahaan non
UMKM berbentuk perseroan terbatas, kemudian perusahaan non UMKM berbentuk
persekutuan komanditer, kemudian perkumpulan, dan yang terakhir adalah
yayasan. Selebihnya dalam data yang kami paparkan masih kategori sedang.
Adapun ancaman berdasarkan tipologi Bapak Ibu sekalian, cukup kompleks
semuanya terkategorisasi tinggi, komponen cukup banyak, bisa Bapak dan Ibu
sekalian cermati dari data yang kami tampilkan di layar. Kemudian selanjutnya,
ancaman berdasarkan wilayah yang berkategorisasi tinggi bisa kita cermati yaitu
Aceh, kemudian Sumatera Utara, kemudian Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, DIY dan juga Bali, disusul oleh Sulawesi Tengah, kemudian
Papua dan Papua Barat. Kemarin sempat kami juga menhighlight, mungkin dalam
konteks ini bukan hanya pidana pendanaan terorisme, karena pada aspek tertentu
juga mungkin bersinggungan data yang kita peroleh, dari konteks insurgency yang
sebenarnya secara definisi memiliki irisan tetapi berbeda dengan terorisme.
Kemudian yang selanjutnya adalah ancaman domestik atau dalam negeri dan juga
luar negeri. Yang terkategorisasi risiko tinggi adalah pendanaan di dalam negeri
untuk pendanaan aksi terorisme dalam negeri sendiri, kemudian pendanaan dari
luar negeri untuk pendanaan aksi di dalam negeri, aksi terorisme, dan yang ketiga
adalah pendanaan dari dalam negeri untuk digunakan di luar negeri, misalnya
untuk perjalanan pejuang teroris asing, dari dalam ke luar negeri. Kemudian
adapun negara-negara yang kami highlight konteksnya inward dan outward di sini
adalah Suriah, kemudian Afghanistan, kemudian Malaysia, kemudian Irak dan
Filipina. Adapun yang konteksnya adalah inward adalah Malaysia, kemudian
Amerika Serikat, kemudian Singapura, Suriah, dan juga Saudi Arabia.
9. Baik Bapak Ibu sekalian yang selanjutnya adalah emerging threat yang kita
highlight dari TPPT adalah tindak pidana pendanaan terorisme yang dilakukan oleh
korporasi, artinya memiliki legal organization, yang kemudian kedua adalah obat-
obatan terlarang, kemudian mata uang virtual, kemudian pinjaman online dan yang
selanjutnya adalah pengumpulan dana melalui media sosial atau crowdfunding,
wabil khusus yang terjadi di era pandemi dan tadi sudah dikonfirmasi oleh data
yang diberikan pihak pelapor kemarin, dari kawan-kawan perbankan
mengkonfirmasi data temuan yang sudah sebelumnya sudah diidentifikasi oleh
kawan-kawan di PPATK. Adapun dari data statistik tadi, Ibu dan Bapak sekalian dari
berbagai temuan tadi kemudian kita coba kontekstualisasikan dengan temuan yang
di FGD, sebagian juga banyak yang terkonfirmasi, yang pertama dalam konteks
evaluasi, dalam persidangan kasus terorisme tidak terdapat perkara TPPU.
Kemudian yang kedua kesulitan dalam penelusuran pendanaan terhadap TPPT
melalui jalur tidak resmi. Yang ketiga ancaman baru di era fintech dan fundraising
oleh pelaku teroris yang digunakan untuk keluarga. Ini yang kemarin teridentifikasi
menjadi salah satu bagian celah yang belum mendapatkan cantolan hukum untuk
melakukan penuntutan, misalnya di proses pengadilan. Kemudian adapun peta
ancaman TPPT dalam konteks ini yang kami highlight adalah penurunan ancaman
pada level global dan lebih bersifat lokal. Kemudian yang kedua adalah adanya
konsolidasi kekuatan ISIS dan pendukungnya melalui jaringan online di masa
pandemi covid-19 yang kita patut waspadai bersama. Yang ketiga kepulangan
pejuang teroris dari luar negeri yang ternyata kemudian menimbulkan ancaman
baru bagi stabilitas keamanan nasional. Kemudian pengumpulan dana dilakukan
secara legal baik melalui strategi dagang, infaq, shodaqoh, hibah, syariah dan lain
sebagainya, atau yang bersifat ilegal seperti Fai, atau mencari yang mereka yang
kemudian semua ini tidak mudah untuk di lakukan pelacakan. Oleh karena itu saat
ini yang ditemukan melalui pinjaman online ternyata juga ada yang bisa menjadi
celah bagi mereka untuk memperkuat pendanaan terorisme.
10. Kemudian berkaitan dengan tipologi TPPT Bapak Ibu sekalian, dan juga
penguatan kelembagaan, kapasitas dan keandalan informasi yang kami temukan
dari proses FGD kemarin adalah pendanaan TPPT melalui jalur perkawinan antar
pelaku dan pemilik aset, ini belakangan menjadi sering terjadi, dan tentu ini ada
masa proses brainstorming yang cukup intensif, dan kemudian dilakukan proses
penipuan, tetapi kemudian menggunakan cara-cara sosial keagamaan, yaitu skema
perkawinan. Kemudian yang kedua pengumpulan dana teroris dari luar negeri
melalui TKI, dengan menggunakan pihak ketiga. Yang ketiga adalah tren
pendanaan oleh ormas, atau NPO non profit organization cenderung menurun
setelah tahun 2016, kemudian terjadi perubahan tren pendanaan terorisme melalui
berbasis sosial media. Adapun terkait dengan penguatan kelembagaan. yang kami
highlight pertama adalah perlunya penyertaan data forensik dalam persidangan
sebagai alat bukti, ini menjadi pesan khusus dari Pak Hakim, kemarin dalam proses
FGD kita. Kemudian yang kedua adalah koordinasi yang lebih efektif antar
stakeholders. Kemudian yang ketiga adalah perlunya kerjasama internasional,
antar FIU atau financial intelligence unit. Adapun kemudian berkaitan dengan
PPSPM Bapak Ibu sekalian, yang pertama yang kami highlight dari evaluasi
penegakan PPSPM ada persoalan PPSPM disinyalir masih dalam tataran elite artinya
belum membumi, belum menjadi concern serius tersendiri bagi kita semuanya dan
dikonfirmasi oleh kawan-kawan dari Intel Bareskrim kemudian dari BIN bahwa
memang kecenderungannya belum mengarah pada satu ancaman yang cukup
serius. Oleh karena itu, yang selanjutnya adalah regulasi saat ini masih bersifat
administratif, artinya karena memang temuan ancaman belum begitu signifikan,
dan kemudian proses-proses yang ditemukan justru belum mengarah pada konteks
PPSPM itu sendiri, tetapi hal-hal yang bersifat administratif, terutama yang
berkaitan dengan konteks peta ancaman PPSPM tersebut, yaitu yang melibatkan
warga negara dari Korea Utara, dan juga Iran. Kemudian selanjutnya kesulitan
dalam membuktikan bahwa dana dan yang mencurigakan, digunakan untuk PPSPM.
Sejauh ini hasil data yang kemarin kami sampaikan, yang juga kami terima dari
Bapak Ibu sekalian, memang belum mengarah ke level PPSPM sebagaimana yang
kita khawatirkan bersama, tetapi masih menjadi hal-hal yang sifatnya transaksi
umum, dalam konteks transaksi ekonomi antar warga negara tetapi khususnya
berkaitan dengan konteks warga negara Korea Utara dan juga Iran. Adapun yang
terakhir adalah status atas rekening orang asing, terutama para diplomat asing
yang sudah mengakhiri posting di Indonesia pasca penugasan mereka, ternyata
masih sering terjadi. Baik Bapak Ibu sekalian demikian dari kami, berkaitan dengan
konteks paparan apa yang perlu menjadi fokus kita dalam konteks analisa tingkat
kerentanan dan juga kami tidak mau highlight lagi sekali lagi, temuan-temuan
berkaitan dengan konteks analisa ancaman. Oleh karena itu, setidaknya ini kita
harapkan bisa menjadi bekal bagi kita untuk melanjutkan ke proses FGD
selanjutnya. Terima kasih bagi teman-teman semuanya atas kesempatan diberikan.
Sekian dari saya, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pak Emil - PTSI


1. Bapak Ibu sekalian saya izin mengecek apakah suara saya terdengar dengan jelas?
Terima kasih, saya akan memulai berbagi layar. Baik saya akan memulai analisa
kerentanan APGAKUM pada pagi hari ini, mudah-mudahan layar yang saya bagikan
ini dapat terlihat dengan jelas pada media Bapak dan Ibu sekalian. Bapak Ibu
sekalian berikut adalah respond rate dari pihak pelapor yang sudah mengisikan
data, yang diterima oleh PPATK, kalau terlihat di sini beberapa pihak pelapor yang
masih rendah dalam hal pengumpulan datam itu ada pada manajer investasi,
kemudian Balai Lelang, modal ventura dan juga pedagang kendaraan bermotor.
Berikut adalah respons dari lembaga pengawas, rata-rata sudah memberikan data
yang diminta kecuali BI yang memang belum mengisi atau mungkin belum
menyerahkan kepada PPATK. Berikut adalah respon rate dari APGAKUM yang sudah
mengirimkan data-data, rata-rata sudah mengirimkan semua. Kemudian berikut
adalah kebijakan strategis dalam penanganan TPPU, di mana kau terlihat di dalam
grafik yang disampaikan, bahwa sebagian besar kebijakan strategis dalam
pandangan TPPU itu sudah dimiliki oleh aparat penegak hukum, namun perlu
diperhatikan juga bahwa pada tataran hakim ternyata masih banyak yang belum
memiliki kebijakan strategis dalam penanganan TPPU. Sementara dari sisi penuntut
umum, ini masih banyak yang kosong. Kemudian dalam pedoman perkara TPPU,
dari hasil yang didapatkan sebagian besar sudah menyatakan memiliki pedoman
perkara TPPU, sebesar 74% yang tidak sebesar 26%, atau dilihat dari grafik yang
disampaikan, bahwa dalam penyidikan TPPU, terdapat sebesar 75% yang sudah
memiliki pedoman perkara, sementara lainnya masih belum 23,63%. Dari sisi
penuntut umum ini masih banyak yang terbilang blank atau kosong yang yang data
yang diterima hanya 14,55% per sementara yang tidak 5,45%. Sementara dari
hakim ini sebanyak 56% sementara hampir setengahnya menyatakan tidak
memiliki pedoman perkara dalam TPPU. Untuk mengetahui dan memahami
pengendalian resiko baik NRA atau SRA, dari tindak pidana asal, yang menyatakan
sudah memahami dan mengetahui dan memahami peran resiko ini, sebesar 67%
sementara 33% lainnya mengatakan tidak mengetahui atau memahami
pengendalian resiko di dalam NRA. Yang perlu kita lihat di sini adalah bahwa pada
penyidik TPPU termasuk PPNS DJP dan DJB ini kurang lebih setengah yang
menyatakan tidak mengetahui penilaian risiko, kemudian hakim yang menyatakan
tidak mengetahui dan memahami ini sebesar 39,24%. Di dalam penerapan
penanganan perkara berbasis risiko, ini porsi yang paling besar adalah menyatakan
belum menerapkan penanganan perkara berbasis risiko sementara yang sudah
melakukan penerapan penanganan perkara risiko, yang terkini untuk NRA itu baru
sebesar 6% untuk SRA baru 3%. Sementara yang sudah menyusun SRA yang baru
menyusun SRA 8%. Di dalam penanganan perkara TPPU yang menjadi target
kinerja bagi aparat penegak hukum, dapat kita perhatikan juga bahwa di sini, porsi
yang paling besar yang tidak atau tidak menyatakan, tidak melakukan penanganan
perkara TPPU yang menjadi target kinerja pada Hakim, ini mungkin dikarenakan
data yang diterima, memang sebagian besar dari hakim yang mengisi, sementara
dari penyidik TPPU sebesar 75% menyatakan penanganan perkara TPPU itu
menjadi target kinerja. Dalam pertanyaan tentang sistem reward bagi yang berhasil
melakukan penanganan perkara baik pada penyidikan, penuntutan perkara TPPU
dapat dilihat bahwa sebagian besar menyatakan tidak memiliki system reward
dengan jumlah hakim itu lebih besar, yang diikuti oleh penyidik TPPU dan kemudian
penuntut umum. Jadi dapat kita lihat bahwa di dalam beberapa apa lembaga
APGAKUM yang memiliki sistem reward masih sedikit. Kemudian di dalam
pertanyaan apakah memiliki sistem pengendalian internal terhadap unit yang
melakukan penanganan perkara TPPU yang menyatakan iya ini cukup besar
sementara pada tataran yang menyatakan tidak memiliki sistem pengendalian,
yang paling tinggi adalah pada sektor kehakiman atau Hakim yaitu sebesar 56,9%,
dan pada penyidik TPPU sebesar 35,71%. Dalam pertanyaan apakah pernah
ditemukan pelanggaran kode etik oleh aparat penegak hukum, di sini dapat kita
lihat bahwa yang menyatakan tidak pernah ini cukup tinggi, baik itu hakim,
penuntut umum maupun penyidik TPPU menyatakan tidak pernah menemukan
pelanggaran kode etik oleh PH. Sementara yang pernah menemukan itu hanya
sedikit sekali. Di dalam dukungan sistem informasi tersebut tersebut berupa akses
terhadap informasi dukcapil kemudian registrasi nomor telepon, sisminbakum, DJP,
AMC dan juga CMS ini dinyatakan cukup optimal dan tidak optimal, ini cukup ini apa
kalau dilihat komposisinya, dari hal sangat optimal justru lebih rendah
dibandingkan yang cukup optimistal dengan yang apa tidak optimal, justru mungkin
kalau dilihat dari data ini, apa antara tidak optimal dengan cukup optimalnya ini
hampir setengahnya.

....................................................................................................................

Anda mungkin juga menyukai