FGD - 22 Oktober 2020 (Sesi Pagi)
FGD - 22 Oktober 2020 (Sesi Pagi)
1. Selamat pagi mohon izin Bapak Ibu peserta FGD yang kami hormati, sebelum
memulai acara FGD pada hari ini yaitu mengenai analisis tingkat kerentanan bagi
pihak aparat penegak hukum dan juga LPP, izinkan kami untuk menjelaskan sedikit
laporan mengenai hasil diskusi yang telah kami lakukan kemarin dengan
narasumber yaitu para pihak pelapor. Kemarin kami sudah melaksanakan diskusi
dengan rentang waktu yang sama dari pagi hingga sore hari dan berikut adalah
beberapa summary atau kesimpulan sementara dari hasil diskusi yang kita lakukan
kemarin. Terdapat 4 poin yang kami dijadikan fokus dalam diskusi kemarin yaitu
yang pertama mengenai tingkat kerentanan pihak pelapor berdasarkan penerapan
program APUPPT yang ada di perusahaan, dalam hal ini adalah pihak pelapor yang
terdiri dari PJK bank dan PJK non bank dan juga profesi serta penyedia jasa
keuangan. Kemudian yang kedua adalah tingkat kerentanan pihak pelapor
berdasarkan kemampuan deteksi indikasi TPPU, TPPT dan PPSPM. Kemudian yang
ketiga terkait tingkat kerentanan pihak pelapor yang didasarkan pada satu, profil
pengguna jasa dan dua, produk dan layanan pihak pelapor. Serta yang keempat
adalah saran dan masukan dari pihak pelapor yang harapannya nantinya dapat
digunakan untuk memperkuat sinergi antar para pemangku kepentingan yang
terkait.
2. Yang pertama mengenai tingkat kerentanan pihak pelapor berdasarkan penerapan
program APUPPT setelah dilakukan diskusi kemarin, terdapat tiga secara umum
klasifikasi yang dapat kami dapatkan dari pihak pelapor. Jika diambil secara umum
khususnya PJK Bank telah menerapkan sistem APUPPT dengan optimal berdasarkan
lima pilar program APUPPT yang berbasis risiko. Saat kami lakukan klasifikasi dan
diskusi, terdapat tiga poin penting yang kami dapatkan yaitu yang pertama, dari
seluruh pihak pelapor yang kemarin hadir dalam FGD yang pertama mereka sudah
memiliki program APUPPT berbasis risiko dan sudah menerapkan secara optimal
dan efektif. Yang kedua adalah mereka sudah memiliki program APUPPT namun
belum berbasis risiko dan belum menerapkan secara optimal dan efektif. Dan yang
ketiga adalah mereka belum memiliki program APUPPT sama sekali.
3. Kemudian ini adalah beberapa masalah yang ditemui, masalah ini merujuk pada
masalah terkini yang ditemui oleh pihak pelapor. Yang pertama adalah pihak
pelapor mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi modus dan pelaku pada tindak
pidana asal narkoba untuk TPPU dan tindakan yang mengarah pada pendanaan
terorisme untuk TPPT. Saat ini, informasi yang didapat, mohon maaf sedikit
kesalahan teknis. Beberapa masalah yang ditemui yang pertama tadi kesulitan
untuk mengidentifikasi modus dan pelaku pada tindak pidana asal narkoba untuk
TPPU dan tindakan yang mengarah pada pendanaan terorisme untuk kasus TPPT,
karena saat ini informasi yang didapat biasanya hanya berasal dari APGAKUM dan
media, jadi banyak kasus yang ditemukan bahwa mereka mendapatkan informasi
dari media terlebih dahulu, baru mereka melakukan investigasi lebih lanjut.
4. Yang kedua terkait identifikasi PEP atau politically exposed person atau mereka
yang dipercaya memiliki jabatan publik dan memiliki peluang atau potensi untuk
terlibat dalam tindak pidana asal yang merujuk kepada TPPU dan hanya bisa
dilakukan sampai ke level keluarga. Dalam artian mengidentifikasian PEP ini hanya
bisa dilakukan hingga level istri anak, tapi tidak bisa menyentuh level lain seperti
supir, pembantu, dan orang-orang di sekitar PEP tersebut. Yang ketiga, pada
asuransi pernah ditemui terdapat suatu perusahaan yang mereka mengasuransikan
banyak karyawannya namun tidak bisa dilakukan proses verifikasi karena tidak ada
dokumen seperti KTP.
5. Kemudian yang selanjutnya tren saat ini adalah melalui program crowdfunding
yaitu pengumpulan dana secara massal, secara besar dan utamanya dilakukan di
masa pandemi karena adanya suatu bencana atau tragedi kemanusiaan.
Berdasarkan hasil FGD kemarin ada beberapa pihak pelapor yang menyatakan
bahwa mereka pernah menemukan kasus yang di mana ada yayasan yang
memanfaatkan momen ini untuk mengumpulkan uang melalui transfer dari
rekening masyarakat dan melakukan pengumpulan tersebut melalui sosial media.
Tapi saat di cek oleh PPATK ternyata perusahaan tersebut ternyata tidak nyata atau
tidak riil. Kemudian yang selanjutnya adalah hal penting yang perlu digarisbawahi
adalah perlu adanya komitmen yang kuat serta keseriusan dari direksi dan
komisaris atau kita bilang top leader, serta diperlukan kapabilitas SDM yang
mumpuni dalam mendukung efektivitas kebijakan dan prosedur di sekitar
penerapan APUPPT. Kemudian selanjutnya juga di dapatkan poin penting bahwa
pihak pelapor agar tidak saja bertindak proaktif dalam hal ini selama ini mungkin
sudah dilakukan upaya upaya mitigasi dan tindakan yang proaktif namun juga
harus reaktif. Yang berarti harus menyikapi segala tindakan yang mengarah kepada
TPPU dan TPPT. Misalnya ada DTTOT atau daftar terduga teroris dan organisasi
teroris yang membeli sukuk atau saham maka agar segera dapat dilaporkan.
Selanjutnya, pada dasarnya PJK bank, non bank dan PBJ serta profesi memiliki
tingkat kerumitan transaksi yang berbeda, namun semuanya memiliki potensi
risiko. Untuk itu selalu dilakukan CDD atau customer due diligence dan EDD
enhance due diligence yang EDD ini levelnya lebih advance untuk melakukan upaya
due diligence kepada customer sebagai upaya awal untuk memitigasi. Selanjutnya
terkait dengan ancaman luar negeri seperti money laundering offshore dan foreign
predicated crime yang juga trennya naik, pihak pelapor menerapkan due diligence
di awal, namun jika nasabah berisiko tinggi maka dilakukan tahap yang lebih tinggi
yaitu EDD atau enhance due diligence.
6. Selanjutnya kalau kita lihat dari tingkat kerentanannya berdasarkan 1 profil
pengguna dan produk dan layanan, temuan terkini yang kami temukan dari FGD
kemarin adalah yang pertama, terjadinya tren pelaporan LTKM jadi tren ini sedikit
naik selama Covid untuk kasus seperti penipuan, korupsi dan terorisme. Kemudian
selanjutnya, terjadi peningkatan kasus penipuan cross-border semacam social
engineering dengan korban di luar negeri. Respon yang dilakukan oleh PJK adalah
menambah mitigasi terkait alat yang bersifat cross-border dengan menggunakan
sistem untuk identifikasi pola-pola rekening, seperti untuk melacak, menambah alat
untuk transaksi incoming dari luar negeri. Yang ketiga, yang saat ini juga menjadi
pola-pola apa ancaman terbaru, yaitu yang akan menimbulkan kerentanan bagi
pihak pelapor, yaitu terkait proses penggunaan jasa adalah peningkatan yang
berdasarkan digital product. Digital product ini adalah produk yang tergolong baru
tapi sudah banyak dilaporkan bahwa banyak kasus yang terkait dengan digital
produk, misalnya yang kita temukan adalah banyak nasabah melakukan
pembukaan rekening secara online yang mayoritas berdasarkan temuan kemarin
adalah ibu rumah tangga dan mahasiswa, kemudian susah untuk melakukan
pelacakan secara langsung atau verifikasi identitas karena tidak ada cabang
penyedia jasa keuangan terdekat untuk melakukan verifikasi. Jadi biasanya
pemasarannya dilakukan secara organik dan mereka tidak memiliki kantor cabang
yang fisik untuk bisa dilakukan penelusuran secara langsung. Kemudian keempat
adalah temuan laporan transaksi keuangan mencurigakan cross-border yang tidak
dilakukan section countries berdasarkan Dewan Keamanan PBB, ada list negara-
negaranya, misalnya kalau kita lihat ada Iran dan Korea Utara, namun mereka
melakukannya dengan negara-negara berdekatan, misalnya kita temui di Dubai
atau United Arab Emirates yang berbatasan dengan Iran, sehingga ini menjadi hak
bagi atau titik penghubung bagi TPPU, sehingga juga berpotensi menjadi ancaman.
Selanjutnya beberapa PJK memiliki consideration atau pertimbangan yang berbeda
dalam mengklasifikasikan customer ke dalam high risk. Ada yang mereka memilih
jika masuk dari negara high risk maka otomatis menjadi high risk customer, lalu
akan di generalisir berdasarkan produk dan yang digunakan dan lokasi transaksi.
Jika salah satu item high risk, maka akan otomatis menjadi high risk customer. Dan
yang ketiga, jika masuk parameter berisiko tinggi maka akan dikategorikan sebagai
high risk sehingga dilakukan enhance due diligence. Jadi ada bermacam-macam
pertimbangan yang dilakukan PJK dalam melakukan klasifikasi, list mana saja dari
customer yang masuk ke dalam high risk list. Kemudian beberapa PJK juga
menambah rules di aplikasi sistem untuk identifikasi kasus yang terjadi selama
Covid. Jadi yang terjadi sama Covid ini, banyak tren baru yang mungkin tidak
pernah muncul sebelumnya dan ini patut untuk kita waspadai bersama, misalnya
penambahan kategori baru seperti PEP yang terdiri dari pejabat pemerintahan,
tokoh publik, dan lain-lain untuk melakukan deteksi terhadap indikasi penipuan
sama pandemi. Kemudian ada beberapa PJK bank juga memiliki internal list bagi
yang pernah melakukan penipuan maka akan ada prosedur untuk mengecek daftar
blacklist tersebut, jadi akan dilakukan proses verifikasi lebih lanjut.
7. Yang ketiga poin ke-3 adalah tentang tingkat kerentanan pihak pelapor
berdasarkan kemampuan deteksi indikasi, jadi ini adalah beberapa poin yang kita
temukan dari FGD lalu juga, terkait tentang kemampuan deteksi indikasi yang
dimiliki oleh pihak pelapor. Yang pertama, pihak perbankan memiliki kesulitan
dalam pendeteksian TPPU dan TPPT dalam transaksi yang terjadi. Hal ini bisa
karena masalah teknis atau masalah efektivitas APUPPT yang diterapkan di
perusahaan tersebut. Kemudian dibutuhkan adanya data yang dapat menjadi
rujukan dalam penentuan high risk profile, ini terkait data, pemutahiran data atau
keterkinian data yang dimiliki oleh pihak pelapor, kemudian adanya kesulitan dalam
mendapatkan data atas profil-profil yang dibutuhkan karena kurangnya
keterbukaan informasi. Dalam hal ini merujuk kepada sinergi atau kerjasama atau
willingness dari masing-masing stakeholder untuk saling terbuka informasi, dalam
artian bisa mengenai high risk profile mengenai tipologi dan lain sebagainya, jadi
diperlukan keterbukaan informasi dalam hal ini. Kemudian selanjutnya adalah
lemahnya pengawasan terhadap keadilan atau kemitraan yang dapat digunakan
untuk pelaksanaan transaksi anomali, khususnya di bidang narkotika, selanjutnya
masih banyak juga ditemui saat FGD kemarin bahwa kita temukan bahwa banyak
pihak pelapor yang menyatakan bahwa mereka menemukan praktik penggunaan
jual beli akun rekening, dan dalam pendeteksian perusahaan melakukan tindakan
mitigasi secara mandiri tanpa adanya guidance atau arahan petunjuk untuk
mendapatkan data profil nasabah yang benar. Kemudian selanjutnya dalam hal
beneficial owner atau penerima manfaat, kesulitan ada pada struktur kepemilikan,
sehingga diperlukan adanya regulasi yang mengatur besaran kepemilikan beneficial
owner dalam struktur kepemilikan. Selanjutnya dalam hal mengenali politically
exposed person dibutuhkan adanya integrasi dengan sistem lain, dalam hal ini tidak
bisa dilakukan secara sendiri oleh misalnya suatu institusi tapi dibutuhkan juga
integrasi dengan pihak lain, dalam hal ini bisa kita lihat seperti dengan APGAKUM
dan juga dengan LPP.
8. Berikut kita masuk ke bagian terakhir mengenai saran dan masukan yang kita
sarikan, kita dapatkan dari pihak pelapor, berdasarkan diskusi kemarin. Yang
pertama, pihak pelapor menyatakan bahwa diperlukan teknik dan atau parameter-
parameter yang jelas, agar dapat digunakan oleh mereka dalam hal ini pihak
pelapor untuk mengidentifikasi berbagai jenis tindak pidana asal yang berpotensi
mengarah pada TPPU dan TPPT. Poin yang kedua, diperlukan adanya koordinasi dan
komunikasi yang efektif antara aparat penegak hukum dan PJKK khususnya dalam
memastikan kualitas informasi yang didapatkan, kualitas dalam artian informasi ini
harus terbaru, harus valid dan juga bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Yang ketiga adalah terkait realisasi MLA diharapkan agar Indonesia memiliki
manajemen data yang efektif sehingga dapat mempermudah pertukaran informasi
dengan negara lain. Saat ini tidak semua negara di dunia ini yang atau Indonesia
tidak belum memiliki kerjasama dengan seluruh negara di dunia, dengan list
beberapa negara yang sudah dimiliki, misalnya dengan Swiss, ada beberapa hasil
yang telah didapatkan dan diharapkan realisasi MLA ini akan mempermudah
pertukaran informasi dengan negara lain, kaitannya dengan upaya pemberantasan
TPPU dan TPPT. Selanjutnya nomor 4, diharapkan adanya pelatihan dari PPATK
untuk mendukung peningkatan kapabilitas SDM bagi pihak pelapor, untuk dapat
mengenali TKM terkait TPPT atau transaksi keuangan mencurigakan yang terkait
dengan tindak pidana pemberantasan terorisme. Selanjutnya yang kelima, saran
dan masukan adalah perlunya playing field yang sama karena kerentanan bank
dalam efektivitas payment gateway. Kemudian yang ke-6 perlunya meningkatkan
SDM dalam pemahaman APUPPT, dengan perkembangan perusahaan fintech, ini
era baru yang juga memiliki potensi kerentanan yang juga perlu untuk
dipertimbangkan secara matang mitigasinya. Kemudian yang ketujuh diperlukan
FGD secara reguler, untuk membahas tren-tren yang terjadi, tren yang terkini juga
pasti membutuhkan respon yang mungkin berbeda dengan tren-tren yang sudah
terjadi di masa lampau. Yang ke-8 adalah OJK dan PPATK diharapkan agar lebih
erat dalam memberikan guidance kepada pihak industri. Demikian wrap up dari
pertemuan FGD hari pertama yang melibatkan pihak pelapor, mengenai analisis
tingkat kerentanan yang sudah dilakukan kemarin. Terima kasih atas perhatiannya,
dan saya kembalikan kepada MC.
....................................................................................................................