Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
2041312021
i
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohiim,
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
Sp.Kep.An dan ibu Dr, Ns. Meri Neherta, S.Kep, M.Biomed selaku dosen
pembimbing pada kelompok C pada sikulus Keperawatan Anak ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman – teman sejawat yang berada pada
ini. Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis
harapkan demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar...............................................................................................ii
Daftar Isi..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................3
C. Tujuan...................................................................................................3
D. Manfaat.................................................................................................3
A. Kasus.....................................................................................................47
B. Pengkajian.............................................................................................54
C. Diagnosa keperawatan (NANDA), DO dan DS...................................57
D. Intervensi Keperawatan (NOC-NIC)....................................................57
E. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.............................................58
BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................62
A. Pengkajian.............................................................................................62
B. Diagnosa...............................................................................................63
C. Intervensi..............................................................................................66
D. Implementasi.........................................................................................66
E. Evaluasi.................................................................................................66
BAB V PENUTUP..........................................................................................68
A. Kesimpulan...........................................................................................68
B. Saran.....................................................................................................69
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 70
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Diare merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyebabkan kematian pada
bayi dan anak balita (Kemenkes RI, 2015). Diare adalah buang air besar sebanyak
tiga kali atau lebih dalam satu hari dengan konsistensi cair (Brandt, et al, 2015). Diare
Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2015, angka
kematian akibat diare pada balita di Nigeria dan India sebanyak 42% dan angka
kesakitan balita dengan diare sebanyak 39%. Menurut WHO, Penyakit diare adalah
penyebab utama kematian kedua pada anak di bawah lima tahun, dan bertanggung
jawab untuk membunuh sekitar 525.000 anak setiap tahun. Penyakit diare adalah
penyebab utama kematian anak dan morbiditas di dunia, dan sebagian besar hasil dari
makanan dan sumber air yang terkontaminasi. Di seluruh dunia, 780 juta orang tidak
memiliki akses ke air minum yang lebih baik dan 2,5 miliar tidak memiliki sanitasi
yang lebih baik. Diare akibat infeksi tersebar luas di seluruh negara berkembang
(WHO, 2017). Mayoritas kematian ini 15% disebabkan oleh pneumonia diikuti
akibat diare di Nigeria adalah sekitar 151, 700–175.000 per tahun (Dairo dalam
Omele, 2019).
endemis dan juga merupakan penyakit yang berpotensi Kejadian Luar Biasa (KLB)
1
disertai dengan kematian. Pada tahun 2018 terjadi 10 kali KLB yang tersebar di 8
provinsi, 8 kabupaten/kota dengan jumlah penderita 756 orang dan kematian 36 orang
(CFR 4,76%). Angka kematian (CFR) diharapkan <1%, saat KLB angka CFR masih
cukup tinggi (>1%), sedangkan pada tahun 2018 CFR Diare mengalami peningkatan
Berdasarkan Survey morbiditas diare pada tahun 2014 insiden diare pada balita
yaitu 27%, dan tahun 2016 diperkirakan jumlah penderita sebanyak 46,4%
(Kementerian kesehatan Republik Indonesia, 2016). Target SDGs pada tahun 2030
mengakhiri kematian bayi dan balita dengan upaya mengurangi angka kematian bayi
dengan 12/1000 kelahiran hidup dan angka kematian anak bawah lima tahun 25/1000
Menurut Brandt et al (2015), penyebab diare yaitu faktor Infeksi (Bakteri, virus,
karbohidrat, lemak dan protein, faktor makanan seperti makanan basi, beracun, alergi
terhadap makanan, faktor psikologis seperti cemas, takut dan terkejut. Penyebab lain
dari diare adalah rotavirus, kualitas air minum, kebersihan dan sanitasi (Gul R,
Hussain, Ali W,et al, 2017). Diare berdampak buruk jika tidak diatasi. Apabila diare
tidak teratasi, maka dapat menimbulkan kejang, gangguan irama jantung sampai
2
B. Rumusan Masalah
diagnosa dan intervensi keperawatan yang tepat pada klien dengan diare
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zatzat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
4
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan
yaitu :
1. Mulut
Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan
masuk untuk system pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam dari
mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa
asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung,
terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan
bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah
2. Tenggorokan (Faring)
Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang
5
infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang
Tekak terdiri dari bagian superior yaitu bagian yang sama tinggi dengan
hidung, bagian media yaitu bagian yang sama tinggi dengan mulut dan
bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian
orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah. Bagian inferior
3. Kerongkongan (Esofagus)
peristaltik.
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut
(sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran otot rangka
dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
6
4. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga
3 zat penting yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan prekusor pepsin (enzim
kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida menciptakan suasana yang
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena
porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air
protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa
lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
7
(duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). a. Usus
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus,
dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum treitz. Usus dua
seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal
berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara
makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian
sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika
mengalirkan makanan.
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara
usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada
manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 12 meter
8
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus
kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar
yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan
untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan
terjadilah diare.
9
7. Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai
tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika
kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi
tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan
terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,
tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian
lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter.
Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) yang
10
B. Definisi
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan
lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau
dapat bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 2002). Diare adalah peningkatan
frekuensi atau penurunan konsistensi feses, diare pada anak dapat bersifat akut atau
Diare merupakan buang air besar encer lebih dari 3 x sehari dan diare terbagi 2
berdasarkan mula dan lamanya, yakni diare akut dan kronis (WHO, 2015). Menurut
Brunner & Suddarth (2014), diare yaitu kondisi peningkatan frekwensi defekasi
(lebih dari 3 kali sehari), peningkatan jumlah feses (lebih dari 200 g per hari) dan
perubahan konsistensi (cair). Diare adalah gangguan buang air besar/BAB ditandai
dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai
pasien mengalami kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinja dengan frekuensi
buang air besar lebih dari empat kali pada bayi dan lebih dari tiga kali pada anak
dengan konsistensi feses cair, dapat berwarna hijau bercampur lendir atau darah, atau
lendir saja.
11
1. Diare akut: diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari (umumnya
3. Diare persisten; diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari secara
terus - menerus
4. Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan
persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi
a. Diare Akut
Diare akut merupakan penyebab utama keadaan sakit pada anak-anak
dan balita. Diare akut adalah keadaan peningkatan dan perubahan tiba-
dalam traktus GI. Keadaan ini dapat menyertai infeksi saluran napas
kurang dari 14 hari) dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika
b. Diare Kronik
kandungan air dalam feses dengan lamanya sakit lebih dari 14 hari.
12
Kerap kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom
C. Etiologi
Menurut A. Aziz (2007), Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor,
yaitu :
a. Faktor infeksi
usus dan merusak sel mukosa intestinal yang dapat menurunkan daerah
mukosa mengalami iritasi dan akhirnya sekresi cairan dan elektrolit akan
meningkat.
13
3) Infeksi virus: oleh virus Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie
b. Faktor malabsorbsi
2. Malabsorbsi lemak.
3. Malabsorbsi protein.
c. Faktor makanan
14
Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik
d. Faktor psikologis
e. Faktor imunodefisiensi
D. Patofisiologi
Mekanisme dasar penyebab diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat
terdapatnya makanan atau zat yang tidak bisa diserap akan mengakibatkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus
terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya
diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Ketiga gangguan
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga terjadi diare sebaliknya bila
15
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang
selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. Selain itu diare juga terjadi, akibat
mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang kemudian
E. Manifestasi Klinis
Nelwan (2014) menyebutkan tanda dan gejala yang dapat dijumpai pada
- Mata cekung
- Nyeri perut
1. Diare akut
16
- Onset yang tak terduga dari buang air besar encer, gas-gas dalam perut,
- Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut
- Demam
2. Diare kronik
F. Pemeriksaan Diagnostik
b. Pemeriksaan darah rutin, LED (laju endap darah), atau CPR (C-reactive
17
protein) untuk memberikan informasi mengenai tanda infeksi atau
inflamasi.
H. Komplikasi
2. Renjatan hipovolemik.
4. Hipoglikemia.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan.
G.Penatalaksanaan
18
1. Penatalaksanaan Medis
perlu diperhatikan:
isotonic, infuse RL
dikeluarkan.
a). Cairan per oral, pada pasien dehidrasi ringan dan sedang cairan
19
Identifikasi penyebab diare. Terapi sistemik seperti pemberian
obat anti diare, obat anti mortilitas dan sekresi usus, antimetik.
b. Pengobatan dieretic
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg jenis makanan: susu (ASI atau susu formula yang
atau makan padat (nasi tim), bila anak tidak mau minum susu karena
2. Penatalaksanaan keperawatan
tidak ada oralit dapat diberikan larutan garam dan 1 gelas air
matang yang agak dingin dilarutkan dalam satu sendok teh gula
pasir dan 1 jumput garam dapur. Jika anak terus muntah tidak
cairan per oral tidak dapat dilakukan, dipasang infuse dengan cairan
20
Ringer Laktat (RL) atau cairan lain (atas persetujuan dokter). Yang
mengatasi dehidrasi.
(1) Jumlah tetesan per menit dikali 60, dibagi 15/20 (sesuai set
(4) Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk
berikut:
1. Rencana terapi A
21
Penanganan diare rumah, dengan menjelaskan pada ibu tentang 4
pemberian.
b). Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau air
kepada ibu beberapa banyak oralit atau caian lain yang harus
22
Katakan kepada ibu:
mangkuk/cairan/gelas.
lebih lambat.
2. Rencana terapi B
23
Tabel 2.2 Pemberian Oralit (Sumber: MTBS, 2015)
h
a). Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama
1). Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak dari pedoman
diatas.
2). Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, berikan
2). Jika anak muntah, tunggu 10 menit . Kemudian berikan lagi lebih
lambat.
24
d). Setelah 3 jam
bungkus lagi
4). Jelas 4 aturan perawatan diare dirumah (lihat rencana terapi A).
3. Rencana terapi C
ml/kg cairan Ringer Laktat atau jika tersedia, gunakan cairan NaCl
25
Tabel 1.3 Pemberian cairan (Sumber: MTBS, 2015)
Pemberian Pemberian
Umur Pertama 30 mg Berikut 70 mg ml/kg
ml/kg selama selama
Bayi(dibawah umur 1 jam 5 jam
12 bulan)
Anak 3 menit 2 jam
b. Ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangatlah lemah atau tidak teraba
biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri juga
tablet Zinc.
melanjutkan pengobatan.
menit).
f. Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukan
26
g. Jika perawat sudah terlatih mengunakan pipa orogastik untuk
120 ml/kg).
1). Jika anak muntah terus atau perut makin kembung, beri
melanjutkan pengobatan.
hari
1). Larutan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok teh
27
2). Apabila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemebrian
penuh.
sebagai salah satu terapi suportif diare akut. Hal ini berdasarkan
28
mendasari terjadinya diare. Probiotik aman dan efetif dalam
6. Kebutuhan nutrisi
makan bubur tanpa sayuran pada saat masih diare, dan minum teh.
29
J. WOC Diare
30
H. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
2. Keluhan Utama
Biasanya BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau
lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran
: 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari
31
Biasanya Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa,
porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan
cuci tangan,
a. Pertumbuhan
32
Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan
b. Perkembangan
9. Pemeriksaan Fisik
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak
normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi
33
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan
kemudian menerima
a. Laboratorium
a. Rehidrasi
34
Jenis cairan
Cairan I : RL dan NS
D5 : RL = 4 : 1 + KCL
Jalan pemberian
35
1) Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat
BB (kg) x 50 cc
atau
5 tetes/kg/mnt
c. Terapi
d. Dietetik
1) Umur > 1 tahun dengan BB>7 kg, makanan padat / makanan cair
atau susu
2) Dalam keadaan malbasorbsi berat serta alergi protein susu sapi dapat
e. Supportif
36
C. Diagnosa Keperawatan
45
Implementasi Keperawatan
keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat serta bukan atas petunjuk
keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi segala kriteria hasil apakah sudah tercapai atau belum tercapai dengan
melaksanakan intervensi. Apabila criteria hasil telah tercapai maka pasien akan
mampu beraktivitas secara normal dan mandiri, tanda-tanda vital berada dalam
rentang normal, tidak ada tanda dan gejala penyakit yang mengarah pada kondisi
yang lebih berat, pasien merasa aman dan nyaman serta pasien dan keluarga
46
BAB III
I. IDENTITAS DATA
Nama Anak : An. U BB/TB : 21kg / 128cm
TTL/ Usia : Pasaman Baru, 17 Agustus 2011/9 tahun, 3 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan Anak : Sekolah Dasar
Anak ke :3
Nama Ibu : Ny. S
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
Alamat : Pasaman Baru
Diagnosis Medis : Diare
Ibu mengatakan An. U dapat bersosialisasi dan bergaul serta bermain dengan teman sebaya di
lingkungan sekitar rumahnya. An. U sudah mampu melakukan pekerjaan rumah secara mandiri
seperti menyapu rumah, membersihkan kamar, dan membereskan mainannya sendiri.
• Motorik kasar :
An. U dapat menari, bermain sepeda dan lompat tali.
• Motorik halus :
An. U sudah mampu menggambar, mengarang, menghasilkan bentuk dari kertas origami.
• Kognitif dan bahasa :
An. U sangat aktif dalam bertanya, lebih focus dan gemar pada membaca dan menghafal. Saat
48
membicarakan atau menggambarkan sesuatu An. U sudah mulai lebih ekspresif dengan
menggunakan bahasa tubuh ataupun ekspresi muka.
• Psikososial :
Ibu mengatakan An. U dapat bekerja sama dengan teman-temannya, dan lebih banyak menghabiskan
waktu bermain dengan teman-tamnnya serta lebih mendengarkan saran dari teman-temannya
dibandingkan orang tuanya.
50
12. Abdomen
a. Inspeksi : tidak tidak membuncit, warna kulit pucat, lesi (-)
b. Palpasi : terdapat nyeri tekan pada perut, edema (-)
c. Perkusi : suara timpani, dan pekak pada bagian liver
d. Auskultasi : bising usus 20x/menit
13. Punggung : Bentuk : simetris, pengembangan simetris kiri dan kanan
14. Ekstremitas :
Kekuatan dan tonus otot : 555 555
555 555
Refleks-refleks :
a. Atas : edema (-), lesi (-), CRT <2 detik, akral hangat,namun sedikit pucat
b. Bawah : edema (-), lesi (-), CRT <2 detik, akral teraba hangat
15. Genitalia : tidak diperiksa
16. Kulit:
Warna : sedikit pucat Tugor sedikit kering Integritas kering Elastisitas: tidak elastis
17. Pemeriksaan neurologis :
Berkaitan dengan kasus seperti meningitis, kejang dll : tidak ada riwayat kejang
X. PEMERIKSAAN PERTUMBUHAN
- STATUS GIZI (terlampir)
BB = 21 kg
TB = 128 cm
Menurut Erickson tahap perkembangan pskososial pada anak usia 6-12 tahun adalah Industry vs
51
Inferiority, di mana anak akan semakin membandingkan dirinya dengan orang lain terutama dengan
teman sebayanya dan lebih mementingkan hubungan pertemanan serta anak lebih memperkuat
posisinya di dalam hubungan pertemananya. Pada An. U ditemukan bahwa anak lebih banyak
menghabiskan waktu bermain dengan teman-teman sebayanya dan lebih mendengarkan saran dari
teman-temannya. Perkembangan anak sesuai dengan usia tumbuh kembangnya (motoric kasar, motoric
halus, berbicara dan personal sosial). Dalam hal perkembangan dimana anak tidak kehilangan masa
tumbuh kembang baik secara psikis maupun sosial perkembangan nya dengan teman sebaya.
Perkembangan fisiknya juga tidak terhambat walaupun dengan penyakit yang diderita anak.
57
E. XX. CAPAIAN PERKEMBANGAN
No Paraf
Hari/Tanggal, Implementasi Evaluasi
Dx. Perawat
Jam
I Jumat, 20-11- - Memonitor tanda dan gejala S : Klien mengatakan perutnya Anggita
2020 diare. masih sakit, Ibu mengatakan
Jam 10.00 WIB anak masih mencret, BAB 4x
- Mengidentifikasi factor
sehari dengan konsistensi cair, ibu
penyebab diare
mengatakan anak makan bakso
- Mengobservasi turgor kulit
bakar dan minuman warung yang
- Mengintruksikan klien atau
lebih banyak dibandingkan hari
ibu untuk mencatat warna,
biasanya,ibu mengatakan anak
volume, frekuensi dan
masih lemas dan belum nafsu
konsistensi feses.
makan
- Mengajarkan ibu penggunaan
O : bertanya kepada ibu
obat anti diare (oralit).
bagaaimana kondisi anak,
- Menganjurkan ibu untuk
mengidentifikasi faktor penyebab
memperhatikan
diare anak adalah berasal dari
kebersihan makanan yang
makanan yang tidak seperti
dikonsumsi anak.
biasanya dimakan oleh anak,
meminta ibu untuk mencatat
warna, banyaknya anak ke WC,
dan feses anak, mengajarkan ibu
tentang pembuatan orait (4-5
bungkus oralit selama 4 jam, 1
bungkus oralit = 1 gelas 200 ml),
Mukosa bibir kering, Turgor kulit
sedang, Bising usu hiperaktif (+)
A : masalah belum teratasi
P:intervensi dilanjutkan dengan
management diare dan pantau
pola defekasi.
2 Jumat, 20-11- - Memonitor status hidrasi S : Klien mengatakan masih Anggita
2020 (kelembapan mukosa, kurang nafsu makan, Ibu
Jam 11.30 WIB frekuensi nadi dan mengatakan anak minum ± 5- 6
pernapasan) gelas/hari, Ibu mengatakan anak
- Memonitor intake dan output tidak ada muntah, ibu mengatakan
cairan anak masih lemas.
- Menganjurkan ibu untuk O : Mukosa bibir kering dilihat
selalu meningkatkan asupan pada bibir anak, TTV N=108
cairan dan makanan pada x/menit dengan meraba pada arteri
anak radialis, RR=24x/menit dihitung
- Menganjurkan ibu untuk selama 1menit, menghitung
memberika anak makanan jumlah minum anak dan asupan
ringan. yang lainnya serta mencatat
- Menganjurkan ibu untuk frekuensi anak BAB,
memberikan anak makanan menganjurkan ibu untuk
dalam porsi kecil dan lebih meningkatkan asupan cairan
sering serta tingkatkan porsi dengan memberikan anak lebih
58
secara bertahap. sering minum dan makan dengan
porsi setengah dari biasanya
namun sering serta makanan
ringan seperti biskuit
A : masalah mulai teratasi
P : intervensi dilanjutkan
dengan manajemen cairan dan
pantau intake output makanan
dan cairan pada anak
3 Jumat, 20-11- - Mengidentifikasi S : Ibu mengatakan sudah paham Anggita
2020 pengetahuan kesehatan dan mengenai penyebab diare pada
Jam 16.00 WIB gaya hidup perilaku pada anaknya.
klien dan keluarga. O : memberitahu ibu tentang gaya
- Menyampaikan kepada ibu hidup yang sebaiknya dilakukan
mengenai kondisi anak secara di rumah (menjelaskan phbs),
tepat. menyampaikan kepadaibu tentang
- Menjelaskan kepada ibu kondisi anak mengalami penyakit
mengenai penyebab anak diare yang disebabkan makanan
diare. yang tidak biasa dimakan anak
- Menjelaskan kepada ibu dan kurag bersihnya jajanan di
mengenai tanda gan gejala luar rumah, menjelaskan tanda
diare pada anak. dan gejala yang dialami anak
- Memberikan informasi (sakitperut, mencret, tidak nafsu
kepada ibu cara menangani makan, dan nyeri pada
anak diare. perut)merupakan respon dari
- Mendiskusikan perubahan penyakit, menjelaskan
gaya hidup yang diperlukan penanganan diare pada ibu (anak
untuk mencegah komplikasi harus dibawa ke pelayanan
penyakit kesehatan apabila anak tidak
yang lebih parah. sadar, tidak bisa minum atau
malas minum; apabila anak masih
dapat minum dan masih sadar
maka berikan anak oralit),
menjelaskan pada ibu untuk
mengontrol makanan yang
dimakan anak untuk mencegah
kejadian terulang, Ibu dapat
menyebutkan penyebab diare,
tanda dan gejala diare serta
cara menangani diare dengan
tepat, Ibu tampak focus dan
antusias selama Diskusi
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan dengan
pemantauan kondisi anak dan
diskusikan perubahan gaya
hidup yang sehat.
1 Sabtu, 21-11- - Memonitor tanda dan gejala S : Klien mengatakan perutnya Anggita
2020 diare. masih terasa sedikit sakit, Ibu
Jam 07.00 WIB mengatakan diare anak sudah
59
mulai berkurang, BAB 3x sehari
- Mengobservasi turgor kulit
dengan konsistensi cair.
- Mengevaluasi intake
O : menjelaskan kepada inu untuk
makanan yang masuk pada
memantau anak dan
anak
memberikanoralit jika masih
mencret, Mukosa bibir lembab,
Turgor kulit sedang, Bising usus
normal
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan dengan
management diare dan pantau
pola defekasi klien.
2 Sabtu, 21-11- - Memonitor status hidrasi S : Klien mengatakan masih Anggita
2020 (kelembapan mukosa, kurang nafsu makan, Ibu
Jam 07.15 WIB frekuensi nadi dan mengatakan anak minum ± 7-8
pernapasan) gelas/hari, Ibu mengatakan anak
- Memonitor intake dan output sudah mulai minum banyak
cairan namun masih sedikit makan.
O : Mukosa bibir lembab, TTV :
N=87x/menit, RR=21x/menit,
Konjungtiva anemis (+/+)
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan dengan
manajemen cairan dan pantau
intake output makanan dan
cairan pada anak.
3 Sabtu, 21-11- - Memberikan informasi S : Ibu mengatakan sudah paham Anggita
2020 kepada ibu cara mencegah mengenai cara mencegah diare
Jam 07.30 WIB diare pada anak. pada anak dan cara mencuci
- ibu dan anak cara mencuci tangan.
tangan yang baik dan benar. O : menjelaskan teknik mencuci
- Mengajurkan ibu untuk tangan kepada ibu dan anak (6
menerapkan PHBS pada langkah cuci tangan
keluarga dan lingkungan menggunakan sabun dan air
sekitar rumah. mengalir), menjelaskan kepada
ibu tentang PHBS, Ibu dapat
menyebutkan cara mencegah
diare dengan benar, Ibu dan anak
dapat mempraktikan cara mencuci
tangan yang baik dan benar.
A : masalah teratasi
P : intervensi tidak dilanjutkan
1 Minggu, 21-11- - Memonitor tanda dan gejala S : Klien mengatakan sakit Anggita
2020 diare. perutnya sudah mulai berkurang,
Jam 13.00 WIB Ibu mengatakan diare anak sudah
- Mengobservasi turgor kulit
mulai berkurang, BAB 2x sehari
Mengintruksikan klien
dengan konsistensi lembek.
frekuensi dan konsistensi
O : Mukosa bibir lembab,
feses.
Turgor kulit sedang, Bising usus
60
normal
- Mengevaluasi intake
A : masalah teratasi sebagian
makanan yang masuk pada
P : intervensi dilanjutkan dengan
anak
management diare dan pantau
pola defekasi klien.
2 - Memonitor status S : Ibu mengatakan anak sudah
hidrasi mulai minum banyak dan sudah
(kelembapan mukosa, mau menghabiskan makanannya.,
nadi dan pernapasan) Ibu mengatakan anak minum ± 7-
8gelas/hari
- Memonitor intake dan output
O : Mukosa bibir lembab, TTV :
cairan
N=88x/menit, RR=22x/menit,
Konjungtiva tidak anemis
A : masalah sudah teratasi.
P : intervensi dilanjutkan dengan
manajemen cairan dan pantau
intake output makanan dan
cairan pada anak.
61
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap proses mengumpulkan data yang relevan dan continue
tentang respon manusia, status kesehatan, kekuatan dan masalah pasien. Tujuan dari
November 2020, An. U mengatakan perutnya sakit dan mencret sudah sejak 1 hari
yang lalu, frekuensi BAB 3-5 kali sehari dengan konsistensi cair. Kasus ini sesuai
gangguan buang air besar/BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan
konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lender. Menurut Wong
(2009) diare dapat diklasifikasikan berdasarkan lama durasinya yaitu diare akut dan
diare kronik. Diare akut terjadi selama kurang dari 14 hari sementara diare kronik
terjadi selama lebih dari 14 hari. An. U menderita diare akut, hal ini dikarenakan
rentang durasi terjadinya diare pada An. U yaitu kurang dari 14 hari.
Menurut Brandt et al (2015), penyebab diare yaitu faktor infeksi (Bakteri, virus,
62
karbohidrat, lemak dan protein, faktor makanan seperti makanan basi, beracun, alergi
terhadap makanan, faktor psikologis seperti cemas, takut dan terkejut. Penyebab lain
dari diare adalah rotavirus, kualitas air minum, kebersihan dan sanitasi (Gul R,
Hussain, Ali W,et al, 2017). Pada kasus kelolaan, ditemukan data bahwa An. U
mengatakan sebelum sakit perut, ia bermain di luar rumah dan jajan bakso bakar dan
minuman warung yang lebih banyak dibandingkan dengan hari biasanya. Hal ini
dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab diare pada anak adalah factor makanan
(jajanan) yang terlalu pedas atau pengelolaan yang tidak higien, kualitas minuman
yang tidak dimasak hingga matang, serta kebersihan tangan anak yang tidak baik
Ibu mengatakan anaknya tidak nafsu makan, makan hanya sedikit, minum kurang.
An. U mengatakan susah untuk tidur karena perutnya terasa sakit dan sering BAB ke
kamar mandi. An. U tampak lesu, membrane mukosa pucat, nyeri tekan (+) pada
abdomen, dan bising usus hiperaktif (+). Hal ini sesuai dengan pendapat Nelwan
(2014) yang menyebutkan tanda dan gejala yang dapat dijumpai pada anak dengan
diare yaitu : BAB lebih dari 3 kali sehari, badan lemah dan lemas, tidak nafsu makan,
membrane mukosa bibir kering, nyeri perut, terkadang dapat dijumpai demam, mual,
B. Diagnosa Keperawatan
63
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis tentang respon individu,
keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang actual dan potensial
Pada kasus An.A diagnosa pertama yang diangkat yaitu diare berhubungan
dengan iritasi gastrointestinal. Hal ini disebabkan karena sang anak diare sejak 1
hari yang lalu dengan frekuensi 3-5 kali sehari. Menurut Herdman, T. (2018),
diare adalah pasase feses yang lunak dan tidak berbentuk. Adapun batasan
karakteristiknya yaitu nyeri abdomen, ada dorongan untuk defekasi, kram, bising
usus hiperaktif, defekasi feses cair > 3 dalam 24 jam. Populasi beresiko terjadinya
diare antara lain terpapar pada kontaminan, terpapar pada toksin, terpapar pada
persiapan makan tidak higienis. Dalam kasus didapatkan data An. U mengeluhkan
sakit perut, BAB 3-5 kali sehari, nyeri tekan (+) pada abdomen, bising usus
hiperaktif (+). Sementara itu pada kasus An.Z termasuk pada populasi yang
beresiko terpapar pada makanan yang tidak higienis akibat dari jajan yang
sesuai jika diangkat diagnose keperawatan diare b.d. iritasi pada gastrointestinal
Diagnosa kedua yang diangkat yaitu resiko deficit volume cairan berhubungan
dengan kehilangan volume cairan secara akitf/output yang berlebih. pada kasus
ditemukan data BAB 3-5x/hari dengan konsisensi cair, ibu mengatakan klien
64
tidak nafsu makan, makan hanya sedikit, minum kurang, muntah satu kali, klien
tampak lesu dan lemah, konjungtiva subanemis (+/+), membrane mukosa pucat
dan kering. Hal ini ditandai dengan mukosa bibir sang anak yang tampak kering,
turgor kulit yang sedang, dan anak tampak lemas. Hal ini sesuai dengan
aktif, gangguan yang memengaruhi absorpsi cairan dan asupan cairan (Herdman,
T, 2018).
kurang terpajan informasi. Salah satu aspek yang mempengaruhi terjadinya diare
pada anak adalah tingkat pengetahuan ibu. Pada kasus ditemukan data bahwa
sebelum sakit perut, klien bermain di luar rumah dan jajan bakso bakar dengan
saos cabe dan beli minum air es syirup, ibu mengatakan bingung kenapa anaknya
bisa mencret padahal sebelumnya anaknya sering jajan di luar, ibu klien takut
mengetahui factor penyebab terjadinya diare pada anak. Hal ini sesuai dengan
65
C. Implementasi Keperawatan
yang sesuai dengan kondisi klien. Berdasarkan kasus untuk mengatasi diare dapat
dilakukan manajemen diare di mana salah satu tindakannya yaitu mengajarkan ibu
untuk penggunaan obat anti diare (oralit) dan menganjurkan ibu untuk tidak
memberikan anak makanan yang pedas dan asam. Untuk diagnose resiko kekurangan
cairan dan makanan pada anak, menganjurkan ibu untuk memberikan anak makanan
dalam porsi kecil dan lebih sering serta tingkatkan porsi secara bertahap, dan
menganjurkan ibu untuk meningkatkan nafsu makan anak dengan cara membujuk
anak dan menemani anak ketika makan. Sedangkan untuk masalah keperawatan
penanganna diare pada anak serta penerapan perilaku hidup bersih dan sehat.
D. Evaluasi Keperawatan
Selama pemberian intervensi selama 3 hari, evluasi yang diperoleh evaluasi yaitu
diare anak sudah tidak ada lagi, BAB 2x sehari dengan konsistensi lembek, An. U
sudah banyak minum (±7-8 hari), anak sudah mau menghabiskan porsi makanannya,
keluhan sakit perut sudah mulai berkurang, bising usus normal, konjungtiva tidak
66
anemis, mukosa bibir lembab. Hal ini menunjukkan bahwa sudah tercapai criteria
hasil yang diharapkan dan masalah keperawatan diare dan resiko kekurangan volume
cairan sudah dapat teratasi. Sementara itu untuk masalah keperawatan defisiensi
pengetahuan, evaluasi yang diperoleh yaitu tingkat pengetahuan ibu bertambah, ibu
paham mengenai factor penyebab diare, cara penangan dan pencegahan diare serta
ibu dapat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Analisa untuk masalah
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diare adalah gangguan buang air besar/BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3
kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lender
(KemenKes RI, 2015). Penyebab diare yaitu faktor infeksi (Bakteri, virus, parasit),
lemak dan protein, faktor makanan seperti makanan basi, beracun, alergi terhadap
makanan, faktor psikologis seperti cemas, takut dan terkejut (Brandt et al, 2015).
Hasil pengkajian didapatkan data frekuensi BAB klien 3-5 kali sehari dengan
konsistensi cair, adanya keluhan nyeri pada abdomen, anoreksia (+), mukosa bibir
kering, bising usus hiperaktif (+), muntah 1 kali, konjungtiva sub anemis (+/+), klien
Diagnose keperawatan yang dapat diangkat yaitu diare b.d. iritasi pada
gastrointestinal, resiko kekurangan volume cairan b.d. asupan intake cairan yang
tidak adekuat, dan defisiensi pengetahuan b.d. kurang terpapar sumber informasi.
68
Evaluasi yang diperoleh yaitu masalah keperawatan yang diangkat dapat teratasi
B. Saran
Penyakit diare dapat menyerang siapa saja terutama pada anak-anak, maka oleh
sebab itu mulailah menghilangkan dan memperbaiki kebiasaan dan gaya hidup yang
berisiko menjadi yang lebih baik. Perhatikan dan tingkatkan perilaku hidup bersih
dan sehat, selalu terapkan cuci tangan dengan baik dan benar, perhatikan kualitas
makanan dan minuman yang akan dikonsumsi, serta tingkatkan intake cairan dan
klien dan keluarga sehingga perkembangan kondisi klien dapat diketahui dan
69
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 12.
Jakarta : EGC.
Bulecheck, dkk. (2013). Nursing Intervention Classification Sixth Edition. USA
: Elsevier.
Nelwan, E. J. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta : Internal
Publishing.
70
Lampiran 1
TELAAH JURNAL
Jurnal 1
71
kemungkinan untuk terkena diare.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini
gambaran karakteristik siswa di SDN Ciputat 02 yang
menjadi responden dalam penelitian ini, yaitu:
persentase jenis kelamin laki-laki sebesar 42,9% dan
perempuan sebesar 57,1%, sedangkan untuk umur
berkisar antara 9- 12 tahun. Sebagian besar responden
(96,4%) memiliki pengetahuan yang baik tentang
mencuci tangan. Tingkat pengetahuan responden
tersebut dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan
praktik hidup bersih dan sehat. Hal ini terjadi karena
pengetahuan merupakan bekal yang paling esensial
dalam pembentukan perilaku seseorang. Sebagian
besar responden (55,4%) memiliki perilaku yang
kurang tentang mencuci tangan di sekolah. Hal ini
disebabkan minimnya fasilitas untuk mencuci tangan,
seperti: keran air ditempat strategis, sabun, dan poster
tentang mencuci tangan. Sebagian kecil responden
(19,6%) pernah mengalami diare selama tiga bulan
terakhir. Hal ini disebabkan minimnya kebiasaan
mencuci tangan dengan air mengalir dan
menggunakan sabun. Hasil uji statistik pada penelitian
ini menunjukan ada hubungan antara variabel perilaku
mencuci tangan dengan variabel kejadian diare (p =
0.015).
Dapat disimpulkan bahwa perilaku mencuci tangan
yang baik maka kemungkinan terkena diare kecil,
sedangkan perilaku mencuci tangan yang kurang baik
72
maka semakin besar kemungkinan untuk terkena
diare.
Jurnal 2
73
anak merupakan faktor protektif untuk penyakit diare.
Anak SD yang mengalami diare 0,081 kali
kemungkinan pada anak SD yang tidak melakukan
PHBS dibandingkan dengan anak SD yang melakukan
PHBS pada tingkat kepercayaan 95%.
Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Ira Indrianty
(2011) yang menyebutkan bahwa pengetahuan,
kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan mengkonsumsi
jajanan dan PHBS dapat mempengaruhi kejadian
diare pada anak sekolah dasar . Kurangnya perilaku
hidup sehat itu mengundang munculnya kebiasaan
tidak sehat di masyarakat yang cenderung
mengabaikan keselamatan diri dan lingkungan
sehingga memudahkan terjadinya penularan penyakit.
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan angka
kejadian diare lebih besar pada anak yang mempunyai
PHBS tidak baik dan angka kejadian diare lebih kecil
pada anak yang mempunyai PHBS baik.
Hasil ini dijelaskan oleh Lawrance Green (1980),
menyatakan bahwa perilaku kesehatan seseorang
ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan dan
tradisi sebagai faktor predisposisi disamping faktor
pendukung seperti lingkungan fisik, prasarana dan
faktor pendorong yaitu sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lainnya.
Anak SD yang memiliki pengetahuan, sikap dan
kebiasaan yang baik akan membuat anak belajar untuk
mampu melakukan secara mandiri melindungi dirinya
74
dari berbagai ancaman kesehatan. Pengetahuan, sikap
dan kebiasaan yang baik akan mendorong anak untuk
melakukan PHBS di sekolah. Dengan masih
banyaknya anak yang memiliki pengetahuan, sikap
dan kebiasaan yang kurang baik berarti anak
mempunyai potensi yang besar untuk terkena diare
akibat tidak melakukan PHBS dengan baik
Hasil penelitian Irawati, dkk (1998), menunjukkan
bahwa murid SD masih belum dapat memilih
makanan jajanan yang sehat dan bersih, hal tersebut
tercermin dari makanan jajanan yang dikonsumsi
murid SD di sekolah masih banyak yang mengandung
pewarna sintetik, logam berat, bakteri patogen dan
lain-lain. Selain itu murid SD juga belum terbiasa
mencuci tangan sebelum menjamah makanan.
Selanjutnya hasil penelitian Wulandari (2009),
menyatakan ada hubungan yang signifikan antara
sumber air minum dengan kejadian diare. Anak yang
memiliki kebiasaan cuci tangan dengan air mengalir
dan sabun dalam kehidupan sehari-hari dapat
mencegah anak dari penyakit diare. Anak ketika di
rumah diajarkan oleh orangtuanya untuk mencuci
tangan, demikian pula ketika di sekolah anak
mendapatkan pendidikan mengenai kesehatan dari
guru dan petugas kesehatan.
Cuci tangan pakai sabun (CTPS) dapat menjadi salah
satu cara yang paling efektif untuk mencegah infeksi
di negara berkembang, bukti epidemiologi terkini
75
menunjukkan bahwa CTPS sebelum penanganan
makanan dan setelah buang air besar mencegah sekitar
30-47% diare pada anak (17), dan 85% penyakit yang
disebabkan secara fecal-oral dapat dicegah dengan
pasokan air bersih, terutama penyakit diare. Anak
yang mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir
dan dengan sabun dapat membunuh bakteri atau virus
penyebab diare yang ada di tangan setelah beraktivitas
misalnya bermain, buang air besar atau kecil,
membuangsampah. Hal ini dijelaskan dari hasil
penelitian Cairncross sandy, et al (2010) menyatakan
dengan mencuci tangan dengan sabun dan
meningkatkan kualitas air dapat menurunkan resiko
terkenanya penyakit diare sekitar 48% dan 17% (18)
selanjutnya hasil penelitian Farida dan Shofyatul
(2008) bahwa cuci tangan dengan sabun triclosan
padat baru, antiseptik etanol (tanpa air) dan irgasan
(tanpa air) menunjukan penurunan angka kuman yang
bermakna menjadi 14,48; 2,67; 6,27 (19).
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat
berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat,
nyamuk, tikus, kecoa yang dapat menyebabkan
seseorang terkenapenyakit, salah satunya adalah diare.
Anak yang melakukan tindakan 3M serta membuang
sampah pada tempatnya dapat mencegah penularan
penyakit. Hal ini dapat dijelaskan dari hasil penelitian
Rahmawaty (2004) yang menyatakan hasil jenis
pembuangan sampah dan saluran pembuangan air
76
limbah berpengaruh dengan kejadian diare.
Tersedianya fasilitas yang memadai di sekolah seperti
tempat sampah di setiap ruang kelas berperan dalam
mencegah timbulnya penyakit diare. Dengan
tersedianya tempat sampah akan mendorong perilaku
anak untuk membuang sampah pada tempatnya
sehingga pengelolaan sampah sangat penting, untuk
mencegah penularan penyakit diare.
Jurnal 3
77
usia perkembangan, jenis kelamin, lama dirawat,
pengalaman dirawat sebelumnya, sistem pendukung,
dan mekanisme koping. Kecemasan pada anak
prasekolah akan mengaktivasi hipotalamus dan
selanjutnya melepaskan hormon Corticotropic
Realising Hormone (CRH). CRH menyebabkan
hipofise anterior mengeluarkan Adenocorticotropic
Hormone (ACTH). ACTH merangsang korteks
adrenal melepaskan kortisol. Kortisol mendorong
perlawanan terhadap stres, membantu perkembangan
otot dan pembentukan glukosa baru (glukoneogenesis)
untuk diubah menjadi energi dalam menghadapi
stressor. Selain itu, kortisol juga berfungsi dalam
metabolisme lemak, metabolisme protein, stabilisasi
lisosom, mempertahankan tubuh dari reaksi alergi dan
peradangan.
Pemberian terapi bermain origami pada pasien anak
prasekolah yang dirawat di rumah sakit memberikan
manfaat untuk mengembangkan kemampuan motorik
halus anak, sekaligus merangsang kreativitas anak.
Terapi bermain origami memberikan kesempatan pada
anak untuk membuat berbagai bentuk dari hasil
melipat kertas dan pada usia ini, anak akan merasa
bangga dengan sesuatu yang telah dihasilkan.
Hal ini sesuai dengan teori tahap perkembangan
psikososial anak prasekolah yang mengemukakan
bahwa anak prasekolah mulai mengembangkan
keinginannya dengan cara mengeksplorasi lingkungan
78
sekitar. Anak juga akan merasa puas dan bangga
dengan kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu
sebagai prestasinya. Perasaan bangga membantu anak
meningkatkan peran dirinya selama menjalani proses
hospitalisasi sehingga perasaan hilang kendali karena
pembatasan aktivitas pada anak dapat
diatasi/dihilangkan.
Jika stressor kecemasan berupa kehilangan kendali
dapat diatasi maka tingkat kecemasan pada anak dapat
menurun. Terapi bermain origami yang diberikan pada
anak prasekolah yang dirawat di rumah sakit akan
memberikan perasaan senang dan nyaman. Aguilera-
Perez & Whetsell menyatakan bahwa anak yang
merasa nyaman saat menjalani rawat inap akan
membuat anak dapat beradaptasi terhadap stressor
kecemasanselama hospitalisasi seperti perpisahan
dengan lingkungan rumah, permainan dan teman
sepermainan. Jika stressor kecemasan berupa
perpisahan dapat diatasi maka tingkat kecemasan pada
anak dapat menurun. Perasaan nyaman juga akan
merangsang tubuh untuk mengeluarkan hormon
endorphin.
Peningkatan endorphin dapat mempengaruhi suasana
hati dan dapat menurunkan kecemasan pasien.
Hormon endorphin merupakan hormon yang
diproduksi oleh bagian hipotalamus di otak. Hormon
ini menyebabkan otot menjadi rileks, sistem imun
meningkat dan kadar oksigen dalam darah naik
79
sehingga dapat membuat pasien cenderung mengantuk
dan dapat beristirahat dengan tenang. Hormon ini juga
memperkuat sistem kekebalan tubuh untuk melawan
infeksi dan dikenal sebagai morfin tubuh yang
menimbulkan efek sensasi yang sehat dan nyaman.
Selain mengeluarkan hormon endorphin tubuh juga
mengeluarkan GABA dan Enkephalin. Zat-zat ini
dapat menimbulkan efek analgesia sehingga nyeri
pada anak prasekolah yang sakit dapat dikurangi atau
dihilangkan. Jika stressor kecemasan yang dialami
anak prasekolah dapat diatasi maka kecemasan yang
dialami anak dapat menurun.
80
Lampiran 2
A. Latar Belakang
Diare merupakan salah satu penyakit yang dapat menyebabkan
dehidrasi. Diare di negara-negara berkembang merupakan salah satu
faktor yang dapat mengakibatkan kematian pada anak. Penyakit diare
sering menyerang bayi dan balita, bila tidak segera diatasi akan
mengakibatkakan dehidrasi yang dapat mengakibatkan pada kematian.
Banyak faktor resiko yang diduga menjadi penyebab diare pada anak-
anak. Salah satu faktor resiko yang diteliti adalah faktor lingkungan yang
meliputi ; sarana air bersih, sanitasi, jamban, pembuangan air limbah,
kualitas bakterologis air, dan kondisi rumha.
81
khusus/imunisasi. Yang dimaksud dengan cara umum antara lain adalah
peningkatan higiene dan sanitasi karena peningkatan higiene dan sanitasi
dapat menurunkan insiden diare. mengonsumsi air yang bersih yang sudah
direbus terlebih dahulu, mencuci tangan setelah BAB dan atau setelah
bekerja, memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2
tahun (Kasaluhe et al, 2015). Selain itu juga dapat dengan cara memberikan
makanan pendamping ASI sesuai umur, untuk mencegah dehidrasi bila
perlu, diberikan infus cairan untuk dehidrasi, buang air besar dijamban,
membuang tinja bayi dengan benar.(Depkes RI, 2015).
B. Tujuan
C. Pelaksanaan Kegiatan
1. Materi (Terlampir)
1. Pengertian Diare
82
2. Penyebab Diare
5. Penatalaksanaan Diare
6. Pencegahan Diare
2. Sasaran / Target
3. Metoda
a. Ceramah
b. Tanya Jawab
c. Diskusi
4. Media :
a. Leaflet
5. Waktu dan Tempat
D. Kegiatan Penyuluhan
83
memperkenalkan diri
- Mahasiswa menjelaskan - Mendengar dan
tentang topik penyuluhan Memperhatikan
- Mahasiswa membuat kontrak
- Mahasiswa menjelaskan - Mendengar dan
tujuan penyuluhan Memperhatikan
II Pelaksanaan
84
sebelum dan setelah makan. - Mendengar dan
Anak harus diajarkan untuk Memperhatikan
mencari tangan sedangkan - Mendengar dan
bayi harus sering dilap Memperhatikan
tangannya.
2.menjaga kebersihan
makanan, minuman dan
tempat tinggal
- 3. - Memberikan
reinforcement pada ibu atau
keluarga yang memberikan
pertanyaan
III Penutup
hasil diskusi
- Mahasiswa memberikan
salam
E. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Klien hadir ditempat penyuluhan.
b. Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di rumah klien.
85
2. Evaluasi Proses
a. Klien antusias terhadap materi penyuluhan.
b. Klien mengikuti jalannya penyuluhan sampai selesai
c. klien dapat mempraktekkan teknik cuci tangan dengan benar
d. Klien mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar.
3. Evaluasi Hasil
Setelah penyuluhan diharapkan sekitar 80% klien mampu mengerti dan memahami
penyuluhan yang diberikan sesuai dengan tujuan khusu
86
Lampiran Materi :
1.1. Pengertian
Menurut World Healt Organization (WHO, 2005), penyakit diare adalah
suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang
lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih
dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai
dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai
pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak
bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004).
Diare adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dan 3 kali sehari,
disertai konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dan satu minggu (Juffrie, dkk, 2010).
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau
tidak seperti biasanya. Dan dapat disimpulkan bahwa diare adalah buang air
besar yang bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari 3 kali perhari dan
konsistensi dari tinja yang melembek sampai mencair.
87
4. Faktor makanan. Faktor makanan ini yang seringkali bisa menyebabkan
terjadinya diare. Diantaranya yaitu akibat dari makanan basi, beracun, terlalu
banyak lemak, sayuran dimasak kurang matang.
5. Minum air tidak masak
6. Makan jajanan yang tidak bersih
7. Berak disembarang tempat
8. Makan dengan tangan kotor
9. Faktor psikologis. Psikologis ini ternyata juga berpengaruh keada angka
kejadian dari diare. Diantara faktor psikologis yang mempengaruhi
terjadinya diare adalah rasa takut, cemas, dan gelisah.
88
1.4. Penanganan Diare
Diare menyebabkan khilangan cairan dan elektrolit sehingga penderita
harus diberi cairan sebanyak mungkin untuk mengganti cairan yang hilang.
Sebagai pertolongan pertama, diberi cairan rumah tangga seperti tajin, air sayur,
air matang, teh. Disamping itu, harus diberi cairan elektrolit berupa oralit. Jka
tidak ada oralit, bisa menggunakan larutan gula garam. Cara pembuatannya
sebagai berikut : satu sendok teh munjung gula pasir, seperempat sendok teh
muntung garam, dilarutkan dalam satu gelas air matang (200cc). Selanjutnya
penderita diberi minum.
89
h. Yoghurt
i. Kentang rebus
j. Asupan cairan dan elektrolit (LGG / Oralit )
Menu diatas baik dikonsumsi untuk orang dewasa dan anak-anak, namun
mengenai makanan untuk bayi diare dibawah usia 12 bulan harus berkonsultasi
terlebih dahulu dengan dokter.
Bila telah dilakukan upaya pertolongan pertama namun diare masih terus
berlangsung segera bawa penderita ke pusat pelayanan kesehatan terdekat.
90
1.7. Teknik cuci tangan
91
3. Jangan lupa jari-jari tangan, gosok sela-sela jari hingga bersih
92
7. Bersihkan kedua pergelangan tangan secara bergantian dengan cara
memutar, kemudian diakhiri dengan membilas seluruh bagian tangan
dengan air bersih yang mengalir lalu keringkan memakai handuk bersih
atau tisu.
1.8. Cara pembuatan dan takaran pemberian oralit
Bahan – bahan yang dibutuhkan untuk membuat oralit adalah :
1 sendok teh gula
Seperempat (1/4) sendok teh garam
1 gelas air putih (200 ml)
93
Untuk memberian oralit, tentu ada takarannya sehingga tidak terlalu
berlebihan yang malah akan membahayakan. Dan juga jangan terlalu sedikit
sehingga diharapkan dapat memberikan hasil yang optimal. Berikut aturannya :
Untuk anak di bawah 1 tahun, 3 jam pertama diberikan 1,5 gelas oralit.
Selanjutnya 0,5 gelas setiap kali selesai berak/mencret
Untuk anak di bawah 5 tahun (balita), 2 jam pertama diberikan 3 gelas oralit.
Selanjutnya 1 gelas setiap kali selesai berak/mencret
Untuk anak di atas 5 tahun, 3 jam pertama diberikan 6 gelas oralit.
Selanjutnya 1,5 gelas setiap kali selesai berak/mencret
Untuk anak di atas 12 tahun dan dewasa, 3 jam pertama diberikan 12 gelas
oralit. Selanjutnya 2 gelas setiap kali selesai berak/mencret.
Itulah cara pemberian oralit untuk menghindari dari dehidrasi akibat diare.
94
Lampiran 3
A. Latar Belakang
Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai
dengan tahap perkembangan, bukan ordes mini, juga bukan merupakan harta atau
kekayaan orang tua yang dapat dinilai secara sosial ekonomi, melainkan masa
depan bangsa yang berhak atas pelayanan kesehatan secara individual. Anak
membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya dan untuk belajar mandiri (UNICEF, 2017). Anak sebagai orang atau
manusia yang mempunyai pikiran, sikap, perasaan dan minat yang berbeda
dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan.
Anak sakit yang dirawat di Rumah Sakit umumnya mengalami krisis oleh
karena seorang anak akan mengalami stress akibat terjadi perubahan lingkungan
serta anak mengalami keterbatasan untuk mengatasi stress (Rushworth, 2017).
Krisis ini dipengaruhi oleh berbagai hal yaitu usia perkembangan anak,
pengalaman masa lalu tentang penyakit, perpisahan atau perawatan di rumah
sakit, support system serta keseriusan penyakit dan ancaman perawatan (Dewalt,
2009).
95
perpisahan dengan saudara atau teman-temannya dan akibat pemindahan dari
lingkungan yang sudah akrab dan sesuai dengannya (Whaley and Wong, 2001).
Stress yang dialami seorang anak saat dirawat di Rumah Sakit perlu mendapatkan
perhatian dan pemecahannya agar saat di rawat seorang anak mengetahui dan
kooperatif dalam menghadapi permasalahan yang terjadi saat di rawat. Salah satu
cara untuk menghadapi permasalahan terutama mengurangi rasa perlukaan dan
rasa sakit akibat tindakan invasif yang harus dilakukannya adalah bermain.
Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini
tetap dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Pada saat
dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak
menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut
merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi
96
beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan
melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang
dialaminya karena dengan melakukan permainan anak akan dapat mengalihkan
rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya
melakukan permainan. Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar
dapat melanjutkan fase pertumbuhan dan perkembangan secara optimal,
mengembangkan kreatifitas anak, dan dapat beradaptasi lebih efektif terhadap
stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan kesejahteraan anak
seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada
saat anak sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2014).
Melihat pentingnya bermain bagi seorang anak terutama anak yang mengalami
hospitalisasi, maka saya akan mengadakan terapi bermain origami dengan sasaran
usia sekolah yang berada di ruang rawat inap anak kronik lantai 3 RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Kami berharap dengan diadakannya terapi bermain ini, anak yang
dirawat tetap dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai tahap tumbuh
kembangnya.
B. Tujuan
a. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti terapi bermain origami anak diharapkan dapat
mengurangi dampak hospitalisasi pada anak dan anak dapat melanjutkan
tahapan perkembangan sesuai dengan usia selama perawatan di rumah
sakit.
b. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti terapi bermain musik anak diharapkan :
- anak dapat mengikuti terapi bermain sampai selesai
- ketakutan dan kejenuhan pada anak selama dirawat berkurang
- anak mampu mengekspresikan perasaan, keinginan dan ide selama
menjalani perawatan
97
C. Sasaran
Sasaran dari kegiatan TAK ini adalah sebagai berikut:
98
Memberikan contoh cara Mendengarkan dan
terapi bermain origami memperhatikan
Membagikan kertas Mengungkapkan apa
oriigami kepada anak dan yang akan dirasakan saat
memotivasi untuk membuat origami
mengungkapkan perasaan
saat mendengarkan musik
Mendampingi anak saat Anak dapat bertanya
terapi bermain origami pada fasilitator apabila
ragu
Penutup
Mengevaluasi respon 5 Menit
anak setelah terapi Menyampaikan respon
bermain origami selama kegiatan
Memberikan
reinforcement positif Menerima reinforcement
kepada anak positif
Memberi kesempatan
kepada peserta TAK Bertanya dan mampu
untuk bertanya menjawab pertanyaan
Bertanya kepada peserta
TAK bagaimana Menyampaikan perasaan
perasaannya setelah setelah kegiatan
mengikuti TAK
Menutup pertemuan dan
memberi salam
Menjawab salam
G. Pengorganisasian
Pembimbing Pendidikan : Ns. Deswita, M.Kep, Sp.Kep.An
Leader : Pusparini Anggita Ayuningtyas
Demonstrator : Pusparini Anggita Ayuningtyas
Faslitator : Pusparini Anggita Ayuningtyas
Observer & Notulen : Pusparini Anggita Ayuningtyas
H. Uraian Tugas
1) Leader, tugasnya:
a) Membuka acara permainan
99
b) Memperkenalkan diri dan anggota kelompok
c) Menjelaskan tujuan dari kegiatan
d) Kontrak waktu dan acara
e) Mengatur jalannya permainan mulai dari pembukaan sampai selesai.
f) Mengarahkan permainan.
g) Memandu proses permainan.
2) Presentator, tugasnya :
a) Menyampaikan pelaksanaan dari TAK yang akan dilakukan
b) Menjelaskan materi TAK
c) Menjawab pertanyaan anggota TAK
3) Fasilitator, tugasnya:
a) Membimbing anak bermain.
b) Memberi motivasi dan semangat kepada anak dalam membentuk
objek dengan lego
c) Memperhatikan respon anak saat bermain lego
d) Mengajak anak untuk bersosialisasi dengan perawat dan keluarganya.
4) Observer, tugasnya:
a) Mengawasi jalannya permainan.
b) Mencatat proses kegiatan dari awal hingga akhir permainan.
c) Mencatat situasi penghambat dan pendukung proses bermain.
I. Skema Penatalaksanaan Terapi Bermain
Terapi bermain ini dilakukan di rumah An.U dan Ny.S dengan setting tempat
sebagai berikut :
: peserta
: fasilitator
100
J. Kriteria Evaluasi
1) Evaluasi Struktur
a. Kesiapan media dan tempat
b. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di Ruang rawat Inap Anak
(kronik)
c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum
terapi bermain dilaksanakan
2) Evaluasi Proses
a. Leader dapat memimpin jalannya permainan, dilakukan dengan tertib
dan teratur
b. Fasilitator dapat memfasilitasi dan memotivasi anak dalam permainan
c. anak dapat mengikuti permainan secara aktif dari awal sampai akhir
3) Evaluasi Hasil
a. Anak memahami permainan yang telah dimainkan.
b. Anak merasa terlepas dari ketegangan dan stress selama hospitalisasi,
anak dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi
terapi bermain origami)
c. Anak dapat berintraksi dengan anak lain dan perawat
Lampiran Materi
A. Pengertian Bermain
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau
mempraktekkan ketrampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi
kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa (Aziz A,
2013).
101
Bermain origami merupakan permainan yang dapat diterapkan pada anak
usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi karena sesuai dengan prinsip
permainan yang ada dirumah sakit yaitu tidak membutuhkan energi banyak,
singkat, sederhana, aman dan murah.
B. Tujuan Bermain
Tujuan bermain pada anak yaitu memberikan kesenangan maupun
mengembangkan imajinsi anak. Sebagai suatu aktifitas yang memberikan
stimulus dalam kemampuan keterampilan, kognitif, dan afektif sehingga anak
akan selau mengenal dunia, maupun mengembangkan kematangan fisik,
emosional, dan mental sehingga akan membuat anak tumbuh menjadi anak yang
kreatif, cerdas dan penuh inovatif (Soetjiningsih, 2007)
C. Cara Pelaksanaan
Perawat akan mencontohkan cara membuat suatu objek origami sehingga
memiliki arti, kemudian diikuti oleh anak-anak untuk membuat sebuah objek
origami yang bermakna sesuai kreativitas anak atau berdasarkan instruksi
pemandu TAK.
102
D. Karakteristik Bermain
1. Sederhana
2. Imaginative
3. Kreatif
4. Meransang kognitif
E. Usia
Usia 6 sampai 12 tahun
F. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-
motorik, perkembangan intelektual, perkembangan sosial, perkembangan
kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain
sebagai terapi (Hurlock, E B., 2012)
2. Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi
terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal
warna, bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada saat bermain
pula anak akan melatih diri untuk memecahkan masalah. Pada saat anak
bermain mobil-mobilan, kemudian bannya terlepas dan anak dapat
memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan masalahnya melalui
eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai kemampuan ini, anak
menggunakan daya pikir dan imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin
103
sering anak melakukan eksplorasi seperti ini akan semakin terlatih
kemampuan intelektualnya.
3. Perkembangan Social
Perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan
menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk
mengembangkan hubungan social dan belajar memecahkan masalah dari
hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar
berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar
tentang nilai social yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada
anak usia sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler dan
prasekolah adalah tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya
dilingkungan keluarga.
4. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan
mewujudkannya kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya.
Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk
merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar dan memasang
satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin
berkembang.
104
diri bahwa perilakunya menyakiti teman. Dalam hal ini penting peran orang
tua untuk menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam kaitannya
dengan kemampuan untuk memahami dampak positif dan negatif dari
perilakunya terhadap orang lain
6. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama
dari orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan
mendapatkan kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga
dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-
aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain
anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang
benar dan mana yang salah, serta belajar bertanggung-jawab atas segala
tindakan yang telah dilakukannya. Misalnya, merebut mainan teman
merupakan perbuatan yang tidak baik dan membereskan alat permainan
sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab
terhadap tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan
kognitifnya, bagi anak usia toddler, prasekolah, dan sekolah,permainan adalah
media yang efektif untuk mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan
memberikan nasihat..
105
permainan adalah media komunikasi antar anak dengan orang lain, termasuk
dengan perawat atau petugas kesehatan dirumah sakit.Perawat dapat mengkaji
perasaan dan pikiran anak melalui ekspresi nonverbal yang ditunjukkan
selama melakukan permainan atau melalui interaksi yang ditunjukkan anak
dengan orang tua dan teman kelompok bermainnya.
106
· Alat permainan lunak berupa boneka orang atau binatang.
2. Usia 13 – 24 bulan
Tujuannya adalah :
107
· Melatih kerjasama mata dan tangan.
· Melatih daya imajinansi.
· Kemampuan membedakan permukaan dan warna benda.
Alat permainan yang dianjurkan :
108
Alat permainan yang dianjurkan :
· Berbagai benda dari sekitar rumah, kartu, boneka, robot, buku, alat olah
raga, alat untuk melukis, pekerjaan tangan,alat gambar & tulis, kertas untuk
belajar melipat, gunting, air, ular tangga, puzzle dll.
· Teman-teman bermain : anak sebaya, orang tua, orang lain diluar rumah.
I. Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain
1. Tahap perkembangan, tiap tahap mempunyai potensi / keterbatasan
2. Status kesehatan, anak sakit perkembangan psikomotor kognitif terganggu
3. Jenis kelamin
4. Lingkungan lokasi, negara, kultur
5. Alat permainan senang dapat menggunakan
6. Intelegensia dan status sosial ekonomi
J. Prinsip Bermain Di Rumah Sakit
1. Tidak banyak energi, singkat dan sederhana
2. Tidak mengganggu jadwal kegiatan keperawatan dan medis
3. Tidak ada kontra indikasi dengan kondisi penyakit pasien
4. Permainan harus sesuai dengan tahap tumbuh kembang pasien
109
5. Jenis permainan disesuaikan dengan kesenangan anak
6. Permainan melibatkan orang tua untuk melancarkan proses kegiatan
K. Hambatan Yang Mungkin Muncul
1. Usia antar pasien tidak dalam satu kelompok usia
2. Pasien tidak kooperatif atau tidak antusias terhadap permainan
3. Adanya jadwal kegiatan pemeriksaan terhadap pasien pada waktu yang
bersamaan.
L. Antisipasi Hambatan
1. Mencari pasien dengan kelompok usia yang sama
2. Libatkan orang tua dalam proses terapi bermain
3. Jika anak tidak kooperatif, ajak anak bermain secara perlahan-lahan
4. Perawat lebih aktif dalam memfokuskan pasien terhadap permainan
5. Kolaborasi jadwal kegiatan pemeriksaan pasien dengan tenaga kesehatan
lainnya. (Markum, dkk., 2015)
.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz .2013. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika.
Kodiriya, N. S., et all. 2019. The effectiviness of playing origami therapy to reduce
anxiety pediatric patients hospitalized. Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu
Kesehatan. Volume 4, Nomor 2, Hal : 151-160
Markum, dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : IDI
110
Lanni, D. 2014. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta : Salemba
Medika.
Staf Pengajar IKA FKUI. 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Vol. 3.Jakarta :
FKUI.
111
Lampiran 4
112
Lampiran 5
113
Pendidikan Kesehatan : Mengenai Diare
114
115
116