Anda di halaman 1dari 1627

Diterjemahkan dari THE MAN WHO LOVED BOOKS TOO MUCH The

True Story of a Thief, a Detective, ami a World of Literary Obsession

Hak cipta €> Allison Hoover Bartlett, 2009

Hak terjemahan Indonesia pada penerbit All rights reserved

Penerjemah: Lulu Fitri Rahman Editor: Indradya Susanto Putra

Cetakan 1, April 2010

Diterbitkan oleh Pustaka Alvabet Anggota IKAPI

Ciputat Mas Plaza, Blok B/AD, Jl. Ir. H. Juanda No. 5A, Ciputat - Tangerang 15412
Telp. (021) 74704875, 7494032, Faks. (021) 74704875 e-mail: redaksi@alvabet.co.id
www.alvabet.co.id

Tata letak sampul: Privanto Tata letak isi: Dadang Kusmana

Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog dalam Terbitan (KDT) Bartlett,

Allison Hoover
The Man Who Loved Books Too Much: Kisah Nyata tentang Seorang Pencuri, Detektif,
dan Obsesi pada Kesusastraan/Al I ison Hoover Bartlett; Penerjemah: I.ulu Fitri
Rahman; F.ditor: Indradya Susanto Putra

Cet. 1 —Jakarta: Pustaka Alvabet, April 2010

300 him. 13 x 20 cm

ISBN 978-979-3064-81-9
1. Kisah NyataI. Judul
.Untuk Joh n, Julian, Jan Sonja
Barang siapa yang mencuri kuku ini clari pemiliknya, atau meminjam dan tidak

mengembalikannya... semoga dia menderita kelumpuhan, dan seluruh anggota badannya

hancur... Semoga cacing menggerogoti isi perutnya, dan ketika akhirnya dia menerima

hukumannya yang terakhir, semoga api Neraka membakarnya untuk selama-lamanya.

—Kutukan dalam manuskrip ahad pertengahan dari Biara San Pedro di

Barcelona
Aku pernah mengenal orang-orang yang mempertaruhkan nasih mereka, melakukan perjalanan

panjang hampir ke seluruh dunia, melupakan persahabatan, bahkan berbohong, berbuat curang,

dan mencuri, semuanya demi mendapatkan sebuah buku.

—A. S. W. Rosanbacii,
agen ¡y u L u abad kedua puluh
Daft ar Isi

Prolog x

Bab 1: Bagaikan Ngengat Tertarik kepada Cahaya 1


Bab 2: Separuh Kebenaran 35
Bab 3: Richie Rich 49
Bab 4: Tambang Emas 65
Bab 5: Spider-Man 75
Bab 6: Selamat Tahun Baru 93
Bab 7: Trilogi Ken 119
Bab 8: Pulau Harta Karun 145
Bab 9: Brick Rovv 167
Bab 10: Tidak Menyerah 187
Bab 11: Telepon Ini Mungkin Direkam atau Diawasi 199
Bab 12: Apa Lagi yang Bisa Kuminta? 219
Bab 13: Dan Lihat: Buku-Buku Lagi! 231
Bab 14: The Devil's Walk 247
Penutup 261
Ucapan Terima Kasih 265
Catatan 267
Catatan
Sumbe
r

281y
© a 10:06

Prolog

Di
sudut
mejaku,
terdapat
sebuah
buku tua
yang ber
usia hampir
empat ratus
tahun. Buku
itu
diselubungi
dengan
kantong linen
berwarna
cokelat, dan
juga dengan
banyak
misteri.
Temanku
Malcolm tak
sengaja me-
nemukan
buku itu
ketika sedang
melaksanaka
n tugas
menyedihkan
menyortir
harta benda
saudara laki-
Iakinya yang
tewas bunuh
diri. Di dalam
kantong itu
ada selembar
catatan
tulisan tangan
yang dimulai
dengan,
"Kepada
yang
Berkepenting
an", dan
dilanjutkan
dengan
penjelasan
bahwa
beberapa
tahun
sebelumnya,
seorang
teman
perempuan
tanpa sengaja
membawa
buku itu dari
perpustakaan
kampus
tempatnya
bekerja
ketika dia
pindah dari
tempat itu.
Saudara
Malcolm
menulis
bahwa sang
teman
memintanya
mengembalik
an buku ini
secara
anonim ke
perpustakaan,
tetapi dia
tidak sempat
melakukanny
a. Dengan
hati-hati,
Malcolm
mengangkat
buku yang
besar dan
berat itu dari
kantongnya
dengan
menggunaka
n capit ku-
ningan yang
tampak
berkilau.
"Indah sekali,
ya?" katany
a
sambil
menyerahka
n buku itu
kepadaku.
Pikiran
pertamaku
adalah: Ya,
sangat
indah.
Pikiran
kedua: Ini
barang
curian.
Pagi
berikutnya,
aku
terbangun
dengan
benak yang
dipenuhi
buku itu.
Apakah
cerita
dalam
catatan itu
benar?
Kalau tidak,
dari mana
buku itu
berasal?
Bisa kulihat
buku itu
ditulis
dalam
bahasa
Jerman,
dengan
sedikit
bahasa
Latin, tetapi
apa isinya?
Apakah
buku ini
berharga?
Malcolm
bersedia
meminjamk
an buku itu
kepadaku
untuk
sementara.
Dengan
bantuan
seorang
teman
pustakawan
yang bisa
berbahasa
Jerman dan
seorang
agen buku
langka, aku
tahu bahwa
buku itu
berjudul
Krautterbu
ch ("buku
tanaman" 1 )
mengenai
obat-obatan
tanaman,
karya
Hieronymu
s Bock,
seorang
dokter dan
ahli botani.
Setelah
masa
pembakara
n buku
pada Abad
Pertengaha
n, ilmu
pengetahua
n tentang
pengobatan
tradisional
lenyap.
Oleh karena
itu, ketika
diterbitkan
pada 1630,
Krautterbu
ch menjadi
jalan untuk
mengembali
kan cara-
cara lama
penyembuh
an, yang
revolusione
r untuk
masanya. 2
Krautt
erbuch
memiliki
bobot enam
kilogram,
dan
sampulnya,
papan dari
kayu ek
yang
dibungkus
kulit babi, 3
terasa licin
namun
bertekstur
karena
adanya pola
timbul
melingkar-
lingkar
yang
mendapatk
an
bayangan
gelap dari
tangan
orang-
orang yang
telah
memegangn
ya. Aku
membawan
ya ke agen
buku
langka San
Francisco,
John
Windle,
yang
memberitah
uku bahwa
jika
memesan
edisi
Krautterbu
ch pada
1600-an,
kita harus
membayar
biaya
tambahan
untuk
mendapat
ilustrasinya
, dan itulah
yang
dilakukan
pemilik
edisi ini.
Warna-
warnanya,
yang di-
dominasi
hijau zaitun
dan
keperakan,
kuning
moster, dan
anggur
merah,
tampak
asal-asalan,
yang
menurut
Windle

viii
merupa
kan tanda
keaslian.
Jika kita
menemukan
edisi yang
dilukis
tangan
dengan
saksama,
ada
kemungkin
an lukisan-
nya sengaja
dibuat pada
masa lalu
oleh asisten
penjual
buku untuk
meningkatk
an nilai
buku
tersebut. 4
Untuk
membuka
Krautterbu
ch , kita
perlu
menekanny
a dengan
kedua
tangan
guna
melepaskan
jepit
kuningan
berukir
yang
berbentuk
mirip tiang
Mesir, yang
menjulang
di
puncaknya
bagaikan
pohon
palem
agung.
Lembarann
ya, ketika
dibalik, me-
nimbulkan
bunyi
samar,
mirip bunyi
bendera
yang
berkibar di
sore
berangin,
dan
memunculk
an bau
kering
seperti
kayu,
kombinasi
bau lapuk
dan manis
yang
mengingat-
kanku
kepada
buku-buku
tua kakek-
nenekku.
Aku selalu
menghubun
gkan aroma
buku tua
dengan
waktu
penulis-
annya,
seolah
baunya
muncul
langsung
dari
lingkungan
dalam kisah
tersebut.
Untuk
Krautterbu
ch,
aromanya
telah jauh
bergerak
melintasi
ruang dan
waktu,
mendatangi
ku dari
Jerman
masa
Renaisans.
Ketika
meraba
halamannya
, aku
merasakan
sedikit
gelombang,
mungkin
karena
lembap,
tetapi tidak
ada yang
sobek.
Lembar
kosong
yang biasa
terdapat
setelah
sampul
buku tidak
ada, tetapi
aku tahu ini
tidak aneh.
Kertas
sangat
mahal pada
1600-an,
dan
halaman
kosong
dalam buku
bisa
dipotong
dan
digunakan
sebagai
kertas
surat, atau
untuk
membungk
us ikan, 5
atau untuk
tujuan lain
yang lebih
berguna
daripada
menjadi
lembar
kosong
dalam
buku.
Ketika aku
menanyai
Windle
tentang
nilai buku
tersebut,
dia bilang
karena
kondisinya
cukup baik,
maka
nilainya
antara 3.000
hingga
5.000 dolar.
Aku sangat
kaget
sekaligus
girang,
meskipun
sebenarnya
tak punya
alasan
untuk
merasakan
kegembiraa
n semacam
itu karena
buku itu
bukan
milikku.Ket
ika
memeriksa
buku itu
dengan
seorang
teman
berbahasa
Jerman dan
ibunya
(yang lebih
mengenal
huruf-
huruf
arkaisnya),
kami
menemukan
pengobatan
untuk
segala
macam
penyakit
fisik dan
mental,
mulai dari
asma
hingga
skizofrenia,
dan juga
berbagai
penyakit
ringan. 6
Pada
halaman 50,
misalnya,
untuk "bau
ketiak", ada
daftar
panjang
bahan yang
direkomend
asikan:
jarum
pinus,
bunga
bakung,
daun salam,
kacang
almond,
hazelnut ,
berangan,
ek, linden ,
dan bireb,
meskipun
tidak
disebutkan
bagaimana
persisnya
cara
menggunak
an bahan-
bahan
tersebut.
Buah ceri
kering
membantu
mengatasi
batu ginjal
dan cacing-
an. Ara
kering
dengan
almond
direkomend
asikan
untuk
epilepsi.
Meskipun
demikian,
pengobatan
favoritku
adalah
untuk
depresi.
"Sering kali
kita
kehilangan
jenis
kebahagia-
an yang
tepat, dan
jika belum
punya
minuman
anggur, kita
akan sangat
puas ketika
memang
mendapatk
an anggur."
Teks
dalam
Krautterbu
ch bersatu
dalam cara
yang me-
nakutkan,
membuat
apa yang
ada dalam
halaman-
halaman ini
mungkin
saja
bercampur
baur atau
malah
hilang se-
penuhnya.
Tetapi
dalam 375
tahun, hal
itu tidak
terjadi.
Krautterbu
ch tetap
sama
seperti
ketika
dijilid.
Bahwa
buku itu
tidak
kehilangan
kelengkapa
nnya,
kemampua
nnya untuk
bertahan
dalam
jepitannya,
itu
merupakan
salah satu
kualitasnya
yang paling
mengagum
kan. Seolah
buku itu
telah
bersikeras
untuk tetap
ada selama
bertahun-
tahun ini,
dan hal itu
kadang-
kadang
membuatku
sadar
bahwa
dalam
membalik
halamannya
, aku
mungkin
tak akan
men-
celakakann
ya.
Aku
telah
mengetahui
banyak hal
tentang
buku itu,
tetapi aku
masih
belum tahu
dari mana
asalnya.
Aku

menjelajahi
internet
untuk
mencari
informasi
mengenai
buku-buku
langka
curian.
Tetapi,
ketika tak
ada data
apa pun
yang
menyebut
tentang
Krautterbu
ch —bahkan
pustakawan
dari yang
disebutkan
dalam surat
itu berkata
bahwa
mereka
tidak
memiliki
catatan
tentang
buku
tersebut—
aku
menemukan
sesuatu
yang
bahkan
lebih
menggugah
: kisah-
kisah
pencurian
buku.
Sebagian
terjadi
berminggu-
minggu
atau
berbulan-
bulan
sebelumnya
, ada pula
yang
bertahun-
tahun
lampau, di
Kopenhage
n,
Kentucky,
Cambridge.
7
Kisah-
kisah itu
melibatkan
pencuri
berpendidik
an, pencuri
yang
berprofesi
pendeta,
pencuri
yang
mencuri
demi
keuntungan
, dan kisah
yang
kuanggap
paling
menarik:
pencuri
fanatik
yang
mencuri
semata-
mata
karena rasa
cinta
terhadap
buku.
Dalam
beberapa
kisah, aku
menemukan
referensi
mengenai
Ken
Sanders,
seorang
agen buku
langka yang
juga
menjadi
detektif
amatir.
Selama tiga
tahun,
Sanders
berupaya
menangkap
John
Gilkey,
seorang
pria yang
telah
menjadi
pencuri
buku paling
sukses
dalam
beberapa
tahun
terakhir.
Ketika aku
menghubun
gi Sanders,
dia bilang
dia telah
membantu
menjeblosk
an Gilkey
ke penjara
beberapa
tahun
sebelumnya
, namun
kini Gilkey
sudah
bebas. Dia
tidak tahu
keberadaan
Gilkey dan
sangsi aku
akan bisa
menemukan
nya. Dia
juga
percaya
bahwa
Gilkey
mencuri
karena
kecintaanny
a terhadap
buku. Ini
merupakan
jenis
pencurian
yang
motivasinya
mungkin
kupahami.
Aku harus
menemukan
Gilkey.

Karena
semakin
banyak hal
yang
kupelajari
tentang
kolektor,
maka aku
mulai
mengangga
p diri
sebagai
kolektor.
Namun,
bukan buku
yang
kukoleksi,
melainkan

xi

kepingan
kisah ini.
Dan seperti
orang-
orang yang
kutemui
yang
bertambah
buas dan
gigih ketika
hampir
melengkapi
koleksi
buku
mereka,
semakin
banyak
informasi
yang ku-
temukan,
aku
semakin
bersemanga
t. Aku
belajar
tentang
vellum —
perkamen
dari kulit
binatang—
dan
buckram—
linen untuk
menjilid
buku,
begitu pula
lembar ralat
dan kertas
berpinggira
n kasar.
Aku
membaca
tentang
berbagai
inskripsi
terkenal,
penipuan,
dan
penemuan.
Notesku
semakin
banyak dan
teronggok
dalam
tumpukan
yang lebih
tinggi
daripada
sepuluh
Krautterbu
ch ,
sebagaiman
a yang
mungkin
terjadi pada
1630, di
sebelahnya.
Selama
mengumpul
kan
informasi
mengenai
pencuri
buku, agen,
dan
perdaganga
n buku
langka, aku
menjadi
paham
bahwa
kisah ini
tidak hanya
mengenai
kumpulan
kejahatan,
tetapi juga
mengenai
hubungan
intim dan
kompleks
dan
terkadang
berbahaya
antara
manusia
dan buku.
Selama
berabad-
abad, para
pencinta
buku yang
baik dan
penipu
yang tamak
telah
bersinggun
gan dalam
dunia buku
langka, jadi
dalam
beberapa
hal, kisah
ini
merupakan
kisah kuno.
Ini juga
mungkin
menjadi
pelajaran
bagi para
penulis
yang,
sepertiku,
melakukan
pendekatan
terhadap
suatu kisah
dengan
keyakinan
naif bahwa
mereka
akan
mengikutin
ya
sebagaiman
a penonton
yang
menyaksika
n parade
secara pasif
dan bisa
meninggalk
annya
begitu saja.
Ketika aku
menulis buku
ini,
Krautterbu
ch yang
agung
tergeletak
dalam
kantongnya
di ujung
mejaku. Aku
tahu temanku
ingin
mengembalik
annya, tetapi
karena si
pustakawan
telah
memberitahu
ku bahwa
sepanjang
penge-
tahuannya
buku itu
bukan milik
mereka,
maka kupikir,
buat apa
buru-buru?
Selain itu,
aku baru tahu
bahwa jik
asebuah
buku sudah
menghilang
selama
bertahun-
tahun,
pustakawan
kadang-
kadang
akan
membuang
dokumen
yang
menyertain
ya—
langkah
frustrasi,
mungkin,
tetapi
sekaligus
perlindung
an diri:
mereka
tidak ingin
diketahui
telah
kehilangan
buku,
terutama
jika buku
itu langka
dan
berharga.
Pustakawan
itu juga
memberitah
uku bahwa
karena
mereka
telah
memutakhir
kan sistem
komputer
mereka,
maka
catatan
mengenai
aset
perpustaka
an mungkin
sudah
lenyap.
Mungkin
ini yang
terjadi pada
Krautterbu
ch. Setelah
berminggu-
minggu,
bahkan
berbulan-
bulan
kemudian,
buku ini
masih ada
bersamaku,
kupikir
nanti
sajalah
mengurusn
ya.
Sementara
itu, aku
akan
membuka
buku itu
dan
membuka-
buka
halamannya
.
Tampaklah
ilustrasi
sebuah
pohon apel
(Apffelbaw
n), di
antara buah
yang
berguguran
di
dasarnya,
sebuah
tengkorak
dan tulang.
Apel
beracun! Di
bawah
pohon yang
lain,
beberapa
pria bertopi
dan
bercelana
setinggi
lutut
tampak
muntah. Di
sebelahnya,
bocah-
bocah
berwajah
malaikat
yang tak
mengenaka
n apa pun
selain kain
di
sekeliling
perut
mereka
yang buncit
tampak
berjongkok
dan buang
air besar. Di
gambar
lain, di
bawah
pohon jenis
lain,
beberapa
pria dan
wanita
berdansa
dengan
mabuk.
Bahkan
orang buta
huruf pun
bisa
mengetahui
dampak
setiap
tanaman
ini.
Menjelang
akhir buku,
tampaklah
salah satu
ilustrasi
favoritku:
sebuah
lukisan
melingkar
yang
menggamba
rkan dua
belas wajah
yang
merepresen
tasikan dua
belas angin,
masing-
masing dari
arah yang
berbeda,
dan
masing-
masing
memperliha
tkan
pengobatan
atau
ancaman
tertentu. Di
atas
ilustrasi ini,
dan di
halaman
lainnya,
tampak
noda
kecokelatan
yang tak
teratur.
Noda ini
disebut
foxing ,
titik-

xiii

titik usia
buku,
biasanya
disebabkan
oleh
kelembapan
atau
kurangnya
ventilasi. 8
Meski
demikian,
sebagian
noda gelap
dalam
lembar-
lembar ini
tampaknya
berasal dari
sejenis
tumpahan.
Minuman?
Lilin? Air
mata?
Setiap
halaman
mengandun
g misteri,
kisah yang
membingun
gkan.
Setiap
kali aku
menutup
Krautterbu
ch dan
menekan
sampulnya
keras-keras,
muncul
semacam
kelegaan
sebelum
aku
mengaitkan
jepitnya.
Tentu saja,
aku akan
mengem-
balikannya,
kataku
meyakinkan
diri. Tetapi
untuk
sementara,
aku
menyimpan
sebuah
buku yang
bukan
milikku dan
berusaha
tidak
memikirkan
apa yang
mendorong
ku.

xiv 1 &
Bagaika
n
Ngengat
Tertarik
kepada
Cahaya

2
8 April
2005. Cuaca
cerah dan
sejuk,
sejenis hari
pada
musim semi
di Kota
New York
yang
tampak
sangat
menjanjikan
. Di sudut
Park
Avenue dan
East Sixty-
sixth Street,
antrean
orang-
orang yang
optimistis
semakin
bertambah.
Hari itu
adalah
pembukaan
New York
Antiquarian
Book Fair
dan mereka
menunggu
untuk
memulai
perburuan
harta
karun.
Pameran
buku antik
tahunan itu
diadakan di
Park
Avenue
Armory,
sebuah
bangunan
mirip puri
yang tidak
cocok
dengan
zaman
tertentu
dengan
sejumlah
menara dan
lubang
untuk
senapan
musket
yang oleh
seorang ahli
sejarah
digambarka
n cukup
besar untuk
dilewati
pasukan
berformasi
empat
baris. Tak
ada formasi
semacam
itu ketika
aku tiba,
namun arus
orang-
orang yang
lapar buku
tak henti-
hentinya
berbaris
melewati
pintu.
Mereka
sangat
ingin
menjadi
orang
pertama
yang
melihat dan
menyentuh
benda-
benda yang
mereka
inginkan:
buku edisi
pertama
modern,
naskah
bergambar,
buku
tentang
Amerika,
buku
hukum,
buku
masak,
buku anak-
anak,
sejarah
Perang
Dunia II,
incunabula
(bahasa
Latin untuk
"dalam
buaian",
buku-buku
dari masa
awal
percetakan,
kira-kira
tahun 1450
hingga 1500
), karya
para
pemenang
Pulitzer
Prize,
sejarah
alam,
erotika, dan
godaan lain
yang tak
terhingga
jumlahnya.
Di
dalam,
petugas
keamanan
telah
menempati
posisi
masing-
masing dan
bersiap-siap
memberi
penjelasan
— dua kali
kepada
mereka
yang
marah-
marah—
bahwa
seluruh
barang,
kecuali
dompet
yang sangat
kecil, harus
ditinggalka
n di tempat
pemeriksaa
n mantel.
Lampu-
lampu di
atas kepala
bersinar
terang dan
panas,
bagaikan
lampu sorot
panggung.
Ketika
berjalan
memasuki
pameran,
aku merasa
seperti
seorang
aktor tanpa
skenario.
Sejak
remaja, aku
keranjingan
berbelanja
di pasar
loak,
mencari
benda-
benda
indah dan
menarik.
Beberapa
temuan
terkini
favoritku
adalah tas
dokter tua
yang
kugunakan
sebagai tas
tangan,
kemudi
kapal dari
kayu yang
kini
tergantung
di dinding
rumahku,
dan
perkakas
perbaikan
arloji tua
dengan
botol-botol
kaca
mungil.
(Ketika aku
remaja,
benda yang
kutemukan
adalah
perhiasan
kostum dan
kaset gelap
8-track
untuk
dimainkan
di mobil
van
pacarku.)
Pameran
buku ini
sangat
berbeda.
Sebagai
persilangan
antara
museum
dan pasar,
pameran ini
dipenuhi
dengan
buku
bernilai
jutaan dolar
dan cukup
banyak
sampul
kulit lapuk
yang bisa
membuat
seorang
dekorator
kegirangan.
Para
kolektor
bergerak
menuju
bilik-bilik
tertentu,
dan para
agen
menata
barang-
barang
mereka di
rak

2
sambil
saling
mengamati
temuan
terkini yang
sangat
berharga,
yang
bertengger
di rak-rak
kaca
berkilauan.
Mereka
bahkan
meletakkan
beberapa
buku di rak
teratas,
sehingga
siapa pun
bisa
mengambil
nya dan
membolak-
balik isinya.
Semua
orang,
kecuali aku,
kelihatanny
a tahu apa
yang dia
cari. Tetapi
apa yang
kucari
bukan
sekadar
buku edisi
pertama
atau naskah
bergambar.
Aku senang
membaca
buku dan
menghargai
pesona
keindahann
ya, tetapi
aku tidak
mengoleksi
nya. Aku
datang ke
pameran ini
untuk
memahami
apa yang
membuat
orang-
orang lain
melakukan
nya. Aku
ingin
mendapatk
an
gambaran
sejelas
mungkin
mengenai
dunia buku
langka yang
adat
istiadatnya
sangat
asing
bagiku.
Dengan
keberuntun
gan—
sesuatu
yang aku
yakin
diharapkan
oleh setiap
pengunjung
pameran ini
—aku juga
berharap
menemukan
sesuatu
mengenai
orang-
orang
dengan
tingkat
kecanduan
yang
membuat
mereka
mencuri
buku-buku
yang
mereka
cintai.
Untuk
itu,
sebagian
tujuanku ke
sini adalah
menemui
Ken
Sanders,
agen buku
langka asal
Kota Salt
Lake yang
juga
mengaku
sebagai
detektif.
Aku telah
berbicara
dengannya
di telepon.
Sanders
memiliki
reputasi
gemar
menangkap
pencuri
buku, dan
bagaikan
seorang
polisi yang
bertahun-
tahun
bertugas
tanpa mitra,
dia juga
sangat
menikmati
kesempatan
untuk
berbagi
kisah. Aku
menelepon
Sanders
beberapa
minggu
sebelumnya
, sebagai
persiapan
untuk
pertemuan
kami. Pada
percakapan
pertama
kami, dia
bercerita
tentang Red
Jaguar Guy,
yang
pernah
mencuri
sejumlah
Kitab
Mormon
yang sangat
berharga
darinya;
Para Penipu
Yugoslavia,
yang
pernah
dilacaknya
untuk
membantu
FBI pada
suatu akhir
pekan; dan
Geng

3
Pompa
Bensin
Irlandia,
yang secara
rutin
melakukan
transaksi
curang
dengan
para agen
buku
melalui
internet dan
meminta
pesanan
mereka
diantar ke
sebuah
pompa
bensin di
Irlandia
Utara.
Namun, ini
semua baru
awal, pe-
manasan
untuk kisah
yang lebih
besar: Pada
1999,
Sanders
mulai
bekerja
sebagai
sukarelawa
n ketua
keamanan
bagi
Asosiasi
Pedagang
Buku Antik
Amerika.
Singkatnya,
tugasnya
adalah
mempering
atkan para
agen setiap
kali dia
mendapat
kabar
tentang
suatu
pencurian,
sehingga
mereka bisa
pasang
mata
terhadap
buku-buku
yang hilang
itu.
Awalnya,
pekerjaanny
a
berlangsun
g acak.
Setiap
beberapa
bulan dia
menerima
e-tnail atau
telepon
mengenai
seorang
pencuri dan
segera
meneruskan
informasi
tersebut
kepada
para
koleganya.
Namun,
lambat
laun,
jumlah
pencurian
semakin
banyak.
Sepertinya
tidak ada
jenis
tertentu
untuk buku
yang dicuri,
atau pola
tertentu,
kecuali
bahwa se-
bagian
besar
dirampas
melalui
penipuan
kartu
kredit. Tak
ada yang
tahu
apakah ini
kerja satu
orang atau
geng yang
sering
didengar
Sanders
dari
seorang
agen di Bay
Area yang
telah
kehilangan
sebuah
buku harian
abad
kesembilan
belas.
Minggu
berikutnya,
seorang
agen di Los
Angeles
melaporkan
kehilangan
edisi
pertama
War of the
Worlds
karya H.G.
Wells.
Sanders
mendapati
dirinya
semakin
jarang
mengunjun
gi
gudangnya
dan
semakin
sering
berusaha
me-
mecahkan
apa yang
sebenarnya
terjadi.
Sander
s menarik
napas
dalam-
dalam, lalu
memulai
suatu
peristiwa
aneh yang
terjadi pada
California
Inter-
national
Antiquarian
Book Fair
2003 di San
Francisco.
Pameran itu
berlangsun
g di
Concourse
Exhibition
Center,
sebuah
bangunan
mirip
gudang
yang
tampak
menjemuka
n

4
di tepi
pusat
desain kota
itu.
Letaknya
hanya
beberapa
blok dari
penjara
county —di
antara rak-
rak pamer
bagi
jebakan
kekayaan
domestik
dan
kandang
bagi
penjahat.
Lokasi itu
ternyata
cocok.
Dengan
sekitar 250
agen dan
10.000
pengunjung
, pameran
itu menjadi
yang
terbesar di
dunia.
"Gudang
tua itu tak
ada
matinya,"
begitu
Sanders
menggamba
rkannya.
Pada hari
pembukaan,
seperti
biasa, para
kolektor
dan agen
tampak
begitu
antusias.
Namun,
Sanders
malah
mondar-
mandir
dengan
gelisah di
biliknya.
Dia
dikelilingi
oleh
beberapa
tawarannya
yang paling
bagus— The
Strategy of
Peace , yang
ditulis oleh
John F.
Kennedy,
dan edisi
pertama
Kitab
Mormon—
tetapi dia
tidak
sedang
memikirkan
buku-
bukunya.
Beberapa
hari
sebelum
pameran, di
kantornya
di Kota Salt
Lake yang
dikelilingi
oleh
tumpukan
buku dan
dokumen
berdebu,
dia
menerima
telepon dari
seorang
detektif di
San Jose,
California.
Si detektif
mengatakan
bahwa
pencuri
yang telah
dilacak
selama tiga
tahun
terakhir ini
oleh
Sanders
(dan pada
saat itu
Sanders
sudah
memiliki
firasat
bahwa
pencurinya
hanya satu
orang,
bukan satu
geng) telah
diketahui
identitasny
a. Pencuri
itu bernama
John
Gilkey, dan
kini berada
di San
Francisco.
Bebera
pa hari
sebelum
pameran,
Sanders
menerima
foto wajah
Gilkey. Dia
telah
membayang
kan seperti
apa
tampang si
pencuri,
tetapi tidak
seperti
wajah
dalam foto
itu.
"Satu
hal yang
jelas,"
katanya.
"Dia tidak
tampak
seperti
Moriaty di
mataku,"
menyebut
tokoh fiksi
yang
disebut
Sherlock
Holmes
sebagai
"Napoleon-
nya dunia
kejahatan".

5
Foto
itu
memperliha
tkan
seorang
pria tiga
puluhan
tahun
berwajah
datar
dengan
rambut
pendek
gelap yang
dibelah
pinggir. Dia
mengenaka
n baju kaus
di balik
kemeja
putih
berkancing.
Ekspresinya
lebih
seperti
merana
daripada
mengancam
. Teman
Sanders,
Ken Lopez,
seorang
agen asal
Massachuse
tts dengan
rambut
sebahu dan
satu pak
rokok
Camel yang
terbuka di
saku baju
kausnya,
sejauh yang
diketahui
mereka,
adalah
korban
terakhir
Gilkey
(Gilkey
pernah
memesan
The Grapes
ofWrath
edisi
pertama).
Tak lama
setelah
pameran
dibuka,
Sanders dan
Lopez
sempat
mengobrol
soal
membagika
n foto
Gilkey
kepada
semua
agen,
bahkan
memasang
poster
orang itu di
pintu-pintu
masuk
pameran.
Tetapi
Sanders
berpikir
ulang. Para
korban
Gilkey,
banyak dari
mereka
yang
merupakan
peserta
pameran,
suatu hari
mungkin
akan
dipanggil
untuk
mengidentif
ikasinya di
kantor
polisi, dan
Sanders
tidak ingin
mengambil
risiko
mencemari
proses
tersebut.
Yang bisa
dilakukann
ya hanyalah
tetap
waspada
dan
bertanya-
tanya
apakah
Gilkey akan
cukup
kurang ajar
untuk
muncul di
pameran.
"Kukira
dia akan
tertarik
kepada
pameran
yang bagus
bagaikan
ngengat
tertarik
terhadap
cahaya,"
katanya.
"Dan dia
akan datang
ke sana
untuk
mencuri
buku."
Pamera
n San
Francisco
itu baru
dibuka
kurang dari
satu jam
ketika
Sanders
bertemu
pandang
dengan
seorang
pria yang
tak
dikenalnya.
Sebenarnya
ini tidak
terlalu
aneh.
Sanders
sering lupa
nama,
bahkan
wajah.
Tetapi
pertemuan
kali ini
berbeda.
"Aku
memandang
pria itu, dan
dia balas
menatap
tepat ke
mataku,"
kata
Sanders,
"dan aku
mendapatka
n perasaan
yang paling
aneh."
Bukan
poster
buronan itu
yang
dipikirkann
ya. Itu
sudah
lenyap dari
ingatannya.
Ada hal
lain yang
menarik
perhatianny
a, suatu
keyakinan
aneh yang
membanjiri
nya
seketika.
Anak
perempuan
Sanders,
Melissa,
sedang
membantu
seorang
pelanggan
di sudut
lain bilik
ketika
Sanders
menoleh
untuk
memintany
a
mengamati
pria
berambut
gelap
bertampang
biasa-biasa
saja yang
dicurigainy
a sebagai
Gilkey itu.
Tetapi,
ketika
Sanders
menoleh
lagi untuk
menunjukk
annya
kepada
Melissa,
pria itu
sudah
lenyap.
Sander
s buru-buru
menyusuri
gang di
depan
biliknya,
melewati
empat atau
lima bilik
lainnya,
menabrak
beberapa
kolektor
yang
berpapasan,
menuju
bilik
temannya,
John
Crichton.
Dengan
masih
terkejut, dia
berhenti
untuk
mengatur
napas.
"Kukira aku
baru saja
melihat
Gilkey,"
kata
Sanders
kepadanya.
"Tenan
g dulu, Pak
Tua," kata
Crichton,
mengulurka
n tangan
untuk
menepuk-
nepuk
pundaknya.
"Kau
semakin
paranoid."
***

JADI,

dengan
pikiran
seperti
inilah aku
keluyuran
menyusuri
pameran di
New York,
menunggu
jadwal
pertemuank
u dengan
Sanders di
biliknya.
Aku
bertanya-
tanya
sembari
mengamati
keadaan di
sekelilingku
, apakah
ada di
antara
orang-
orang ini
yang
seperti
Gilkey.
Bagaimana
dengan pria
tua di
sebuah
counter
beberapa
meter
jauhnya
yang
sedang
bolak-balik
memandan
g satu buku
berjilid
kulit

7
berwarna
merah
darah ke
buku lain
yang nyaris
serupa?
Atau
pasangan
bersetelan
gelap yang
saling
berbisik
sambil
mengerling
ke sebuah
buku
mengenai
arsitektur
Prancis
abad
kesembilan
belas? Sulit
rasanya
untuk tidak
memandan
g semua
orang
dengan
curiga,
tetapi aku
berusaha
menahan
diri ketika
mendekati
bilik
pertama.
lepat
di
hadapanku
adalah
Aleph-Bet
Books. Di
tempat itu,
aku tertarik
kepada
deretan
buku anak
yang
memikat,
edisi
pertama
banyak
buku dari
masa
kecilku,
seperti
Pinocchio ,
meski ini
edisi
pertama
dalam
bahasa
Italia, yang
harganya
80.000 dolar
atau sekitar
dua puluh
kali lipat
harga
Pinocchio
milikku di
rumah
(terbitan
Golden
Books).
Bilik itu
disesaki
para
kolektor
yang
kelaparan,
tetapi aku
berhasil
mendapatk
an
perhatian
salah satu
pemiliknya,
Marc
Younger,
yang
menjelaska
n alasan
begitu
banyak
pengunjung
pameran
yang
mendatangi
biliknya.
Orang-
orang
memiliki
ikatan
emosional
dengan
buku yang
mereka
ingat ketika
masih anak-
anak,
katanya,
dan sering
kali itulah
jenis
pertama
buku yang
dicari
kolektor.
Ada
kolektor
yang
kemudian
juga
mengoleksi
buku-buku
lain, tetapi
banyak
yang
seumur
hidup
mengumpul
kan kisah
kanak-
kanak
favorit
mereka. Dia
memperliha
tkan
kepadaku
edisi
pertama
The Tale o
f Peter
Rabbit
(15.000
dolar).
"Kisah
nya
sungguh
menarik,"
kata
Younger.
"Tak ada
yang mau
menerbitka
nnya, jadi
dia [Beatrix
Potter]
menerbitka
n sendiri
dua ratus
lima puluh
eksemplar.
Sekarang
harga buku-
buku ini
sudah naik
hingga
seratus ribu
dolar."

8
Berikut
nya, dia
menuding
The Cat in
the Hat
edisi
pertama,
harganya
8.500 dolar.
Bagiku
penampilan
nya agak
mirip The
Cat in the
Hat edisi
baru, dan
Younger
menegaska
n bahwa
tidak
mudah
mengidentif
ikasi edisi
pertama
buku anak-
anak,
sebagian
karena
edisinya
tidak selalu
dicantumka
n. Artinya,
kita perlu
mengamati
petunjuk-
petunjuk
lain.
Younger
menjelaska
n bahwa
ketika edisi
pertama
diterbitkan,
papan
(istilah
untuk
sampul—
aku
mendapat
kata aneh
baru) The
Cat in the
Hat
ditutupi
dengan
kertas
biasa, baru
belakangan
diberi
lapisan
sehingga
tampak
mengilap.
Aku mulai
merasa
diterima.
Pada pasar
loak
berikutnya,
aku
mungkin
saja akan
mencari
The Cat in
the Hat
edisi
pertama.
Kemud
ian Younger
memperliha
tkan
sesuatu
yang lebih
langka. Dia
memiliki
dua surat
dari L.
Frank
Baum,
pengarang
buku-buku
Wizard
ofOz,
kepada
John R.
Neill, yang
menggamba
r sebagian
besar buku-
buku itu.
"Biasanya
ada benda-
benda yang
benar-benar
luar biasa
sehingga
sangat
mahal,"
katanya,
"seperti
ini."
Younger
berharap
bisa
menjualnya
dengan
harga
45.000
hingga
60.000
dolar.
Begitu
banyak
bukunya
(belum lagi
berbagai
surat,
ilustrasi
asli, dan
benda-
benda kekal
lainnya)
yang
"benar-
benar luar
biasa"
sehingga
ketika
meninggalk
annya, aku
merasa
seperti
demam
buku.
Di
seberang
bilik Aleph-
Bet terdapat
buku-buku
terbesar
yang
pernah
kulihat:
buku
bergambar
mewah
mengenai
sejarah
alam,
sebesar
meja kopi
dengan
ketebalan
dua kali
lipat, yang
oleh
agennya,
seorang
pria berdasi
kupu- kupu
dengan
nada suara
mendesis,
disebut
sebagai
elephant
folio —folio
gajah. Dari
ukuran dan
beratnya,
nama itu

9
tepat sekali.
Tetapi aku
jadi
bertanya-
tanya di
mana,
selain di
museum,
buku-buku
semacam
itu bisa
digunakan,
atau bahkan
sekadar
ditarik dari
rak buku,
misalnya,
ke meja.
Setelah
mengagumi
ilustrasi
bunga yang
rimbun
gelap dan
mengerikan
dalam salah
satu folio
gajah itu,
" The
Night-
Blowing
Cereus "
karya
Robert John
Thornton
(1799), aku
beranjak ke
arah lain,
ke sebuah
bilik
tempatku
melihat
edisi
pertama
Beethoven'
s Fifth
Symphony
yang langka
(13.500
dolar) dan
satu
eksemplar
Molecular
Structure
of Nucleic
Acids , cetak
lepas
artikel
pertama
dan kedua
Watson dan
Crick
mengenai
DNA yang
ditandatang
ani (140.000
dolar).
Buku
panduan
pameran
menunjukk
an bahwa
Sanders
berada di
bilik D8.
Sebelum ke
sana, aku
mampir
dulu di
beberapa
bilik. Di
bilik Bruce
McKittrick
Rare Books
dari
Philadelphi
a,
pemiliknya,
McKittrick
sendiri,
memikat
siapa pun
yang
mampir
dengan
pemikirann
ya yang
cepat
mengenai
buku.
Biliknya
lebih
banyak
dikunjungi
daripada
bilik lain di
sekitarnya,
tetapi itu
juga
mungkin
karena
sampanye
yang
dibagikann
ya. Dia
memberitah
uku tentang
Pietro
Aretino,
penulis
Italia abad
keenam
belas yang
karyanya
termasuk
buku-buku
erotika.
Pada 1524,
Aretino
menulis
koleksi
soneta
untuk
melengkapi
ukiran
enam belas
posisi
seksual
yang dibuat
Marcantoni
o Raimondi
(yang
gambar-
gambarnya
berdasarka
n
serangkaian
lukisan
Giulio
Romano,
seorang
murid
Raphael).
Buku itu
menjadi
salah satu
contoh
erotika
Renaisans
yang paling
terkenal.
"Edisi
asli buku-
bukunya
begitu
langka dan
begitu
sering
dibaca dan
luar biasa
tak
bermoral,"
kata
McKittrick,
"pornografi
nya kelas
berat. Tidak
seperti
buku-buku
porno

10
ringan
Prancis
abad
kedelapan
belas. Di
Venice,
pada 1520-
an, begitu
banyak
yang
mengingink
annya,
namun
barang itu
menghilang
begitu saja."
Dia
bilang
orang-
orang
membajak
karya
Aretino,
dan pada
pameran
itu, dia
menjual
sebuah
edisi palsu
salinan
bajakannya
dari
pertengaha
n abad
ketujuh
belas.
"Edisi
palsu dari
yang
palsu,"
ujarnya.
"Sangat me-
narik."
Sebelu
m pameran,
aku baru
tahu bahwa
definisi
"langka"
bisa
sebanyak
agen buku
itu sendiri.
Sebagian
besar
definisi
cenderung
main-main.
Burt
Auerback,
seorang
juru taksir
Manhattan,
dikutip
telah
mengatakan
, "Buku
langka
adalah
buku yang
harganya
jauh lebih
mahal
sekarang
daripada
ketika
diterbitkan.
"2 Kolektor
Amerika
yang sudah
almarhum,
Robert H.
Taylor,
berkata
bahwa
buku
langka
adalah
"buku yang
sangat
kuinginkan
dan tak bisa
kutemukan.
"3 Ketika
orang-
orang
menjawab
dengan
serius,
mereka
semua
sependapat
bahwa
" rare "—
langka—
adalah
istilah yang
sangat
subjektif.
Istilah
tersebut
pertama
kali
digunakan
dalam
sebuah
katalog
penjualan
buku
Inggris
pada
November
1692. 4
Namun,
baru pada
awal abad
kedelapan
belas para
sarjana
berusaha
mendefinisi
kan apa
yang
membuat
sebuah
buku
disebut
langka,
ketika
bibliofili
J.E. Berger
membuat
perbedaan
bergaya
Monty
Python
antara
"rarus" dan
"rarior" dan
"rarissiumu
s". 5 Tingkat
kelangkaan
suatu buku
tetap
subjektif,
dan satu-
satunya
kualitas
"langka"
yang
sepertinya
disepakati
oleh
kolektor
dan agen
adalah
kombinasi
kejarangan,
kepentinga
n, dan
kondisinya.
Mes-

11
ki
demikian,
selera dan
tren juga
berperan.
Ketika
suatu film
adaptasi
diluncurkan
, entah
Pride and
Prejudice
entah
Nancy
Drew , edisi
pertama
buku itu
kerap
menjadi
rebutan di
kalangan
kolektor.
Sementara
Dickens
akan selalu
menjadi
pilihan,
bintang Dr.
Seuss
meningkat
karena
anak-anak
yang
dibesarkan
dengan
buku-
bukunya
telah
menjadi
dewasa dan
berniat
membentuk
koleksi
sendiri. 6

Ketika
melewati
sebuah bilik
dengan
koleksi
jaket buku
yang
mengesank
an, aku
mendengar
agennya
berkata
kepada
seorang
pengunjung
, "Jangan
menilai
buku dari
isinya!"
Aku sudah
mendengar
cukup
banyak
tentang
kolektor
buku
sebelum
pameran
sehingga
paham
lelucon itu.
Banyak
kolektor
yang
sebenarnya
tidak
membaca
buku
mereka.
Awalnya,
aku kaget,
tetapi
setelah
memikirkan
nya, hal itu
tidak
terlalu
mengejutka
n. Lagi
pula,
banyak
kutu buku
kelas berat,
dan tentu
saja
kolektor,
yang
menyukai
buku secara
fisik. Selain
menjadi
kendaraan
untuk me-
nyampaika
n kisah
(dan puisi,
informasi
referensi,
dll), buku
merupakan
artefak
sejarah dan
tempat
berkumpul
nya
kenangan—
kita senang
mengingat-
ingat siapa
yang mem-
beri buku
kepada kita,
di mana
kita saat
membacany
a, berapa
usia kita,
dan
sebagainya.
Bagiku,
buku-
sebagai-
objek
paling
penting
dari masa
kecilku
adalah
Charlotte's
Web , buku
pertama
yang
kupesan
lewat pos
setelah
bergabung
dengan
sebuah klub
buku. Aku
masih ingat
kegairahan
yang
kurasakan
ketika
tukang pos
muncul di
depan pintu
kami
dengan
membawa
buku itu
pada suatu
Sabtu pagi
yang cerah.
Buku itu
memiliki

12
jaket kertas,
tidak
seperti
buku
perpustaka
an
bersampul
plastik
yang sering
kugunakan,
dan aku
tahu
rasanya ke-
tika lembar-
lembarnya
memisah
saat
pertama
kali dibuka.
Selama
beberapa
hari, aku
hidup di
dunia
Wilbur, dan
satu-
satunya hal
yang sama
menyedihk
annya
dengan ke-
matian
Charlotte,
bahkan
mungkin
lebih
menyedihk
an, adalah
ketika buku
itu
berakhir.
Aku begitu
menghargai
keadaan
larut dalam
sebuah
buku
sehingga
aku
membatasi
jumlah
halaman
yang boleh
kubaca
setiap hari
agar bisa
menangguh
kan akhir
yang tak
terhindarka
n, dan
terusir dari
dunia itu.
Aku masih
melakukan
nya.
Memang,
ke-
lihatannya
tidak
masuk akal,
karena
kesenangan
dunia itu
sebenarnya
tidak
berakhir
untuk
selamanya.
Kau selalu
bisa mulai
lagi dari
halaman
satu—dan
kau bisa
mengingatn
ya. Setiap
kali melihat
Charlotte's
Web
lamaku (di
rak
putraku,
lalu di rak
putriku),
aku jadi
teringat
bagaimana
buku itu
datang
kepadaku.
Buku itu
adalah
catatan
pribadi satu
bab
kehidupank
u,
sebagaiman
a buku
lainnya
terhadap
bab-bab
kehidupank
u yang lain.
Pola itu
berlanjut.
Putriku
kembali
dari kamp
musim
panas yang
lalu dengan
buku
Motherless
Brooklyn
miliknya
yang nyaris
rusak. Dia
berkata
bahwa
buku itu
telah jatuh
ke sungai,
namun tak
sanggup
me-
ninggalkan
nya, bahkan
setelah dia
selesai
membacany
a. Buku ini
secara fisik
berhubunga
n erat
dengan
pengalaman
membacany
a. Kuharap
dia takkan
pernah
melupakan
itu, karena
selama dia
melakukan
nya,
lembar-
lembarnya
yang
bergelomba
ng akan
mengingatk
annya pada
hari panas
ketika dia
membacany
a sambil
membenam
kan kaki di
dalam air—
dan pada
kehidupann
ya di usia
empat belas
tahun itu.
Buku bukan
sekadar
kendaraan
yang meng-

13
antarkan
isinya, dan
dari sudut
pandangku,
pameran ini
merupakan
perayaan
yang
terkonsentr
asi akan
fakta
tersebut.
***

DI kedai
makanan
dekat
bagian
belakang
pameran,
aku tak
sengaja
mendengar
seorang
pria
berucap
bahwa dia
baru saja
bertemu Al
Pacino, dan
orang lain
berkata
bahwa dia
melihat
salah satu
pakar
dalam
Antiques
Roadshow.
Daya tarik
acara
televisi PBS
itu
(rongsokan
mu bisa jadi
sangat,
sangat
berharga!)
juga
merupakan
salah satu
daya tarik
pameran
ini. Tak ada
barang
yang
tampak
seperti
rongsokan,
namun
banyak
edisi
pertama
modern
yang
tampak
sangat
biasa-biasa
saja.
Beberapa
kali aku
bertanya-
tanya,
apakah aku
masih
punya buku
seperti itu?
Mungkinka
h buku itu
edisi
pertama?
Ketika
aku kembali
berjalan
menyusuri
pameran,
para agen
yang
kubicaraka
n tadi
sepertinya
lebih
tertarik
mengobrol
tentang pria
di
Antiques
Roadshow
daripada
tentang
Pacino.
Namun,
aku tetap
memperhati
kan setiap
pria
berambut
gelap yang
melintas,
berharap
bertemu
bintang
film itu.
Sudah pasti
Pacino akan
lebih bisa
berbaur
dengan
pengunjung
daripada
aku yang
seorang pe-
rempuan.
Sebagian
besar
kolektor
memang
laki-laki, 7
rata-rata
berusia jauh
di atas
empat
puluh.
Banyak dari
mereka
yang
rupanya
akademisi
atau kaum
hippy gaek
atau pecinta
buku yang
beruntung
dengan
warisan
meng-
gunung.
Porsche
merah milik
mereka bisa
saja seharga
edisi
pertama
kopi
Portnoy's
Complaint.
Mereka
mencari

14
keterangan
melalui
buku
panduan
dan peta
lantai
pameran,
mengintip
bilik-bilik
dari balik
kacamata,
dan
membungk
uk untuk
memperhati
kan
punggung
buku
dengan
lebih jelas,
berusaha
mencari
kopi edisi
pertama
Harry
Potter and
the
Philosophe
r's Stone
(30.000
dolar),
yang hanya
dicetak
sebanyak
lima ratus
eksemplar,
misalnya,
atau edisi
pertama
The
History of
the
Expedition
Under the
Command
of Captains
Lewis and
Clark
(139.000
dolar) yang
sangat
langka.
Mereka
yang tidak
terlalu kaya
barangkali
akan
berburu
barang
yang
harganya
lebih
murah,
seperti
edisi
pertama
Beloved
(125 dolar)
karya Toni
Morrison
atau, yang
lebih
terjangkau,
edisi
pertama
Rabbit is
Rich (45
dolar)
karya John
Updike. 8
Mereka
juga pasti
telah
keluyuran
di gang-
gang
berharap
mendapatk
an kejutan,
karena
itulah
mimpi
setiap
pemburu
harta karun
—dalam hal
ini,
menemuka
n buku
yang
kelangkaan,
keindahan,
sejarah,
atau asal
usulnya
bahkan
lebih
memikat
daripada
kisah yang
tercetak di
dalamnya.
Pada
pameran
seperti ini,
jelas
tampak
setiap buku
memiliki
daya tarik
sensual.
Kulihat
para
kolektor
meng-
gunakan
mata,
tangan, dan
hidung
mereka.
Seorang
pria Inggris
meletakkan
cangkir
kopinya
pada jarak
aman di
atas
counter
sebelum
mengendus
satu edisi
Alice's
Adventure
s in
Wonderlan
d, baru
setelah itu
mengamati
ilustrasi
John
Tenniel
yang sangat
memesona.
Tadinya
kukira pria
itu hanya
menyukai
bau buku-
buku tua,
tetapi
belakangan
aku baru
tahu bahwa
mengendus
juga
merupakan
tindakan
kehati-
hatian.
Jamur juga
bisa
merusak
buku, dan
dari
endusan,
kita bisa
mengetahui
apakah
buku itu
terkena
serangan
jamur. 9
Seraya
bergerak
dari bilik
ke bilik,
buku ke
buku, aku
sendiri
merasakan
daya tarik
buku—
ketebalann
ya,
halamanny
a yang
berpinggira
n kasar,
keindahan
cetakannya,
sampul
kulitnya
yang
terbuat dari
linen atau
kulit, bau
kertasnya.
Dalam
riset yang
kulakukan
sebelum
pameran
ini, aku
baru tahu
bahwa rasa
cinta ini
tidak hanya
terhadap
buku- buku
langka,
tetapi juga
terhadap
fakta bahwa
pencarian
tanpa henti
buku-buku
ini telah
berlangsun
g selama 25
abad. 10
Sekitar
tahun 400
SM,
Euripides
dicemooh
lantaran
kecintaanny
a terhadap
buku. 11
Beberapa
ratus tahun
kemudian,
Cicero
tercatat
"menabung
pemasukan
nya yang
kecil" untuk
mengemban
gkan
koleksinya. 1
2
Pada
"masa
keemasan
mengoleksi"
, sekitar
1870 hingga
1930, dunia
dipenuhi
para
kolektor
yang
kecanduan.
Mereka
adalah
orang-
orang yang
bertekad
kuat, dan
minat
mereka bisa
berkemban
g dari rasa
cinta
terhadap
buku, atau
bibliofil,
menjadi
bibliomania
—istilah
yang
ditemukan
Pendeta
Frognall
Dibdin
pada 1809—
yang jauh
lebih
fanatik. 13
Sebagai
penyusun
bibliografi
dan
kolektor
buku kelas
berat,
Dibdin
melihat
bahwa
"yang
membuatny
a sangat
menakutka
n adalah
dia
[bibliomani
a] berkobar
di seluruh
musim, dan
pada
seluruh
periode
keberadaan
manusia." 14
Ketika
suatu buku,
seperti
yang ada di
pameran
New York,
memiliki
masa lalu—
rahasia atau
skandal—
daya
tariknya
jauh lebih
kuat.
Sejarah,
puisi, ilmu,
dan kisah
yang
terkandung
dalam
lembar-
lembarnya
nyaris
bersifat
sekunder.
Pameran itu
dipenuhi
orang yang
dicengkera
m mantera
yang
diluncurkan
oleh buku-
buku.
Manier
a ini
semakin
ampuh
dengan
adanya
kisah- kisah
penemuan
yang saling
diceritakan
para
kolektor.

16

Salah satu
kisah
favoritku
terjadi pada
suatu hari
di musim
semi 1988. 15
Pagi itu,
seorang
pria asal
Massachuse
tts yang
mengumpul
kan buku
tentang
sejarah
lokal
sedang
mengaduk-
aduk
wadah di
sebuah
gudang
barang
antik di
New
Hampshire.
Mendadak
dia melihat
sesuatu. Di
bawah teks-
teks
mengenai
pupuk dan
mesin
pertanian
tergeletak
sebuah
buku tipis
usang
dengan
sampul
kertas
berwarna
teh,
berjudul
Tamerlane
and Other
Poems.
Buku ini
ditulis oleh
pengarang
tak
bernama
yang hanya
diidentifika
si sebagai
"seorang
warga
Boston".
Pria itu
cukup
yakin
bahwa dia
telah
menemukan
sesuatu
yang luar
biasa. Dia
membayar
buku itu
seharga 15
dolar, lalu
pulang ke
rumah.
Tamerlane
hanya
menginap
semalam di
rumahnya.
Keesokan
harinya, dia
menghubun
gi
Sotheby's,
dan mereka
menguatka
n
dugaannya
bahwa dia
baru saja
menemukan
salah satu
buku paling
menarik
setelah
bertahun-
tahun. Buku
ini
merupakan
edisi teks
pertama
Edgar Allan
Poe, yang
ditulis
ketika
usianya
baru empat
belas tahun.
Temuan ini
mungkin
sangat
diidam-
idamkan
para
kolektor
pencari
harta
karun.
Buku
setebal
empat
puluh
halaman
yang
tampak
sederhana
ini
diterbitkan
pada 1827
oleh Calvin
F. S.
Thomas,
percetakan
asal Boston
yang relatif
tidak
terkenal
dan
biasanya
mencetak
label-label
apoteker.
Harga
awalnya
hanya
sekitar dua
belas sen.
Tetapi edisi
ini, yang
masih
tampak
bagus
meski
sudah
berusia 161
tahun,
mengingat
sebagian
besar edisi
lain
mungkin
melapuk
dalam salah
satu kardus
loteng yang
berdebu,
tak lama
lagi akan
dilelang
dengan
harga yang
mengejutka
n, 198.000
dolar. Nilai
Tamerlane
—yang
biasa-biasa
saja ketika
pertama
kali
diterbitkan
dan bahkan

17
tidak
pernah
menjadi
pembahasa
n—tidak
berhubunga
n dengan
kelebihan
sastrawinya
, tetapi
dengan
penulisnya.
Setiap kali
sebuah
edisi
karyanya
ditemukan,
harganya
meroket.
Tamerlane
diperkiraka
n telah
dicetak
antara lima
puluh
hingga lima
ratus
eksemplar,
namun
sejauh ini
baru empat
belas yang
muncul.
Sebagian
besar
disimpan di
berbagai
institusi
publik.
Pada 1890-
an, seorang
agen Boston
melihatnya
dijual oleh
agen lain
dengan
harga
sepuluh
sen.
Belakangan,
si agen
Boston
menjualnya
dengan
harga 1.000
dolar. Pada
1950-an,
teks
sederhana
ini
ditemukan
dua orang
tukang pos
di dasar
tumpukan
buku yang
mereka
pilih dalam
suatu
obralan.
Enam bulan
kemudian,
mereka
menjualnya
dengan
harga
10.000
dolar.
Mungkin
masih ada
beberapa
eksemplar
lagi, namun
hal ini
sudah
cukup
membuat
kolektor
mana pun,
dan
sekarang
aku,
menghampi
ri kardus
buku di
belakang
gudang
barang
antik, pasar
obral, atau
sudut
terlupakan
di sebuah
toko, lalu
dengan
hati-hati
mengadukn
ya dengan
harapan
keberuntun
gan
menampakk
an wajah di
balik
sampul
kertas
berwarna
teh itu.
Di bilik
lain,
seorang
agen
bercerita
tentang
sebuah
lelucon
terkenal.
Ada dua
buku, satu
karya
Hemingvva
y, satu lagi
karya
Thomas
Wolfe.
Masing-
masing
menuliskan
kata-kata
persembaha
n alias
inskripsi
yang
panjang
untuk buku
lainnya.
Seorang
agen
berpengala
man
terpaksa
mem-
beritahu
pemilik
yang baru
saja
membayar
cukup
banyak
untuk
kedua buku
itu bahwa
inskripsiny
a tidak
otentik, dan
bahwa
nilainya
tidak
seperti
yang dia
harapkan.
Belakangan,
agen lain
menemukan
bahwa itu
merupakan
pemalsuan
spektakuler
: Wolfe
menuliskan
dedikasi
pada

18
buku
Hemingway
, dan
Hemingway
pada buku
Wolfe. 16
Dalam
perjalanan
mengitari
pameran
ini, aku
men-
dengarkan
banyak
kisah jenis
lain—kisah
tentang
pencuri—
yang
semakin
menguatka
n
keinginank
u untuk
bertemu
Sanders.
Bruce
McKittrick,
agen yang
telah
memberi-
tahuku
tentang
Aretino
"palsu dari
yang
palsu",
mengarah-
kanku
kepada
seorang
pria
berambut
ikal yang
disebutnya
"pria sangat
baik".
Pria
sangat baik
itu adalah
Alain
Moirandat,
seorang
agen asal
Swiss
bertubuh
tinggi
kurus yang
pandai
berbicara.
Bahkan
dalam
kerumunan
kutu buku
terpelajar,
dia tampak
menonjol.
Dalam
beberapa
menit
pertama
percakapan
kami, dia
menyebutk
an
Nietzsche,
Goethe, dan
para arsitek
Fiorentina.
Dari rak
kaca, dia
mengambil
sebuah
manuskrip,
yang tidak
terjilid,
dalam boks
tipis. Dia
mendapatk
annya
dalam
lelang
tahun 2004,
dan pada
saat itu
manuskrip
tersebut
hanya
digambarka
n sebagai
"karya
lengkap
Flaubert,
254
halaman."
Harganya
"sangat,
sangat
rendah,"
kata
Moirandat.
"Aku putus
asa.
Sebagaiman
a banyak
orang
dalam
bisnis ini,
modalku
tidak
banyak,
tapi harga
manuskrip
itu
keterlaluan
rendahnya.
Kukira
orang-
orang pasti
telah keliru
membaca
deskripsiny
a, mungkin
mengangga
p tebalnya
hanya 25
halaman.
Aku
memutuska
n untuk
ikut
menawar...
Aku
mendapatk
an separuh
harga."
Dia
membuka
boks itu
dan, yang
membuatku
kaget,
memintaku
untuk
membuka
halaman-
halamannya
yang agak
kekuningan
. Manuskrip
itu ditulis
dengan
tinta
cokelat,
yang sudah
agak pudar
karena
pernah
terkena
tetesan air.
Banyak
garisnya
yang sudah
tidak jelas.
Moiradat
bilang

19
itu karya
Flaubert
yang
diduga
ditulis
ketika dia
sedang
dalam
perjalanan,
namun dia
meragukan
nya.
"Aku
yakin dia
tidak
menulisnya
dalam
perjalanan.
Bentuknya
terlalu
rapi."
Dia
membacaka
n sebuah
paragraf
dalam
bahasa
Prancis,
lalu
menerjemah
kannya
secara
kasar.
"Aku
memutuska
n untuk
tidak
berdeklama
si dan tidak
mengizinka
n diriku
menggunak
an kata
'indah'
lebih dari
enam kali
per
halaman
dan hanya
dua belas
kali
mengunaka
n kata
'mengagum
kan'. Aku
ingin
kalimat-
kalimatku
berbau kulit
sepatu
perjalanank
u..."
"Rasan
ya seperti
mengintip
bengkel
sepatu itu,"
kata
Moirandat
menghela
napas,
memandan
g
manuskrip
itu dari
balik
bahuku.
Mau
tak mau
aku
sependapat.
Keadaanny
a yang
tidak
selesai,
dengan
kata-kata
yang
berbaur
dengan
tumpahan
tinta,
membuat
manuskrip
itu terasa
dekat dan
intim.
Moirandat
meninggalk
anku
dengan
manuskrip
itu selama
beberapa
menit
sementara
dia
melayani
pengunjung
lain. Aku
menyentuh
halamannya
dan baru
sadar
betapa aku
mengingink
an sesuatu
seperti ini.
Seperti
inilah ke-
jadiannya,
pikirku.
Aku bisa
menyelipka
n lembaran
ini ke
bawah baju
hangat lalu
bergegas
keluar.
Sambil
menunggu
kembalinya
Moirandat,
aku melihat
beberapa
benda
indah lain
yang
ditinggalka
nnya di atas
counter.
Dia
bukannya
ceroboh.
Hampir
setiap agen
yang
pernah
kukunjungi
pernah
melakukan
hal
semacam
ini. Ketika
Moirandat
kembali,
aku
menahan
diri untuk
tidak
memberiny
a saran agar
jangan
terlalu
cepat
percaya.
Mungkin
seperti
menyarank
an

20
seorang
tuan rumah
Jepang agar
para
tamunya
tetap
mengenaka
n sepatu.
Kepercayaa
n jelas
menjadi
bagian dari
budaya
perdaganga
n buku
langka, dan
siapa aku,
berani-
beraninya
menyarank
an untuk
menolak hal
itu?
Ketika
aku
menanyai
Moirandat
apakah
pernah ke-
curian, dia
bercerita
tentang
perjalanann
ya ke
Jerman
untuk
mengejar
seorang
pencuri
yang telah
mengambil
sebuah
buku dari
tokonya di
Basel.
Moirandat
berhasil
menangkap
nya, namun
si pencuri
menyangkal
dia berada
di Basel
ketika
pencurian
itu terjadi.
Tetapi
Moirandat
mengenal
tanda-tanda
fisik buku-
bukunya
laksana
orangtua
yang
mengenal
bintik dan
bopeng
anaknya. Di
pengadilan,
dia
meminta
hakim,
yang
memegang
buku
bermasalah
itu, untuk
membuka
halaman 28.
"Anda akan
menemukan
tiga lubang
di sana, dan
jika
membuka
halaman
terakhir,
Anda akan
menemukan
tanda entri
yang
ditinggalka
n pemilik
sebelum
saya."
Hakim
melakukan
nya, dan si
tersangka,
seorang
guru
sekolah
negeri,
didakwa.
Moiran
dat juga
bercerita
mengenai
seorang
pria yang
menggunak
an metode
"benang
basah".
"Suatu
hari dia
pergi ke
perpustaka
an dengan
seutas
benang wol
yang
disembunyi
kan dalam
pipinya.
Dia
menyelipka
n benang
basah itu
dalam
sebuah
buku, di se-
panjang
punggungn
ya,"
katanya.
"Dia
mengembali
kan buku
itu ke rak
dan datang
lagi
beberapa
minggu
kemudian.
Begitu
mengering,
benangnya
semakin
pendek,
yang bisa
memotong
dengan
rapi."
Si
pencuri
tidak perlu
menyelund
upkan
pisau.
Cukup
seutas
benang
basah yang
diperlukan
nya untuk
mengambil
selembar
halaman
berharga:
cetakan asli
Manet.
Kemudian,
si pencuri
mendatangi
toko
Moirandat
dan
berusaha
menjual
sebuah
buku
kepadanya.
"Buku itu
adalah edisi
pertama
Goethe
yang paling
langka
seperti
yang ada di
katedral di
Salzburg.
Buku itu
merupakan
salah satu
teks karya
Goethe
yang benar-
benar
hebat,
berhubunga
n dengan
perkemban
gan
romantisis
me. Buku
itu
memiliki
cap
perpustaka
an
berdiameter
delapan
belas
milimeter.
Si pencuri
berusaha
menghilang
kan cap itu,
namun aku
bisa
melihatnya,
meskipun
tidak tahu
dari
perpustaka
an mana.
Aku
menelepon
setiap
perpustaka
an Swiss
hingga
menemukan
dari mana
buku itu
berasal."
Polisi diberi
tahu, dan
pria itu, si
pencuri
Manet dan
Goethe,
ditangkap.
Aku
beranjak
meninggalk
an biliknya
dan merasa
takjub
dengan
seringnya
hal
semacam
ini terjadi.
Aku kembali
melewati
bilik
McKittrick,
dan dia mem-
beri isyarat
kepadaku
supaya
menungguny
a sementara
dia buru-buru
menyeberang
i lorong
untuk
berbicara
dengan
Sebastiaan
Hesselink,
agen dari
Belanda.
Ketika
McKittrick
memberitahu
ku tentang
karya palsu
Aretino yang
dibajak itu,
aku sempat
menanyainya
tentang
kejahatan lain
dalam
perdagangan
buku antik,
seperti
pencurian.
Dia tak
memiliki
cerita
semacam itu,
oleh karena
itulah kini dia
berbicara
dengan
Hesselink.
McKittrick
bertanya
kepadanya
apakah dia
mau
berbicara
denganku
tentang—dia
berbisik—
pencurian.
Dia bersedia,
jadi
McKittrick
mem-
perkenalkan
kami. Kurasa
tidak semua
agen mau
berbagi kisah
mengenai
pencurian,
jadi aku
merasa
beruntung
Hesselink
bersedia
melakukanny
a. Sementara
putranya
menjaga bilik
mereka, aku
dan
Hesselink
meninggalka
nlantai
pameran
dan duduk
di kursi
lipat di
lorong yang
gelap dan
tenang
dekat pintu
masuk.
Dengan
aksen
Belanda
yang jelas,
Hesselink
bercerita.
Beberapa
tahun
silam,
seorang
pria
meneleponn
ya dan
bertanya
apakah dia
tertarik
kepada
beberapa
benda yang
sangat
langka,
termasuk
Book of
Hours dan
surat-surat
dari
beberapa
presiden
Amerika.
Hesselink
tertarik,
tetapi
begitu
melihat
buku-buku
itu, dia jadi
curiga. Dia
tinggal di
wilayah
pedesaan di
luar
Amsterdam
, "di antah-
berantah,"
namun ada
seorang
pria asal
New York
yang
datang
jauh- jauh
untuk
menjual
buku yang
sebenarnya
bisa dengan
gampang
terjual di
Amerika
Serikat. "Itu
mencurigak
an," kata
Hesselink,
yang
berkata dia
menjadi
lebih
waspada
daripada
biasanya.
Dia
mengamati
seluruh
material dan
mengajukan
penawaran,
yang
langsung
disetujui pria
itu. Ini juga
aneh, kata
Hesselink.
Sebagai
dalih,
Hesselink
memberitahu
pria itu
bahwa karena
bank sudah
tutup, dia
akan menulis
cek. Dia tahu
pria itu lebih
suka uang
tunai. Pria itu
menolak, dan
Hesselink
mengusulkan
agar mereka
bertemu lagi
keesokan
harinya agar
dia bisa
menyerahkan
uangnya, lak
lama setelah
pria itu pergi,
Hesselink
menghubungi
sejumlah
kolega di
Amerika
Serikat untuk
memeriksa
apakah
mereka tahu
tentang buku-
buku curian
yang mirip
dengan
benda-benda
yang baru
saja
ditawarkan
kepadanya.
Hanya dalam
beberapa
jam, dia
menemukan
bahwa
material itu
telah dicuri
dari
Universitas
Columbia.
Hesselink
langsung
menghubungi
Interpol, FBI,
dan polisi
Belanda
setempat, dan
mereka
menyiapkan
perangkap
untuk pukul
empat hari
berikutnya di
alun-alun
kota
.Kisah
itu seperti
berasal dari
novel
misteri, dan
detail
favoritku
akhirnya
tiba. Malam
itu,
Hesselink
dan putra-
nya
memotong-
motong
surat kabar
menjadi
ukuran
persegi
panjang
yang sesuai
dengan
uang kertas
gilder dan
memasukka
n
"pembayara
n" itu ke
dalam
kantong
plastik.
Pada pukul
empat
keesokan
harinya,
pria itu tiba
di alun-
alun kota
Utrecht
dengan
barang
curiannya.
Polisi,
dengan
rompi tahan
peluru,
telah
mengepung
daerah itu.
Hesselink
menyarank
an agar pria
itu
menemanin
ya ke mobil
karena di
situlah
uang
pembayara
nnya
berada.
Setelah
sejumlah
kesalahan
fatal ala
film komedi
Keystone
Kops yang
dilakukan
polisi
setempat,
mereka
berhasil
menahan
pria itu.
Namun,
menuntutn
ya ternyata
jauh lebih
sukar. 17
Aku
menanyai
Hesselink
apakah dia
takut ketika
sedang
menyerahka
n kantong
"uang" itu,
mengingat
barangkali
saja pria itu
bersenjata
dan polisi
mungkin
tidak
bertindak
cukup
cepat.
Tetapi
Hesselink
menjawab
dia tenang-
tenang saja.
Aku
terkesan.
Bagaimana
pun, orang
ini bukan
detektif
berpengala
man,
melainkan
agen buku
langka yang
bermain-
main
sebagai
James Bond
selama satu
hari. Aku
meninggalk
an lorong
tempat
kami
berbicara,
lalu
kembali
memasuki
lantai
pameran.
Kisah itu
menambah
kumpulan
cerita
dalam buku
catatanku.
Kegairahan
yang
kurasakan
ketika
mendengar
kan dan
mendapatk
annya
kurasa
mirip
dengan
kegairahan
yang
dirasakan
sebagian
besar
kolektor
yang puas
di pameran
itu.
Jika
ada
pencurian
pada hari
pembukaan,
kukira
manajer
pameran
pasti telah
mengetahui
nya. Jadi,
aku mampir
di
kantornya.
Dia
meyakinkan
ku bahwa
bukan

24
saja tidak
ada
pencurian
pada hari
itu,
melainkan
juga
pencurian
tidak umum
terjadi saat
pameran.
Aku tidak
tahu
apakah aku
bisa
memercayai
nya. Ken
Sanders
sempat
bercerita
bahwa
sebagian
tantangan
dalam
menghadap
i masalah
pencurian
buku
langka
adalah
keengganan
banyak
orang
untuk
memublikas
ikannya. Ini
sangat tidak
relevan
mengingat
kelicikan
yang ada
dalam
pencurian
buku.
Asumsi
yang
muncul di
kalangan
pedagang,
dan
barangkali
bahkan di
kalangan
pustakawan
buku
langka
(yang buku-
bukunya
mungkin
telah
didonasika
n), adalah
korban
tidak cukup
waspada.
Para agen
buku, yang
dikenal
melakukan
bisnis
bernilai
miliaran
dolar
melalui
jabat
tangan,
kadang-
kadang
merasa
bahwa
mengumum
kan
kehilangan
akan
membahaya
kan mereka
dan
menempatk
an mereka
dalam
daftar
hitam.
"Begitu kau
dicemari
oleh
pencurian,"
begitu yang
disampaika
n
McKittrick
kepadaku,
"tamatlah
riwayatmu.
" Karena
kerap
dipercaya
para
kolektor
yang
menitipkan
buku-buku
favorit
berharga
untuk
dijual,
mereka
tidak ingin
terlihat
rapuh.
Aku
membawa
buku
catatan tipis
ke pameran
ini dan kini
merasa
bahwa aku
mestinya
membawa
yang lebih
tebal. Setiap
agen
memiliki
kisah
berbeda.
Satu-
satunya hal
yang
kudengar
lebih dari
sekali
adalah,
"Setiap
buku
langka
adalah
buku
curian."
Nazi adalah
penjarah
koleksi
buku yang
tak bisa
dikendalika
n, kata para
agen,
sebagaiman
a bangsa
Romawi
yang
mencuri
seluruh
perpustaka
an dari
Yunani, dan
Ratu
Christina
dari Swedia
yang
mengoleksi
banyak
barang
curian
selama
Perang Tiga
Puluh
Tahun. 18
Namun,
mereka juga
menyebut
tentang
pencuri
yang
bertindak
atas
namanya
sendiri.
Apakah
melalui
tangan
25
penakluk
atau
kolektor
yang licik,
buku
berharga
kerap
menghilang
. Kecuali
pencuri
mencoba
menjualnya
kepada
agen atau
lembaga
bereputasi
baik tak
lama
setelah
menyabetny
a, kata
mereka, ada
kemungkin
an buku
tersebut tak
akan bisa
dilacak.
Akhirnya,
mungkin
setahun
kemudian,
atau
sepuluh
tahun
kemudian,
buku itu
terjual
kepada
seseorang
yang tak
mengetahui
masa
lalunya, tak
mengetahui
asal
usulnya
yang
tercemar.
Mustahil
melacak
sejarah
kepemilika
n setiap
buku.
Dugaanku,
hal ini telah
diketahui
setiap
pencuri
buku yang
cerdas.
Aku
berbelok di
tikungan
dan melihat
bilik Ken
Sanders.
Aku sangat
ingin
melihat
wajah
penutur
cerita yang
bersemanga
t itu.
Seperti aku,
dia juga
tampak
agak
mencolok
dalam
kerumunan
orang di
pameran
buku
langka itu.
Sanders
cukup
gemuk,
rambutnya
yang
menipis
diikat ekor
kuda.
Janggut
panjangnya
yang
berwarna
hitam-putih
sering dia
usap-usap.
Alis
matanya
membentuk
huruf V
terbalik,
membuatny
a tampak
ingin tahu
atau
pemarah.
Belakangan
aku baru
tahu salah
satu sifat
itu sering
muncul.
Meskipun
kelihatanny
a dia tidak
tertarik
berurusan
dengan
orang tolol,
jika kau
tertarik
kepada
sebuah
buku atau
kisah, dia
bersedia
meluangka
n waktu
untuk itu.
Dia
menyebut
dirinya
"Polisi
Buku".
Teman-
temannya
memanggil
nya
"Bibliodick"
.
Kami
duduk di
dua kursi di
pinggir
biliknya
dan
mengobrol
tentang
pameran
itu.
"Dalam
pameran
seperti ini,"
katanya,
"aku
seorang
pecundang.
Tidak
seperti
mereka
yang ada di
Park
Avenue."
Itu
sebutan
Sanders
untuk
peserta
yang
menempati

26
bilik di
lorong-
lorong
bagian
depan
pameran,
yang biaya
sewanya
sangat
mahal,
kecuali bagi
agen buku
langka me-
nengah ke
atas.
Sanders,
yang
bercerita
bahwa dia
menghadiri
enam
hingga
delapan
pameran
dalam
setahun,
adalah
penganut
egaliter dan
lebih suka
pameran
San
Franscisco
yang
pemilihan
lokasi
biliknya
ditentukan
berdasarka
n undian.
"Banyak
orang New
York yang
membencin
ya,"
katanya.
"Mereka
lebih suka
elit
dikelompok
kan. Aku
lebih suka
percampura
n." Aku
menyebutk
an gosip
tentang Al
Pacino yang
sedang
berbelanja
buku, tetapi
dia tidak
tertarik. Dia
berkata
bahwa
sudah dua
kali, pada
pameran-
pameran
sebelumnya
, dia
mengobrol
dengan
aktor yang
sudah lama
menjadi
kolektor,
Steve
Martin
(sekali,
hampir
menubruk
Diane
Keaton
yang
berdiri di
belakangny
a), namun
tidak
menyadari
siapa
Martin
(atau
Keaton)
sampai
putrinya,
Melissa,
dengan
gusar
memberitah
unya, dua
kali.
Aku
menanyaka
n
bagaimana
kabarnya
sejauh ini.

"Kami
mulai
membongka
r barang
pukul
sembilan
pagi
kemarin,"
kata
Sanders.
"Biasanya
agen lain
ikut mem-
bantu
supaya tahu
apa yang
kaujual.
Bagaimana
pun, penge-
tahuan
sangat
dibutuhkan
dalam
bisnis ini."
Dia
bercerita
mengenai
buku yang
dilihatnya
dijual
seorang
agen
kepada
agen lain
dengan
harga 200
dolar pagi
ini, lalu
melihat
agen itu
menjualnya
kembali
dengan
harga 3.500
dolar pada
sore
harinya.
Agen yang
kedua
mengenali
nilai yang
tidak
diketahui
agen
pertama.
Baru
beberapa
menit kami
duduk
ketika
Sanders
bercerita
tentang
pameran
New York
pertama
yang
diikutinya.

27
<f) <->
<f>)
"Sepul
uh menit
menjelang
malam
pembukaan,
aku
kehilangan
buku
seharga
seribu
dolar. Dan
kawanku,
Rob Rulon-
Miller,
kehilangan
buku karya
Roger
Williams
yang
nilainya
35.000
dolar. Kami
berdua
buru-buru
pergi ke
Nineteenth
Precinct,
yang secara
harfiah
berada di
pintu
belakang
Armory.
Bisa
kaubayangk
an
bagaimana
kantor
polisi New
York. Dan
kami
berdua
berada di
sana
dengan
mengenaka
n setelan.
Kubiarkan
Roger
masuk lebih
dahulu."
Sander
s
menjelaska
n bahwa
para agen
terbiasa
dengan
polisi yang
mencemooh
berita
mengenai
pencurian
buku,
terutama
ketika
harganya
sangat
mahal.
"Memangny
a ada orang
yang mau
membeli
buku
seharga
itu?" tanya
mereka
dengan
skeptis.
"Karen
a aku yang
lebih
pintar,"
lanjut
Sanders,
"kubiarkan
Rob masuk
lebih
dahulu dan
menjelaska
n kepada
sersan yang
bertugas
bahwa kami
datang
untuk
melaporkan
pencurian
buku.
Ketika Rob
menyampai
kan
perincianny
a, si sersan
mendongak
, dengan
tidak
percaya,
dan
berkata,
'Roger
Williams?
Anda
berbicara
tentang
orang yang
menemukan
Rhode
Island?'
Rupanya
dia tahu
siapa pria
itu. Aku
sangat
terkesan.
Lalu dia
berkata,
'Anda
membiarka
n edisi
pertama
Roger
Williams
diambil
begitu
saja?!' Dan
dia
memandan
g Rob
seakan-
akan
berkata:
Kau ini
tolol, tahu?
Setelah itu,
kuputuskan
buku seribu
dolarku
tidak perlu
dibesar-
besarkan."
Kemud
ian, Sanders
bercerita
tentang
kejahatan
yang lebih
terkini. Dia
berkata
bahwa
berdasarka
n peringat-
an yang
diterimanya
dari rekan
sesama
agen, dia
mem-

2
8pe
rkir
aka
n
bah
wa
seja
k
akh
ir
199
9
hin
gga
awa
l
200
3,
Joh
n
Gil
key
tela
h
me
ncu
ri
seju
mla
h
buk
u
seni
lai
seki
tar
100.
000
dol
ar
dari
par
a
age
n di
selu
ruh
neg
ara.
Dal
am
dek
ade
seb
elu
mn
ya,
tak
per
nah
ada
pen
curi
yan
g
se-
pro
duk
tif
itu.
Mes
ki
de
mik
ian,
yan
g
bah
kan
lebi
h
ane
h,
tak
satu
pun
bar
ang
yan
g
dic
uri
Gil
key
bela
kan
gan
mu
ncu
l
unt
uk
diju
al
di
inte
rnet
ata
u di
tem
pat
um
um
lain
nya
.
Hal
ini,
dig
abu
ngk
an
den
gan
keta
kko
nsis
ten
an
jud
ul
yan
g
dibi
dik
Gil
key
(de
nga
n
jum
lah
gen
re
dan
peri
ode
wak
tu
yan
g
san
gat
ber
aga
m)
dan
fakt
a
bah
wa
seb
agia
n
buk
u
yan
g
dic
urin
ya
tida
k
terl
alu
ber
har
ga,
me
mb
uat
San
der
s
yak
in
bah
wa
Gil
key
seb
ena
rny
a
me
ncu
ri
kar
ena
cint
a.
Gil
key
me
nci
ntai
buk
u
dan
ingi
n
me
mili
kin
ya.
Tet
api
San
der
s
tida
k
bisa
me
mb
ukti
kan
pen
dap
atn
ya.
B
ebe
rap
a
min
ggu
seb
elu
mn
ya,
keti
ka
pert
ama
kali
ber
bica
ra
di
tele
pon
,
San
der
s
me
mbe
rita
huk
u
bah
wa
dia
cuk
up
yak
in
Gil
key
per
nah
dip
enja
ra
di
San
Que
ntin
Stat
e
Pris
on
dan
kini
tela
h
beb
as.
Dia
ber
gidi
k
me
mik
irka
n
hal
itu,
me
mp
erin
gat
kan
ku
bah
wa
aka
n
suli
t,
kala
u
buk
an
mus
tahi
l,
unt
uk
me
ne
mu
kan
Gil
key.
S
eha
ri
sete
lah
per
cak
apa
n
tele
pon
itu,
aku
mel
aku
kan
pen
yeli
dik
an. 1
9

Seb
agai
ma
na
dug
aan
San
der
s,
Gil
key
me
ma
ng
per
nah
dip
enja
ra
di
San
Que
ntin
dan
tela
h
di-
beb
ask
an.
Yan
g
tida
k
dik
eta
hui
San
der
s
ada
lah
Gil
key
kem
bali
dip
enja
ra,
kali
ini
di
Tra
cy,
Cali
forn
ia.
Ak
u
me-
nuli
s
sur
at
kep
ada
Gil
key
unt
uk
bert
any
a
apa
kah
dia
bers
edi
a
ber
bica
ra
den
gan
ku.
Me
ngi
nga
t di
pen
gad
ilan
dia
me
nya
ngk
al
pen
curi
an
yan
g
dila
kuk
ann
ya,
aku
tida
k
me
ngh
ara
pka
n
dia
unt
uk
terb
uka
kep
ada
ku
me
nge
nai
hal
itu.
Dal
am
sur
at,
aku
ber
kat
a
bah
wa
aku
tert
arik
me
nuli
s

29

m <f) ^D û
[=r i=0))
kisah
mengenai
orang-
orang yang
bertindak
luar biasa
demi
mendapatk
an buku
langka. Itu
merupakan
eufemisme
yang
kuharapkan
bisa
mencegahn
ya merasa
defensif.
Sambil
menunggu
jawaban,
aku
memesan
beberapa
buku
mengenai
koleksi
buku dan
membaca
setumpuk
artikel.
Salah satu
artikel dari
The Age ,
sebuah
surat kabar
Australia,
menarik
minatku.
Artikel itu
menyebutk
an bahwa
pencurian
buku sudah
tak
terkendali. 20
Mengapa
aku baru
mendengar
soal ini?
Mengapa
teman-
teman yang
pernah
kutanyai
juga tidak
mengetahui
nya? Kisah
pada 2003
itu
mengenai
bagaimana
orang-
orang yang
bertanggun
g jawab
terhadap
Arsip
Rahasia
Vatikan,
ruang
bawah
tanah yang
menyimpan
kertas-
kertas
sejarah
sepanjang
85
kilometer,
manuskrip
bergambar,
buku antik,
dan
koresponde
nsi langka,
harus
waspada
terhadap
pencuri.
Hal ini
cukup
menggelitik
, tetapi ada
satu
kalimat
yang
menyita
perhatianku
: seorang
agen
Interpol,
Vivianna
Padilla,
mengungka
pkan bahwa
menurut
statistik
kepolisian
global,
pencurian
buku jauh
lebih luas
daripada
pencurian
barang seni.
Ada
hal lain
yang
menarik
perhatianku
. Dalam
situs
Antiquarian
Booksellers'
Association
of America
(ABAA)—
Asosiasi
Pedagang
Buku Antik
Amerika—
disebutkan
bahwa ada
lima tipe
pencuri
buku:
kleptomani
a yang
tidak bisa
menahan
diri untuk
mencuri;
pencuri
yang
mencuri
demi
meraih
keuntungan
; pencuri
yang
mencuri
karena
marah;
pencuri
biasa; dan
pencuri
yang
mencuri
untuk
digunakan
sendiri.
Aku
menduga
identifikasi
ABAA itu
dimaksudk
an untuk
membantu
para agen
dan
pustakawan
mengenali
serangkaian
motivasi
yang
mungkin
menggerak
kan seorang

30
pencuri.
Kenali
musuhmu.
Dari semua
ini, bagiku
yang paling
menggugah
adalah
pencuri
yang
mencuri
untuk
digunakan
sendiri—
orang yang
mencuri
karena
kecintaan
terhadap
buku.
Sejauh
mana
perbedaann
ya dengan
kolektor
buku biasa?
Mereka
sepertinya
sama-sama
bernafsu
dan
digerakkan
oleh
keinginan.
Beberapa
agen
mengaku
kepadaku
bahwa
selama
berpuluh-
puluh
tahun
menangani
buku
langka, ada
kalanya
mereka
tergoda
untuk
mencuri
buku,
namun
mendapatk
an kekuatan
untuk
menolaknya
. Pada
pameran
buku, aku
melihat
sendiri
bagaimana
mudahnya
melenggang
pergi
dengan
sesuatu
yang benar-
benar unik
dan
mengagum
kan (kertas
yang ditulis
sendiri oleh
Flaubert!).
Apa yang
membuat
seseorang
bertindak
melewati
batas dari
pengagum
menjadi
pencuri,
dan setipis
apa batas
itu? Aku
ingin tahu.
Setelah
beberapa
minggu
memeriksa
kotak
suratku,
aku
menemukan
apa yang
selama ini
kuharapkan
—sebuah
amplop
bercap
diagonal
dengan
huruf
merah
besar-besar:
STATE
PRISON
GENERAT
ED MAIL.
Di
dalamnya
ada surat
yang ditulis
dengan
huruf cetak
yang kecil
dan halus
di atas
kertas
bergaris.
Baik,
tulis Gilkey,
dengan
senang hati
aku akan
me-
nyampaika
n kisahku.
Bersam
a surat itu,
dia
mengirim
selembar
halaman
yang
disobek
dari buku
peraturan
Departemen
Pembinaan.
Dia
menggamba
r dua buah
bintang di
sebelah
bagian yang
berjudul
"Akses
Media ke
Fasilitas"
dan
menulis di
pinggirnya,
"Mendapatk
an izin itu
mudah!"
***
3
1
S

d
u
d
u
k

d
i

l
u
a
r

b
i
l
i
k

S
a
n
d
e
r
s

d
i

p
a
m
e
r
a
n

N
e
w

Y
o
r
k
,

a
k
u

m
e
n
g
a
m
a
t
i
n
y
a

b
e
r
b
i
c
a
r
a

d
e
n
g
a
n

s
e
j
u
m
l
a
h

p
e
l
a
n
g
g
a
n
.

A
d
a

y
a
n
g

d
i
k
e
n
a
l
n
y
a

d
e
n
g
a
n

b
a
i
k
,

a
d
a

p
u
l
a

y
a
n
g

t
i
d
a
k

s
a
m
a

s
e
k
a
l
i
.

S
i
a
p
a

p
u
n

p
e
l
a
n
g
g
a
n
n
y
a
,

d
i
a

b
e
r
t
i
n
d
a
k

s
e
b
a
g
a
i

t
u
a
n

r
u
m
a
h

y
a
n
g

b
a
i
k

d
a
n

d
e
n
g
a
n

g
e
m
b
i
r
a

m
e
n
g
i
s
a
h
k
a
n

b
u
k
u
-
b
u
k
u
n
y
a
k
e
p
a
d
a

o
r
a
n
g
-
o
r
a
n
g

y
a
n
g

m
e
n
g
h
a
r
g
a
i

b
u
k
u
-

b
u
k
u

i
t
u
.

A
k
u

k
e
m
b
a
l
i

m
e
n
d
a
p
a
t

k
e
s
a
n

b
a
h
w
a

p
a
m
e
r
a
n

b
u
k
u
a
d
a
l
a
h

s
e
j
e
n
i
s

t
e
a
t
e
r
,

d
a
n

S
a
n
d
e
r
s

a
d
a
l
a
h

p
e
m
a
i
n
n
y
a
.

K
e
t
i
k
a

b
i
l
i
k
n
y
a

k
o
s
o
n
g
,

d
i
a

k
e
m
b
a
l
i

d
u
d
u
k
d
i

s
e
b
e
l
a
h
k
u
.
"
G
i
l
k
e
y

m
e
n
u
l
i
s

s
u
r
a
t

u
n
t
u
k
k
u

d
a
r
i

p
e
n
j
a
r
a
,
"

a
k
u

m
e
-
m
u
t
u
s
k
a
n

u
n
t
u
k

m
e
m
b
e
r
i
t
a
h
u
n
y
a
.
"
D
i
a

b
i
l
a
n
g

d
i
a

b
e
r
s
e
d
i
a

b
e
r
b
i
c
a
r
a

d
e
n
g
a
n
k
u
.
"
U
n
t
u
k

s
e
s
a
a
t
,

S
a
n
d
e
r
s

t
i
d
a
k

m
e
n
j
a
w
a
b
.

K
u
s
a
n
g
k
a

d
i
a
a
k
a
n

g
e
m
b
i
r
a

m
e
n
g
e
t
a
h
u
i

k
a
b
a
r

i
t
u
,

i
n
g
i
n

m
e
n
d
e
n
g
a
r

p
e
r
i
n
c
i
a
n
n
y
a
(
b
a
g
a
i
m
a
n
a
p
u
n
,

o
r
a
n
g

i
n
i

m
a
n
g
s
a
b
e
s
a
r
n
y
a
)
.

A
l
i
h
-
a
l
i
h
,

d
i
a

m
a
l
a
h
t
a
m
p
a
k

m
u
r
a
m

d
a
n

s
k
e
p
t
i
s
.

S
e
b
e
l
u
m

b
e
r
b
i
c
a
r
a
,

d
i
a

m
e
l
i
r
i
k
k
u
.
"
S
e
b
a
i
k
n
y
a

k
a
u
t
a
n
y
a

d
i

m
a
n
a

d
i
a

m
e
n
y
e
m
b
u
n
y
i
k
a
n

s
e
m
u
a

b
u
k
u

y
a
n
g

t
e
l
a
h
d
i
c
u
r
i
n
y
a
,
"

k
a
t
a
n
y
a

d
e
n
g
a
n

k
e
s
a
l
.

"
A
k
u

b
e
r
a
n
i

b
e
r
t
a
r
u
h

d
i
a

m
e
m
i
l
i
k
i

g
u
d
a
n
g

d
i

M
o
d
e
s
t
o
,

t
e
m
p
a
t

a
s
a
l
n
y
a
.
"

U
n
t
u
k

s
e
s
a
a
t

S
a
n
d
e
r
s

m
e
n
a
t
a
p

l
a
n
t
a
i
,

l
a
l
u

m
e
n
a
m
b
a
h
k
a
n
,

"
T
e
n
t
u

s
a
j
a
,

d
i
a

t
a
k

a
k
a
n

m
e
n
g
a
t
a
-
k
a
n
n
y
a
.
"
S
u
d
a
h

d
u
a

t
a
h
u
n

b
e
r
l
a
l
u
s
e
j
a
k

G
i
l
k
e
y

m
e
n
c
u
r
i

b
u
k
u

d
a
r
i
p
a
r
a

k
o
l
e
g
a

S
a
n
d
e
r
s
,

n
a
m
u
n

S
a
n
d
e
r
s

j
e
l
a
s

m
a
s
i
h

j
e
n
g
-
k
e
l

d
e
n
g
a
n

p
e
n
g
a
l
a
m
a
n

i
t
u
.

T
i
d
a
k

s
e
p
e
r
t
i

a
k
u
,

y
a
n
g

s
e
m
a
t
a
-

m
a
t
a

t
e
r
g
e
l
i
t
i
k

o
l
e
h

k
i
s
a
h

p
e
n
c
u
r
i
a
n

G
i
l
k
e
y
,

k
e
h
i
d
u
p
a
n

S
a
n
d
e
r
s

t
e
l
a
h

d
i
g
a
n
g
g
u

o
l
e
h
n
y
a
.

D
i
a

m
e
m
i
l
i
k
i

k
e
b
e
n
c
i
a
n

y
a
n
g

s
a
h

t
e
r
h
a
d
a
p

G
i
l
k
e
y
.

K
e
t
i
k
a

t
i
b
a

s
a
a
t
k
u

u
n
t
u
k

p
e
r
g
i

3
2
d
a
n

m
e
n
i
n
g
g
a
l
k
a
n

b
i
l
i
k
n
y
a
,
S
a
n
d
e
r
s
k
e
m
b
a
l
i
m
e
m
b
e
r
i
k
u

s
a
t
u

p
e
r
i
n
g
a
t
a
n
:
"
K
u
b
e
r
i
t
a
h
u

s
e
s
u
a
t
u
,
"
k
a
t
a
n
y
a
,
m
e
n
g
e
t
a
h
u
i
a
k
u
a
k
a
n

s
e
g
e
r
a

b
e
r
t
e
m
u

G
i
l
k
e
y
,
"
s
e
m
u
a
,
d
a
n

m
a
k
s
u
d
k
u

s
e
m
u
a
n
y
a
,
p
e
n
c
u
r
i
b
u
k
u

a
d
a
l
a
h

p
e
m
b
o
h
o
n
g

s
e
j
a
t
i
.
"
3

33 2 &

Separuh

Ketenar

an

K
etika
kembali ke
San
Francisco,
aku
menemukan
amplop lain
bercap
STATE
PRISON
GENERAT
ED MAIL
di kotak
suratku. Di
dalamnya,
Gilkey
menuliskan
lebih
banyak
dukungan
dan
informasi
mengenai
jam
berkunjung
(hanya
akhir
pekan),
bahwa
masa
hukumanny
a akan
segera
berakhir
(pada bulan
Juli), dan
bahwa
lebih baik
aku
menghubu
ngi DVI
[penjarai
untuk
mengatur
tanggal.
Aku
melakukan
nya.
Deuel
Vocational
Institution
—Institut
Kejuruan
Deuel—
terletak
hampir
seratus
kilometer di
sebelah
timur San
Francisco,
di Tracy.
Pada hari
aku
berkendara
ke sana—di
akhir
musim semi
—langitnya
biru muram,
anginnya
kencang,
dan
bukitnya
nyaris
tampak
cokelat dan
tandus.
Setelah
meninggalk
an jalan
raya, jalan
lokal yang
kulewati
diapit
sejumlah
Harley-
Davidson,
perahu
motor, dan
kendaraan
off-road
dengan
tingkat
kerusakan
yan
gberagam.
Aku
berbelok ke
Casson
Road, yang
mengarah
ke penjara,
sekelompok
bangunan
bertingkat
dua dan
tiga yang
dikelilingi
dua lapis
pagar
berkawat
duri.
Saat itu
baru pukul
sembilan
seperempat
pagi, na-
mun
cuacanya
sudah
panas. Aku
memberitah
u seorang
perempuan
berseragam
di balik
jendela
Pusat
Penerimaan
bahwa aku
sudah
punya janji
berkunjung.
"Anda akan
dipanggil
begitu tiba
giliran
Anda,"
gerutunya
seraya me-
nambahkan
bahwa jika
membawa
uang koin,
aku harus
me-
naruhnya
dalam
kantong
plastik, dan
bahwa aku
tak boleh
membawa
uang kertas
ke dalam.
Jadi,
sebelum
bergabung
dengan
orang-
orang yang
menunggu
di lobi, aku
berlari ke
mobil dan
mengunci
uang
tunaiku di
dalam laci
dasbor.
Aku
belum
pernah
berada di
dalam
penjara,
tapi aku
mendengar
berbagai
kisah dari
seorang
kawan yang
pernah
melakukan
wawancara
di
dalamnya.
Temanku
menjelaska
n bahwa
para wanita
yang
berkunjung
biasanya
berpakaian
penuh gaya,
dengan
busana
berpotonga
n sangat
rendah,
blus ketat,
dan
atmosfer
yang
dipenuhi
nafsu dan
bahaya.
Di
dalam
Pusat
Penerimaan
DVI,
suasananya
lebih mirip
gereja
daripada
bar yang
kumuh.
Para
orangtua,
pasangan,
kakek-
nenek, dan
anak-anak,
sebagian
besar
Hispanik,
duduk
menunggu
nama
mereka
dipanggil.
Kadang-
kadang,
salah satu
dari mereka
pergi ke
sudut
ruangan. Di
sana ada
toko
suvenir
yang
menjual
kerajinan
tangan
narapidana.
Sebuah
lukisan
serigala
bermata ku-
ning yang
tampak
menakutka
n digantung
di dinding
di atas tiga
lampu kayu
antik yang
serupa
seharga
masing-
masing 24
dolar, serta
beberapa
jam
bergambar
Yesus atau

36
pemandang
an gurun.
Aku
menunggu
lebih dari
satu jam
seraya
berusaha
mengalihka
n pikiran
dari perut
yang
semakin
melilit.
Bagaimana
kalau sikap
Gilkey lebih
bermusuha
n daripada
yang
kuduga?
Amankah
aku
berbicara
dengannya?
Aku
menatap
dinding
yang
dihiasi
berbagai
tulisan
semacam:
"Levi's
Dilarang",
"Kemeja
Tanpa
Lengan
Dilarang",
dan "Sandal
Dilarang".
Ada lagi
tulisan
"Belia
Kawat
Dilarang".
Mereka
pasti
mengaktifk
an detektor
logam. Aku
berlari
kembali ke
pelataran
parkir yang
panas,
memasuki
mobil,
merunduk
di bawah
kursi,
bergeliat
melepaskan
kait beha,
dan
menariknya
keluar dari
salah satu
lengan. Aku
bersyukur
tidak
memakai
kemeja
putih. Aku
bergegas
kembali ke
dalam.
Sejam
kemudian,
namaku
dipanggil.
Ketika
akhirnya
melewati
detektor
logam dan
dua pintu
yang dikunci
rapat, aku
tiba di ruang
kunjungan
lalu berjalan
ke meja
petugas untuk
memberitahu
kan siapa
yang akan
kukunjungi.
Aku
menunggu
selama waktu
yang
sepertinya
berjam-jam,
sementara
petugas
mencari
Gilkey. Tak
ada yang
kuinginkan
selain cepat-
cepat
menyelesaika
n wawancara.
Akhirnya,
mereka
menemukan
Gilkey dan
membawanya
ke bilik yang
dibatasi kaca
bening
denganku.
Aku
mendekat,
berusaha
menampakka
n kesan
bahwa aku
sering
melakukan
ini. Gilkey
mengenakan
baju penjara
berupa
kemeja
oranye
berleher V,
kaus dalam
usang yang
kelihatan di
bagian leher,
dan celana
karet warna
oranye. Dia
tersenyum
lalu
memiringkan
kepala seolah
berkata,
"Silakan
duduk." Aku
memandangn
ya sebagai
pertanda
baik. Dia
tidak tampak
marah—
belum. Aku
masih
mengenakan
mantel dan
berkeringat
karena
kepanasan
dan gugup
.Aku
melirik
daftar
pertanyaan
dalam buku
catatanku,
yang
dimulai
dengan
topik-topik
yang tidak
menyerang:
Di mana
masa kecil
Anda?
Kapan
Anda mulai
tertarik
kepada
buku
langka?
Dan
seterusnya.
Di akhir
daftar, aku
telah
menulis:
Apakah
Anda
mencuri
buku?
Tetapi
kurasa aku
harus
menunggu
besok
untuk
mengajukan
pertanyaan
itu. Aku
memperken
alkan diri
melalui
telepon
hitam berat
yang
berada di
bagianku,
dan Gilkey,
yang
kelihatanny
a sama
gugupnya
denganku,
langsung
menyapa.
Kemudian,
sekonyong-
konyong,
dia berkata,
"Nah, kau
ingin tahu
bagaimana
aku
mendapatk
an buku
pertamaku?
"
Aku
mengembus
kan napas
dan mulai
menulis.
Pada
pertemuan
pertama
kami,
Gilkey
berusia 37
tahun.
Tinggi
badannya
sedang,
sekitar 175
sentimeter.
Matanya
berwarna
cokelat
kemerahan,
rambutnya
gelap dan
tipis,
jarinya
panjang
dengan
kuku yang
sering
digigit.
Intonasi
suaranya
yang pelan
dan tenang
mengingatk
anku pada
pembawa
acara
televisi Mr.
Rogers.
Sambil
berusaha
tidak
memikirkan
kemiripan
itu, aku
menanyainy
a
bagaimana
pertama
kali dia
tertarik
kepada
buku.
"Keluar
gaku
memiliki
perpustaka
an besar di
ruang
keluarga
dengan
ribuan
buku, dan
aku ingat
sangat
sering
memandan
ginya,"
katanya.
"Aku juga
biasa
menonton
film- film
Inggris
zaman
Victoria,
semacam
Sherlock
Holmes.
Aku sangat
menyukai
film dengan
pria
terhormat
yang
memiliki
perpustaka
an tua dan
mengenaka
n jaket
beledu."
Gilkey
tampak
senang
motifnya
dieksplorasi
, tetapi tak
ada yang
terungkap
dari situ:
dia
sepertinya
puas jika
diketahui
bahwa
fantasinya
mengenai
menjalani
kehidupan

3
8
I
n
g
g
r
i
s

y
a
n
g
k
u
n
o

d
a
n

b
e
r
b
u
d
a
y
a

s
e
b
a
g
a
i
m
a
n
a

y
a
n
g

t
e
r
-
g
a
m
b
a
r

d
a
l
a
m

f
i
l
m

a
d
a
l
a
h
h
a
l

y
a
n
g

m
e
n
d
o
r
o
n
g
n
y
a

u
n
t
u
k

m
e
n
c
u
r
i

b
u
k
u
.
"
M
e
n
o
n
t
o
n

f
i
l
m
-
f
i
l
m

i
t
u
,
"

k
a
t
a
n
y
a
,

"
i
t
u
l
a
h

s
a
a
t

p
e
r
-
t
a
m
a

a
k
u

b
e
r
p
i
k
i
r

u
n
t
u
k

m
e
n
d
a
p
a
t
k
a
n

b
u
k
u
.
"
G
i
l
k
e
y

t
e
r
s
e
n
y
u
m

d
a
n

m
e
n
g
a
n
g
k
a
t

b
a
h
u

s
e
o
l
a
h

d
i
a

t
a
h
u

b
a
h
w
a

u
c
a
p
a
n
n
y
a

t
e
r
d
e
n
g
a
r

a
g
a
k

m
e
n
g
g
e
l
i
k
a
n
,

n
a
-
m
u
n

i
t
u
l
a
h

k
e
n
y
a
t
a
a
n
n
y
a
.

J
i
k
a

k
a
u

t
i
d
a
k

d
i
l
a
h
i
r
k
a
n

d
a
l
a
m

m
a
s
y
a
r
a
k
a
t

y
a
n
g

t
e
r
p
e
l
a
j
a
r
d
a
n

k
a
y
a

r
a
y
a
,

m
e
n
g
a
p
a

t
i
d
a
k

m
e
n
y
e
l
u
n
d
u
p

s
a
j
a

k
e

d
a
l
a
m
n
y
a
?

A
n
e
h
n
y
a
,

s
i
k
a
p
n
y
a

y
a
n
g

r
a
m
a
h

b
e
r
t
e
n
t
a
n
g
a
n

d
e
n
g
a
n

i
s
i

d
i
s
k
u
s
i

k
a
m
i
,

t
e
t
a
p
i

h
a
l

i
t
u

m
e
m
b
u
a
t

m
e
n
a
n
y
a
i
n
y
a
l
e
b
i
h

m
u
d
a
h

d
a
r
i
p
a
d
a

y
a
n
g

k
u
k
i
r
a
.
K
a
r
e
n
a

p
e
r
a
t
u
r
a
n

p
e
n
j
a
r
a

m
e
l
a
r
a
n
g
k
u

m
e
m
b
a
w
a

b
o
l
p
e
n

a
t
a
u

a
l
a
t

p
e
r
e
k
a
m

(
l
o
g
a
m

l
a
g
i
)
,

m
a
k
a

a
k
u

m
e
n
u
l
i
s

d
e
n
g
a
n

k
e
c
e
p
a
t
a
n

y
a
n
g

m
e
m
b
u
a
t

t
a
n
g
a
n

k
r
a
m

m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n

p
e
n
s
i
l

y
a
n
g

k
u
k
h
a
w
a
t
i
r
k
a
n

p
a
t
a
h

u
j
u
n
g
n
y
a

s
e
b
a
b

t
e
l
a
h

k
u
r
a
u
t

h
i
n
g
g
a

s
a
n
g
a
t

r
u
n
c
i
n
g

(
t
a
k

b
o
l
e
h

m
e
m
b
a
w
a
c
a
d
a
n
g
a
n
)
.

A
k
u

b
e
r
u
s
a
h
a

m
e
n
y
a
r
i
n
g

s
u
a
r
a

d
u
a

o
r
a
n
g

w
a
n
i
t
a

d
i

k
e
d
u
a

s
i
s
i
k
u
.

M
e
r
e
k
a

t
e
r
d
e
n
g
a
r

s
a
n
g
a
t

g
e
m
b
i
r
a
,

b
e
r
b
a
g
i

k
a
b
a
r

b
a
i
k

d
a
r
i

r
u
m
a
h
,

s
e
m
e
n
t
a
r
a

G
i
l
k
e
y

b
e
r
c
e
r
i
t
a

t
e
n
t
a
n
g

t
o
k
o

b
u
k
u

f
a
v
o
r
i
t
n
y
a
.
"
P
a
d
a

a
k
h
i
r

1
9
9
0
-
a
n
,

t
o
k
o

b
u
k
u

y
a
n
g

p
a
l
i
n
g

s
e
r
i
n
g

k
u
d
a
t
a
n
g
i

a
d
a
l
a
h

s
e
b
u
a
h

t
o
k
o

y
a
n
g

s
a
n
g
a
t

b
e
s
a
r

d
i

L
.
A
.

H
e
r
i
t
a
g
e

B
o
o
k
s
.

L
e
t
a
k
n
y
a

d
i

m
a
u
s
o
l
e
u
m

y
a
n
g

b
e
r
u
b
a
h
f
u
n
g
s
i
.

K
a
u

h
a
r
u
s

m
e
l
i
h
a
t
n
y
a
,
"

k
a
t
a
n
y
a
.

B
e
l
a
k
a
n
g
a
n
,

a
k
u

b
a
r
u

t
a
h
u

b
a
h
w
a

d
i
a

t
i
d
a
k

h
a
n
y
a

"
m
e
n
d
a
t
a
n
g
i
"

H
e
r
i
t
a
g
e
,

t
e
t
a
p
i

j
u
g
a

m
e
n
c
u
r
i

d
a
r
i
n
y
a
.
D
a
r
i

p
e
n
c
a
r
i
a
n
k
u
,

a
k
u

m
e
n
e
m
u
k
a
n

b
a
h
w
a

T
h
e

H
e
r
i
t
a
g
e

39

t m <f) <->
^ c3>
)Book
Shop, yang
tutup pada
2007,
merupakan
salah satu
bisnis buku
langka
paling
sukses di
Amerika.
Toko
tersebut
didirikan
Ben dan
Lou
Weinstein,
dua
saudara
bekas
pemilik
toko barang
bekas yang
mulai
berkecimpu
ng dalam
bisnis
perdaganga
n buku
langka pada
1960-an. 1
Dengan
jendela
kaca warna-
warni,
lemari
antik, dan
langit-
langit
berbentuk
kubah, toko
itu
memancark
an
kekayaan
dunia lama.
Dunia baru,
kekayaan
ala
Hollywood,
tampak
jelas pada
kursi-
kursinya,
yang
pernah
digunakan
sebagai
perabot
dalam film
Gone With
The Wind.
Kombinasi
keindahan
masa lalu
dan
keglamoran
bisnis film
benar-benar
memikat
Gilkey,
yang
berpikir
bahwa jika
dia
membuka
toko buku
—salah satu
mimpinya
—toko itu
akan mirip
dengan
Heritage.
"Kuras
a
bayanganku
mengenai
apa yang
mungkin
ada di
tempat itu
agak aneh,"
katanya.
"Aku mulai
bermimpi
tentang
membangu
n
perpustaka
an raksasa,
dan aku
akan duduk
di meja
kerja yang
menyenang
kan. Aku
akan mem-
baca atau
menulis.
Akan ada
bola dunia
di sebelah
meja,"
tambahnya.
Dia tidak
menyadari
perubahan
tense atau
gramatika
dalam
kalimatnya
yang
tampak
jelas, dari
bentuk
lampau
menjadi
akan
datang.
"Di
Heritage
itulah,"
ucapnya,
"aku
mendapat
ide untuk
memiliki
koleksi."
Dia sudah
menyebutkan
bahwa
inspirasi
pertamanya
untuk
mengoleksi
buku muncul
ketika masih
kanak-kanak,
tetapi aku
tidak
menyela.
Gilkey sangat
ingin
menyampai-
kan kisahnya,
jadi sejak itu
aku tidak
banyak
bertanya.
Suaranya
lembut,
menyenangka
n, hampir
santun. Dia
bersedia
bercerita
tentang
bagaimana
dia
membangun
koleks
ibukunya,
namun
enggan
menggunak
an kata-
kata
semacam
"mencuri"
atau
"dipenjara"
atau
"pencurian"
. Alih-alih,
dia
"mendapatk
an" buku
dan telah
"dibawa"
karena "me-
lakukan
itu". Dia
sepertinya
cerdas,
namun
sering salah
melafalkan
kata
sebagaiman
a orang-
orang yang
tidak di-
besarkan di
lingkungan
terpelajar.
Gilkey
berkata,
koleksinya
tidak hanya
berupa
buku
langka. Dia
juga
mengumpul
kan guci
tembakau,
alat musik,
kartu
bisbol,
kristal,
koin, dan
tanda
tangan
seraya
menyebutk
an dia
memiliki
tanda
tangan
Stephen
King, Anne
Perry, Putri
Diana, dan
Ronald
Reagen.
Tetapi jelas
minat
utamanya
terletak
pada buku,
dan
belakangan
aku tahu
bahwa
untuk soal
ini, Gilkey
adalah
kolektor
biasa, yang
sangat
sering
mengumpul
kan lebih
dari satu
jenis benda.
Meskipun
demikian,
ada satu
benda yang
menjadi
fokus, dan
dalam
kasus
Gilkey,
benda itu
buku.
Tetapi
mengapa?
Dan apa
yang
membuatny
a begitu
bersemanga
t sehingga
bersedia
mengorban
kan
kebebasann
ya demi
buku?
Gilkey
kembali
pada
gambaran
mengenai
pria
terhormat
Inggris
dengan
perpustaka
an megah
dan
menjelaska
n lebih
lanjut.
"Aku
menyukai
perasaan
bisa
memegang
buku se-
harga lima
atau
sepuluh
ribu dolar.
Dan aku
menyukai
kekaguman
yang akan
kudapatkan
dari orang
lain."
Meraih
kekaguman
orang
karena
koleksi
bukunya
tampaknya
menjadi inti
dari hasrat
Gilkey.
Yang
menggerak-
kannya
bukan
hanya rasa
cinta
terhadap
buku,
melainkan
juga
dampak
memiliki
buku itu
terhadap
dirinya. Itu
sebenarnya
ambisi
normal—
bahwa
pilihan kita
mengenai
41
musik atau
mobil atau
sepatu
menimbulk
an dampak
positif—
yang
berada di
titik
ekstrem.
Setelah
beberapa
hari
menghabisk
an waktu
bersama
para
kolektor
dan agen di
Pameran
Buku Antik
New York,
aku merasa
bahwa
banyak dari
mereka
yang juga
membangu
n identitas
melalui
koleksi
mereka,
memperole
h buku
sebagai
jimat yang
memperliha
tkan selera,
pengetahua
n, dan
kekayaan.
Tak lama
sebelum
mengunjun
gi Gilkey,
ketika
sedang
membolak-
balik
majalah,
aku melihat
iklan
perusahaan
manajemen
kekayaan
yang
menampilk
an seorang
wanita
berpakaian
indah yang
sedang
meninggalk
an toko
buku
langka.
Pada saat
yang
hampir
sama, aku
menerima
katalog
pakaian
wanita
yang paling
tidak
separuh
fotonya
diambil di
sebuah
perpustaka
an tua.
Dalam kedua
kasus itu,
buku-buku
tua yang
indah
menjadi latar
belakang
kehidupan
yang baik
dan makmur,
orang kaya
dengan tanah
di pedesaan
dan liburan
panjang ke
luar negeri.
Bayangan
yang sungguh
menggoda
bahwa jika
memiliki
buku-buku
itu, kita
mungkin
akhirnya
menjalani
kehidupan
semacam itu,
atau
setidaknya
orang lain
mengira
begitu.
Dalam
penelitianku,
aku telah
membaca
tentang
motivasi
lainnya.
Sebagian
kolektor
(yang
mengumpulk
an kotak
sereal, mesin
pertanian,
apa pun)
menggambar
kan obsesi
mereka
sebagai cara
untuk meraih
ketenteraman
dan untuk
mengisi
lubang dalam
kehidupan
mereka.2
Tetapi,
bukankah
kebanyakan
orang sangat
berharap bisa
meraih
ketenteraman
? Dan
bukankah
banyak orang
yang
memiliki
lubang dalam
kehidupan
mereka—
masa kanak-
kanak yang
tidak bahagia
atau masalah
kesehatan
atau
kesengsaraan
perkawinan?
Dorongan ini
kembali
seperti
sesuatu yan
gnormal
namun
terbawa
hingga ke
tingkat
ekstrem.
Dalam
banyak
cara, Gilkey
tidak
tampak
berbeda
dari
kolektor
buku
lainnya.
Satu-
satunya
yang
membedaka
nnya adalah
riwayat
kejahatanny
a.
Semaki
n banyak
Gilkey
berbicara,
semakin
banyak
keganjilan
yang
muncul.
Kombinasi
antara
wajahnya
yang bulat
penuh dan
rambut
gelapnya
yang
menipis
mem-
buatnya
tampak
muda
sekaligus
tua. Dia
tidak
bercukur
dengan
rapi, namun
sangat
menjaga
tata krama,
sehingga
membuatny
a tampak
amburadul
sekaligus
berhati-
hati. Dan
yang paling
aneh, dia
mengoleksi
buku untuk
merasa
"megah,
royal, kaya,
berbudaya",
namun
telah
menjadi
penjahat
yang
mencuri
demi
memberiny
a
penampilan
kaya dan
terpelajar.
Waktu
kami hanya
tiga puluh
menit, dan
Gilkey
dengan
gembira
menyampai
kan
kisahnya,
dengan alur
waktu yang
bolak-balik,
lebih
banyak
dibimbing
oleh
kenangan
tentang
berbagai
buku yang
dicurinya
daripada
oleh
kronologiny
a. Rupanya
sangat
banyak
yang ingin
dia
ceritakan.
Mungkin,
seperti aku,
dia mengira
ini satu-
satunya
kesempatan
kami untuk
berbincang-
bincang.
Ketika
subjek
pembicaraa
n beralih ke
pembebasa
nnya dari
penjara dan
apa yang
akan
dilakukann
ya, dia
membeberk
an
rencananya.
"Aku
sangat
kreatif,"
katanya.
"Kalau
berada di
sini selama
dua puluh
empat jam
tujuh hari
seminggu,
orang akan
mendapatk
an banyak
ide." Dia
segera
memerinci
idenya:
"Aku
ingin satu
buku dari
setiap
penulis
terkenal.
"Aku
ingin
menulis
surat
kepada
perpustaka
an ke-
presidenan
dan
bertanya
apakah
mereka
bersedia
mengirim-
kanku
buku.

"Aku
akan
memasang
iklan di
surat kabar.
Bunyinya
'Jauhkan
saya dari
penjara:
kirimkan
saya buku.'
"Aku
akan
membuka
toko buku.
"Aku
telah
menulis
sebuah
buku yang
panjang.
Ins-
pirasinya
berasal dari
karya John
Kendrick
Bangs. Dia
penulis
prosa dan
drama pada
abad
kesembilan
belas. Aku
menaruh
hormat
kepadanya.
Dan
beberapa
kisah
suspense."
Sekara
ng ini,
Gilkey
dipenjara
karena
hanya
dalam tiga
minggu
setelah
dibebaskan,
menyusul
masa
hukuman
tiga tahun
untuk
pencurian
buku, dia
pergi ke
sebuah
pameran
buku dan
menulis cek
kosong. Dia
tidak
senang
dipenjara.
"Aku sangat
mencolok
di tempat
ini,"
katanya,
dan
mengisyara
tkan bahwa
dia pernah
nyaris
mengalami
penganiaya
an seksual.
Mengamati
Gilkey
melalui
kaca
bening,
seolah
membuatku
bisa
merasakan
kecanggung
an seorang
anak
dengan
celana
terlalu
pendek dan
rambut
tersisir rapi
yang
mendapati
dirinya
berada di
tengah-
tengah
pemerkosa
dan
penodong.
"Tingk
at
intelektualit
as di sini
sangat
rendah,"
katanya.
"Aku kuliah
di UC Santa
Cruz. 3
Kehidupan
ku di sini
sangat
sukar."
Namun, dia
masih
sempat
membaca.
"Aku
membaca
Tom
Clancy.
Teman satu
selku yang
pertama tak
pernah
berhenti
mengoceh,
jadi susah
bagiku
untuk
membaca.
Sekarang
aku sedang
membaca
novel mata-
mata R.
Ludlum,
The Bourne
Supremacy ,
James
Patterson.
Aku hanya
membaca
dua puluh
hingga dua
puluh lima
buku di
sini. Tapi
aku lebih
senang
membaca
buku
referensi
karena

44
aku senang
bisa
membaca
lebih
banyak
tentang
barang
antik dan
koleksi.
Jadi,
pengetahua
nku
bertambah."
Pada
1998, ketika
sedang
dipenjara di
Stanislaus
County Jail
karena
penipuan,
Gilkey
berkata
bahwa dia
telah
membaca
Booked to
Die karya
John
Dunning,
novel
mengenai
seorang
kolektor
perempuan
yang
melakukan
begitu
banyak
penelitian
mengenai
buku
langka dan
men-
dapatkan
manfaat
dari
pengetahua
nnya itu.
Buku inilah
yang
mengilhami
Gilkey
untuk lebih
serius dan
lebih sak-
sama dalam
penelitiann
ya sendiri
mengenai
buku
langka.
Gilkey
berkata
bahwa dia
tidak suka
menggunak
an
"uangnya
sendiri"
untuk
buku, dan
bahwa
tidak adil
rasanya dia
tidak
memiliki
cukup uang
untuk
mendapatk
an buku-
buku
langka yang
diinginkann
ya. Bagi
Gilkey, "ke-
adilan"
tampaknya
bersinonim
dengan
"kepuasan":
jika dia
puas, itu
artinya adil,
namun
kalau dia
tidak puas,
itu artinya
tidak adil.
Aku tidak
tahu
bagaimana
menang-
gapinya,
terutama
karena
sikapnya
selalu
tenang
tatkala
menyampai
kan
pandangan
nya.
"Aku
punya gelar
di bidang
ekonomi,"
katanya,
berusaha
menjelaska
n
doronganny
a untuk
mencuri.
"Aku
berpikir
bahwa
dengan
semakin
banyak
buku yang
kudapat
secara
gratis,
kalau perlu
menjualnya,
aku bisa
meraih
keuntungan
seratus
persen."
Baru
beberapa
detik
kemudian
aku sadar
bahwa
Gilkey
tidak
bercanda.
Dia begitu
tenang dan
sopan
sehingga
pernyataan
nya sangat
mengagetka
n,
memperjela
s pe-
mahamann
ya yang
miring
mengenai
apa yang
adil, benar,
dan pantas.
Bagaikan
pendulum
yang
berayun
keluar-
masuk

45
alam
kesadarann
ya, Gilkey
bolak-balik
antara
menyatakan
bahwa dia
takkan
pernah
melakukan
kejahatan
lain, dan
menyampai
kan ide
mengenai
cara untuk
"mendapatk
an" lebih
banyak
buku. "Aku
ingin
berhenti
melakukan
kejahatan.
Tidak ada
gunanya,"
katanya.
Kemudian,
"Ada
kegembiraa
n ketika
sedang
memegang
buku."
Perbincang
an terus
berlanjut
seperti ini,
berpindah
dari
hasratnya
terhadap
buku ke
rencananya
untuk
berhenti
mencuri
buku.
Hanya satu
dari seluruh
harapan ini
yang
tampaknya
tulus, atau
bahkan
mungkin.
Gilkey
telah
ditahan
beberapa
kali karena
menulis cek
kosong
untuk
membeli
buku. Dia
bilang dia
tidak tahu
perbuatann
ya itu
melanggar
hukum.
"Maksu
dku, kukira
itu kasus
perdata,
bukan
pidana,"
katanya.
Aku
tahu
pernyataan
ini sama
mustahilny
a dengan
kisah yang
baru saja
diberitahuk
annya
kepadaku
mengenai
bagaimana
dia
mendapatk
an buku
anak-anak
Madeline.
"Aku
pergi ke
pasar loak
dan
membeli
edisi
pertama
Madeline
karya
Ludwig
Bemelmans
seharga
satu dolar.
Harganya
sekarang
mencapai
seribu lima
ratus."
Sejauh
ini,
sebagian
besar yang
dikatakann
ya benar
(Sanders
telah
memberiku
sebagian
informasi
yang sama),
namun
tentu saja
tidak
semuanya.
Aku
mengalihka
n
percakapan
ke pameran
buku 2003
di San
Francisco,
tempat
Sanders
merasa
pernah
melihat
Gilkey,
meskipun
aku tidak
menyebut
tentang
Sanders.
"Yeah,
aku pergi
ke sana,"
katanya,
"tapi kukira
orang-
orang
mengenalku
."

46
Dia
keluar
setelah
membayar
uang
jaminan
dan pergi
ke pameran
dengan
membawa
beberapa
buku yang
di-
harapkanny
a bisa dijual
kepada
agen yang
tidak curiga
— uang itu
dibutuhkan
nya untuk
membayar
pengacara.
Dia
menyusuri
semua
lorong,
mengobrol
dengan
para agen
dan
mengagumi
buku dan
pelat warna
dari salah
satu folio
Audubon.
Salah satu
buku yang
dibawa
Gilkey
adalah The
Invisible
Mati,
pilihan
yang cukup
pantas.
"Tapi
aku merasa
sedang
diawasi,"
katanya,
"jadi aku
pergi."
Jadi,
mungkin
Sanders
tidak—
sebagaiman
a yang di-
nyatakan
koleganya
—paranoid.
Mungkin
pria yang
dilihatnya
pada hari
pembukaan
pameran itu
memang
Gilkey.
"Tapi
kau tahu,"
kata Gilkey,
"polisi tidak
pernah
menangkap
ku. Bukan
begitu
caraku
tertangkap.
Ketua
keamanan
ABAA yang
memergoki
ku.
Namanya
Ken siapa,
begitu. Aku
tidak ingat
nama
belakangny
a."
Dia
memandan
gku seolah
ingin
melihat
apakah aku
tahu, tetapi
aku tidak
ingin
terlihat
berada di
pihak
Sanders,
jadi aku
tidak
mengatakan
apa-apa.
Selama
setengah
jam terakhir
ini, aku
berusaha
memisahka
n kebenaran
Gilkey dari
kebohongan
nya, dan
kini
separuh
kebenaran
dalam ke-
heninganku
seolah
menjadi
kecurangan
tersendiri.
Gilkey
mulai
memberitah
uku nama-
nama buku
lain yang
ingin
dikoleksiny
a, tetapi
tidak
selesai
karena
penjaga
telah mem-
beri isyarat
kepadanya.
Jatah tiga
puluh
menit kami
sudah
habis.
Sambil
menyetir
dari Tracy
yang panas
dan kering
menuju San
Francisco
yang dingin
dan segar,
aku meng-

47
ingat-ingat
kembali
percakapanku
dengan
Gilkey. Dia
bukanlah
penjahat yang
kejam dan
bermusuhan
seperti yang
kusangka.
Tetapi dia
juga tidak
terlalu jujur.
Yang
kuyakini
adalah dia
sangat
tergila-gila
kepada buku
dan
bagaimana
buku dapat
mengekspresi
kan dirinya
yang ideal.
Dia tidak
berbeda dari
kolektor lain
—tetapi juga
tidak
menyerupai
mereka.
Sikapnya
yang sopan
awalnya
membuatku
lega, tetapi
lambat laun
membingung
kan.
Menyelarask
an wajahnya
yang tenang
dengan
riwayat ke-
jahatannya
bukanlah
tugas mudah,
dan bahkan
akan semakin
rumit
.

3&

Richí

Rich

K
etika Gilkey
dibebaskan
dari penjara
beberapa
minggu
kemudian,
kami
bertemu
lagi di Café
Fresco di
Union
Square.
Gilkey yang
memilih
tempat itu.
Letak kafé
tersebut
dekat
dengan
Saks Fifth
Avenue,
tempat
kerjanya
dulu.
Dekorasiny
a dibuat
seolah
bernuansa
Italia,
dengan
kaleng-
kaleng
tomat
berukuran
ekstra besar
dan
kantong-
kantong
pasta
berdebu di
atas rak
logam. Di
seberangny
a terdapat
lemari
dingin
tempat
menyimpan
donat.
Sejumlah
wanita
Hispanik
tampak
sedang
membayar
donat di
kasir. Kafé
ini seolah
dirancang
untuk
memiliki
pesona
pedesaan
Italia, tetapi
ide tersebut
disingkirka
n ketika
pembuatan
nya belum
selesai.
Gilkey
mengenaka
n kemeja
putih ketat,
topi bisbol
biru tua
dengan
tulisan
"PGA Golf",
dan sepatu
kulit baru
berwarna
krem, jenis
yang jarang
dipakai
orang
berusia di
bawah 65
tahun.
Kemeja dan
jaketnya
bekas milik
ayahnya,
yang
meninggal
ketika
Gilkcy
masih
dipenjara di
DVI. Dia
bilang dia
sangat
merindukan
ayahnya,
lalu
menarik
selembar
tisu kusut
dari saku
jaketnya.
"Huh,"
katanya
sambil
menatap
tisu itu, "ini
miliknya,"
lalu
mengembali
kannya ke
dalam saku.
Aku
memesan
secangkir
teh,
sementara
dia
memesan
jus jeruk
dan donat,
lalu
mengucapk
an terima
kasih
banyak
kepadaku.
Kami
duduk di
meja, dan
selama dua
jam dia
menjawab
pertanyaan-
pertanyaan
ku.
Sebagian
besar
berupa
pertanyaan
dasar
semacam
apa, siapa,
di mana,
kapan, dan
mengapa,
namun
pertanyaan
terakhir
inilah—
mengapa—
yang
membawak
u ke sini.
Mengapa
Gilkey
mencintai
buku
langka?
Mengapa
dia
mencurinya
? Mengapa
dia
mempertar
uhkan
kebebasann
ya demi
buku
langka?
Dan
mengapa
dia bersedia
berbicara
sangat terus
terang
denganku
mengenainy
a?
Sebelum
pertemuan
kami, aku
telah
membaca
tentang
tempat
Gilkey
dibesarkan,
berharap hal
itu bisa
menjadi
petunjuk
mengenai diri
dan
motivasinya.
Dia lahir
pada 1968, di
Modesto,
California,
sebuah kota
berukuran
sedang di
pedesaan San
Joaquin
Valley. Kini
penduduk
Modesto
telah
berkembang
hingga
hampir dua
ratus ribu
orang.1
Pemukim
pertama tiba
pada masa
Demam
Emas, tanpa
uang dan
hanya
bermodal
mimpi
meraih
kekayaan.
Namun,
seperti
kebanyakan
imigran yang
terpikat pada
California
pada
pertengahan
1800-an,
sebagian
besar dari
mereka tidak
menemukan
kekayaan dari
mendulang
emas. Selama
lebih dari
seratus tahun
berikutnya,
Modesto
berkembang
menjadi
suburban
yang
dipopulerkan
seoran
gputra
daerah,
George
Lucas,
dalam
American
Graffiti.
Kini, kota
itu meminta
industri
televisi dan
film
menggunak
an
penampilan
nya yang
"sangat
Amerika"
sebagai
latar. 2
Meskipun
demikian,
di balik
penampilan
nya yang
segar,
Modesto
merupakan
salah satu
kota
dengan
tingkat
pencurian
mobil
tertinggi di
Amerika
Serikat. 3
Selain itu,
kualitas
udaranya
kerap
berbahaya,
dan,
berdasarka
n statistik
tahun 2007
dari FBI,
tingkat
pemerkosaa
n, kejahatan
berat,
pencurian,
dan
kejahatan
properti per
kapita di
kota ini
lebih tinggi
daripada
New York.
Pantas saja
seorang
pria seperti
Gilkey,
yang
berniat
membangu
n citra yang
keliru,
tumbuh di
tempat
semacam
Modesto,
yang
citranya di
mata umum
begitu
menyesatka
n.
Sambil
menyesap
botol jus
jeruknya,
Gilkey
bercerita
bahwa dia
adalah anak
bungsu dari
delapan
bersaudara.
Ayahnya
bekerja di
Campbell's
Soup
Company
sebagai ma-
najer
transportasi
, dan
ibunya
seorang ibu
rumah
tangga.
"Kuras
a
orangtuaku
pasangan
normal.
Ibuku
mengurus
rumah
tangga. Dia
senang
merawat
anak-anak
dan
mengurus
rumah.
Hanya itu
yang
disukainya.
Ayahku
bekerja
sepanjang
waktu, dari
pukul
delapan
pagi hingga
lima sore
demi
mendapatk
an uang.
Ayahku
sangat suka
berkebun.
Ibuku dulu
senang
mendatangi
penjualan
barang
bekas.
Keluargaku
sungguh
normal,
kurasa."
Ketika
kutanya
Gilkey
tentang
kapan dia
mulai
mengoleksi
buku, dia
berkata,
"Aku
menyimpan
koleksi
buku komik
Richie Rich
di kamar
tidur."
Richie
Rich adalah
tokoh yang
aneh. Dia
berasal dari
keluarga
kaya raya
dan selalu
mengenaka
n celana
pendek

5
1dan dasi
kupu-kupu
besar,
namun dia
menyenang
kan dan
sangat
disukai.
Daya tarik
komik ini
bagi anak-
anak adalah
fantasi
tentang
kekayaan
melimpah
dan
kegembiraa
n instan.
Richie Rich
bisa meraih
apa pun
yang
diinginkan
dengan
upaya
minimal.
Fakta
bahwa
Gilkey,
seorang
pria yang
bermimpi
ingin kaya
dan
beradab,
tidak
mengoleksi
Superman
atau X-Men
atau
Fantastic
Four tetapi
malah
Richie Rich
tampak
seperti
perincian
yang akan
diajukan
penulis
skenario
film
berbiaya
rendah
kepada
sutradara.
Gilkey
seperti
tidak
menyadari
ironinya
saat dia
menjelaska
n daya tarik
tersebut.
"Aku
menyukai
anak itu,
dengan dasi
kupu-
kupunya...
dan
sampulnya
yang
berwarna-
warni.
Kisahnya
bagus,
gampang
dibaca. Dia
begitu kaya.
[Dia] hanya
bermain
dengan Pee
Wee atau
Freckles,
sebagaiman
a anak-anak
lainnya.
lapi mereka
kaya raya,
punya
ruang harta
dan macam-
macam lagi,
tempat
menyimpan
uang, intan,
perhiasan,
harta
karun.
Kurasa
setiap
orang ingin
kaya."
Mungk
in itu benar,
tetapi tidak
semua
orang ingin
dipandang
sebagai
orang kaya.
Aspek
inilah yang
mem-
bedakannya
dari
kolektor
lain yang
pernah
kutemui
dan kubaca.
Bagi
mereka,
sebesar apa
pun
kekaguman
dan rasa iri
yang
mereka
terima,
bukan itu
faktor yang
mendorong
mereka
mengoleksi.
Tentu saja,
ada orang-
orang yang
mengoleksi
untuk
membuat
orang lain
terkesan
(Sanders
menyamaka
n mereka
dengan
pemburu
hewan di
Afrika:
"Bidik—
tembak—
selamat,
Anda
pemenangn
ya!"), tetapi
aku punya
perasaan
itu bukan
alasan
mereka
yang
utama.
Seorang
kolektor
yang
pernah
kutemui
gembira
bisa
memperliha
tkan koleksi
bukunya
yang sangat
banyak

52
dan
bervariasi. 4
Dia telah
mengumpul
kannya
lebih dari
sepuluh
tahun,
tetapi
belum
pernah ada
orang yang
ingin
melihatnya.
"Tak satu
pun
temanku
yang
mengerti,"
katanya.
Perpustaka
annya yang
besar
sangat
menyenang
kan, bersih,
dan
sederhana.
Gilkey
memiliki
motivasi
lain,
sebagaiman
a yang
terlihat
dalam
antusiasme
nya
terhadap
Richie Rich.

Aku tak
akan bisa
menyebutk
an komik
yang
pernah
kubaca
ketika
masih kecil.
Kadang-
kadang, aku
melirik
majalah
MAD milik
kakak laki-
lakiku atau
komik
Archies
seorang
teman,
namun aku
tidak
tertarik
kepada
komik.
Tetapi aku
tetap
mengoleksi
barang. Rak
masa
kecilku
berisi
hewan dari
kaca, batu
akik yang
kugali dari
pantai,
hewan
keramik
yang
berasal dari
boks
perangkat
teh ibuku,
dan, untuk
alasan yang
tidak bisa
kuingat,
sedotan
kertas
bersetrip
dari permen
Pixy Stix.
Namun,
perbedaan
antara aku
dan
kolektor
sejati
adalah aku
melakukan
nya dengan
gembira,
bukan
karena
fokus untuk
itu.
Koleksiku,
yang
dikembang
kan secara
serampanga
n dan
jarang-
jarang,
memberika
nku suatu
rasa
kestabilan
(akik lagi!
lebih besar
daripada
yang
lainnya,
tapi mirip)
dan
ketegasan
identitas
(tak ada
orang yang
kukenal
yang
mengoleksi
benda-
benda ini;
benda ini
milikku)—
dua
kepuasan
standar
masa kecil.
Tetapi
akhirnya,
setelah
menimbun
beberapa
lusin benda
untuk
setiap
koleksi, aku
melupakan
nya. Aku
mudah
puas, sikap
yang
barangkali
takkan
dimiliki
seorang
kolektor.
Satu-
satunya
hasrat
sejatiku
sebagai
anak adalah
belajar balet
secara
intens, dan
oleh
karenanya,
yang

53
"kukoleksi"
adalah otot
keseleo,
lepuh, dan,
yang paling
penting,
ketetapan
hati dan
kegembiraa
n yang
dalam.
Selama
tahun-
tahun itu,
aku tertarik
kepada
beberapa
teman
sekelas
yang gemar
bikin ulah,
yaitu
mereka
yang sering
membantah
guru dan
mengeluark
an olok-
olok yang
membuat
mereka
dipanggil
kepala
sekolah.
(Kudengar
dua dari
mereka kini
dipenjara,)
Aku tidak
pernah
berani
melanggar
peraturan,
tetapi diam-
diam aku
merasa
gembira
mereka
berbuat itu.
Berada di
dekat
Gilkey
sama
menyenang
kannya,
meskipun
yang
kurasakan
kali ini
bukan
kegirangan
seperti
yang
kurasakan
ketika kecil,
melainkan
kesenangan
intelektual.
Aku tidak
bisa
mengerti
apa yang
ada dalam
buku yang
membuat
Gilkey
terus-
menerus
dipenjara
demi
mendapatk
annya.
Mengamati
masa kecil
Gilkey
sepertinya
cara yang
bagus
untuk
mulai
memuaskan
rasa
penasarank
u. Dia
bercerita
bahwa pada
suatu sore,
ketika
usianya
sekitar
sembilan
atau
sepuluh
tahun,
bersama
orangtua
dan
kakaknya
Tina, dia
naik
station
wagon
keluarga
menuju
pusat kota
Modesto.
Mereka
pergi ke
Montgomer
y Ward,
tempatnya
melakukan
kejahatanny
a yang
pertama.
Sambil
menyusuri
toserba itu,
dia
mengagumi
mobil Hot
Wheels
seharga 39
sen dan
sosok
jagoan
semacam
Superman
dan The
Incredible
Hulk ,
namun dia
terus
melihat-
lihat. Tak
ada
keluargany
a yang
sadar dia
telah
mengambil
sebuah
sarung
bisbol
ketika
mereka
meninggalk
an toserba.
Begitu
keluar dari
toko, dia
mengangka
t barang
curiannya.
"Lihat
apa
yang
baru
saja
kulaku
kan,"
katanya
.

54
Mereka
memandan
gnya, tidak
berkata
apa-apa,
dan terus
saja
berjalan
melewati
deretan
mobil di
pelataran
parkir.
Ketika
mereka tiba
di rumah,
Gilkey,
yang tidak
kidal, baru
sadar
bahwa
sarung
bisbol yang
dicurinya
dibuat
untuk
orang kidal.
Ketika
kutanya
Gilkey
mengapa
orangtuany
a tidak
menghuku
mnya, dia
mengangka
t bahu.
"Aku
tidak kaget
mereka
tidak
mengatakan
apa-apa,"
katanya.
"Masalahku
akan lebih
besar kalau
sarung itu
ku-
kembalikan.
"
Aku
ingin terus
membahas
soal ini,
tetapi
ketika aku
mengajukan
lebih
banyak
pertanyaan
mengenainy
a, Gilkey
tampak
bingung.
Mungkin
kenangan
akan hal
itu, seperti
kebanyakan
legenda
keluarga,
telah
membentuk
logikanya
sendiri
selama
bertahun-
tahun. Bagi
Gilkey,
perbuatann
ya tidak
aneh. Meski
demikian,
kisah
tentang
pencurian
sarung itu
sepertinya
telah
mengembali
kan
kenangan-
kenangan
serupa,
karena
berbagai
cerita mulai
meluncur
dari mulut
Gilkey. Dia
memberitah
uku bahwa
keluargany
a memang
gemar
mencuri
dari satu
sama lain.
Dia
menyatakan
bahwa
saudara-
saudaranya
telah
mencuri
beberapa
bukunya
ketika dia
sedang
dipenjara.
Dia bilang
dirinya dan
salah
seorang
kakak laki-
lakinya
pernah
mencuri
dari salah
satu kakak
perempuan
nya ketika
mereka
sedang
membantu
sang kakak
pindah
apartemen.
Gilkey
mengklaim
bahwa
kakaknya
yang lain
pernah
mencuri
barang
milik ibu
mereka.
Rupanya,
kebiasaan
mencuri
dalam
keluarga ini
bahkan
telah ada
pada satu
generasi
sebelumnya
.
"Nenek
ku
mengoleksi
buku," kata
Gilkey. "Dia
mem-

55
berikan
buku-
bukunya
kepada
ayahku,
tetapi
saudara
perempuan
ayahku
mencuri
sebagian."
Aku
kembali ke
subjek
utama yang
ingin
kuketahui:
koleksi
buku
Gilkey.
Ketika
kutanya
apakah
kedua
orangtuany
a
mengoleksi,
dia berkata
bahwa sejak
kecil dia
diberitahu
orangtuany
a bahwa
benda-
benda yang
ke-
lihatannya
tidak
berharga
bisa
meningkat
nilainya.
Jadi, jika
benda itu
bisa
didapatkan
dengan
murah, itu
jauh lebih
baik.
"Aku
biasa
mendatangi
tempat
penjualan
barang
bekas
bersama
kedua
orangtuaku
ketika
masih
muda dan
menunggu
di mobil
sendirian.
Aku tidak
terlalu me-
medulikan
barang-
barang itu,
tetapi
kemudian
orangtuaku
kembali
dengan
berbagai
cerita.
'Lihat apa
yang ku-
dapatkan,
harganya
cuma satu
quarter ,
dan aku
berani
bertaruh
nilainya
bisa
mencapai
tujuh puluh
atau
delapan
puluh
dolar...
Mereka
memberika
n ini begitu
saja!'"
Mereka
membawa
pulang
barang-
barang
temuan itu,
meletakkan
nya di atas
rak atau di
dalam boks
bersama
barang
koleksi
kesayangan
lainnya,
lalu
menunggu
nilai
barang-
barang itu
5
naik.
Di DVI,
Gilkey telah
bercerita
bahwa
keluargany
a memiliki
ribuan
buku, dan
kini dia
teringat
beberapa
barang
favoritnya,
"beberapa
buku Time-
Life berjilid
kulit,
terutama
serial
Barat." Dia
berkata—
lagi-lagi
tanpa
menyadari
ironi dalam
ucapannya
—bahwa
favorit lain-
nya,
Crimes and
Punishmen
t,
ensiklopedi
a kejahatan
bergambar,
berbeda
dari Crime
and
Punishmen
t karya
Dostoyevsk
y, masih
ada di rak
itu, padahal
sekitar
seratus

56
buku
hukum
yang dibeli
orangtuany
a sudah
tidak ada.
"Kami
menurunka
nnya dari
rak agar
masih ada
tempat
untuk
buku-buku
lain,"
katanya.
"Kalau
kita
memiliki
rak buku,"
tambah
Gilkey, "se-
makin
sering diisi,
semakin
banyak
bukunya,
semakin
besar
nilainya,
semakin
bagus
kelihatanny
a... Dengan
buku,
semuanya
terasa
indah, kita
bisa
membacany
a kapan
saja. Dan
rak buku
pun bagian
dari
atmosfer
rumah,
bukan? Rak
buku bisa
memperkay
a suasana
rumah.
Mestinya
setiap
rumah
punya rak
buku. Pasti
rasanya me-
nyenangkan
—andaikan
kita harus
menjamu
seseorang
yang belum
pernah kita
temui—
mengajak
tamu
masuk lalu
berkata, 'Ini
perpustaka
anku.'" 6
Ini
perpustakaa
nku ? Aku
selalu
mengangga
p buku-
bukuku
barang yang
cukup
pribadi,
bukan
untuk
dipamerkan.
Namun,
kemampuan
untuk
memamerka
n buku tam-
paknya
sangat
penting bagi
Gilkey.
Dinding
ruang
dudukku
sendiri
ditutupi rak
buku, dan
setiap orang
yang
berkunjung
bisa melihat
bacaanku.
Kalau boleh
jujur, harus
kuakui
bahwa
sedikit
banyak
buku-
bukuku
sangat
berharga:
ada Ulysses
karya James
Joyce yang
punggung
bukunya
telah
memudar
(harus
tekun
membacany
a!
teriaknya),
Terra
Nostra
karya
Carlos
Fuentes (dia
tidak hanya
membaca
buku-buku
Amerika
dan Eropa!),
A Room of
One's Own
karya
Virginia
Woolf (lihat,
buku klasik
feminis!),
dan lain-
lain. Jadi,
apakah
minat dan
penghormat
an terhadap
buku antara
diriku dan
Gilkey tidak
jauh
berbeda?
Pasti
masalahnya
lebih dari
itu. Dan
bagaimana
dengan sisi
kriminal
dalam
tindakan
Gilkey?
Ketika
kutanya
soal itu,
Gilkey
bercerita
tentang
bagaimana
aksi
penipuanny
adengan
kartu kredit
dimulai.
Gilkey
bercerita,
pada 1996
dia berada
di Red Lion
Doubletree
Inn di
Modcsto
bersama
seorang
teman.
"Aku
menemukan
selembar
kuitansi
kartu kredit
di lantai,"
katanya.
"Aku
memberitah
u temanku
bahwa aku
ingin
mencoba
membayar
dengan
menggunak
an nomor
kartu kredit
itu, tapi dia
bilang tak
akan
berhasil.
Beberapa
jam
kemudian,
dengan
menggunak
an telepon
hotel, aku
bisa
membeli
banyak
benda:
arloji,
pizza, dan
poster film
Psycho."
Gilkey
bisa lolos
dari
pencurian
ini karena
dia tidak
mencuri
fisik kartu
kreditnya.
Kalau itu
yang
terjadi, si
pemilik bisa
mempering
atkan pihak
otoritas dan
membatalka
n seluruh
transaksi.
Tetapi,
karena yang
digunakan
adalah
nomor
selembar
kuitansi,
maka si
pemilik
baru akan
mengetahui
transaksi
yang terjadi
setelah
menerima
tagihan
berikutnya.
Dan
akhirnya,
penjuallah
yang
merugi.
Bahkan
kalau
penjual
memiliki
asuransi,
sebagaiman
a yang
dikatakan
agen buku
kepadaku,
biaya
potongan
klaimnya
sering kali
sangat
besar,
terkadang
menyamai
harga
benda yang
dicuri.
"Teman
" yang
disebut
Gilkey
sebagai
anteknya
itu
mungkin
ayahnya
sendiri,
yang sudah
disebutnya
sangat
akrab
dengannya.
Kemudian,
Gilkey
bercerita
tentang
berbagai
transaksi
curang
yang
dilakukann
ya, seolah
itu hanya
lelucon,
bukan
penipuan.
Tetapi
kemudahan
yang
diraihnya
membuatny
a
keranjingan
menipu.
"Semuanya
sangat
mudah,"
katanya,
menyebut
frasa yang
akan selalu
hampir
diulanginya
setiap kali
dia
bercerita
tentang
pen-

58
curian
buku. Pada
saat itu, dia
sedang
bekerja di
Kantor Pos
Modesto,
dengan
upah 11
dolar sejam.
"Jumla
h itu cukup
untuk
membeli
beberapa
barang,"
kata Gilkey,
"tapi tidak
cukup
untuk
membeli
buku."

»##

AKU

mendapat
kesan
bahwa bagi
Gilkey,
sebanyak
apa pun
uang yang
dimilikinya,
jumlah itu
tak akan
pernah
cukup
untuk
semua buku
yang
didambaka
nnya.
Sigmund
Freud
menggamba
rkan
mengoleksi
barang
antik
sebagai
"hanya
dapat
dikalahkan
dalam hal
intensitas
oleh ke-
canduannya
terhadap
nikotin." 7
Dia
menjelaska
n bahwa
dorongan
dan
kesenangan
mengoleksi
apa pun
berasal dari
rasa ingin
menaklukka
n—
conquest.
"Pada
dasarnya
aku seorang
conquistad
or ,"
tulisnya,
"seorang
petualang,
jika kau
ingin istilah
tersebut
diterjemahk
an, dengan
seluruh
keingintahu
an,
keberanian,
dan
kegigihan
yang bisa
dimiliki
pria
semacam
itu." 8
Aku
tahu
perbedaan
antara
orang yang
menghargai
buku,
bahkan
mencintain
ya, dan
seorang
kolektor
tidak hanya
terletak
pada
tingkat
kasih
sayangnya.
Bagi yang
pertama,
rak buku
adalah
sejenis
memoar. Di
dalamnya
terdapat
buku dari
masa kecil,
buku
kuliah,
novel
favorit,
buku-buku
aneh
pilihan si
pemilik.
Banyak
situs web
pencarian
jodoh dan
jaringan
sosial yang
menawarka
n ruang
bagi
anggotanya
untuk
menulis apa
yang
sedang
mereka
baca hanya
karena
alasan ini:
buku dapat
meng-
ungkapkan
banyak hal
tentang
seseorang.
Hal ini juga

59
berlaku
bagi
kolektor.
Bagi
mereka, rak
buku
merefleksik
an tidak
hanya apa
yang telah
dibacanya,
tetapi juga
mengenai
dirinya.
"Kepemilika
n adalah
hubungan
paling
intim
antara
orang
dengan
benda.
Bukan
berarti
benda bisa
menguasai-
nya; orang
itulah yang
menguasai
benda,"
tulis
kritikus
budaya
Walter
Benjamin. 9
***
GILKEY
menguasai
dengan cara
ini pada
musim semi
1997 ketika
dia pertama
kali
mendatangi
pameran
buku antik.
Dia
bercerita
bahwa saat
itu dia baru
saja
kehilangan
pe-
kerjaannya
sebagai
penyortir
surat di
kantor pos,
dan ayah-
nya telah
meninggalk
an ibunya.
Ayah dan
anak itu,
yang kini
tak
terpisahkan
, pergi ke
Los
Angeles. Di
sana
mereka
berencana
menyewa
tempat
bersama-
sama. Suatu
pagi, ketika
sedang
membaca
Los
Angeles
Times ,
Gilkey
melihat
iklan
sebuah
pameran
buku di
Burbank,
lalu
memutuska
n untuk
pergi ke
sana.
Saat
berkeliling
pameran,
dia terkesan
oleh
banyaknya
agen yang
ada.
Rencananya
adalah
mencari
beberapa
buku bagus
dan
"mendapatk
an" sekitar
seribu dolar
dari buku-
buku itu.
Dia sangat
terpesona
pada
koleksi
dalam
pameran
itu. Aku
bisa
memilikiny
a, pikir
Gilkey.
Setelah
menghadiri
pameran
buku di
New York
baru-baru
ini, aku jadi
memahami
rasa
kekaguman
nya. Berada
di antara
buku-buku
yang sangat
menarik itu,
dengan
jumlah
yang begitu
banyak,
sudah
cukup
menyenang
kan bagi
pecinta
buku
kebanyakan
—tetapi
bagi Gilkey,
itu
merupakan
kesuksesan
yang
penting dan
mengesank
an.
Pengalaman
ter-

60
sebut tidak
hanya
meningkatk
an
hasratnya,
tetapi juga
kepercayaa
n dirinya
untuk
mendapatk
an apa yang
diinginkan
dan
bagaimana
dia
mengingink
annya. Dia
melihat
sebuah
ruangan
yang
dikhususka
n bagi agen
buku horor,
salah satu
genre
favoritnya,
dan
memilih
tiga buku
edisi
pertama:
The
Dunwich
Horror
karya H. P.
Lovecraft,
Rosemary's
Baby karya
Ira Levin,
dan Seveti
Gothic
Tales karya
Isak
Dinesen.
Dia
membayar
buku-buku
itu dengan
cek kosong
dan kartu
kredit yang
sudah habis
limitnya.
Gilkey
beranggapa
n bahwa
yang
penting
adalah
cepat- cepat
masuk dan
keluar
sebelum
rencananya
terbongkar.
Dia
berhasil.
Selain
buku, dia
juga
mengambil
satu
eksemplar
Firsts ,
majalah
tentang
koleksi
buku.
Belakangan,
ketika
sedang
membaca
majalah itu,
dia
menemukan
iklan Toko
Buku
Langka
Bauman,
yang
rupanya
memiliki
"beberapa
buku yang
sangat
indah"
untuk
dijual. Dia
menelepon
toko itu dan
meminta
dikirimkan
katalog.
Katalog itu
tiba
beberapa
hari
kemudian.
Gilkey
bercerita
bagaimana
dia
membolak-
balik
katalog itu,
lalu mulai
dengan
serius
memikirkan
bagaimana
rasanya
memiliki
koleksi
buku seperti
yang ada di
katalog. Dia
kembali
menelepon
Bauman dan
meminta
rekomendas
i buku.
Mereka
menyebut
Lolita edisi
pertama,
judul yang
dikenali
Gilkey.
Mereka
menjelaskan
bahwa buku
itu
dilengkapi
dengan
kotak kulit
kerang
octavo
(kotak
pelindung
yang
merupakan
aksesori
standar
untuk buku
langka)
berwarna
hijau.
Gilkey tidak
pernah
mendengar
hal
semacam
itu, tetapi
kata-kata
itu
terdengar
menyenang
kan
baginya.
Selain itu,
pikirnya,
harganya
tidak terlalu
mahal
untuk buku
semacam
itu, sekitar
2.50
0dolar.
Dia
memes
an, dan
Lolita
pun
tiba
dua
atau
tiga
hari
kemud
ian.
Gi
lkey
telah
berhasi
l
menda
patkan
bebera
pa
buku
sebelu
mnya,
tetapi
ini
buku
pertam
a yang
diangg
apnya
benar-
benar
berhar
ga,
tidak
hanya
karena
hargan
ya
(buku-
buku
lain
yang
telah
didapa
tkan
Gilkey
berhar
ga di
bawah
1.000
dolar),
tetapi
juga
karena
muata
n
sejarah
nya,
kemas
yhuran
nya.
Lolita ,
karya
provok
atif
Vladim
ir
Nabok
ov
menge
nai
hasrat
seoran
g pria
paruh
baya
ter-
hadap
seoran
g gadis
muda,
pertam
a kali
diterbi
tkan di
Paris
pada
1955
dan
masuk
dalam
daftar
buku
terlara
ng
sejak
saat
itu.
Pada
1959, si
penulis
mempe
rsemba
hkan
satu
eksem
plar
kepada
rekan
sesama
novelis
Graha
m
Greene
,
"Untuk
Graha
m
Greene
dari
Vladim
ir
Nabok
ov, 8
Novem
ber
1959".
Sebaga
i
kolekt
or
serang
ga,
Nabok
ov juga
mengg
ambar
kan
sketsa
indah
seekor
kupu-
kupu,
melabe
linya
dengan
apa
yang
mungk
in
menjad
i
inskrip
si
paling
puitis,
" green
swallo
wtail
dancin
g
waisth
igh
Sebaga
i buku
yang
diberik
an
penulis
kepada
seseora
ng
yang
cukup
pentin
g dan
kerap
ditulisi
kata-
kata,
harga
buku
itu
lambat
laun
merok
et.
Pada
lelang
Christi
e pada
2002,
edisi
persem
bahan
untuk
Greene
tersebu
t
terjual
dengan
harga
264.000
dolar. 10
M
eskipu
n buku
yang
dimilik
i
Gilkey
tak
sebera
pa
nilainy
a
diband
ingkan
buku
untuk
Greene
tersebu
t, se-
bagai
buku
berhar
ganya
yang
pertam
a,
Lolita
memili
ki
tempat
istime
wa di
hatiny
a. Dia
meleta
kkan
buku
itu di
atas
pianon
ya dan
menga
gumin
ya. Dia
menyu
kai
rasa
kotak
kulit
kerang
yang
menjad
i
kemas
annya,
bagaim
ana
buku
itu
dilapis
i
dengan
kain
berteks
tur
yang
lembut
. Dia

62

loj <f) <->


c3>)
berharap
seandainya
semua
sampul
buku
seperti itu.
Buku itu
diterbitkan
dalam dua
volume,
dengan
pembungku
s hijau
cerah
(sampul
kertas),
dengan
"Nabokov"
tercetak di
pinggir
atas,
"Lolita" di
tengah-
tengah, dan
"The
Olympia
Press" di
bagian
bawah.
Desainnya
sederhana,
namun
anggun.
Tidak
seperti
buku-buku
lain yang
pernah
dikoleksi-
nya, dia
membaca
Lolita ,
tetapi
mengangga
pnya "men-
jijikkan".
Aku merasa
dia sengaja
mengatakan
ini untuk
mendapatk
an rasa
hormatku—
dia
mungkin
penjahat,
tetapi dia
bermoral.
Meski
demikian,
kejijikannya
terhadap
kisah Lolita
tidak
memengaru
hi
perasaanny
a mengenai
buku
tersebut
karena dia
menantikan
peningkata
n nilainya.
Ini bukan
karena dia
berniat
menjualnya,
melainkan
karena
status
koleksinya
akan
meningkat.
Lolita juga
berada di
peringkat
empat
daftar
Modern
Library
untuk
seratus
novel
berbahasa
Inggris
terbaik
abad kedua
puluh. 11
Gilkey baru
mulai
membaca
dan
mengoleksi
buku dari
daftar ini,
yang tak
sengaja
ditemukann
ya ketika
sedang
melakukan
penyelidika
n soal buku
langka, dan
memutuska
n bahwa dia
mengingink
an
semuanya.
Gilkey
menambahk
an bahwa
dia
menggunak
an
American
Express-nya
sendiri
untuk
membeli
Lolita ,
tetapi aku
tidak
menanyaka
nnya.
Beberapa
bulan
setelah
Lolita tiba,
Gilkey dan
ayahnya
sedang
menginap di
sebuah
hotel di
Beverly
Hills ketika
dia
memutuska
n untuk
menggunak
an cek
kosong dari
buku cek
yang sama
dengan
yang
digunakann
ya pada
pameran
buku
Burbank,
kali ini
untuk
membeli
mata uang
asing. Dia
ditangkap
dan
dijebloskan
ke penjara
selama
empat
puluh hari,
lalu
dikembalika
n ke
Modesto
untuk
menjad
itahanan
rumah
dengan
dipasangi
gelang kaki
elektronik.
Sekitar
setahun
kemudian,
pada
Malam
Tahun Baru
1998, dia
kembali
menulis cek
kosong
untuk
menutupi
kerugianny
a saat
berjudi di
sebuah
kasino. Dia
kembali
ditahan.
"Aku
hanya
mengingink
an uang
tambahan,
dan aku
kalah,"
katanya,
seolah ini
penjelasan
yang
memuaskan
.
Gilkey
baru keluar
dari
penjara
pada
Oktober
1999.
Setelah
keluar, dia
merasa
dicurangi
dan siap
membalas
dendam.
Itu
semacam
siklus yang
terus
berulang:
keyakinan
bahwa dia
tak akan
pernah
tertangkap,
ditahan,
dipenjara,
dibebaskan,
lalu merasa
berhak
untuk
membalas
dendam.
Setelah
begitu lama
berada di
balik jeruji,
dia merasa
seolah
sudah
kehabisan
waktu.
"Begitu
keluar dari
penjara,
kau mulai
merasa
seperti itu,"
katanya.
Jadi, dia
berjanji
kepada diri
sendiri dan
ayahnya
yang
semakin
tua, hampir
delapan
puluh
tahun.
"Aku
akan
membangu
n sebuah
rumah
besar untuk
kita."
64
4&

Ta
mb
an
g
Em
as

K
etika, pada
awal 1999,
Ken Sanders
menerima
surat dari
Asosiasi
Pedagang
Buku Antik
Amerika
yang
memintanya
untuk
memilih
apakah
cabang barat
daya
tempatnya
berada
dibubarkan
atau tidak,
kemarahanla
h yang
semata-mata
mendorongny
a untuk
memilih
tidak.1
Dengan
hanya tujuh
belas
anggota,
cabang itu
adalah salah
satu yang
terkecil, dan
tidak seperti
cabang-
cabang yang
lebih besar,
cabang itu
tidak pernah
mengadakan
pameran atau
pertemuan.
Tak lama
kemudian,
dia baru tahu
bahwa dialah
satu-satunya
anggota yang
menolak
pembubaran,
dan meskipun
hasil
pemilihan
sudah cukup
bisa menjadi
dasar
penutupan
cabang barat
daya, dewan
asosiasi
memutuskan
sebaliknya.
Dan karena
setiap cabang
membutuhka
n wakil
cabang dan
ketua,
mereka
menanyai
Sanders
posisi mana
yang lebih
disukainya—
permintaan
yang adil,
pikirnya,
mengingat
pilihan
suaranya
."Apa
saja—
selama
tidak ada
hubungann
ya dengan
uang," kata
Sanders,
yang
hampir
seumur
hidup
memiliki
masalah
finansial.
"Apa pun
yang kalian
lakukan,
jangan
jadikan aku
bendahara."
Dia
memulai
masa
jabatannya
sebagai
wakil
cabang.
"Beriku
tnya, aku
ternyata
mesti
menghadiri
pertemuan
dewan
gubernur di
Kota New
York. Apa-
apaan ini?!"
kata
Sanders.
Pada
pertemuan
dewannya
yang
pertama
yang
dilangsung
kan di
lantai tujuh
belas
gedung
Rockfeller
Center itu,
dia baru
sadar
bahwa
mereka
menempatk
annya di
komite
keanggotaa
n. Tak lama
setelah itu,
mereka juga
menugaska
nnya pada
posisi ketua
keamanan.
Padahal,
dia tak tahu
apa-apa
soal itu.
Bebera
pa minggu
kemudian,
ketika
sedang
duduk di
meja
kerjanya di
loteng yang
bertengger
di atas
tokonya,
Sanders
mendapat
telepon dari
sekretaris
di kantor
ABAA di
New York.
"Anda
sudah
memeriksa
lembaran
merah
muda?"
tanya si
sekretaris.
"Lemba
r merah
muda apa?"
Sanders
balas
bertanya.
Dia
belum
membuka
paket yang
telah
dikirimkan
si sekretaris
karena
berasumsi
isinya
materi
referensi.
Ketika
membuka
paket itu,
dia
menemukan
suatu
masalah
yang jauh
lebih besar
daripada
lembaran
merah
muda—
istilah
untuk
laporan
pencurian
yang
dikirim
para agen—
yang
telantar.
Sejak
1949, ABAA
telah
berupaya
meningkatk
an dan
mempertah
ankan
standar
etika dalam
perdaganga
n. Kini
terdapat
455 anggota
pedagang
buku, dan
untuk
66
bergabung
dengan
ABAA,
mereka
harus
sudah
berke-
cimpung
dalam
bisnis
tersebut
setidaknya
selama
empat
tahun,
harus
melakukan
penelitian
secara
cermat, dan
direkomend
asikan oleh
para
anggota
ABAA. 2
Sebelum
Sanders
mulai
menjabat
sebagai
ketua
keamanan,
ketika ada
agen ABAA
mengalami
pencurian
buku, agen
itu akan
mengisi
selembar
formulir
merah
muda, lalu
mengirim-
kannya ke
markas
besar
ABAA di
New York.
Di sana,
lembar ini
akan
diperbanya
k dan
fotokopinya
akan
disebarkan
melalui
surat agar
semua
anggota
bisa pasang
mata
terhadap
buku yang
dicuri
tersebut.
Hal ini
akan
memakan
waktu jauh
lebih lama
daripada
waktu yang
diperlukan
si pencuri
untuk
keluar dari
pintu
sebuah toko
buku
dengan
edisi
pertama
Slaughterh
ouse-Five
karya Kurt
Vonnegut,
misalnya,
menyelipka
nnya ke
dalam
mantel lalu
pergi ke
toko buku
lain,
tempatnya
bisa
menjual
buku itu
dan
melenggang
pergi
dengan
beberapa
ribu dolar
(tergantung
kondisinya,
apakah ada
inskripsiny
a atau
tidak,
memiliki
pembungku
s debu
orisinal,
dan lain-
lain,
harganya
bisa
mencapai
6.500
dolar).
Kotak
lembar
merah
muda yang
diwarisi
Sanders
berisi
sebagian
laporan
yang
usianya
sudah lebih
dari
setahun
namun
belum
disebarkan.
Dia tahu
bahwa pada
saat itu,
barangkali
sudah
terlambat
untuk
mengirimka
nnya
kepada
agen di
seluruh
negeri.
Apa
gunanya ini
bagi orang-
orang? pikir
Sanders.
Dia tidak
mendapat
instruksi
untuk tugas
tersebut
dan tak
tahu
banyak
tentang
teknologi.
"Kau tahu
adegan
dalam film
2001
besutan
Kubrick
ketika para
manusia
purba
menge-
lilingi
monolit
hitam?"
kata
Sanders.
"Seperti
itulah aku
dan
komputerk
u setiap
pagi,
melihat
apakah
komputer
itu bisa
bekerja."

67
Tetapi
dia ingin
mencari
cara untuk
menyebarka
n kabar
mengenai
pencurian
dengan
segera.
Pertama-
tama, dia
mulai
menggunak
an daftar
diskusi
pribadi
ABAA yang
berlangsun
g secara
online
untuk
terhubung
dengan
seluruh
anggota.
Kemudian
dia
menghubun
gi dewan
gubernur,
dengan
gigih
mengumum
kan, "Hei!
Aku ini
ketua
keamanan,
aku
mengingink
an jalur
keamanan!
Aku ingin
jalan untuk
bisa
menghubun
gi setiap
orang, dan
karena
lebih dari
separuh
anggota
tidak
terdaftar
dalam
diskusi
tersebut,
maka aku
perlu yang
lain!" Oleh
karena itu,
meskipun
Sanders
menyebut
diri
"seorang
Luddite
dalam
ruang
maya",
merujuk
kepada
kelompok
penentang
kemajuan
teknologi
pada masa
revolusi
industri,
dia berhasil
meyakinkan
komite
internet
untuk
membuat
pangkalan
data buku
curian dan
sistem e-
mail untuk
mempering
atkan
ratusan
anggota
ABAA dan,
tak lama
setelah itu,
para
anggota
Internation
al League of
Antiquarian
Booksellers
(ILAB)—
Liga
Pedagang
Buku Antik
Internasion
al—yang
mencakup
dua ribu
pedagang
buku di tiga
puluh
negara.
Pada
November,
sekitar
enam bulan
setelah
sistem e-
mail
tersebut
disiapkan,
John Gilkey
sedang
membaca
San
Francisco
Chronicle
ketika
sebuah
iklan
menarik
perhatianny
a: Saks Fifth
Avenue
membutuhk
an beberapa
tenaga
penjualan.
Hari
berikutnya,
dia
mengenaka
n kemeja,
dasi, dan
celana
pantalon
dari setelan
bersetrip
halus yang
kekecilan,
lalu naik
kereta
sejauh
hampir 150
kilometer
dari
Modesto ke
San
Francisco.
Saks
Men's Store
berada
tepat di
luar pusat
Union
Square, di
sebuah blok
dengan
trotoar
yang
berkilauan
dan
tetangga
semacam
Armani,
Burberry,
dan Cartier.

68
Lokasinya
berada di
kawasan
yang akan
memikat
kalangan
atas,
sesuatu
yang bagi
Gilkey
sangat
menarik.
Dia mem-
bayangkan
bahwa
dengan
bekerja di
tempat
semacam
Saks, dia
akan
berhubunga
n dengan
klien kaya-
raya,
"bukan
gembel."
Dia juga
berasumsi
bahwa
karena
tempat itu
menyediaka
n barang-
barang
mewah, dia
akan
dibayar
lebih,
mungkin
bahkan
mendapatk
an komisi
dan diskon.
Dugaannya
tepat sekali.
(Saks
berulang
kali
menolak
per-
mintaanku
agar mau
menanggap
i klaim
Gilkey.)
Saks
ternyata
menjadi
tempat
kerja yang
nyaris ideal
bagi Gilkey,
menawarin
ya
kesempatan
untuk
berbicara
dengan
orang-
orang yang
berasal dari
dunia yang
sangat
diidamkann
ya itu.
Meskipun
demikian,
tempat itu
hanya
nyaris
ideal,
karena
walaupun
punya
uang,
orang-
orang ini
tidak
terlalu
berpendidik
an atau
memiliki
perpustaka
an besar,
sebagaiman
a yang akan
dilakukan
Gilkey jika
memiliki
kekayaan
yang sama.
Duduk
di kantor
pegawai
Saks,
Gilkey
menyelesai
kan
aplikasinya,
menuliskan
pengalaman
kerjanya
yang
singkat di
toserba
Robinson-
May di Los
Angeles.
Dia pasti
terlihat
sempurna
untuk
pekerjaan
itu: sopan,
berpengala
man, dan
berpakaian
cukup rapi.
Dia
menuliskan
namanya
secara
lengkap,
tetapi
ketika tiba
di bagian
apakah
pernah di-
pidana, dia
tidak
mengisinya.
Dia
diminta
mulai
bekerja
pada hari
berikutnya.
***

S HTI A P

kali aku
meminta
Gilkey
menjelaska
n daya tarik
buku
baginya,
dia
berjuang
keras, tetapi
akhirnya
bertahan
pada
estetika
buku.
"Buku itu
benda
visual, yang

69
tampak
menarik
ketika
berjajar di
rak." Sekali
dia pernah
menyiratka
n
ketertarikan
yang nyaris
seksual
terhadap
buku.
"Entahlah.
Mungkin
karena aku
seorang
pria, tetapi
aku senang
memandan
ginya."
Sebagai
mana yang
ditulis
Patricia
Hampl
dalam
suatu buku
mengenai
kualitas
memesonak
an dalam
keindahan:
"Koleksi
bukan
sekadar
soal
memiliki.
Itu
merupakan
cara
pandang:
memandan
g yang
dengan
sendirinya
menjadi
sejenis
mendamba.
Memandan
g dengan
cara ini
seperti
kerasukan,
terhanyut." 3
Kolekt
or yang
berbicara
tentang
buku yang
baru saja
mereka
dapat, atau
buku yang
tidak bisa
mereka
peroleh,
atau yang
dirampas
oleh
kolektor
lain, akan
terdengar
seperti
perayu
wanita
yang
terkenang
pada para
kekasihnya.
Pada
pameran
buku San
Francisco,
Peter Stern,
seorang
agen Boston
berambut
kelabu yang
terbungkus
jas wol,
dengan syal
wol
bermotif
mengeliling
i lehernya,
berkata
bahwa dia
tidak lagi
mengoleksi,
tetapi
kadang-
kadang
suatu buku
akan
menarik
perhatianny
a. Kalau ini
yang
terjadi,
"Aku ingin
sekali
membelinya
. Dan
sangat
mengingink
annya." 4
Tetapi
mendapatk
an benda
yang
didambaka
nnya itu
mengubah
segalanya.
"Begitu aku
memilikiny
a, meskipun
hanya
selama
beberapa
detik, itu
sudah
cukup.
Menit
berikutnya,
buku itu
bisa kujual,
dan
kadang-
kadang aku
bahkan
tidak ingat
buku itu.
Aku
menantikan
buku
berikutnya.
"
Bukan
hal aneh
membaca
pernyataan
dari
kolektor
fanatik
yang
membuat
kata
"mania"
dalam
"bibliomani
a" seperti
tidak ada
apa-apanya.
"Terlalu
sedikit
orang yang

70
sepertinya
menyadari
bahwa
buku
memiliki
perasaan,"
tulis
kolektor
Eugene
Field, yang
menulis
The Love
Affairs of a
Bibliomani
ac pada
1896.
"Tetapi aku
tahu
sesuatu hal
lebih baik
daripada
orang lain,
yaitu buku-
bukuku
mengenalku
dan
mencintaik
u. Ketika
suatu pagi
aku
terbangun,
aku
melempar
pandangan
ke
sekeliling
ruangan
untuk
melihat
keadaan
harta benda
yang
kucintai,
dan ketika
dengan
gembira
aku berseru
kepada
mereka,
'Apa kabar,
teman-
temanku
yang baik!'
mereka
akan
berseri-
seri dengan
indah,
gembira
aku sudah
bangun." 5
***

DI Saks,
Gilkev
berada
dalam
dunia
kemewahan
yang penuh
selera. Dia
ditempatka
n di Men's
Store di
lantai satu,
di bagian
"perabotan
pria". Di
bagian itu,
busana-
busana
yang sangat
indah dari
katun
halus,
sutra, dan
wol
tersimpan
dalam
sejumlah
lemari kayu
berkaca di
bagian
depan dari
lantai
hingga ke
langit-
langit.
Gilkey akan
memulai
harinya
dengan
memeriksa
lantai itu,
membersih
kan setiap
sampah
yang
ditinggalka
n pengun-
jung pada
hari
sebelumnya
. Dia akan
berjalan
melewati
deretan
kemeja
Borrelli
yang dijahit
tangan
(dengan
harga
terendah
350 dolar)
dan dasi
Etro (130
dolar ke
atas), lalu
mengobrol
dengan
teman-
teman
sekerjanya.
Karena saat
itu hari
libur, ketika
pelanggan
Saks
sepertinya
tidak
kunjung
puas untuk
mendapatk
an barang
mewah,
maka lantai
itu penuh.
Mereka
membutuhk
an bantuan
tambahan,
"floater \
untuk
bekerja di
berbagai
departemen
, dan itulah
sebabnya
Gilkey
dipekerjaka
n. Dia
menikmati
pekerjaan
itu dan
sangat
gembira
bisa
memata-
matai para
sosialita

71
dan
selebritas
lokal,
seperti Ann
Getty dan
Sharon
Stone, yang
pada saat
itu
menikahi
editor San
Francisco
Chronicle
Phil
Bronstein.
Selain
untuk
berkonsulta
si dengan
Gilkey
mengenai
barang
yang akan
dibeli,
pelanggan
kadang-
kadang
minta
dibukakan
rekening
kredit
instan.
Dengan
patuh dia
akan
menuliskan
informasi
mereka—
nama,
jumlah,
alamat, dan
seterusnya
—dan
ketika
mereka
memberitah
unya bahwa
mereka
membutuhk
an batas
kredit yang
lebih tinggi,
Gilkey akan
menelepon
perusahaan
kartu kredit
dan
menyampai
kan
permintaan
mereka.
Ketika
petugas
mengecek
peringkat
kredit
pelanggan
dan
memutuska
n untuk
menganuge
rahinya
lebih
banyak
limit,
meningkatk
annya dari,
katakanlah,
4.000
hingga
8.000 dolar,
Gilkey di-
beritahu.
Ini
pekerjaan
paruh
waktu,
hanya dua
atau tiga
hari
seminggu,
tetapi
sekalipun
Gilkey
bekerja
secara
penuh,
gajinya tak
akan cukup
untuk
membeli
apa yang
di-
inginkanny
a. Suatu
hari, ketika
sedang
membuka
rekening
baru untuk
seorang
pelanggan,
dia baru
menyadari
apa yang
dipegangny
a. Ini
tambang
emas,
pikirnya.
Setiap kali
membuka
rekening
instan, dia
bisa
menyimpan
salinan
auditnya di
dalam saku,
pergi
makan
siang, dan
menuliskan
informasi
pada kertas
terpisah,
yang bisa
menjadi
acuannya
kelak ketika
melakukan
pemesanan
melalui
telepon.
Itulah yang
dilakukann
ya saat
makan
siang pada
hari itu. Dia
berjalan
kaki
menuju
Hotel
Wcstin,
naik lift ke
lobi di
lantai dua
yang
menawarka
n privasi,
dan
menuliskan
nomor
kartu kredit
yang
tercatat
pada
rekening
instan tadi.
Hari
berikutnya,
dia kembali
melakukan
hal
semacam
itu.

72
Begitulah
terus-
menerus
sepanjang
musim
libur.
Meskipun
demikian,
dia berhati-
hati untuk
tidak
menggunak
an setiap
rekening,
berharap
tidak
menimbulk
an
kecurigaan.
lak
lama
kemudian,
Gilkey baru
sadar
bahwa dia
memiliki
sumber lain
untuk
informasi
kartu
kredit. Pada
masa itu,
seluruh
nomor
kartu kredit
pelanggan
tercetak
pada
kuitansi.
Setiap
kuitansi
mencakup
slip untuk
pelanggan
dan slip
untuk
departemen
audit di
Saks. Para
tenaga
penjual
diminta
mencoret
nomor pada
slip
pelanggan,
tetapi slip
audit tetap
dibiarkan
utuh.
Menurut
Gilkey,
ketika
sedang
diburu-
buru, para
tenaga
penjual
kerap
membuang
slip-slip itu,
jadi bahkan
jika
kadang-
kadang dia
lupa
menyerahka
n selembar
slip, tak
akan ada
yang
memperhati
kan.
Gilkey
tidak serta-
merta
menggunak
an
informasi
tersebut
untuk
membeli
barang. Dia
menunggu
cukup lama
agar
pemberitah
uan
transaksi
curang
yang
disampaika
n kepada
pelanggan
tidak akan
terlacak
pada
penggunaa
n terakhir
kartu
mereka di
Saks. Dia
akan
menyimpan
nomor
rekening itu
untuk
keadaan
darurat.
Seraya
menahan
diri dari
berbelanja,
dia
mengumpul
kan lima
hingga
sepuluh
kuitansi
seminggu.

73

Spider-Man

K
en Sanders
Rare Books
terletak di
tepi pusat
Kota Salt
Lake di
bekas toko
ban
berukuran
sekitar 370
meter
persegi
dengan
langit-
langit yang
tinggi dan
cahaya
matahari
berlimpah.
Toko
tersebut
disesaki
dengan
begitu
banyak
barang
cetakan
yang tua,
indah, dan
aneh—
buku, foto,
pamflet,
peta. Untuk
mengeliling
i semuanya,
dibutuhkan
lebih
banyak
kemauan
daripada
yang bisa
dikumpulka
n pecinta
buku rata-
rata.
Pertama
kali aku
berkunjung,
Sanders,
yang
mengenaka
n jins dan
kemeja
Hawaii,
mengajakku
berkeliling.
Di dekat
pintu
masuk, dia
memberi
isyarat ke
arah sebuah
ruangan di
sebelah kiri,
tempatnya
menyimpan
buku- buku
terlangka.
Meskipun
dia tidak
religius,
banyak dari
buku-buku
ini yang
berupa
naskah
Mormon.
Bagaimana-
pun ini
Utah,
tempat
permintaan
akan buku-
buku
semacam itu
begitu
tinggi, dan
sebagaiman
a yang
diingatkann
y
akepadaku,
dia perlu
mencari
uang untuk
hidup.
Berikutnya,
dia
mengarahk
an
perhatianku
ke rak kaca
yang
memisahka
n ruang
buku
langka itu
dengan
orang-
orang yang
mungkin
ingin
menyelipka
n buku ke
ikat
pinggang
celana
(tempat
yang lazim
digunakan
pencuri
buku untuk
menyimpan
barang
curiannya).
Di dalam
rak itu
terdapat
beberapa
buku yang
dicintainya:
edisi
pertama
Ginsberg,
Burroughs,
Ferlinghetti
, dan
Kerouac,
yang
penataanny
a diatur
Sanders
seminggu
sebelum
ulang tahun
kelima
puluh
publikasi
Howl karya
Ginsberg.
Sander
s
mengajakku
ke bagian
utama toko.
Selain ada
lebih dari
seratus ribu
buku dan
barang
cetakan
lainnya
("kalau itu
barang
cetakan,
pasti ada di
sini!"), ada
pula patung
dada Mark
Tvvain dan
Dcmosthen
es,
guntingan
karton
tokoh-tokoh
karya R.
Crumb, dan
beberapa
ma- nekin
tanpa
kepala yang
dipasangi
kaus
bergambar
berbagai
karakter
dari The
Monkey
Wrench
Gang karya
Edward
Abbey.
Toko itu
mencermin
kan banyak
dari apa
yang
dicintai
Sanders—
buku-buku
karya
Wallace
Stegner,
Edward
Abbey, dan
B. Traven;
musik dari
tahun enam
puluhan;
politik
radikal;
lingkungan;
dan
gambar-
gambar
yang indah.
Tetapi, dari
semua yang
dicintainya
itu, tampak
jelas bahwa
anak-
anaknyalah
yang
berada di
puncak
daftar.
Kadang-
kadang,
putri
Sanders,
Melissa,
yang
pernah
bekerja di
toko itu,
datang dari
California
dan
membantun
ya. Ketika
Melissa dan
kakaknya,
Michael,
masih
muda,
pernikahan
Sanders
bubar dan
dia mem-
besarkan
mereka
sendirian.
"Agar
bisa kuat
seperti itu...
merekalah
yang
mungkin
telah
menjagaku
agar tetap
waras," kata
Sanders.
"Tidak

76
mudah bagi
orangtua
tunggal,
entah itu
hanya ibu
atau ayah,
untuk
membesark
an anak.
Hanya saja
lebih aneh
menjadi si
ayah. Aku
tidak
menyesal.
Aku
mungkin
mem-
besarkan
mereka
bagaikan
serigala
liar, tapi
aku
berusaha
sebaik
mungkin.
Melissa
masih ingat
suatu
musim
panas
ketika aku
menyeret
mereka
melewati
Death
Valley
ketika
suhunya
mencapai
lima puluh
delapan
derajat.
Aku
memaksa
mereka
keluar dari
mobil dan
berjalan
menyusuri
gundukan
pasir. Ayah
berusaha
membunuh
ku dan
kakakku,'
kata
Melissa."
Sander
s akan
menyampai
kan kisah
ini
beberapa
kali, selalu
dengan
seringai
bangga dan
nakal.
Di
sebelah
counter ada
sekelompok
kursi
berlengan
dan
beberapa
gelas
plastik
merah sisa
malam
sebelumnya
. Sekitar
pukul lima
sore setiap
hari,
Sanders
menawarka
n anggur,
bourbon ,
dan bir dari
lemari es
kecil di
sebelah
counter
kepada
teman-
teman yang
mampir.
Salah satu
teman itu,
"Kapten
Eddie",
seniman
digital
Edward
Bateman,
memberitah
uku bahwa
toko buku
itu
merupakan
pusat
budaya
tandingan
Kota Salt
Lake. Aku
bisa melihat
alasannya.
Toko
Sanders
memiliki
daya tarik
dengan
adanya
loteng kuno
dan setiap
penjuru
yang
mungkin
berisi harta
karun.
Tambahkan
dengan
pesona
Sanders
yang
pandai
bercerita,
maka tidak
heran toko
itu menjadi
titik
pertemuan
yang
disukai.
Dengan
dengung
kipas angin
yang
berputar
pelan di
latar
belakang,
para
penulis,
pengarang,
seniman,
dan
pembuat
film
menyesap
minuman
dan me-
ngenang
berbagai
acara
pembacaan
karya sastra
yang ramai
baru-baru
ini di toko,
sementara
Sanders
mulai me-
rencanakan
yang
berikutnya.
Di
sekeliling
mereka,
para

77
karakter R.
Crumb,
patung
dada, dan
wajah-
wajah
anggota
Monkey
Wrench
Gang
tampak
seperti
peserta
hantu
dalam
perbincang
an itu. Di
dinding
belakang
meja layan,
ada lukisan
besar potret
diri Sander.
"Aku
menyebutn
ya Dorian
Gray-ku,"
katanya.
"Aku selalu
ingin
mendapatk
an mata
Disney
untuknya—
untuk
mengawasi
toko."
Toko
bisa
memanfaat
kan mereka.
Sebelumnya
, pada
percakapan
telepon
kami yang
pertama,
Sanders
menyebut
tentang si
Pria Jaguar
Merah, dan
saat
kunjungank
u, ketika
aku
meminta
perincianny
a, dia
menatapku
dengan
pandangan
seolah
berkata,
'Kau siap
untuk ini?'
Aku sudah
mendengar
cukup
banyak
kisah
Sanders
sehingga
aku tahu
bahwa aku
telah
membuka
pintu ke
suatu kisah
yang bagus,
dan
sepertinya
tak ada
yang
membuatny
a lebih
bahagia
daripada
menemukan
telinga
yang mau
men-
dengarkan
kisah-
kisahnya.
"Sebenarnya
ini
memalukan.
Selama
enam tahun
aku
memimpin
upaya
melawan
pencurian—
bagaimana
penjual
buku bisa
melindungi
diri dari
penipuan
kartu kredit
—dan anak
punk
berengsek
berusia dua
puluhan ini
mengerjaiku
. 'Ryan'
muncul di
toko dan
memberitah
uku bahwa
dia dan
ayahnya
menjual
buku secara
onlitte dan
sangat
sukses.
Selama
sekitar
seminggu
berikutnya,
dia membeli
beberapa
buku Kitab
Mormon,
dan
beberapa
buku
lainnya.
Tiga kali dia
berbelanja
dengan
jumlah total
lima ribu
lima ratus
dolar, dan
perusahaan
kartu kredit
menyetujui
setiap
transaksi.
Kemudian
aku
mendapat
telepon dari
penjual
buku lain di
Kota Salt
Lake yang
mengeluh
bahwa dia
baru saja
mendapat
permintaan
pengembali
an uang
untuk
penjualan
Kitab
Mormon
sebulan
yang lalu.
Ak
ucuriga dan
pergi ke
tokonya.
Sosok yang
digambarka
n rekanku
cocok
dengan
deskripsi
tentang
Ryan. Aku
mulai
mendapatk
an firasat
buruk. Aku
menelepon
toko-toko
lain dan
mendapati
bahwa
Ryan telah
mendatangi
setidaknya
dua toko.
Jadi, aku
menelepon
perusahaan
kartu
kredit,
namun
orang-
orang tolol
itu tidak
bertindak
apa-apa.
Aku mulai
mempering
atkan setiap
agen buku
dari Provo
hingga
Logan dan
menemukan
bahwa ada
lima agen
yang
pernah
dikunjungi
Ryan. Lalu
aku
menerima
telepon dari
seorang
agen di
Provo yang
pernah
melihat
salah satu
buku Kitab
Mormonku
yang telah
dicuri di
eBay (edisi
tahun
1874). Aku
merasa
telah
menemukan
si pencuri,
jadi
kutelepon
penjualnya
yang
ternyata
seorang
pria tua
bernama
Fred yang
kerap
menjual
buku-buku
murah di
eBay—dan
aku
menakut-
nakutinya.
Fred bilang,
Aku tidak
mencuri
buku-
bukumu,
tapi aku
kenal Ryan.'
Dia bilang
dia bertemu
Ryan di
pelataran
parkir dan
membayar
dengan
uang tunai."
Sanders
memaksa
Fred untuk
mengatur
pertemuan
dengan
Ryan, lalu
Sanders
menelepon
polisi.
"Ryan setuju
untuk
menemui
Fred pada
pukul tiga
di pelataran
parkir toko
bahan
makanan
Smith,"
papar
Sanders.
"Ryan
berkata,
'Aku akan
mengendara
i Jaguar
merah.' Aku
menelepon
polisi, yang
sama sekali
tidak
peduli.
Mereka
malah
berkata
padaku,
'Siapa kau?
Kenapa kau
menelepon?'
Coba saja
cari polisi
yang peduli
terhadap
pencurian
buku. Aku
berkata aku
telah
mengumpul
kan
keterangan:
lima penjual
buku, lima
belas ribu
dolar.
Kuberitahu
dia, 'Kalau
kau tidak
mau berbuat
apa-apa,
aku akan
mengatasin
ya sendiri.'
Jadi, polisi
datang ke
tokoku dan
dengan sega
nbersedia
membuat
rencana
untuk
menyiapka
n
perangkap,
dan
mempering
atkanku
untuk tidak
ikut
campur."
Ambiv
alensi tidak
ada dalam
kamus
emosional
Sanders,
dan
kisahnya
dituturkan
bak mobil
yang
dinyalakan
dan melaju
kencang
dengan
penuh
amarah.
"Fred
meneleponk
u lalu
berkata
bahwa
polisi baru
saja muncul
tanpa
samaran
apa pun
dan
membuat
Ryan
ketakutan
setengah
mati. Lalu
dia berkata,
'Hei,
tunggu, dia
melarikan
diri!' Jadi,
aku pergi
ke sana
secepat
mungkin
dan melihat
—oh,
percayalah,
benar-benar
indah—
sebuah
Jaguar gres
berwarna
merah dari
Hertz
dengan
pintu yang
terbuka
lebar."
Sanders
memajukan
badan dan
cepat-cepat
menarik
napas.
"Anak ini
berada
dalam
mobil polisi
dengan
tangan di
atas kepala,
berteriak-
teriak.
Polisi
berkata
kepadanya,
'Kau tahu
siapa ini?'
Dan anak
itu
mendongak
ke arahku
dengan
pandangan
seperti
berkata,
'Oh, tidak,
mampuslah
aku/ Lalu,
sepertinya
polisi itu
lupa soal
aku.
Mereka
meninggalk
an pintu
mobil
dalam
keadaan
terbuka,
jadi
kudekati
anak itu
dan
berkata,
'MANA
BUKU-
BUKUKU?!'
Dia
memberitah
uku tentang
suatu
lingkaran
narkoba.
Ada empat
belas orang
lain yang
terlibat.
Dan kau
tahu, anak
itu
ketakutan.
Benar-
benar
ketakutan,
karena dia
tahu
mereka
akan
mengejar-
nya. Jadi,
hari
berikutnya,
aku
menelepon
polisi untuk
mencari
keterangan
tentang apa
yang terjadi
dan mereka
bilang
mereka
berusaha
menanyainy
a pagi ini,
tapi anak
itu
mengingink
an
pengacara.
Aku tidak
percaya
men-
dengarnya!
Kenapa
mereka
tidak
menanyainy
a saat dia
ketakutan?
Kenapa
mereka
harus
menunggu?
" Sanders
akhirnya
berhenti
untuk
menarik
napas
panjang.
"Nah,
kemudian
pagi ini aku
mendapat
telepon.
Sudah enam
bulan
berlalu
sejak
mereka
mengintero
gasinya.
Rupanya
anak itu
berasal dari
keluarga
berada. Dia
diizinkan
pergi ke
tempat
rehabilitasi
narkoba
sebagai
ganti
dipenjara."
Sander
s
mengakhiri
kisahnya
selalu
dengan cara
dia
mengakhiri
banyak
kisah
mengenai
pencurian
buku.
"Tidak ada
—biar
kuperjelas,
tidak ada—
tindakan
terhadap
orang-
orang ini."

Sungguh
ajaib bisnis
Sanders
begitu
sukses
selama ber-
tahun-
tahun (dia
membukuk
an
penjualan
sebesar 1,9
juta dolar
pada 2007),
mengingat
banyak
keputusan
yang
dibuatnya.
Pengabdian
nya kepada
sesama
rekan
pecinta
buku,
misalnya,
biasanya
tidak
menangguk
peluang
meraih
keuntungan
. Setelah
mengeliling
i separuh
tokonya,
dia melihat
seorang
pembeli di
counter.
Pria itu
memegang
satu edisi
History of
the Scofield
Mine
Disaster ,
karya J. W.
Dilley,
diterbitkan
pada 1900,
yang
meriwayatk
an bencana
tambang
paling
mengerikan
di Utah.
Pria itu
berkata
bahwa
kakeknya
merupakan
salah satu
korban
selamat.
Sanders
mengambil
buku itu
darinya dan
membuka
sampulnya:
500 dolar.
"Jangan
yang ini,"
kata
Sanders
sambil
menutup
buku itu.
"Aku punya
edisi yang
lain, dan
aku yakin
jauh lebih
murah." Dia
menoleh ke
pegawainya
, Mike
Nelson, dan
berkata,
"Carikan
edisi yang
lain di
belakang."
Mike
bilang dia
sangat
yakin ini
satu-
satunya
edisi yang
ada, tetapi
Sanders
bersikeras.
Ketika Mike
kembali
beberapa
menit
kemudian,
membawa
sebuah
edisi yang

81
sangat
usang,
Sanders
menyerahka
nnya
kepada pria
itu.
"Kau
lihat?"
katanya,
jelas
terlihat
puas
kepada diri
sendiri.
"Hanya
delapan
puluh dolar
—dan
bonusnya
adalah
buku ini
terlihat
seperti
selamat
dari api!"

Bagaimana
Sanders
menetapkan
sebuah
buku
berharga
500 atau 80
dolar
tergantung
pada
beberapa
faktor.
"Dalam
berbagai
bidang
yang
kukuasai
dan
beberapa
hal yang
menjadi
keahlianku,
pengalaman
sangat me-
mengaruhi
keputusank
u untuk
mendapatk
an buku
atau koleksi
tertentu,"
tulisnya
dalam
sebuah e-
mail yang
panjang
untukku,
"dan pada
akhirnya
pengalaman
dan penge-
tahuan itu
akan
menentuka
n nilai
suatu
benda."
Banyak
nilai suatu
buku yang
tergantung
pada tren,
dan selera
selalu
berubah.
Permintaan
dan
penawaran
juga
memengaru
hi nilai.
Cetakan
pertama In
Our Time
karya
Hemingway
, misalnya,
sangat
sedikit
(1.225
eksemplar),
berbeda
dari
cetakan
The Old
Mati and
the Sea
yang men-
capai lima
puluh ribu
eksemplar.
Nilai
ditentukan
dari situ.
Faktor-
faktor lain
termasuk
apakah ada
sampul
buku (kalau
tidak,
nilainya
rendah),
dan apakah
sampulnya
usang,
sobek, atau
terkena
tanah. Fdisi
modern
pertama
yang
kondisinya
begitu
buruk
paling
sedikit
berharga
sepuluh
persen dari
edisi yang
"sempurna".
Jadi,
harga satu
edisi
History of
the Scofield
Mine
Disaster
bisa saja
kurang dari
seperlima
harga edisi
lain—
dalam hal
ini,
tergantung
kondisinya.
Harga 80
dolar itu
tentu saja
adil, tetapi
aku sempat
memperhati
kan bahwa
ketika
Mike, yang
tahu benar
apa yang
dimaksud
Sanders

S2
dengan
"arus kas
mereka
meragukan"
,
mendengar
ucapan
Sanders
tentang
harga buku
yang sangat
kotor itu,
dia
langsung
merosot di
kursinya di
balik
counter.
***

LAHIR pada
1951, Ken
Sanders
dibesarkan
dalam
keluarga
penganut
Mormon di
lingkungan
Kota Salt
Lake yang
sangat taat.
Dia
terdorong
untuk
membaca
dan
mengoleksi
buku
sebagaiman
a yang
dilakukan
ayahnya.
(Sanders
tua, yang
meninggal
pada 2008,
membangu
n koleksi
botol yang
luar biasa
yang
diproduksi
di Utah dan
kini
disimpan di
sebuah
museum-
garasi di
sebelah
rumahnya.)
Sejak awal,
Sanders
memandan
g bentang
sosial
Mormon
dengan
skeptisisme
yang cukup
besar dan
memandan
g bentang
alamnya
dengan rasa
hormat
yang hanya
bisa
dikalahkan
oleh
kecintaanny
a terhadap
buku.
Dikelilingi
para
penganut
Mormon di
sekolah dan
masyarakat,
dia berkata
bahwa dia
telah
mempelajar
i "cukup
banyak
tentang
agama
sehingga
lebih baik
menyingkir
darinya."
Meskipun
demikian,
tidak
berlebihan
jika
dikatakan
bahwa sejak
awal
membaca
telah
menjadi
keyakinann
ya.
"Ayahk
u
berkelakar
bahwa
ketika ibu
melahirkan
ku, aku
sedang
menggengg
am sebuah
buku,"
katanya.
Ketika
kecil, dia
membaca
setiap buku
yang boleh
dibacanya,
dan
beberapa
yang tidak
boleh.
Pernah,
pada suatu
acara
sekolah ke
South Salt
Lake
Library, dia
mencoba
meminjam
edisi
Dracula
dan
Frankenste
in, tetapi
karena
kedua buku
itu untuk
dewasa,
petugas
perpustaka
an tak
mengizinka
n. Dia toh
tetap
menemukan
cara untuk
membaca
buku-buku
itu.

83
Meskipun
senang
meminjam
buku dari
perpustaka
an, dia
lebih suka
memilikiny
a. Di
Woodrow
Wilson
Elementary,
dia
mengumpul
kan uang
demi
Scholastic
Book
Service and
Weekly
Reader
Books.
"Harganya
dua puluh
lima sen.
Aku biasa
menjual
botol soda
bekas untuk
mendapat
satu nickel
dan
menabung
hasilnya.
Sebulan
sekali, guru
akan
mengumpul
kan
pesanan.
Lalu paket
pos datang,
dan guru
akan
memanggil
nama-nama
murid lalu
menyerahka
n sebuah
buku di
sini,
beberapa
buku di
sana. Aku
selalu
menjadi
murid
terakhir
yang
dipanggil
karena
selalu ada
satu paket
besar
untukku.
Aku
memesan
buku lebih
banyak
daripada
pesanan
satu kelas
disatukan.
Karya-
karya klasik
semacam
The Shy
Stegasauru
s of Cricket
Creek. Oh,
aku sangat
suka buku
itu." Hingga
hari ini, dia
menyimpan
setidaknya
satu
eksemplar
buku itu
dan favorit
masa kecil
lainnya
seperti
Danny
Dunn and
the
Antigravit
y Paint dan
Mrs.
Pickerell
Goes to
Mars di
tokonya.
Di
bangku
SMP,
Sanders
masih keras
kepala,
bertekad
untuk
melakukan
apa pun
yang
diperlukan
untuk men-
dapatkan
keinginann
ya,
sekalipun
itu berarti
akan meng-
hadapi
halangan
berat. Sikap
seperti
itulah yang
akan di-
terapkanny
a sebagai
ketua
keamanan
ABAA.
Pada hari
Sabtu,
Sanders
biasanya
pergi ke
pusat kota,
berjalan
kaki sejauh
delapan
kilometer
alih-alih
naik bus
demi meng-
hemat
uang.
Dengan
uang ekstra
di sakunya,
dia men-
coba
mengumpul
kan
keberanian
untuk
sesuatu
yang
hendak
dilakukann
ya. Pada
masa-masa
itu, dia
sangat
ingin
mengumpul
kan lebih
banyak
buku
komik,
tetapi
untuk
melakukan
nya, dia
harus
menghadap
i pemilik
toko barang
bekas yang
pemarah
itu, yang
tampaknya
meraih
S4
kesenangan
dengan cara
menakut-
nakuti anak
kecil.

"Aku
takut
kepada pria
tua itu,"
katanya.
"Kalau kita
masuk, dia
akan
berteriak-
teriak
kepada kita,
tetapi aku
sangat
mengingink
an buku-
buku komik
itu. Aku
masuk ke
dalam,
menghampi
ri tong
berisi buku
komik dan
mengambil
komik-
komik
tahun
empat
puluhan
dan lima
puluhan,
lalu pergi
ke meja
kasir
dengan
gemetar,
sementara
si pria tua
terus-
menerus
meneriakik
u. Dia
mungkin
hanya
mempermai
nkanku,
tapi saat itu
aku terlalu
muda
untuk
menyadarin
ya."
Tak
lama
setelah
Sanders
mulai
mengumpul
kan komik
tua, dia
menemukan
Spider-
Man.
"Orang itu
punya
masalah,"
katanya,
menggamba
rkan daya
tarik sang
pahlawan
super. "Dia
memiliki
kekuatan,
tetapi
hidupnya
sendiri
kacau.
Anak
canggung
mana yang
tak akan
tertarik
kepada hal
itu?"
Sebaliknya,
Superman
tak
terkalahkan
dan
membosank
an. Spider-
Man adalah
pria
pemberonta
k yang
selalu
penasaran
dan tahu
dia berbuat
benar,
tetapi dunia
memusuhi
dan
mencurigai
nya.
Bertahun-
tahun
kemudian,
di
pengujung
masa tugas
Sanders
sebagai
ketua
keamanan
bagi ABAA,
salah satu
temannya,
sesama
pedagang
buku, akan
menggamba
rkannya
sebagai
"pelanggar
hukum
yang
selama
enam tahun
terakhir
menjadi
penegak
hukum".

Ketika
berusia
empat belas
tahun,
kakek-
nenek
Sanders,
Pop dan
Grammy,
membawan
ya dalam
suatu
perjalanan
yang akan
menentuka
n arah
kehidupann
ya. Mereka
membawa
dia dan
kakaknya
Doug ke
California
Selatan. Di
sana
mereka
mengunjun
gi
Disneyland
dan Knott's
Berry

85
Farm, dan
satu tempat
yang
diminta
khusus oleh
Sanders:
Bertrand
Smith's
Acres of
Books.
"Aku lupa
bagaimana
aku bisa
tahu
tentang
tempat itu,
tetapi aku
masih ingat
alamatnya:
240 Long
Beach
Boulevard,
Long Beach,
California.
Hari itu
sangat,
sangat
panas. Aku
dan Pop
berkendara
dengan
sebuah
sedan Ford
tahun 1950-
an melewati
galangan
kapal di
Long Beach.
Dia parkir
tepat di
depan toko
itu. Aku
berada di
sana selama
berjam-jam,
dan selama
itu dia
hanya
duduk di
mobil, tak
henti-henti-
nya
merokok
Camels
tanpa filter
yang kelak
menjadi pe-
nyebab
kematianny
a."
Ada
perbedaan
antara
orang yang
sekadar
mencintai
buku dan
orang yang
mengoleksi
nya, dan
agen ber-
pengalaman
bisa tahu
mana yang
kolektor
secepat
ketika dia
ditanya
tentang
tempat
menyimpan
edisi
pertama
The Hohhit
(tidak
mungkin
ditaruh
begitu saja
di rak
terbuka).
Jantung
Bertrand
Smith
pastilah
sempat
berhenti
berdetak
ketika
Sanders
muda
berjalan
masuk,
dengan
mata
terbuka
lebar.
"Buku-
buku di
toko itu
jumlahnya
seperti tak
berhingga,"
kata
Sanders. "
Tumpukan
buku di
mana-mana,
kusut dan
rimbun,
mirip hutan
rimba,
tetapi
bukan
pohon yang
mengisinya,
melainkan
buku. Kita
harus
memanjat
tangga
tapak yang
berderit
untuk
meraih
buku-buku,
dan sukar
untuk
melihat
dengan
jelas karena
satu-
satunya
cahaya di
tempat itu
berasal dari
tingkap
cahaya
yang jauh,
jauh di atas.
Ada sebuah
ruangan
terkunci di
sebelah kiri
tempat
menyimpan
buku-buku
langka.
Bertrand
Smith
adalah
orang tua
yang tidak
ramah,
tetapi entah
bagaimana,
aku
mendapat
keberanian
untuk
menanyainy
a

S6
tentang
kegemarank
u: Lewis
Carroll,
Edgar Allan
Poe,
Maxfield
Parrish.
Ternyata
dia
mengizinka
nku masuk
ke dalam
ruangan
buku
langka itu.
Di sana aku
duduk di
meja,
membolak-
balik The
Raven
karya Poe.
Setiap
kuatren
puisi
memiliki
ukiran dua
puluh lima
kali tiga
puluh lima
sentimeter
yang dibuat
ilustrator
Prancis
Gustave
Dore. Aku
sangat
terpesona.
Aku masih
ingat
dengan
jelas—
tinggi enam
puluh
sentimeter
dan lebar
empat
puluh,
dengan
harga tujuh
belas dolar
lima puluh
sen. Aku
juga
membeli
karya
Maxfield
Parrish,
The
Arabian
Nights,
seharga
beberapa
dolar, dan
Alice in
Wonderlan
d, yang
digambar
Gwynedd
Hudson,
seharga dua
dolar lima
puluh sen.
Hudson
hanya
menggamba
r dua buku
seumur
hidup, dan
bukunya
masih
menjadi
salah satu
favoritku.
Aku
menabung
dalam
celengan di
rumah Pop
dan
Grammy,
dan
Grammy
telah
menambah
jumlahnya.
Aku
menghabisk
an semua
uangku
untuk
membeli
buku-buku
pada hari
itu. Sampai
sekarang
aku masih
melakukan
nya. Aku
semakin
tua,
semakin
botak,
semakin
gendut,
tetapi
rupanya
tidak
semakin
bijaksana."
Pada
1975,
Sanders dan
dua orang
teman
mengambil
alih sebuah
toko hippie
bernama
Cosmic
Aeroplane
di Kota Salt
Lake,
memindahk
annya ke
lokasi baru,
dan mulai
menjual
buku. Di
antara
orang-
orang yang
mencari
buku
paperback
murah
terdapat
para
kolektor
potensial.
Sanders
berupaya
mengisi
raknya
dengan
buku-buku
untuk
mereka
sembari
mendengar
kan lagu-
lagu
favoritnya,
seperti "I
Had Too
Much to
Dream Last
Night"-nya
Electric
Prunes.
Toko itu
meraih
sukses
besar. Pada
masa
puncaknya,
menurut
Sanders, dia
dan kedua
mitranya
me-

87
raup 1,4
juta dolar
dalam
setahun
penjualan
dan
memiliki
tiga puluh
karyawan.
Namun,
toko itu
bukannya
tidak
memiliki
persoalan.
"The
Cosmic
Aeroplane
sangat
besar dan
berkemban
g, namun
pengutilan
terus-
menerus
terjadi,"
kata
Sanders.
"Kasus
yang paling
tak
terlupakan
melibatkan
istri
seorang
teman. Dia
mulai
dengan
menjual
koleksi
buku
merajutnya
kepadaku.
Dia datang
membawa
sekantong
buku setiap
minggu,
lalu
semakin
lama
semakin
sering dan
jumlahnya
semakin
banyak.
Yang aneh,
buku-buku
itu mulai
tampak
semakin
baru,
hingga
lama-
kelamaan
tampak
jelas dia
mencuri
dari tempat
lain."
Sander
s mendesah.
Caranya
bercerita
kali ini
tidak
segarang
ketika
menceritaka
n kisah-
kisah
lainnya.
Wanita itu
mungkin
pencuri,
tetapi dia
juga
seorang
teman, dan
kejanggalan
situasi
tersebut
tampaknya
masih
menyakitka
n bagi
Sanders,
bahkan
setelah dua
puluh lima
tahun.
"Kami
mulai
menugaska
n seseorang
untuk
mengawasi
setiap kali
wanita itu
muncul di
toko.
Kantong
rajut yang
digunakann
ya untuk
mengantar
buku-buku
yang akan
dijualnya
ternyata
kembali
dipenuhi
buku begitu
dia selesai
melihat-
lihat dan
meninggalk
an toko.
Satu hal
yang pasti,
semua buku
itu
dicurinya
dari kami.
Aku
menelepon
King's
English dan
toko buku
Sam Wcller
dan
menemukan
bahwa
wanita itu
juga sering
mendatangi
toko-toko
itu. Aku
membacaka
n daftar
berisi judul
yang baru-
baru ini
kubeli
darinya
kepada
kedua toko
itu, dan,
tentu saja,
mereka
sama-sama
kehilangan
edisi buku-
buku itu.
Berikutnya,
ketika
wanita itu
datang lagi,
aku
menelepon
polisi

S8
dan
meminta
mereka
menunggu
di luar
toko. Ketika
dia pergi
dengan tas
rajutnya
yang penuh
berisi buku,
polisi
langsung
menangkap
nya."
Si
maling rajut
hanyalah
satu dari
sedikit
kisah ke-
suksesan.
Sebagian
besar
pencuri
tidak
pernah
tertangkap,
dan
kemarahan
dan
frustrasi
Sanders
sepertinya
tidak per-
nah benar-
benar surut.
Pada
1981, tahun
Sanders
meninggalk
an Cosmic
Aeroplane,
dia akan
melakukan
kejahatanny
a sendiri,
meskipun
itu untuk
tujuan
mulia.
Edvvard
Abbey,
penulis The
Monkey
Wrench
Gang,,
Desert
Solitaire,
dan The
Fool's
Progress ,
telah
menjadi
teman
Sanders,
"kendati
aku mem-
beritahunya
bahwa
menurutku
Hayduke
[protagonis
The
Monkey
Wrench
Gang)
mestinya
tidak
mengotori
wilayah
pedesaan
dengan
kaleng bir.
Dia
mendengar
kanku
tanpa
bersuara,
tetapi
kukira dia
tak peduli.
Suatu hari,
dia
meneleponk
u, yang
hampir
tidak
pernah
dilakukann
ya karena
dia
membenci
telepon,
dan berkata
dengan
suara kasar,
'Aku akan
melaksanak
an ritual
musim semi
di Glen
Canyon
Dam. Jika
kau ingin
berbicara
[tentang
proyek
penerbitan
yang
diusulkan
Sanders],
temui aku
di sana/"
Ketika
Sanders
tiba, Abbey
dan
beberapa
orang
teman
sedang
bersiap-siap
menjatuhka
n selembar
plastik
hitam
sepanjang
sembilan
puluh
meter di
atas tepi
Glen
Canyon,
sebagai
simbol
retakan di
bendungan
itu. Itu
merupakan
peristiwa
publik
nasional
pertama
bagi
kelompok
pemerhati
lingkungan
yang
radikal
tersebut,
Earth First!.
Abbey,
Sanders,
dan
anggota
kelompok
lainnya
berhasil
lolos dari
penahanan
karena
masuk
tanpa izin
dan pergi

89
dengan
hasrat yang
semakin
besar untuk
melakukan
lebih
banyak
lelucon
yang akan
membuka
mata publik
terhadap
apa yang
mereka
anggap
sebagai
kejahatan
terhadap
lingkungan.
Sander
s telah
memulai
Dream
Garden
Press, dan
dalam
beberapa
tahun
berikutnya
menerbitka
n kalender
bergambar
alam liar
Barat
dengan
kutipan
tulisan
Abbey, The
Monkey
Wrench
Gang edisi
bergambar
buatan R.
Crumb, dan
beberapa
proyek lain.
Dia
mengundan
g Abbey
dan Crumb
ke Utah
untuk
penandatan
ganan
buku. Salah
satu kisah
favoritnya
dari masa
ini terjadi
di sebuah
toko buku
universitas.
"Mobil
ku penuh
dengan
kardus
berisi buku.
Dua ratus
orang
mengantre
untuk
mendapatk
an tanda
tangan. Ada
Crumb dan
Abbey,
dengan
patuh
menggoresk
an nama
mereka.
Seorang
pria
berjalan
menghampi
ri Crumb
dan
berkata,
'Mr.
Abbey?'
Dan Crumb,
sebelum
menjawab,
menoleh ke
Abbey, dan
mereka
bertukar
pandang.
Crumb
kembali
memandan
g pria itu
lalu
berkata,
'Ya?' Dan
dia
menandata
ngani buku
itu dengan
'Edward
Abbey'!
Kemudian
dia
menyerahka
nnya
kepada
Abbey,
yang me-
nandatanga
ninya
dengan 'R.
Crumb'!
Aku rela
membunuh
untuk
mendapatk
an buku
itu," kata
Sanders.
"Aku yakin
hingga hari
ini pria itu
tidak tahu
soal
penipuan
tersebut.
Aku terus
berdoa
semoga
suatu hari
buku itu
akan
muncul di
sini. Aku
telah
mencarinya
selama dua
puluh
tahun."

Belakangan,
karena
perselisihan
dengan
kedua
mitranya,
Sanders
meninggalk
an Cosmic
Aeroplane.
Ini terjadi
pada

90
periode
yang sama
dengan
perceraiann
ya, dan
sendirian
dia mulai
membesark
an Michael,
sembilan
tahun, dan
Melissa,
tujuh
tahun.
Sander
s mencari
nafkah bagi
keluargany
a dengan
mengelola
sebuah
kantor kecil
dan gudang
untuk
menjual
buku. Pada
1996, dia
mendirikan
Ken
Sanders
Rare Books.
Gedung
bata bercat
putih itu
dihiasi dua
jendela
kaca warna-
warni di
dekat pintu
depannya.
Satunya
bergambar
stegosaurus
,
dinosaurus
favorit
Sanders,
sedangkan
yang satu
lagi,
diambil
dari sebuah
gereja
Katolik
yang
dirubuhkan
, bergambar
Santo
Yudas,
orang suci
pelindung
jiwa-jiwa
yang
kehilangan
harapan. Di
dalamnya,
toko itu
begitu
penuh
sehingga
jika seorang
anak
berusia
empat belas
tahun
keluyuran
dengan
daftar buku
di saku
belakangny
a,
sebagaiman
a yang
Sanders
lakukan di
Bertrand
Smith's
Acres of
Books, akan
ada banyak
hal yang
membuatny
a terpesona
selama
yang
diinginkann
ya. Di sisi
lain, jika
seseorang
berniat
menyelinap
keluar
tanpa
membayar
buku, dia
akan
menyesalin
ya. Sanders
pernah
mengejar
orang-
orang
semacam
ini hingga
ke gang-
gang dan
pelataran
parkir. Dia
pernah
membawa
mereka ke
pengadilan.
Dia
membuat
mereka
ketakutan
setengah
mati. Dia
akan
melakukan
apa pun
untuk
mendapatk
an kembali
bukunya
dan
membuat
pencuri
berpikir
ulang kalau
hendak
mencuri
buku lagi.

91
6&

S
e
l
a
m
a
t

T
a
h
u
n

B
a
r
u

S
aat itu
adalah awal
milenium
baru, dan
Gilkey
sangat
gembira
menyambut
tahun yang
akan
datang. Dia
mempunyai
sebuah
mimpi dan
setumpuk
tebal nomor
kartu kredit
untuk
mewujudka
nnya.
Dengan
berakhirnya
liburan,
pekerjaanny
a di Saks
pun selesai,
dan untuk
memulai
tahun yang
baru, dia
memutuska
n untuk
membawa
ayahnya ke
Los
Angeles,
salah satu
kota favorit
mereka.
"Kami
menyukai
mal-
malnya,
toko-
tokonya,
cuacanya.
Di sana ada
banyak
selebritas,
lebih
banyak
kesempatan
," katanya.
Salah
satu
kesempatan
semacam
itu muncul
pada suatu
sore yang
cerah.
Gilkey dan
ayahnya
makan
siang di
sebuah
hotel
mewah di
Beverly
Hills, dan
setelah itu,
dia
memutuska
n untuk
melihat-
lihat toko-
toko di
dekat situ.
Lingkungan
nya untuk
kalangan
atas, dan
pembeli
yang
datang
dengan
diantar
sopir
bukanlah
pemandang
an aneh.
Dia tertarik
pada
sebuah toko
kecil namun
sangat
mengesank
an dengan
area
terkunci
yang besar.
Mereka
menjual
senapan
dengan
harga
500.000
dolar, dan
perhiasan
yang
harganya
mencapai
enam digit
—dan
buku- buku,
yang ditata
dengan
rapi. Gilkey
berpikir
untuk me-
milih satu
benda kecil
yang
harganya
sekitar
2.000 dolar.
(Ketika
kutanya
apa yang
dilakukan
ayahnya
sementara
dia
melakukan
pencurian,
Gilkey
berkata
ayahnya
duduk di
luar,
menunggu.
Aku
meragukan
nya, tetapi
lebih
tertarik
kepada
alasan
Gilkey
melindungi
nya
daripada
tentang
keterlibatan
ayahnya.)
Mengingat
harga
sebagian
besar
barang di
toko itu,
pikir
Gilkey,
kehilangan
barang
sekecil itu
tak bakal
dipedulikan
. Dia
menatap
buku-buku
dan dalam
hati
mencatat
apa yang
diinginkann
ya. Hari
berikutnya,
ketika
sedang
mencuci
baju di
sebuah
binatu, dia
menelepon
toko itu
dari telepon
umum di
situ.
Tibalah
saatnya
menggunak
an nomor
kartu kredit
pertama
yang
dicurinya
dari Saks.
"Saya
datang ke
toko Anda
kemarin,"
kata Gilkey
kepada
penjaga
toko. "Anda
masih
menyimpan
edisi per-
tama buku
Beatrix
Potter yang
berjudul
The Tale of
Mrs.
Tittlemous
e?"
Si
wanita
penjaga
toko pergi
sebentar
untuk
mengecek.
"Ya,"
jawabnya
setelah
kembali,
"masih
ada."
"Hmm,
saya pikir
dulu," kata
Gilkey,
seolah
perlu
memikirkan
nya. "Akan
saya ambil."
Dia
menjelaska
n bahwa
buku itu
untuk kado,
lalu
meminta
wanita itu
mem-
bungkusny
a sambil
menambahk
an, "Boleh
saya bayar
sekarang?"

94
Gilkey
memberika
n nomor
kartu kredit
lalu
menyelesai-
kan
cuciannya.
Dari binatu
dia
menelepon
lagi untuk
mengonfir
masikan
transaksiny
a.
"Barang
nya sudah
siap," kata
wanita itu.
"Karen
a saya agak
sibuk,
bisakah
orang lain
yang meng-
ambilnya?"
tanya
Gilkey.
"Saya
sedang
bersiap-siap
untuk pesta
ini." Dia
membayang
kan bahwa
dengan
begitu,
ketika tiba
di toko, dia
tidak akan
disangka
membawa
kartu kredit
itu.
Gilkey
bergegas ke
toko tepat
sebelum
waktu
tutup pada
pukul
enam. Dia
masuk ke
dalam,
sekilas
melirik
buku-buku,
lalu
berkata,
"Wow,
tempat
kerja Anda
bagus
sekali.
Temanku
sungguh
hebat bisa
mendapatk
an buku
itu." Wanita
itu
menyerahka
n buku
tersebut
kepadanya,
lalu Gilkey
pergi.
Sebagai
mana yang
Gilkey
katakan,
semuanya
semudah
itu.

Saat ini,
sistem e-
mail
Sanders
telah
berjalan
selama
beberapa
bulan, dan
kadang-
kadang dia
menerima
pem-
beritahuan
mengenai
pencurian.
Namun,
Sanders
lebih sering
berada di
tokonya.
Sementara
putrinya,
Melissa,
menangani
pelanggan,
membuat
katalog
barang-
barang
baru, dan
menjawab
telepon,
Sanders
mengunjun
gi tempat-
tempat
penjualan
barang
bekas,
memberi
penilaian,
dan juga
membantu
pelanggan.
Sanders
juga sering
berada di
meja
kerjanya
yang
berantakan,
menulis
entri
bibliografis.
Sanders
menjual
kepada
toko lain,
kolektor,
perpustaka
an, dan
lembaga
lainnya,
jadi begitu
mendapatk
an barang

95
yang
mungkin
akan
diminati,
dia
mengirimi
mereka
deskripsi
bibliografis
nya. Itu
cara
menghidup
kan bisnis
untuk bulan
berikutnya.
Banyak
orang yang
keluyuran
di jalanan
dengan
kardus atau
kantong
berisi buku
yang akan
mereka jual,
dan Sanders
akan
pasang
mata.
Sering kali
buku-buku
itu tidak
terlalu
berharga,
tetapi
kadang-
kadang
Sanders
menemukan
harta
karun,
seperti
ketika
seorang
pria berusia
dua
puluhan
berjalan
memasuki
tokonya
dengan
sebuah
buku
pemberian
orangtuany
a. Buku itu
milik
neneknya,
dan mereka
tidak tahu
apakah
benda itu
berharga
atau tidak.
"Uh,
aku tidak
ingin
memberimu
harapan
yang
muluk-
muluk,"
kata
Sanders
kepadanya,
memegang
buku kecil
berukuran
sekitar
sepuluh
kali lima
belas
sentimeter
itu, "tetapi
kalau ini
asli,
harganya
bisa
mencapai
enam
angka." Dia
memberitah
u pemuda
itu bahwa
dia perlu
memeriksa
keasliannya
.
Buku itu
ternyata
asli, yaitu
The Book of
Commandm
ent Mormon
dari tahun
1833,
pendahulu
Ajaran dan
Perjanjian,
salah satu
dari tiga
kitab suci
Gereja
Mormon.
Pada masa
itu, para
penganut
Mormon
berselisih
dengan
lingkungan
mereka, dan
untuk
membalas
dendam
penghancur
an yang
dilakukan
Joseph
Smith
terhadap
sebuah
surat kabar
anti-
Mormon,
sekelompok
orang yang
marah
menyerbu
percetakan
ketika
sedang
mencetak
kitab
tersebut dan
me-
lemparkan
lembaranny
a ke luar
jendela.
Konon—
kisah ini
diragukan
kebenarann
ya oleh
sebagian
besar orang
—dua orang
gadis cilik
Mormon
mengumpul
kan lembar-
lembar itu
di dalam
rok panjang
mereka dan
bersembuny
i di ladang
jagung
hingga para
penyerbu
itu pergi.
Kemudia
nlembaran
yang
terlepas itu
disatukan
dan dijahit
dengan
tangan.
Karena asal
mulanya
yang tak
terduga itu,
maka
banyak
cetakan
yang tidak
selesai,
meskipun
halaman
judul
ditambahka
n beberapa
tahun
kemudian.
Secara
teknis,
karena
tidak
pernah
selesai atau
dijilid
secara
profesional,
buku
tersebut tak
pernah
diterbitkan.
Dalam 170
tahun
terakhir,
hanya 29
eksemplar
yang masih
ada. 1
Sander
s
menyimpan
The Book of
Command
ment di da-
lam lemari
brankas dan
belakangan
menjualnya
atas nama
pemuda itu
kepada
seorang
kolektor
dengan
harga
200.000
dolar.
Sanders
mendapatk
an komisi
dari situ. 2
Meskipun
demikian,
hal
semacam
itu jarang
terjadi.
Yang lebih
sering
terjadi
justru
adalah
buku yang
hilang.
Tetapi,
mengenai
pencurian
The Tale of
Mrs.
Tittlemous
e, Sanders
tidak tahu
apa-apa.
Pemilik
toko itu
bukan
anggota
ABAA.
***

BULAN-

BULAN

berikutnya
sangat
sibuk. Pada
Februari,
berbekal
setumpuk
nomor
kartu
kredit,
Gilkey
membawa
ayahnya
berjalan-
jalan ke
Prancis dan
Jerman
selama dua
minggu. Di
sana
mereka
mengunjun
gi berbagai
kasino,
kilang
anggur,
restoran,
dan
museum.
Mereka
memenangi
sejumlah
uang yang
tidak
terlalu
banyak
namun
memuaskan
dari
berjudi,
yang
menegaska
n perasaan
Gilkey me-
ngenai
kemampua
nnya untuk
mengambil
risiko dan
lolos tanpa
cedera,
setidaknya
itulah yang
sering
terjadi.
Mereka
kembali
tepat pada
waktunya
untuk
Festival
Buku Los
Angeles,
tempat
Gilkey
"membeli"
sekitar
sepuluh
buku lagi,
termasuk
edisi
pertama
Ragtime ,
karya E.

97
L.
Doctorow,
yang
ditandatang
ani. Buku
itu berada
di
peringkat
86 daftar
seratus
novel
bahasa
Inggris
terbaik
versi
Modern
Library.
Pilihan
buku
seseorang
bisa
mengungka
pkan jati
dirinya.
Gilkey
menyukai
buku-buku
dari daftar
Modern
Library
karena
sesuai
dengan
keinginann
ya untuk
dikagumi.
Dia tidak
mengikuti
selera
pribadinya
sebagaiman
a yang
dilakukan
para pakar.
Buku-buku
yang
dipilihnya
sudah pasti
digemari
banyak
orang dan
mengundan
g decak
kagum.
Selama
musim semi
itu, Gilkey
terus
mengikuti
per-
kembangan
zaman,
mencuri
satu atau
dua buku
sebulan.
Kemahirann
ya untuk
membenark
an
pencurian
ini sama
dengan
keahliannya
melakukan
pencurian.
Begini dia
menjelaskan
nya
kepadaku:
Ketika dia
berjalan
memasuki
sebuah toko
buku langka
dan
mengerling
ke kekayaan
yang
terpampang
di raknya,
dia
melihatnya
hampir
sebagai
koleksi
pribadi si
pemilik
toko. Betapa
kayanya
orang ini!
Lihat,
betapa
banyak
buku yang
dimilikinya!
Tidak adil
dia
menetapkan
harga begitu
tinggi hanya
untuk satu
buku, pikir
Gilkey.
Buku-buku
yang dijual
dengan
harga 10.000
atau 40.000
dolar atau
setengah
juta benar-
benar di
luar
jangkauann
ya. Mana
mungkin
aku
sanggup
mem-
belinya? dia
bertanya
dengan
marah. Jadi,
dia berbuat
apa yang
menurutnya
patut
dilakukan.
Fakta
bahwa para
agen
membayar
banyak
untuk buku-
buku
mereka dan
mencari
nafkah dari
situ—
dengan
pengecualia
n sedikit
agen yang
beruntung
atau
berpengala
man—
hampir
tidak
terpikirkan
olehnya.
Bahkan
setelah aku
menyampai
kan hal ini
kepadanya,
dia memilih
untuk tidak
mengakui
ras
abersalahny
a. Menurut
pandangan
nya, dunia
tidak adil
jika dia
memiliki
lebih
sedikit
buku
daripada
kolektor
atau agen
lain dan,
sebagaiman
a yang
dikatakann
ya, dia
berniat
untuk
"menyamak
an skor".
Aku
bertanya-
tanya apa
yang telah
menyuburk
an
pandangan
nya tentang
keadilan
yang tidak
benar ini.
Meskipun
banyak
kolektor
yang
membangu
n citra diri
melalui
koleksi
mereka,
sebagian
besar dari
mereka
tidak
menyeberan
gi batas
antara
mengingink
an dan
mencuri.
Gilkey
tidak hanya
membuat
koleksi,
tetapi juga
mem-
bangun
citra diri.
Dalam hal
ini, dia
sama saja
dengan
kolektor
lain.
Bedanya,
dia
menyeberan
gi batas itu.
Jurang
antara
kolektor
dan
pencurian
adalah
moral dan
etika.
Tetapi bagi
Gilkey,
yang
berulang
kali
menyeberan
gi batas itu,
tidak
membayar
untuk buku

mendapatk
annya
secara
gratis,
begitu yang
biasa
dikatakann
ya—
memperbes
ar daya
tariknya.
Dia
bercerita
bahwa
ketika
masih di
rumah
ibunya,
sebelum dia
mulai diam-
diam
menyembu
nyikan
buku- buku
yang ada di
sana ke
sebuah
tempat
penyimpan
an, dia
membedaka
n antara
buku yang
dibayarnya
dengan
yang
dicurinya,
menempatk
an
keduanya
dalam rak
terpisah.
Meskipun
demikian,
dicuri atau
tidak,
kepuasanny
a selalu
berlalu
dengan
cepat:
semakin
banyak
buku yang
didapat-
kannya,
semakin
banyak
yang
diinginkann
ya. Dalam
hal ini,
Gilkey
tidak
berbeda
dari
kolektor
lainnya.
Sebagaiman
a yang
sering
diucapkan
kolektor,
mengoleksi
itu seperti
dahaga, dan
memiliki
satu buku
lagi tidak
memuaskan
dahaga
untuk
memiliki
buku
lainnya.
Menjel
ang musim
panas,
Gilkey
ingin
mendapatk
an lebih
banyak
buku, tetapi
karena dia
masih
dalam masa

99
pembebasa
n bersyarat
karena
mencuri
mata uang
asing
(untuk
membayar
buku dan
biaya
hidup), dia
merasa
sebaiknya
lebih
berhati-
hati. Seraya
menyesuaik
an cakupan
perolehann
ya, dia
menemukan
metode
untuk
setidaknya
mendekati
buku-buku
spektakuler
. Pada
bulan Juni,
dia
mengunjun
gi The
Huntington
Library
Museum, di
San Marino,
California.
Bagi
pecitita
buku dan
kesenian,
tempat itu
bagaikan
surga. Bagi
Gilkey,
tempat itu
pastilah
bahan
bakar yang
sangat kuat
untuk
fantasinya.
Henry
Huntington
, lahir pada
27 Februari
1850 di
Oneonta,
New York,
tumbuh
dalam
keluarga
mapan di
rumah yang
dipenuhi
dengan
buku. 3
Seumur
hidup dia
membaca
dan
menghargai
buku dan,
sejak
sekitar
umur 21
tahun,
mencari
buku-buku
dengan
rakus.
Berpuluh-
puluh
tahun
kemudian,
setelah
mendirikan
Pacific
Electric
Railway
dan sistem
transit
antarkota di
California,
dia
mewarisi
sekitar 30
juta dolar
dan mulai
mengumpul
kan buku
dan
manuskrip
langka.
Pada 1919,
dia
membuat
The
Huntington
Library,
dan di
dalamnya
terdapat
lebih dari
tujuh juta
buku
langka,
manuskrip,
foto, barang
cetakan,
dan peta di
bidang
sejarah dan
kesusastraa
n Inggris
dan
Amerika.
Rak-rak
buku
perpustaka
annya
hanya
terbuka
bagi
akademisi,
tetapi
Gilkey
ingin
melihat
sedikit
koleksi
yang
dipamerkan
untuk
umum.
Di
bagian yang
terbuka
untuk
umum
terdapat
kisah "The
Prologue to
the Wife of
Bath's Tale"
dari The
Canterbury
Tales karya
Gcoffrey
Chaucer,
yang dibuat
di Inggris
sekitar
1400-1405.
Naskah ini
ditulis pada
kertas kulit
dengan
hiasan tepi
yang begitu
rumit nan
4
indah.
Memberi
hiasan pada
karya sastra
semacam
itu mirip

100
dengan
memasang
bingkai
emas pada
suatu
mahakarya
atau
membungk
us kalung
zamrud
dalam
kertas
berpola dan
pita satin—
sebuah
upaya
untuk
mendandan
i sesuatu
yang
menakjubka
n dengan
busana
indah.
Naskah lain
yang
dipamerkan
, sebuah
Injil
Gutenberg
(sekitar
tahun
1455), juga
dihiasi
pinggiran
yang sama
fantastisnya
, dan buku-
buku itu
masih
sejelas dan
seindah
sutra yang
baru
disulam.
Sepanjang
sejarah,
akibat
seringnya
buku-buku,
terutama
teks yang
cabul atau
religius—
termasuk
Krautterbu
ch di
mejaku,
dengan
ilustrasi
yang pada
masa itu
dianggap
tidak
pantas
dilihat
perempuan 5
—dirampas,
ditumpuk
di alun-
alun kota,
dan
dibakar,
fakta bahwa
buku-buku
kuno ini
masih ada
sungguh-
sungguh
menakjubka
n. 6
Kalau
dicermati,
ketelitian
dan
keahlian
yang begitu
rupa dalam
kreasi
mereka
tampak
seperti
suatu
ekspresi
optimisme
epik.
Meskipun
siapa saja
bisa melihat
foto buku-
buku ini
secara
online dan
memperhati
kan dari
dekat setiap
gambar
secara
terperinci,
setiap
tahun
ribuan
orang
memilih
mengunjun
gi buku-
buku ini
secara
langsung.
Selain
menjadi
objek
keindahan,
seperi
halnya
semua buku
kuno, buku
menyediaka
n hubungan
fisik
dengan
masa lalu.
Ini
merupakan
salah satu
dampak
buku yang
paling kuat
dan tahan
lama.
Naskah
-naskah
Huntington
yang lebih
modern
sama
memikatny
a. Pada
halaman
judul
manuskrip
asli Walden
karya
Henry
David
Thoreau
bisa dilihat
tulisan
Thoreau
yang miring
ke kanan,
halus, dan
anggun
dengan
tinta gelap.
Di sudut
kanan
bawah,
sebuah
noda tinta
meng-
ingatkan
kita bahwa
tulisan ini
dibuat oleh
manusia
yang nyata,
hidup, dan
tak luput
dari
kesalahan,
yang
jarinya

101
pernah
ternoda
hitam
karena
halaman
ini. Gilkey
terpesona
oleh
keseluruha
n barang
yang
dipamerkan
, tetapi ada
satu
volume
yang paling
menarik
perhatianny
a. Dia tak
bisa
mengalihka
n tatapan
dari buku
harian
Samuel
Pepys yang
ditulis pada
abad
ketujuh
belas,
mengamati
betapa
rapuh dan
kecilnya
buku itu di
dalam
lemari kaca.
Huntin
gton,
seperti
Gilkey,
menggunak
an
koleksinya
untuk
memengaru
hi
pandangan
orang-
orang
terhadap
dirinya.
Sebuah
kisah yang
terjadi pada
25
Desember
1910, yang
dimuat
dalam Los
Angeles
Examiner ,
me-
nyebutkan
bahwa dia
"sangat
gembira
akan
perhatian
pecinta
buku yang
mendatangi
nya, dan
pada saat
itulah tokoh
perkeretaap
ian itu
membuka
lemarinya
dan me-
ngeluarkan
sebagian
koleksi
permatanya
yang luar
biasa dan
memamerka
nnya
kepada
pengunjung
."
Aku
pernah
mendengar
setidaknya
satu agen
yang
berkata
bahwa
mengoleksi
itu
bagaikan
olahraga,
dan aku
mendapat
kesan
bahwa
Huntington
memang
bersaing
untuk
menang.
Sebuah
kartun di
I.os
Angeles
Times pada
27 Maret
1920,
memperliha
tkan dua
pria
berkumis di
perpustaka
an dengan
keterangan
gambar:
"Henry E.
Huntington
dan
Herschel V.
Jones, yang
menerbitka
n The
Minneapoli
s Journal
dan
mengoleksi
buku
langka,
sedang
mengobrol
di San
Marino".
Kartun itu
menangkap
naluri
kompetitif
para
kolektor
dengan
sempurna.
Dalam
kartun itu,
Huntington
berkata,
"Aku baru
saja
membeli
buku harian
Hawa," dan
Jones
menjawab,
"Oh! Aku
baru ingat,
kemarin
aku
mendapatk
an Ihe Log
of the Ark-
nya Noah!"
* * * 102

<f) ^D
û [=r
i=0))
SELAMA

masih
berada di
Los
Angeles,
pada suatu
hari yang
hangat dan
cerah,
Gilkey
berkendara
ke Century
Plaza Hotel,
salah satu
lokasi
favoritnya
untuk
berbisnis
karena
memiliki
deretan
telepon
umum
dengan
tingkat
privasi
yang sangat
baik. Dia
juga
menyukai
lokasinya:
dekat
dengan
Melrose
Avenue,
tempat dua
toko buku
yang
hendak
dikunjungi
nya berada.
Dari
hotel itu,
Gilkey
menelepon
salah satu
toko,
Dailey's
Rare Books
di Melrose,
dan
bertanya
tentang be-
berapa
pengarang
yang salah
satunya
adalah
Mark
Twain. Dia
beruntung,
mereka
memiliki
edisi
pertama
Life on the
Mississippi
. Dia
memberika
n nomor
sebuah
kartu kredit
dan
memberitah
u mereka
bahwa ada
orang yang
akan
mengambil
buku itu,
yang
ternyata
tidak
masalah
bagi
mereka.
Gilkey tiba
di sana dan,
untuk
menghindar
i ke-
curigaan,
sengaja
berlama-
lama. Dia
tidak ingin
terlihat
buru-buru
atau
bersembuny
i di balik
kacamata
hitam, atau
gugup dan
canggung.
Bersikaplah
normal,
pikirnya.
Setelah
pergi, dia
merobek
kuitansi
kartu kredit
dan
membuang
nya ke
tempat
sampah,
sebuah
langkah
protektif
yang
hampir
selalu
diulangnya
setelah
melakukan
transaksi.
Dia akan
mengunjun
gi Dailey
dua kali
lagi pada
tahun
berikutnya.
Gilkey
berkendara
kembali ke
hotel,
ngebut
karena dia
tidak suka
ada orang
yang
memotongn
ya di lampu
merah. Di
hotel, dia
menelepon
toko buku
favoritnya,
The
Heritage
Book Shop,
juga di
Melrose.
Gilkey
sangat fasih
bersikap
sopan,
terlihat
dalam
caranya
menelepon,
dan tidak
pernah
merasa
bersalah
atas
tindakanny
a
mencurangi
orang lain.
Setelah
berhasil
menghubun
gi toko itu
melalui
telepon, dia
bertanya
apakah
mereka
memiliki
buku apa

103
pun karya
H. G. Wells.
Ternyata
ada. Dia
memberi
nomor
sebuah
kartu kredit
dan, seperti
biasa,
berkata
bahwa ada
orang lain
yang akan
singgah
untuk
mengambil
buku itu,
seorang
pria
bernama
Robert. Tak
lama
setelah itu,
Gilkey
pergi ke
toko
tersebut.
"Toko
Anda bagus
sekali," kata
"Robert".
Dia
berbicara
dengan Ben
atau Lou
(Gilkey
tidak yakin)
selama
sekitar
sepuluh
menit, lalu
melihat-
lihat
beberapa
buku. Buku
yang
dipesannya
telah
dibungkus
dan siap
dibawa,
jadi
"Robert"
menandata
ngani tanda
terima lalu
pergi
dengan
membawa
The
Invisible
Man.
***

GILKEY
memberitah
uku bahwa
ketika
memegang
sebuah
buku
langka, dia
mencium
usianya,
merasakan
ke-
renyahanny
a,
memastikan
tak ada
yang salah
dengannya,
dan
membukany
a dengan
sangat
lembut. Dia
membaca
beberapa
halaman
sepintas
lalu. Jika
pengarangn
ya masih
hidup, dia
berpikir-
pikir untuk
meminta
tanda
tangannya.
Dia berkata
bahwa buku
semacam
The
Invisible
Man bagai-
kan anggur
yang sangat
bagus.
Rasanya
menyenang
kan
memegang
buku itu
dan,
terutama,
menambahk
annya ke
dalam
koleksinya
—tetapi
bukan
membacany
a, dia tidak
pernah
melakukann
ya.
Sebagaiman
a
kebanyakan
kolektor
lainnya,
ketertarikan
nya lebih
karena apa
yang
disimbolkan
oleh suatu
buku, alih-
alih karena
ceritanya.
Winston S.
Churchill,
seorang
penggemar
buku yang
membayar
untuk buku-
bukunya,
memahami
rasa
ketertarikan
yang sama
:"Apa
yang
harus
kulak
ukan
deng
an
semu
a
buku
ku?"
adala
h
perta
nyaa
nnya,
dan
jawab
an,
"Baca
mere
ka,"
me-
nena
ngka
n si
pena
nya.
Tetap
i jika
kau
tidak
bisa
mem
baca
mere
ka,
pega
ng
mere
ka,
atau
tepat
nya,
timan
g
mere
ka.
Pand
angi
mere
ka.
Biark
an
terbu
ka di
mana
pun
mere
ka
mau.
Bacal
ah
dari
kalim
at
perta
ma
yang
mena
rik
bagi
mu.
Lalu
balik
ke
hala
man
berik
utnya
.
Laku
kan
petua
langa
n,
arung
i laut
yang
belu
m
terpe
takan
.
Kemb
alika
n
mere
ka ke
rak
deng
an
tanga
nmu
sendi
ri.
Susu
n
mere
ka
deng
an
atura
nmu
sendi
ri,
jadi
jika
kau
tidak
tahu
apa
isi
mere
ka,
setid
akny
a kau
tahu
di
mana
posisi
mere
ka.
Jika
mere
ka
tidak
bisa
menj
adi
tema
nmu,
setid
akny
a
jadik
an
mere
ka
kenal
anmu
. Jika
mere
ka
tidak
bisa
mem
asuki
lingk
aran
kehid
upan
mu,
setid
akny
a
janga
n
ingka
ri
keber
adaa
n
mere
ka." 7
>!■**

KEMBALI ke
Bay Area,
Gilkey
kembali
memesan
buku demi
buku. Buku
pertama
yang
menarik
perhatian
Sanders
adalah
sebuah
edisi
Toddle
Island,
buku harian
Lord
Bottsford
dari tahun
1894.
Harganya
113 dolar,
dan dicuri
dari
Serendipity
Books di
Berkeley.
Pemiliknya,
Peter
Howard,
adalah
kawan lama
Sanders,
orang yang
kerap
dijumpainy
a dalam
pameran-
pameran
buku di
seluruh
negara.
Buku itu
tidak
mahal,
namun
tetap saja
hal itu
menggangg
u pikiran
Sanders.
"Biarka
n mereka
mencuri
dop roda,"
dia akan
berkata,
"tapi
jauhkan
tangan
mereka dari
buku."
Dia
menyebarka
n e-mail
pemberitah
uan dan
berharap
105
Tocldle
Island akan
menjadi
kasus
pencurian
terakhir
yang
didengarny
a untuk
waktu yang
lama.
Meskip
un
demikian,
dalam
beberapa
bulan,
Sanders
mendapatk
an berbagai
laporan
dari para
anggota
ABAA,
hampir
semuanya
di
California
Utara, yang
tampaknya
menjadi
mangsa
dari
berbagai
pencurian
buku yang
kelihat-
annya
dilakukan
secara acak,
dengan
penggunaa
n kartu
kredit
curian
sebagai
satu-
satunya
petunjuk.
Dalam e-
tnail yang
sangat
tajam,
Sanders
mulai
menyebut si
pelaku
sebagai
"Pencuri
Kartu
Kredit
California
Utara".
Pada
November
2000,
dengan
musim
liburan
yang
menjelang,
Saks
kembali
mempekerja
kan Gilkey.
***

CALIFORNIA

Utara
adalah
wilayah
yang subur
bagi para
pecinta
buku dan
tak pernah
kekurangan
kolektor
buku.
Sambil
berjalan
menyusuri
gang-gang
sebuah pa-
meran buku
antik yang
berlangsun
g baru-baru
ini di San
Francisco,
aku
bertemu
seorang
kenalan,
yaitu
pemilik
toko
keperluan
binatang
langganank
u, Celia
Sack. Aku
sering
mendatangi
tokonya,
membeli
makanan
untuk
anjing dan
kucingku,
tetapi aku
sama sekali
tidak tahu
bahwa Sack
seorang
kolektor
buku. Kami
saling
menyapa,
tetapi baru
pada
kunjungank
u yang
berikut ke
tokonya,
kami mulai
mengobrol
tentang
buku. Sack
tampak
bersemanga
t ketika
topik
tersebut
muncul dan
memperliha
tkan
kedalaman
pengetahua
n sastra
yang
mencermin
kan
pengalaman
nya selama
tujuh tahun
bekerja di
rumah
lelang
buku. Aku
mendapati
bahwa dia
kolektor
kelas berat,
sebagaiman
a

10
6
k
e
d
u
a
o
r
a
n
g
t
u
a
n
y
a
,
t
e
t
a
p
i
t
a
k
s
e
o
r
a
n
g
p
u
n
t
e
m
a
n
a
t
a
u
k
e
l
u
a
r
g
a
n
y
a
y
a
n
g
m
e
n
c
i
n
t
a
i
b
u
k
u
s
e
b
a
g
a
i
m
a
n
a
d
i
r
i
n
y
a
,
j
a
d
i
d
i
a
t
i
d
a
k
p
u
n
y
a
o
r
a
n
g
u
n
t
u
k
b
e
r
b
a
g
i
k
e
g
e
m
b
i
r
a
a
n
k
e
t
i
k
a
d
i
a
m
e
n
e
m
u
k
a
n
b
a
r
a
n
g
b
a
r
u
.
B
e
b
e
r
a
p
a
m
i
n
g
g
u
k
e
m
u
d
i
a
n
,
d
i
a
m
e
m
b
e
li
b
e
b
e
r
a
p
a
b
u
k
u
l
a
n
g
k
a
t
e
n
t
a
n
g
b
e
r
k
e
b
u
n
d
a
n
m
e
m
a
s
a
k
.
D
i
a
m
e
n
g
u
n
d
a
n
g
k
u
k
e
r
u
m
a
h
n
y
a
u
n
t
u
k
m
e
li
h
a
t
b
u
k
u
-
b
u
k
u
i
t
u
.
S
a
c
k
t
i
n
g
g
a
l
d
i
s
e
b
u
a
h
f
l
a
t
d
i
d
a
l
a
m

g
e
d
u
n
g
b
e
r
g
a
y
a
V
i
c
t
o
r
i
a
y
a
n
g
i
n
d
a
h
b
e
r
u
k
u
r
a
n
s
e
d
a
n
g
d
i
d
i
s
t
r
i
k
C
a
s
t
r
o
.
T
o
k
o
n
y
a
d
i
p
e
n
u
h
i
d
e
n
g
a
n
b
a
r
a
n
g
d
a
r
i
t
a
h
u
n
1
9
5
0
-
a
n
d
a
n
b
e
n
d
a
k
l
a
s
i
k
l
a
i
n
y
a
n
g
b
e
r
h
u
b
u
n
g
a
n
d
e
n
g
a
n
h
e
w
a
n
,
d
a
n
a
k
u
m
e
n
g
i
r
a
a
k
a
n
m
e
li
h
a
t
s
e
k
e
l
o
m
p
o
k
k
e
c
il
j
u
d
u
l
y
a
n
g
a
n
e
h
-
a
n
e
h
,
n
a
m
u
n
t
e
r
n
y
a
t
a
t
i
d
a
k
.
R
u
a
n
g
m
a
k
a
n
n
y
a
t
e
l
a
h
d
i
u
b
a
h
m
e
n
j
a
d
i
p
e
r
p
u
s
t
a
k
a
a
n
y
a
n
g
m
e
n
g
e
s
a
n
k
a
n
.
D
i
n
d
i
n
g
-
d
i
n
d
i
n
g
n
y
a
d
il
a
p
i
s
i
l
e
m
a
r
i
t
a
n
a
m

d
a
r
i
l
a
n
t
a
i
k
e
B
i
d
a
n
g
y
a
n
g
d
i
m
i
n
a
t
i
S
a
c
k
t
e
r
n
y
a
t
a
s
a
n
g
a
t
l
u
a
s
:
s
a
s
t
r
a
m
o
d
e
r
n
d
a
n
s
a
s
t
r
a
l
e
s
b
i
a
n
d
i
d
i
n
d
i
n
g
s
e
b
e
l
a
h
k
i
r
i
h
i
n
g
g
a
g|oH <f> <->
ke dinding
berikutnya,
namun
kemudian
mengalah
kepada
karya
Edward
Gorey,
Perang
Dunia I,
sejarah
alam, buku
memasak,
Pan Pacific
Exposition,
dan buku-
buku bow-
to bagi
pedagang.
Meskipun
mengagumi
koleksi
buku yang
indah dan
disusun
dengan cita
rasa seni
ini, aku
merasa iri.
Aku sangat
ingin
memiliki
perpustaka
an pribadi
semacam
ini—jadi
kenapa aku
tak bisa
mewujudka
nnya?
Banyak
buku yang
diperlihatk
an Sack
kepadaku
yang tidak
mahal
harganya.
Sepatuku
mungkin
lebih
mahal. Jauh
lebih
mahal.
Namun,
kuduga
aku
mungkin
takut
kepada
upaya
keras yang
harus
dilakukan:
betapa
banyak
penelitian
yang
diperlukan
untuk
mengerti
apa yang
berharga,
dan betapa
besar
pencarian
yang perlu
dilakukan.
Dan begitu
tertarik
kepada
buku-buku
yang
sangat
berharga,
yang
kutahu
tidak
dilakukan
oleh semua
kolektor,
aku akan
kesulitan
mencari
alasan yang
membenark
an
pengeluara
nku,
meskipun
aku
mengangga
p buku-
buku
semacam
itu pantas
dihargai
tinggi dan
menghorm
ati orang-
orang yang
berinvestas
i dalam hal
itu.
Meskipun
demikian,
kolektor
yang tidak
begitu kaya
pun
menemuka
n cara
untuk
membeli
buku-buku
yang
pantas
dikoleksi.
Perbedaan
antara aku
dan mereka
adalah
meskipun
aku
mengagumi
buku,
mereka
akan
berjuang
untuk
mendapatk
annya. Tak
ada yang
bisa
menghentik
an mereka.
Tidak
semua
buku Sack
berharga
sangat
mahal,
tetapi
semuanya
memiliki
makna
yang
istimewa
baginya.
Buku- buku
edisi
pertama
dengan
tulisan
persembah
an adalah
sebagian
yang
membuatny
a terpikat.
Dia
memperlih
atkan
beberapa
buku bow-
to
favoritnya,
The Whole
Art of
Curing,
Pickling
and
Smoking
Meat and
Fish both
in the

108
British and
Foreign
Modes,
diterbitkan
pada 1847,
dan
Roadside
Marketing:
A Complete
Advisor for
the
Everyday
Use of
Gardeners,
Fruit
Growers,
Poultrymen,
and
Farmers, on
the
Marketing o
f their
Products to
the
Consumer
Guide,
suatu
panduan
era Depresi
mengenai
kios pinggir
jalan. Buku-
buku itu
merupakan
kilas
sejarah
yang tak
banyak
diketahui
orang-
orang pada
masa kini.
Sebelu
m aku
pergi, Sack
memperliha
tkan
contoh-
contoh jenis
buku
favoritnya,
association
copy atau
buku
dengan
inskripsi si
pengarang
kepada
pengarang
lain, orang
terkenal,
atau orang
lain yang
berhubunga
n dengan
pengarang.
Beberapa
darinya
ditulis oleh
pengarang
lesbian,
dengan
inskripsi
untuk
kekasihnya.
Dia
menyodork
an buku No
Letters to
the Dead ,
karya Gale
Wilhem,
1936. Buku
itu
dipersemba
hkan untuk
kekasihnya,
Helen Hope
Rudolph,
dan Wilhem
menulis:
"Helen
sayang—
Ada yang
pernah
bilang edisi
ini tampak
mirip
sekotak
cokelat. Jadi
—dengan
cintaku—
kupersemba
hkan
sekotak
cokelat
seharga 6
shilling.
Gale."
Sack
mendongak
, lalu
berkata,
"Rasanya
seperti me-
nyaksikan
momen
intim dalam
kehidupan
pengarang."
Menjad
i wanita
berusia di
bawah
empat
puluh ta-
hun
membuat
Sack
berbeda
dari
kebanyakan
kolektor
buku, tetapi
aku juga
pernah
bertemu
orang-
orang yang
tidak sesuai
dengan
gambaran
seorang
kolektor.
Ketika
pertama
kali
membawa
Krautterbu
ch kepada
John
Windle
Books di
San
Francisco,
aku melihat
seorang
pria muda
Hispanik
memasuki
toko.
Windle
menyapa
pria itu,
yang
kelihatanny
a pelanggan
toko.
Terpikir
olehku
betapa
jarang-

109
nya melihat
pria kulit
berwarna di
pameran
atau toko
buku
langka.
Bidang ini
sudah lama
dikuasai
oleh pria
tua kulit
putih,
namun
rupanya,
beberapa
hal
mungkin
sudah
berubah.
Joseph
Serrano, 35
tahun,
tumbuh di
San
Francisco
bersama
seorang ibu
yang kerap
membacaka
n sastra
Amerika
Latin
kepadanya
ketika
masih kecil.
Serrano
bertubuh
tinggi-besar
dengan
mata
cokelat
berbulu
mata
panjang di
balik
kacamata
kawat
persegi. Dia
sangat
ramah.
Kepadaku
dia
menggamba
rkan
dirinya
sebagai
berikut:
"Aku
berbeda.
Aku tidak
berpendidik
an tinggi.
Aku bukan
sarjana.
Aku hanya
keranjingan
buku." Pada
saat kami
bertemu, di
mejanya
terdapat
No Exit
karya Sartre
dan
Portnoy's
Complaint
karya Roth
(jenis
paperback ,
dia
menegaska
n, tidak
pernah
edisi
pertama).
Ketika
dia masih
kecil, bibi
Serrano,
yang
pernah be-
kerja
sebagai
penjilid
buku di El
Salvador,
memberiny
a satu set
buku
berjilid
kulit, dan
Serrano
mengakui
betapa
istimewany
a buku-
buku itu.
Pada usia
enam belas
tahun,
Serrano
bekerja
sebagai
bocah
pengantar
untuk
sebuah toko
bunga di
daerah
Pacific
Heights
yang me-
wah.
"Hampir
setiap
rumah yang
kudatangi
memiliki
dinding
besar berisi
buku,"
katanya.
Memiliki
dinding
semacam
itu menjadi
mimpinya.
Pada usia
23 tahun,
ketika
sedang
bekerja
sebagai
sopir truk
gandeng,
dia
membeli
buku
berhargany
a yang
pertama,
Eranny
and Zooey ,
karya J. D.
Salinger,
seharga 100
dolar.
" Catcher in
the Rye
adalah
salah satu
favoritku,"
katanya,
"tetapi aku
tak sanggup
membelinya
." Setelah
temuan
pertama itu,
dia mulai
menjelajahi
berbagai
tempat
lelang dan

lio
toko barang
bekas. Dia
tidak suka
mengemudi
kan truk
gandeng,
tetapi
keuntungan
dari
pekerjaan
itu adalah
di sela-sela
pengantara
n, dia bisa
mempelajar
i katalog
agen,
mengingat-
ingat
informasiny
a, dan
kembali
melakukan
ekspedisi.
"Biasanya
aku
mendatangi
toko barang
bekas dan
aku
langsung
tahu mana
benda yang
berharga,"
katanya.
Dia ingin
mencari
penghasilan
dari situ,
jadi
awalnya dia
menghabisk
an 2 atau 3
dolar untuk
sebuah
buku dan
menjualnya
kembali
dengan
harga 20
atau 100
dolar. Dia
juga ingin
mengumpul
kan
koleksinya
sendiri, jadi
dia
membeli
buku-buku
yang ditulis
pengarang
tak dikenal
yang
menurutnya
berharga,
dan
kemudian
menjualnya
demi
mendapatk
an buku-
buku dalam
kategori
yang
dikumpulka
nnya:
kesusastraa
n
California,
Amerika
Latin, dan
abad kedua
puluh.
Salah satu
benda
favoritnya
adalah
deskripsi
tercetak
pertama
Bear b'lag
Revolt,
pemberonta
kan bangsa
Amerika
pada 1846
menentang
otoritas
Meksiko di
provinsi
California,
yang kelak
menjadi
negara
bagian
dengan
nama yang
sama.
Serrano
berkata,
"Dulu aku
bahagia
menemukan
buku yang
harganya
seratus
dolar dan
hanya
membayar
beberapa
dolar
untuknya,
tapi karena
aku belajar
tentang
buku-buku
yang
mengubah
orang, buku
kontroversi
al semacam
1984 karya
Orwell,
buku
penting—
itulah yang
benar-benar
ingin
kukoleksi.
Perburuann
yalah yang
paling
kusukai.
Aku pergi
ke tempat-
tempat
pelelangan.
Orang-
orang yang
datang ke
sana tidak
menaruh
perhatian
pada buku;
mereka
hanya
tertarik
kepada
perabot
atau
kesenian.
Pernah aku
duduk di
atas lantai
dan mulai
menarik
buku-buku
dari rak:
edisi
pertama
Hemingway
, Faulkner.
Rasanya
luar biasa."
lii
Seperti
halnya
petualang
yang masih
mengarungi
laut untuk
mencari
harta
rampasan
di kapal
yang telah
karam
selama
berabad-
abad,
harapan
dan tekad
para
pemburu
buku
disuburkan
oleh kisah-
kisah
semacam
kisah
Serrano.
Dia masih
mengunjun
gi toko
barang
bekas,
tetapi dia
juga suka
mendatangi
pameran
dan toko
buku
langka,
tempat dia
bisa
menguji
pengetahua
nnya
mengenai
agen. Dia
telah
menyerap
apa yang
telah
dipelajariny
a sebagai
penilai
buku amatir
dan kini
membangu
n bisnis
bukunya
sendiri
secara
online. Dia
menjelaska
n aturan
mainnya
seperti ini:
"Kau
melihat
sesuatu
yang tak
mampu
kaubeli,
tetapi kau
tetap saja
membelinya
," katanya.
"Istriku
menyebutn
ya
kecanduan,
tapi
menemukan
buku-buku
itu sungguh
me-
nyenangkan
."
Kadang
-kadang,
rasa senang
itu juga
dialami
oleh orang-
orang yang
membantu
pencarian
para
kolektor.
Beberapa
kali,
Sanders
pernah
bercerita
tentang
seorang
pria
London,
David
Hosein,
yang
mengeliling
i dunia
untuk
berbisnis
dan, sambil
melakukan
nya, dia
mampir ke
toko- toko
untuk
mencari
buku yang
ditulis oleh
pengembar
a dan orang
luar
lainnya.
Dalam
sebuah e-
tnail
untukku,
Hosein
menjelaska
n
koleksinya:

Koleksiku
berfokus
pada orang
(ikonoklas,
pemujaan,
dan
kelompok)
dan aktivitas
(legal dan
ilegal) di luar
norma-norma
masyarakat.
Sebagai
contoh:
penjara, geng
motor liar,
gelandangan,
pelacur,
pencandu
narkoba, pe-
nipu,
aktivitas
lingkungan,
kolektor
sepatu
olahraga, ke-
budayaan
pra-hip hop ,
buku protes
Jepang. Yang
palin
gbanyak
adalah
karya
narapidan
a.
S

elama

lebih

dari 10

tahun,

aku

gemar

memb

eli

buku

nonfik

si

kisah

yang

ditulis

oleh

tangan

pertam

a abad

ke-20

dan

monog

rafi

fotogr

afis

dalam

hidang

ini.

Aku

hanya

tertari

k
kepad

a buku

yang

kondis

inya

bagus.

Dalam

hal ini,

aku

sama

ganjiln

ya

denga

n para

penca

ndu

Stephe

King.

Sander
s terpikat
oleh
orisinalitas
koleksi ini
—dan be-
gitu pula
aku.
Sejujurnya,
koleksi
semacam
itu menjaga
bisnis ini
tetap segar
bagi para
kolektor
dan agen
semacam
Sanders,
yang kini
memasang
mata
terhadap
buku-buku
yang ditulis
oleh
gelandanga
n,
pengembar
a, dan se-
macamnya.
"Orang
semacam
Hosein,"
kata
Sanders,
"adalah
ujung
tombak,
pelopor
koleksi
baru, dan
orang-
orang
memperhati
kan hal itu."
Menur
ut Sanders,
menemukan
pembeli
untuk
koleksi
seorisinal
milik
Hosein
membutuhk
an
kecerdikan
yang sama
dengan
membangu
nnya.
Koleksi
semacam
itu akan
lebih
mungkin
dibeli oleh
agen atau
institusi
yang
visioner
ketimbang
oleh
kolektor
individu.
"Lagi pula,"
kata
Sanders,
"dari sudut
pandang
koleksi,
temuan dan
permintaan
merupakan
bahan
bakar bagi
kolektor
dan koleksi.
Sering kali,
nasib
kolektor
habis ketika
dengan
tegas
menolak
peraihan
materi baru
apa pun.
Koleksinya
mencapai
level statis
dan
tamatlah
riwayat
kolektor
itu."
Kolektor
semacam
Hosein
mungkin
tidak
membuang-
buang
waktu
mencemask
an siapa
yang akan
membeli

113
buku-
bukunya.
Mengumpul
kan koleksi
seperti ini
tampaknya
merupakan
pencarian
pribadi.
Tetapi
ketika dia
memutuska
n untuk
menjualnya,
sebagaiman
a koleksi
lainnya,
upaya
untuk
menggabun
gkan buku-
buku ini
akan ter-
bayar;
nilainya
akan lebih
besar
daripada
jumlah
bagian-
bagiannya.

Bahkan
ketika suatu
buku bukan
bagian dari
buku
koleksi, jika
mendapat
cap
"klasik",
nilai buku
itu akan
meningkat.
Seorang
teman
memberiku
artikel yang
ditemukann
ya dalam
majalah
Worth.
Isinya
adalah
bahwa
pasar sastra
klasik telah
melampaui
harga
saham dan
obligasi
dalam dua
puluh
tahun
terakhir.
Sebuah
grafik mirip
kartun
dengan
grafik yang
terus
meningkat
memperliha
tkan betapa
koleksi
benda ini
bisa
menjadi
investasi
yang bagus.
Secara naif,
aku
berasumsi
bahwa ini
kabar baik
bagi para
agen: jika
orang-
orang tahu
bahwa
mengoleksi
buku
langka
dapat
menjadi
investasi
yang
cerdas,
bisnis ini
akan
meningkat.
Aku
menuliskan
hal itu
kepada
Sanders,
dan dia
menanggap
inya
dengan
gayanya
yang khas:

Sesung

guhny

a,
kukira

itu

kuran

g baik.

Buku

mestin

ya

selalu

didapa

tkan

karena

rasa

cinta

dan

kegem

biraan

ter-

hadap

nya.

Menga

nggap

buku

sebaga

i objek

invest

asi

akan

mengu

bahny

menja

di
sekada

barang

dan

komod

itas.

Hal itu

akan

mengu

rangi

nilai

warisa

buday

anya

dan

tidak

hanya

menge

cilkan

suatu

buku,

tetapi

juga

pengar

ang

dan

pemba

canya.

Serahk

an

masa
depan

perut

babi

itu

kepad

a Wall

Street.

114
T
anpa
Wall
Street
saja,
bany
ak
bentu
k
buku,
incu
nable

buku
yang
dicet
ak
sebel
um
1501
—dan
sastra
mode
rn
ungg
ul
yang
suda
h
tidak
terjan
gkau
oleh
kolek
tor
rata-
rata
atau
bahk
an
oleh
kolek
tor
yang
cuku
p
mak
mur.
Baya
ngka
n
The
Grea
t
Gats
by di
atas
serat
us
ribu
dolar.
...
Lihat
apa
yang
terjad
i
dala
m
pasar
baran
g
seni,
ketik
a
lukis
an
yang
dulu
nya
sehar
ga
ribua
n
dolar
kini
melo
njak
menj
adi
ratus
an
ribu,
dan
lukis
an
yang
dulu
nya
sehar
ga
ratus
an
ribu
dolar
kini
menc
apai
jutaa
n
dolar.
...
Ji
ka
Wall
Street
mem
egan
g
buku
dan
meng
ubah
nya
menj
adi
komo
ditas
inves
tasi
berha
rga
tinggi
,
maka
was-
padal
ah.
Tak
akan
ada
lagi
yang
sangg
up
mem
beli
buku
dan
kege
mbira
an
yang
ada
dala
m
meng
oleksi
buku
akan
lenya
p.
Mayo
ritas
kolek
si
berad
a
dala
m
kisar
an
antar
a
beber
apa
ratus
hingg
a
beber
apa
ribu
dolar.
Jika
kau
meng
oleksi
apa
yang
kauci
ntai
dan
nikm
ati,
dan
selalu
mem
beli
yang
terbai
k
sesua
i
kesan
ggup
an,
dan
mem
beli
buku
dala
m
kondi
si
terbai
knya,
buku-
buku
mu
akan
selalu
terbukti
menjadi
investasi
yang
baik.
***

TAK perlu
lama
sebelum
Gilkey
kembali
mengambil
kan
kuitansi
kartu kredit
di Saks. Dia
mengangga
pnya
sebagai
bisnis, dan
targetnya
adalah
menganton
gi dua atau
tiga nomor
kartu kredit
sehari.
Rencananya
berjalan
lancar.
Bahkan
menyenang
kan,
pikirnya.
Ketika
sedang
mengambil
buku, dia
merasakan
suatu
momen
kegembiraa
n, tetapi itu
berarti
sudah
saatnya dia
melangkah
ke aksi
berikutnya.
Kadang
-
kadang
bantua
n
Gilkey
diperlu
kan di
bagian

115
administras
i. Dia
diminta
menelepon
pelanggan
untuk me-
nyampaika
n informasi
tentang
acara-acara
khusus
yang di-
selenggarak
an Saks.
Kegiatan
itu
dilakukann
ya dari
dalam
ruangan
yang
dilengkapi
telepon,
komputer,
dan amplop
cokelat
yang penuh
berisi
kuitansi.
Godaan
yang
sungguh
sulit
ditolak.
Gilkey
tidak
terlalu
sibuk, jadi
dia
menggunak
an kom-
puter itu
untuk
meriset
berbagai
buku dan
situs web
penjual
buku.
Begitu
memutuska
n sesuatu
yang
disukainya,
selalu
pengarang
atau buku
yang
pernah
didengarny
a, dia akan
menunggu
waktu
makan
siang, lalu
menuju
hotel
terdekat,
semacam
Crowne
Plaza atau
St. Francis,
yang
memiliki
telepon
dengan
privasi. Dia
tidak
pernah
menelepon
pesanan
dari Saks
karena
takut
teleponnya
dilacak.
Meskip
un
demikian,
setelah
beberapa
lama, dia
seperti
tidak
percaya
dengan
kesuksesan
yang
diraihnya.
Dia menjadi
curiga
terhadap
para
pelanggan
yang luar
biasa kaya.
Gilkey
berkata
bahwa
ketika CEO
Netscape
membeli
sepatu, dia
menahan
keinginan
untuk
mengantun
gi kuitansi-
nya. Pernah
ketika si
CEO
bertanya
tentang
sepatu, dan
manajer
Gilkey
memintany
a pergi ke
departemen
sepatu
untuk
membantu
di sana,
Gilkey
mengira itu
perangkap.
Hari itu,
satu demi
satu
pelanggan
pemegang
kartu pla-
tinum yang
membeli
sepatu
seharga 800
atau 900
dolar
dilayani
olehnya.
Dia merasa
yakin Saks
sudah
mencurigai
dirinya dan
sengaja
memberiny
a berbagai
godaan. Di
pengujung
hari, dia
merobek
semua
kuitansi
yang sudah
dia
kantongi.
Ketakut
annya
mengenai
Saks tidak
berdasar.
Namun,

116
pada
Januari
2001,
petugas
pembebasa
n bersyarat
Gilkey
mendapatin
ya bekerja
di San
Francisco
dan
menghentik
annya.
Persyaratan
pembebasa
n bersyarat
Gilkey
mencakup
tinggal di
Modesto,
jadi petugas
menyuruh
Gilkey
mencari
pekerjaan
di sana.
Gilkey
sangat
berang.
Bekerja di
Saks adalah
salah satu
hal terbaik
yang
pernah
dialaminya.
Pekerjaanny
a mudah,
dia bisa
berpakaian
bagus, dan
dia
menyukai
rekan-rekan
kerjanya.
Yang
terpenting,
tentu saja,
pekerjaan
itu
menawarka
n kedekatan
dengan
kartu kredit
berlimit
tinggi.
Ditambah
lagi, dia
baru saja
memulai
pekerjaan
paruh
waktu lain
di San
Francisco,
yaitu
melakukan
survei
penonton
bagi suatu
distributor
film.
Pekerjaan
itu hampir
sebagus
pekerjaanny
a di Saks.
Dia
mengangga
p dirinya
bekerja di
industri
perfilman,
dan bagi
orang yang
sangat
terpesona
dengan
kehidupan
selebritas,
hal itu
menyenang
kan. Tetapi,
ketika
majikannya
mengecek
latar
belakang
Gilkey dan
menemukan
nya pernah
memiliki
catatan
kejahatan,
Gilkey
dipecat. Pa-
dahal, dia
baru
bekerja di
sana selama
dua
minggu.
Seolah
dipaksa
berhenti
bekerja
tidak cukup
buruk, pada
14 Januari,
Oakland
Raiders, tim
football
kesayangan
Gilkey,
kalah dalam
pertandinga
n kejuaraan
AFC dari
Baltimore
Ravens
dengan
selisih
angka yang
sangat
besar, 16:3.
Dia dan
ayahnya
menonton
pertandinga
n itu
bersama-
sama, dan
mereka
yakin
Raiders
akan
menang.
Ketika
ternyata
kalah,
Gilkey
merasa
sakit hati,
persis yang
dirasakann
ya ketika
berurusan
dengan si
petugas
pembebasa
n bersyarat.
Jadi, dia
melakukan
apa yang
biasanya
dia lakukan
ketika
merasa
dicurangi:
dia mencuri
buku, kali
ini
menggunak
an cek
kosong. Itu
hanya
pelipur

117
sementara
bagi apa
yang
dianggapny
a
ketidakadil
an. Dia
merasa
tindakanny
a tidak
merugikan,
hanya 200
dolar, tetapi
polisi
dilapori,
dan dia pun
ditangkap.
Menur
ut Gilkey,
dalam
persidanga
n,
pembelanya
menyarank
an agar
mereka
memasukka
n cacat
mental se-
bagai
alasan
pembelaan.
Gilkey
mengangga
p ide itu sa-
ngat bagus.
Namun,
ketika
hakim
memberitah
unya bahwa
dia harus
menghabisk
an satu
tahun di
rumah sakit
jiwa, Gilkey
berkata,
"Lupakan
saja. Tak
ada yang
salah
dengan
saya," dan
sepakat
untuk
menjalani
masa
hukuman
selama
enam
setengah
bulan. Dia
tahu bahwa
untuk
pelanggara
n semacam
ini, masa
hukuman
yang akan
dijalaninya
mungkin
hanya
separuhnya
. Kemudian
Gilkey
meminta
penangguh
an
hukuman,
dan hakim
setuju masa
tahanannya
dimulai
pada Juni,
empat
bulan lagi.
Berang
karena
kehilangan
pekerjaan
dan
hukuman
penjara
yang
dianggapny
a tidak adil,
Gilkey tahu
benar apa
yang akan
dilakukann
ya untuk
mengisi
waktu.
Kalian
ingin
berkelahi ?
pikirnya.
Tantangann
ya diarah-
kan kepada
dunia,
secara
khusus
kepada
para agen
buku
langka. Itu
artinya
perang.

118
7

Trilog

i Ken

E
mpat bulan
sebelum
Gilkey
memulai
masa
hukum-
annya, dia
dan
ayahnya
berkendara
menyusuri
pesisir
California,
selama
berhari-hari
tinggal di
Danau
Tahoe, San
Francisco,
Los
Angeles,
San Diego,
dan
kadang-
kadang
mampir di
rumah
kerabat di
Modesto.
Itu
merupakan
liburan
yang
diperpanjan
g dengan
tujuan yang
masih me-
nanti di
depan, yang
dibayar
dengan
tabungan
ayah Gilkey
dan nomor
kartu kredit
curian.
Pada 14
Maret,
mereka
tinggal di
sebuah hotel
di bandara
San
Francisco,
karena biaya
parkirnya
lebih murah
daripada
hotel di pusat
kota. Hari itu
sangat cerah,
dan mereka
pergi dengan
mobil sewaan
ke Hotel
Westin. Di
sana, Gilkey
membuka
Yellow Pages
dan
membuka
halaman yang
berisi daftar
toko buku
langka.
Sebelumnya,
dia telah
melakukan
penyelidikan
awal dengan
komputernya
di Modesto
dan sangat
terkesan pada
koleksi Brick
Ro
wBook
Shop yang
begitu
banyak.
Sambil
memencet
nomor
telepon
toko itu,
dia
mengeluark
an kuitansi
kartu
kredit dari
sakunya.
Gilkey
memperken
alkan diri
sebagai
Dan
Weaver
dan
berbicara
dengan
Andrew
Clark, yang
terkesan
pada
"Weaver"
dan
memperlak
ukannya
dengan
hormat
karena dia
tampaknya
jenis orang
yang akan
menjadi
pelanggan
yang baik.
"Saya
mencari
kado," kata
"Weaver"
dengan
suara
sopan.
"Sesuatu
yang
harganya
antara dua
ribu dan
tiga ribu
dolar.
Mungkin
Vanity
Fair karya
Thackerya."
"Rasan
ya tidak
ada," kata
Clark. "
Tetapi saya
punya
novel abad
kesembilan
belas lain
yang
mungkin
menarik
bagi Anda:
The Mayor
of
Casterbrid
ge , karya
Thomas
Hardy."
"Hmm..
." "Weaver"
sepertinya
berpikir-
pikir.
"Buku
itu terdiri
dari dua
volume,"
lanjut
Clark, "de-
ngan
sampul
separuh
kulit
kambing
halus
berwarna
cokelat dari
Riviere,
permukaan
bermotif,
punggung
buku
berhias
tulisan
sepuhan.
Edisi
pertama,
sangat
indah,
harganya
dua ribu
lima ratus
dolar."
"Wah,
saya kira
itu cocok,"
kata
"Weaver",
yang lalu
membacaka
n nomor
kartu
kreditnya
kepada
Clark dan
berkata
bahwa dia
akan
mengambil
buku itu
pada siang
harinya.
Denga
n hati-hati
Clark
membungk
us The
Mayor of
Casterbrid
ge dengan
kertas
cokelat
polos, dan
sebelum
pergi
makan
siang, dia
memberita
hu si
pemilik,
John
Crichton,
bahwa
akan ada
orang yang
mampir
untuk

120
mengambiln
ya.

Siang
harinya,
seorang
pria berusia
akhir tujuh
puluhan
bergegas
masuk ke
toko. Dia
memberitah
u Crichton
bahwa dia
datang
untuk
mengambil
buku untuk
anaknya,
Dan
Weaver.
"Saya
terburu-
buru,"
gerutunya,
"parkir
ganda. Saya
harus
mengambil
buku itu."
Crichto
n mengecek
untuk
memastikan
bahwa tran-
saksi kartu
kreditnya
telah sah.
Ternyata
sudah. Lalu
dia
menyerahk
an buku itu
beserta
selembar
faktur.
Ayah
Gilkey
buru-buru
menuruni
lift, naik ke
mobil
sewaannya,
lalu
menyerahk
an buku itu
kepada
Gilkey.
Belaka
ngan,
Gilkey akan
menjelaska
n bahwa
alasan dia
mengirim
ayahnya
untuk
mengambil
buku itu
adalah
karena dia
perlu
menggunak
an kamar
mandi. Dia
berkeras
ayahnya
tidak tahu
bahwa dia
(Gilkey)
membeli
buku
dengan
nomor
kartu kredit
curian.
Tetapi
ayahnya
telah
berkata
bahwa dia
mengambil
buku untuk
Dan
Weaver;
tidak
mungkin
dia tidak
menyadari
keterlibatan
nya. Sekali
lagi,
penyangkal
an keras
Gilkey
terhadap
peran
ayahnya
lebih
membingun
gkan
daripada
keterlibatan
ayahnya itu
sendiri,
meskipun
kedua hal
tersebut
sama-sama
terus
membuatku
bingung.
Bagi
Gilkey,
memegang
buku
semacam
The Mayor
of
Casterbrid
ge —tua dan
indah,
bagian dari
sejarah
kesusastra-
an—terasa
sangat
memuaskan
. Tak ada
yang
mengalahk
an perasaan
seperti itu.
Dia
memegang
nya,
menyadari
buku itu
bernilai
tinggi,
bahwa
"setiap
orang
mengingink
annya,"
tetapi
dialah satu-
satunya
pemiliknya.
Rasanya
sungguh

121

menggetark
an. Seusai
memeriksan
ya, dengan
hati-hati
dia
meletakkan
buku itu di
kursi
belakang.
Dia agak
gugup
selama
ayahnya
mengambil
buku itu,
tetapi orang
tua itu
ternyata
baik-baik
saja.
Mereka
berdua lega
sementara
mobil
melaju.
Sebula
n
kemudian,
Dan
Weaver
yang sejati,
pemilik sah
kartu kredit
itu,
menelepon
Crichton
dan
menuntut,
"Mengapa
Anda
menagih
saya
sebesar dua
ribu lima
ratus dolar
—untuk
sebuah
buku ,
pula!"
Crichton
memeriksa
dan
menemukan
bahwa
memang
terdapat
kecurangan
dalam
transaksi
tersebut.
Bagaimana
mungkin ini
terjadi? Dia
pernah
menjabat
sebagai
ketua
keamanan
ABAA dan
selalu
berhati-
hati. Dia
segera
mengirimka
n e-mail
kepada
Sanders dan
menceritaka
n perincian
kejadiannya
. Sanders
langsung
mengirim
e-mail
kepada
ABAA dan
ILAB,
memaparka
n isi
percakapan
telepon
dengan
Brick Row
tersebut,
ciri-ciri
fisik buku
The Mayor
of
Casterbrid
ge yang
dicuri, dan
yang paling
penting,
deskripsi
mengenai
pencurinya:
lanjut usia,
agak lusuh,
suara kasar.
Kini,
semua
orang bisa
pasang
mata.
Bebera
pa bulan
kemudian,
Gilkey
sangat
ingin men-
dapatkan
buku dari
county lain.
Berturut-
turut dia
meraih
kesuksesan
dan kini
merasa
berani dan
percaya
diri. Dia
menelepon
Hcldfotid
Book
Gallery di
San
Anselmo,
sebuah kota
kecil di
Marin
County, di
utara San
Francisco.
Dia
berbicara
dengan
pemiliknya,
Lane
Heldfond,
mem-
beritahu
wanita itu
bahwa dia
sedang
dalam
perjalanan
dan ingin
membeli
dua kado:
satu buku
anak dan
satu buku
bertanda
tangan.
Heldfond
menyarank
an The
Patchwork

122
Giri o f Oz,
harga 1.800
dolar, dan
Joseph in
Egypt ,
buku
karangan
salah satu
penulis
favorit
Gilkey,
Thomas
Mann, yang
bertanda
tangan
dengan
harga 850
dolar.
Gilkey
berkata
bahwa, saat
itu, dia
sedang
melihat-
lihat situs
web mereka
—suatu
keceroboha
n,
mengingat
dia baru
saja berkata
bahwa dia
sedang
berada di
perjalanan. 1
Tetapi
Heldfond,
yang
memperhati
kan
kejanggalan
tersebut,
tidak
menunjukk
an
kecurigaan
nya. Gilkey
memberitah
u Heldfond
bahwa
sepupunya
akan
mengambil
buku itu
esok
harinya.
Hari
berikutnya
cerah, jadi
Gilkey
memutuska
n untuk
naik feri
menyeberan
gi teluk.
San
Anselmo
adalah kota
kecil yang
tenang,
salah satu
kota di
Marin
County
yang
makmur
yang
mencari
nafkah dari
toko barang
bekas dan
kedai kopi
yang
menuangka
n kopi ke
dalam
cangkir-
cangkir
tanpa logo.
Menempati
sudut
sebuah
bangunan
berbentuk
segitiga,
Heldfond
Gallery juga
berbentuk
segi- tiga
dengan
kursi
empuk
yang
ditempatka
n di
sudutnya
yang paling
tajam.
Heldfond
sendiri
seorang
wanita
mungil
berusia
empat
puluhan,
dengan
kulit
berwarna
zaitun,
rambut
gelap
panjang
dan
bergelomba
ng, dan
senyum
yang
menenangk
an. Selain
bekerja
sebagai
penjual
buku,
Heldfond
adalah
pemahat,
dan selera
seninya
tecermin
pada rak-
raknya.
Heldfond
dan
suaminya,
Erik, telah
lama
menjadi
kolektor
ketika
mereka
membuka
toko
tersebut
pada 1991.
Mereka
membeli
barang-
barang
yang ter-
jangkau
oleh mereka
dan
berharap
harganya
akan naik.
Perkiraan
mereka
biasanya
tepat,
karena
meskipun
iklim untuk
toko-toko
kecil sangat
keras,
bisnis
tersebut
ber-
kembang.

123
Setelah
Gilkey
menyampai
kan
pesanannya
untuk
kedua buku
itu,
Heldfond
menutup
telepon dan
memanggil
suaminya.
"Ada
yang tidak
beres,"
katanya.
Dia punya
perasaan
buruk
tentang
pesanan itu.
Rasanya
terlalu
mudah.
"Apaka
h
transaksiny
a sudah
diotorisasi?
" tanya
suaminya.
Sudah,
jadi pria itu
menenangk
an
Heldfond
dengan
mengatakan
bahwa tak
ada yang
perlu
dikhawatirk
an.
Heldfo
nd menarik
kedua buku
itu dari rak
— -Josepb
in Egypt
dengan
sampul
hitamnya
yang
suram, dan
The
Patchwork
Giri of Oz
dengan
sampulnya
yang
berwarna
cemerlang

membungk
usnya
dengan
kertas, lalu
meletakkan
keduanya
di bawah
meja kasir.
Ketika
tiba di San
Anselmo,
Gilkey
pergi ke
kantor pos
yang
berjarak
satu blok
dari toko
milik
Heldfond
dan
kembali
menelepon
Heldfond
untuk
memastikan
apakah
transaksiny
a sudah
diterima.
Ternyata
sudah.
Di
ambang
pintu
Heldfond
Book
Gallery,
Gilkey me-
mandang
berkeliling
untuk
memastikan
bahwa
tidak ada
mobil polisi
yang
menyamar
yang parkir
di tepi
jalan, lalu
masuk ke
dalam
dengan
tangan
menutup
mulut.
"Saya
baru dari
dokter
gigi,"
katanya
kepada
Heldfond,
berbicara
dengan
mulut
terkatup
dalam
upaya
menyamar-
kan suara
agar wanita
itu tidak
mengenali
si
penelepon.
Dia tahu
tindakanny
a ini seperti
judi dan
mulai
merasa
gelisah.
Bagaimana
pun, dia
mestinya
menjadi
sepupu si
penelepon.
Dia
memutuska
n untuk
tidak
berbasa-
basi. Dia
tetap
berdiri di
ambang
pintu, lalu
pergi begitu
berhasil

124
mendapatk
an buku-
buku itu,
berlari ke
halte bus
begitu
dirinya
sudah
lenyap dari
pandangan.
Kini dia
memiliki
dua buku
lagi untuk
diantarkan
ke fasilitas
penyimpan
an.
Di
salah satu
dinding di
Heldfond
Galley
tergantung
sebuah
pembatas
buku
dengan
kutipan
dari Oscar
Wilde:
"Aku bisa
menolak
semuanya
kecuali
godaan."
***

AKU mulai
merasa
bahwa
desakan
untuk
mengoleksi
tidak
datang tiba-
tiba, tetapi
mendapatk
an
momentum
setelah,
katakanlah,
satu atau
dua kali
pembelian.
Aku
bertanya-
tanya, jika
membeli
beberapa
edisi
pertama
buku yang
telah
mengilhami
tulisanku
sendiri, aku
mungkin
merasakan
apa yang
dirasakan
para
kolektor.
Aku
mungkin
bisa
menjadi
salah satu
dari
mereka.
Tempat
yang bagus
untuk
memulai
adalah edisi
pertama
beberapa
karya
nonfiksi
naratif
favoritku:
In Cold
Blood, The
Spirit
Catches
Yon and
You Fail
Down, The
Professor
and The
Mad-man,
The Orchid
Thief. Aku
mulai
membaca
situs web
berbagai
penjual
buku untuk
mencari
tahu berapa
harga buku-
buku itu.
Ketika
membaca
deskripsi
tentang
inskripsi
dan ciri-
ciri
semacam
itu, aku
merasakan
gairah
pertama
yang
kubayangka
n sebagai
rasa lapar
kolektor.
Ketika
membaca
tentang rasa
lapar ini,
aku
berulang
kali
menemukan
bukti yang
tersebar
luas
mengenai
ke-
gandrungan
terhadap
buku edisi
pertama.
Selain
manuskrip
awal, edisi
pertama
adalah yang
paling bisa
mendekatka
n sebagian
besar
pembaca
kepada
seorang
penulis.
Pandangan
bahwa
buku
merupakan
perpanjang
an
seseorang
bukanlah

125
hal baru.
Pada 1644,
John Milton
menulis:
"Buku
sudah tentu
bukan
benda mati,
melainkan
berpotensi
untuk
menjadi
seaktif jiwa
yang
memproduk
sinya; buku
juga seperti
botol yang
menyimpan
kemanjuran
dan ekstrak
termurni
cendekiawa
n yang
menyuburk
annya." 2
Hampir tiga
ratus tahun
kemudian,
pada 1900,
Walt
Whitman
menggaung
kan
sentimen
ini:
"Camerado!
Ini bukan
buku. Siapa
yang
menyentuh
nya berarti
menyentuh
manusia." 3
Seorang
kolektor
lukisan bisa
mendapatk
an satu-
satunya
lukisan,
namun
pilihan
terbaik bagi
kolektor
buku, selain
manuskrip
awal,
adalah edisi
pertama.
Kolektor
tidak
pernah
puas. Akan
tetapi, dari
sebuah
pertanyaan
yang tak
sengaja
kutemukan,
kegemaran
ini bisa
menimbulk
an masalah:
Pria mana
yang lebih
bahagia,
"dia yang
memiliki
perpustaka
an dengan
koleksi
berisi
hampir
seluruh
karya klasik
dunia, atau
dia yang
memiliki
tiga belas
anak
perempuan
? Pria yang
lebih
bahagia
adalah yang
memiliki
tiga belas
anak
perempuan,
karena dia
tahu bahwa
yang
dimilikinya
telah
cukup." 4
Bagaim
anapun,
aku tetap
mencebur
semakin
dalam dan
memutuska
n untuk
memulai
dengan
beberapa
buku karya
Gay Talese,
karena tak
lama lagi
dia akan
datang ke
San
Francisco
dan
mungkin
akan
menandata
ngani
bukunya.
Aku telah
diperingatk
an tentang
bahayanya
memesan
buku dari
agen non-
ABAA,
tetapi aku
terburu-
buru, dan
sedikit agen
ABAA yang
kutelepon
tidak
memiliki
apa yang
kucari. Aku
memesan
edisi
pertama
The
Overreache
rs dan The
Bridge ,
masing-
masing
harganya
sekitar 40
dolar, dari
dua agen
non-ABAA
yang
kutemukan
secara
online.
Ketika
buku-buku
itu tiba, aku
membuka
paket yang
dibungkus
126
plastik
bergelembu
ng itu
dengan
bersemanga
t. Kondisi
The
Overreache
rs "sangat
bagus",
edisi
perdana
pertamaku!
The Bridge ,
meskipun
kondisinya
juga "sangat
bagus",
sama sekali
bukan edisi
pertama—
jika lembar
hak cipta
The
Overreache
rs dengan
jelas
menyebutk
annya
sebagai
"Edisi
Pertama",
The Bridge
tidak
menyebut
apa-apa.
Aku tidak
tahu buku
itu edisi
keberapa.
Aku
menghubun
gi agen,
yang
mengaku
bahwa dia
telah
membuat
kesalahan
dan
bersedia
mengganti
selisih
biayanya.
Aku
mendapat
pelajaran.
Gay
Talese
memang
menandata
ngani buku
The
Overreache
rs yang
kumiliki,
dan setelah
membawan
ya pulang,
aku
meletakkan
nya di atas
rak dengan
berbagai
buku non-
edisi
pertamaku.
Aku merasa
bahwa
mungkin
buku itu
membutuhk
an tempat
yang lebih
terhormat,
tetapi aku
tidak
pernah
sempat
memindahk
annya.
Setelah
menyentuh
halaman
sebuah
manuskrip
Flaubert di
pameran
buku New
York, aku
bisa
menghargai
alasan
seseorang
mengingink
an
manuskrip
asli.
Namun,
harus
kuakui, aku
tidak
sepenuhnya
memahami
kegairahan
dalam
mencari
edisi
pertama.
Sebagian
besar
koleksi—
barangkali
hampir
semuanya—
didorong
oleh emosi,
dan
meskipun
memahami
daya tarik
edisi
pertama
secara
intelektual,
aku tidak
merasakann
ya.
Ketertarika
n paling
kuat yang
kurasakan
terhadap
buku
adalah
buku yang
bagiku
memiliki
sejarah
pribadi.
Ketika
kecil, aku
pernah
terserang
flu, dan ibu
memberiku
buku masa
kecilnya
yang
berjudul
Arvie of
Green
Gahles.
Aku
terpesona
pada ke-
indahannya
yang klasik
dan juga
pada
kisahnya.
Di sampul
depannya
ada
ilustrasi
wajah Anne
yang sudah
pudar dan

127
kecokelatan
. Di
dalamnya
terdapat
inskripsi:
"Untuk
Florence
dari Bibi
Freddie,
Natal 1911".
Itu artinya
buku itu
tidak hanya
dibaca oleh
ibuku,
tetapi juga
oleh
ibunya,
Florence.
Aku juga
menghargai
Peter
Rabbit
milik
ayahku
yang
berilustrasi
cemerlang
(dalam
gambar itu
Peter
tampak
seperti
orang gila
dengan
mata yang
sangat
besar) dan
buku-buku
kucing
milik
keluargany
a (Mother
Cat, Fluffy
Kitty,
Muffy
Kitty, dan
yang
terbaik,
Puffy
Kitty). Dari
semua buku
milik
kakek-
nenekku,
tak ada
yang lebih
memesona
daripada
Lettres de
mon
moulin ,
buku tahun
1948
dengan
ilustrasi cat
air yang
sangat
indah
mengenai
kehidupan
desa di
Prancis.
(Apakah
fakta bahwa
aku
mengagumi
buku yang
tak bisa
kubaca dan
kupahami
me-
nunjukkan
kecenderun
gan sebagai
bibliomania
?) Sampul
buku itu
bergambar
sebuah
kincir angin
dan
dibungkus
dengan
kertas
transparan
yang sudah
retak-retak.
Cara
pembungku
s itu
menyamark
an
ilustrasinya
membuatku
teringat
pada
jendela
sebuah
kereta tua.
Tak satu
pun buku
ini yang
berharga
tinggi di
pasaran
(aku sudah
mengecekn
ya), tetapi
aku akan
selalu
menghargai
buku-buku
ini karena
kisahnya
(yang
bahasa
Inggris,
tentunya)
dan juga
karena
sejarahnya.
Aku ragu
perasaanku
akan
berbeda jika
ternyata
buku-buku
itu
merupakan
edisi
pertama—
kecuali nilai
buku-buku
itu cukup
tinggi
untuk,
katakanlah,
membayar
biaya
pendidikan
anak-
anakku.
Kalau itu
yang
terjadi, aku
bersedia
melepas
buku-buku
itu. Namun,
rasanya
pasti akan
sangat
menyedihk
an.
Jadi,
buku Talese
edisi
pertamaku
tetap
berada di
rak, terselip
di antara
buku-buku
lain yang
hanya edisi
kedua atau
ketiga atau
bahkan
kedua
belas.
Meskipun
sangat
128
gemar
membaca,
dan
menghargai
keindahan
dan pesona
sejarah
buku tua,
aku belum
terkena
virus
mengoleksi
nya.
* 'A- *

KETIKA

diberitahu
bahwa
nomor
kartu kredit
yang di-
gunakan
untuk
pembelian
edisi
pertama
Josepb m
Egypt dan
The
Patchwork
Giri of Oz
itu palsu,
Lane
Heldfond
sangat
terkejut,
tetapi
berasumsi
bahwa
asuransi
akan
menutup
kerugian
mereka—
cukup uang
baginya,
Erik, dan
putrinya
yang
berusia
enam tahun
untuk
berlibur ke
Hawaii. Dia
keliru;
asuransi
tidak mau
menggantin
ya. (Kecuali
mendapatk
an tanda
tangan dari
pemilik
kartu kredit
sebenarnya,
pedagang
harus
membayar
biaya
barang
yang
dicuri).
Dengan
marah,
Lane
menulis e-
mail
kepada Ken
Sanders
mengenai
perincian
kejadiannya
. Dia telah
membaca
peringatan
terbaru dari
Sanders,
dan tidak
seperti
banyak
koleganya
yang segan
mengungka
pkan
kelemahan
mereka,
Lane
merasa
perlu
melaporkan
kehilangan
nya. Dia
menulis
bahwa
seorang
pria yang
cukup
berpendidik
an telah
menelepon
untuk
membeli
buku
sebagai
hadiah.
Sebagaiman
a gambaran
dalam
peringatan
Sanders
tersebut, si
pencuri
telah
menggunak
an kartu
kredit
untuk
membayar
buku-buku
itu dan
berkata
bahwa ada
kerabatnya
yang akan
mengambil
kan
pesananann
ya. Tetapi
pencuri ini
bukan
orang tua.
Usianya
sekitar tiga
puluh
tahun, Lane
mengira-
ngira, dan
berambut
gelap.
Sander
s telah
mengirim
peringatan
berjudul
"Pencuri
Kartu
Kredit
California
Utara"
kepada
para agen
buku
langka,
tetapi dia
mungkin
salah.
Mungkin
dia harus
me-

129
ngeluarkan
peringatan
bahwa
pencurinya
tidak hanya
satu orang.
Mungkinka
h
pelakunya
suatu
kelompok?
Dia merasa
seperti
sedang
mengejar
hantu.
Pekerjaanny
a mungkin
akan lebih
mudah
seandainya
semua
rekan agen-
nya
bersedia
berbicara
tentang
kehilangan
mereka.
***

KEGEMBIRAA

perpanjang
an liburan
Gilkey
bersama
ayahnya
diperkuat
oleh
keberhasila
nnya
mendapatk
an begitu
banyak
barang
secara
gratis.
Gilkey
memiliki
dua cara
untuk
menginap
di hotel
tanpa
mengeluark
an biaya:
meng-
gunakan
nomor
kartu kredit
curian atau
memberitah
u
manajemen
hotel bahwa
toilet di
kamarnya
banjir, dan
karenanya
mendapatk
an ganti
rugi. Dia
menemukan
bahwa
kebanyakan
hotel
menjamin
kepuasan
seratus
persen, jadi
jika dia
mengajukan
keluhan
kepada
manajer
hotel,
biasanya
mereka tak
akan
menagih
pembayara
n. Hal yang
sama
berlaku
untuk
makanan.
Hanya
beberapa
kali cara ini
tidak
berhasil: di
Hotel St.
Francis, di
San
Francisco,
yang
menahan
barangnya
sampai
Gilkey
membayar
biaya
kamar
hotel, dan
di
Mandarin
Oriental,
juga di San
Francisco,
tempat
yang
dipilihnya
karena
ingin me-
nikmati
fasilitas
bintang
lima. Ketika
mereka
tidak mem-
berinya
ganti rugi
setelah dia
mengaduka
n toiletnya
yang
kebanjiran,
dia
mengambil
semua
sampo,
sabun, dan
sandal
gratis, yang
memberiny
a sedikit
rasa
pembenara
n diri.
Bebera
pa minggu
berlalu, dan
bulan Juni
semakin de-
kat. Gilkey
semakin
gencar,
mencuri
sekitar dua
buku per
minggu.
Meskipun
tidak
terlalu
berharga,
salah satu
buku

130
favoritnya
adalah The
Dead Zone
karya
Stephen
King,
karena cara
yang dia
gunakan
untuk
mendapatk
annya.
Salah satu
kegembiraa
n terbesar
dalam
memandan
gi koleksi
adalah
ketika
mengingat-
ingat cara
memperole
hnya.
Gilkey telah
memesan
The Dead
Zone dari
telepon
umum di
perpustaka
an Beverly
Hills, tepat
di seberang
kantor
polisi.
Ini
merupakan
momen
yang
menyenang
kan bagi
Gilkey. Dia
bersikap
waspada,
selalu
mengawasi
para agen
buku
sekiranya
ada yang
tak beres
dan mereka
meng-
hubungi
polisi. Dia
membuat
peraturan
untuk
dirinya
sendiri:
terdengar
santai,
berbicara
selama
sekitar lima
hingga
sepuluh
menit,
selalu
mengamati
mobil atau
orang yang
mencurigak
an,
memastikan
si penjual
buku tidak
terdengar
gugup,
memuji
barang-
barangnya.
Meskipun
biasanya
mengambil
buku
sendiri,
kadang-
kadang dia
menyuruh
sopir taksi
yang
ditumpangi
nya.
Biasanya
dia berkata
kepada si
sopir, "Aku
malas, aku
akan
memberimu
tip yang
bagus."
Atau
memberi
kesan dia
tidak bisa
melakukan
tugas itu
sendiri
karena
pincang,
atau
berkata dia
sedang
sakit kepala
atau tidak
enak badan.
Dia meng-
anggap
para sopir
taksi itu
"cukup
serakah
sehingga
mau
melakukan
apa pun
demi uang,
bahkan
lima dolar."
Pernah, dia
mempertim
bangkan
mengenaka
n kostum
pendeta
untuk
mengambil
buku
curiannya,
tetapi dia
merasa
harus
menahan
diri.
Antara
Januari dan
Juni 2001,
Gilkey
mencuri
berbagai
buku yang
harganya
2.000, 5.000,
dan 10.000
dolar. Total
nilainya
lebih dari
100.000
dolar. Dia
sadar
bahwa jika
keadaannya
terus
seperti ini,
kalau dia
hendak

131
berhenti
bekerja
sepenuhnya
dan
berkecimpu
ng dalam
bidang
koleksi
buku, dia
mungkin
akan
memiliki
koleksi
yang
bernilai
jutaan
dolar.
Meskip
un
demikian,
dia merasa
bahwa pola
yang di-
terapkanny
a mungkin
akan
menarik
perhatian,
terutama di
California
Utara. Jadi,
dia
memutuska
n untuk
mem-
perluas
jangkauan,
mencuri
dari satu
toko buku
langka
besar ke
toko yang
lain, dan
mendapat
lima puluh
buku
langka. Jika
polisi
mencari
suatu pola,
mereka tak
akan me-
nemukanny
a. Dia akan
memesan
satu buku
dari
Oregon,
satu dari
Idaho, dan
satu lagi
dari
Arizona.
Dia akan
beraksi di
New York,
Philadelphi
a, seluruh
dunia. Dia
tahu pasar
buku
langka
berlaku
internasion
al,
sebagaiman
a yang
dikatakann
ya, "Aku
bisa
membeli
buku
langka di
Argentina,
di Inggris,
di Afrika
Selatan,
atau
Bahama."
Dia
juga
memutuska
n untuk
mengubah
modus
operandi-
nya dan
berhenti
mengambil
buku
sendiri
(atau
menyuruh
orang lain
melakukan
nya). Alih-
alih, dia
akan
meminta
buku
pesanannya
diantar ke
hotel dan
dia akan
mengambil
nya
belakangan.
Dia tak
perlu
memberitah
u si penjual
buku
bahwa
tempat itu
sebuah
hotel,
cukup
alamatnya
saja.
Pada
bulan Juni,
Gilkey
akhirnya
masuk
penjara
karena cek
kosong
yang
pernah
ditulisnya
pada bulan
Januari.
Selama tiga
setengah
bulan
dalam
kurungan,
dia
memikirkan
aksi-aksi
berikutnya.
Sebelum
keluar, dia
memberitah
u ayahnya
untuk
melupakan
sumpahnya
yang
terakhir.
"Lupak
an rumah,"
katanya,
"aku akan
membangu
n kerajaan."
* * * 132
SETELAH

menjalani
masa
tahanannya,
Gilkey
meninggalk
an Los
Angeles
County Jail
dan
beberapa
minggu
kemudian
kembali
bekerja di
Saks Fifth
Avenue.
Selama
setahun
berikutnya,
masih
dalam masa
pembebasa
n bersyarat,
dia menjual
pakaian
mahal
rancangan
desainer,
diam-diam
mencatat
nomor
kartu kredit
pelanggan
yang
membeli
pakaian,
lalu
menggunak
an nomor
tersebut
untuk men-
curi—
menurut
perkiraanny
a—satu
buku
sebulan,
mungkin
lebih.
Pada
akhir 2002,
pada
musim
liburan
yang
disesaki
orang
berbelanja,
majikan
Gilkey
begitu
senang
dengan
kiprahnya
sehingga
mereka
menawarin
ya promosi
ke bagian
layanan
pelanggan.
Bagian itu
akan
memberiny
a akses ke
uang tunai,
ditambah
kuitansi
kredit dan
kartu
ucapan.
Khawatir
hal itu akan
memicu
pengecekan
latar
belakang
dirinya
sehingga
mengungka
pkan
riwayat ke-
jahatannya,
dia
berusaha
menampik
tawaran itu.
Tetapi
kewaspadaa
nnya tidak
berlangsun
g terus-
menerus.
Ketika
bosnya
mendesak
dan
memberiny
a beberapa
formulir
untuk diisi,
dengan
ceroboh
Gilkey
menulis
alamatnya
di Modesto,
tempatnya
pernah
dipenjara
selama
enam puluh
hari pada
1988 karena
menulis cek
kosong.
Suatu pagi,
ketika tiba
di tempat
kerjanya
tak lama
setelah itu,
dia
dipanggil
oleh kepala
personalia,
yang
menyampai
kan tentang
catatan
palsunya
tersebut.
Dia pun
dipecat.
Gilkey
sangat
menyukai
pekerjaanny
a di Saks.
Rekan-
rekannya
sangat baik
kepadanya,
dan
pelanggan
sepertinya
menghargai
keramahan
nya,
sebagaiman
a yang
dikatakan
rekan
sekerjanya
dari
departemen
pria, Tony
Garcia.
"Tidak
banyak
omong,
sangat
profesional"
adalah cara
Garcia

133
menggamba
rkan Gilkey.
"Selalu
bersedia
menolong." 5
Dipecat
dari
pekerjaan
membuat
Gilkey
kembali
merasa
bahwa
dunia
sudah tidak
adil
kepadanya.
Namun,
dengan
tumpukan
kuitansinya
, dia
memiliki
cara untuk
membalas
dendam.
Hanya
memikirkan
itu saja
sudah
membuat
suasana
hatinya
kembali
ceria.
Bebera
pa minggu
kemudian,
pada hari
Selasa, 28
Januari
2003,
Gilkey
terbangun
di rumah
ibunya lalu
berpakaian.
Dia tidak
sarapan,
langsung
naik bus
menuju
pusat kota
Modesto,
berkeliling
sebentar,
lalu pergi
ke Hotel
Doubletree.
Di sana, dia
duduk di
kursi yang
nyaman di
sebelah
telepon
dalam
ceruk yang
luas di
sebelah
lobi. Gilkey
sangat
berhati-hati
dalam hal
menyimpan
catatan,
baik
tentang
buku yang
dia
inginkan
maupun
buku yang
dicurinya,
dan selalu
mencatat
kartu kredit
mana yang
pernah
digunakann
ya dan
keadaan
dalam
setiap
penipuan.
Salah satu
peraturann
ya adalah
tidak
melakukan
lebih dari
dua atau
tiga
transaksi
dalam satu
hari, namun
karena
tidak semua
upayanya
membuahka
n hasil,
maka daftar
pada pagi
itu
mencakup
tujuh atau
delapan
tempat
yang akan
ditelepon.
Selain
buku,
Gilkey juga
terpikat
pada
beberapa
dokumen
antik dan
buaian bayi
antik dari
perak
murni yang
telah
dilihatnya
dalam
sebuah
katalog. Dia
terhubung
dengan
seorang
agen di
Idaho, yang
kebetulan
teman
Sanders,
Edward
Abbey, dan
berhasil
memesan
edisi The
Monkey
Wrench
Gang.
Gilkey
meminta
buku
tersebut
diantar ke
sebuah
alamat di
Palo Alto
yang
sebenarnya
alamat
Hotel
Westin.
Kemudi
an Gilkey
menelepon
seorang
agen di
New

134
York, dan
agen lain di
Chicago,
tetapi
mereka
tidak me-
miliki
barang
yang
dicarinya
atau nomor
kartu
kreditnya
ditolak.
Terakhir,
dia
menelepon
Ken Lopez,
seorang
agen di
Massachuse
tts barat.
Gilkey
melihat
iklan Lopez
di Firsts ,
majalah
tentang
mengoleksi
buku. Dia
mem-
perkenalka
n diri
sebagai
Heath
Hawkins 6
dan berkata
bahwa dia
mengingink
an suatu
benda yang
harganya
antara 5.000
dan 7.000
dolar. Lalu
"Hawkins"
bertanya
tentang
edisi buku
The Grapes
of Wrath ,
karya John
Steinbeck.
Lopez
menyampai
kan kondisi
buku yang
dimilikinya,
menyebutk
an bahwa
harganya
6.500 dolar.
Kedua pria
itu
berbincang-
bincang
selama
beberapa
saat.
"Hawkins"
sepertinya
menyenang
kan dan
cukup
terpelajar.
Setelah
berdiskusi,
Lopez
sepakat
menurunka
n harganya
menjadi
5.850 dolar.
Lalu
"Hawkins"
menanyai
Lopez
apakah
sebaiknya
buku itu
disimpan
dalam
kotak kulit
kerang, dan
mendadak
Lopez
teringat
akan
sesuatu.
Sekitar
enam bulan
sebelumnya
, seorang
pria
bernama
"Andrew
Meade"
juga pernah
meneleponn
ya,
menanyaka
n edisi
pertama
One Flew
Over the
Cuckoo's
Nest karya
Ken Kesey,
seharga
7.500 dolar
—dan pria
itu juga
bertanya
tentang
kotak kulit
kerang.
Kartu
kreditnya
tidak bisa
diterima,
dan
meskipun
"Meade"
berkata
bahwa dia
akan
memberika
n nomor
kartu kredit
yang lain,
itu tidak
pernah
terjadi,
karena
orang itu
sebenarnya
Gilkey, dan
dia hanya
punya satu
kartu atas
nama
Meade.
Lopez
tahu bahwa
koleganya,
Kevin
Johnson
dari Royal
Books di
Baltimore,
juga pernah
ditipu oleh
"Andrew
Meade"
beberapa
bulan
sebelumnya
dan
kehilangan
edisi

135
pertama
On the
Road karya
Jack
Kerouac
seharga
4.500 dolar.
Lopez telah
menyimak
e-mail
peringatan
Sanders
mengenai
"Pencurian
Kartu
Kredit Nor
Cal"
sehingga
dia cukup
yakin
bahwa pria
yang
sedang
meneleponn
ya ini
adalah
orang yang
mereka cari.
Setelah
"Hawkins"
memberi
Lopez
nomor
sebuah
American
Express,
Lopez
berkata
bahwa dia
akan
mengurus
transaksiny
a dan
"Hawkins"
bisa
meneleponn
ya kembali
nanti.
Lopez
segera me-
nelepon
American
Express dan
terungkap
bahwa
alamat yang
diberikan
"Hawkins"
kepadanya
tidak
terdaftar
pada
rekeningny
a.
Ketika
"Hawkins"
kembali
menelepon,
Lopez ber-
tanya,
"Bagaimana
dengan
alamat
penagihann
ya?'
"Oh,"
kata
"Hawkins",
"itu bukan
alamat
penagih-
annya.
Alamat
penagihann
ya di New
York."
"Benark
ah?" tanya
Lopez.
Lalu
"Hawkins"
memberika
n alamat
penagihan
yang benar.
"Saya
akan
mencobany
a lagi," kata
Lopez.
"Anda bisa
menelepon
saya
beberapa
menit lagi."
Lopez
bergegas
mencari
alamat
pengiriman
yang
diberikan
"Hawkins"
di internet.
Ternyata itu
alamat
Hotel
Sheraton di
Palo Alto,
tak jauh
dari Westin.
(Gilkey
berencana
untuk
mengambil
kedua buku
itu pada
hari yang
sama.)
Lopez
menelepon
American
Express,
yang segera
menghubun
gi Heather
Hawkins, di
New York,
dan
bertanya
apakah dia
pernah
memesan
buku
langka.
Wanita itu
ternyata
tidak tahu
apa-apa.
Ketika
"Hawkins"
menelepon
lagi untuk
memastikan

136
transaksiny
a telah
beres, mitra
Lopez
memintany
a untuk
menunggu
sebentar
sementara
Lopez
menelepon
di saluran
lain. Orang
yang
dihubungi
Lopez itu
Ken
Sanders,
yang
sedang
diberitahu
mengenai
apa yang
terjadi.
Setelah
mendengar
perincianny
a, Sanders
menyarank
an agar
Lopez
menjebak
"Hawkins",
menyelesai
kan
transaksi,
dan sepakat
untuk
mengirimka
n bukunya
dalam
waktu
sehari.
Setelah itu,
Lopez
menerima
telepon dari
"Hawkins",
dan
mengonfir
masikan
bahwa
pesanannya
akan siap
diantarkan.
Sement
ara Gilkey
bergembira
atas
keberhasila
nnya,
Sanders
tidak
membuang-
buang
waktu. Dia
menghubun
gi detektif
polisi San
Jose, Ken
Munson,
yang telah
ditemui
Kevin
Johnson, si
agen asal
Baltimore,
ketika
mengaduka
n pencurian
On the
Road.
Sanders
mengingatk
an Munson
tentang
pencurian
itu dan
rangkaian
pencurian
lain yang
dicurigainy
a dilakukan
oleh orang
bernama
"Hawkins"
yang baru
saja
menghubun
gi Lopez.
"Trilogi
Ken",
sebagai-
mana
Sanders
menyebut
dirinya,
Lopez, dan
Munson,
segera
beraksi.
Detektif
Munson
adalah
pembaca
novel-novel
detektif,
terutama
karya
Michael
Connely. 7
Dia
memiliki
sifat ingin
tahu, kerap
jemu
dengan
kasus-kasus
penipuan
internet
biasa yang
dikejarnya,
dan
tergugah
oleh si pria
pencuri
buku.
Kasus ini
tidak
seperti
kasus yang
biasa
ditanganiny
a, terutama
karena
korbannya
warga
Massachuse
tts, bukan
San Jose;
namun unit
teknologi
tinggi yang
dikepalainy
a, yang
biasanya
berurusan
dengan
kasus
penipuan,
bersifat

137
otonom.
Dan hotel
itu berada
dalam
yurisdiksin
ya.
Begitu
mendapat
pesan
Sanders,
Munson
harus ber-
tindak
cepat: buku
itu—edisi
reproduksi
yang telah
dikirimkan
Lopez,
sekiranya
perangkap
mereka
tidak
berhasil—
siap diantar
keesokan
paginya.
Munson
menduga si
pencuri
sepertinya
cukup
tajam. Para
agen dan
pemegang
kartu kredit
yang
dicurangi
tak akan
tahu pe-
nipuan itu
hingga satu
atau dua
bulan
sesudahnya
, ketika
tagihan
tiba. Dan
setelah
diberitahu,
ketika
memeriksa
catatan
mereka,
semua agen
akan
menemukan
sebuah
nomor
telepon,
yang
ternyata
berasal dari
telepon
umum, dan
sebuah
alamat,
yang
ternyata
merupakan
alamat
hotel.
Selain itu,
pencurian
ini terjadi
di wilayah
dan
yurisdiksi
yang
berbeda-
beda.
Bahkan
ketika
polisi bisa
men-
dapatkan
surat
panggilan
terhadap
seseorang
di negara
bagian lain,
jaksa
wilayah tak
akan mau
menghabisk
an ribuan
dolar untuk
mengekstra
disinya,
atau
membayar
biaya
pesawatnya
. Munson
telah
berurusan
dengan ba-
nyak
penjahat
yang tahu
bahwa jika
mencuri
dalam jum-
lah kecil
dari cukup
banyak
orang dari
negara
bagian yang
berbeda-
beda,
mereka
mungkin
tak akan
pernah
tersentuh.
Dia
membayang
kan Gilkey
sebagai
salah satu
dari
mereka.
Munson
sependapat
dengan
Sanders dan
Lopez
bahwa
siapa pun
yang telah
mencuri
dari Kevin
Johnson
barangkali
sama
dengan
orang yang
baru saja
menelepon
Lopez.
Yang paling
buruk,
pikirnya,
mereka
akan
menghabisk
an lima jam
untuk
masalah itu,
dan
membatalka
nnya jika si
pencuri
tidak
muncul.
Munso
n
menghubun
gi Sheraton
dan
menemukan
bahwa ada
pemesanan
atas nama
Heather
dan Heath

138
Hawkins,
yang dibuat
Gilkey tak
lama
sebelum dia
meminta
hotel
menyimpan
semua
paket
untuknya.
Hotel itu
terletak
dekat
Universitas
Stanford
dan
sepertinya
mengalami
kepribadian
yang
terbelah:
arsitektur
gaya
Spanyol
(kubah
plester,
atap
genteng
merah) di
bagian luar,
detail pan-
Asia (singa
China,
pembatas
ruangan
berpernis)
di bagian
dalam. Di
dalamnya
kini juga
ada dua
detektif
yang
menyamar,
satu pria
dan satu
wanita,
duduk
dengan
nyaman
dalam
balutan jins
dan polo
shirt,
tampak
seperti
pasangan
yang
sedang
berlibur.
Mereka tiba
pagi-pagi
untuk
memastikan
pengantara
n FedEx
yang
dijanjikan
datang
pukul
setengah
sebelas.
Mereka
berasumsi
bahwa si
pencuri
akan datang
segera
setelah
pengantara
n. Di luar,
Munson
telah
mengatur
pengawasa
n terhadap
mobil-mobil
di pelataran
parkir. Di
dalam, para
pegawai
hotel telah
diperingatk
an untuk
memberi
isyarat
kalau
"Hawkins"
datang ke
meja
resepsionis
dan
meminta
paketnya.
Tentu saja,
tak satu
pun dari
mereka
yang tahu
apa
sebenarnya
yang
sedang
mereka
tunggu. Si
pencuri bisa
saja pria,
wanita, dua
orang pria
—mereka
tidak tahu.
Sement
ara Munson
menunggu,
Sanders
berusaha
me-
ngerahkan
para
koleganya.
Dalam
upaya
menghuku
m Gilkey,
dia
mengirimi
mereka e-
mail berisi
permintaan
untuk
secepat
mungkin
menyampai
kan
informasi
apa pun
mengenai
pencurian
terkini yang
cocok
dengan
modus
operandi
Gilkey.
Tangga
pan segera
bermuncula
n, tetapi
tidak
semuanya
bermanfaat.
8
Seorang
agen dari
New York
menulis
bahwa dia
pernah dua
kali
didekati
seorang
pria yang
berkata
akan
membeli
buku untuk
anak
pacarnya,
tetapi
karena

139
agen
tersebut
menemukan
bahwa
alamat
pengiriman
tidak cocok
dengan
alamat
penagihan,
dia
menolak
pesanan itu.
Sander
s membalas
e-mailnya:
Aku
membutuhk
an
perincian.
Jika pria itu
mendekatim
u lagi,
tolong jebak
dia dan
katakan kau
bersedia
mengirimka
n buku
pesanannya,
lepat saat
ini, sebuah
motel di
California
sedang
dikepung
polisi karena
si pencuri
menantikan
The Grapes
of Wrath
yang
dipesannya
di sana pagi
ini. Jika
semuanya
berjalan
lacar, dia
akan
dipenjara
besok pagi.
Ini rahasia...
jika dia
tidak
tertangkap,
kita perlu
melaksanaka
n operasi
jebakan
yang lain.
Belaka
ngan pada
hari itu
juga, Peter
Howard
dari
Serendipity
Books di
Berkeley,
menulis e-
mail
kepada
Sanders
bahwa dia
mengalami
dua kali
kehilangan
buku pada
tahun 2000.
Keduanya
jatuh ke
tangan
seorang
pria yang
telah
mengirim
"paman"-
nya untuk
mengambil
buku- buku
itu.
Lalu
Erik
Heldfond
dari
Heldfond
Book
Gallery,
tempat
Gilkey
mencuri
dua buku
pada 2001,
menulis
bahwa
istrinya,
Lane,
berada di
toko pada
hari itu.
Pada saat
itu, Lane
mengira
buku itu
diserahkan
nya kepada
sepupu si
pencuri.
Mungkin
istrinya
bisa
membantu
jika bisa
melihat
foto pria
yang ada
dalam
tahanan
karena
Lane
memiliki
mata tajam
dan
ingatan
kuat , tulis
Erik. Lane
memperkira
kan si
pencuri
berusia
akhir 20-an
atau awal
30-an,
bertinggi
badan
sekitar 17S
sentimeter;
berambut
cokelat,
berperawak
an sedang,
wajah
tercukur
rapi y me-
ngenakan
baju tipe
GAP. Lane
menyebutk
an bahwa
pria

140
itu tidak
berbicara
dengan
normal
karena
katanya
baru dari
dokter gigi.
Ed
Smith, dari
Washington
,
memberitah
u Sanders
bahwa dia
telah
kehilangan
buku
Catch-22
karya
Joseph
Heller,
buku
dengan
sampul
lepas yang
kondisinya
masih cukup
bagus dan
bersih, serta
sebuah buku
edisi
terbatas
karya
Samuel
Beckett
yang
berjudul No
Knife, yang
berjilid kulit
dengan
kertas
pembungku
s transparan
dalam kotak
(kondisinya
sangat baik,
seperti
baru).
Mengenai
perangkap
polisi, dia
menulis,
Kabar
bagus...
masih
dirahasiakan
, bukan?
Tak
lama
setelah itu,
Sanders
mengirim
e-mail
kepada
para
koleganya,
menyampai
kan apa
yang telah
mereka
ketahui
sejauh ini
dan
meminta
bantuan
para agen
yang
pernah
menjadi
korban
untuk
mengidentif
ikasi si
pencuri.

Malam
sebelumnya
, Gilkey
menginap
di Hotel
Windham
di San
Francisco.
Esok
paginya,
dia
mengosong
kan
sakunya
dari apa
pun yang
bisa
mengidentif
ikasinya,
hanya
membawa
kunci
kamar
hotelnya,
kartu
telepon,
beberapa
kuitansi
kartu
kredit, dan
20 dolar
untuk
makan
siang.
Sekitar
pukul
sebelas, dia
menaiki
Caltrain
untuk
perjalanan
yang jauh
itu. Dari
balik
jendela, dia
melihat ke-
lebatan
bangunan-
bangunan
industri
yang
dipenuhi
grafiti, lalu
bagian
belakang
lingkungan
perumahan
kumuh, dan
akhirnya
pohon-
pohon
palem dan
toko-toko
mobil luar
negeri di
pinggiran
Palo Alto.
Di sana, dia
turun dari
kereta, lalu
menyusuri
dua blok
yang
pendek
menuju
Sheraton.
Ketika
berjalan
melewati
pelataran
parkir,
Gilkey

141
melihat
truk FedEx
di luar. Jika
bukunya
belum
diantarkan,
dia perlu
menunggu
sebentar.
Saat
mendekati
meja depan,
dia merasa
mendengar
bunyi klik
dan orang-
orang
berbicara,
seperti
polisi
dengan
radionya,
tetapi
memutuska
n itu bukan
apa-apa
dan
mengabaika
nnya.
Tinggal
beberapa
meter lagi
dia akan
bisa
mendapatk
an The
Grapes of
Wrath.
Ketika
Gilkey
menanyaka
n paket
untuknya,
petugas
hotel pergi
ke bagian
belakang
tempat
mereka
menyimpan
surat.
Beberapa
detik
kemudian,
para agen
yang
menyamar
memborgol
nya,
mengumum
kan bahwa
dia ditahan.
Mereka
menghubun
gi Munson,
yang
menunggu
di pelataran
parkir.
"Aku
baru saja
datang dari
San
Francisco,"
Gilkey
menjelaska
n. "Aku
hendak
pergi ke
perpustaka
an Stanford
untuk
melakukan
penelitian."
"Jadi,
apa yang
kaulakukan
di sini?"
tanya
Munson.
"Seoran
g pria di
Caltrain
menawarik
u dua
puluh dolar
untuk
mengambil
kan buku
untuknya di
sini."
Munso
n
meragukan
kisah itu
dan merasa
Gilkey tam-
pak "gugup
dan licik,"
tetapi dia
pernah
menangani
kasus
penipuan
penting
yang
melibatkan
orang
bayaran
untuk
melakukan
pengambila
n. Ada
kemungkin
an kisah
Gilkey itu
benar.
"Oke,
begini saja,"
kata salah
satu polisi.
"Kami akan
membuka
borgolmu,
membawam
u kembali
ke stasiun
Caltrain,
memberimu
paketnya.
Setelah itu,
temui pria
itu,
tunjukkan
dia kepada
kami."
"Dan
jangan
coba-coba
melarikan
diri," polisi
yang

142
lain
mempering
atkannya.
"Kami akan
mengikutim
u."

Gilkey
memikirkan
peringatan
itu ketika
dia berjalan
ke stasiun
Caltrain
dengan
setengah
lusin polisi
membuntut
inya.
Universitas
Stanford
berjarak
sekitar satu
setengah
kilometer,
dan jika dia
berlari
kencang ke
sana, polisi
mungkin
akan
kehilangan
jejaknya.
Apa ke-
mungkinan
terburuk
yang akan
terjadi ? dia
bertanya-
tanya
dalam hati.
Kukira
mereka tak
akan
menembakk
u. Tetapi
satu
setengah
kilometer
itu cukup
jauh.
Sementara
polisi yang
menyamar
mengikutin
ya, diam-
diam
Gilkey
mengunyah
kuitansi
kartu kredit
yang ada di
sakunya
lalu me-
ludahkanny
a. Mereka
tiba di
stasiun,
tetapi
bukannya
melarikan
diri, dia
mengulur
waktu,
mendekati
orang-
orang,
menanyai
mereka
apakah
mereka
melihat pria
yang telah
diceritakan
nya kepada
polisi.
Munso
n menanyai
orang-
orang yang
bekerja di
Caltrain
apakah di
sekitar situ
pernah ada
pria yang
sesuai
dengan
gambaran
Gilkey:
berkulit
putih,
berusia
antara
empat
puluh dan
lima puluh,
berambut
putih, ber-
jalan
dengan
tongkat.
Mereka
bilang tidak
ada. Setelah
Gilkey
keluyuran
di stasiun
selama
sekitar
setengah
jam,
tampak
jelas bagi
polisi
bahwa
Gilkey
berbohong.
Mereka
membawan
ya untuk
diinterogasi
.
Di
kantor
polisi,
Gilkey
menampilk
an diri
sebagai
warga
negara yang
suka
membantu
dan hanya
berusaha
menolong
seorang
pria
bertongkat
yang
kesulitan
berjalan. 9
Meskipun
memberitah
ukan
namanya,
Gilkey
menolak
menjawab
pertanyaan
lain,
semacam
tempat
tinggalnya.
Mereka
mengambil
kunci kartu
hotel dari
sakunya,
tetapi

143
dia tidak
mau
memberitah
ukan dari
hotel mana
kunci itu
berasal.
Lalu
Munson
mendapati
bahwa
Gilkey,
yang
rupanya
menyampai
kan nama
sebenarnya,
sedang
dalam masa
pembebasa
n bersyarat.
Kemud
ian,
semuanya
mulai
terungkap.
Gilkey
mem-
beritahu
polisi
bahwa pria
di kereta itu
telah
menyuruhn
ya
mengambil
kan buku
yang
ditujukan
bagi Heath
Hawkins,
namun di
resepsionis,
Gilkey
berkata,
"Saya mau
mengambil
buku untuk
Heathcr
Hawkins."
Heather
Hawkins
adalah
nama yang
tercantum
pada kartu
kredit.
"Nah,
bagaimana
kau tahu
namanya
Heather?
Baru saja
kauhilang
Heath,"
tanya
Munson.
"Oh,
mungkin
pria itu
berkata
Heather
dan Heath
Hawkins,"
kata Gilkey.
"Kau
bohong,"
kata
Munson.
Gilkey,
yang
tampaknya
cukup
tenang
hingga saat
ini, tetap
gigih
mempertah
ankan
kisahnya,
tetapi
Munson
memiliki
pegangan.
Dalam saku
Gilkey,
Munson
menemukan
kartu
telepon
prabayar
yang telah
diremas.
Perusahaan
telepon
melacak
ada tiga
telepon
yang dibuat
oleh kartu
itu, yaitu
pukul 10.11,
10.56, dan
11.25 pagi
pada hari
sebelumnya
. Semua
telepon itu
ditujukan
kepada Ken
Lopez, si
agen asal
Massachuse
tts.
"Oh ya,
saat itu aku
berbohong,"
kata Gilkey,
menyebut
soal
kejanggalan
nama yang
ada pada
kartu
kredit,
"tetapi aku
tidak
bohong
sekarang."
Dia
dijebloskan
ke penjara.

144
8

Pulau

Harta

Karun
G
ilkey
akan
dipenjar
a selama
dua
hari.
Sanders
mengi-
rim e-
mail
kepada
penjual
buku Ed
Smith,
salah
satu
kemung
kinan
korban
Gilkey:

Subjek: Kau
tahu jalan ke San
Jose?

eb

ag

ai

ma

na

ya

ng
ka

uta

hu,

ka

mi

ber

ha

sil

me

na

ng

ka

p-

ny

a.

Ta

pi

ha

ny

sel

am

48

ja

m.

Ka

mi

se

da

ng

ber
us

ah

ker

as

me

ba

nt

me

nc

ari

ka

fak

ta

ba

gi

det

ekt

if

ag

ar

jak

sa

wil

ay

ah

me

mi

liki
bu

kti

un

tu

me

ba

wa

ka

sus

ini

ke

pe

g-

adi

lan

pa

da

Ju

ma

pa

gi.
Dia penipu
kelas berat
(tentu saja).
Selalu seperti

itu.

Aku perlu
mendapat
kabar dari lebih
banyak orang.

Hari
berikutnya,
lebih
banyak
laporan
pencurian
yang masuk
.
Sebagaiman
a yang
disarankan,
Munson
mengirim
e- mail
berisi
serangkaian
foto kepada
Lane
Heldfond
dari
Heldfond
Book
Gallery dan
memintany
a
mengidentif
ikasi si
pencuri.
Selain
memiliki
memori
yang baik,
ingatan
Heldfond
akan wajah
sangat
tajam.
Setelah
mengamati
keenam
foto itu,
Heldfond
berkata
bahwa
salah satu
dari mereka
sangat
mirip si
pencuri,
namun
wajah pria
itu tampak
agak lebih
kasar,
rambutnya
lebih tipis,
dan wajah-
nya tampak
lebih
bengkak
daripada
pria yang
diingatnya.
Perbedaan-
perbedaan
ini begitu
halus,
meski
demikian
Heldfond
bisa
mengetahui
nya.
Munso
n, yang
terkesan
akan
kekuatan
observasi
Heldfond,
menjelaska
n mengapa
pria itu
tampak
berbeda.
Gilkey
sedang
menjalani
pengobatan
untuk
alopesia,
atau
kebotakan,
sehingga
kulitnya
tampak
kemerahan
dan agak
bengkak.
Heldfond
tidak hanya
mengidentif
ikasinya
dengan
tepat, tetapi
juga
mengidentif
ikasi
bagaimana
wajah pria
itu—yang
hanya
dilihatnya
selama satu
menit pada
tahun 2001
—telah
berubah.
Heldfo
nd telah
berhasil
mengidentif
ikasinya.
Kini
Munson
bisa
bertindak.
Pada 1
Februari
2003,
Sanders
mengirim
e-mail ke-
pada para
anggota
ABAA
untuk
menyebarka
n detail pe-
nangkapan
dan
memberitah
u mereka
bahwa
Gilkey telah
dibebaskan
dengan
uang
jaminan
(dia telah
menggunak
an uang
dari suatu
rekening
tabungan).
"Asalnya
tidak di-
ketahui."
Segera
saja inbox
Sanders
dibanjiri e-
mail berisi

146
ucapan
terima
kasih.
Sekalipun
Gilkey
dibebaskan,
berkat
upaya
Sanders,
komunitas
penjual
buku sudah
hampir
mendapatk
an kembali
buku-
bukunya
dan
memenjarak
an si
pencuri.
***

MESKIPUN
pencurian
selalu
menjadi
ancaman
bagi para
agen buku
langka,
dalam satu
abad
terakhir,
tak ada
jalan yang
lebih
mudah bagi
pencuri
untuk
menjual
barang
ilegal
mereka
selain lewat
internet.
Dalam
semua
percakapan
ku dengan
Ken
Sanders,
satu-
satunya
subjek yang
membuatny
a gusar
selain kabar
pencurian
terbaru
adalah
eBay. Situs
web tidak
hanya
memunculk
an barang-
barang
keren,
tetapi juga
segala
macam
penipuan,
katanya.
Bahkan
penjual
dengan niat
baik tidak
mungkin
bisa
membedaka
n edisi
pertama
dari edisi
klub buku
—dan
sebagian
lagi bahkan
tak bisa
membedaka
n edisi
pertama
dari edisi
berikutnya,
sebagaiman
a informasi
yang
kudapatkan
secara
langsung.
Penjual lain
tahu benar
perbedaann
ya, tetapi
mereka ini
biasanya
menipu
pembeli
yang tidak
tahu apa-
apa.
"Seora
ng wanita
meneleponk
u," kata
Sanders,
"dan dia
bilang,
'Saya baru
saja
membeli
Catcher in
the Rye
bertanda
tangan
seharga
lima ribu
dolar di
eBay/ Dan
aku
langsung
menyelanya
. Kubilang,
'Dengar,
saya tidak
ingin
melihat
buku ini,
saya tidak
ingin Anda
membawak
annya ke
toko saya.
Tak ada
gunanya.
Buku itu
pasti palsu.
Anda telah
ditipu.
Cepat ambil
lagi uang
Anda.' Kau
tidak
mungkin
membeli
buku
bertanda
tangan
karya J. D.
Salinger
mana pun
bahkan
dengan
harga
sepuluh
kali

147
lipat dari
harga itu,
apalagi The
Catcher in
the Rye.
Aku
berusaha
menyampai
kan itu
kepadanya.
Kubilang,
'Begini,
mengapa
Anda
mengira
bahwa dari
ratusan
kolektor
dan penjual
buku yang
ada,
Andalah
yang
beruntung?'
Itu me-
rupakan
salah satu
tanda
tangan abad
kedua
puluh yang
paling
diinginkan
dan paling
sulit
didapatkan
—dalam
buku yang
paling
diinginkan.
Buku itu
sudah tentu
bukan edisi
pertama!
Karena
pemalsu tak
akan
merusak
edisi
pertama
yang
berharga.
Mereka
akan
memilih
edisi yang
tidak ber-
harga dan
memasukka
n tanda
tangan di
dalamnya."
Salah
satu alasan
orang
begitu ingin
berbuat
curang,
menurut
Sanders,
adalah apa
yang
disebutnya
"sindrom
Antique
Roadshow!
t Bay".
Karena
acara
televisi
(yang be-
berapa kali
menampilk
annya
sebagai
pakar buku
langka) dan
situs web
tersebut,
kesadaran
akan nilai
buku yang
potensial
semakin
besar, tetapi
pembeli
tidak
memiliki
cukup
banyak
pengetahua
n untuk
melindungi
mereka dari
penipuan.
"Orang-orang
mendatangik
u dan
berkata, 'Aku
punya edisi
pertama
Gone with
the WindV "
kata Sanders.
"Padahal
sebenarnya
tidak."
(Sebagai
awal,
terdapat lebih
dari seratus
edisi
pertama,
masing-
masing
dilabeli
seperti itu,
tetapi hanya
cetakan yang
ditulisi
"Published
May, 1936"
yang
merupakan
edisi pertama
sebenarnya.
Menemukan
salah
satunya,
terutama
yang
bersampul
jaket, hampir
tidak
mungkin.)
"Mereka
tidak tahu
yang
dimaksud
dengan edisi
pertama.
Tetapi
mereka tahu
itu artinya
bagus,
mereka tahu
itu artinya
sesuatu yang
berharga.
Dan itu gara-
gara terlalu
banyak
menonton
Antiques
Roadshow.
Campurkan
itu dengan
kecepatan
internet dan
eBay yang
perkasa

se
tia
p
pe
ne
ga
k
hu
ku
m
ak
an
m
e
m
be
rit
ah
u
m
u
ba
h
w
a
eB
ay
m
er
up
ak
an
pe
na
da
h
te
rle
ga
lis
as
i
pa
lin
g
be
sa
r
di
du
ni
a."
A
ku
m
en
el
ep
on
an
ali
s
ke
a
m
an
an
sis
te
m
ko
m
pu
te
r
be
r-
na
m
a
iV
lar
k
Se
id
en
un
tu
k
m
en
da
pa
tk
an
op
ini
ya
ng
ti
da
k
te
rla
lu
be
ra
pi
-
ap
i
(s
e
m
ua
op
ini
Sa
nd
er
s
sel
al
u
be
ra
pi
-
ap
i),
tet
ap
i
di
a
m
e
m
be
na
rk
an
uc
ap
an
Sa
nd
er
s
ny
ari
s
ka
ta
pe
r
ka
ta,
"e
Ba
y
m
er
up
ak
an
pe
na
da
h
ba
ra
ng
cu
ria
n
te
rle
ga
lis
as
i
pa
lin
g
be
sa
r
di
du
ni
a."
Di
a
be
rk
at
a
ba
h
w
a
eB
ay
tel
ah
m
en
gh
in
da
ri
lia
bil
ita
s
ka
re
na
se
ca
ra
te
kn
is
m
er
ek
a
bu
ka
n
ju
ru
lel
an
g

di
sa
na
ti
da
k
ad
a
tu
an
ru
m
ah
da
n
te
m
pa
t
pe
la
ks
an
aa
n
lel
an
g
se
ca
ra
fis
ik.
"
M
er
ek
a
m
en
ye
bu
t
di
ri
pa
sa
r,"
ka
ta
Se
id
en
.
"T
iti
k."
N
a
m
un
,
sel
eg
al
ap
a
pu
n
bi
sn
is
eB
ay
,
ke
ny
at
aa
nn
ya
pe
nj
ua
l
ya
ng
ti
da
k
be
r
m
or
al
tu
m
bu
h
su
bu
r
di
sa
na
.
D
al
a
m
pe
rc
ak
ap
an
lai
n
de
ng
an
Sa
nd
er
s,
ak
u
m
e-
ny
a
m
pa
ik
an
ko
nf
ir
m
as
i
Sa
id
en
ke
pa
da
ny
a.
Sa
nd
er
s
s
e-
m
ak
in
be
ra
ng
m
en
de
ng
ar
ny
a.
Di
a
be
rk
at
a
ba
h
w
a
di
a
be
r-
ul
an
g
ka
li
m
eli
ha
t
pe
m
al
su
an
di
eB
ay
.
"A
ku
pe
rn
ah
m
eli
ha
t
se
or
an
g
pr
ia
m
en
ju
al
ta
nd
a
ta
ng
an
Jo
hn
Le
nn
on
de
ng
an
ha
rg
a
sa
tu
do
lar
,"
ka
ta
ny
a.
"J
ad
i,
ak
u
m
en
el
ep
on
or
an
g
it
u
da
n
be
rk
at
a
ap
ak
ah
di
a
m
el
ak
uk
an
pe
na
ks
ira
n
ha
rg
a.
Di
a
m
en
ja
w
ab
,
Ta
ra
ag
en
bu
ku
la
ng
ka
it
u
m
e
m
at
ok
bi
ay
a
se
ra
tu
s
do
lar
un
tu
k
se
ka
li
pe
na
ks
ira
n.'
La
lu
ku
ta
ny
a
di
a,
'K
al
au
be
git
u,
ke
na
pa
ti
da
k
di
ta
ks
ir
saj
a?
Ka
la
u
m
e
m
an
g
as
li,
it
u
ar
ti
ny
a
ka
u
pu
ny
a
ta
nd
a
ta
ng
an
se
nil
ai
li
m
a
ri
bu
do
lar
.'
Di
a
m
al
ah
m
e
m
ak
i-
m
ak
ik
u.
"
S
an
de
rs
be
rc
eri
ta
ba
h
w
a
be
be
ra
pa
ta
hu
n
ya
ng
lal
u
di
a
da
n
ko
le
ga
ny
a
da
ri
A
B
A
A,
Ke
n
Lo
pe
z,
m
en
e
m
ui
pa
ra
ut
us
an
eB
ay
,
m
en
ya
ra
nk
an
str
at
eg
i
un
tu
k
m
el
a
w
an
pe
-

149

fn <f> <->
^
<f>)
nipuan.
Semuanya
sia-sia.
"Aku dan
Lopez
menghabisk
an sembilan
bulan untuk
bernegosias
i dengan
eBay," kata
Sanders.
"Tak satu
pun saran
yang
mereka
ikuti.
Mereka
selalu
setuju
dengan
kami, tetapi
tidak
pernah
mengubah
apa pun."
Ironisn
ya, salah
satu alasan
orang-
orang
dicurangi,
menurut
Sanders,
adalah
praktik
penyediaan
sertifikat
keaslian.
"Ketika
ada materi
yang
masuk,"
katanya,
menjelaska
n proses
tradisional
agen, "kita
berusaha
menentuka
n sumber-
nya. Tipi
sering kali
hal itu
mustahil
dilakukan,
jadi
jejaknya
berakhir di
satu titik.
Kita hanya
perlu
melihat
materi itu,
keadaannya
, menanyai
orang-
orang yang
mengangga
p diri ahli,
dan minta
mereka
melihatnya.
Kita
berusaha
menggabun
gkan
sebanyak
mungkin
cerita.
Akhirnya,
gara-gara
eBay, kini
semua
orang
mengingink
an sertifikat
keaslian.
Tapi,
sebagaiman
a yang
sering
kukatakan:
Siapa yang
menandata
ngani
sertifikat
ini? Sejauh
yang
kutahu, tak
satu pun
agen buku
atau
pedagang
autograf
sah yang
kukenal
yang
pernah
menawarka
n sertifikat
keaslian.
Keadaan
semacam
ini—
menawarka
n sertifikat
itu saja—
sudah
gawat.
Namun, itu
menjadi
paradigma
yang
populer di
eBay. Itulah
yang
membuat
para
pemangsa
menjadi
begitu
sukses dan
tumbuh
begitu
besar."
Salah
satu agen
yang
kutemui di
pameran
New York,
Dan
Gregory,
dari
Between the
Covers
Books di
Merchantvil
le, New
Jersey,
mencemask
an masalah
lain yang
dilihatnya
di eBay,
yaitu
sampul
jaket palsu.
Gregory,
pakar
dalam
urusan
sampul
jaket,
menjelaska
n fenomena
tersebut.
Mengingat

150
harga edisi
pertama
The Great
Gatsby
tanpa
sampul
jaket adalah
150 dolar
dan dengan
sampul
jaket 4.000
dolar, ada
dorongan
yang sangat
besar untuk
mencetak
sendiri
sampul
jaket itu
(barangkali
dengan
menggunak
an akal
bulus dan
teknologi
terkini) atau
untuk
memasangk
an sampul
jaket dari
edisi yang
nilainya
tidak terlalu
tinggi.
"Kalau
aku orang
jahat, itulah
yang akan
kulakukan,"
kata
Gregory,
yang
meramalkan
bahwa
dalam
sepuluh
atau dua
puluh
tahun,
ketika
orang-orang
yang
merasa
transaksi di
eBay sulit
dipercaya
memutuska
n untuk
menjual
koleksi
mereka,
mereka
akan
menemukan
bahwa tran-
saksi
semacam
itu memang
sulit
dipercaya.
***

SALAH satu
alasan
mengapa
Gilkev
begitu sulit
ditangkap
adalah dia
tidak
menjual
buku-buku
curiannya
di eBay atau
situs web
mana pun.
Dan itu juga
menjadi
salah satu
alasan
mengapa
penangkapa
n ini begitu
memuaskan
bagi
Sanders.
Tak lama
setelah dia
mengirimi
para
koleganya
e-mail
mengenai
penahanan
Gilkey,
Sanders
pergi ke San
Francisco
untuk
menghadiri
California
Internationa
l
Antiquarian
Book Fair
yang luar
biasa.
Sebagaiman
a yang biasa
terjadi pada
pameran
ini, hari
pembukaan
menarik
ribuan
kolektor
yang, begitu
melewati
pintu
masuk,
segera sibuk
melacak
buku-buku.
Bahkan di
antara
kumpulan
kolektor
yang
kelaparan
ini, dan
dengan
sebuah bilik
yang penuh
harta
seperti
Kitab
Mormon
dan The
Strategy of
Peace karya
Kennedy,
Sanders
masih tidak
bisa meng-
alihkan
pikirannya
dari Gilkey.
Selama tiga
tahun, dia

151
telah
meminta
para
koleganya
untuk
melaporkan
kasus
pencurian
dan
mengawasi
usaha
penjualan
kembali
barang
curian,
namun tak
ada
hasilnya.
Mereka
sudah
hampir
berhasil,
tetapi
mereka
masih
belum bisa
menahan
"keparat"
itu—Gilkey
bukan
hanya tidak
dipenjara,
melainkan
dibebaskan
secara
bersyarat di
San
Francisco.
Karena
Sanders dan
Lopez telah
memutuska
n untuk
tidak
memasang
poster
buronan
berisi
keterangan
tentang
Gilkey pada
pameran itu
(agar tidak
merusak
proses
identifikasi
yang
mungkin
akan
dilakukan
polisi),
maka
mungkin
hanya
sedikit agen
yang akan
mengenalin
ya.
Jadi,
ketika
Gilkey
berjalan
melewati
pintu depan
pameran
dan
seketika
merasa
sedang
diawasi, hal
itu
mungkin
telah
terpikirkan
olehnya.
Namun, dia
masih
bertekad
untuk
menemukan
orang yang
mau
membeli
salah satu
buku yang
dibawanya
karena dia
membutuhk
an uang
untuk
membayar
jasa
pengacara.
Dia
keluyuran
memasuki
bilik demi
bilik,
mengagumi
buku-buku,
mengajukan
pertanyaan.
Di salah
satu toko
favoritnya,
bilik
Heritage
Book Shop,
dia
mengagumi
The
Fountain-
head tulisan
Ayn Rand.
Dia merasa
salah satu
pemiliknya,
Ben atau
Lou
Weinstein,
mengenalin
ya karena,
sebagaiman
a yang dia
katakan,
"Aku
pernah
berurusan
dengannya,
" yang
merupakan
eufisme
Gilkey
untuk
mencuri.
"Tapi aku
tak
mengambil
apa pun
darinya,"
protesnya.
"Aku
menyuruh
seorang
sopir taksi
untuk
melakukan
nya."
Gilkey
mencoba
menjual
edisi curian
The
Invisihle
Man karya
H. G. Wells
kepada
Heritage,
namun
mereka
menolak.
Gilkey
mengingink
an paling
sedikit
1.000 dolar,
tetapi

152
mereka
menawar
hanya 500
dolar. Dia
juga
mendekati
John
Crichton
dari Brick
Row Books,
yang tidak
sadar
bahwa pria
ini adalah
orang yang
telah
menyuruh
ayahnya
mengambil
The Mayor
of
Casterbrid
ge. Di
Sumner and
Stillman
Rare Books,
Gilkey
tertarik
pada edisi
pertama
1984 karya
George
Orwell,
yang
harganya
sekitar
2.000 dolar.
Di bilik
lain, dia
mendapat
kabar dari
seorang
agen bahwa
pengarang
Lewis
Carroll
telah
menciptaka
n sampul
jaket. 1
Gilkey
telah
membaca
bahwa John
Dunning,
pengarang
serial
misteri
langka laris
Cliff
Janeway
yang telah
begitu
menginspir
asinya,
akan
berceramah,
tetapi tidak
melihatnya
dalam
pameran
itu. Gilkey
berniat
meminta
tanda
tangan
Dunning.
Gilkey
memberitah
uku bahwa
dia sempat
memasuki
bilik
Sanders.
Dia hanya
melirik
sejumlah
judul karya
Wallace
Stegner,
nama yang
tak pernah
didengarny
a, dan
melihat
buku-buku
tentang
Mormon,
yang sama
sekali tidak
menarik
baginya.
Pada saat
itu, dia
sama sekali
tidak tahu
bahwa
Sanders
adalah
orang yang
telah
menggerak
kan
penangkapa
nnya.
Meskip
un
kewaspadaa
n beberapa
penjual
buku dan
motivasi
Gilkey
untuk
menjual
sebagian
barang
curiannya
begitu
tinggi, tak
ada
aktivitas
kriminal
yang
teridentifik
asi dalam
pameran
selama tiga
hari itu. 2
Tak ada
yang
melaporkan
kehilangan
buku, dan
tak ada
yang
melihat
sesuatu
yang
mencurigak
an. Baru
pada bulan
berikutnya,
tanggal 25
Maret,
Sanders
menerima
kabar
bahwa
aktivitas itu
telah
dimulai
lagi. Gilkey
telah
muncul di
San
Francisco,
ber-

153
usaha
membeli
buku
dengan cek
kosong.
Sanders
kembali
mengirimka
n e-mail
kepada
seluruh
anggota
ABAA:

Siang

ini,

Gilkey

menda

tangi

toko

Tom

Goldw

asser

dan

berusa

ha

memb

eli
bebera

pa

edisi

pertam

karya

John

Kendri

ck

Bangs.

Waspa

dalah!

Gilkey

memili

ki

tinggi

175

cm,

berat

65 kg,

berusi

a 30-

an,

rambu

cokela

lurus,

bahu

melen

gkung.

Dia
digam

barkan

bersua

ra

lembut

klimis,

biasa

menge

nakan

jaket

tebal

dan

topi.

Ketika

berada

di toko

Goldw

asser

hari

ini, dia

memb

awa

surat

kabar,

termas

uk

sebuah

edisi

Art
New
s. Dia
bilang

dia

memili

ki

koleks

i John

Kendri

ck

Bangs.

Ada

pula

seoran

g pria

tua

yang

ikut

masuk

ke

dalam

toko

dan

mungk

in

berada

di

sana

sebaga

pengal

ih

perhat

ian.
Pria

itu

berusi

a 50-

an,

lebih

tinggi,

sekitar

180

cm,

beram

but

uban.

Dua
hari
kemudian,
Sanders
mendapat
kabar dari
Munson
bahwa
Gilkey
muncul di
pengadilan
tanpa
pengacara.
Pemeriksaa
n terpaksa
ditunda.
Gilkey akan
kembali
disidangka
n, tetapi
menurut
Munson itu
baru enam
hingga dua
belas bulan
sebelum
kesaksian
apa pun.
Karena
adanya
berbagai
penundaan
standar
dalam
kalender
pengadilan,
Gilkey
bebas
hingga
tahun
depan.
Setahu
n kebebasan
menyusul
penahanan
dan
pembayar-
an jaminan.
Formula
yang tepat
untuk
membalas
dendam.
Bahkan
setelah
tertangkap,
dan
mungkin
karena
alasan itu,
Gilkey
sangat
yakin
bahwa dia
bisa
melakukan
apa pun
yang dia
inginkan.
Dia tak
memedulik
an
kemungkin
an
terburuk.
Dia yakin
setelah
masa
setahun itu
habis,
hakim akan
memvonisn
ya tak lebih
dari
beberapa
bulan
penjara,

154
dan itu
bukan
masalah
besar,
hanya
setitik noda
dalam ren-
cananya.
Sekarang,
yang
terpenting
adalah
membangu
n
koleksinya.
Kurang
dari
seminggu
setelah e-
mail
Sanders
tadi, pada 1
April,
Cynthia
Davis
Buffington
dari
Philadelphi
a Rare
Books and
Manuscript
s menulis
kepada
Sanders:

Hari
ini
ada
pesa
nan
melal
ui
telep
on
sebes
ar
6.500
dolar
.
Amer
ican
Expr
ess
atas
nama
:
Isser
Gottl
ieb.
Perca
kapa
n
berla
ngsu
ng
norm
al,
otori
sasi
berha
sil. Si
penel
epon
berka
ta
bahw
a dia
tidak
yakin
alam
at
peng
antar
an
Oakl
and
adala
h
alam
at
yang
terca
ntum
di
kartu
. Dia
hilan
g dia
baru
saja
pind
ah
dari
Sava
nnah
dan
mem
berik
u
alam
at di
sana.
Dari
Goog
le,
itu
terny
ata
alam
at
Hotel
Hilto
n.
Kode
area
telep
on:
san
fran..
. Aku
telah
men
g-
hubu
ngi
Amer
ican
Expr
ess.
Mere
ka
bilan
g ini
penip
uan.

Sander
s menyuruh
Buffington
mengirimka
n paket
bohong-
bohongan
untuk
diantarkan
ke alamat
yang di-
berikan si
penelepon.
Esok
paginya,
paket itu
diantarkan
ke Hotel
Hilton,
namun tak
ada orang
yang
mengambil-
nya. Gil key
juga tidak
memesan
tempat di
hotel itu
dengan
nama palsu.
Munson
dan polisi
lainnya
telah
menunggu
di luar
hotel dari
pukul
sepuluh
pagi hingga
empat sore.
Kita
harus
menunggu
yang
berikutnya,
tulisnya
kepada
Sanders.
Bebera
pa minggu
kemudian,
Sanders
mendapat
kabar
bahwa
Gilkey
(yang tidak
menggunak
an nama
samaran)
berada di
Los
Angeles,
berusaha
menjual
satu set
buku
Winnie-
the-Pooh
karya A. A.
Milne
dengan
harga 9.500

155
dolar, jauh
di bawah
nilai buku-
buku itu,
pertama
kepada
William
Dailey Rare
Books, lalu
kepada
Heritage
Book Shop.
Buku-buku
tersebut
adalah:
When We
Were Very
Young ,
1925;
Winnie-
the-Pooh ,
1926; Now
We Are
Six, 1927;
and The
House at
Pooh
Corner ,
1928.
Karena me-
ngenali
nama
Gilkey dari
e-mail yang
dikirimkan
Sanders,
kedua toko
itu
menghubun
ginya.
Dailey
mengirim
kabar
bahwa
ketika
meninggalk
an tokonya,
Gilkey
memasuki
sebuah
mobil
Nissan
dengan
pelat nomor
SHERBET.
Sanders
kembali
mempering
atkan para
koleganya.
Dailey
meneruskan
alamat yang
diberikan
Gilkey
kepada
Sanders.
Alamat itu
berada di
Gateway
Court.
Siapa pun
yang
berada di
San
Francisco,
tolong
perhatikan
alamat itu,
kabari
Sanders
melalui e-
mail ,
meskipun
dia
menduga
alamat itu
palsu.
Beberapa
orang
menjawab,
dan Sanders
mendapat in-
formasi dari
Munson
bahwa alamat
itu berada di
Treasure
Island—
Pulau Harta
Karun—
sebuah pulau
buatan yang
terletak di
tengah-
tengah teluk
antara San
Francisco dan
Oakland.
Sebagai
proyek WPA
(Work
Projects
Administratio
n) dari tahun
1930-an,
pulau itu
dibangun dari
lumpur yang
dikeruk dari
Delta
Sacramento,
dan namanya
terinspirasi
oleh emas
yang
mungkin
terkubur di
dalam
tanahnya.
Bandara
pertama San
Francisco
berada di
Treasure
Island, begitu
pula
pangkalan
militer dan
lokasi
diadakannya
Golden Gate
International
Exposition
1939.
Namun, kini
banyak
bangunannya
yang kosong.
Sekarang ini,
sebagian
besar pulau
itu tampak
mirip kota
hantu yang
dikelilingi air
dan siluet
San
Francisco,
Marin
County, dan
East Bay.
Hanya sedikit
warga yang
tinggal di
sana
.
Kemungkin
an seorang
pencuri
buku
tinggal—
dan bahkan
menyembu
nyikan
barang
curiannya—
di Treasure
Island
sepertinya
bisa
menjadi
kisah yang
sempurna,
tidak hanya
karena itu
judul
sebuah
buku
terkenal
yang kerap
dikoleksi
(harga
beberapa
edisi
pertamanya
bahkan
lebih dari
30.000
dolar),
tetapi juga
karena
koleksi
buku sering
kali
dianggap
perburuan
harta yang
begitu
menggugah
.
Sander
s berpikir
tidak
mungkin
Gilkey mau
mem-
berikan
alamat yang
sebenarnya,
tetapi
bagaimanap
un dia tetap
menghubun
gi Munson
dan
menyampai
kan
informasi
tersebut.
"Aku
tidak suka
membuang-
buang
waktumu,"
katanya.
"Kukira
yang ini
juga tidak
ada
gunanya."
Arnold
Herr,
seorang
penjual
buku di
L.A.,
sebenarnya
sedang
membaca
peringatan
terakhir
Sanders
sehubungan
dengan
upaya
Gilkey
untuk
menjual
buku-buku
A. A. Milne
tersebut
ketika dia
mendongak
dan
menatap
seorang
pria yang
wajahnya
menyerupai
foto Gilkey
di
hadapannya
. Rasanya
seolah
penjual
buku itu
telah
memunculk
an si
pencuri
hanya
dengan
memikirkan
nya. Tetapi
itulah yang
terjadi.
Gilkey
berjalan
mendekati
meja layan.
Herr me-
nguatkan
diri. 3
"Toko
Anda bagus
sekali," kata
Gilkey.
"Saya mem-
bawakan
empat buku
Winnie-
the-Pooh.
Kondisinya
sangat baik.
Apakah
Anda
tertarik
untuk
membelinya
?"
Herr
memandan
g buku-
buku itu,
sengaja
mengulur
waktu. "Uh,
saya kira
ada
pelanggan
saya yang
mungkin
tertarik,"
katanya.
"Coba
telepon
saya sekitar
satu jam
lagi agar
saya bisa
berbicara
dulu
dengannya.
"

157
"Begini
," kata
Gilkey,
"saya akan
keluar dari
hotel pada
pukul satu
atau dua
siang, jadi
saya harus
segera
memberesk
an masalah
ini."
Tak
lama
kemudian,
Herr
melaporkan
hal ini
kepada
Sanders.
Atas
saran
Sanders,
Herr
menelepon
Dailey,
yang
berkata
bahwa tak
ada cara
untuk
membuktik
an buku-
buku itu
curian.
Kemudian
Herr
menghubun
gi Gilkey di
Hotel Hyatt
di West
Hollywood,
dan Gilkey
memastikan
bahwa dia
masih
sangat
ingin
menjual
buku-buku
itu. Herr
berkata
bahwa si
calon
pelanggan
sedang
keluar kota
untuk
berakhir
pekan,
namun bisa
dihubungi
lagi pada
hari Senin.
Gilkey
memberika
n Herr
nomor
ponsclnya.
Dua
belas menit
kemudian,
Sanders
menerima
e-mail dari
George
Houle,
pemilik
Houle
Books di
L.A. Isinya
adalah,
Gilkey baru
saja
meninggalk
an tokonya
dengan
buku-buku
Milne yang
hendak dia
jual. Gilkey
bilang dia
naik taksi,
tetapi
Houle
melihat
Gilkey
menaiki
mobil ber-
warna
gelap tanpa
nomor
pelat.
Houle tidak
bisa melihat
pengemudi
nya. Mobil
itu diparkir
satu blok
jauhnya,
meskipun
banyak
tempat
parkir
kosong di
depan toko
Houle.
Sander
s
memberitah
u ABAA
tentang
aktivitas
terbaru
Gilkey,
menyatakan
bahwa
Gilkey
dikabarkan
me-
ngenakan
jaket Caesar
Palace
berwarna
biru dan
celana
panjang
cokelat.
Lalu, dia
menyarank
an agar
para agen
Southern
California
menyiapka
n telepon
berantai
untuk
mempering
atkan
orang-
orang yang
tidak
memiliki
akses ke
daftar e-
mail ABAA.

158
Malam
itu juga,
hampir
pukul
sebelas,
Malcolm
Bell dari
Book-
fellows Fine
and Rare
Books,
seorang
penjual
buku non-
ABAA yang
telah
menerima
peringatan
melalui
telepon,
menulis e-
mail kepada
Sanders:

Sung
guh
sayan
g aku
telat
mend
apat
infor
masi.
Gilke
y
mend
atang
i
temp
at ini
pada
hari
Sabtu
puku
l
16.00,
mena
wark
an
empa
t
buku
Pooh
sehar
ga
2.000
dolar.
Aku
tidak
bermi
nat.
Sikap
nya
sanga
t
rama
h dan
dia
senan
g
meng
obrol.
Di
mata
ku
dia
tamp
ak
seper
ti
seora
ng
kolek
tor.
Dia
mem
anda
ng
buku-
buku
kami.
Memi
nta
istrik
u
mem
buka
rak
fiksi.
Dia
memi
lih
dua
buku:
Raisi
ng
Dem
ons
karya
Shirle
y
Jacks
on,
edisi
perta
ma
sehar
ga
100
dolar,
serta
edisi
perta
ma
Cona
n tbe
Barb
arian
karya
Rober
t E.
How
ard
sehar
ga
200
dolar.
D
ia
mem
bayar
deng
an
cek,
menu
njukk
an
sebua
h
pasp
or
dan
SIM
sebag
ai
bukti
identi
tas.
Kami
akan
meng
urus
cek
itu
pada
hari
Senin
deng
an
sedik
it
harap
an
uang
nya
bisa
dicair
kan.
Dia
mem
bawa
koper
berod
a dan
semp
at
meny
ebut
akan
beper
gian
deng
an
pesa
wat.

Esok
paginya,
Bell
kembali
mengirimka
n e-mail ke-
pada
Sanders:
Kami telah
mendaftar
menjadi
anggota
ABAA.
***

BEBERAPA
hari
kemudian,
pada 21
April,
Detektif
Ken
Munson
menemukan
emas.
Dengan
berbekal
surat izin

159
penggeleda
han, dia
memutuska
n untuk
menyelidiki
alamat
Treasure
Island yang
telah
diberikan
Gilkey.
Munson
menekan
bel pintu,
namun tak
ada yang
menjawab.
Dia
menggunak
an kunci
yang
didapatkan
nya dari
kantor
manajemen
apartemen,
dan begitu
membuka
pintu, dia
langsung
tahu berada
di tempat
yang benar.
Alamat ter-
sebut
memang
tempat
tinggal
Gilkey, dan
setiap
dindingnya
dipenuhi
buku.
Sambil
berjalan
menyusuri
apartemen
tiga kamar
bersubsidi
pemerintah
yang suram
ini, Munson
dan ketiga
rekannya
menemuka
n sejumlah
buku di
dapur, di
atas rak, di
kamar
tidur, di
meja dapur,
di kursi
ruang
makan.
Beberapa
barang
tertua
adalah
selembar
naskah
bergambar
dari Book
of Hours
yang terbit
sekitar
tahun 1480
dan
dibungkus
sampul
plastik,
selembar
surat tanah
dari tahun
1831, dan
tanda
tangan
Andrew
Jackson.
Selain
buku, ada
koleksi
koin,
perangko,
dokumen,
kartu
bisbol,
poster, dan
foto
bertanda
tangan.
Ada pula
berbagai
buku, iklan,
dan artikel
yang
berkaitan
dengan
informasi
dan nilai
barang-
barang ini
di seluruh
apartemen.
Polisi juga
menemuka
n apa yang
tampaknya
daftar
belanja
buku serta
nama
pengarangn
ya. Mereka
juga
menemuka
n kuitansi
pembayara
n hotel,
serta
sejumlah
kartu dan
kertas de-
ngan nama
rumah
lelang dan
toko buku,
beberapa
dikenali
Munson
sebagai
korban
penipuan
dalam tiga
tahun
terakhir.
Kuitansi
pembayara
n berbagai
hotel dan
dokumen
perjalanan
juga
ditemukan
di antara
barang-
barang ini.
Rupanya,
baik John
Gilkey
maupun
ayahnya,
Walter
Gilkey,
tinggal di
apartemen
itu. Di
kamar tidur
John,
mereka
menemuka
n amplop
manila
berisi
kuitansi
kredit Saks
Fifth
Avenue
serta
potongan
kertas
dengan
nama
pemegang
kartu
kredit,
nomor
kartu
kredit, dan
tanggal
jatuh tempo
yang
dituliskan
di atasnya. 4
Munso
n
mengeluark
an
ponselnya
dan, dari
ruang
keluarga
John
Gilkey,
menelepon
Ken
Sanders.
Sander
s tidak
percaya
dengan apa
yang
didengarny
a. Ingin
sekali
rasanya
naik
pesawat ke
sana. Dia
meminta
Munson
menggamb
arkan
suasana
bagian
dalam
apartemen
Gilkey.
"Tak
bisakah kau
membungk
us dan
mengangku
t semua
barang itu,
dan nanti
saja
memilah-
milah siapa
pemiliknya
?" Sanders
memohon.
Munso
n
menjelaska
n bahwa
tak ada
barang
yang bisa
dipindahka
n tanpa
informasi
yang
mengindika
sikannya
sebagai
barang
curian.
Sambil
berdiri di
depan
sebuah rak
buku berisi
apa yang
tampaknya
buku-buku
berharga,
dia
menanyai
Sanders
nama buku-
buku yang
dia yakin
telah
dicuri.
Sander
s buru-buru
menghampi
ri
komputern
ya untuk
mencari
laporan
pencurian
dan bekerja
secepat
mungkin.
"Ada buku
On the
Road karya
Jack
Kerouac?"
dia ber-
tanya.
Munso
n
membenark
an.
"Ambil
!" kata
Sanders.
"Bagaimana
dengan
Mayor of
Casterbrid
ge?"
"Ya."
"Dan
Lord //w?"
"Ya."
Begitu
seterusnya.
Dengan
bantuan
Sanders,
hari

161

itu Munson
bisa
mengidentif
ikasi dua
puluh enam
buku curian
di
apartemen
Gilkey.
Sanders
merasa
sangat
bahagia
karena
"trilogi
Ken"
mampu
menemukan
buku-buku
milik
Malcolm
Bell, agen
asal L.A.,
hanya tiga
hari setelah
dicuri oleh
Gilkey. "Ini
pasti rekor,"
kata
Sanders.
Tetapi
tanpa bukti
pencurian
lebih lanjut,
mayoritas
buku yang
ada di sana
terpaksa
ditinggalka
n.
Belakan
gan pada
hari itu,
Gilkey
kembali ke
apartemen-
nya. Ketika
mendekati
bangunan
itu, dia
memperhati
kan bahwa
tutup salah
satu tempat
sampahnya
telah
bergeser
dan isinya
berserakan
di trotoar.
Dia
mendapat
perasaan
polisi telah
memasuki
tempatnya.
Ketika
memasuki
apartemen,
dia
langsung
tahu. Dia
telah
mempertur
utkan
godaan
untuk
menyimpan
buku di
sekelilingny
a, menik-
mati
keberadaan
nya alih-
alih
menyembun
yikannya di
tempat
penyimpana
n yang
disewanya,
kini hal itu
malah
meng-
hancurkann
ya.
Hari
berikutnya,
Sanders
mengirimka
n e-mail
kepada para
koleganya:

Sena
ng
rasan
ya
bisa
mela
porka
n
bahw
a unit
kejah
atan
tekno
logi
tinggi
San
Jose
telah
meny
erbu
apart
emen
Gilke
y di
Treas
ure
Islan
d...
Aku
sanga
t
mem
erluk
an
infor
masi
dari
siapa
pun
yang
buku
nya
telah
dicur
i oleh
Gilke
y
atau
salah
satu
nama
sama
ranny
a.
Seger
a
hubu
ngi
aku!
A
parte
menn
ya
berisi
bany
ak
buku
yang
didu
ga
curia
n.
Para
detek
tif
sedan
g
meng
epak
baran
g-
baran
g itu
sekar
ang.
Juga
tanda
tanga
n,
koin,
poste
r
film...
Gilke
y
masi
h
bebas
,
namu
n
akan
ditah
an
tak
lama
lagi.

162
Sander
s menutup
e-mailnya
dengan
peringatan
yang biasa:
Selalu
Waspada.
Selama
dua hari
berikutnya,
inbox di e-
mail
Sanders
dibanjiri
dengan
judul buku
curian dan
tanda-tanda
identifikasi
nya
(halaman
sobek,
inskripsi,
noda, dll.)
dari para
agen di
seluruh
negeri. Ada
pula e-mail
yang berisi
dukungan.
Florence
Shay, dari
Chicago,
menulis
kepada
Sanders
yang
berjanggut
panjang:
Kau sama
seperti
Poirot,
meskipun
rambut
wajah
kalian
berbeda.
Pada 24
April,
Gilkey
kembali
menjalani
pemeriksaa
n di
pengadilan.
Ketika
hakim
mendengar
kabar dari
polisi
tentang apa
yang
direncanaka
nnya di Los
Angeles
dan San
Francisco,
uang
jaminannya
dinaikkan
hingga
200.000
dolar.
Masala
h rekan
Gilkey—
entah hanya
satu entah
banyak—
terus
mengusik
ketiga Ken.
Ada sopir
mobil
dengan
nomor pelat
SHERBET,
dan pria tua
yang
beberapa
kali terlihat
dalam
pengambila
n buku.
Biasanya
Gilkey
berkata
bahwa
ayahnya
atau
abangnya
atau
pamannya
atau
keponakann
ya yang
akan
mengambil
buku, tetapi
sebenarnya
ada berapa
jumlah
mereka?
Apakah
mereka
benar-benar
anggota
keluarga,
atau
sekadar
kaki
tangan?
Sanders
menulis
kepada
para
anggota
ABAA:
Munson se-
dang
melakukan
identifikasi
foto dengan
Crichton.
Hari
itu, Munson
mengecek
nomor
registrasi
mobil
SHERBET
yang
pernah
terlihat
ditumpangi
Gilkey.
Mobil itu
milik Janet
Colman,
seorang
wanita
dalam
bisnis
poster film
yang
memiliki
Hollywood
Poster
Exchange.
Tak lama
setelahnya,
dalam
investigasi
lebih lanjut,
Munson

163
menyimpul
kan bahwa
si Wanita
Es Krim,
sebagaiman
a Sanders
menyebutn
ya, tidak
bersalah.
Gilkey telah
menjual
sebuah
poster
kepadanya,
dan Colman
menawarka
n untuk
mengantarn
ya
berkeliling.
Colman dan
pencurian
buku- buku
itu tidak
berhubunga
n.
Meskip
un
demikian,
masih
banyak
bukti yang
mem-
perkuat
kasus ini.
Munson
menemukan
bahwa
setiap
pemegang
kartu kredit
yang
nomornya
digunakan
Gilkey
adalah
pelanggan
Saks, dan
bahwa
nomor
telepon
yang dia
berikan
kepada
para agen
ternyata
sesuai
dengan
nomor
telepon
hotel-hotel
yang
pernah
ditempatiny
a atau yang
menjadi
tempat
tujuan
pengantara
n buku. Di
Hotel
Radisson di
Brisbane,
tagihan
teleponnya
mencakup
panggilan
ke Lion
Heart
Autographs
, Butterfield
Sc
Butterfield
Auctioneers
, R&R
Enterprises
(rumah
lelang), dan
University
Stamp
Company
(rumah
lelang yang
lain).
Pada 30
April,
Sanders
menulis
kepada
Lopez
bahwa
Gilkey akan
dihadapkan
ke
pengadilan
pada
minggu
berikutnya.
Gilkey akan
didampingi
pengacara
publik—
jika dia
tidak
mampu
membayar
uang
jaminan
atau
membayar
pengacaran
ya sendiri.
Munson
berharap
Gilkey
mendapat
pengacara
publik,
karena ada
kemungkin
an Gilkey
akan
menerima
kesepakata
n hukuman
selama tiga
tahun.
Kalau tidak,
dia akan
diajukan ke
persidanga
n juri.
Hari
berikutnya,
Munson
dan seorang
polisi lain
pergi ke
Brick Row
di San
Francisco
dan
memperliha
tkan enam
foto kepada
si pemilik
toko,
Crichton.
Ayah
Gilkey,
Walter, ada
di Foto 2
(foto SIM).
Crichton
memandan
g foto-foto
itu dan
yakin
bahwa
Walter
adalah pria
di tiga

164
foto
pertama.
Tatkala
Munson
memperliha
tkan foto-
foto itu
lagi, dia
masih
belum
yakin,
namun
mempersem
pit
pilihannya
menjadi
Foto 2 atau
Foto 3.
Ketika
diperlihatka
n untuk
terakhir
kalinya,
Crichton
meyakini
bahwa pria
yang telah
mengambil
The Mayor
of
Casterbrid
ge itu ada
di Foto 2.
Munson
kembali
mendapatk
an
identifikasi
positif.
Dalam
laporan
kepolisian,
dia
menambahk
an nama
ayah
Gilkey.
Walter
pernah
dituntut
karena
kepemilika
n barang
curian,
tetapi kini
digugat
karena
kejahatan
yang
mungkin
dilakukan
putranya:
"John
Gilkey dan
Walter
Gilkey
sebaiknya
dituntut
dengan
Pasal 182—
Konspirasi,
Pasal 487—
Pencurian
Besar, Pasal
530—
Pencurian
Identitas,
Pasal 484
(g)—
Pencurian
Akses
Kartu, dan
Pasal 496—
Kepemilika
n Barang
Curian."
Sejak awal
Juli hingga
September,
Munson
mengikuti
kabar
perkembanga
n kasus
Gilkey.
Gilkey tidak
memilih
pengacara
publik, dan
selama
beberapa
minggu
berikutnya,
dia berulang
kali
mempekerjak
an pengacara
baru, lalu me-
mecat
mereka.
Akibatnya,
proses kasus
tersebut
berlarut-
larut.5
Akhirnya,
jaksa wilayah
mengatakan
bahwa dia
bersedia
mendengarka
n apa pun
yang
dikatakan
Gilkey,
asalkan
Gilkey
mengaku
bersalah dan
menerima
masa
hukuman
selama tiga
tahun. Jika
Gilkey tidak
menerima-
nya,
pengadilan
akan
menambahka
n sepuluh
hingga dua
belas tindak
pidana,
termasuk
yang
melibatkan
ayahnya.
Gilkey
teringat
bahwa dua
tahun
sebelumnya
pengacaranya
pernah
menyarankan
agar
memasukkan
cacat mental
sebagai
alasan
pembelaan
dan meraih
keuntungan
dari situ. Dia
mencoba
taktik itu lagi,
namun hakim
tidak
mengabulkan
nya, jadi
Gilkey
mengaku
bersalah. Dia
jug
amemberita
hu hakim
dia ingin
mengajukan
banding,
suatu taktik
yang
dianggap
bisa
membuatny
a bertahan
lebih lama
di penjara
county ,
yang jauh
lebih
nyaman
daripada
penjara
negara
bagian.
Hakim
menolak
dan
mengirim
Gilkey ke
San
Quentin.
Hampir
setahun
setelah
operasi
jebakan itu,
pada 24
Februari
2004,
Munson
mengirim
e-mail
kepada
Sanders
berisi
pemberitah
uan bahwa
Gilkey telah
dibawa ke
penjara
negara
bagian.
Jadi,
sementara
mengajukan
banding,
tulis
Munson,
Gilkey bisa
melakukan
nya dari
suatu
tempat
yang tidak
senyaman
penjara
county.
Oleh
karena itu,
di San
Quentin
State Prison
inilah
Gilkey
tinggal
selama dua
puluh tiga
jam sehari
di dalam
6
sel,
membayang
kan cara-
cara
memenangi
banding.
Bahkan
kalaupun
kalah, dia
tahu bahwa
dia hanya
akan
dipenjara
selama
separuh
dari masa
hukuman
tiga tahun
itu. Namun,
delapan
belas bulan
sepertinya
"terlalu
lama bagi
penyuka
buku untuk
berada di
balik jeruji."
Selama
berbulan-
bulan itu,
itu dia lebih
sering tidur
pada siang
harinya
sehingga
tidak perlu
berurusan
dengan
teman-
teman
sesama
narapidana,
dan
terbangun
pada
malam hari,
berpikir
betapa
tidak
adilnya
dunia dan
betapa
berhaknya
dia
mendapatk
an
kehidupan
yang lebih
baik dan
lebih
banyak
buku
langka.
Siklus
semacam
itu kembali
berulang,
namun
frekuensiny
a tidak
berkurang.
Siklus ini
kembali
menimbulk
an hasrat
yang sangat
dalam
untuk
membalas
dendam.

166

Brick

Row

B
eberapa
bulan
setelah
pembebasan
Gilkey dari
penjara
pada 2005,
aku
menemuiny
a di depan
49 Geary
Street,
bangunan
yang dihuni
beberapa
galeri seni
dan toko
buku langka
di San
Francisco.
Saat itu
bulan
September,
pagi hari.
Gilkey
mengenaka
n kemeja
putih
terang,
celana
khaki
terlipat,
sepatu kulit
berwarna
krem, dan
topi bisbol
PGA. Dia
membawa
sebuah
berkas, dan
di paling
atas ada
daftar
dengan
tulisan
tangan
berisi apa
yang harus
di-
lakukannya
hari ini.
"Nah,
bagaimana
cara kita
melakukann
ya?" dia
bertanya.
Seminggu
sebelumnya,
dia bersedia
kutemani
dalam
perjalanan
perburuann
ya, untuk
mengetahui
cara dia
memilih
buku. Aku
mengusulka
n agar
mendatangi
Goodwill,
tempat yang
belakangan
sering
dikunjungin
y
amengingat
dia
sekarang
tak lagi
diterima di
sebagian
besar toko
buku
langka San
Francisco.
Meskipun
demikian,
Gilkey
ingin
mengajakku
ke Brick
Row,
tempatnya
mencuri
The Mayor
of
Casterbrid
ge . Aku
berusaha
menutupi
ke-
kagetanku
dan
berharap
dia mau
memilih
tempat lain.
"Kau
yakin?"
tanyaku.
"Kenapa
tidak
Goodwill
saja? Atau,
kalau tidak,
masih ada
toko-toko
lain,
* kan?"
Barang
kali karena
menyadari
kegelisahan
ku, dia
menjadi
ragu.
"Mungkin
mereka
akan
mengenalik
u," katanya,
lalu
mempertim
bangkannya
lagi.
"Setelah
kupikir-
kupikir, ini
tak akan
menjadi
masalah."
Di
rumah, aku
mengirim
e-tnail
kepada
Satidcrs,
meminta
pendapatny
a.
Mungkinka
h si
pemilik,
John
Crichton,
yang belum
pernah
kutemui,
akan marah
karena aku
menemani
seorang
pencuri
buku
langka ke
tokonya?
Aku tidak
suka
menghadap
i
kemarahan
salah satu
korban
Gilkey,
meskipun
bukan aku
yang akan
menjadi
sasaran
utama.
"Cricht
on orang
baik,"
Sanders
meyakinkan
ku dan
memberi
kesan
bahwa,
sebagaiman
a yang
dikatakan
Gilkey, itu
tak akan
menjadi
masalah.
Aku
masih
waswas,
namun juga
tidak mau
membuang
kesempatan
melihat
Gilkey dan
keahliannya
. Orang
macam apa
yang mau
kembali ke
lokasi
kejahatanny
a? Sejauh
ini, aku
hanya
mengenal
Gilkey
melalui
perbincang
an pribadi
kami. Aku
sama sekali
tidak tahu
bagaimana
sikapnya,
terutama di
dunia buku
langka yang
menurutnya
ideal. Dia
memiliki
banyak ciri
khas
seorang
kolektor,
tetapi
pencurian
yang
dilakukan
Gilkey
dalam
banyak hal
masih
membingun
ganku.
Apakah dia
memang
tak
bermoral

168
ataukah
sakit jiwa?
Apa
perbedaann
ya?
Menemani
Gilkey ke
Brick Row
merupakan
peluang
yang
sungguh
menggoda
untuk
menjadi
saksi mata.
Aku juga
mendengar
bahwa toko
itu sangat
terkenal di
kalangan
kolektor
buku
langka, dan
aku ingin
melihatnya
secara
langsung.
Aku telah
menyiapka
n sebuah
kisah
mengenai
Gilkey dan
Sanders
untuk San
Francisco
Magazine.
Oleh karena
itu, dengan
tugas
tersebut,
aku mulai
mengamati
Gilkey
seolah
belum
pernah
bertemu
dengannya.
Berdiri
di trotoar
depan Brick
Row,
Gilkey
berkata dia
akan
memperliha
tkan
kepadaku
buku-buku
macam apa
yang
dicarinya
dan
bagaimana
dia
melakukan
nya.
Dia
tidak
tampak
gelisah,
sedangkan
aku sendiri
sangat
gugup. Aku
tidak tahu
apa yang
bakal
dilakukan
Crichton
begitu kami
melangkah
masuk.
Paling
tidak,
suasananya
akan
canggung.
Kami
naik lift ke
lantai dua.
Tanda di
luar lift
mem-
perlihatkan
bahwa
Brick Row
Books ada
di sebelah
kiri lorong,
tetapi
Gilkey
malah
berbelok ke
kanan. Aku
menuding
tanda itu,
dan Gilkey
berkata
bahwa toko
itu pastilah
telah
pindah.
Belakangan,
dia berucap
dengan
puas bahwa
keadaan
Brick Row
pastilah
agak
menurun
karena
tempat
lama
mereka, di
ujung lain
lorong ini,
lebih besar.
Kami
melewati
toko buku
langka
milik John
Windle,
yang
selama
beberapa
bulan
terakhir
menjadi
tempatku
berkonsulta
si tentang
Krautterbu
ch , buku
yang telah
menggugah
dan
membawak
u pada
Gilkey dan
Sanders.
Aku yakin
Windle
akan
mengenalik
u dan,
khawatirny
a, juga
mengenali
Gilkey saat
kami
melewati
tokonya.
Jadi, aku

169
sengaja
memalingka
n muka
ketika
melintas.
Toko-
toko di sini
kecil dan
tenang,
tempat satu
pelanggan
dianggap
normal, dua
berarti
sibuk, dan
tiga berarti
hiruk-
pikuk. Aku
dan Gilkey
tiba di
depan Brick
Row hampir
seketika.
Kami
masuk ke
dalam dan
bertemu
dengan dua
orang pria,
John
Crichton, si
pemilik,
berdiri di
bagian
belakang
toko, dan
seorang
pegawai
yang duduk
di meja
dekat pintu
masuk.
Apakah
mereka
mengenali
Gilkey?
Apakah
mereka
akan
menelepon
polisi?

Aku
bertanya-
tanya
bagaimana
reaksi
Gilkey jika
itu yang
terjadi.
Pada
pertemuan
sebelumnya
, ketika
kutanya
tentang
rencananya
—aku
mengira
akan
mendengar
tentang
buku-buku
yang
sedang
dibacanya,
atau
penelitian
yang selalu
dilakukann
ya, atau
kunjungann
ya yang
hampir
setiap hari
ke
perpustakaa
n—dia
malah
menyampai
kan
masalah
baru.
"Aku
harus
berhati-hati
dengan
ucapanku
karena be-
berapa agen
buku
berulang
kali
membuat
pengaduan,
berusaha
membuatku
dalam
masalah."
Menur
ut Gilkey,
dalam
pertemuan
mingguan
dengan
pengawasn
ya selama
masa bebas
bersyarat
ini, dia
diberitahu
bahwa
seorang
agen
autograf di
New York
bernama
Roger Gross
telah
mempering
atkan polisi
mengenai
sepucuk
kartu pos
yang
pernah
dilihatnya
dijual di
eBay.
(Sanders
juga telah
melihatnya.
) Kartu pos
itu di-
tandatanga
ni komposer
abad
kesembilan
belas
Johannes
Brahms,
dan Gilkey
telah
mencurinya
dari Gross
beberapa
tahun
sebelumnya
(namun
polisi,
karena
tidak
memiliki
bukti—
mengingat
Gross tidak
melaporkan
ke-
hilangannya

mengembali
kan kartu
pos itu
kepada
Gilkey
setelah
peristiwa
penyerbuan
Treasure
Island).
Seming
gu sebelum
pertemuan
itu, Gilkey
menjual
kartu pos
Brahms
kepada
seorang
agen
autograf
asal
Colorado,
Tod
Mueller.
Namun,
Gilkey
merasa
tidak
bersalah.
"Kukira
orang itu
[Roger
Gross) telah
mendapatk
an uang
ganti atas
kehilangan
nya, namun
tetap
mengingink
an
barangnya
dikembalik
an," kata
Gilkey
kepadaku,
menggeleng
-geleng
tidak
percaya.
Dalam
suatu upaya
yang aneh
—tetapi aku
mulai
mengangga
pnya
sebagai
tipikal—
untuk
menjauhkan
diri dari
kejahatanny
a, dia
berkata,
"Bagiku,
aku tidak
terlibat.
Gross
mengingink
an benda
itu dari
orang yang
telah
membelinya
dariku.
Entah
kenapa
namaku
dikaitkan."
Entah
kenapa ?
Gilkey
merasa,
begitu tidak
memiliki
kartu pos
itu, dia
mestinya
juga
dijauhkan
dari seluruh
kesalahan.

Di dalam
Brick Row,
cahaya
alami
menerobos
dari sela
jendela,
menerangi
buku-buku
yang
terletak di
rak se-
panjang
dinding dan
bawah
jendela,
serta busur
indah yang
melintasi
tengah-
tengah
toko. Toko
itu seperti
tempat
perlindung
an yang
tenang dari
jalan kota
di bawah,
dan jika
kita abaikan
komputer
dan telepon
di meja
kayu ek
berat
Crichton,
tempat itu
mungkin
seperti toko
buku abad
kesembilan
belas.
Ribuan
buku
berjilid
kulit yang
megah,
banyak
yang
dengan
tinta emas,
tampak
berpendar
ketika aku
berjalan
melintas.
Dari
bayangan
Gilkey
mengenai

171
perpustaka
an Victoria,
aku bisa
melihat
mengapa
dia me-
nyukai toko
ini,
mengapa
dia memilih
membawak
u ke sana.
Tidak
seperti toko
Sanders di
Kota Salt
Lake, Brick
Row
tampak rapi
dan sangat
tertata.
Aku
mendapat
kesan
bahwa
hanya
kolektor
serius yang
berani
mengambil
risiko untuk
masuk ke
dalam, ber-
beda dari
pengunjung
toko
Sanders
yang
merupakan
perpaduan
antara
kolektor
dan orang-
orang yang
mencari
buku bekas
yang masih
bagus
kondisinya
(dia
menyediaka
n buku-
buku
semacam
ini di
bagian
belakang
toko). Pintu
beberapa
rak buku
yang
terkunci di
dinding
sebelah
kanan dekat
pintu
masuk
dilengkapi
layar logam
berpola
silang
sehingga
mempersuli
t
pembacaan
judul. Rak-
rak ini
berisi buku
Crichton
yang lebih
berharga.
Seorang
pembuat
film tentu
bisa
memanfaat
kan Brick
Row
sebagai
latar
perpustaka
an mewah
milik orang
terhormat.
"Tempat ini
lebih
berkelas
daripada
toko buku
lain yang
hanya
menempatk
an buku di
rak yang
biasa-biasa
saja," begitu
Gilkey
menggamba
rkannya.
Crichto
n menyapa
dari
belakang
mejanya.
"Ada yang
bisa saya
bantu?"
Pertanyaan
nya seperti
menuntut
lebih
banyak. Dia
menatap
Gilkey
dengan
tajam.
"Saya
datang
bukan
untuk
membeli,"
kata Gilkey
ramah,
"saya hanya
melihat-
lihat, kalau
boleh."
I'ak ada
jawaban.
Crichto
n berdiri
menghadap
kami. Dia
berusia
lima
puluhan,
berambut
putih,
berkulit
kemerahan,
dan
bermata
biru terang.
Dia tampak
sangat
percaya diri
dan
sepertinya
jenis orang
yang jarang
bisa ditipu.

172
Gilkey
mengeluark
an
daftarnya
yang
dikutip dari
"100 Novel
Terbaik"
versi
Modern
Library dan
menjelaska
n kepadaku
bahwa dia
sering
mencari
buku-buku
yang
tercantum
di daftar
itu. Dia
menunjuk
nama
Nathaniel
Hawthorne.
"Anda
punya
karya
Hawthorne
?" tanya
Gilkey
kepada
Crichton.
Crichto
n menjawab
singkat, "
Tidak."
"Aku
tahu dia
punya,"
Gilkey
berbisik
kepadaku.
Komen
tarnya
menyiratka
n
antagonism
enya
terhadap
para agen,
yang telah
dia
paparkan
pada
beberapa
pertemuan
kami
sebelumnya
. Dia malah
berpendapa
t bahwa
penipuan
memang
marak
terjadi di
kalangan
penjual
buku
langka,
penipuan
yang
membuatny
a tidak
hanya tidak
bersalah,
tetapi juga
menjadi
korban.
Salah
satu contoh
yang
dikutip
Gilkey
adalah soal
menjilid
ulang buku.
Para agen,
jelasnya,
biasa
memindah-
kan sampul
dan
halaman
judul dari
buku edisi
kedua atau
berikutnya,
lalu
menjilidnya
dengan
halaman
judul dari
edisi
pertama
yang
kondisinya
buruk.
"Merek
a membuat
buku itu
tampak
seperti edisi
pertama,
cetakan
pertama,"
ujarnya.
"Itu
sebagian
penipuan
yang
mereka
lakukan.
Dan itu
sebenarnya
legal."
Belaka
ngan, aku
baru tahu
bahwa
praktik ini
sama sekali
ilegal,
namun
bukannya
tidak lazim.
Semakin
mahal
harga buku,
semakin
mungkin
jilidannya
telah
dirusak.
Penipuan
semacam
ini bukan
hal baru.
Pada abad
kedelapan
belas,
misalnya,
reproduksi
halaman
naskah
kuno
kadang-
kadang
dibuat
dengan
tangan dan
173
menghasilk
an efek
yang nyaris
sempurna.
Tentu saja,
upaya ini
tak selalu
tidak
terdeteksi,
terutama
ketika
halamannya
dicetak
pada kertas
abad
kedelapan
belas
dengan
tanda air
yang dapat
diidentifika
si. Bahkan
sekarang,
para agen
kerap
menemukan
halaman
buku yang
telah dicuci
untuk
memberi
kesan
seragam.
Agen yang
bereputasi
akan
memeriksa
buku untuk
mencari
tanda-tanda
adanya
penjilidan
ulang,
tetapi
hanya
sedikit agen
jujur yang
tidak
melakukan
nya. "Hal
semacam
itu sering
terjadi di
eBay," kata
seorang
agen, "tapi
tak akan
terjadi pada
agen
ABAA.
Mereka bisa
ditendang
dari
organisasi."

Ketika kami
menyusuri
rak-rak
buku Brick
Row,
Gilkey
menunjuk
buku lain
dalam
daftarnya.
"Kurt
Vonnegut,"
katanya.
"Aku juga
mengingink
an
karyanya.
Dan D. H.
Lawrence.
Dia juga
bagus."
Crichto
n tampak
bingung.
Dia
memunggu
ngi kami,
lalu
berbalik
lagi untuk
menghadap
i Gilkey.
Beberapa
detik
kemudian,
ketika
Gilkey
menjelaska
n buku-
buku mana
yang
mungkin
akan
dicarinya,
Crichton
bertanya,
"Siapa
nama
Anda?"
"John."
John —
seolah
Crichton
akan puas
dengan
nama depan
saja! Aku
menunduk
memandan
g notesku
sementara
detak
jantungku
seperti
menenggela
mkan
segala hal
di
sekelilingku
.
"John
apa?"
"Gilkey
."

174
Crichto
n
menunggu
sesaat,
melirik ke
bawah
mejanya,
lalu
mendongak
. Dia tidak
melepaskan
pandangan
dari kami
ketika
Gilkey
menunjuk
berbagai
buku dan
ber- bisik-
bisik
sebagaiman
a yang
kerap
dilakukan
orang di
perpustaka
an atau
museum,
menjelaska
n tentang
pengarang-
pengarang
lain yang
memikatny
a. Vladimir
Nabokov,
Willa
Cather. Dia
berkomenta
r bahwa dia
tidak
tertarik
pada Injil.
"Dan
siapa
Anda?"
Crichton
menanyaiku
.
Aku
menjelaska
n bahwa
aku jurnalis
yang
tengah
menulis
kisah
tentang
kolektor
buku.
Sejenak
Crichton
menatapku.
Sepertinya
dia sedang
berusaha
mencerna
situasinya.
Dia
menyerahka
n kartu
nama dan
memintaku
untuk
menghubun
ginya.
"Untuk
wawancara
lebih lanjut,
kalau Anda
tidak ke-
beratan,"
dia
menawarka
n.
Aku
tak sabar
ingin keluar
dari sana.
Aku sangat
ingin
menjelaska
n diriku
kepada
Crichton,
dan juga
untuk
mendengar
apa yang
akan
dikatakann
ya tanpa
kehadiran
Gilkey.
Sambil
mengamati
barisan
buku besar
yang
tampak
kuno dan
cemerlang
dengan
judul
berlapis
emas,
Gilkey
berkata,
"Kukira
dalam
sepuluh
tahun
terakhir,
banyak
buku
langka yang
telah
meroket
harganya.
Jika hendak
membeli
buku, aku
mungkin
akan
mencari
karya
Salman
Rushdie,
atau Jack
London,
atau Booth
Tarkington.
"Coba
lihat rak
ini,"
katanya,
menunjuk
dinding
dengan rak-
rak terkunci
yang
dilapisi
layar
logam.
"Kita
hampir
tidak bisa
melihat
bagian
dalamnya."
Setelah ber-

175
usaha
mengintip
ke dalam,
Gilkey
berkata,
"Kukira se-
bagian
besar yang
ada di sini
sastra abad
kesembilan
belas, jadi
bukan Kurt
Vonnegut."
Alat
perekam
kunyalakan
, dan aku
juga
menulis
dalam notes
meskipun
hanya
sedikit-
sedikit. Aku
tidak bisa
berkonsentr
asi di
bawah
ketegangan
ini, dan
berdoa agar
perekamku
bisa
mendapatk
an
semuanya.
Crichton
mendekat.
Aku baru
sadar
bahwa dia
mungkin
mengira
aku juga
pencuri,
karena
sebagai
reporter,
terlalu
sedikit
pertanyaan
yang
kuajukan.
Aku
membiarka
n Gilkey
me-
lanjutkan,
tanpa
diarahkan.
"Bagai
mana
pengaturan
di toko ini?"
tanyaku
kepada
Crichton.
Dengan
kaku,
Crichton
melambaika
n tangan ke
satu arah.
"Tiga atau
empat deret
ini berisi
sastra
Inggris
abad
kesembilan
belas." Dia
melambai
ke arah
lain. "Itu
buku- buku
abad kedua
puluh,
Inggris dan
Amerika,"
katanya.
"Dan ada
beberapa
edisi
pertama
yang lebih
berharga di
sini, diatur
dengan cara
serupa.
Semua yang
ada di balik
ini adalah...
uh...
referensi...
Uh, maaf,"
katanya,
jelas
terganggu,
"Saya
sedang
mengerjaka
n beberapa
hal hari ini,
jadi kenapa
tidak Anda
berikan saja
nomor
Anda agar
bisa saya
hubungi?
Saya sering
diwawancar
ai orang."
Dalam
nada yang
agak keras,
Gilkey
mendadak
bercerita
bagaimana
dia
membeli
buku
langkanya
yang per-
tama pada
usia
sembilan
tahun, edisi
pertama
The
Human
Comedy
karya
William
Saroyan,
terbitan
1943,
dengan
harga 60
dolar. Sejak
awal kisah
itu
terdengar
mustahil.
"Dan
mereka
sebenarnya
menipuku,"
katanya.
"Enam atau

176
tujuh tahun
yang lalu,
aku
mengetahui
bahwa
buku itu
bukan edisi
pertama,
cetakan
pertama,
padahal itu
yang
mereka
katakan.
Itulah
sebabnya
aku
melakukan
banyak
penelitian
mengenai
bibliografi,
mengecek
detailnya."
Tidak
hanya suara
Gilkey yang
semakin
keras, na-
mun juga
bualannya
tentang
berbagai
pencurian
yang
dilakukann
ya dan
keberhasila
nnya
meloloskan
diri. Dia
mulai
menceritaka
n kisah lain,
tentang
pembelian
buku
seharga
3.500 dolar
yang
mestinya
dikirimkan
dengan
sampul
jaket, tetapi
ternyata
tidak,
sehingga
nilainya
turun
separuh.

Gilkey
punya
kebiasaan
mengeluh
kepadaku
selama
pertemuan
kami. Dia
pernah
berkata
bahwa
dalam pe-
nelitiannya,
dia
menemukan
beberapa
perusahaan
yang
menjual
buku-buku
perpustaka
an.
"Aku
melakukan
penelitian
di
perpustaka
an karena
sesuai
dengan
beberapa
pekerjaank
u. Aku
sedang
mencari
beberapa
judul dan
berulang
kali
menemukan
bahwa
buku- buku
itu lenyap.
Si
pustakawan
berkata
orang-
orang
sering
mencuri
buku dari
perpustaka
an."
Gilkey
menyampai
kan hal ini
dengan
marah dan
men-
jelaskan
teorinya.
"Agen buku
membayar
orang
untuk men-
curi buku-
buku itu.
Kukira
mereka
menyuruh
orang ke
perpustaka
an untuk
meminjam
buku dan
tidak
mengem-
balikannya.
"
Mungk
in memang
ada
beberapa
agen buku
tidak jujur
yang
membayar
orang-
orang yang
sama tidak
jujurnya
untuk
melakukan
pekerjaan
kotor di
perpustaka
an. Tetapi

177
aku tidak
menemukan
catatan
mengenai
aktivitas
semacam
itu, dan
perpustaka
an memang
terkadang
menjual
koleksinya
dan dari
situlah agen
mendapatk
an buku.
Jika para
agen
ditawari
buku
dengan cap
perpustaka
an namun
bukan cap
" De-
accessioned
'"—dijual—
yang
mestinya
me-
nyertainya,
mereka
akan
menghubun
gi
perpustaka
an yang
bersangkut
an untuk
memastikan
volume ini
bukan
curian.
Saran
Gilkey
sesuai
dengan
kecenderun
gannya
untuk
melibatkan
siapa pun
yang telah
ditipunya.
Sepanja
ng
pertemuan
kami,
Gilkey
terus-
menerus
mencerca
perdaganga
n buku.
Namun,
sebagai
reporter,
aku tidak
boleh
menentang
nya. Tetapi
kadang-
kadang
sulit bagiku
untuk
menahan
diri, seperti
ketika
Gilkey
berkata,
"Aku
sampai
frustrasi
dibuatnya,
karena aku
hanya ingin
meminjam
sekumpula
n buku
edisi
pertama
yang ada di
perpustaka
an, hanya
karena
penasaran,
tapi buku-
buku itu
malah
lenyap."
Hanya
karena
penasaran?
Apa dia
pikir aku
tolol?
"Perna
hkah kau
mengambil
buku dari
perpustaka
an?" aku
bertanya.
Gilkey
seperti
tidak
percaya
mendengar
pertanyaan
ku. "Tidak,"
katanya.
"Itu 'kan
pencurian."
Aku
tidak tahu
apa yang
harus
kukatakan.

Di Brick
Row,
lantainya
dilapisi
karpet
berwarna
hijau
lembut
yang sangat
tebal, jenis
yang akan
meredam
langkah
kaki. Hal
ini biasanya
mendorong
orang-
orang
untuk
berbicara
dengan
suara pelan.
Tetapi
Gilkey,
dengan
suara yang
semakin
keras,
melanjutka
n ceritanya
tentang

178
membeli
buku di
pameran
buku
namun
belakangan
baru sadar
telah
ditipu.
Tampak
jelas dia
ingin kisah-
kisah ini
juga
didengar
oleh
Crichton,
dan hal ini
membuatku
jengkel.
Kami
kembali
berjalan
menyusuri
rak.
"Theod
ore
Dreiser,"
kata Gilkey.
"Itu satu
lagi. Dia
menulis
The
Financier ,
dan
mungkin
mereka
memiliki
edisinya."
Dia
mengamati
rak
terdekat.
Tangan
ku mulai
gemetar.
Bolpenku
terjatuh.
Gilkey
sepertinya
tampak
gembira.
Aku sadar
ini memang
mimpinya,
untuk
memamerka
n
pengetahua
nnya
mengenai
buku
langka.
"Inilah
dunia
idealku,
inilah yang
kuketahui,"
dia seperti
berkata
begitu
kepadaku.
"Dan inilah
yang akan
kumiliki
suatu hari
nanti."
Gilkey
berjalan
beberapa
langkah
lagi ke
sebelah
kanan. Di
sana ada
beberapa
peta yang
ditempelka
n pada
karton dan
ditutupi
plastik.
"Banyak
toko yang
juga me-
miliki peta.
Ini peta San
Francisco,"
katanya,
mengambil
satu peta,
lalu
menambahk
an dengan
suara keras,
"Kurasa
mereka
merobekny
a dari
buku."
Aku
sengaja
tidak
memandan
g Crichton
agar tidak
perlu
melihat
tanggapann
ya.
Gilkey
kembali
mengintip
dari balik
layar logam
salah satu
rak buku.
"Ada
beberapa
buku yang
tak akan
mampu
dibeli oleh
kolektor
kebanyakan
, seperti
karya-karya
Edgar Allan
Poe. Buku-
buku
semacam
itu takkan
terjangkau
siapa pun
kecuali kau
kolektor
kelas atas,
atau
keluargamu
kebetulan
memilikiny
a."
Crichto
n menatap
kami dari
mejanya.
Sampai
berapa lama
Gilkey akan
seperti ini?

179
Aku dan
Gilkev telah
berkali-kali
bertemu
dalam be-
berapa
bulan
terakhir.
Dalam
setiap
pertemuan,
setelah
menjelaska
n berbagai
kesengsaraa
nnya, dia
akan me-
nyampaika
n ide
besarnya
satu demi
satu. Aku
mendapat
kesan
bahwa
sudah lama
sekali dia
ingin
berbicara
dengan
orang lain.
Salah satu
idenya
berhubunga
n dengan
daftar "100
Novel
Terbaik"
versi
Modern
Library
tadi. Dia
menyebutn
ya proyek
"100 Buku,
100
Lukisan".
Dia ingin
menerbitka
n buku
berisi
ilustrasi
satu adegan
dari setiap
buku dalam
seratus
novel itu.
Untuk
menekan
biaya, dia
berencana
hanya
menyewa
jasa satu
seniman.
Pertama-
tama, dia
akan
membaca
setiap buku
dan
memberi
instruksi
kepada si
seniman,
tetapi lalu
mengakui
bahwa
mungkin
dia tidak
akan
membaca
semuanya
dan hanya
akan
menanyaka
n isinya
kepada
orang lain.
Aku
mulai
menyimpul
kan bahwa
Gilkey
adalah
sosok yang
sangat
ingin tahu
dan
imajinatif.
Di sisi lain,
rasa
laparnya
terhadap
informasi
juga cepat
terpuaskan.
Ciri khas
ini
mencermin
kan
kebiasaan
mengoleksi
nya: dia
tidak
memfokusk
an diri pada
pengarang
atau
periode
atau subjek
tertentu.
Begitu
mendapatk
an sebuah
buku
misteri
Amerika
abad kedua
puluh, dia
juga
tertarik
pada novel
Inggris
abad
kesembilan
belas. Dia
mencuri
berbagai
genre
seperti
pembaca
yang
kebingunga
n sedang
mengamati
rak di
perpustaka
an,
menggerak
kan jari
menelusuri
punggung
buku,
berhenti
pada buku
apa pun
yang
menarik
perhatianny
a, lalu
bergerak
lagi.
Aku
sudah
berusaha
mengalihka
n
pembicaraa
n ke soal
pekerjaan,
topik yang
jelas
diabaikan
Gilkey
dalam
perbincang
an kami.
Sebagaiman
a
pembenara
nnya

180
terhadap
kejahatan
yang
dilakukann
ya, hal ini
juga mem-
buatku
bingung.
Bayangann
ya tentang
masa depan
tidak
pernah
mencakup
cara
mendapatk
an uang.
Seraya ber-
harap
masalah ini
bisa
menjadi
perhatianny
a, aku
kembali
bertanya
tentang
rencananya
mencari
pekerjaan.
"Pekerj
aan?" tanya
Gilkey.
"Sebenarny
a ada
lowongan
di salah
satu toko
buku."
Tentu
saja.
Sambil
mengedikka
n kepala ke
arah rak
terkunci di
dekat pintu
masuk
Brick Row,
Gilkey
berbisik,
"Kurasa ada
beberapa
buku yang
benar-benar
langka di
sini." Lalu,
dengan
suara lebih
keras,
mungkin
agar
didengar
Crichton:
"Kukira
toko buku
terbaik
yang
pernah
kukunjungi
adalah
Heritage di
L.A. Di
sana ada
sekitar dua
puluh rak
semacam
ini.
Kadang-
kadang aku
masuk saja
ke toko itu,
ketika
berbuat itu
" katanya,
merujuk ke
pencurian
yang
dilakukann
ya, "dan
aku akan
melakukan
pemesanan,
lalu
mengambil
nya. Aku
akan
mengamati
sekilas
bibliografin
ya untuk
memastikan
tidak
ditipu.
Soalnya,
sudah
beberapa
kali aku
ditipu oleh
agen buku
yang sah
ketika aku
menjadi
pembeli
buku yang
sah."
Aku
tergoda
untuk
bertanya
pernahkah
dia menjadi
pembeli
yang sah,
tetapi aku
menahan
diri.
"Dan
agen sering
kali
beriklan
bahwa
barang
yang telah
dibeli tidak
boleh
dikembalik
an," lanjut
Gilkey
dengan
tuduhan
yang
semakin
kurang ajar.
"Padahal
agen-agen
itu
bergabung
dalam
suatu
organisasi.
Mereka
memiliki
kode etik
yang
mestinya
mereka
ikuti.
Beberapa
kali aku

181

membeli
buku dari
pameran.
Lalu aku
menghubun
gi si agen
dan
berkata,
'Kau bilang
ini edisi
pertama,
padahal
bukan,' tapi
si agen
berkata aku
tidak bisa
mengembali
kannya.
Aku sangat
frustrasi
dibuatnya.
Kurasa aku
agak marah
ketika
berusaha
menjadi
kolektor
yang
membeli
barang
secara sah,
tapi malah
dicurangi."
Gilkey
menghela
napas.
Akhirnya,
dia
kehabisan
tenaga.
"Nah,
kurasa kita
sudah
selesai di
sini,"
ujarnya.
Aku
berterima
kasih
kepada
Crichton
dan meng-
gumamkan
sesuatu soal
akan
menghubun
ginya
segera, lalu
menuju
pintu
dengan alat
perekam,
notes
kumal, dan
kelegaan
yang sangat
besar.

Di lift, aku
bertanya
pada Gilkey
—yang
lebih sering
menghabisk
an waktu di
Union
Square
daripada
aku—di
mana
sebaiknya
kami makan
siang. Dia
menyarank
an kafe di
Neiman
Marcus,
hanya satu
blok
jauhnya.
Dengan
langit-
langit
tinggi,
dinding
kaca, kayu
berwarna
pucat, dan
perabotan
baja, kafe
itu berbeda
dari tempat
pertemuan
kami yang
biasa, Café
Fresco yang
muram.
Gilkey
duduk
berseberang
an
denganku
di meja
kecil. Dia
membuka
topi
bisbolnya,
lalu
menyisir
rambut
dengan sisir
plastik
hitam,
dilanjutkan
dengan
usapan
telapak
tangan. Itu
bukan gaya
ala Elvis
yang
percaya
diri,
melainkan
sesuatu
yang lebih
ragu-ragu,
kikuk,
upaya
untuk
membuat
dirinya
lebih rapi
dan
menarik.
Itu adalah
bahasa
tubuh yang
hampir
tidak
pernah
terlihat lagi,
terutama
dari
seorang
pria yang
cukup belia.
Hal ini
membuatku
teringat
bahwa
Gilkey
memang
tidak
seperti
siapa pun
yang
kukenal.
Sambil

182
memandan
g
berkeliling,
aku lega
kafe itu
lebih
banyak
dikunjungi
turis dan
orang-
orang yang
bekerja di
sekitar itu.
Tidak
mungkin
rasanya aku
bertemu
dengan
temanku
dan
terpaksa
menjelaska
n tentang
orang yang
bersamaku
ini. Apa
yang harus
kukatakan?
"Ingat
pencuri
yang
pernah
kuceritakan
kepadamu?
"
Aku
dan Gilkey
telah begitu
sering
melakukan
ini, dan
peran kami,
sebagai
pewawanca
ra dan yang
diwawancar
ai, mulai
terasa tidak
asing.
Namun,
masih ada
formalitas
dalam
perbincang
an kami.
Biasanya,
aku
berusaha
bersikap
santai dan
ramah
bersama
orang-
orang yang
ku-
wawancarai
, tetapi
dalam
kasus
Gilkey, aku
menyambut
baik garis
pemisah
formalitas
itu.
"Kuras
a tadi
suasananya
agak
tegang,"
katanya
sambil
terkekeh.
Perjalanan
kami ke
Brick Row
sepertinya
membuat
Gilkey
bersemanga
t. "Aku
tidak tahu
apakah dia
akan
menelepon
polisi. Kau
sempat
dengar dia
berbisik-
bisik tadi?
Dia
mungkin
menyuruh
pegawainya
untuk tidak
memperliha
tkan apa
pun
kepadaku.
Tapi aku
tidak
berbuat
apa-apa.
Itulah
sebabnya
aku bilang
aku datang
hanya
untuk
melihat-
lihat."
Bahwa
Crichton
mungkin
masih
geram
karena pen-
curian yang
dilakukan
Gilkey
terhadapny
a rupanya
tidak
terpikirkan
oleh Gilkey.
Gilkey
sepertinya
bahagia
karena
perjalanan
kami ke
Brick Row
berjalan
dengan
begitu
lancar.
"Dia
agak kasar,
tetapi
kurasa
cukup
santun. Aku
sebenarnya
kaget dia
masih ingat
aku. Aku
baru
bertemu
dengannya
dua kali,"
kata Gilkey,
merujuk ke
kunjung-

183
annya ke
bilik
Crichton
pada
pameran
buku tahun
2003 di San
Francisco
dan,
belakangan,
di Brick
Row ketika
dia
berusaha
menjual
buku-buku
Winnie-
the-Pooh.
Gilkey
tidak
memikirkan
bahwa
kejahatan
yang
dilakukann
ya terhadap
Crichton
mungkin
membuat
kedua
pertemuan
itu melekat
erat dalam
ingatan
Crichton.
"Kalau
tidak
karena
keberadaan
mu," lanjut
Gilkey, "dia
mungkin
telah
memanggil
polisi. Atau
menggangg
uku.... Aku
memang
pernah
mengambil
buku
darinya,
tapi itulah
sebabnya
aku bilang
aku hanya
melihat-
lihat. Aku
memang
mengambil
The Mayor
of
Casterbrid
ge karya
Thomas
Hardy, tapi
dia 'kan
sudah
mendapatk
annya lagi."
Yah,
kalau
begitu, tak
ada lagi
yang
dirugikan.
"Kedua
kalinya ke
sana, aku
bertanya
apakah aku
boleh
melihat
beberapa
buku," kata
Gilkey.
Yang
dimaksud-
kannya
adalah
ketika dia
mampir ke
toko
Crichton
untuk
mencoba
menjual
buku-buku
Winnie-
the-Pooh
dalam
usahanya
mencari
uang guna
membayar
pengacara.
"Aku tahu
buku-buku
ini berharga
dan aku
tahu bisa
men-
dapatkan
beberapa
ribu dolar
darinya...
jadi aku
men-
datanginya,
dan dia
langsung
menawarka
n lima
ratus. Tidak
mungkinlah
.... Harga
buku-buku
itu hampir
sepuluh
ribu.... Jadi,
aku
langsung
tahu dia
sudah
berbicara
dengan
polisi.
Kalau tidak,
penawaran
nya pasti
lebih tinggi.
Rencananya
terkuak.
Dia
memang
mengincark
u."
Yang
tidak
Gilkey
sebutkan,
tetapi baru
kuketahui
belakangan,
adalah yang
terjadi
ketika
Crichton
tidak ingin
membeli
buku-buku
Pooh itu. 1
Saat
itu, Gilkey
bertanya,
"Karena
Anda tidak
tertarik

184
pada buku-
buku ini,
ada buku
lain yang
mungkin
Anda cari?"
"Ya,"
jawab
Crichton.
"Sebenarny
a, saya
mencari
edisi
pertama
Mayor of
Casterbrid
ge
bersampul
kulit warna
cokelat."
Yang dia
maksudkan
adalah
buku yang
telah dicuri
Gilkey
darinya.
Ekspre
si wajah
Gilkey
tidak
berubah
sedikit pun.
'Tidak,"
katanya.
"Saya tidak
punya buku
semacam
itu."
"Anda
yakin?"
tanya
Crichton.
"Karena
buku itulah
yang benar-
benar
sedang saya
cari."
"Saya
yakin," kata
Gilkey, lalu
meninggalk
an tempat
itu.
"Kisah-
kisah yang
kauceritaka
n tadi,"
kataku,
menyebut-
kan banyak
keluhan
Gilkey di
Brick Row
tadi,
"apakah
kau sengaja
menceritaka
nnya
supaya
didengar
Crichton?"
Aku
agak
terkejut
ketika
ternyata
Gilkey
mengakuin
ya. "Siapa
menabur
angin, dia
akan
menuai
badai. Aku
hanya
menyamaka
n skor."
Masala
hnya,
Gilkey
terlalu
sering
menyamaka
n skor
dengan
terlalu
banyak
agen di Bay
Area. Dia
tahu itu.
"Aku agak
terkenal,"
kata Gilkey.
"Aku
mungkin
tak akan
bisa
mendatangi
toko-toko
ini lagi,
terutama di
San
Francisco.
Barangkali
aku akan
pergi ke
L.A., New
York. Yang
pasti bukan
San
Francisco.
Aku
mungkin
tak akan
bisa
melakukan
ini lagi.
Maksudku,
kalau
hendak
melakukan
kejahatan
semacam
itu, aku
tidak bisa
melakukan
nya lagi
karena
mereka
sudah tahu
metode
operasiku.
Sekalipun

185
orang lain
yang
melakukan
nya, mereka
akan
berpikir
akulah
pelakunya."
Tidak
akan lagi.
Takkan
lagi. Gilkey
sepertinya
berusaha
keras
meyakinkan
diri sekeras
upayanya
untuk me-
yakinkanku
. Aku mulai
mengumpul
kan barang-
barangku,
tetapi dia
tampak
segan
mengakhiri
perbincang
an kami.
"Akan ada
pameran
buku di San
Francisco,"
katanya,
merujuk ke
bazar tahunan
yang
dilakukan
perpustakaan
umum.
Kurasa dia
ingin kami
pergi ke sana,
tetapi aku
tidak ingin
menemui
agen mana
pun
bersamanya
lagi. Kali ini,
aku
memastikan
pertemuan
kami
berikutnya
akan terjadi
di Goodwill
.10

Ti
da
k
M
en
ye
ra
h

A
ku
menelepon
Crichton
dan
menjelaska
n alasanku
menemani
Gilkey ke
tokonya.
Dia sangat
ramah dan
pengertian.
Dia
memberitah
uku bahwa
dia telah
memutus-
kan untuk
tidak bikin
gara-gara
dengan
mengusir
Gilkey
karena dia
tidak tahu
siapa
diriku. Dia
mengira
aku tidak
tahu Gilkey
seorang
pencuri.
Atau
mungkin
aku bukan
jurnalis,
melainkan
kaki tangan
penipu
yang
mengintai
untuk
melakukan
penipuan.
Crichton
memutuska
n untuk
bermain
aman.
Mingg
u
depannya,
aku
bertemu
dengan
Crichton di
tokonya.
Sikapnya
campuran
antara tidak
sabar dan
bingung
saat
menyampai
kan kisah
tentang
bagaimana
Gilkey telah
mencuri
darinya.
Sejak
peristiwa
itu,
Crichton
menjadi
lebih
waspada
dalam
menangani
pesanan,
meskipun
belum tentu
efektif.
"Aku
pernah
dikunjungi
beberapa
orang yang
mengenaka
n setelan,"
katanya,
"dan
berikutnya,
aku baru
sadar
mereka
telah
menipuku.
Kau harus
selalu
mewaspada
i orang-
orang, tapi
aku
cenderung
memercayai
mereka
sampai aku
mempunyai
alasan
untuk tidak
percaya.
"Aku
sudah
menggeluti
bisnis ini
selama dua
puluh lima
tahun....
Nilai buku
kian
meningkat
sehingga
kondisinya
semakin
rentan.
Pencurian
sangat
menguntun
gkan. Tapi
aku tidak
mau
berlama-
lama
memikirkan
para
pencuri,"
kata
Crichton.
"Sanders
yang
melakukan
nya."
Aku
sempat
mengirimka
n e-mail
kepada
Sanders
untuk
mengabarka
n tentang
kejadian di
Brick Row
itu. Karena
kecintaanny
a terhadap
kisah, rasa
penasarann
ya terhadap
Gilkey, dan
kegigihann
ya dalam
menghadap
i pencuri
buku, maka
aku
menyangka
dia akan
menghargai
kabar ini.
Meskipun
perjalanan
ke Brick
Row itu
terasa
canggung
bagiku, aku
lega telah
pergi ke
sana.
Bebera
pa jam
kemudian,
tak lama
sebelum
pergi tidur,
aku
mengecek
e-mail. Ada
surat dari
Sanders.
Selama ini
dialah
pemanduku
dalam
dunia
koleksi
buku, dan
aku sangat
ingin
mendengar
reaksinya.
Dalam
bahasa
yang formal
dan datar,
bukan jenis
tulisan
yang biasa
kuterima
dari
Sanders, dia
mengutarak
an
kemarahan
nya soal
kepcrgiatik
u ke Brick
Row.
Meskipun
aku telah
berkonsulta
si lebih
dahulu
dengannya
—se-
pertinya
Sanders
lupa—
kegeramann
ya tampak
jelas. Dia
menutup e-
mail nya
dengan
permintaan
keras: Aku
tidak ingin
mendengar
apa pun
lagi tentang
permainan
mu yang
memuakkan
ini.
Komunikasi
kami
terputus.
Sanders,
pahlawan
dalam kisah
ini, ternyata
lebih keras
kepala

188
daripada
Gilkey, si
penjahat.
Setelah itu,
semalaman
aku tidak
bisa tidur,
khawatir
kerja
kerasku
selama ini
sia-sia, dan
aku telah
kehilangan
ceritaku.
Sekitar
satu
minggu
setelah e-
tnail
Sanders itu,
Gilkey
pergi ke
Acorn
Books di
Polk Street,
sebuah toko
buku besar
dengan
koleksi
buku
langka
pilihan.
Andrew
Clark,
pegawai di
tempat itu,
mengenalin
ya. Clark
pernah
bekerja di
Brick Row
pada 2003
dan dialah
yang
menerima
telepon saat
Gilkey
memesan
The Mayor
of
Casterbrid
ge. Dia
menghampi
ri Gilkey. 1
"Silaka
n lewat
sini,"
ujarnya,
membimbin
g Gilkey ke
meja layan
di depan.
"Ada
apa?" tanya
Gilkey.
Clark
mengambil
kamera dari
belakang
meja layan.
"Anda
harus
pergi,"
katanya,
"tapi
pertama-
tama, saya
ingin
mengambil
foto Anda
dulu."
Gilkey
bergeming,
namun
tetap
menatap
kamera.
Klik. "Kau
tidak bisa
mengusirku
," katanya,
kesal
namun
tidak
marah. Dia
kembali
memprotes,
tetapi
akhirnya
menyerah.
Setiap kali
tertangkap,
dia seperti
menerima
takdirnya,
seolah telah
mendugany
a.
Namun
, Gilkey
mengangga
p
pengusiran
itu absurd.
"Mereka
tidak tahu
apa yang
ada dalam
pikiranku,"
belakangan
dia
memberitah
uku.
"Padahal
aku datang
ke sana
untuk
melihat-
lihat
bibliografi."
Dia
mengangga
p peng-
usiran dari
toko
merupakan
pelanggara
n hak sipil,
dan dia
berniat
memasukka
n penjual
buku itu ke
dalam
daftar
orang yang
akan
dituntutnya
.
Dalam
memahami
rasionalisasi
, seperti
halnya
mencuri

189
buku,
Gilkey
sangatlah
gigih.

Sekitar satu
minggu
setelahnya,
aku
menelepon
Sanders
untuk
mendengar
pendapatny
a tentang
insiden
Acorn
Books dan
terus-
menerus
menyilangk
an jari,
berharap
dia tak akan
marah
kepadaku.
Dia
mungkin
telah
melupakan
kemarahan
nya atau
memutuska
n untuk
memaafkan
ku, karena
sikapnya
sangat
ramah. Dia
bercerita
tentang
pencurian
yang terjadi
baru-baru
ini, yang
rupanya
tidak me-
libatkan
Gilkey. Itu
satu lagi
contoh
pencuri
buku yang
melenggang
pergi tanpa
terhukum.
Begini
ceritanya:
Pegawai
Borderland
Books di
San
Francisco
telah
menangkap
basah
seorang
pria yang
mencoba
menjual
edisi
pertama
buku-buku
fiksi ilmiah
pilihan—
The
Strange
Case of Dr.
Jekyll and
Mr. Hyde,
Beyond the
Wall of
Sleep , dan
Out of
Space and
Time.
Buku-buku
ini, bersama
dengan
sepuluh
buku
lainnya,
baru-baru
ini dicuri
dari
seorang
penjual
buku fiksi
ilmiah di
Portland,
Oregon,
yang
bernama
Bob
Gavora.
Setelah
berkonsulta
si dengan
Sanders,
Gavora
menyebarka
n kabar
kepada
para
koleganya
sesama
penjual
buku fiksi
ilmiah
mengenai
pcncurian
itu, dan
Alan Beatts,
pemilik
Borderland
Books,
adalah
salah satu
dari
mereka. Dia
pernah
bekerja di
bagian
keamanan
Towers
Records
selama
beberapa
tahun
sebelum
menjadi
penjual
buku, 2 dan
sikapnya
dalam
menghadap
i pencurian
lebih keras
dan kasar
daripada
kebanyakan
koleganya.
Dia tidak
hanya
mendapatk
an kembali
buku-buku
itu, tetapi
juga
memaksa si
tersangka
pencuri
menandata
ngani
pernyataan
berisi

190
di mana
dan
bagaimana
dia
membeli
buku-buku
itu (diduga
dari
seorang
pria di
jalanan di
Ashland,
Oregon)
serta
menyerahka
n SIM dan
data diri.
Selama
setengah
jam, Beatts
menakut-
nakuti pria
itu. Tak
lama
setelah itu,
si tersangka
mengirimka
n buku-
buku curian
yang masih
ada
padanya ke
Gavora,
bersama
dengan
surat
sebanyak
empat
halaman
yang
bersikeras
menyatakan
bahwa dia
tidak
mencuri
buku-buku
itu.
Meskipun
demikian,
jaksa
wilayah
menasihati
Gavora
bahwa
tanpa bukti
lebih lanjut,
masalah ini
tidak bisa
dibawa ke
pengadilan,
dan Gavora
urung
mengajukan
tuntutan.
Bebera
pa bulan
kemudian,
setelah
Sanders
menyampa
ikan kisah
ini
kepadaku,
Gavora
berkata
bahwa dia
mendengar
si tersangka
ditahan di
Olympia,
Washington
, karena
mencoba
menjual
buku
kepada
toko yang
sama
dengan
yang
kehilangan
buku itu.
Belakangan,
orang itu
kembali
dilepaskan. 3
"Tentu
saja" adalah
reaksi
Sanders
mendengar
kabar
terbaru ini.
Bahkan
ketika
pencuri
mengambil
barang-
barang
berharga,
kejahatan
mereka
biasanya
dianggap
ringan di
pengadilan,
4
barangkali
karena
adanya
sifat-sifat
yang sejak
awal
membantu
mereka
lolos dari
pencurian
buku—
kesopanan,
berpendidik
an, penuh
perhatian.
Sifat- sifat
ini juga
yang
membantu
meyakinkan
juri bahwa
mereka
bukanlah
jenis orang
yang akan
mengulangi
perbuatan
semacam
itu. Satu
pengecualia
n adalah
kasus
Daniel
Spiegelman,
pencuri
yang
pernah
kudengar
saat
pameran
New York.
Spiegelman
telah
mencuri
berbagai
materi
mengagum
kan (buku
teks
geometri
Euclides
dari abad
ketiga
belas; dua
puluh enam
surat dan
dokumen

191
kepresidena
n;
Nuremberg
Chronicle
edisi 1943;
dua puluh
enam
dokumen
abad
pertengaha
n,
Renaisans,
dan awal
modern;
dan banyak
lagi) dari
Columbia
University
dan
mencoba
menjual
materi
tersebut
kepada
agen
Sebastiaan
Hesselink
dari
Belanda. 5
lak semua
materi bisa
terselamatk
an. Ada
yang dijual,
ada yang
rusak, dan
banyak
yang hilang
untuk
selamanya.
Penuntut
mengajukan
tuntutan
yang lunak,
tetapi
hakim
malah
menjatuhka
n hukuman
berat.
Berikut
kutipannya:

Dala
m
penc
urian
,
mutil
asi,
dan
peng
hanc
uran
keji
ber-
bagai
eleme
n
langk
a dan
unik
waris
an
intele
ktual
kita
ini,
Spieg
elma
n
tidak
sekad
ar
meng
ambil
harta
milik
Colu
mbia
senila
i 1,3
juta
dolar
secar
a
fisik.
Dia
juga
ber-
poten
si
merin
tangi
perke
mban
gan
peng
etahu
an
manu
sia
sehin
gga
meru
gikan
kita
semu
a.
Dari
jenis
kejah
atan
yang
dilak
ukan
nya,
must
ahil
diket
ahui
setep
atnya
kerus
akan
apa
yang
telah
dia
perbu
at.
Tetap
i
yang
jelas,
kejah
atan
ini
agak
berbe
da
dari
penc
urian
uang
tunai
yang
setar
a
deng
an
nilai
taksir
an
mater
i
yang
dicur
i.
Kejah
atan
ini
tidak
hany
a
menc
erabu
t
kepin
gan
unik
masa
lalu
dan
keunt
unga
n
ilmu
peng
etahu
an
masa
depa
n
dari
Colu
mbia,
tetapi
juga
dari
dunia
.6

Betapa
pun
menggugah
dan
menjadi
preseden
yang baik
dalam
menetapkan
masa
hukuman
pencuri
buku, per-
nyataan
mengenai
nilai
nonmoneter
buku ini
tidak meng-
halangi
pencuri
lainnya,
terutama
yang
seperti
Gilkey.
Hukuman
seberat apa
pun hampir
tidak
berdaya
dalam
mengecilka
n kejahatan
nafsu.

192
Angga
pan bahwa
sia-sia saja
menangkap
pencuri
buku juga
menjadi
penghalang
bagi mereka
yang sangat
ingin para
pencuri
buku
mendekam
di balik
jeruji. Pada
saat Gavora
menghubun
gi Sanders
untuk
meminta
nasihat
tentang
pencurian
buku-
bukunya,
Sanders
telah me-
nyelesaikan
masa enam
tahun
sebagai
ketua
keamanan
ABAA.
Tetapi
Gavora,
yang tahu
reputasi
Sanders,
memilih
mengontak
nya, bukan
penggantin
ya.
(Sebagaima
na yang
diakui
Sanders,
"Setiap kali
terlibat
sesuatu
yang baru,
aku
memang
memiliki
kecenderun
gan untuk
menceburka
n diri ke
dalamnya,
dan aku
selalu
begitu
larut. Itu
suatu pola
yang
berulang
kali terjadi
dalam
kehidupank
u.
[Mengejar
pencuri),
aku bagus
di situ.
Dalam
hubungan
dengan
wanita, aku
payah.
Untuk soal
itu aku
gagal total.)
Dan
Sanders,
yang
bersemanga
t untuk
membantu
menangkap
pencuri,
dengan
gembira
kembali
memainkan
peran lama-
nya.
Aku
mulai
mengaitkan
Sanders
dengan
obsesinya.
Dunia buku
langka ini
telah
menjadi
sesuatu
yang
hampir
menyita
seluruh
pikiranku.
Meja kerja
dan meja
kecil di
samping
ranjangku
dipenuhi
buku
mengenai
orang-
orang
semacam
Thomas
Jefferson
Fitzpatrick,
profesor
botani yang
membeli
begitu
banyak
buku pada
1930-an
sehingga
rumahnya
di Nebraska
melebihi
beban
maksimum
peraturan
bangunan. 7
Ketika dia
meninggal
pada 1952,
pada usia
83 tahun,
rumahnya
dipenuhi
sembilan
puluh ton
buku.
Mungkinka
h Gilkey
mencuri
sebanyak
itu jika dia
bisa
meloloskan
diri?
Aku
juga
melahap
informasi
mengenai
Thomas
Jefferson
yang jauh
lebih
masyhur,
presiden
ketiga
Amerika

193
Serikat,
yang
terkenal
akan
kecintaanny
a terhadap
buku. 8
(Keluargan
ya berkata
bahwa pada
usia lima
tahun, dia
telah
membaca
semua buku
di
perpustaka
an ayahnya.
Faktanya
mungkin
telah
dibesar-
besarkan,
tetapi
idenya
secara
umum
tidak.)
Ketika
koleksinya
yang paling
awal
hancur
dalam
suatu
kebakaran
pada 1770,
dia mulai
menggantin
ya dengan
koleksi
yang jauh
lebih luas.
Sebagai
duta besar
untuk
Prancis, dia
meluangka
n waktu
mendatangi
berbagai
toko buku
di Paris dan
memesan
buku dari
London dan
kota-kota
Eropa
lainnya. Di
perpustaka
an
rumahnya
di
Monticello,
Jefferson
mengelomp
okkan buku
berdasarka
n ukuran:
yang kecil
di rak atas,
yang
sedang di
rak tengah,
dan yang
luar biasa
besar di rak
terbawah.
Pada 1814,
ketika tentara
Inggris
membakar
Perpustakaan
Kongres di
Washington,
Jefferson
menawarkan
untuk
menjual
koleksi
pentingnya
yang terdiri
atas 6.700
volume.
Buku-buku
itu dibawa
dalam kereta
kuda dari
Monticello ke
Washington,
tempat yang
akan menjadi
fondasi bagi
Perpustakaan
Kongres.
Barangkali
karena
jumlah
volumenya
terlalu
banyak
sehingga
klasifikasi
berdasarkan
ukuran buku
seperti di
rumah tidak
bisa di-
terapkan,
Jefferson
mengusulkan
skema
klasifikasi
yang
diadaptasi
dari The
Advanceme
nt
ofLearning
karya Francis
Bacon.
Dalam
klasifikasi
itu, buku
diatur
berdasarkan
kategori yang
luas, yaitu
Kenangan,
Nalar, dan
Imajinasi,
pembagian
puitis yang
ingin sekali
kulihat
diterapkan
oleh toko-
toko buku
zaman
sekarang.
Mungkin
butuh waktu
lebih lama
untuk
mencari,
tetapi dalam
melakukan
pencarian,
tak ada yang
tahu apa yang
mungkin
ditemukan
.
Semakin
banyak
yang
kubaca dari
tumpukan
buku di
rumahku
mengenai
Thomas
Jefferson,
Thomas
Jefferson
Fitzpatrick,
dan banyak
kolektor
lain yang
telah
menulis
begitu
banyak
tentang
buku-buku
yang
mereka
cintai,
semakin
banyak
yang
kupikirkan
mengenai
peran yang
telah
dimainkan
para pria
(dan
beberapa
wanita) ini
sebagai
pelestari
warisan
budaya.
Sebagaiman
a yang
diucapkan
Wilmarth
Sheldon
Lewis,
seorang
kolektor
yang
meninggal
pada 1979,
"Gila atau
waras,
mereka me-
nyelamatka
n
peradaban."
9
Aku tak
pernah
merasa
kenyang
membaca
tentang
mereka.
Tentu saja,
menyelamatk
an peradaban
tak selalu
menjadi
motivasi.
Sebagian dari
mereka luar
biasa egois.
Salah satu
kisah yang
membuatku
bergadang
membacanya
adalah
tentang
Guglielmo
Libri (1803-
1869), salah
satu penjaga
warisan
budaya yang
paling
dihormati,
yang
barangkali
telah mencuri
sebanyak
yang
dijaganya.10
Libri,
seorang
count Italia
dengan nama
yang berasal
dari keluarga
bangsawan
tua Tuscan,
bertanggung
jawab atas
hilangnya
begitu
banyak
koleksi.
Sebagai ahli
matematika,
jurnalis, guru,
penasihat
pemerintahan
Prancis, dan
penguasa
sejarah ilmu
pengetahuan,
Libri dengan
mudah
berbaur
dalam
lingkaran
akademisi
Prancis,
Italia, dan
Inggris. Pada
1841, dia
bertanggung
jawab atas
pengkataloga
n manuskrip
sejarah di
berbagai
perpustakaan
umum
Prancis.
Dengan
perannya ini,
dia diizinkan
memasuki
ruangan
mana pun,
pada pukul
berapa pun,
dan kerap
meminta
akses untuk
sepanjang
malam, pura-
pura me-
lakukan
penelitian
yang tak
boleh
diganggu.
(Ketika salah
satu
pustakawan
menolak
memberikan
izin, Libri me
-
nantangnva
berduel.)
Reputasiny
a sebagai
sarjana
yang patut
dimuliakan
melindungi
nya lama
setelah
mencuatnya
kecurigaan
tentang
perbuatann
ya mencuri
koleksi.
Sebagai
pengkatalo
g begitu
banyak aset
perpustaka
an-
perpustaka
an di
Prancis, dia
tahu
manuskrip
mana yang
belum
dicatat, dan
godaan ini
sulit
ditampik
olehnya.
Dia terlihat
memanjat
tangga
untuk
mencapai
rak-rak
teratas,
tempat
disimpanny
a karya-
karya
paling
langka,
yang sering
kali tidak
dijilid dan
tidak
dikatalogka
n. Pria itu
tidak hanya
rakus,
tetapi juga
licik. Dia
meminjam
edisi buku-
buku
berharga
dan
menukarny
a dengan
buku-buku
yang tak
terlalu
berharga.
Setelah
menyingkir
kan tanda-
tanda
perpustaka
an dengan
mengampel
as kertas
yang diberi
cap, dia
menjual
karya asli
itu dan
mendapat
keuntungan
yang sangat
besar.
Banyak
manuskrip
tersebut
yang
nilainya tak
terhingga,
sembilan
puluh tiga
di
antaranya
berasal dari
sebelum
abad kedua
belas. Pada
akhirnya,
nilai
koleksinya
diperkiraka
n enam
ratus ribu
franc (lebih
dari 1,5 juta
euro pada
zaman
sekarang).
Akhirnya
dia
tertangkap
pada 1850,
dan
dihukum
sepuluh
tahun
kurungan
terpisah.
Setelah
bebas dari
penjara, dia
kembali ke
Italia dan
tinggal di
sana hingga
akhir hayat.
Aku sangat
ragu dia
menjalani
sisa
hidupnya
tanpa
mencuri
lebih
banyak
buku.
***

TAK lama
setelah
Gilkey
bercerita
tentang
diusir dari
Acorn
Books, dia
mulai
berbicara
tentang
bagaimana
dia terkesan
pada cara-
cara yang
digunakan
perpustaka
an San
Francisco
untuk
melindungi
buku-
bukunya.
Rupanya
Gilkey
pernah
ingin
membuat
fotokopi
sebuah
buku,
namun tak
diizinkan

196
si
pustakawan
. Satu-
satunya
cara yang
bisa
kubayangka
n dalam
kejadian ini
adalah
apakah
Gilkey telah
berusaha
mengambil
buku dari
arca
terkunci,
atau apakah
dia telah
mencoba
meninggalk
an
perpustaka
an dengan
membawa
buku itu.
Beberapa
bulan
kemudian,
ketika
mengobrol
dengan
beberapa
agen soal
Gilkey, aku
pastilah
sempat
menyebutk
an
keprihatina
nku tentang
kemungkin
an Gilkey
mencuri
dari
perpustaka
an karena
ketika aku
menelepon
petugas
pembebasa
n bersyarat
Gilkey
untuk
mengkonfir
masi
pernyataan
Gilkey, si
petugas
bilang dia
tidak
berhak
mendiskusi
kan soal
Gilkey,
namun
sempat
menyebut
bahwa pada
pemeriksaa
n
pembebasa
n bersyarat
terkini yang
juga
dihadiri
Gilkey, ada
orang yang
telah
menyampai
kan
keprihatina
nku
tersebut.
Kabar
rupanya
telah
menyebar.
Aku baru
sadar harus
berhati-hati
dengan
ucapanku
kalau masih
ingin
Gilkey
berbicara
denganku.
Pada saat
itu, setelah
berbulan-
bulan
wawancara
dan pe-
nelitian,
aku begitu
larut dalam
kisah ini,
dan aku
tidak ingin
kehilangan
kontak baik
dengan
Gilkey
maupun
Sanders.
Kami
semua
pemburu
yang ulet—
Gilkey
untuk
buku,
Sanders
untuk
pencuri,
dan aku
untuk cerita
mereka
berdua.
Apa yang
tidak
kuantisipasi
adalah
peranku
akan
menjadi
semakin
rumit. Tak
lagi
menjadi
pengamat
objektif,
aku telah
melangkah
memasuki
alur cerita.

197
3 11 &

Telepon
Ini
Mungki
n
Direkam
atau
Diawasi

K etika aku
berada di
Kota Salt
Lake untuk
mengunjun
gi
Sander
s, dia
bercerita
tentang
kunjungann
ya ke tem-
pat
pengarang
Wendell
Berry, yang
sangat
dikaguminy
a. Dengan
intonasi
yang sesuai
dengan
irama
tempat itu
dan bahasa
pendudukn
ya, dia
menyampai
kan
gambaran
yang
bersemanga
t, tidak
hanya
tentang
Berry dan
perkebunan
tembakau
Kentucky,
tetapi juga
tentang
dirinya.
"Wend
ell Berry
memiliki
tempat di
dunia dan
dia tahu
itu. Kukira
semasa
muda dia
pernah
meninggalk
an per-
bukitan
Kentucky,
tetapi dia
kembali,
dan
sebagaiman
a yang
dikatakann
ya, 'Sejak
saat itu aku
menumbuh
kan hutan
belantara
untukku.'
Dia
mengundan
gku ke
sana....
"Dia pria
pekerja, dan
saat itu
musim
panen, dan
dia
membantu
tetangga
memanen
tembakau....
Aku tidak per
-nah
melihat
perkebunan
tembakau
seumur
hidup.
Tempat itu
sangat luas!
Tanaman
yang sangat
besar
dengan
daun
seukuran
meja dan
batang yang
hampir
sebesar
gelas ini.
[Setelah
bekerja,
memanen
tembakau,]
kami
kembali ke
teras, lalu
mengamati
kunang-
kunang dan
menyesap
bourbon.
Pada pukul
enam pagi,
aktivitas itu
berulang.
Lalu pada
hari
Minggu,
Wendell
membawak
u ke
hutannya....
Dia
memahami
tempatnya
dan dia
mempraktik
kan apa
yang
diajarkan
olehnya.
"Aku
kembali ke
Salt Lake
dengan
perasaan:
Ini
rumahku,
aku lahir di
sini, aku
berasal dari
suatu garis
keturunan
Mormon
yang
panjang,
tapi aku
tidak
merasakan
kedekatan
itu, dan
entah
kenapa aku
tidak
memahami
sebagian
tempat ini.
Aku merasa
seperti
orang asing
di tanahku
sendiri.
Aku tidak
merasakan
hubungan
itu. Kukira
aku tak
akan
pernah
merasakann
ya."
Sander
s mungkin
merasa tak
lagi
memiliki
hubungan
dengan
Kota Salt
Lake, tetapi
bagiku,
dengan
mengurus
tokonya,
dia sendiri
telah
menumbuh
kan hutan
belantara
dalam
pengertian
lain, yang
dihuni
berbagai
macam
buku dan
orang-
orang yang
mencintain
ya. Inilah
dunia cipta-
annya,
dunia yang
sudah pasti
dimilikinya.
Tentu saja,
Sanders
mengenal
barisan
bukunya
sebagaiman
a Wendell
mengenal
barisan
perkebunan
tembakau
tetangganya
. Ketika
memegang
sebuah
buku yang
sudah tua
dan buram,
terkadang
dia bisa
merasakan
nilainya
dengan cara
misterius
yang sama
dengan cara
petani
tembakau
menilai
cuaca yang
akan datang
berdasarka
n aroma
tertentu di
udara.
Ketika
duduk
bersama
Sanders,
mendengar
kan kisah-
kisahnya,
mengamati
nya
membantu
pelanggan
men-

200
cari buku
(The
Phantom
Blooper dan
"karya
klasik
Romawi
dalam
bahasa
Latin apa
pun" adalah
dua
permintaan
pada siang
itu), justru
aku yang
merasa
sebagai
orang luar.
Bayangank
u akan
keterkaitan
seumur
hidupnya
dengan
dunia ini
barangkali
seperti
bayanganny
a terhadap
dunia
Wendell
Berry.
Minatk
u terhadap
kisah
Sanders dan
Gilkey,
bagaimana
mereka
menjalani
kehidupan
yang
berbeda,
dan
bagaimana
mereka
saling
terkait, kini
merasukiku
. Aku masih
berusaha
menentuka
n apa yang
membuat
Gilkey
begitu
tertarik
pada buku,
mengapa
dia bersedia
mengorban
kan
kemerdekaa
nnya demi
mendapatk
an buku,
dan
mengapa
Sanders
begitu ingin
menangkap
nya,
mengapa
dia mengor-
bankan
stabilitas
keuangan
tokonya
demi hal
itu. Jadi,
aku
menetapkan
tujuan
untuk
menghabisk
an lebih
banyak
waktu
dengan
keduanya
dan untuk
mengeksplo
rasi wilayah
yang
meliputi
keduanya:
koleksi.
Setiap
kolektor,
berdasarka
n
definisinya,
sepertinya
agak
terobsesi,
bahkan
sedikit gila
(salah satu
buku
favoritku
mengenai
koleksi
berjudul A
Gentle
Madness).
Bagi
seorang
kolektor,
satu tidak
pernah
cukup, dan
ketika suatu
koleksi
lengkap,
masih ada
koleksi lain
yang perlu
dilengkapi,
dan bahkan
mungkin
sudah
dimulai.
Proses
pengumpul
an itu tak
pernah
berakhir.
Meskipun
berkata
tidak
mengoleksi
lagi,
Sanders
mengakui
bahwa
menumpuk-
kan barang
di tokonya
merupakan
semacam
bentuk
mengoleksi
dan bahwa
tumpukan
itu
hanyalah
sebagian
dari
gudangnya.
Dia
memiliki
gudang
yang
disebutnya
sebagai
"katakomba
", tempat
ribuan lebih
buku
tersimpan.
Dia menjual
buku setiap
hari, tetapi
lebih
banyak lagi
yang

201
dibelinya.
Dari situ,
aku jadi
bertanya-
tanya,
sejauh
mana dia
atau
kolektor
lainnya
akan
melangkah?
Aku
menemukan
satu jawaban
dalam
sejarah. Don
Vincente,
seorang
biarawan
Spanyol abad
kesembilan
belas, kerap
mencuri dari
perpustakaan
biara
Cistercian di
Spanyol
timur laut
dan juga dari
beberapa
biara kuno
lainnya.1
Setelah
menghilang
beberapa
lama, dia
muncul
kembali
sebagai
pemilik
sebuah toko
buku antik di
Barcelona
dengan
koleksi
barang yang
luar biasa. Di
sana, dia
memiliki
reputasi
membeli
lebih banyak
buku
daripada
yang
dijualnya,
serta hanya
menjual buku
yang
dianggapnya
biasa-biasa
saja dan
menyimpan
yang paling
langka. Ada
satu volume
yang menjadi
obsesinya:
Furs e
ordinacions
fetes par los
gloriosos
reys de
Aragón ais
regnicols
del regne de
Valencia
(Maklumat
dan Peraturan
untuk
Valencia),
dicetak pada
1482 oleh
Lamberto
Palmart,
percetakan
pertama di
Spanyol.
Pada 1836,
setelah
kematian
pemiliknya,
buku itu
ditawarkan
dalam lelang.
Diduga, itu
satu-satunya
edisi yang
masih ada,
dan Don
Vincente
bertekad
untuk
memperolehn
ya. Meskipun
dia
menawarkan
seluruh
uangnya,
Augustino
Patxot, pe-
milik toko di
dekat toko
Don
Vincente,
mengalahkan
tawarannya.
Don Vincente
rupanya
menjadi
hilang akal,
mengumamk
an berbagai
ancaman di
jalan, dan
bahkan tidak
mengambil
reales de
consolación ,
pembayaran
kecil yang
harus
diberikan
penawar
tertinggi
kepada
penawar
tertinggi
kedua
menurut adat
lelang
Spanyol. Tiga
malam
kemudian,
rumah Patxot
terbakar, dan
hari
berikutnya,
tubuhnya
yang hangus
ditemukan.
Tak lama
kemudian,
mayat
sembilan
orang sarjana
juga
ditemukan,
semua
-nya
ditikam
sampai
tewas.
Kegempara
n di tempat
lelang telah
menjadikan
Don
Vincente
tersangka
utama.
Ketika
rumahnya
digeledah,
Furs e
ordinacions
ditemukan
ter-
sembunyi
di rak
teratas,
bersama
dengan
buku-buku
yang
pernah
menjadi
milik
korban
lainnya. Dia
mengakui
telah
mencekik
Patxot dan
menikam
yang lain-
lain hanya
setelah
hakim
meyakinkan
nya bahwa
perpustaka
annya akan
dipelihara
dengan baik
begitu dia
dipenjara.
Di
pengadilan,
ketika
hakim
menanyai si
tersangka
mengapa
dia tidak
mencuri
uang dari
para
korbannya,
dia
menjawab,
"Aku bukan
pencuri."
Tentang
fakta dia
mengambil
nyawa
mereka, dia
berkata,
"Setiap
orang pasti
mati, cepat
atau
lambat,
tetapi buku-
buku yang
bagus harus
dipelihara."
Pengacaran
ya
membantah
kliennya
sakit jiwa.
Selain itu,
si
pengacara
menyampai
kan dia
baru saja
mengetahui
bahwa ada
edisi lain
buku
tersebut di
Paris. Dia
berpendapa
t bahwa
dengan ini,
tidak
terbukti
edisi yang
ditemukan
di rumah
Don
Vincente itu
milik
Patxot.
Kliennya,
yang sangat
putus asa,
menjerit,
"Aduh,
aduh!
Bukuku
ternyata
tidak unik!"
Dia
terdengar
mengucapk
an kalimat
ini
berulang-
ulang
hingga dia
dieksekusi
pada 1836
di
Barcelona.
Kisahn
ya
mengilhami
salah satu
cerita
pendek
pertama
Gustave
Flaubert
dan
bukunya
yang
pertama
kali
diterbitkan,
" Biblioman
ie ", ditulis
pada 1836,
tak lama
sebelum
ulang
tahunnya
yang kelima
belas.

Ketika
kunjungank
u ke Kota
Salt Lake
hampir
berakhir,
Sanders
bertanya
bagaimana
aku akan
menggamba
rkan

203
dirinya
dalam kisah
majalah
yang
sedang
kugarap.
"Apakah
segila
Gilkey?" dia
bertanya.
Ini bukan
pertama
kalinya dia
mengajukan
pertanyaan
ini.
Kadang-
kadang, di
tengah
wawancara,
dia akan
menahan
diri, seolah
baru
terpikir
olehnya
bahwa aku
mungkin
tidak
memandan
g apa yang
dikatakann
ya dalam
cara-cara
yang akan
bermanfaat
baginya.
Dia seperti
terbelah
antara
keinginann
ya untuk
men-
dapatkan
pengakuan
dan
ketidakperc
ayaannya
kepadaku.
Aku
mengagumi
kehidupann
ya yang
tidak biasa,
opininya
yang
berani,
sifatnya
yang
pemberonta
k, teman-
temannya
yang
artistik,
kisah-
kisahnya
yang
memesona,
dan
dedikasinya
kepada
anak-
anaknya
dan buku-
bukunya,
tetapi ke-
waspadaan
dan sifat
curiganya
yang
membantun
ya dalam
pekerjaanny
a sebagai
"bibliodick"
kini
menjadi
penghalang
antara aku
dan dirinya.
Aku
kembali
berusaha
meyakinkan
Sanders
bahwa aku
akan
menggamba
rkan
dirinya
secara
positif.
Gilkey,
di sisi lain,
tidak
bertanya
bagaimana
aku akan
menggamba
rkan
dirinya.
Kalaupun
dia
bertanya,
aku tak
punya
jawabannya
. Apakah
segila
Gilkey?
tanya
Sanders
tadi.
Apakah
Gilkey gila?
Kalau
demikian,
apa
diagnosis-
nya?
Dengan
seluruh
informasi
yang telah
kukumpulk
an, masih
ada
beberapa
jawaban
yang
bagiku
kurang
jelas.
Sanders dan
Gilkey telah
berbagi
riwayat,
keinginan,
serta
motivasi
mereka
denganku,
tetapi
semua
informasi
ini tidak
bisa
memberika
n gambaran
tegas.
Sesamp
ainya di
rumah, aku
membaca di
surat kabar
bahwa pada
sore itu,
John
Berendt,
pengarang
Midnight
in the
Garden of
Good and
Evil , akan
membacaka
n kisah
dalam
bukunya di
sebuah toko
buku di San
Francisco.

204
Aku ingat
Gilkey
pernah
menyebutk
an
rencananya
untuk
hadir. Aku
sempat
berpikir
untuk
datang,
tetapi
akhirnya
tidak jadi.
Aku tidak
ingin lagi
mengalami
pertemuan
yang
canggung
di depan
umum.
Selain itu,
aku dan
Gilkey
berencana
bertemu
pada hari
Rabu
berikutnya
di toko
Goodwill di
sudut jalan
Mission dan
Van Ness di
San
Francisco.
Aku
menghubun
gi ponsel
Gilkey
untuk
mengkonfir
masi- kan
pertemuan
kami, tetapi
dia tidak
menjawab
ataupun
membalas
pesan yang
kukirimkan.
Aku
kembali
me-
neleponnya,
tetapi
kembali tak
mendapat
jawaban. Ini
aneh,
karena dia
selalu
berusaha
tepat waktu
dalam
setiap
pertemuan
dan selalu
memberitah
ukan sejak
jauh hari
jika dia
tidak bisa
memenuhin
ya.
Mingg
u
berikutnya,
aku
menerima
panggilan
telepon
yang
ditagihkan
kepadaku.
"Mrs.
Bartlett?"
kata satu-
satunya
orang selain
petugas
telemarkete
r yang
menyapaku
seperti itu.
"Ini John
Gilkey."
Dia
menghubun
giku dari
telepon
umum di
Deuel
Vocational
Institution
di Tracy,
penjara
tempat
pertama
kali aku
mewawanca
rainya. Dia
bilang dia
telah
ditahan di
Modesto
pada hari
aku
membaca
tentang
acara
Berendt itu,
dan
menjelaska
n bahwa dia
kembali
dipenjara
karena
kartu pos
Brahms
yang
dijualnya.
"Merek
a
menawarka
n tiga
setengah
bulan, tapi
aku
menolak,"
lanjutnya,
menjelaska
n bahwa dia
kini
dipenjara
selama
sembilan
setengah
bulan. Ini
bukan kali
pertama
Gilkey
menolak
hukuman
hanya
untuk
mendapati
diri-

205
nya—
setelah
memprotes
ketidakadil
an
hukuman
itu—
menjalani
masa
hukuman
yang lebih
panjang.
"Aku akan
menghadap
i dewan
untuk
menjernihk
an masalah
ini," kata-
nya, lebih
terdengar
pasrah
daripada
marah.
"Yang aneh,
kali ini aku
tidak
bersalah,"
tambahnya.
Tentu
saja.
Gilkey
berkata
bahwa
setelah
polisi
menyerbu
aparte-
mennya di
Treasure
Island,
mereka
mengembali
kan
kepadanya
beberapa
benda yang
tak bisa
mereka
buktikan
sebagai
barang
curian,
termasuk
kartu pos
Brahms
yang telah
diambilnya
dari Roger
Gross.
Dalam
pikirannya,
hal ini
membenark
an
pendapatny
a bahwa
barang itu
bukanlah
curian.
"Merek
a
mengembali
kannya
kepadaku,"
kata Gilkey.
"Lantas aku
mesti
bagaimana?
"
Aku
sedang
merenungk
an logika
pembelaan
Gilkey yang
rumit itu,
ketika
sebuah
suara
rekaman
menyela
percakapan
kami:
Telepon ini
mungkin
direkam
atau
diawasi.
Ketika
kukatakan
bahwa aku
mungkin
akan
mengun-
junginya di
penjara, dia
terdengar
sangat
gembira.
"Ada
yang perlu
kutandatan
gani?" dia
bertanya.
Kuputu
skan untuk
lebih
berterus
terang soal
pandang-
anku
mengenai
pencurian
yang
dilakukann
ya. Aku
mem-
beritahunya
bahwa aku
telah
berbicara
dengan
para agen
yang buku-
bukunya
telah dia
curi, dan
bahwa
sebagian
dari mereka
mengatakan
tidak
memiliki
asuransi,
jadi mereka
sendiri
telah
merugi.
"Yah,
kalau saja
aku orang
baik...
tetapi aku
'kan se-

206
karang di
penjara,"
katanya,
mengakui
bahwa dia
mungkin
bukan
orang baik.
"Aku akan
bilang,
bisnis
memang
seperti itu.
Itulah yang
kurasakan
sekarang.
Sebagai
pemilik
bisnis,
sudah pasti
aku tak
mau
kehilangan
lima ratus
dolar. Tapi,
jika kita
membuka
bisnis,
masalah
semacam
ini akan
terjadi.
Misalnya,
toko
minuman
keras—toko
itu
barangkali
bakal
dirampok
sebulan
sekali. Jadi,
jika ingin
membuka
bisnis,
mestinya
kita
bersiap-siap
untuk hal
semacam
ini."
Hal
semacam
ini memang
terjadi.
Bahwa dia
yang
membuat
itu terjadi,
tak
terpikirkan
oleh Gilkey.
Ketika
menyampai
kan
pandangan
nya,
suaranya
terdengar
persis
ketika dia
bercerita
tentang
berbagai
pencurian
yang ber-
hasil
dilakukann
ya. Dia
berbicara
dengan
kalimat
pendek-
pendek,
dengan
nada yang
terlalu
percaya
diri, seperti
gangster
dalam film
tahun 1940-
an. Mau tak
mau aku
berpikir
bahwa dia
tidak
mengerti
duduk
persoalanny
a,
bagaimana
tindak
kejahatanny
a telah
menempatk
annya
dalam
posisi
sekarang,
dengan
telepon
umum yang
di-
tempelkan
ke telinga,
serta
penjaga di
belakangny
a. Kurasa
aku ingin
dia
mengerti
hal itu.
Kutanya
dia, apakah
dia bisa
membayang
kan hidup
tanpa buku.
"Yeah,
bisa,"
katanya.
"Maksudku,
aku tidak
bisa
mengoleksi
buku
kecuali
orang-
orang
menyumba
ngkannya
kepadaku."
Jelas,
dia
mengangga
p membeli
buku benar-
benar
mustahil
baginya.
"Pada
akhirnya,"
dia
mengakui,
"kukira aku
mesti
kembali
mencoba
mendapatk
an buku
langka.
Hanya saja
saat ini aku
tidak tahu
cara
melakukan
nya."

207
Sehebat
apa pun
kekuatan
imajinasiny
a, dia
sepertinya
tidak bisa
membayang
kan masa
depan
tanpa buku
langka. Dan
sepertinya,
dia juga
tidak bisa
berhenti
memikirkan
berbagai
taktik
untuk
mendapatk
annya.
"Sejuju
rnya,"
katanya,
"aku punya
ide kriminal
untuk
mendapatk
annya. Tapi
kukira ide
itu sulit
dikerjakan."
Dia
memaparka
n, "Aku
memikirkan
semacam
penipuan
asuransi,"
lalu
menambahk
an, seolah
membenark
an penga-
kuannya,
"Aku hanya
mencoba
jujur."
Meskip
un suara
rekaman
kerap
mengingatk
an bahwa
telepon ini
mungkin
diawasi, dia
tetap saja
mengungka
pkan
mimpinya,
keraguanny
a,
kewaspadaa
nnya, dan
harga
dirinya
secara
bergantian.
"Penipuan
asuransi
untuk
mendapatk
an seratus
buku [dari
daftar
Modern
Library]
sekaligus.
Dan cara itu
mungkin
berhasil,
mungkin
juga tidak.
Barangkali
aku tak
akan
melakukan
nya. Tetapi
ide ini
memang
sempat
terpikir
olehku."
Aku
bertanya
apakah
menurutnya
perbuatann
ya benar
atau salah.
"Diliha
t dari
persentase,"
katanya,
"mungkin
aku tidak
seratus
persen
salah.
Mungkin
lebih tepat
enam puluh
persen
salah dan
empat
puluh
persen
benar.
Maksudku,
tentu saja,
itu bisnis
mereka,
para agen
buku, tetapi
mestinya
mereka
menjadikan
buku lebih
mudah
diakses
oleh orang-
orang yang
menyukain
ya."
Seakan
telah
mengantisi
pasi reaksi
terhadap
pernyataan
ini, dia
menambahk
an, "Itu
kalau
pikiranku
lagi kacau."
Tapi
dengan
cepat, dia
kembali ke
logikanya
yang
egosentris.
"Maksudku,
bagaimana
aku bisa
membangu
n

208
koleksi
kecuali aku,
katakanlah,
menjadi
multijutawa
n?"
Gilkev
merasa tidak
sanggup
memenuhi
keinginannya
, jadi dia
menyalahkan
orang-orang
yang
dianggapnya
menghalangi
nya
mendapatkan
itu—para
agen. Aku
jadi bertanya-
tanya,
bagaimana
rasanya
memandang
dunia dengan
cara seperti
itu, merasa
berhak
mendapatkan
semua yang
diinginkan
dan
membenarka
n cara apa
pun untuk
meraihnya?
Jika ini
benar-benar
cara Gilkey
memandang
dunia, dan
setiap
percakapan
dengannya
menegaskan
perasaan ini
(aku tidak
bisa
memikirkan
alasan lain
Gilkey
menyampaik
an pandangan
ini kecuali
kebencian;
bagai-
manapun,
pendapatnya
tidak
menyenangka
n), berarti
mungkin dia
sakit jiwa.
Dia sadar
mencuri buku
itu ilegal,
namun dia
masih saja
mencurinya,
karena
baginya
ilegal tidak
sama dengan
salah.
Apakah ini
keadaan
pikiran yang
permanen,
atau bisakah
dia berubah?
Namun,
sepertinya dia
tidak ingin
berubah.
Alih-alih, dia
tetap
memfokuska
n pikiran
pada
koleksinya,
membayangk
an hal itu
dapat
meningkatka
n posisinya
dalam
masyarakat.
Gilkey akan
dianggap
berbudaya
dan
terpelajar,
persis seperti
perempuan
dalam iklan
manajemen
kekayaan
yang pernah
kulihat, yang
digambarkan
sedang
meninggalka
n toko buku
langka itu.
Apa pun
yang
dilihatnya—
film, televisi,
buku, iklan,
katalog
pakaian—
merupakan
gambaran
yang
menegaskan
penghormata
n kebudayaan
kita bukan
kepada sastra
itu sendiri,
melainkan
kepada
akumulasi
buku sebagai
tanda bahwa
kau adalah
keturunan
bangsawan.
Melalui
koleksinya,
Gilkey ingin
menempati
kedudukan
terhormat di
dunia yang
dicemburuiny
a itu.
Mungkin dia
hanya sedikit
lebih gila
daripada
mereka
semua
.Pesan
rekaman itu
menyela
lagi.
Telepo?! ini
mungkin
direkam
atau
diawasi.
Aku
menanyai
Gilkey
mengapa
dia
menyimpan
begitu
banyak
buku secara
terang-
terangan di
apartemenn
ya di
Treasure
Island, dan
dia
terkekeh.
"Yeah...
aku
memang
tolol, aku
tidak
menyembu
nyikannya
dan malah
meninggalk
annya di
rak buku.
Aku jadi
kehilangan
buku-buku
senilai lima
puluh ribu
dolar. Aku
tidak
menyangka
mereka
akan
datang."
Kejujur
an Gilkey
membuatku
semakin
berani.
Kutanya dia
di mana dia
menyimpan
buku-buku
yang lain.
Rupany
a dia lupa
telah
memberitah
uku tidak
lagi me-
nyimpan
buku apa
pun. Dia
berkata,
"Kusembun
yikan.
Mereka
[polisi]
mengambil
banyak
buku... tapi
aku masih
punya
beberapa."
Aku
bertanya
apakah
buku-buku
itu
disimpan
oleh
kerabatnya,
atau
barangkali
di tempat
penyimpan
an sewaan.
Gilkey
berpikir
sejenak.
"Um...
sebenarnya
buku- buku
itu
disimpan di
rumah
lelang,
sebagai
barang
yang
ditunda
pelelangann
ya. Aku
selalu
mengubah
tempat.
Aku selalu
berpikir
akan
menjual
buku-buku
itu ketika
semuanya
semakin tak
terkendali.
Aku
berpura-
pura
hendak
melelang
habis
[buku-buku
itu]."
Gilkey
berkata,
waktu
bicaranya
tinggal
beberapa
menit. Dia
telah
bercerita
bahwa pada
1994, dia
membeli
Lolita dan
The Return
of Sherlock
Holmes
"dengan
kartu
kreditku
sendiri".
Aku
merasakan
tekanan
waktu yang
hampir
habis, jadi
aku kembali
menantang
nya,
mengingatk
annya
bahwa

210
dia bilang
tidak suka
membeli
barang
dengan
uangnya
sendiri.
"Begini
," katanya.
"Kartu
American
Express
memberi
rencana
pembelian
tambahan.
Jadi, aku
membeli
barang-
barang
yang
harganya
sekitar
seribu lima
ratus dolar,
dan aku
hanya perlu
membayar
tiga ratus
sebulan."
Aku
hendak
menyampai
kan
keraguanku
mengenai
kesediaann
ya
membayar,
ketika tiba-
tiba dia
membuat
pengakuan.
"Aku
memiliki
rencana
kecil lain di
balik itu,
jadi se-
benarnya
aku
mendapatk
an buku-
buku itu
secara
gratis."
"Bagai
mana
caranya?"
tanyaku.
"Begini
," katanya
malu-malu,
"aku
memberitah
u mereka
bahwa
kartu
American
Express-ku
hilang, dan
ada tagihan
yang belum
diotorisasi."
Dalam
waktu
kurang dari
lima menit,
Gilkey
bercerita
bahwa dia
telah
membeli
dua buku
langka,
yang
dibayarnya
dengan
angsuran
bulanan—
dan
faktanya,
dia tidak
membayar
sepeser
pun. Dia
malah
memprotes
American
Express
bahwa
tagihan itu
bukan
miliknya.
"Oke,"
katanya.
"Kurasa aku
benar-benar
harus me-
nutup
telepon
sekarang."
Kami
berpamitan.
Aku
menutup
telepon dan
bertanya-
tanya
apakah ada
orang yang
tahu
tentang
penipuan
American
Express
yang
dilakukann
ya.
Perusahaan
kartu
kredit?
Polisi?
Mengapa
Gilkey
memberitah
ukannya
kepadaku?
Tidakkah
dia takut
aku akan
menyampai
kannya
kepada
orang lain?
Ataukah
mestinya
begitu?
Apakah aku
wajib
menyampai
kannya,

211
secara
hukum?
Aku senang
dia
memberiku
informasi
ini, tetapi
aku tidak
ingin
menjadi
orang yang
menjeblosk
annya ke
penjara.
Aku
menunda
membuat
keputusan
hingga bisa
menentuka
n apa saja
tugasku,
meskipun
aku tahu
persoalan
yang
menggangg
uku bukan
hanya
tentang
tugas
hukum,
melainkan
juga
tanggung
jawab etika.
Perlukah
aku
memberitah
u para
agen?
Apakah itu
ide bagus,
mengingat
aku tidak
tahu di
mana buku-
buku itu?
Kuputuska
n lebih baik
berbicara
dengan
seorang
pengacara
sebelum
membuat
keputusan.
***

AKHIR
musim
gugur itu,
aku
mengunjun
gi Heldfond
Book
Gallcry,
salah satu
korban
Gilkey. Aku
telah
berbicara
dengan Eric
Heldfond di
telepon,
dan dia
menyarank
an agar aku
bertemu
dengan
istrinya,
Lane,
karena
dialah yang
pernah
berurusan
dengan
Gilkey.
Ketika
aku masuk
ke tokonya,
Lane
sedang
membantu
sepasang
pria Inggris
yang
rupanya
telah
menjadi
pelanggan
tetap. Aku
tidak ingin
menyela
mereka,
jadi aku
keluyuran
saja di toko
itu.
Sebagian
besar buku
di sana
memiliki
sampul
yang sangat
indah, dan
posisinya
menghadap
ke depan
sehingga
bukan
punggung
buku yang
terlihat,
seolah
buku- buku
itu tahu
posisi
terbaik
mereka.
Ada edisi
pertama
Thunder
ball yang
spektakuler
karya Ian
Fleming,
edisi
majalah
The Dial
dengan
penampilan
perdana
The Waste
karya T. S.
Eliot, b j
the
American
West karya
Richard
Avedon,
dan banyak
edisi
pertama
buku anak,
seperti
Green Eggs
and Ham,
Andersen 's
Fairy
Tales,
Elves and
212
Fairies,
Peter
Wendy.
Dari sudut
kursinya di
balik
meja layan,
Lane
melirikku
beberapa
kali dengan
tampang
curiga, dan
aku
bertanya-
tanya
apakah
menurutnya
aku seorang
pengutil.
Ketika
kedua
pelanggan
itu pergi,
aku
mendekat
ke meja
layan dan
memperken
alkan diri.
"Aku
lupa kau
dari
majalah
mana,"
katanya
tajam,
mengamati
ku dari atas
ke bawah.
Erik telah
memberi-
tahunya
bahwa aku
sedang
menggarap
kisah
mengenai
Gilkey, dan
Lane jelas
tampak
tidak
senang.
"Punya
kartu
nama?"
Kujelas
kan bahwa
kartu
namaku
ketinggalan
di tas yang
lain, tetapi
aku sedang
menulis
untuk San
Francisco
Magazine.
Lane
menuliskan
nama dan
nomor
teleponku
pada
selembar
kertas di
sebelah
mesin kasir.
Aku ragu
dia perlu
nomorku.
Bahasa
tubuhnya
seperti
menyampai
kan bahwa
dia bukan
orang tolol;
dia berniat
memeriksak
u.
Setelah
menilai
diriku, Lane
bersedia
berbicara
meskipun
tampak
ragu. Dia
bercerita
tentang
pemesanan
yang
dilakukan
Gilkey,
bagaimana
Gilkey
berusaha
menyamark
an suara
dengan
menutup
mulut
ketika dia
mengambil
buku
pesanan itu,
dan
bagaimana
Lane telah
mengidentif
ikasinya
dalam foto
polisi yang
dimuat
secara
online. Aku
sudah tahu
sebagian
besar kisah
itu dari
Detektif
Munson
dan
Sanders.
Tetapi
mereka
tidak
menyampai
kan satu
detail
kunci: Lane
Heldfon
sangat
marah.
Dengan
beberapa
pengecualia
n, para
agen
sebenarnya
tidak
menangguk
kekayaan
dari
penjualan
buku
langka.
Bagi
sebagian
besar dari
mereka,
kehilangan
lima ribu
dolar itu
sangat
besar, liga
tahun
setelah
pencurian,
Lane masih
geram
kepada

213
Gilkey, dan
kini tampak
jelas dia
juga tidak
menyukaik
u.
"Yang
kaulakukan
ini, yah,
mungkin
akan
memulia-
kannya,"
kata Lane,
menyebutk
an
publisitas
yang
diterima
pembunuh
berantai
Charles
Manson:
"Setiap
orang kenal
siapa dia."
Aku
berpikir
bahwa
sebenarnya
agak jauh
mengaitkan
Manson, si
pembunuh,
dengan
Gilkey, si
pencuri
buku, tetapi
aku paham
maksud
Lane.
Mereka
penjahat
yang
mendapat
perhatian
yang
menurutnya
tak pantas
karena
perbuatan
mereka.
"Bisnis
ini
dikerjakan
dengan
cinta," kata
Lane, dan
dengan
tangan
menyentuh
daerah
jantung, dia
menambah-
kan, "Dia
ada di sini.
Aku sangat
marah
kepada pria
ini."
Lane
tidak ingin
berbicara
lagi, jadi
aku
menyimpan
lagi buku
catatanku.
Tetapi,
ketika aku
hendak
meninggalk
an toko, dia
menghentik
anku.
"Begini
," katanya,
"kami
memiliki
buku-buku
yang sangat
istimewa di
sini. Banyak
pecinta
buku yang
datang,
mereka tak
pernah
melihat
buku
semacam
ini, dan
kemungkin
annya,
mereka tak
akan
pernah
melihatnya
lagi seumur
hidup.
Kami telah
bekerja
keras
selama lima
belas tahun,
pertama
kali
membeli
buku-buku
seharga
delapan
dolar,
berharap
harganya
akan naik,
lalu buku-
buku
seharga
delapan
puluh
dolar, dan
begitu
seterusnya.
Kami
bekerja
untuk
membangu
n toko yang
sangat
bernilai,
toko yang
unik...
Kami ingin
buku-buku
ini bersama
dengan
orang-
orang yang
mencintai
mereka,
orang-
orang yang
mau
membeli
mereka,
yang
menghargai
mereka...
Gilkey
membuatku
sangat
marah.
Rasanya
sungguh
terhina.

214
Ketika
mencuri
buku-buku
itu, dia juga
mengambil
mereka
dariku,
darinya,"
kata Lane,
yang
dimaksudk
annya
adalah
suaminya.
Kemudian,
dengan
suara yang
lebih
rendah,
menoleh
sebentar
kepada
putrinya—
seorang
gadis
berusia
sembilan
atau
sepuluh
tahun,
bermata
dan
berambut
gelap, yang
sedang
membantun
ya
mengelap
debu di rak
buku—Lane
berkata,
"Gilkey
mengambil
buku-buku
itu
dariwytf."
Apa
yang
dikatakan
Heldfond
tepat
sasaran,
tidak hanya
karena
bagaimana
dia dan
keluargany
a secara pri-
badi
terpukul
oleh
pencurian
itu, tetapi
juga dalam
bagaimana
dia
menceritaka
n apa yang
ada di rak-
raknya.
Buku- buku
yang
"mungkin
tak akan
pernah kita
lihat lagi
seumur
hidup" itu
bukan
sekadar
objek yang
indah, dan
keadaan
fisik
mereka
entah
bagaimana
membuat
isi mereka
seperti
lebih
bermakna.
Kemarahan
Lane sangat
masuk akal.

Sejak
pertemuan
pertamaku
dengan
Krdutterbu
ch dan
kunjungank
u ke
pameran
buku, aku
telah
berpikir
tentang
"kebendaan
" buku.
Namun, apa
yang
dikatakan
Heldfond
membuatku
juga
memikirkan
posisi buku
secara fisik,
bukan
hanya
dalam
sejarah
secara luas,
melainkan
juga dalam
sejarah
pribadi
kita. Ini
pikiran
yang tak
bisa
kuenyahkan
sejak
beberapa
bulan yang
lalu, ketika
seorang
temanku,
Andy
Kieffer,
mulai
menyanjun
g-nyanjung
keutamaan
e-book.
Andy dan
istrinya
masing-
masing
membeli e-
book tak
lama
sebelum
pindah ke
Guadalajara
. Mereka
gembira
memiliki e-
book karena
hampir
mustahil
menemukan
buku-buku
berbahasa
Inggris di
sana, dan

215
sistem
posnya
tidak bisa
dipercaya.
Andy
mendapati
tidak
mengalami
kesulitan
membaca
The
Seagull
karya
Chekhov
atau
Treasure
Island
tulisan
Stevenson
(dua
naskah
yang baru-
baru ini
dibelinya)
di layar,
dan kini
telah mulai
membawa
harian
New York
Times ,
beberapa
terbitan
The New
Yorker ,
sebuah
kamus, dan
beberapa
bacaan
ringan
dalam
perangkat
itu
sekaligus.
"Sebel
umnya aku
tidak
pernah
tahu apa
yang akan
ingin
kubaca,"
dia
menerangk
an.
Mungkin
memang
bagus buat
dia, pikirku.
Tetapi aku
masih tidak
mengerti
mengapa
orang yang
mudah
mengakses
buku-buku
tradisional
mau
membuat per-
ubahan.
Tetapi
kemudian
terpikir
olehku anak-
anakku yang
masih
remaja,
keduanya
terbiasa
membaca
dari
komputer
sepanjang
hari, bukan
hanya pesan
instan
(instant
messages)
dan e-mail ,
tetapi juga
artikel
panjang
untuk tugas
sekolah.
Mereka pasti
tidak
keberatan
membaca e-
book.
Meskipun
demikian,
kukira hal itu
juga mungkin
hanya akan
memperkuat
kecintaan
mereka
terhadap
buku-buku
fisik yang
mereka
simpan.
Salah satu
hadiah
kelulusan
SMU untuk
putraku,
sesuatu yang
kubeli pada
menit- menit
terakhir,
adalah buku
saku
Konstitusi AS
berwarna
hitam (dia
tertarik pada
sejarah dan
hukum). Dari
seluruh
hadiahnya,
termasuk
sebuah laptop
untuk kuliah,
justru buku
kecil yang
murah inilah
yang secara
harfiah
disimpan
oleh putraku
di dekat
hatinya. Dia
berkata, "Aku
akan
menyimpan
ini untuk
selamanya."
Sementara
itu, putriku
kini memiliki
eksemplar
Anne of
Green
Gables,
Anne of the
Orchard ,
dan
Kilmeny of
the
Orchard
karya Lucy
Maud
Montgomery
yang
sebelumnya
milik ibuku
(da
npernah
menjadi
milik
nenekku).
"Ketika
membuka
buku- buku
itu dan
mulai
membaca,
aku senang
membayang
kan dari
mana asal
mereka,
siapa lagi
yang
pernah
membaca
mereka,"
putriku
menerangka
n. "Rasanya
seolah ada
lebih dari
satu kisah
yang bisa
mereka
ceritakan."
Artefak
fisik
menyimpan
kenangan
dan makna,
dan ini
tidak hanya
berlaku
untuk teks
sejarah
yang
penting, na-
mun juga
untuk buku
kanak-
kanak yang
berharga.
Duduk di
perpustaka
an,
dikelilingi
rak-rak
tinggi berisi
buku, aku
merasakan
sejarah
ilmu
pengetahua
n yang
sangat kaya
sebagai
sesuatu
yang nyata,
yang
rendah hati
sekaligus
menginspir
asi. Kita
bisa
membaca
tentang
Holocaust
atau tempat
Emily
Dickinson
menuliskan
"suratnya
kepada
dunia" atau
tempat Jim
Morrison
dikuburkan
. Kita bisa
me-
mandang
foto
mengenai
tempat-
tempat ini.
Namun
tetap saja,
setiap
tahun,
ribuan
orang
mengunjun
gi
Auschwitz,
The
Homestead,
dan Père
Lachaise.
Aku
menyimpul
kan
keinginan
kita untuk
berada di
dekat buku
berasal dari
impuls
serupa.
Buku
memakukan
kita dalam
sesuatu
yang lebih
besar
daripada
diri kita,
sesuatu
yang nyata.
Untuk
alasan ini,
aku yakin
buku-buku
berjilid
tebal akan
bertahan,
bahkan
lama
setelah e-
book
menjadi
populer.
Ketika aku
sedang
berjalan-
jalan dan
hampir
setiap
orang yang
berpapasan
denganku
terasing
dalam
dunia i Pod
atau
ponselnya,
mau tak
mau aku
berpikir
bahwa
hubungan
kita dengan
buku—
setelah
berabad-
abad ini—
masih
sangat
penting.
Koneksi
semacam
inilah yang
membuat
buku- buku
tua
orangtua
dan kakek-
nenekku
begitu
istimewa
bagiku, dan
Kràutterbu
ch begitu
agung.

217
<f) ^D Û
c=r i=0))
3 12 &

Apa
Lagi
yang
Bisa
Kumi
nta?

K
arena
Gilkey,
yang sekali
lagi
dibebaskan,
kini tidak
lagi
diterima di
toko-toko
buku
favoritnya,
maka dia
memenuhi
kebutuhann
ya
dikelilingi
buku
dengan
mengunjun
gi
perpustaka
an. Itu
dilakukann
ya hampir
setiap hari.
Dia telah
memutuska
n untuk
mengoleksi
edisi
pertama
buku-buku
pemenang
Penghargaa
n Nobel,
dan pada
pertemuan
kami
berikutnya,
dengan
gembira dia
bercerita
bahwa dia
telah
menemukan
satu buku,
karya Dario
Fo, yang
memenangi
penghargaa
n itu pada
1997.
Gilkey
datang
dengan
membawa
buku itu,
edisi
paperback
yang tipis
dan kecil
dengan
sampul
berwarna
merah
polos, dan
menyerahka
nnya
kepadaku.
Kulihat di
sampul
belakangny
a ada
sesuatu
yang
sepertinya
bekas stiker
perpustaka
an. Ketika
kutanya dia
tentang itu,
dia
bergumam
telah
membeli
buku itu di
sebuah
bazar per-
pustakaan
di Modesto.
Sementara
kami
mengobrol,
Gilkey
terus
mencungkil
bekas stiker
itu,
mencoba,
kuduga,
untuk
menghilang
kannya.
Ketika
kutanya
lagi
tempatnya
menyimpan
buku,
Gilkey
berkata
sambil
mengangka
t bahu dan
pandangan
penuh arti,
"Secara
teknis, aku
tidak punya
buku apa
pun." Aku
cukup
yakin dia
ingin
memberitah
uku lebih
banyak lagi,
tetapi dia
menyadari
risikonya
dan dengan
kewaspadaa
n yang tak
biasa, tidak
mau
mengambil
risiko itu.
Gilkey,
yang
bermimpi
dikagumi
karena
koleksinya,
tertangkap
dalam
perangkap
yang
dibuatnya
sendiri.
Meskipun
dia sangat
ingin
memamerka
n
perolehann
ya,
tindakan itu
bisa
membuatny
a
kehilangan
buku-buku
itu. Setiap
buku yang
Gilkey
tambahkan
ke
koleksinya
kini hanya
bisa
dinikmati
secara
diam-diam,
bukan oleh
orang lain,
dengan satu
pengecualia
n: aku. Aku
menjadi
satu-
satunya
pendengarn
ya. Dia
tidak bisa
atau tidak
mau
mengatakan
segalanya
kepadaku,
ataupun
memperliha
tkan semua
bukunya,
tetapi dia
bisa
memperliha
tkan buku-
buku
paperback
mungil
yang entah
dibelinya
pada suatu
bazar
perpustaka
an entah
tidak, dan
mengobrol
denganku
tentang
keutamaann
ya.
Meskipun
demikian,
"pembelian"
yang lebih
besar akan
tetap
tersembuny
i,
setidaknya
untuk saat
ini. Namun,
aku punya
perasaan
bahwa jika
aku cukup
sering
berbicara
dengan
Gilkey,
beberapa
buku ber-
nilai tinggi
mungkin
akan
muncul,
dan aku
sangat
ingin
menemukan
nya. Aku
berharap
bisa
menggali
kejutan
segigih
kolektor
buku mana
pun, jadi
kami
kembali
mengatur
jadwal
bertemu.

220
Penemuan
harta buku
berharga
tidak
terbatas
pada
gudang-
gudang
terpencil di
New
Hampshire.
Agen asal
San
Francisco,
John
Windle,
bercerita
tentang
kunjungan
nya ke
London
beberapa
tahun lalu
untuk
acara
lelang yang
menawarka
n berbagai
buku,
perabot,
dan barang
lain milik
seorang
kolektor
buku
terkenal.
Ketika
sedang
meninjau
barang-
barang
yang
ditawarkan
, Windle
membuka
sebuah laci
meja tulis.
Di
dalamnya,
tanpa
diketahui
siapa pun
— oleh
rumah
lelang, atau
rekan-
rekannya
sesama
agen, atau
bahkan
para
penawar—
tergeletak
sebuah
edisi Book
ofjob karya
William
Blake,
buku
bergambar
ukiran
yang
sangat
indah
sebanyak
dua puluh
satu
volume.
Sebagai
penyair, se-
niman, dan
pelukis
yang teliti
sekali,
Blake
selalu
menjadi
favorit
para
kolektor,
dan Book
of Job
adalah
salah satu
karya
terbaiknya.
"Di
dalam
Book of Job
" ucap
Windle,
"aku mene-
mukan
sesuatu
yang
bahkan
lebih
berharga:
selebaran
empat
lembar
yang juga
dibuat oleh
Blake, ' The
Song of
Liberty.'"
Seperti
halnya
matryoshk
a —boneka
Rusia—
satu
boneka
tersembun
yi di dalam
boneka
yang lain.
Harga meja
berlaci itu
sekitar
2.000 dolar,
dan Book
of Job di
dalamnya
bernilai
100.000
dolar.
Selebaran
yang
tersembun
yi di antara
halaman-
halaman
buku itu
— "The
Song of
Liberty" —
belum
pernah
ditawarkan
dalam
lelang
selama
empat
puluh
tahun, jadi
ketika
memegang
benda itu,
Windle
tidak tahu
nilainya.
Dia bilang
saat itu dia
tahu bahwa
tak ada
orang lain
yang
menyadari
keberadaan
selebaran
itu.
"Sembilan
puluh
persen
diriku
ingin
mema-
sukkan
selebaran
itu ke
dalam saku
lalu pergi
makan
siang,"
katanya.
"Tapi akal
sehatku
melarang."
Dia
memberita
hu

221

rumah
lelang
mengenai
temuannya.
Tiga bulan
kemudian,
"The Song
of Liberty"
terjual
dengan
harga
25.000
dolar.

Pada
pertemuan
kami yang
berikutnya
di Cafe
Fresco,
Gilkey
bercerita
tentang
kemajuan
perburuann
ya. Dia
sedang
meneliti Iris
Murdoch,
yang
bukunya,
Under the
Net , berada
di urutan
ke-95 daftar
"100 Novel
Terbaik"
versi
Modern
Library.
Gilkey
sangat
tertarik
pada
tulisan
Murdoch
mengenai
eksistensiali
sme. Dia
bilang dia
telah
membaca
tulisan
Jean-Paul
Sartre and
Simone de
Beauvoir,
dan
interpretasi
nya
terhadap
kecenderun
gan filsafat
mereka
sangat
personal.
"Cara
mereka
yang tidak
bisa
membedaka
n mana
yang benar
dan mana
yang salah,"
katanya
mengenai
eksis-
tenisialis.
"Yah,
kukira aku
mungkin
juga seperti
itu."
Gilkey
memberitah
uku tentang
harapannya
untuk me-
ngunjungi
pameran
buku di Los
Angeles
dan festival
buku horor
Arizona.
Aku
bertanya
apakah
perjalanan
itu tak akan
menimbulk
an risiko,
menyiratka
n
kemungkin
an dia akan
tertangkap
karena
melanggar
masa bebas
bersyarat-
nya, tetapi
dia menepis
kemungkin
an itu. Dan
dikelilingi
begitu
banyak
buku sudah
pasti
menjadi
godaan
yang sulit
ditampik
olehnya,
tetapi
ketika
kutanya dia
soal itu, dia
berkata,
"Sejujurnya,
kadang-
kadang aku
tergoda
untuk
melakukan
nya lagi,
tapi
risikonya
terlalu
besar."
Tetapi
mengambil
risiko,
mempertar
uhkan
kebebasann
ya sendiri,
tak pernah
menjadi
penghalang
.
Sebelu
mnya,
Gilkey telah
bersedia
memperliha
tkan
telepon
umum yang
digunakann
ya untuk
memesan
buku,

222
dan kini
aku
menyarank
an agar
kami
mengunjun
gi salah
satunya.
"Sebena
rnya,"
katanya,
"yang ada
di sini
cukup
bagus."
Di
sebelah
kafe yang
begitu
sering
menjadi
tempat per-
temuan
kami, di
lobi
Crowne
Plaza Hotel,
berdiri
salah satu
telepon
umum
favoritnya.
Kami
mengumpul
kan barang-
barang
kami lalu
berjalan ke
sana.
Gilkey
membuka
Yellow
Pages,
membuka
halaman
buku
langka, dan
menelusuri
iklan yang
ada di sana
dengan
jarinya.
"Nah,
kau lihat,
aku pernah
berurusan
dengan
sebagian
dari ini...
Kalau
dipikir-
pikir,
mestinya
aku jauh-
jauh dari
yang itu,"
katanya
sementara
jarinya
bergerak
menuruni
halaman.
"Pernah
dengan
Kayo,
pernah
dengan
Argonaut...
Brick Row...
Thomas
Goldwasser
. Dia
hampir
membuatku
berada
dalam
masalah.
Dan ini
Black Oak
Books,"
ucapnya,
dengan jari
di atas iklan
tersebut.
"Aku akan
menelepon
mereka.
Gratis."
Kusang
ka aku
salah
dengar, dan
Gilkey
hanya akan
pura-pura
menelepon,
tetapi
sesaat
kemudian
ternyata dia
benar-benar
menekan
nomor.
Dengan
gagang
telepon di
telinganya,
menunggu
seseorang
menjawab,
dia berkata
kepadaku,
"Aku masih
cukup ingat
kalimat
yang ku-
gunakan.
Aku
menghafaln
ya."
Aku
mengawasi
nya,
bingung,
bersyukur,
dan ber-
salah.
"Tak
diangkat,"
katanya
sambil
menutup
telepon.
"Agak
menyebalka
n kalau tak
ada yang
menjawab.
Kalau itu
yang
terjadi,
kelak
kupastikan
mengambil
buku dari

223
mereka.
Mereka
menjadi
prioritasku.
"
Dia
kembali
mengamati
iklan. "Brick
Row?"
Aku
tak bisa lagi
berdiam
diri. "Kau
tak boleh
menelepon
mereka,"
kataku.
"Mung
kin aku
hanya akan
bertanya,"
katanya.
"Baiklah,
mungkin
tidak.
Bagaimana
kalau
Jeffrey
Thomas
Fine and
Rare
Books?" dia
bertanya,
mengamati
sebuah
iklan. "Atau
Robert
Dagg? Ini
ada Moe's
Books.
Mereka
sebenarnya
cukup
baik."
Dia
memutuska
n untuk
menelepon
Serendipity
Books di
Bcrkcley,
yang
pernah
ditipunya
lebih dari
sekali, lalu
menekan
nomornya.
"Halo.
Saya
sedang
mencari
hadiah
perkawinan
. Anda
punya buku
langka yang
ditulis Iris
Murdoch?
Under the
Net , atau
apa pun
karya Iris
Murdoch?
Atau
mungkin
tulisan J. P.
Donleavy,
seperti The
Ginger
Mati?"
(The
Ginger
Mau berada
di urutan
ke-99 dalam
daftar
Modern
Library.)
Ketika
lawan
bicaranya
sedang
mencari
karya
Murdoch
atau
Donleavy,
Gilkey,
yang tidak
menutupi
gagang
telepon,
berkata
kepadaku,
"Inilah yang
biasanya
kulakukan,
menanyaka
n sebuah
buku yang
kebetulan
sedang
kubaca.
Saat ini, dia
sedang
memeriksa.
Rasanya
aku pernah
bilang,
mereka
punya
ribuan
buku."
Gilkey
terus
menunggu.
Aku terus
mengawasi.
"Satu-
satunya
masalah,"
katanya
kepadaku,
"telepon
umum ini
tidak bisa
menerima
panggilan.
Jadi, aku
mem-
beritahu
mereka
bahwa aku
sedang
sibuk dan
tidak bisa

224
menerima
telepon.
Kemudian
biasanya
aku kembali
menelepon
toko untuk
memastikan
apakah
transaksiny
a berhasil."
Gilkey
menunggu
lagi
sementara
si wanita
penjaga
toko
berusaha
mencari
buku yang
bisa
memuaskan
nya. Gilkey
semakin
tidak sabar.
M
Kau
lihat, kalau
hal
semacam
ini yang
terjadi—de-
ngan
membuatku
menunggu
dan
menunggu
dan me-
nunggu—
akan
kupastikan
mereka
berada
dalam
daftar
berikutnya.
"
Wanita
di
Serendipity
itu kembali
dan
sepertinya
telah
menanyaka
n nomor
telepon
Gilkey,
karena
Gilkey
mem-
bacakan
nomor yang
tertera pada
telepon,
dan
namanya,
karena
berikutnya
yang
dikatakann
ya adalah,
"Uh...
Robert."
"Saya
baca di
internet,"
katanya
kepada
wanita itu,
"Anda
mengkhusu
skan diri
pada
penulis
Irlandia,
terutama
James
Joyce. Bisa
Anda
rekomendas
ikan satu
karya
penulis
Irlandia
sebagai
hadiah? Oh,
saya kira
yang
harganya
paling
mahal lima
ribu. Yeah,
hadiah
perkawinan
. Atau jika
punya
autograf
James Joyce
atau
Charles
Dickens
atau... Oke,
Anda perlu
mencarinya
dulu. Oke,
terima
kasih."
Aku
telah
mendengar
skenario ini
sebelumnya
, dari
Sanders dan
dari para
korban
Gilkey.
Mereka
telah me-
nerangkan
suara
Gilkey
ketika
melakukan
pemesanan,
caranya
memperliha
tkan
pengetahua
nnya
mengenai
buku,
ceritanya
tentang
hendak
membeli
hadiah.
Dalam hal
nada suara
dan isi
pembicaraa
n,
penampilan
Gilkey
sepertinya
hampir
merupakan
parodi itu
sendiri.
Aksinya
juga
berjalan

225
mulus.
Meskipun
Gilkey,
kuduga,
tidak akan
memberika
n nomor
kartu kredit
atau alamat
hotel
kepada si
agen, aku
telah
menyaksika
n sebuah
penipuan,
separuh
kejahatan—
dan aku
separuh
ketakutan,
separuh
terpesona.
Gilkey
menutup
telepon dan
menyampai
kan pen-
dapatnya
mengenai
percakapan
tadi,
perpaduan
antara
menghina si
agen, dan
bangga
kepada diri
sendiri.
"Tadi
itu bisa
berhasil
karena
pemiliknya
tidak ada,"
kata Gilkey.
"Wanita
tadi
mungkin
tidak tahu
prosedur
yang benar.
Dia bahkan
tidak tahu
di mana
letak buku-
buku. Jika
aku
mengingink
annya hari
ini, aku
mungkin
akan
berhasil.
Aku
mungkin
telah
memberiny
a nomor
kartu
kredit.
Tentu saja
transaksiny
a akan
berhasil.
Kalau tidak
berhasil,
aku punya
satu kartu
lagi. Ada
tiga atau
empat
nomor
cadangan di
sakuku.
Aku akan
memesan
buku itu
dan
berkata,
'Jam berapa
toko Anda
tutup?' Aku
akan bilang,
'Bisa tolong
dibungkus?'
Kemudian
mereka
akan
tergagap
dan
berkata,
'Uh, oke.'
Kalau
mereka
tutup pukul
lima, aku
akan tiba di
sana sekitar
pukul
empat
seperempat,
setengah
lima,
memandan
g
berkeliling,
memastikan
tidak ada
orang yang
mencurigak
an. Lalu
aku akan
masuk dan
berkata,
'Saya
mengambil
buku untuk
Robcrt,' dan
berharap
mereka
sudah
menyiapka
nnya.
Kadang-
kadang
buku itu
belum siap,
dan aku
agak gugup
kalau itu
yang
terjadi. Di
situlah
letak
ketololan
mereka.
Mestinya
mereka
meminta
kartu
kreditnya.
Beberapa
kali mereka
selintas
memeriksa
nomornya
saja ketika
aku datang.
Bagiku itu
tidak
masuk akal.
Tapi aku
me-
nandatanga
ninya, dan
itu saja.
Aku tidak
melakukan
apa pun
yang
mencurigak
an. Aku
hanya
berkata,
'Terima

226
kasih/ Aku
mungkin
akan
melihat-
lihat
beberapa
buku lagi
dan
berkata,
'Bagus
sekali.
Terima
kasih
banyak.
Saya
mungkin
akan
kembali.
Koleksi
Anda
sangat
hebat.'
Setelah itu,
aku akan
keluar
dengan
tenang."
Aku
menganggu
k,
menyeimba
ngkan buku
catatanku
di atas rak
kecil di
bawah
telepon
umum
sebelah,
mem-
perhatikan
betapa
bersemanga
tnya Gilkey.
"Terny
ata,"
katanya,
"aku tidak
lagi tertarik
melaku-
kannya.
Tapi tadi
itu
kesempatan
yang sangat
baik."

Gilkey
bercerita
tentang
kesempatan
sempurna
lainnya
ketika kami
meninggalk
an Crowne
Plaza dan
menuju
telepon
umum
favoritnya
yang lain,
beberapa
blok
jauhnya
dari Grand
Hyatt. Dia
dan
ayahnya
mengunjun
gi New
York dan
selama
beberapa
hari
menikmati
apa yang
disebutnya
"kehidupan
yang baik,"
dengan
menggunak
an kartu
kredit
curian.
Perjalanan
itu, kata
Gilkey,
"sangat,
sangat
sukses."
Pada saat
itulah dia
mendapatk
an buku-
buku
Winnie-
the-Pooh
yang
belakangan
dia coba
jual, dan
satu edisi A
Streetcar
Narned
Desire
seharga
3.000 dolar.
Gilkey
berhati-hati
memberitah
uku bahwa
buku itu
berasal dari
"sebuah
toko" di
Waldorf-
Astoria.
"Kau tak
bakal
percaya
bagaimana
mudahnya
mendapatk
an buku
itu,"
sesumbarny
a.
Penga
mbilan
ketiga di
New York,
katanya,
"sangat
lucu." Dia
dan
ayahnya
menginap
di Hyatt
dekat
Madison
Avenue,
tempat
beberapa
toko buku
langka.
Dalam
daftar satu
toko—
Gilkey
menolak
menyebutk
an namanya
—dia
memilih
beberapa
buku, salah
satunya
adalah seri
buku

227
perjalanan.
Karena dia
kesulitan
memutuska
n buku
yang mana,
dia
meminta
ayahnya
yang
memilih.
Gilkey
senior
mengangga
p buku-
buku
perjalanan
kelihatanny
a menarik,
jadi Gilkey
menelepon
dari telepon
umum di
Hyatt dan
melakukan
pemesanan.
"Jadi,
aku pergi
ke sana,
dan mereka
sedang
mem-
bungkusny
a," kata
Gilkey.
"Ternyata
buku itu
satu set
yang terdiri
atas tujuh
belas
volume.
Beratnya
mungkin
tiga puluh
empat
kilogram.
Aku harus
menggoton
gnya ke
hotel." Dia
bilang dia
tidak
memanggil
taksi karena
tak mau
memborosk
an uang.
"Sangat
melelahkan,
" lanjutnya.
"Sebentar-
sebentar
aku
berhenti...
aku terus
berjalan de-
ngan
gontai."
Apaka
h ada yang
tahu
tentang
pencurian
ini? Apakah
Sanders
tahu?
ABAA?
Ketika
kutanya
dari toko
mana dia
mendapatk
annya, dia
berkata,
"Lebih baik
tidak
kukatakan."
Jawaban
seperti ini
semakin
sering
kudengar
karena dia,
sesungguhn
ya, semakin
sering
mengakui
kejahatanny
a.
Kepercayaa
n dirinya
terhadapku
sepertinya
semakin
besar, dan
kuharap
pada
akhirnya
dia bersedia
memberitah
uku tempat
dia
menyembu
nyikan
buku-buku
itu.
Selain
mengisi
koper-
kopernya
dengan
buku
langka dan
beberapa
koleksi
berharga
lainnya,
Gilkey
berkata
bahwa dia
dan
ayahnya
menghabisk
an waktu
mereka di
New York
dengan
"menyantap
makanan
seharga
ratusan
dolar,
mengunjun
gi Empire
State
Building,
dan
berjalan-
jalan di
Greenwich
Village.
Kami
makan
seperti raja.
Aku bilang
kepada
ayahku,
"Kujamin
semuanya,
hotel,
makanan,
akan gratis.
Kujamin."

228
Perjala
nan itu
sungguh
menginspir
asi.
"Itulah
yang ingin
kulakukan,"
kata Gilkey,
"berjalan-
jalan ke
kota-kota
lain,
terutama
karena New
York luar
biasa. Tak
ada yang
salah."
Ketika
pulang,
Gilkey dan
ayahnya
naik
pesawat
dengan
koper
penuh
berisi
barang
curian,
tetapi
setibanya di
San
Francisco,
Gilkey
mendapati
bahwa
kopernya
ternyata
dibawa
orang lain.
"Itu hal
terburuk
yang
mungkin
terjadi,"
katanya.
"Buku-buku
itu bernilai
ribuan
dolar."
Seoran
g
penumpang
dari San
Mateo
memiliki
koper
Hartmann
dengan
model yang
sama, dan
dalam
beberapa
jam koper
itu
dikembalik
an kepada
Gilkey.
Terlepas
dari
kejadian
itu, tampak
jelas kisah
perjalanan
ke New
York
menjadi
salah satu
kenangan
yang paling
disukai
Gilkey.
"Itulah yang
ingin
kulakukan.
Pergi ke
sebuah kota,
menginap di
hotel secara
gratis,
mendapatkan
tiket pesawat
gratis. New
York begitu
sempurna.
Aku memiliki
delapan
puluh hingga
sembilan
puluh slip
kartu kredit,
dan aku bisa
mendapatkan
sedikitnya
seribu, dua
ribu, tiga ribu
slip...
Perjalanan itu
sempurna
jika kau
menginginka
n segalanya
gratis. Aku
tidak merasa
bersalah.
Perjalanan
gratis,
makanan
gratis, buku
gratis. Aku
sangat
senang. Aku
berencana
pindah dari
kota ke kota.
New York ha-
nya sebagai
percobaan.
New York
adalah masa
depan atas
apa yang
akan
kulakukan,
karena apa
lagi yang bisa
kuminta?
"s 13 &

Dan
Liha
t:
Buk
u-
Buk
u
Lagi!

S
etelah tur
mengelilingi
bilik-bilik
telepon
umum
terbaik di
Union
Square itu,
aku tidak
mendengar
kabar dari
Gilkey
selama
beberapa
minggu.
Sambil ber-
tanya-tanya
apakah dia
tertangkap
karena
mencuri dan
kembali
dijebloskan
ke penjara,
aku terus
menyibukka
n diri.
Pernah,
ketika
putriku
sedang
mencari
kostum di
Goodwill,
aku
menghampi
ri rak-rak
buku. Ini
jenis tempat
yang
memungkin
kan untuk
menemukan
harta karun,
semustahil
apa pun.
Tetapi
mungkin
aku akan
beruntung.
Joseph
Serrano si
kolektor
telah
bercerita
tentang dua
dari
berbagai
penemuann
ya terkini di
sana: edisi
pertama
autobiografi
Willie Mays
yang
ditandatang
ani seharga
2,49 dolar
(belakangan
dia melihat
dua edisi
secara
online, tak
ditandatang
ani, masing-
masing
berharga
400 dolar)
dan edisi
pertama
Booked to
Die , misteri
kolektor
buku karya
John
Dunning
(yang
kebetulan
dibaca oleh
Gilke
ydi
penjara),
seharga
3,49 dolar
(Serrano
memperkira
kan
nilainya
sekitar 400
hingga 500
dolar). Aku
langsung
menemukan
beberapa
"benda
menarik",
karya-karya
Stephen
King: bukan
edisi
pertama,
lak ada
serial
Tarzan,
yang
kudengar
juga sangat
berharga.
Sejauh yang
kutahu, tak
ada apa
pun selain
buku
paperback
basah
kuyup dan
buku
memasak
yang
bernoda.
Aku
mengamati
satu rak,
lalu rak
lainnya,
mencari
buku-buku
bersampul
keras. Tak
ada edisi
pertama.
Ada
beberapa
rak buku
lain di
belakangku,
tetapi tidak
seperti pria
cemberut
dalam
mantel
bercorak
gelap
bernoda di
sebelahku,
yang
dengan
rajin
mencari
sesuatu
(edisi
pertamakah
?), aku
sudah
hampir
menyerah.
Aku
memikirkan
Gilkey,
yang
pernah
mengunjun
gi Goodwill
juga, dan
tidak
mengerti
bagaimana
dia atau
orang lain
bisa sabar
melakukan
pencarian
ketika
hasilnya
begitu
sedikit.
Ketika
kembali ke
rak-rak
yang penuh
dengan rok
berbahan
tulle dan
velveteen
yang
sedang
diobrak-
abrik oleh
putriku,
aku siap
pergi dari
situ. Dia
juga kurang
beruntung
sepertiku,
jadi kami
pulang
dengan
tangan
kosong.
Ketika kami
berjalan ke
luar, aku
melihat pria
yang sama
masih
berburu,
membuat
tumpukan
kecil buku
di lantai.
Apa yang
kulewatkan
?
Mingg
u
berikutnya,
beberapa
kali, aku
menelepon
bagian
pencari
narapidana
California
untuk
mencari
tahu
apakah
Gilkey
kembali
dipenjara,
tetapi
ternyata
tidak. Aku
menelepon
rumah
ibunya, dan
dijawab
oleh kakak
perempuan
nya, Tina.
Tina
berkata
tidak tahu
di mana
Gilkey.
Tetapi aku
tahu dari
Gilkey
bahwa
mereka
berdua
sering
berhubunga
n. Aku
tidak yakin
Tina
mengatakan
yang
sebenarnya.
232
Akhirn
ya, Gilkey
meneleponk
u dan
bersedia
bertemu
lagi,
mengusulka
n Olive
Garden di
Stonestown
Shopping
Center.
Sambil
makan
pizza,
Gilkey
menjelaska
n bahwa
karena
telah
berhenti
mendatangi
pertemuan
mingguan
pembebasa
n
bersyaratny
a, kini dia
buronan,
"orang
hukuman
yang
bebas."
Tetapi dia
sangat
bahagia.
Dia telah
membeli
laptop,
yang
diperlihatka
nnya
kepadaku,
dan berkata
dia sedang
berkuliah di
"sebuah
college
dekat situ."
Namun, dia
segan
menyebutk
an nama
karena
ingin
tempat
tinggalnya
tetap
rahasia. Dia
berkata
bahwa dia
terdaftar
dalam
sebuah
kelas
filsafat
Nietzche,
yang
pernah dia
bilang
menjadi
minatnya.
Kelas itu
khususnya
diisi
dengan apa
yang
digambarka
nnya
sebagai ide
Nietzche,
yaitu jika
suatu
hukum atau
sistem
dipandang
tidak adil,
maka untuk
meruntuhka
nnya, atau
menentang
nya,
tidaklah
salah.
Rupanya
ketidakadil
an dalam
benak
Gilkey
adalah jika
dia tak
sanggup
memiliki
sesuatu
sementara
yang lain-
lain bisa.
Ada buku
yang lebih
mahal
daripada
yang bisa
dibayar,
atau ingin
dibayar,
oleh Gilkey,
jadi dia
mencurinya
. Itu koreksi
terhadap
sistem
tersebut.
Gilkey
bilang dia
bekerja
paruh
waktu di
tepi laut,
tetapi
menolak
memberitah
ukan
detailnya.
Memiliki
pekerjaan
paruh
waktu di
kota yang
mahal
seperti San
Francisco
dengan
tinggal di
hotel,
sekumuh
apa pun,
tidaklah
mudah.
Kutanya dia
bagaimana
caranya
bertahan
hidup.
"Aku
menghabisk
an delapan
belas dolar
kemarin,"
katanya.
"Lalu aku
membeli
tiket loterc
dan
memenangi
sembilan
belas dolar,
jadi
sebenarnya
uangku
berlebih....
Kukira aku
memiliki
keberuntun
gan
sekarang.
Kini
saatnya
meraih
jackpot ."
Dia
dipenuhi
energi dan
optimisme.
"Ini

233
bakal luar
biasa! Aku
memenangi
seratus juta
dolar dalam
lotere dan
membeli
sebuah toko
buku
langka."
Aku
punya
perasaan
dia
menawarka
n suatu
akhir bagi
buku yang
kuberitahu
dia sedang
kugarap. Ini
bukan kali
pertama dia
berbuat ini,
dan bukan
pula yang
terakhir.
Ketika kami
bertemu
saat
berikutnya,
dia berkata,
"Kau tahu,
aku
berpikir-
pikir bahwa
ketika
bukumu
selesai,
mungkin
aku telah
membaca
seluruh
seratus
novel
terbaik, dan
mungkin
aku akan
menyewa
seorang
seniman
untuk
melakukan
pekerjaan
itu, dan aku
akan
mengadaka
n
pertunjukan
. Itu pasti
cara yang
bagus
untuk
merampung
kannya."
Setelah
memikirkan
ide itu, dia
menambahk
an, "Kecuali
aku
melakukan
sesuatu
yang
buruk...
tapi kukira
itu tidak
akan
terjadi."
"Perna
hkah kau
terlibat
kesulitan
akhir-akhir
ini?" aku
bertanya.
"Tidak,
" jawabnya,
"aku tidak
sempat."

SEMENTARA

Gilkey
masih
dalam masa
pembebasa
n bersyarat
dan
sepanjang
pengetahua
nku tinggal
di sebuah
motel
murah di
San
Francisco,
aku
berkendara
ke rumah
keluargany
a di
Modesto
untuk
bertemu
dengan
ibunya,
Cora, dan
kakaknya,
Tina.
Pertemuan
ini bisa
terjadi atas
bantuan
Gilkey.
Keluar
ga Gilkey
tinggal di
sebuah
lingkungan
perumahan
bergaya
raneh
dengan
pekarangan
sederhana
yang
dibatasi
oleh
deretan
pohon
liquidarnba
r tinggi
yang
merontokka
n tumpukan
daun di
atas trotoar.
Lingkungan

234
itu
sepertinya
jenis kota
yang tiga
puluh
tahun
lampau
dipenuhi
dering bel
sepeda dan
ibu-ibu
yang
berteriak.
Aku
berjalan
melewati
pintu depan
dan
memasuki
ruang
duduk yang
remang-
remang. Di
ruangan
itu, setiap
sudut,
dinding,
meja, dan
rak
dipenuhi
dengan
koleksi. Di
salah satu
sudut
terdapat
tempat lilin
kuningan,
di sudut
yang lain,
porselen
Inggris,
"tidak
seperti
porselen
tiruan Cina
yang
murahan,"
ucap ibu
Gilkey. Ada
pula kain
Filipina,
sendok
perak,
boneka dari
seluruh
dunia,
piring
Norman
Rockwell,
tempat
garam dan
merica.
Gilkey
pernah
bilang
bahwa
ibunya
bukan
kolektor
besar, tetapi
kurasa
Gilkey
tidak
bermaksud
menutupi
faktanya;
Gilkey
hanya tidak
pernah
memandan
g ibunya
seperti itu.
Dalam
keluargany
a,
mengoleksi
benda
dalam
jumlah
banyak
bagaikan
duduk
untuk
makan
malam:
semuanya
begitu
alami.
Cora
adalah
wanita asal
Filipina
berusia
delapan
puluhan
dengan
mata
cokelat
jernih dan
tangan
ramping tak
berkerut
bak gadis
muda.
Pendengara
nnya sudah
lemah, dan
suaranya
terbata-
bata, tetapi
kecerdasan
dan ingat-
annya
tajam.
Setelah
mempersila
kanku
duduk di
sebuah sofa
berkulit
gelap yang
memakan
tempat di
ruangan
itu, dia
bercerita
mengenai
pertemuann
ya dengan
suaminya,
ayah dari
kedelapan
anak
mereka, di
Okinawa
ketika pria
itu sedang
berdinas di
sana,
tentang
kepindahan
mereka ke
Sacramento,
lalu ke
sana, rumah
di Modesto,
tempat
koleksi
barang
mereka
bertambah
banyak
seiring per-
tumbuhan
keluarga
mereka.
"Aku
memiliki
banyak
cangkir
antik,"
katanya
dalam
bahasa
Inggris
yang agak
terpatah-
patah,
menunjuk
sebuah
koleksi
sambil
mengantark
u
berkeliling
rumah.

235
"Dan bel,
kuningan,
buku, jam.
John bilang
harganya
akan
bernilai
tinggi... ini
koleksi arca
kecil. John
bilang,
'Jangan
menjualnya
sekarang.'...
Aku senang
mengoleksi
perak
ukiran
Cina.
Patung
Hummel.
Itu juga
Inggris.
Kalau kau
pergi ke
toko itu
sekarang,
barang-
barangnya
sudah
berbeda. Ini
pemberian
John
kepadaku,
lilin. Dan
itu, dia
memberika
nnya
kepadaku,"
katanya,
menuding
sebuah
tempat lilin
kuningan.
"Kau lihat
malaikat-
malaikat di
sana? John
yang
membelikan
mereka
untukku.
Aku
memiliki
banyak
barang.
Aku
memberitah
u mereka
[John dan
Tina],
'Jangan
sampai
yang lain
[saudara
kandung]
memiliki
mereka.'
Kalau aku
sudah
tiada,
barang-
barang ini
harus
dibagi-bagi.
Tapi kini
mereka
[saudara
kandung
itu] bahkan
tidak
menjengukk
u.... Salah
satu
putriku
sudah
merampas
station
wagon dan
memenuhin
ya dengan
topi-topi
tuaku.
Patricia
yang
melakukan
nya."
"Ibuku
mengumpul
kan topi tua
sejak tahun
enam
puluhan,"
Tina
menerangka
n.
"Kubila
ng kepada
Patricia,"
Cora
mengenang,
"'Silakan
pilih,' tapi
dia
mengambil
semuanya."
Kami
memasuki
ruang
keluarga.
"Kau lihat:
buku, buku,
buku," kata
Cora. "Di
atas sana
buku-buku
Franklin
Mint.
Crimes and
Punishmen
t. Kejahatan
lama,
kasus-
kasus lama.
Di bawah,
tumpukan
buku di
sana itu.
Banyak
yang
merupakan
miliknya,
dibungkus
plastik,"
kata Cora
mengenai
putranya.
"Dan itu
detektor
logam
pencari
koin
miliknya."
Ketika
kami duduk
untuk
mengobrol,
Cora
tampak
sangat
ingin
bercerita
tentang
John. Ketika
mengenang

236
putranya
sebagai
bocah cilik,
dia tertawa.
"Dia
mengarang
berbagai
cerita lalu
menyampai
kannya
begitu saja!"
ungkap
Cora. "Dan
dia sangat
senang
membaca.
Dia bisa
menyelesai
kan satu
buku hanya
dalam satu
hari atau
satu
malam....
Dia
memiliki
begitu
banyak
koleksi dan
poster film.
Dia
memesan
dan
membeli
barang-
barang itu,
dan tahu
akan
meraih
keuntungan
. Jadi dia
menghasilk
an uang."
Cora
tampak
sangat
bangga
sebagai ibu.
"Kau per-
nah
bertemu
dengannya
akhir-akhir
ini? Oh! Dia
sangat
besar. Dan
kuat. Dan
satu hal
yang pasti
mengenai
dirinya,
dari semua
putraku,
dia yang
posturnya
paling
bagus.
Selalu
tegap.
Putra-
putraku
yang lain
tidak
seperti itu."
Tina
duduk di
kursi
lengan agak
jauh dari
aku dan
Cora, dan
sepertinya
menimbang
-nimbang
apakah
sebaiknya
bergabung
dengan
obrolan
kami.
Bahkan
dengan
sosok Asia
yang nyaris
tidak
terlihat,
seperti
adiknya,
dia sangat
mirip
dengan
ibunya.
Akhirnya,
Tina
bercerita
tentang
polah
adiknya
ketika
masih kecil.
John biasa
berdiri di
sana, di
ruang
duduk,
mengarang
cerita untuk
keluargany
a dan
merekamny
a.
Menggemak
an kata-
kata
ibunya,
Tina
berkata,
"Ceritanya
sering kali
lucu."
Namun
, ketika aku
memulai
pembicaraa
n mengenai
pencurian
yang
dilakukan
Gilkey,
tawa
mereka
berhenti.
Aku
bertanya
pendapat
mereka
mengenai
seringnya
Gilkey
terlibat
masalah
hukum, dan
Cora
berusaha
meyakinkan
ku bahwa
Gilkey telah
dicurangi.
"Maksu
dku, dia
tidak
bersalah.
Mungkin
dia hanya
berjalan-
jalan
dengan
membawa
buku itu,
dan dia
pasti lupa,
dan setelah
itu
tertangkap,
" kata Cora.

237
Aku
jadi
bertanya-
tanya
apakah dia
telah
dibohongi
mengenai
perbuatan
kriminal
putranya
atau
berusaha
mem-
bohongiku.
"Ayah
Gilkey,"
kata Cora,
melempar
pandangan
ke arah
Tina,
"kukira ini
gara-gara
dia." Dia
menganggu
k ke arah
Tina,
menunggu
persetujuan
putrinya,
tetapi Tina
tidak mau
terlibat
dalam
spekulasi
ini. Cora
melanjutka
n. Dia
menyatakan
bahwa
keinginan
ayah Gilkey
untuk
menjalani
hidup yang
tidak
bermoral
telah
memengaru
hi Gilkey,
bahkan
menjerumu
skannya
dalam
masalah
hukum.
Cora
kembali
memandan
g Tina
meminta
penegasan,
tetapi Tina
menggeleng
tidak
sependapat.
Lalu Cora
men-
jelaskan
bagaimana
ketika
suaminya
meninggalk
annya, dia
membawa
John yang
kala itu
berusia
sembilan
belas tahun.
"Aku
paham apa
yang
diambil
ayahnya
dariku,"
kata Cora
sedih.
"Anak
bungsuku."
Itu
satu-
satunya
pencurian
yang tidak
dipahaminy
a secara
keliru.

Jika Cora
atau Tina
telah
membantu
pencurian
yang di-
lakukan
Gilkey,
mereka
tidak
mengatakan
nya.
Meskipun
demikiran,
dari apa
yang
kubaca, aku
tahu bahwa
para
pencuri
buku sering
kali
mendapat
bantuan
dari
anggota
keluarga.
Dalam
sebuah
kasus, di
Denmark
pada 2003,
kepolisian
Kopenhage
n
menemukan
kumpulan
buku
langka,
dokumen,
dan peta di
ruang
bawah
tanah
rumah
seorang
wanita tua
berusia 68
tahun. Dia
janda
seorang ahli
filologi
yang
pernah
bekerja di
bagian
Koleksi
Oriental

238
Perpustaka
an Kerajaan
Denmark.
Antara
pengujung
1960- an
dan 1978,
sang ahli
rupanya
telah
memindahk
an buku-
buku dari
rak
perpustaka
an ke
rumahnya
sendiri.
Polisi
mencurigai
wanita itu,
putranya,
dan
menantuny
a ketika
mereka
berusaha
menjual
beberapa
buku,
termasuk
satu-
satunya
edisi dari
tahun 1517
milik
Perpustaka
an Kerajaan
yang masih
ada,
melalui
Christie's di
London. Di
antara
buku-buku
curian itu
terdapat
karya John
Milton,
Martin
Luther,
Immanuel
Kant, dan
ahli
astronomi
Tycho
Brahe. Pada
saat
pencurian
itu
diumumkan
pada 2003,
hanya 1.800
dari 3.200
buku hilang
yang
ditemukan,
dan paling
sedikit
seratus
buku telah
dilelang,
termasuk
edisi
pertama
Utopia
karya
Thomas
More, yang
terjual
dengan
harga setara
244.500
dolar. 1

Cora dan
Tina
bertanya
apakah aku
ingin
melihat foto
Gilkey
ketika
masih
muda. Foto-
foto itu
disusun
secara acak,
jadi foto
Gilkey
ketika
berusia
enam tahun
mungkin
berada di
sebelah
fotonya
ketika
remaja,
berseberang
an dengan
foto kakak-
kakaknya
ketika
masih bayi.
Foto pucat
tahun enam
puluhan
bercampur
dengan foto
bersudut
melengkun
g tahun
tujuh
puluhan
dan foto
berpenampi
lan datar
tahun
delapan
puluhan.
"Kau
ingin
melihat foto
ayahnya?"
tanya Cora.
Dia
membimbin
gku ke
lorong yang
dipenuhi
foto
keluarga
besar
mereka.
John
hampir
tidak mirip
dengan
ayahnya.
Ayahnya
berkulit
terang,
berwajah
lebih
bundar.
Cora dan
Tina
memperliha
tkan bagian
lain rumah
kepadaku.
Mereka
menunjukk
an sebagian
barang
berharga
milik

239
Gilkey,
termasuk
lukisan tua
bergambar
bunga.
"John
ingin
memastikan
kau melihat
itu," kata
Cora, "jadi
kami
meletakkan
nya di sini."
Jadi,
Gilkey telah
mengatur
panggung
untuk ke-
datanganku
. Dia ingin
aku
memandan
gnya
sebagai
orang yang
menghargai
barang-
barang
indah.
Kami
berbelok di
lorong yang
sempit. "Ini
kamar
John," kata
Cora.
"Masuklah
ke dalam.
Dan
perhatikan
buku-buku
yang ada di
sana."
Tina
bergabung
dengan
kami. Dia
mengangka
t sebuah
buku
berukuran
besar
bersampul
licin
mengenai
anggur.
Buku itu
tergeletak
di meja
Gilkey di
atas
beberapa
buku baru
berukuran
besar
lainnya.
Aku
memandan
g
berkeliling
dan
seketika
merasa
mestinya
aku tidak
berada di
sana, di
kamar tidur
Gilkey.
Sepatunya
tersusun
rapi di
lantai dan
karya seni
yang di-
koleksinya
tergantung
di dinding.
Katak dari
keramik,
yang
mereka
bilang telah
dikumpulka
n Gilkey
selama
bertahun-
tahun,
disusun di
atas rak.
Aku hendak
keluar dari
kamar itu,
tetapi
ibunya
bergerak ke
arah lemari
pakaian
lalu
membukan
ya.
"Kau
lihat
bagaimana
dia
menyimpan
barang-
barang-
nya? Rapi,
'kan?"
katanya.
"Dan lihat,
buku-buku
lagi!"
Ya,
buku-buku
lagi.
Tumpukan
buku di
bawah dan
di atas
jaket,
kemeja, dan
celana yang
digantung.
Punggung
buku-buku
itu
menghadap
bagian
belakang
lemari,
seolah
disembunyi
kan.
Kelihatanny
a ini sudut
paling
pribadi dan
paling
intim dalam
ruangan
Gilkey,
tetapi alih-
alih
melongok
ke dalam
untuk
melihat
apakah ada
buku yang

240
telah
dicurinya,
aku
memalingk
an wajah.
Rasanya
seperti
diminta
melihat
sebuah luka
yang
mengerikan
, sesuatu
yang parah
namun
membuat
terpaku.
Aku takut
apa yang
akan
kutemukan
jika
menarik
buku dari
tumpukan
itu, sejauh
apa tingkat
kejahatan
dan
tanggung
jawab yang
mungkin
kutanggung
dengan
mengetahui
buku-buku
itu ada di
sana.
Belakangan,
aku akan
mengutuk
nyaliku
yang ciut
saat itu.
***

PADA
bulan
Desember,
aku
bertemu
dengan
Gilkey di
Café Fresco.
Wawancara
kali ini
tidak lama.
Aku meng-
ajukan
beberapa
pertanyaan,
beberapa
fakta yang
perlu
dikonfirmas
i, tetapi tak
lama
setelahnya,
seorang
petugas
kebersihan
melintas
dengan
penyedot
debunya
yang
berisik.
Bunyi yang
ditimbulka
n membuat
perekaman
mustahil
dilakukan,
jadi
kusarankan
agar kami
menyudahi
wawancara
dan segera
bertemu
lagi. Kami
mulai
berkemas,
dan aku
mematikan
alat
perekam.
Gilkey
mengulurka
n sebuah
buku
paperback
kepadaku.
"Aku
mengambil
ini dari
perpustaka
an,"
katanya di
atas
dengung
penyedot
debu, "jadi
mereka tak
akan mem-
perhatikan
suatu pola."
Aku
tidak
mengenali
judulnya.
Aku juga
tidak me-
ngerti. "Apa
maksudmu?
" tanyaku.
"Aku
biasanya
mengambil
yang
klasik,"
katanya.
"Dan?"
tanyaku,
masih
bingung.
"Lihat,"
katanya,
"aku
mengambil
tiga sampul
jaket buku
klasik, kau
tahu, lalu
mengirimka
nnya
kepada
penga-

241
rangnya
untuk minta
tanda
tangan."
Aku
tidak lagi
bingung.
"Dan
peta,"
tambahnya.
"Aku
memotongn
ya dari
sebuah
buku."
Apa
pun
dilakukan
demi tidak
mencuri
dari per-
pustakaan.
Mungk
in
kodratnya
memang
seperti ini.
Bayangkan
seorang
pencuri
perhiasan
yang
memasuki
Tiffany's
dan
mengambil
semuanya
kecuali
berlian,
batu safir,
dan zamrud
yang paling
berharga di
atas
nampan
berlapis
beledu yang
diletakkan
di tempat
terbuka.
Hal serupa
terjadi pada
seorang
pencuri
buku yang
memasuki
perpusta-
kaan,
terutama
karena
buku-buku
edisi
pertama
masih bisa
ditemukan
di rak-rak
terbuka.
Ketika
Gilkey
bercerita
tentang
peta dan
sampul
jaket yang
diambilnya
dari
perpustaka
an, itulah
pertama
kalinya dia
mengakui
pencurian
yang
dilakukann
ya akhir-
akhir ini—
yang lain
dia lakukan
bertahun-
tahun
sebelumnya
. Aku
berasumsi
sampul
jaket itu
tidak
berharga,
tetapi
bagaimana
kalau aku
keliru? Dan
bagaimana
dengan peta
itu? Aku
pernah
membaca
tentang
seorang ahli
peta New
England
yang
dituntut
karena
memotong
peta-peta
kuno
bernilai
jutaan dolar
dari koleksi
perpustaka
an. Aku
ragu peta
yang
diambil
Gilkey
berasal dari
buku yang
sangat
berharga,
tetapi lagi-
lagi,
bagaimana
kalau aku
salah?
Apakah ini
jenis harta
karun yang
selama ini
kuharap
bisa
kuungkap?
Aku tidak
yakin apa
yang harus
kulakukan.
Aku tidak
pernah
berharap
menjadi
orang yang
mendengar
kan
pengakuan,
dan aku
mencemask
an
dampaknya
. Apakah

242
aku wajib
melaporkan
nya kepada
polisi?
Bagaimana
dengan
perpustaka
an itu? Dan
perpustaka
an yang
mana? Jika
kuputuskan
untuk tidak
sekarang
menyampai
kan
informasi
ini,
bagaimana
tanggapan
para
pustakawan
dan agen
begitu
mereka
mengetahui
nya?
Aku
berkonsulta
si dengan
beberapa
teman
pengacara.
Setelah
menyampai
kan surat
pengakuan
bahwa
mereka
bukan
pengacara
kriminal,
mereka
memberitah
uku bahwa
mereka
cukup
yakin aku
tidak
memiliki
kewajiban
hukum
untuk
melapor
kepada
pihak
berwewena
ng, kecuali
kejahatan
itu secara
fisik telah
atau akan
membahaya
kan
seseorang.
Belakangan,
pengacara
agen
pengarangk
u me-
nyampaika
n
pandangan
serupa.
Tetapi
bagaimana
dengan
tanggung
jawab etika?
Perbedaan
antara
keduanya
sama
kaburnya
dengan
peranku yang
bergeser dari
pengamat
menjadi
peserta dalam
kisah Gilkey.
Haruskah aku
menyampaik
an informasi
ini kepada
para agen
yang telah
begitu
membantu
dalam
penelitianku?
Tetapi jika
aku
memberitahu
mereka
tentang
pencurian ini,
mungkinkah
di masa
mendatang
Gilkey akan
menutupi
semua aksi
pencuriannya
yang
barangkali
lebih penting
dari aku?
Selain itu,
apakah dia
bakal
memberitahu
ku lokasi
penyimpanan
buku-buku
curiannya?
Aku merasa
berada di
antara
kebaikan dan
keegoisan,
terbelah
antara
mengungkap
kan rahasia
yang telah
diceritakan
Gilkey
kepadaku,
barangkali
kehilangan
akses
kepadanya
dan
mengirimnya
ke penjara,
atau
menyimpan
informasi itu
untuk diriku
sendiri dan
bersikap
tidak adil
kepada para
korbannya.
Aku berusaha
meyakinkan
diri bahwa
konsekuensi
semacam itu
secara
langsung
bukanlah
tang
-gung
jawabku.
Dua
bulan
berikutnya,
masih
belum
memutuska
n apa yang
harus
kulakukan
dengan
informasi
ini, aku
menghubun
gi FBI. Aku
pernah
membaca
bahwa
mereka
terlibat
dalam
kasus-kasus
pencurian
buku
langka dan
aku ingin
tahu berapa
banyak
yang
berhasil
mereka
kejar setiap
tahun, tipe
kasus
macam apa
yang
mereka
selidiki,
tren macam
apa yang
mereka
temukan,
dan
sebagainya.
Aku
mendapat
kesempatan
melakukan
wawancara
via telepon
dengan
Bonnie
Magness-
Gardiner,
kepala Tim
Kejahatan
Seni yang
bertanggun
g jawab
atas
investigasi
pencurian
buku
langka. Aku
menjelaska
n
kepentinga
nku dan
alasannya.
Dia tidak
bisa
memberiku
statisitik
yang
berhubunga
n dengan
jumlah total
pencurian
buku
langka
tahun-
tahun
terakhir ini,
namun dia
menyebutk
an bahwa
FBI tertarik
pada kasus-
kasus yang
melibatkan
transportasi
buku curian
antarnegara
bagian
senilai lebih
dari 5.000
dolar yang
secara
khusus bisa
diindentifik
asi.
"Artiny
a," dia
berkata,
"kasus itu
mungkin
penting
bagi FBI."
Lalu dia
menambahk
an, "Tapi
ada masa
kedaluwars
a lima
tahun."
Aku
teringat
satu set
buku
perjalanan
senilai 9.500
dolar yang
dicuri
Gilkey di
New York
dan dibawa
ke
California—
melintasi
batas
negara
bagian.
"Anda
akan
memberitah
u saya,
y
*kanV kata
si agen FBI,
"kalau si
pencuri
buku telah
mencuri
sesuatu?"
"Oh,
ya," kataku,
berusaha
terdengar
meyakinkan
. "Tentu
saja."
Begitu
menutup
telepon, aku
langsung
mencari-
cari

244
buku
catatanku.
Kapan
Gilkey
mencuri
buku
perjalanan
itu? Aku
tidak bisa
mengingatn
ya. Dan
kapan dia
men-
ceritakanny
a
kepadaku?
Apakah aku
telah
menunggu
terlalu lama
untuk
memberitah
u polisi?
Atau
sekarang,
FBI?
Dengan
panik aku
membolak-
balik buku
catatanku.
Aku
mencari
dan terus
mencari,
dan
akhirnya
me-
nemukanny
a.
Gilkey telah
mencuri buku
pada Mei
2001, dan
pertama kali
memberitahu
ku pada
September
2006, lebih
dari lima
tahun setelah
kejadian. Itu
sudah jelas.
Tetapi aku
juga tak bisa
menepis fakta
bahwa Gilkey
memberitahu
ku tentang
pencurian itu
hanya empat
bulan setelah
periode
kemungkinan
dia dituntut
sebelum
masa
kedaluwarsa,
padahal kami
telah bertemu
selama
hampir dua
tahun.
Apakah dia
memang
cerdas atau,
sekali lagi,
sekadar ber-
untung

?3 14 &

The

Devil's

Walk

D
alam suatii
perjalanan
ke New
York, aku
mengunjun
gi Morgan
Library and
Museum.
Aku pernah
membaca
tentang
koleksi
pribadi J. P.
Morgan dan
ingin
melihatnya
dari dekat.
Aku juga
bersemanga
t untuk
melihat
pameran
yang baru,
Federico da
Montefeltr
o and His
Library. Di-
bentuk
pada abad
kelima
belas,
perpustaka
an itu
adalah
perpustaka
an
Renaisans
Italia
terkaya
yang
dimiliki
oleh
kolektor
tunggal. 1
Koleksi
semacam
itu biasanya
di-
tempatkan
di Vatikan,
namun
beberapa
barang
berharga
dipinjamka
n kepada
Morgan.
Montefeltro
, putra
tidak sah
seorang
count , telah
berupaya
keras
mencapai
posisi duke
yang
agung. Dari
apa yang
kulihat dan
kubaca, dia
mungkin
menghargai
buku-
bukunya,
tetapi tak
diragukan
lagi, dia
senang
memamerka
n
koleksinya
kepada
orang lain.
Dia sengaja
menempatk
an
perpustaka
an di dekat
pintu
masuk
istananya di
Urbino agar
bisa
dikagumi
banyak
orang,
sekalipun
sebenarnya
hanya
beberapa
orang saja
yang
diperbolehk
an
membaca
buku-buku
itu. Dia
juga gemar
memamerka
n Alkitab
dua volume
miliknya,
yang
menurut
seorang
sarjana
digunakan
untuk
"mengumu
mkan
identitasny
a sebagai
pangeran
humanis
Kristen." 2
Kepemilika
n semata-
mata
sebagai
bukti
identitas—
pendapat
yang sudah
pasti akan
disetujui
Gilkey.
Pameran ini
ditempatka
n di sebuah
galeri kecil
dengan
dinding
yang
digantungi
potret-
potret
indah, dan
sejumlah
rak kaca
yang berisi
berbagai
manuskrip
dan gambar
hias berusia
enam ratus
tahun.
Namun,
kulihat
barang
yang paling
memikat
adalah
reproduksi
digital
berukuran
besar
beberapa
panel kayu
yang
dipesan
sang duke
untuk
studionya.
Dibuat
dengan
hiasan yang
rumit,
trompe
l'oeils kayu
ini
merupakan
lukisan
realistis
lemari
dengan rak-
rak yang
penuh
berisi buku
dan objek
musikal
serta ilmu
pengetahua
n: astrolab,
jam
mekanis,
organ,
elaviehord
—sejenis
piano
zaman
dahulu.
Masing-
masing
bersifat
simbolis
secara
individual,
dan secara
kolektif
menggamba
rkan
pengetahua
n dan
kebudayaan
sang duke.
Meskipun
Montefeltro
pria yang
mengesank
an dan
berkuasa
dan Gilkey
bukan pria
semacam
itu, ketika
berdiri di
galeri kecil
itu, mau tak
mau aku
bertanya-
tanya
apakah
mereka
mau
mengoleksi
buku jika
tidak ada
penonton
yang
menghargai
mereka—
atau dalam
kasus
Gilkey,
calon
penonton di
masa
depan.
Dalam hal
ini dan
banyak
lainnya,
aku jadi
mengerti
bahwa
Gilkey
adalah
tipikal
banyak
kolektor
buku.
Kejahatann
ya serta
pembenara
nnya yang
kukuh dan
narsistik
terhadap
perbuatann
yalah yang
membuat
Gilkey
berbeda.

248
Gilkey telah
menghabisk
an musim
panas itu di
penjara
karena
melanggar
masa
pembebasa
n bersyarat
(polisi
akhirnya
menangkap
Gilkey di
rumah
ibunya),
dan pada
musim
gugur 2007,
ketika dia
keluar,
kami
sempat ber-
temu
beberapa
kali. Aku
ingin
mengajukan
sebuah per-
tanyaan
yang telah
mengikutik
u selama
berbulan-
bulan,
pertanyaan
sederhana
yang
menentuka
n apakah
dia me-
mang
cerdas dan
penuh
perhitunga
n, ataukah
sekadar
beruntung,
selama
masa
aktivitas
kriminalnya
: Apakah
dia tahu
dengan
mencuri
dari
berbagai
negara
bagian, ber-
bagai
county , dan
berbagai
yurisdiksi
kepolisian,
dia telah
mempersuli
t
pengadilan
untuk
menghuku
mnya?
"Masa?
" tanyanya,
bingung.
Dia
memikirkan
fakta itu
untuk
sesaat. "Oh
ya, aku
tahu."
Dia
memang
pria yang
beruntung.

Ketika
kutanya
apakah dia
menyadari
batas lima
tahun
investigasi
FBI dalam
mengejar
buku
curian,
yang berarti
bahwa
kejahatan
yang
dilakukann
ya tidak
lagi bisa
dituntut,
dia juga
tampak
terkejut.
Namun
, Gilkey
terkejut
karena
alasan lain,
meskipun
perlu
beberapa
saat bagiku
untuk
menyadarin
ya.
Sekalipun
telah
merusak
kehidupann
ya, hasrat
Gilkey
memiliki
bentuk dan
tujuan.
Sering kali,
ketika aku
menyampai
kan
kisahnya
kepada
orang lain,
mereka
akan
berkata,
"Sungguh
malang. Dia
sepertinya
tidak bisa
menolong
diri sendiri
dari
perbuatan
yang bisa
menjeblosk
annya ke
penjara."
Aku tidak
sependapat.
Keinginan
teguh
semacam
itu sangat
mirip nafsu
yang tak
pernah
terpuaskan,
mimpi yang
tak akan
mati, dan
berusaha
mencapainy
a bisa

249
memberika
n
kegembiraa
n yang luar
biasa.
Meskipun
Gilkey
pernah
bercerita
bahwa dia
merasa
depresi di
penjara dan
berkata tak
akan
pernah
kembali ke
sana, aku
mulai
melihat
statusnya
sebagai
penjahat
kambuhan,
atau
"frequent
flyer "
menurut
istilah
seorang
petugas
penjara,
sebagaiman
a Gilkey
mungkin
melihatnya:
bahwa itu
merupakan
harga yang
harus dia
bayar.
Sebagian
orang
membayar
kesuksesan
mereka
dengan
tekanan
darah yang
membubun
g atau
pernikahan
yang bubar.
Dia mem-
bayarnya
dengan
waktu di
penjara.
Bagiku,
Gilkey telah
menjadi
pria yang
sepertinya
bahagia
dengan
tujuan,
ambisi, dan
suatu
ukuran
kesuksesan.
Satu-
satunya
pengor-
banannya
adalah
serangkaian
jeda yang
muncul
dalam per-
jalanannya
mewujudka
n
mimpinya.
Dalam
salah satu
pertemuan
kami yang
terakhir, se-
olah merasa
terdesak
karena
kehabisan
waktu,
Gilkey
menyampai
kan ide
masa
depannya
yang lain.
"Aku
bisa
membuat
T-shirt
bertulisan
'Berjuang
demi Buku
Langka',"
katanya.
"Mungkin
akan ada
foto diriku
mengenaka
nnya dalam
persidanga
n. Bagus
juga kalau
dimasukkan
ke dalam
bukumu."
Bukan
itu saja.
"Aku
memiliki
beberapa
catatan di
sini. Aku
berpikir-
pikir
mungkin di
bagian
akhir
buku... dan
kurasa ini
akhir yang
sempurna,
bisa
dituliskan
bahwa
orang-
orang yang
membacany
a boleh
mendonasik
an buku
agar men-
jauhkanku
dari
penjara.
Aku
memikirkan
sesuatu
yang
gampang
semacam
itu."
Setelah
itu,
"Bagaimana
pendapatm
u tentang
bobble

250
head —
boneka
yang
kepalanya
bisa
bergoyang-
goyang?
Boneka
penulis
terkenal?
Aku telah
melakukan
penelitian
tentang hak
cipta, dan
aku
memikirkan
edisi
terbatas,
sekitar
seribu
boneka.
Aku akan
menjual
buku
bersama
boneka-
boneka itu."
Dia
juga
berharap
bisa
mengunjun
gi beberapa
kota hantu
di New
Mexico
dengan
membawa
kamera
video dan
detektor
logam.
"Aku akan
berbicara
sedikit
tentang
sejarahnya,
lalu
mencoba
mencari
harta
karun,"
katanya.
Dia akan
merekam
pengalaman
nya dan
menyiarkan
nya di
internet.
Dia
berpikir
untuk
menerbitka
n buku
dengan hak
cipta yang
telah
berakhir
dalam
domain
publik. Dia
mem-
pertimbang
kan
Magnificen
t
Amhersons
yang ditulis
Booth
Tarkington,
dan kalau
itu yang
terjadi, dia
akan
mencetak
lima ratus
eksemplar
dan
menjual
hobble head
Tarkington
bersama
setiap
buku.
"Aku
punya ide
lain. Sedang
kuupayaka
n. Aku akan
mengumpul
kan data
tentang
kolektor
buku
langka, dan
aku akan
menanyai
mereka
apakah aku
bisa
mendapatk
an satu
buku. lak
ada
salahnya
bertanya.
Maksudku,
aku
berusaha
tidak
berbuat
ilegal."
"Kau
tak bisa
berhenti,
ya?"
tanyaku,
meskipun
sebenarnya
itu bukan
pertanyaan.
"Aku
hanya
senang
mengoleksi
buku,
mengoleksi
barang.
Sebenarnya
aku ingin
menceritaka
n sebuah
rencana
baru yang
kupikirkan,
tapi kurasa
sebaiknya
tidak. Nanti
saja. Aku
tidak ingin
berbuat
kriminal,
karena aku
tidak ingin
kembali ke
penjara.
Tapi entah
kenapa, jika
aku bisa

251
mendapatka
n buku
secara
gratis, itu
lebih baik."
Dalam
pertemuan
berikutnya,
ketika aku
hampir ter-
biasa
dengan
semangat
Gilkey
untuk
menyumba
ngkan ide
bagi
kisahnya
sendiri, dia
membuatku
terkejut.
Berasumsi
bahwa
mungkin
tidak cukup
banyak aksi
dalam buku
yang
sedang
kutulis, dia
memandan
gku dengan
ekspresi
bingung
dan
bertanya,
"Nah,
apakah
menurutmu
sebaiknya
aku
mendapatk
an
keseratus
buku itu
sekarang?"
"Aku
tidak akan
menjawab
pertanyaan
itu,"
kataku, ter-
peranjat.
Dia telah
mulai
menyusun
kehidupann
ya dengan
membayang
kan kelak
muncul
dalam
halaman
yang
dicetak,
tetapi aku
masih
berpegang
teguh pada
pikiran
bahwa aku
sedang
menyusun
sebuah
cerita yang
berkemban
g tanpa
pengaruhku
. Aku tak
akan
menjadi
sutradarany
a.
Gilkey
menyampai
kan
alasannya.
"Aku
mencoba
memikirkan
akhir yang
megah..."
katanya.
"Mendapatk
an seratus
buku dari
daftar
seratus-
buku itu.
Sebagai
pernyataan
bahwa aku
telah
menang."
Aku
sangat
heran,
namun juga
gelisah,
sebuah
pikiran
muncul
tanpa
terduga.
Dekat
pengujung
pertemuank
u dengan
Gilkey, apa
yang
dulunya
tegang dan
canggung
kini
menjadi
rutin,
kadang-
kadang
bahkan
menyenang
kan. Dia
mencintai
buku, dan
inilah yang
menjadi
kesamaan
kami.
Selama
beberapa
tahun, aku
duduk
berseberang
an
dengannya
di banyak
meja kafe
dan
mendengar
kan Gilkey
menyampai
kan
kisahnya.
Kini
tampak
jelas bahwa
meskipun
seorang
penjahat,
dia juga
penuh ingin
tahu,
ambisius,
dan sopan
—tiga sifat
yang
kuhormati.
Tetapi
belakangan
di rumah,
ketika
mendengar
kan
rekaman
percakapan

252
kami, aku
baru sadar
bagaimana
sosok fisik
si penipu
telah
mengalihka
n
perhatianku
dari
kisahnya.
Pesona
seorang
penipu,
sebagaiman
a sebagian
besar
pesona
lainnya,
adalah
bentuk
manipulasi,
dan di balik
penampilan
itu terdapat
tembok
ketamakan
yang
kokoh.
Pernah
suatu kali,
setelah
Gilkey
bercerita
tentang
sebuah
buku yang
dicurinya
dan
belakangan
dijualnya,
dia berkata,
"Tamak
adalah
tamak."
Tadinya
aku
mengira dia
merujuk ke
motivasinya
sendiri,
tetapi
kemudian
dia berkata,
"Agen tidak
bisa
menahan
diri untuk
selalu mem-
beli buku."
Dia telah
bercerita
tentang
seorang
agen di San
Francisco,
tetapi tidak
menyebutk
an nama.
Menurut
Gilkey, si
agen secara
teratur
membeli
buku dan
barang-
barang
berharga
lain darinya
ketika
Gilkey
membutuhk
an uang
tunai. Lebih
dari sekali
si agen
menyuruhn
ya berhenti.
Si agen
tahu yang
dijualnya
benda
panas,
namun
tetap saja
membelinya
. Hal itu
menegaska
n keyakinan
Gilkey
bahwa
banyak hal
dalam
perdaganga
n ini yang
korup. Aku
kembali
menanyaka
n nama si
agen, tetapi
Gilkey
menolak
menjawab.
Tamak
adalah
tamak. 3
*

* SI SALAH

satu buku
paling
mengejutka
n yang
pernah
kutemukan
ada di
suatu
pameran
buku. Aku
tidak ingat
judul atau
detail
lainnya,
kecuali satu
hal. Si agen
mengambil
buku
dengan tepi
yang
mengilat
itu, lalu
mengulurka
nnya di
depanku.
Dia
mengambil
seberkas
lembaran
lalu me-
nekuknya
perlahan.
Ketika
lembaran
buku itu
ditekuk,
tepi buku
yang
mengilat itu
lenyap dan
memperliha
tkan sebuah

2
53 lukisan
pemandang
an laut yang
rumit di
sepanjang
sisi yang
ditekuk itu
—lukisan
pelaut yang
sedang
mengarungi
laut di
tengah
badai. "Ini
lukisan
fore-edge —
tepi depan,"
katanya.
Aku
melongo,
lalu
memintanya
melakukan
itu lagi.
Aku tahu
bahwa
selama
berabad-
abad, para
perajin
kerap
menghias
tepi depan
buku
dengan
lukisan
untuk klien.
Lukisan ini
sangat
halus,
biasanya
memiliki
tema yang
berkaitan
dengan
teks: adegan
pertempura
n yang
rumit,
potret
presiden,
keindahan
Art Deco,
bahkan
gambar
erotis, yang,
dari
kualitas
terpendam
lukisan-
lukisan itu,
tidaklah
mengejutka
n. Seolah
satu harta
ter-
sembunyi
tidak
cukup,
buku juga
kadang-
kadang
dilukis
dengan dua
gambar tepi
depan. Jadi,
ketika
lembaran
buku
ditekuk ke
satu arah,
ada satu
gambar
yang
muncul,
namun
ketika
ditekuk ke
arah lain,
gambar lain
yang
muncul.
Gambar tepi
depan ini
biasanya
tidak dibuat
pada buku
yang sangat
berharga
(melakukan
nya akan
dianggap
suatu
bentuk
vandalisme)
, tetapi
pada buku
yang
memiliki
nilai
sentimental
atau secara
khusus
diminati
pemiliknya.
Karena
kemunculan
nya yang
tidak
terduga,
maka
lukisan ini
terlihat
seperti
sulap,
seolah
menekuk
lembaran
buku
membuat
huruf hitam
yang
monoton
berubah
menjadi
gambar
berwarna-
warni yang
mewah.
Ketika
lembaranny
a tak lagi
ditekuk dan
kembali ke
bentuk
semula, tak
akan ada
yang
menduga
apa yang
ada di balik
kilatan itu.
Setelah
dua tahun
bertemu
dengan
Gilkey, bisa
dikatakan
aku telah
melihat
lembaran
mengilat
bukunya,
dan aku
telah
menyaksika
n lembaran
itu ditekuk
ke satu
arah, lalu
ke arah
yang lain.
Jika aku
harus
mereduksi
Gilkey ke
dalam satu
kalimat,
aku akan
bilang
bahwa

254
Gilkey
adalah
orang yang
percaya
bahwa
mengoleksi
amat
banyak
buku
langka
merupakan
ekspresi
terbesar
identitas-
nya, bahwa
cara apa
pun untuk
mendapatk
annya akan
dianggap
adil dan
benar, dan
bahwa
begitu bisa
melihat
koleksinya,
orang-
orang akan
menghargai
sosok yang
telah
membangu
n koleksi
itu.
Namun
, Gilkey
lebih
daripada
itu.
Berulang
kali aku
mendengar
kan
rekaman
perbincang
an kami
dan aku
selalu saja
merasa
bahwa
keegoisan
Gilkey,
yang
diselubungi
sikapnya
yang
ramah,
tampak
sejelas
huruf cetak
pada
lembaran
buku.
Bagaikan
buku
dengan
lukisan tepi
depan,
Gilkey telah
menyembu
nyikan
banyak hal
di balik
kilatannya.
Sopan,
penuh rasa
ingin tahu,
ambisius—
atau tamak,
egois,
penjahat?
Atau tentu
saja, semua
ini memang
sifat Gilkey,
tetapi yang
membuatku
tergelitik
adalah
betapa
berbedanya
antara
Gilkey
ketika
ditemui
secara
langsung
dan yang
ada di
rekaman.
Bentuk fisik
memang
bisa
mengalihka
n makna,
atau
setidaknya
mendukung
satu
interpretasi.
Itu
sebabnya
Gilkey
sangat
membutuhk
an bukan
aku saja
untuk
memandan
gnya secara
berbeda,
tetapi juga
seorang
pustakawan
,
representasi
visual
kebudayaan
dan ilmu
pengetahua
n: Gilkey
sadar
bagaimana
tampak
fisik bisa
begitu
meyakinkan
.
Pada
beberapa
pertemuan
terakhir
dengan
Gilkey, aku
mengalami
semacam
penampaka
n. Aku
sadar
bahwa pria
yang
kuanggap
mencuri
buku agar
orang lain
mengangga
pnya
berbudaya
ini—pria
yang
sedang
mem-
bangun
citra
gadungan
atau
identitas
palsu—
sebenarnya
sedang
berupaya
keras
menjadi
pria
terhormat
itu. Dia
mempelajar
i filsafat,
meneliti
pengarang
buku,
membaca

255
sastra,
bahkan
menulis
esai dan
naskah
dramanya
sendiri.
Melalui
upaya-
upaya ini,
dia
berusaha
menciptaka
n sosok
dirinya
yang ideal.
Aku mulai
mengerti
bahwa cara
lain
menghasilk
an sosok ini
adalah
dengan
menyampai
kan
kisahnya
melalui
aku.

Suatu pagi,
ketika sedang
bekerja di
sebelah rak
berisi buku
tentang
koleksi buku,
aku
memikirkan
masa-masa
yang
kuhabiskan
bersama para
pecinta buku
langka di
pameran,
toko, atau
rumah
mereka. Aku
menikmati
dikelilingi
begitu
banyak
keindahan
dan, lebih
jauh lagi,
menghargai
kisah di balik
buku. Dari
bacaanku,
salah satu
aspek dalam
sejarah buku
yang
berulang kali
kutemukan
adalah
kehancurann
ya. Sejak Qin
Shi Huang di
Cina yang
pada tahun
213 SM
memerintahk
an
pembakaran
semua buku
bertema
selain
pertanian,
pengobatan,
atau ramalan,
hingga
pembakaran
dua puluh
lima ribu
buku sastra
yang
dilakukan
Nazi
(Sauberung
), para
pemimpin
totaliter telah
menentang
kekuatan
buku yang
berbahaya
dan
mencerahkan.
Bahkan pada
zaman
sekarang,
sebagian
pemimpin AS
juga
melakukan
pelarangan
buku. Jadi,
fakta bahwa
naskah kuno,
seperti buku
bahasa
Jerman
Krautterbu
ch yang
dipinjami
temanku,
masih ber-
tahan
sangatlah
inspiratif.
Dorongan
menakutkan
untuk
menghancurk
an atau
menekan
buku
merupakan
pengakuan
terhadap
kekuatannya,
dan hal ini
tidak hanya
terjadi
kepada
naskah ilmu
pengetahuan,
politik, dan
filsafat, tetapi
juga buku
puisi dan
fiksi yang
tenang, yang
bagaimanapu
n memiliki
kapasitas
besar untuk
mengubah
kita. Dengan
menghabiska
n waktu di
antara buku-
buk
ulangka
dan para
kolektor
mereka, aku
juga
merasakan
kekuatan
ini dan
daya pikat
lainnya
yang begitu
banyak.
Akan
tetapi, aku
tidak
menjadi
bibliomania
total,
seperti
yang
kusangka
sebelumnya
. Meskipun
demikian,
aku
semakin
memahami
kepuasan di
balik
pengejaran
itu. Berburu
harta karun
demi
koleksi
memunculk
an peng-
hargaan
terhadap
barang itu
sendiri,
tetapi pada
akhirnya,
yang
bahkan
lebih
memuaskan
,
membangu
nnya
menjadi
cara
membuat
kisah.
Ketika buku
bergabung
dengan hal-
hal lain
yang
memiliki
kesamaan,
terbentukla
h kisah
yang lebih
besar yang
bisa
mengungka
pkan
sesuatu
yang benar-
benar baru
mengenai
sejarah
demokrasi,
atau
Renaisans,
atau
masakan
Renaisans,
atau Hells
Angels
yang
menulis
novel.
Ketika
pertama
kali
mengobrol
dengan
para pe-
cinta buku
langka, aku
terpikat
pada kisah-
kisah
mereka
mengenai
penemuan
dan
pencurian.
Tetapi aku
baru sadar,
kisah
terpenting
yang harus
mereka
ceritakan
adalah
kisah yang
terbentuk
melalui
koleksi
mereka.
Mereka
tidak hanya
"menyelam
atkan
peradaban",
tetapi juga,
dengan
menghubun
gkan buku-
buku,
terlibat
dalam aksi
interpretasi.
Meskip
un tidak
menjadi
bibliomania
, kini aku
bisa melihat
diriku
sebagai
kolektor
yang gigih,
yang tidak
lagi
mengumpul
kan manik-
manik dan
sedotan
Pixy Stix,
tetapi kisah.
Mencari
kisah,
menelitinya
, dan
menulisnya
mem-
berikan
bentuk dan
tujuan bagi
kehidupank
u
sebagaiman
a berburu,
mengumpul
kan, dan
mengatalog
kan buku
bagi para
kolektor.
Kita semua
membangu
n kisah.
Ketika aku
memikirkan
kisah
Gilkey,
Sanders,
dan para
kolektor
dan pencuri
lain yang
kutemukan,
kisah-kisah
tersebut
ber-

257
gabung
dalam
benakku
menjadi
suatu
koleksi
yang lebih
besar, yang
berisi
wasiat akan
hasrat
terhadap
buku—isi
dan
sejarahnya,
sosoknya
yang keras,
tipis, halus,
apak,
dibungkus,
ternoda,
berukir,
dan berhias.
Hasrat yang
kurasakan
bersama
mereka
semua.
***

TF.RAKHIR

kali
bertemu
dengan
Gilkcy, aku
bertanya
kepadanya
apakah dia
telah
mempertim
bangkan
konsekuens
i yang
mungkin
muncul
dengan
dipublikasi
kannya ke-
hidupannya
, kisahnya.
Dia
mengguma
mkan
sesuatu ten-
tang masa
kedaluwars
a dan
menatap
buku
catatanku
seolah masa
depannya
tersimpan
di sana.
Untuk
sesaat, dia
tampak
terpaku.
Lalu dia
mengutarak
an sesuatu
tentang
bagaimana
buku itu
mungkin
akan
mempersuli
t
peluangnya
mendapatk
an
pekerjaan
di masa
depan.
"Tapi
tidak, aku
tidak akan
mencemask
annya,"
katanya,
memperole
h kembali
ketenangan
nya.
"Maksudku,
aku akan
mengecek
legalitasnya
.
Memastikan
aku tidak
dituntut
karena
suatu hal."
Kemud
ian, secepat
membalikka
n telapak
tangan,
Gilkey,
dengan
gayanya
yang khas,
mengubah
perhatianny
a dari risiko
yang
berbahaya
menjadi
peluang
yang ge-
milang.
"Aku
memikirkan
bagian
penutup
bukumu,"
katanya.
"Aku bisa
menulis
novel
detektif
serial. Seri
pertama
tentang
seorang
pembunuh
berantai
yang
terpesona
pada puisi
The Devil's
Walk ,
ditulis pada
1820 oleh
Samuel
Taylor
Coleridge.
Puisinya
sangat
menarik,
menyebutk
an

258
toko buku
dan obsesi
semacam
itu.... Nah,
di novelku,
FBI
terpaksa
memanggil
pakar
paling
ternama di
dunia buku
dan puisi
dan sastra
klasik
karena tak
ada agen
buku yang
bisa
memecahka
n kejahatan
sang
pembunuh.
Pakar ini
adalah
orang yang

sebagaiman
a kata Ken
Sanders—
menyeberan
g ke sisi
gelap dan
menemukan
semua cara
untuk
mencuri
dan
mengumpul
kan koleksi
buku
langka
terhebat di
dunia.
Kemudian,
dia harus
dipenjara,
tapi kini dia
sudah
keluar, jadi
mereka
menghubun
ginya
sebagai
konsultan.
Sayangnya,
dia bekas
narapidana.
Kau tahu,
agak gila,
tapi dia
mencuri
buku-buku
langka.
Mungkin
tokohnya
bisa
diambil
dari
karakterku..
.. Aku akan
me-
nyiapkan
diri sebagai
sosok gelap
ini. Dan
mungkin
aku akan
mencoba
mendapatk
an akses
lebih
banyak ke
beberapa
buku yang
oleh
pemerintah
dirahasiaka
n. Kau pasti
tahu
maksudku.
Buku-buku
semacam
itu.... Selalu
saja ada
satu buku
yang tak
pernah bisa
kaudapatka
n. Mungkin
dia bekerja
sama
dengan FBI
hanya
untuk
mendapat
akses ke
buku itu...
Mungkin
buku itu
berada di
Perpustaka
an Kongres,
sebuah
buku
rahasia
yang
istimewa,
Dead Sea
Scrolls ,
buku harian
tewasnya
JFK.
Semacam
itu. Dan
mungkin
ada akhir
yang
mengejutka
n. Kini dia
memiliki
akses ke
buku itu,
jadi
mungkin..."
Gilkey
berhenti
sejenak
sebelum
menyampai
kan
penutupnya
. "Mungkin
tetap saja,
aku seorang
pencuri.
"Nah,
bagaimana
menurutmu
tentang ide
itu? Pen-
dapatmu
yang paling
jujur."
259
Penutup

A
ku menulis
sebagian
besar buku
ini dari
kantorku di
rumah,
yang
memandan
g ke arah
kebun
herba kecil
yang
ditanam
putraku
ketika dia
berusia
sembilan
tahun. Satu-
satunya
tanaman
yang masih
tumbuh
adalah rue,
herba pahit
yang
mengingatk
an kepada
frasa "rue
the day "—
menyesal,
dan sage
ungu, yang
pernah
suatu kali
dikeringkan
olehnya,
lalu
dikumpulka
nnya
menjadi
berkas-
berkas
pagan, dan
bersama
seorang
teman
membakar
satu berkas
untuk
membersih
kan udara
dari roh-
roh jahat.
Kedua
herba
tersebut
tercantum
dalam
Krautterbu
ch , teks
pertanian
Jerman
berusia
berabad-
abad yang
membawak
u kepada
kisah ini.
Putraku
mendapat
ide untuk
menanam
herba obat
dari sebuah
buku
mengenai
herbologi
yang
dimintanya
pada suatu
Natal
karena itu
adalah
salah satu
subjek
dalam
daftar
pelajaran
Harry
Potter di
Hogwarts.
Seperti
halnya
putraku,
hampir
setiap
orang yang
kutemui
selama
penulisan
buku ini
begitu
terinspirasi
oleh kisah,
oleh buku.
Selama tiga
tahun,
Krautterbu
ch , sebuah
buku yang
sudah pasti
penuh
inspirasi,
tergeletak di
mejaku. Buk
uitu bukan
milikku,
sehingga
aku sering
bertanya-
tanya,
apakah
dengan
tidak
mengembali
kannya
menjadikan
ku seorang
pencuri?
Ataukah
aku
menjadi
pencuri
selama aku
menyimpan
nya? Di
mana garis
yang
memisahka
n
keduanya?
Dan setelah
menulis
kisah
Gilkey,
apakah aku
menjadi
pencuri
jenis lain?
Aku telah
sampai
pada
kesimpulan
bahwa aku
bukanlah
pencuri
buku
maupun
pencuri
kisah
Gilkey: aku
seorang
peminjam
buku de-
ngan
sumber
yang belum
bisa
dipastikan,
dan Gilkey
telah
menyampai
kan
kisahnya
dengan
sukarela.
Sering kali
aku
"menyesal"
menemukan
kisah ini,
dan
mungkin
mestinya
aku
mengayun-
ayunkan
asap sage di
sekeliling
kantorku
untuk
membersih
kan udara
dari mantra
jahat yang
muncul
ketika
sedang
menulis
tentang
kejahatan.
Namun,
aku selalu
bersyukur
telah
mendapat
kesempatan
bertemu
dengan
kisah
memikat
semacam
ini, kisah
yang
memunculk
an
pertanyaan
mengenai
obsesi dan
penipuan,
bagaimana
nafsu bisa
menghasut
kita, dan
cara-cara
yang kita
halalkan
untuk
mengejarny
a. Seperti
halnya edisi
pertama
yang
langka,
benda yang
sejak lama
diidam-
idamkan
oleh
kolektor,
kisah ini
telah
menyihirku
dalam
mantranya
dari awal
hingga
akhir.
***

Tak lama
sebelum
buku ini
dicetak,
Sanders,
yang secara
teknis telah
mengundur
kan diri
dari posisi
"bibliodick"
, telah
mempering
atkan
sejumlah
kolega
mengenai
pencurian
terkini yang
dilakukan
Gilkey:
mencuri
buku dari
seorang
agen
Kanada.
Gilkey
tidak
ditahan.
Kisah ini
tak pernah
berakhir.

262
PENUTUP

T
h
i
s

b
o
o
k

b
e
l
o
n
g
s

t
o

n
o
n
e

b
u
t

m
e

F
o
r

t
h
e
r
e
'
s

m
y

n
a
m
e

i
n
s
i
d
e

t
o
s
e
e
.

T
o

s
t
e
a
l

t
h
i
s

b
o
o
k
,

i
f
y
o
u

s
h
o
u
l
d

t
r
y
,

I
t
'
s

b
y

t
h
e
t
h
r
o
a
t

t
h
a
t

y
o
u
'
l
l

h
a
n
g

h
i
g
h
.

A
n
d

r
a
v
e
n
s

t
h
e
n

w
i
l
l

g
a
t
h
e
r

'
b
o
u
t

T
o

f
i
n
d

y
o
u
r

e
y
e
s

a
n
d

p
u
l
l

t
h
e
m

o
u
t
.

A
n
d

w
h
e
n

y
o
u
'
r
e

s
c
r
e
a
m
i
n
g

"
O
h
,

O
h
,

O
h
!
"
R
e
m
e
m
b
e
r
,

y
o
u

d
e
s
e
r
v
e
d

t
h
i
s
w
o
e
.

(
B
u
k
u

i
n
i

m
i
l
i
k
k
u

s
e
o
r
a
n
g

K
a
r
e
n
a

h
a
n
y
a

n
a
m
a
k
u

y
a
n
g

t
e
r
c
a
n
a
n
g
.

K
a
l
a
u

k
a
u

i
n
g
i
n
c
o
b
a
-
c
o
b
a

m
e
n
c
u
r
i

b
u
k
u

i
n
i
,
K
a
u

a
k
a
n

k
u
c
e
k
i
k

d
a
n

k
u
a
n
g
k
a
t

t
i
n
g
g
i
-
t
i
n
g
g
i
.

D
a
n

s
e
t
e
l
a
h

i
t
u

b
u
r
u
n
g

g
a
g
a
k

a
k
a
n

b
e
r
k
u
m
p
u
l

U
n
t
u
k

m
e
n
y
e
r
a
n
g
m
u

d
a
n
m
e
m
a
k
s
a
m
u

b
e
r
g
u
m
u
l
.

D
a
n

k
e
t
i
k
a

k
a
u

m
e
n
j
e
r
i
t

"
A
d
u
h
,

a
d
u
h
,
a
d
u
h
!
"

I
n
g
a
t
l
a
h
,

k
a
u

p
a
n
t
a
s
m
e
n
d
a
p
a
t
k
a
n

n
e
s
t
a
p
a

i
t
u
)
.


Peringatan
yang ditulis
oleh
penyalin
Jerman abad
pertengaha
n
U
c
a
p
a
n

T
e
r
i
m
a

K
a
s
i
h

T
anpa
dukungan
Ken
Sanders dan
John
Gilkey,
buku ini tak
akan
mungkin
ada. Kedua
pria ini
menjawab
berbagai
pertanyaan
ku yang tak
berkesudah
an dengan
luar biasa
sabar dan
murah hati,
dan untuk
itulah aku
meng-
ucapkan
terima
kasih
sebesar-
besarnya
kepada
mereka.
Di
antara
banyak
orang lain
yang
muncul
dalam buku
ini, aku
sangat
menghargai
bantuan
dan
keahlian
agen buku
langka John
Crichton
dan
Detektif
Kenneth
Munson.
Aku juga
ingin
berterima
kasih
kepada
semua
kolektor
yang
kuwawanca
rai,
terutama
Celia Sack,
Joseph
Serrano,
dan David
Hosein.
Dan kepada
Malcolm
Davis, yang
memberitah
uku tentang
buku kuno
yang
menarikku
ke dunia
buku
langka dan
kemudian
ke dalam
kisah ini.
Aku
sangat
beruntung
mendapatk
an
kesempatan
bekerja
sama
dengan
Sarah
McGrath.
Aku begitu
berterima
kasih atas
kecerdasan
dan
wawasan
yang
dituangkan
nya dalam
mengedit
buku ini.
Penghargaa
n juga
kusampaika
n kepada
Marilyn
Ducksworth
, Michael
Barson,
Sarah Stein,
dan orang-
orang di
Riverhead
lainnya.
Aku juga
ingin
berterima
kasih
kepada Nan
Weiner,
editor San
Francisco
Magazine
yang luar
biasa, yang
menerbitka
n artikel
asli tentang
John Gilkey
dan Ken
Sanders.
Pengha
rgaan tulus
kusampaika
n kepada
agen pe-
ngarang Jim
Levine.
Atas
visinya,
kecerdasan
nya, dan
ke-
yakinannya
terhadap
buku ini,
aku
berutang
banyak
terima
kasih. Aku
juga
menghargai
kerja keras
dan
dedikasi
Danielle
Svetcov dan
Lindsay
Edgecormb
e, keduanya
dari Levine
Greenberg.
Menuli
s biasanya
merupakan
kerja
mandiri,
tetapi
hampir
sepuluh
tahun ini
aku
mendapatk
an nikmat
yang sangat
banyak
dengan
menjadi
bagian dari
kelompok
menulis
North 24 l .
Dengan
sepenuh
hati aku
berterima
kasih
kepada
para
anggotanya:
Leslie
Crawford,
Frances
Dinkelspiel,
Katherine
Ellison,
Sharon
Epel, Susan
Freinkel,
Katherine
Neilan, Lisa
Wallgren
Okuhn, dan
Jill Storey.
Aku
berterima
kasih
kepada
semua
orang di
San
Francisco
Writers'
Grotto,
terutama
Natalie
Baszile dan
Melanie
Gideon.
Aku juga
berutang
kepada
Andy
Keiffer,
Ursula
Bendixon,
dan
Waltraud
Bendixon,
serta
kepada
kedua
oratigtuaku
, Lylc and
Sidney
Hoover,
atas
bantuan
dan
dukungan
mereka.
Ketika
menulis
buku ini,
aku
bersyukur
karena
anak-
anakku,
Sonja dan
Julian,
dengan
dahaga
yang tak
putus-
putus akan
kisah
mengenai
pencurian
buku, selalu
men-
dorongku
untuk maju.
Dan kepada
John, atas
dukungan
dan
kepercayaa
n yang tak
pernah
padam, aku
berutang
banyak
terima
kasih dan
cinta.

266
Catatan

S
eorang
rekan
penulis
pernah
bercerita
tentang
penga-
lamannya
terjun
dalam
"kegairahan
penelitian".
Aku
menggarap
buku ini
dengan
sepenuh
hati.
Meskipun
aku sangat
mengandal
kan data
tertulis
(buku,
majalah,
internet,
dan
sebagainya)
untuk
mendapatk
an
informasi
sejarah
mengenai
perdaganga
n buku
antik,
wawancara
tatap muka
(dengan
agen,
pustakawan
, kolektor,
dan
lainnya)
memenuhi
sebagian
besar
penelitiank
u. Berbagai
adegan dari
kehidupan
Ken
Sanders dan
John
Gilkey,
terutama,
hampir
semuanya
diambil
dari
perbincang
anku
dengan
mereka, de-
ngan
tambahan
informasi
yang
kupilih dari
wawancara
dengan
kerabat,
teman, dan
kolega
mereka.
Dokumen
pengadilan
dan catatan
polisi juga
tak
terhingga
nilainya.
Dan hampir
setiap
bulan, aku
menemukan
laporan
pencurian
buku di
berbagai
media, yang
menegaska
n betapa
luasnya
kejahatan
tersebut
dan betapa,
meskipun
memiliki
sejarah
panjang,
pencurian
buku masih
terjadi
hingga hari
ini.
Prolog
1. Leslie
Overstr
eet,
Kurato
r Buku
Langka
Sejarah
Alam,
Perpust
akaan
Institut
Smiths
onian,
koresp
ondens
i e-
mail
dengan
pengar
ang.
2. Bock
diangg
ap
kontro
versial
karena
dia
seoran
g
dokter
/ ahli
metafis
ika
yang
percay
a
bahwa
bagian
tumbu
han
berhub
ungan
dengan
bagian
dan
proses
tubuh
ma-
nusia.
Barbara
Pitsche
l,
Kepala
Pustak
awan,
San
Francis
co
Botanic
al
Garden
at
Strybin
g
Arbore
tum,
koresp
ondens
i e-mail
dengan
pengar
ang.
3. John
Windle.
Wawan
cara
dengan
pengar
ang.
4. Ibid.
5. Ibid.
"Ada
kisah
terkena
l
menge
nai
seoran
g
sarjana
pada
awal
abad
kesemb
ilan
belas
yang
pergi
ke toko
ikan di
Jerman.
Dia
melihat
mereka
merobe
k
halama
n-
halama
n
sebuah
Injil
untuk
membu
ngkus
ikan—
dan
Injil itu
adalah
Injil
Gutenb
erg."
6. Ursula
Bendix
on dan
Waltra
ud
Bendix
on.
Wawan
cara
dengan
pengar
ang.
7. Copenh
agen:
"Twists
, Turns
in
Royal
Library
Book
Theft
Case."
www.d
enmark
.dk
(situs
web
resmi
Denma
rk). 28
Mei
2004.
Kentuc
ky:
"Transy
Thieves
Took
Names
from
Film."
www.k
entuck
y.com .
11
Oktobe
r 2005.
Pencuri
an ini
luar
biasa
brutal.
Pada 17
Desem
ber
2004,
seoran
g
pemud
a
menele
pon
pustak
awan
bagian
koleksi
khusus
Univer
sitas
Transyl
vania,
BJ
Gooch,
untuk
mengat
ur
kunjun
gan ke
ruang
buku
langka.
Setiban
ya di
sana,
pria itu
minta
melihat
bebera
pa
buku
terinda
h milik
perpust
akaan
itu. Dia
telah
mende
ngar
tentang

268
edisi
pertam
a
Origin
of
Species
karya
Darwin
, tetapi
ingin
tahu
buku
berharg
a lain
yang
ada di
perpust
akaan
itu, dan
bahkan
mengh
ubungi
seorang
teman
untuk
bergab
ung
dengan
nya.
Gooch
telah
memut
uskan
buku-
buku
mana
yang
dikelua
rkanny
a dari
lemari
logam
terkunc
i dan
rak
kaca
yang
menyi
mpan
naskah-
naskah
yang
lebih
menakj
ubkan.
Tak
lama
kemudi
an, si
teman
datang,
mengen
akan
topi,
syal,
dan
kacama
ta
hitam,
sehingg
a
wajahn
ya sulit
terlihat.
Gooch
merasa
tidak
nyaman
dengan
kedua
orang
itu,
tetapi
tidak
mengir
a apa
yang
terjadi
selanjut
nya.
Begitu
dia
meraih
salah
satu
laci,
mereka
menem
baknya
dengan
pistol
setrum,
lalu
mengik
at
Gooch
dan
melarik
an
beberap
a
barang,
termas
uk
karya
Darwin
, dua
manusk
rip
langka,
dan
sketsa
karya
Audub
on.
"Aku
terbari
ng di
lantai,
selema
h bayi
yang
baru
lahir,
sement
ara
mereka
melarik
an
diri,"
kata
Gooch.
Bebera
pa hari
kemudi
an,
kedua
pemud
a itu
memba
wa
hasil
jarahan
mereka,
yang
bernilai
sekitar
750.000
dolar,
ke
rumah
lelang
Christie
's.
Kisah
mereka
yang
lemah
dan tak
masuk
akal
menim
bulkan
kecurig
aan,
dan
keduan
ya
ditangk
ap,
bersam
a
dengan
dua
teman
lain
yang
telah
merenc
anakan
peramp
okan
tersebu
t.
Mereka
beremp
at
divonis
penjara
.
Pustaka
wan
buku
langka
Univers
itas
Kentuc
ky BJ
Gooch.
Wawan
cara
dengan
pengar
ang.
Cambri
dge:
"Bibliok
lepts,"
Harvar
d
Magazi
ne , Mei
1997.
8. John
Windle.
Wawancara
dengan
pengarang.
Bab 1
1. John
Carter,
ABC
for
Book
Collect
ors , 5th
ed.
(New
York:
Alfred
A.
Knopf,
1973),
hlm.
118.
2. Nichola
s
Basban
es,
Among
the
Gently
Mad
(New
York:
Henry
Holt,
2002),
hlm.
81.
3. Kutipa
n ibid.,
hlm. 72.
4. M. S.
Batts,
"The
18th-
Centur
y
Concep
t of the
Rare
Book,"
The
Book
Collect
or , 24
(1975),
hlm.
383.
5. Ibid.
6. Pembac
a yang
tertarik
untuk
menyel
idiki
lebih
dalam
subjek
ini
dapat
mendaf
tar ke
salah
satu
dari
bebera
pa
sekolah
buku
langka
di
dunia.
Yang
tertua
dan pa-
ling
terkena
l
berada
di
Univer
sitas
Virgini
a, yang
me-
nawark
an
mata
kuliah
menge
nai
topik-
topik
yang
ber-
hubung
an
dengan
buku
tua dan
langka,
manus
krip,
serta
koleksi
khusus.
(Sekola
h
lainnya
terdapa
t di
Inggris,
Selandi
a Baru,
dan
Califor
nia.)
7. Secara
tradisi
koleksi
dilakuk
an oleh
pria,
tetapi
per-
ubahan
sedang
terjadi,
menur
ut agen
Priscill
a
Juvelis
dari
Kenneb
unkpor
t,
Maine.
Sebagai
mana
yang
di-
sampai
kannya
dalam
wawan
cara
dengan
pengar
ang:
"Selalu
ada
kelomp
ok
orang
yang
sangat
kaya,
sebagia
n
kebetul
an
adalah
peremp
uan,
yang
mengol
eksi
buku
karena
itulah
yang
dilakuk
an
orang
yang
menda
pat
warisa
n...
Apa
yang
beruba
h
drastis
dalam
dua
puluh
tujuh
tahun
kiprah
ku
dalam
bisnis
ini
adalah,
ketika
aku
mulai
pada
1980,
tak ada
peremp
uan
yang
menjad
i
kepala
bagian
koleksi
khusus
perpust
akaan,
dengan
sangat
sedikit
pengec
ualian.
Dan
tak ada
pusta-

270
kawan
peremp
uan
untuk
buku
langka..
. Kini
ada be-
berapa
peremp
uan
yang
mengep
alai
koleksi
khusus.
Ada
peremp
uan
anggot
a
fakulta
s yang
berkera
s agar
ajaran
Harriet
Beecher
Stowe
tidak
menjad
i
sekadar
minat
kekhus
usan...
Ada
sejumla
h
peremp
uan
kolek-
tor di
luar
sana
yang
ingin
mengol
eksi
karya
penulis
peremp
uan,
tulisan
mengen
ai hak
peremp
uan,
dan pe-
rempua
n
kolekto
r yang
telah
membel
i
bahan-
bahan
ini
dariku
yang
ingin
memili
ki uang
sendiri.
..
Atmosf
ernya
telah
beruba
h
drastis.
"
8. Sejak
kematia
n
Updike
pada
awal
2009,
minat
terhada
p buku
ini, dan
tentu
saja
nilainy
a, telah
me-
ningkat
,
sebagai
mana
yang
hampir
selalu
terjadi
ketika
seorang
penulis
terkena
l
mening
gal
dunia.
9. Ken
Sanders
.Wawan
cara
dengan
pengara
ng.
10. Basbane
s, A
Gentle
Madne
ss, hlm.
xix.
11. Ibid.,
hlm. 59.
12. Ibid.,
hlm. 62.
13. Ibid.,
hlm. 25.
14. Frognal
l
Dibdin,
The
Biblio
mania
or Book
Madne
ss
(Richm
ond,
VA:
Tiger of
the
Stripe,
2004),
hlm. 15.
Dibdin
lebih
lanjut
menyat
akan
bahwa
pada
masany
a, awal
abad
kesemb
ilan
belas,
para
kolekto
r
tergila-
gila
pada
(secara
berurut
an) "I.
Buku
Halama
n Besar;
II.
Buku
yang
belum
Dipoto
ng; III.
Buku
Bergam
bar; IV.
Buku
Unik;
V.
Buku
yang
Dicetak
pada
Kulit
Bina-
tang;
VI.
Edisi
Pertam
a; VII.
Edisi
Sebenar
nya;
VIII.
Keingin
an
umum
terhada
p
Huruf
Hitam"
(huruf
hitam
berhias
yang
tebal,
tipe
paling
awal
dari
perceta
kan

271
Gutenb
erg).
Dibdin
sendiri
"tergila
-gila
kepada
buku
yang
belum
dipoton
g. Bagi
orang
yang
bijaksa
na,
buku
yang
belum
dipoton
g
sangat
dibenci
karena
tidak
bisa
dibaca,
namun
banyak
kolekto
r buku
yang
bersedi
a
memba
yar
dengan
harga
tinggi
untuk
sebuah
buku
yang
masih
'perawa
n'."
15. Rita Re
i f,
"Auctio
ns,"
New
York
Times ,
1 April
1988.
16. John
Windle.
Wawan
cara
dengan
pengara
ng.
17. Si
tersang
ka,
Daniel
Spiegel
man,
menyat
akan
telah
me-
masok
senjata
untuk
orang-
orang
yang
bertang
gung
jawab
terhada
p
pengeb
oman
Kota
Oklaho
ma,
yang
berarti
jika
diekstr
adisi ke
Amerik
a
Serikat,
dia bisa
dijatuhi
hukum
an
mati.
Perjanji
an
ekstrad
isi
Beland
a jelas
menyat
akan
bahwa
tersang
ka yang
dapat
dijatuhi
hukum
an mati
di
negara
yang
memint
a
ekstrad
isi
tidak
dapat
diserah
kan.
Setelah
terbukt
i tidak
me-
miliki
hubung
an yang
jelas
dengan
para
pengeb
om
Kota
Oklaho
ma,
Spiegel
man
diekstr
adisi ke
Amerik
a
Serikat,
dan
dijatuhi
hukum
an
enam
puluh
bulan
pen-
jara,
tiga
tahun
masa
pembeb
asan
yang
diawasi
, dan
tiga
ratus
jam
kerja
sosial.
Lihat
Travis
McDad
e, The
Book
Thief:
The
True
Crimes
o f
Daniel
Spiegel
man
(New
York:
Praeger
, 2006),
hlm.
58-60.
18. Basbane
s, A
Gentle
Madne
ss , hlm.
29.
19. Bagian
pencari
narapid
ana
Departe
men
Koreksi
dan
Rehabil
itasi
Califor
nia
(hubun
gan
telepon
).
20. "Brutal
Trade
of Rare
Books,"
The
Age, 19
Februar
i 2003.
272
Bab 2
1. Basbane
s, A
Gentle
Madne
ss, hlm.
411
-414.
2. Salah
satu
eksplor
asi
terkini
menge
nai
koleksi
yang
paling
memik
at
adalah
Collect
ions of
Nothin
g , oleh
Willia
m
Davies
King
(Chicag
o:
Univer
sity of
Chicag
o Press,
2008).
3. UC
Santa
Cruz
mengo
nfirmas
i
bahwa
Gilkey
lulus
dari
tempat
itu.

Bab 3
1. Biro
Konven
si dan
Pengun
jung
Modest
o.
"Area
Inform
ation
History
."
http://
www.v
isitmod
esto.co
m/
areainf
o/histo
ry.asp.
2. "Stanisl
aus
County
Is
'Picture
Perfect.
'"
http://
www .
visitmo
dcsto.c
om/fil
ms/def
ault.as
p.
3. Depart
emen
Kehaki
man
AS,
Biro
Investi
gasi
Federal
(FBI),
Divisi
Layana
n
Inform
asi
Hukum
Pidana
(CJIS).
"Crime
in the
United
States
2007."
http://
www.f
bi .
gov/uc
r/cius2
007/da
ta/tabl
e_08_ca
.html.
4. Celia
Sack.
Wawan
cara
dengan
pengar
ang.
5. Gilkey
membe
rikan
kenang
an
masa
kecil
yang
lain.
Dia
bilang
dia
sering
menont
on
televisi
, dan
salah
satu
acara
favorit
nya
adalah
Amazi
ng
Stories
.
Episod
e yang
paling
diingat
nya
adalah
"ketika
sang
ibu
terus-
meneru
s
menye
but
putran
ya gila
karena
mengol
eksi
begitu
banyak
barang.
Jadi
suatu
hari,
anak
itu
mengis
i mobil
dengan
barang-
barang
nya
lalu
pergi.
Bertah
un-
tahun
kemudi
an,
koleksi
nya
bernilai
jutaan
dolar."
John
Gilkey.
Wawan
cara
dengan
pengar
ang.

27

6. 3
D
r
.

A
l
f
r
e
d

K
i
n
s
e
y
,

p
e
n
e
l
i
t
i

s
e
k
s
u
a
l
i
t
a
s

t
e
r
k
e
n
a
l
,

y
a
n
g

s
e
o
r
a
n
g

k
o
l
e
k
t
o
r
,

m
e
n
u
l
i
s
:

"
K
e
b
a
n
y
a
k
a
n

d
a
r
i

k
i
t
a

s
e
n
a
n
g

m
e
n
g
o
l
e
k
s
i
b
a
r
a
n
g
.
.
.
.

J
i
k
a

k
o
l
e
k
s
i

k
i
t
a

l
e
b
i
h

b
e
s
a
r
,

b
a
h
k
a
n

h
a
n
y
a

s
e
d
i
k
i
t
l
e
b
i
h

b
e
s
a
r
,

d
a
r
i
p
a
d
a

k
o
l
e
k
s
i

l
a
i
n

m
a
n
a

p
u
n
,

h
a
l

i
t
u

a
k
a
n

m
e
n
i
n
g
k
a
t
k
a
n

k
e
b
a
h
a
g
i
a
a
n

k
i
t
a
.

H
a
l

i
t
u
m
e
n
u
n
j
u
k
k
a
n

k
e
r
a
m
p
u
n
g
a
n

s
u
a
t
u

p
e
k
e
r
j
a
a
n

y
a
n
g

b
i
s
a

k
i
t
a

c
a
p
a
i
,

d
a
l
a
m

s
u
s
u
n
a
n

a
p
a

k
i
t
a

b
i
s
a

m
e
n
y
u
s
u
n

s
p
e
s
i
m
e
n
n
y
a
,

d
e
n
g
a
n

k
e
b
i
j
a
k
s
a
n
a
a
n

a
p
a

k
i
t
a

b
i
s
a

m
e
m
a
m
e
r
k
a
n
n
y
a
,

d
e
n
g
a
n

o
t
o
r
i
t
a
s

a
p
a

k
i
t
a

b
i
s
a
m
e
m
b
i
c
a
r
a
k
a
n

s
u
b
j
e
k

k
i
t
a
.
"

S
e
b
a
g
a
i
m
a
n
a

d
i
k
u
t
i
p

d
a
r
i

t
u
l
i
s
a
n

K
i
n
s
e
y

A
n

I
n
t
r
o
d
u
c
t
i
o
n

t
o

B
i
o
l
o
g
y

(
P
h
i
l
a
d
e
l
p
h
i
a

a
n
d

L
o
n
d
o
n
:

J
.

B
.

L
i
p
p
i
n
c
o
t
t
,

1
9
2
6
)
,

d
a
l
a
m

G
e
o
f
f

N
i
c
h
o
l
s
o
n
,

S
e
x

C
o
l
l
e
c
t
o
r
s

(
N
e
w

Y
o
r
k
:

S
i
m
o
n

&
c

S
c
h
u
s
t
e
r
,

2
0
0
6
)
,

h
i
m
.

2
3
6
-
2
3
7
.
7. S
e
b
a
g
a
i
m
a
n
a

d
i
k
u
t
i
p

d
a
l
a
m

J
a
n
i
n
e

B
u
r
k
e
,

T
h
e

S
p
h
i
n
x

o
n
t
h
e

T
a
b
l
e

(
N
e
w

Y
o
r
k
:

W
a
l
k
e
r
,

2
0
0
6
)
,

h
i
m
.

2
9
0
.

B
u
r
k
e

m
e
n
g
u
t
i
p

M
a
x
S
c
h
u
r
,

F
r
e
u
d
:

L
i
v
i
n
g

a
n
d

D
y
i
n
g
(
L
o
n
d
o
n
:

H
o
g
a
r
t
h

P
r
e
s
s

a
n
d

t
h
e

I
n
s
t
i
t
u
t
e

o
f

P
s
y
c
h
o
a
n
a
l
y
s
i
s
,

1
9
7
2
)
,

h
i
m
.

2
4
7
.
8. S
e
b
a
g
a
i
m
a
n
a

d
i
k
u
t
i
p
d
a
l
a
m

B
u
r
k
e
,

T
h
e

S
p
h
i
n
x

o
n

t
h
e

T
a
b
l
e
,

h
i
m
.

7
.

B
u
r
k
e

m
e
n
g
u
t
i
p

J
e
f
f
r
e
y

M
o
u
s
s
a
i
e
f
f

M
a
s
s
o
n
,

c
d
.
,

T
h
e
C
o
m
p
l
e
t
e

L
e
t
t
e
r
s

o
f

S
i
g
m
u
n
d

F
r
e
u
d

t
o

W
i
l
h
e
l
m

F
l
i
e
s
s
,

1
X
8
7
-
1
9
0
4
(
C
a
m
b
r
i
d
g
e

a
n
d

L
o
n
d
o
n
:

H
a
r
v
a
r
d

U
n
i
v
e
r
s
i
t
y

P
r
e
s
s
,

1
9
8
5
)
,

h
i
m
.

3
9
8
.
9. W
a
l
t
e
r

B
e
n
j
a
m
i
n
,

"
U
n
p
a
c
k
i
n
g

M
y
L
i
b
r
a
r
y
,
"

d
a
l
a
m

I
l
l
u
m
i
n
a
t
i
o
n
s
:
E
s
s
a
y
s

a
n
d

R
e
f
l
e
c
t
i
o
n
s
,

t
r
a
n
s
.

H
a
r
r
y

Z
o
h
n

(
N
e
w

Y
o
r
k
:

S
c
h
o
c
k
e
n
,

1
9
6
9
)
,

h
i
m
.

6
7
.
10. R
i
c
k

G
e
k
o
s
k
i
,

N
a
b
o
k
o
v
'
s

B
u
t
t
e
r
f
l
y

(
N
e
w

Y
o
r
k
:

C
a
r
r
o
l
l

a
n
d

G
r
a
f
,

2
0
0
4
)
,

h
i
m
.

1
2
.

27
4 11. Pada
1998,
para
anggot
a
dewan
editor
Moder
n
Library
mengel
uarkan
daftar
yang
mereka
anggap
seratus
novel
terbaik
di
Inggris
yang
diterbit
kan
sejak
1900.

Bab 4

1. Ken

Sanders

Wawan
cara

dengan

pengar

ang.

2. Susan

Benne.

Wawan

cara e-

mail
dengan

pengar

ang.
3. Patrici
a
Hampl,
Blue
Arabes
que: A
Search
for the
Sublim
e (New
York:
Harcou
rt,
2006),
him.
52.
4. Biblio
mania:
A
Docu
mentar
y Film
of the
34th
Califor
nia
Intern
ational
Antiqu
arian
Book
Fair .
Disutra
darai
dan
diedit
oleh
Paul
Ryall,
2003.
Produk
si
Antiqu
arian
Bookse
llers'As
sociati
on of
Americ
a
Produc
tion
bersam
a
Session
Seven.
5. Eugene
Field,
The
Love
Affairs
of a
Biblio
maniac
(New
York:
Charle
s
Scribne
r's
Sons,
1896),
him.
97-98.

Bab 6

1. Ken
Sanders
.
Wawan
cara
dengan
pengar
ang.
2. Menur
ut
Sander
s, edisi
utuh
buku
tersebu
t baru-
baru
ini
dijual
dengan
harga
lebih
dari 1
juta
dolar.
3. James
Thorpe
,
Henry
Edwar
ds
Hunti
ngton:
A
Biogra
phy
(Berkel
ey and
Los
Angele
s:
Univer
sity of
Califor
nia
Press,
1994).
4. www.h
untingt
on.org
(siais
web
The
Huntin
gton
Library
, Art
Collect
ions
and
Botanic
al
Garden
s).

275
5. Barbara
Pitsche
l,
Kepala
Pustak
awan,
San
Francis
co
Botanic
al
Garden
at
Strybin
g
Arbore
tum.
Koresp
ondens
i e-
mail
dengan
pengar
ang.
6. Untuk
kisah
yang
lebih
detail
menge
nai
kejahat
an ter-
hadap
buku di
dunia,
lihat
Fernan
do
Baez,
A
Univer
sal
Histor
y of
the
Destru
ction
of
Books ,
trans.
Alfred
MacAd
am
(New
York:
Atlas,
2008).
7. Basban
es, A
Gentle
Madne
ss , him.
42-43.

Bab 7
1. Ini
sebelu
m
adanya
Wi-Fi.
2. John
Milton,
Areopa
gitica.
3. Walt
Whitma
n, "So
Long,"
Leaves
of
Grass.
4. Dikutip
dari
Basban
es, A
Gentle
Madne
ss , him.
20.
5. Tony
Garcia.
Wawan
cara
dengan
pengar
ang.
6. Ken
Lopez.
Wawan
cara
dengan
pengar
ang.
7. Kennet
h
Munso
n.
Wawan
cara
dengan
pengar
ang.
8. Ken
Sander
s.
Urutan
peristi
wa
dilapor
kan
dalam
ber-
bagai
wawan
cara
dengan
pengar
ang.
9. Kennet
h
Munso
n.
Wawan
cara
dengan
pengar
ang.
Munso
n
menjela
skan
bahwa
para
tersang
ka
kerap
meng-
gunaka
n bukti
fisik
sesoran
g yang
dekat
dengan
mereka
ketika
mengg
ambark
an kaki
tangan
yang
sebenar
nya
tidak
ada.
Dalam
kasus
Gilkey,
Munso
n
berasu
msi
bahwa
yang
digamb
arkan
oleh
Gilkey
adalah
ayahny
a
sendiri.

276
Bab 8
1. Ini
merupa
kan
kesalah
paham
an
umum
yang
barang
kali
berasal
dari
fakta
bahwa
The
Hunti
ng of
the
Snark,
yang
ditulis
olehny
a pada
tahun
1876,
merupa
kan
salah
satu
buku
paling
awal
seoran
g
pengar
ang ter-
kenal
yang
sampul
jaketny
a masih
ada.
Jaket-
jaket
sebelu
mnya
dari
tahun
1830-an
karya
para
pengar
ang
yang
relatif
tidak
terkena
l masih
ada.
2. Ken
Sanders
.
Wawan
cara
dengan
pengar
ang.
3. Arnold
Herr.
Wawan
cara
dengan
pengar
ang.
4. Kennet
h
Munso
n.
Wawan
cara
dengan
pengar
ang.
5. Ibid.
6. Ditegas
kan
sebagai
prosed
ur
standar
bagi
narapi
dana
yang
mengh
uni
Pusat
Peneri
maan
oleh
petuga
s in-
formasi
San
Quenti
n State
Prison
Letnan
Samuel
Robins
on.

Bab 9
1. John
Crichto
n.
Wawan
cara
dengan
pengar
ang.

Bab 10
1. Andrew
Clark.
Wawan
cara
dengan
pengar
ang.
2. Alati
Beatts.
Wawan
cara
dengan
pengar
ang.
3. Bob
Gavora.
Wawan
cara
dengan
pengar
ang.
4. Sikap
longgar
semaca
m ini
tidak
selalu
terjadi.
Pada
masa
Raja
Henry
IV
(akhir
abad
keempa
t belas,
awal
abad
kelima
belas),
seoran
g pria
bernam
a
Johann
es
Leycest
re dan
istrinya
,
Cedilia,
mencur
i "satu
buku

277
kecil
dari
sebuah
gereja
tua."
Hukum
annya:
"Gantu
ng dia
hingga
tewas."
Rupany
a,
takdir
Cedilia,
seperti
halnya
sebagia
n besar
wanita
pada
masa
itu,
tidak
pantas
dicatat.
Lihat
Edwin
White
Gaillar
d, "The
Book
Larcen
y
Proble
m,"
The
Librar
y
Journa
l, vol.
45 (15
Maret
1920),
him.
247-
254,
307-
312.
5. Sebasti
aan
Hesseli
nk,
wawan
cara
dengan
pengar
ang,
dan
Travis
McDad
e, The
Book
Thief ,
(Westp
ort, CT:
Praeger
, 2006).
6. Nichol
as A.
Basban
es, A
Splend
or of
Letters
(New
York:
Harper
Perenni
al,
2004),
him.
15.
7. Robert
Vosper,
A Pair
of
Bibliom
anes for
Kansas:
Ralph
Ellis
and
Thomas
Jefferso
n
Fitzpat
rick
(Bibliog
raphica
l
Society
of
Americ
a
publica
tion),
vol. 55
(Third
Quarte
r,
1961).
8. James
Gilreat
h 8c
Dougla
s L.
Wilson,
eds.,
Thoma
s
Jefferso
n's
Librar
y
(Washi
ngton,
DC:
United
States
Govern
ment
Printin
g
Office,
1989).
9. Wilmar
th
Sheldo
n
Lewis
menuli
skan
ini
untuk
sebuah
pidato
yang
tak
pernah
disamp
aikan.
Dikutip
dari
Basban
es, A
Gentle
Madne
ss , him.
23.
10. R
Alessa
ndra
Maccio
ni Ruju
and
Marco
Mostert
, The
Life
and
limes
of
Guglie
lmo
Libri
(Hilves
um,
Netherl
ands:
Verlore
n,
1995).

Bab 11
1. Lawrence
Sidney
Thomp
son,
Notes
on
Bibliokl
ep-
tomani
a,
Bulleti
n of
The
New
York
Public
Library
,
Septem
ber
1944;
dan
Basban
es, A
Gentle
Madne
ss.

27
8 Bab 13

1.
Am
eric
an
Libr
ary
Ass
ocia
tion
onli
ne
new
slet
ter,
12
Des
emb
er
200
3.

Bab 14
1. Mar
cell
o
Sim
one
tta,
ed.,
Fed
eric
o
da
Mo
nte
felt
ro
and
Fìis
Lib
rar
y
(Mil
an:
Y.
Pre
ss
and
Bibl
iote
ca
Ap
osto
lica
Vati
can
a,
200
7).
2. Jon
ath
an
J.
G.
Ale
xan
der,
"Per
fect
ion
of
Illu
stra
tion
and
Orn
ame
nt,"
dal
am
Sim
one
tta,
Fed
eric
o
da
Mo
nte
-
felt
ro
and
His
Lib
rar
y,
him
. 17.
3. Me
nur
ut
Fre
ud,
sifa
t
kole
ktor
ker
ap
me
nca
kup
"be-
nak
yan
g
ingi
n
tah
u;
keg
ema
ran
pad
a
rah
asia
"
dan
"ke-
cen
der
ung
an
aka
n
rasi
ona
lisa
si."
Seb
agai
ma
na
dik
utip
dari
Bur
ke,
The
Sph
inx
on
the
Tab
le ,
him
.
196.
Bur
ke
me
ngu
tip
Patr
ick
Ma
urie
s,
Cab
ine
ts
of
Cu
rios
itie
s
(Lo
ndo
n:
Tha
mes
6c
Hu
dso
n,
200
2),
him
.
182.
4. Bae
z, A
Uni
vers
al
His
tory
of
the
Des
truc
tion
of
Boo
ks.

279
m < f ) <->
^
Catat
an
Sumb
er

M
ungkin
tidak
mengejutka
n bahwa
ada banyak
buku
mengenai
buku
langka dan
orang-
orang yang
mengoleksi
nya.
Dengan
membacany
a, kita
mempelajar
i kekayaan
sejarah
suatu buku,
berbagai
bentuk
yang
diambilnya,
dan
mengapa
sebagian
periode,
genre,
pengarang,
ilustrasi,
dan cetakan
patut
dikoleksi.
Di sisi lain,
yang
mengejutka
n, hanya
sedikit
buku yang
membahas
detail
perbuatan
pencuri
buku.
Banyak
informasi
dalam buku
ini yang
kudapatkan
dari
berbagai
majalah dan
dengan
mewawanca
rai mereka
yang
pernah
mengalami
nya secara
langsung.
Pembaca
yang
tertarik
mempelajar
i topik ini
secara
mendalam
disarankan
mengunjun
gi
perpustaka
an dan toko
buku
langka. Di
sana,
mereka tak
hanya bisa
melihat,
menyentuh,
bahkan
membaca
buku-buku
tua yang
indah,
tetapi juga
mendengar
sendiri
berbagai
kisah yang
tidak
pernah
tercantum
di surat
kabar, tak
pernah
terjilid
dalam
buku.
Meskipun
ada
beberapa
memoar dan
biografi
kolektor
individu
yang sangat
bagus,
buku-buku
berikut
menawar
I A I . I . ISO
N
H OOVER
B ARTLE T
T

pembaca
sudut
pandang
yang luas
mengenai
dunia buku
langka dan
mereka
yang
menghunin
ya:
Nicholas
Basban
es,
Among
the
Gently
Mad;
A
Gentle
Madne
ss;
Patienc
e and
Fortitu
de; dan
A
Splend
or of
Letters
Philipp
Blom,
To
Have
and To
Hold
Rick
Gekosk
i,
Naboko
v's
Butterfl
y: And
Other
Stories
of
G
r
e
a
t
A
u
t
h
o
r
s
a
n
d
B
o
o
k
s
H
o
l
b
r
o
o
k
J
a
c
k
s
o
n
,
T
h
e
A
n
a
t
o
m
y
o
f
B
i
b
li
o
m
a
n
i
a
Robert H.
Jackson
and Carol
Zeman
Rothkopf,
eds., Book
Talk:
Essays on
Books,
Booksellers,
Collecting,
and Special
Collections
Werner
Muensterb
erger,
Collecting:
An Unruly
Passion:
Psycho
logical
Perspective
s Harold
Rabinowitz
and Rob
Kaplan, A
Passion for
Books: Book
I.over's
Treasury of
Stories,
Essays,
Humor,;
Love and
Lists on
Collecting,
Reading,
Borrowing,
Lending,
Caring for,;
¿m/
Appreciatin
g Books
William
Targ,
Bouilla
baisse
for
Bibliop
hiles
Dan berikut
ini
kamus
istilah
yang
tak
terhing
ga
nilainy
a:
John Carter,
ABC
for
Book
Collecto
rs

28
2Apa
yang
sangg
up
kaulak
ukan
demi
cinta
mu
pada
buku!
Bagi
John
Charle
s
Gilkey
,
jawab
annya
:
masuk
penjar
a.

G
ilkey,
pencuri
si

buku yang
rak
pernah
bertobat,
telah
mencuri
buku-
ln
iku
langka
Jari
seluru
h
penjur
u
negeri.
Namu
n, tak
seperti
kebany
akan
pencur
i yang
mencu
ri demi
keuntu
ngan,
Gilkey
mencu
ri demi
cinta:
cinta
pada
buku.
Barang
kali,
sama
obsesif
nya
dengan
Gilkey
adalah
Ken
Sander
s,
seseora
ng
yang
menye
but
dirinya
" biblio
dick"
(penju
al
buku
yang
meran
gkap
sebaga
i
detekti
f) dan
sangat
ingin
menan
gkap si
pencur
i.
Sander
s—
seumu
r
hidup
menjad
i
kolekt
or dan
penjua
l buku
langka
beruba
h
menjad
i
detekti
f
amatir
—tak
akan
berhen
ti
memb
uru si
pencur
i yang
menga
caukan
perdag
angann
ya.
M
engi
kuti
kedu
a
kara
kter
ekse
ntrik
ini,
jurna
lis
Allis
on
Hoo
ver
Barrl
ett
terju
n ke
dala
m
gaira
h
duni
a
buku
yang
fanat
is,
hing
ga
akhir
nya
men
dapa
ti
dirin
ya
terje
bak
di
antar
a
oran
g-
oran
g
yang
terta
rik
mene
muk
an
harta
keka
yaan
yang
dicur
i
Gilk
ey
dan
seora
ng
lelak
i
yang
ingin
tetap
men
yem
buny
ikan
harta
keka
yaan
itu:
sang
penc
uri
itu
send
iri.
Deng
an
perp
adua
n
kete
gang
an,
waw
asan,
dan
hum
or,
Barrl
ett
mera
ngka
i
perm
aina
n
kejar
-
kejar
an
ala
kuci
ng
dan
tikus
menj
adi
nara
si
yang
sang
at
mem
ukau
dan
mem
acu
adre
nalin
:
tidak
saja
men
unju
kkan
baga
iman
a
Gilk
ey
mela
kuka
n
kejah
atan
nya
dan
baga
iman
a
Sand
ers
akhir
nya
men
angk
apny
a,
tapi
juga
men
geks
plora
si
roma
nsa
buku
,
kein
gina
n
untu
k
men
gole
ksin
ya,
dan
goda
an
untu
k
menc
urin
ya.
Sem
ua
kole
ktor
puny
a
cerit
a
tenta
ng
baga
iman
a
mere
ka
bisa
jatuh
cinta
pada
buku
,
begit
u
juga
deng
an
Gilk
ey
dan
Sand
ers.
Dan,
Bartl
ett
mele
takk
an
cerit
a
mere
ka ke
dala
m
kont
eks
yang
lebih
besar
dari
gaira
h
terha
dap
buku
,
peng
oleks
ian,
dan
penc
urian
sela
ma
bera
b a d
-a b
a d.
M
e
n
g
a
n
t
a
r
k
a
n
p
e
m
b
a
c
a

k
e

d
a
l
a
m

d
u
n
i
a

o
b
s
e
s
i

k
e
s
u
s
a
s
t
r
a
a
n

y
a
n
g

l
u
a
s

d
a
n

k
a
y
a
,

T
h
e

M
a
n

W
h
o

L
o
v
e
d
B
o
o
k
s

T
o
o

M
u
c
h

m
e
n
u
n
j
u
k
k
a
n

p
e
r
a
n

b
e
s
a
r
b
u
k
u

d
a
l
a
m

k
e
h
i
d
u
p
a
n

k
i
r
a
,

p
e
n
g
-
h
o
r
m
a
t
a
n
y
a
n
g

m
e
n
j
a
d
i
k
a
n

b
u
k
u
-
b
u
k
u

i
t
u

t
e
t
a
p

d
i
p
e
r
t
a
h
a
n
k
a
n
,

d
a
n

k
e
i
n
g
i
n
a
n

y
a
n
g

m
e
m
b
u
a
t

s
e
b
a
g
i
a
n

o
r
a
n
g

m
e
m
p
e
r
t
a
r
u
h
k
a
n

a
p
a

s
a
j
a

d
e
m
i

m
e
m
i
l
i
k
i

b
u
k
u

y
a
n
g

m
e
r
e
k
a

s
u
k
a
i
.

Anda mungkin juga menyukai