Anda di halaman 1dari 10

Notulensi Diskusi Online Bersama Mengkaji Ekonomi Syariah (BEKESAH) Keilmuan

HMP Ekonomi Islam Universitas Mulawarman

Tanggal diskusi : Jumat, 03 April 2020

Jenis diskusi : Online

Waktu diskusi : 20.00 WITA s/d Selesai

Tema diskusi : Pandemi Corona Terhadap Rutinitas Masyarakat Dilihat Dari


Perspektif Islam

Moderator : Novita Sari Dewi Annisa

Pembicara : Adi Tri Pramono, S.Fil., M.E.

Peserta : 255 Orang

Penyelenggara : Bidang Keilmuan HMP Ekonomi Islam

Hasil Acara :

I. Pembukaan
Diskusi dibuka oleh moderator pukul 20.00 WITA

II. Penyampaian Materi


Corona Virus Disease atau yang dikenal dengan Covid-19 yaitu virus yang
berasal dari Provinsi Wuhan, China yang tersebar sejak akhir tahun 2019. Dalam
waktu singkat, virus ini menyebar hingga ke berbagai negara yang ada di dunia.
Tak terkecuali di negara kita sendiri, Indonesia. Puncak penyebaran Covid di
Indonesia bermula pada awal Maret 2020, menyebabkan banyak yang terinfeksi
virus dan meningkat di setiap harinya hingga saat ini. Dengan angka yang
semakin meningkat, timbullah perdebatan di masyarakat apakah kita hanya harus
melakukan Physical Distancing atau Lockdown? Pembatasan dalam berkehidupan
bermasyarakat hingga melewati tata aturan dalam kehidupan sesuai syariah ?

Berdasarkan tema maka yang pertama, yaitu apakah covid 19 ini adalah
sebuah ujian atau azab? siapa saja tidak dalam posisi yang sepenuhnya tepat dan
berhak untuk menjawab pertanyaan ini. Karena ini benar-benar wilayah Allah.
Namun, ada satu yang harus kita sadari hal itu adalah :

“Mengapa baru sekarang kita merasa diuji atau sedang diazab sama
Allah? Kenapa sebelum-sebelumnya, kita tidak merasa demikian?
Pertanyaan ini begitu penting, dan akan lebih mudah untuk kita jawab.
Jawabannya pasti akan khas bercorak diri kita masing-masing. Yang oleh
karenanya kita tidak memerlukan orang lain. Asal kita benar-benar mau membuka
diri dengan jujur dan tulus, isi pikiran, dan hati kita.

Apa yang harusnya kita buka pertama kali? Yang harus kita buka adalah
kehidupan kita masing-masing. Bahwa selama ini kita semua menganggap kita
adalah bagian dari manusia modern. Peradaban modern yang kita susun ini selalu
kita anggap, dan dendangkan ada di depan. Lebih maju dari peradaban-peradaban
sebelumnya. Karena serba cepat, serba praktis. Kita menyangka bahwa hasil
peradaban yang kita bikin dalam peradaban modern ini, serba mengatasi masalah
kita. Lantas kita menjadikan segala ilmu dan teknologi sebagai solusi persoalan
kita. Dari ekonomi, kesehatan, sosial, pendidikan dan lain sebagainya.

Manusia modern juga paling jago dalam menghias. Kita hidup di dalam style
dan tren. Setiap detik dari kehidupan kita, kebanyakan adalah persoalan bergaya
dan menunjukkan gaya-gaya itu. Oleh karenanya, diakui atau tidak, materi kita
jadikan sebagai standar untuk menilai kualitas hidup. Materi ini bukan hanya saja
kekayaan dan kemakmuran, melainkan juga relijius-keilahian. Sehingga, bahkan
sampai kita pun seringkali hanya meletakkan Tuhan sebagai hiasan. Kita tidak
benar-benar menemui Tuhan, tapi mengganggap Ia sudah bersama kita, hanya saat
hiasan-hiasan tuhan itu sudah melekat dan atau tersimbol dalam ‗baju‘ kita .

Hiasan-hiasan inilah yang sesungguhnya mewakili kita dalam peradaban


modern ini. Karena dalam peradaban modern hiasan itu dibikin, diindustrikan,
dijual, dan dibeli beramai-ramai. Oleh karena itu semua persitiwa dalam
peradaban modern sejatinya hanya berisi jual beli hiasan, pencitraan, image,
kemegahan, penampilan. Dan narsisme itu yang kita kemudian kita anggap
sebagai eksistensi kita.

Masalahnya, eksistensi itu tidak orisinil, karena ada di luar diri kita semua.
Kita hanya mereduksi eksistensi benda-benda, materi, kualitas-kualitas ini-itu
seolah-olah itu mewakili kita. Padahal, kita di sisi lain, juga sebenarnya paham,
bahwa ada eksistensi lain, misalnya akhlak yang mulia, ketulusan hati, kepasrahan
terhadap kehidupan, kasih sayang sosial dan lain sebagainya. Akan tetapi
kesadaran itu semakin ditinggalkan, dinomor-sekiankan. Sangat sedikit orang
yang berteguh terhadap kemandirian kepribadiannya, karena sudah sedemikian
asyik tergerus pada rutinitas. Hampir semua masalah yang kita rasakan kita
carikan jawabannya dengan mencari yang ada di luar. Sehingga justru saat
peradaban modern ini semakin maju, maka semakin komplek pula penyakit para
individu-individu di dalamnya.

Refleksi itu ada di semua peri kehidupan manusia modern. Termasuk


kesehatan. sampai-sampai jika kita mau jujur menyimpulkan, kesuksesan terbesar
dari peradaban modern adalah tatkala peradaban ini menghasilkan begitu banyak
penyakit-penyakit yang tidak ada di peradaban sebelum-sebelumnya. AIDS,
Ebola, Sars, Mers hingga Covid 19, adalah bukti klinis bahwa peradaban modern
sangat kreatif dalam memproduksi penyakit-penyakit karena tingkah laku
manusia-manusianya. Anehnya, ada tidak sedikit orang modern yang sukses dan
kaya raya, yang menghabiskan usianya untuk usaha keras, hingga dengan
melakukan dosa dan kecurangan, demi mendapatkan sukses materi dan kekayaan
dunia, tetapi ternyata kekayaan material itu dihabiskan di rumah sakit, ketika
berobat.

Adalah juga kesimpulan utama dalam kesehatan manusia modern yakni,


manusianya yang juga menyerahkan kesehatan jiwa dan raganya, kepada
peradaban di luar dirinya. Sehingga kita sendiri, di dalam diri kita sendiri, nyaris
tidak mengenal kesembuhan jika itu tanpa obat, baik herbal maupun kimia, baik
fisik maupun psikis.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika selama ini, kita tidak merasa sedang
diuji. Karena ujian itu ada di luar. manusia modern itu tergolong penghuni
peradaban yang paling menyuburkan kekerdilan kepribadian. Mohon maaf, sangat
rendah kemandiriannya. Untuk belajar saja kita harus dikumpulkan bersama
teman-teman kita. Dihimpun dikelas-kelas kemudian didatangkan guru untuk
mengajari. karena itu orang modern tidak terbiasa belajar, karena kebiasaan kita
sejak kecil adalah diajari. Maka Jika untuk belajar saja demikian enggan, maka
sedemikian enggan pula kita mengganggap hidup ini hakikatnya adalah ujian.

Kita selalu menyangka bahwa kita bisa memetik hikmah dari ujian orang lain,
tapi kita sendiri lupa dan alpa untuk mengajak diri kita sendiri mengambil hikmah
dari ujian diberikan Allah kepada diri kita sebelum-sebelum ini. Sebelum corona
hadir.

Kini, kita terlena, beramai-ramai, maka demikian pula Allah menguji kita
beramai-ramai. Yakni, supaya kita bersama-sama beranjak ke diri kita, bersama-
sama menuju kembali ke diri kita, karena sungguh Allah juga telah menyiapkan
mekanisme kesembuhan dalam diri setiap hamba yang Ia ciptakan. Mekanisme ini
adalah kesadaran kita yang terus-menerus, bahwa kehidupan kita serba terikat
dengan Allah. diuji terus oleh Allah. Tetapi, ingat, dalam setiap ujian itu Allah
juga memberikan ilmu-ilmuNya. Hal demikian itu adalah mekanisme yang juga
menuntun kita semua untuk memprioritaskan kemandirian kepribadian kita.
Sebelum teknologi, sebelum kerumunan kemudian mengambil azali kepribadian
kita. Jika kita mampu memekanismekan kesadaran itu, insyaallah diri kita akan
siap, tidak gagap dan gugup. Dan petunjuk-petunjuk dari Allah akan senantiasa
menjadi ensiklopedi dari persoalan yang kita hadapi. Dan kita mampu
menempatkan ilmu yang telah kita miliki saat ini, sebagai proses simultan yang
terus-menerus mencari keridhaan Allah. Sehingga kita tidak takabur. Dan
teknologi tidak membuyarkan hakikat kita.
Konsep di atas itulah yang disebut sebagai kewaspadaan. Yakni sebuah
kemawas-dirian manusia, yang sekarang semakin jarang kita singgahi. Alih-alih
karena kita begitu dimudahkan dan terlena dengan hiasan, baik teknologi maupun
materi. Keterlupaan akan kesadaran itu yang membuat kita sekarang sangat gugup
dan panik menyingkapi covid 19. Dan kemudian kita lantas menyederhanakan
bahwa tuhan saat ini sedang menguji atau bahkan mengazab kita. Padahal,
kemarin-kemarin kita tidak sedang belajar, lalu mengapa sekarang kita diuji? Dan
bukankan kita selama ini menyembah simbol tuhan, mengapa sekarang Ia
mengazab kita?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu seharusnya setiap hari menjadi nalar pikir,


dan dimensi hati kita. Terlebh sebagai muslim. Yang kemudian kita jawab dengan
perilaku sehari-hari kita, yang harus kita maknai sebagai ujian dari Allah. Rahman
dan Rahim-Nya Allah tidak saja nampak saat bencana, tetapi setiap detik ia
memancar deras, bergantung apakah kita bisa menyerap sinyal tersebut atau tidak.
Keseharian muslim yang beriman, sepatutnya adalah keseharian yang bisa
menangkap terus sinyal-sinyal tersebut. Itulah mengapa salah satunya Islam secara
etimologi juga berarti sebuah tangga. Dalam tangga pasti ada tahap, dan tahapan
itu mengukur jenis-jenis ujian yang diberikanNya dan terselesaikan atau tidaknya
oleh kita.

Jadi, apakah covid 19 ini adalah sebuah ujian atau sebuah azab? Justu bisa jadi
kitalah virus bagi dunia ini. Covid hanya mengingatkan bahwa setiap dari kita
punya daya destruktif yang luar biasa terhadap kehidupan.

Kedua, bagaimana cara bijak kita dalam mengahdapai covid 19?Jika


pemahaman kemanusiaan kita sudah menyentuh kewaspadaan di atas, maka di
titik ontologis, kita bisa menganggap bahwa keberadaan covid 19 ada karena
perilaku manusia. Jadi sungguh, yang seharusnya kita kendalikan adalah sikap
kita. Inilah waktu yang tepat bagi kita, manusia modern, untuk kembali memaknai
bahwa jika ―Anda dekat kepada Allah dan Allah dekat kepadamu, maka Anda
tinggal melangkah satu langkah—memohon petunjuk tentang apa obat Corona.
Apalagi Allah juga berjanji bahwa Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah,
niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.‖

Maka cara yang paling bijak adalah dengan kembali mendekatkan diri kepada
Allah. Kali ini yang sebenar-benar dekat, karena saat ini, Allah justru menyuruh
kita untuk menemukan Dia tidak di masjid, tidak pula di kabah, tidak pula melalui
nubuat para penceramah, ustadz dan kyai, melainkan benar-benar Allah yang ada
di dalam dirimu sendiri. Jika engkau melihat Dia masih samar di dalam dirimu,
maka sekarang, terangkanlah. Jikalau pun di dalam dirimu Dia benar-benar tidak
ada, maka adakanlah. Sementara ini Allah sedang menyetop siaran apapun kecuali
siaranNya terhadap dirimu.
Adapun jika secara klinis dan psikologis, pemateri justru menyarankan kepada
kita bahwa akan lebih baik jika kita tidak menganggap diri kita benar-benar steril
dari covid, melainkan justru annggaplah semua dari kita saat ini sudah terjangkiti.
Dan sekarang adalah waktu yang tepat untuk membangun sebesar-besarnya
antibodi, sekuat-kuatnya serum di dalam diri kita. Dan oleh karena kita sudah
terjangkiti maka tidak perlulah kita kemana-mana, karena pasti akan merambah ke
orang lain dan memperparah diri kita sendiri.

Selain itu, sibukkan diri kita untuk menambah kemesraan dengan keluarga
inti, yang selama ini mungkin sudah terlampau sering kita wakilkan melalui
berbagai rupa gadjet. Sibukilah diri kita dengan amal sosial, yang mana jika saat
ini Allah telah melebihkan rizkimu, maka saat ini, buka lah kran keuanganmu
untuk saudara-saudara kita, para penyintas yang benar-benar papa dan terdampak
virus. Dan jika ada kuasa kita terhadap BAZ, LAZ, maupun unit ziswaf, maka
tunjukkanlah kekuatan ekonomi Islam dengan menyalurkan ziswaf untuk
mempertahankan kekuatan ekonomi. Ini adalah saat yang tepat agar dunia ini tahu
betapa dasyat dan menentramkannya kekuatan zakat, mudarabah maupun sistem
ekonomi islam lainnya.

Terakhir, kita tidak akan melihat dampak perubahan pencegahan dari covid 19
setelah pendemi ini benar-benar usai. Seperti halnya, kita lantas tidak secara
otomatis akan menjadi orang yang beriman hanya dengan setelah kita solat saja,
melainkan perilaku setelahnyalah yang menjadi tanda. kebermanafaatan solat-
solat yang kita lakukan. Dan karena kondisi sekarang masih akan plus dengan
datangnya ramadhan, maka sungguh indah kekuasaan Allah dalam menguji kita.
Yakni, kita dimintaNya untuk benar-benar tuntas belajar. Jiwa dan raga kita
seharusnya setelah ramadhan akan bergabung dengan ruh kita untuk menjadikan
peradaban kita lebih baik lagi.

III. Sesi Pertanyaan


1. Nam a : Ainun Nissa Hasanah
Asal : FEB Universitas Mulawarman

Pertanyaan
1. 'jika dengan adanya Covid-19 ini menjadikan ekonomi kita turun,
bagaimana dengan pendapat bapak dengan Ekonomi Islam untuk
menyikapi kasus ini, sedangkan kita, zakat dan wakaf untuk saat ini juga
mengalami penurunan yg sangat tinggi juga. Jadi pendapat bapak
bagaimana kita bisa menyikapi hal tersebut pak?
2. bagaimana semisalnya ini virus masih berlanjut sampai kita gak tau kapan
pastinya pak? Apakah kita harus menunggu teruus kebijakan pemerintah
pak?
3. Jika berdasarkan kebijakan terbaru terhadap perekonomian, maka
bagaimana dengan kita Ekonomi Islam atau Konvensional ?
Jawaban
1. Jika ini adalah persoalan turun naik, maka pasti ekonomi kita akan turun.
tapi apakah dengan turun itu kita tetap bisa bertahan? nah inilah yang jauh
lebih penting. oleh karena itu, tawaran yang sangat logis yang bisa
dilakukan kita adalah dengan menjadikan potensi ziswaf sebagai
pendukung kebijakan ekonomi pemerintah dalam penanganan covid.
bahkan menurut pemateri bukan hanya sebagai pendukung. melainkan
untuk menyelamatkan ekonomi nasional.
Potensi zakat pada tahun 2019 kemarin mencapai 200an trilyun. meskipun
hanya 8,1 T saja yang dihimpun oleh baznaz, ini justru malah menjadi
keuntungannya, karena artinya sebagian potensi justru telah terdistribusi
baik di ziswaf di seluruh daerah maupun yang insidental. ziswaf ini
utamanya adalah untuk memenyelamatkan daya beli masyarakat dan juga
agak sektor riil tidak kolaps. meskipun pasti akan ada penurunan
pertumbuhan. sambil berjalan, kita bisa menunggu dan mendampingi
kebijkan pemerintah dalam mengembalikan sektor ekonomi pasca covid.
Mungkin teman-teman ada yang bertanya, kenapa daya beli dan sektor rill
yang harus kita selamatkan terlebih dahulu? rupiah kita kan juga terjun
bebas. mana yang lebih penting? daya beli dan sektor riil menjadi prioritas
agar supaya tidak terjadi rush yang lebih luas karena dampak psikologi
jika masyarakat tidak bisa memeuhi kebuthan mendasar mereka di saat
covid. saya ambil pembanding di India. ekonomi india tidak memiliki
potensi zakat sebesar indonesia. sehingga kebijakan lockdown justru
kemudian berimbas pada rush sosial. hal inilah yang awalnya harus kita
hindari. dan pemateri yakin, dengan keberanian pemerintah dan para tokoh
islam. Indonesia insyaallah bisa bertahan.

2. Bukan Menunggu, tapi persamaan dengan kita memulohkan kita dapat


memformulasikan, menciptakan atau mengembangkan kebijakan yang
baru atau dirasa cukup tepat. Misalnya mengalihkan proyek infrastruktur
kita yang sementara ini difokuskan terlebih dahulu dalam hal pencegahan
dan penanganan penyebaran virus ini. Usaha inilah yang kemungkinan
tepat bagi pemerintah dan juga monitor dari kita agar bisa sama-sama
mengawal, pertanyaan apakah ini akan berlangsung terus-menerus atau
berhenti segera? Maka jawabannya dengan kuasa Allah InsyaAllah dengan
kuasa-Nya maka hal ini tidak akan berlangsung lama dan akan segera
menghilang. Menurut satu studi virus ini tidak cukup kuat dengan cuaca
yang cukup panas, dan berdasarkan itu Indonesia berada di ikim tropis atau
dua musim yaitu musim panas dan dingin maka semoga ini dapat menjadi
harapan abru. Pemerintah harus sangat mendengarkan apa yang dikatakan
oleh para ahli sehingga dapat mencari solusi untuk pencegahan
penyebaran virus ini.
3. Kebijakan terbaru itu seharusnya mmeprioritaskan yang pertama kali ialah
pemetaan sumber dayanya, itu kunci utamanya untuk membangun
perekonomian. Karena dengan pemerataan sumber daya itu, kita sudah
membagi tidak hanya pada satu golongan tapi menyeluruh atau universal.
Maka dnegan hal ini dapat kita pahami untuk dapat menguatkan diri
pribadi masing-masing kemudian ini dapat menjadi kekuatan yang besar
jika di formulasikan. Pemerintah harus mempunya formulasi yang baik,
struktur yang terarah, pemerataan yang baik, konsep yang baik itu berasal
dari kebijakan mikro nya bukan moneter, bukan forum tetapi pasarnya.

2. Nama : Fahri
Asal : Universitas Prisma (manado)

Pertanyaan
Sekarang kita tau bahwa pandemi ini sudah banyak tertular dimana-mana
bahkan udah ada yang meninggal, lalu bagaimana kita menyikapi dalam
prespektif islam ketika ada orang yang terkena virus lalu meninggal lalu
jenazahnya udah dibungkus dengan plastik kemudian dikebumikan tanpa
dimandikan bahkan disholatkan karena mungkin bisa ada yang tertular,
Bagaimana kita menanggapi hal ini ?

Jawaban
Rasulullah SAW menyebut serta orang yang mati karena sakit perut dan orang
yang terkena amuk wabah ke dalam derajat syahadah atau mereka yang
mendapatkan ganjaran seperti pahala orang yang syahid di medan peran yang
artinya, ―Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah ia bersabda, ‗Orang yang mati
karena sakit perut dan orang yang tertimpa tha‘un (wabah) pun syahid.‘‖ (HR
Bukhari).

Dari horizon ini kita bisa merefleksikan bahwa persoalan pemakaman jenazah
korban covid lebih berdimensi untuk pencegahan agar tidak menular.
sedangkan wilayah kualitas keimanan saudara kita yang meninggal tersebut
justru telah Allah jamin. secara fiqih, kadar daruroh atas situasi covid ini juga
membolehkan agar jenazah tersebut memang harus dikebumikan dengan
menggunakan protokol kesehatan.

3. Nama : Rifat Ikhza Mahendra


Asal : Program studi Pemerintahan Integrati

Pertanyaan
1. Melihat pandemi covid-19 ni berkepanjangan dan akan masuk bulan
ramadhan yang dimana semua kegiatan seperti sholat tarawih berjamaah
dah bahkan sholat IED pun tidak akan diselenggarakan seperti biasanya
mengingat aturan phisycal distancing yang diambil oleh presiden kita
bagaimana sudut pandang dari bapak mengenai hal ini ?
2. Apakah dengan perubahan yang signifikan ini bisa merubah pola pikir
masyarakat juga melihat pribadi masyarakat yang berbeda-beda.

Jawaban
1. Jangankan shalat ied, shalat fardu 5 waktu saja sebaiknya dalam situasi ini,
kita laksanakan di rumah. seperti tadi saya sampaikan. ini adalah
waktunya, bagi kita kaum muslim untuk benar-benar menemukan Allah
disisi kita yang paling personal. di diri kita sendiri. adapun fatwa dari para
ulama juga membolehkan adanya penyesuaian. yang justru tidak boleh
adalah kita tidak berjamaah di rumah, tidak pula kita shalat dimasjid.
adapun, sepemahaman saya, khusus untuk shalat tarawih, awalnya itu
dilakukan Rasul sendirian di rumah. itu adalah ibadah personal seperti
shalat malam. selain physical distancing, yang juga perlu kita lakukan
adalah Istinsyaq (menghirup air saat wudhu). karena terbukti ini bisa
mengurasi resiko menempelkan virus ke reseptor yang ada di saluran
pernafasan kita.
2. Kembali terhadap pemaknaan kita setelah virus ini selesai, jika kita
menganngap ini adalah sebuah peristiwa yang biasa saja yang harus kita
alami tanpa adanya internalisasi kembali kepada kita maka dapat
dipastikan bahwa akan ada orang yang tidak mengambil manfaat atau
hikmah dan menganggap ini hal biasa yang terjadi dalam berkehidupan
sehingga peristiwa ini benar-benar menjadi momentum bagi kita untuk
melihat isi syariat itu bagimana perilaku kita selama ini ? apakah kita
sudah benar-benar melihat sisi religius kita dengan benar, berperan dalam
masyarakat sosial. Karena hikmah yang paling besar dari peristiwa ini
adalah hal itu.

4. Nama : Ferdi Julian


Asal : program studi Pemerintahan Integratif, FISIP, Universitas
Mulawarman

Pertanyaan
Apakah dengan adanya sumbangan atau donasi dari masyarakat, menandakan
bahwa pemerintah tidak mampus menghadapi pandemi COVID-19 ini ?

Jawaban
Bukan berarti belum mampu atau tidak mampu, melainkan mungkin
pemerintah saat ini masih gagal karena memang tidak ada yang merencanakan
kehadiran virus ini, ada beberapa yang harus dilakukan pemerintah ialah :
1. Mendengarkan apa yang disampaikan oleh pihak-pihak yang memang ahli
dibidangnya seperti Saint, orang-orang yang paham betul mengenai
penularan virus, persebarannya, mutasinya dan lain sebagainya.
2. Membuka berbagai media untuk upaya pencegahan, seperti kerja sama
nasional yang melibatkan seluruh sektor, berbagai potensi sehingga
didapat cara atau langkah untuk memutus rantai persebaran virus covid-19
3. Warga negara atau masyarakat wajib memantau dan mendampingi apapun
kebijakan pemerintah sehingga dapat berjalan saling beriringan untuk
memutus rantai persebaran covid-19.

5. Nama : Bagaskara Putra Mahardika


Asal : Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia, makassar

Pertanyaan

Dalam ajaran agama Islam ketika seorang hamba yg tdk melakukan shalat
Jum'at 3x berturut-turut bisa dikatakan sebagai munafix dalam HR. Abu Ya‘la
secara Mauquf dengan sanad yang shahih – shahih Targhib: ayat 732 ‖Siapa
yang meninggalkan jumatan 3 kali berturut-turut, berarti dia telah membuang
islam ke belakang punggungnya.‖Jadi pertanyaan saya kepada pemateri
malam ini adalah bagaimana tanggapan dan bentuk sikap anda terkait
pergantian shalat Jum'at yang sudah menjadi rutinitas kita dalam pertemuan
sekali seminggu di hari Jumat dan untuk mengikuti ajaran agama Islam
sbgaiman kodrat kita untuk melaksanakan kewajiban dalam beragama.

Jawaban

Meihat lagi dari situasi dan kondisi yang berlaku, meninggalkan yang di sebut
dalam hadist berlaku dalam keadaan sengaja atau disengajakan berbeda
dengan keadaan sekarang kita meninggalkannya karena adanya kemudharatan
didalamnya sehingga hal itu telah gugur kepada kita untuk kewajibannya.
Sehingga dapat dipahami adanya konteks yang berbeda di dalam dua keadaan
ini.

6. Nama : Hambali
Asal : STAI Darussalam, Sumatra

Pertanyaan
Bagaimana pendapat bapa tentang akses jalur pesawat yang masih di buka
untuk keluar negri yang menyebabkan penyebaran virus corona tersebut
bagaimana islam menyikapinya?

Jawaban
Berdasarkan kebijakan terbaru dari Menteri Perhubungan sudah mencabut
serta melarang penerbangan dari luar atau kedalam Indonesia. Berdasarkan
perspektif islam hal ini sangatlah penting dan dibenarkan oleh menurut para
ahli. Perlu kita ingat yang penting dari penyebaran virus ini adalah dari
persebarannya. Seperti contoh negara Italy, ketika yang dinyatakan positif atau
dalam pelayanan berjumlah 8.000an maka pihak media atau aparat berwajib
tidak mampu mengangani persebarannya yang jumlahnya teramat banyak.
Oleh karena itu pilihan yang diambil oleh negara Italy ialah subjektif yaitu
menentukan pihak-pihak yang harus di tangani atau di tolong dominan terlebih
dahulu. Dalam Islam, dikatakan lockdown adalah pilhan yang tepat, seperti
yang disebutkan ―Jika disuatu wilayah tertimpa suatu musibah atau wabah,
maka janganlah kamu sekali-sekali mendatanginya dan maka jika itu terjadi
didaerahmu maka berdiamlah‖ itu adalah sebuah himbauan yang disampaikan
oleh Rasulullah mengenai wabah atau virus ini.

Samarinda, Sabtu 04 April 2020


Moderator Notulen

Novita Sari Dewi Annisa Fitria Hairunisa

Anda mungkin juga menyukai