MONEY
MANAGEMENT
INDOTRADERPEDIA
Copyright @ 2015
INDOTRADERPEDIA
www.indotraderpedia.com
febrianto_id@yahoo.com
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB 1 MODAL
ASAL MODAL
JUMLAH MODAL
MARGIN & LEVERAGE
BAB 2 DRAWDOWN
DAMPAK DRAWDOWN
MEMBATASI DRAWDOWN
Membatasi Drawdown Untuk Setiap Transaksi
Membatasi Drawdown Untuk Seluruh Posisi
Tindakan Untuk Drawdown
DRAWDOWN DALAM STRATEGI TRADING
BAB 3 DIVERSIFIKASI
APA ITU DIVERSIFIKASI
TRADING BLOCK
BAB 6 COMPOUNDING
TEKNIK COMPOUNDING
APLIKASI COMPOUNDING
BAB 8 PENUTUP
KATA PENGANTAR
Segala sesuatu yang berharga dalam hidup ini memerlukan resiko untuk mendapatkannya. Dalam
trading juga demikian, dalam rangka mendapat profit pasti terdapat resiko untuk loss. Resiko ini harus
dikelola sehingga kita sebagai trader dapat trading secara konsisten dan dalam jangka panjang. Trader
yang sukses memahami pentingnya risk dan money management ini. Sebaliknya, kebanyakan trader
pemula tidak memahami pentingnya money management dan seringkali ini menjadi penyebab tingginya
tingkat kegagalan para trader pemula.
Untuk dapat sukses dalam trading, trader pemula perlu bertahan pada masa awal mereka memulai
trading dengan uang mereka. Semakin lama mereka mampu bertahan maka semakin besar peluang
untuk sukses dalam trading. Oleh sebab jika dalam masa awal mereka memulai trading sudah belajar
dan mengerti pentingnya money management maka semakin besar peluang untuk menjadi trader yang
sukses.
Bagi trader yang sudah lama trading namun masih belum profitable, money management ini seringkali
menjadi solusi. Semua trader pasti mengalami win dan loss. Namun yang membedakan trader yang
sukses dengan yang tidak adalah mereka mampu memaksimalkan profit dan meminimalkan loss
sehingga trading mereka tetap profitable. Melalui money management kita dapat memaksimalkan
profit dan meminimalkan loss.
Dalam buku ini pertama akan dibahas mengenai modal yang menjadi subyek utama money
management, yaitu asal dan besar modal, leverage dan margin, serta drawdown. Setelah itu akan
dibahas bagaimana langkah-langkah mengamankan modal melalui diversifikasi dan position sizing.
Ada beberapa trader yang mempunyai pandangan negatif terhadap money management. Mereka
merasa money management malah membatasi profit yang mereka dapat. Padahal dalam money
management ada teknik-teknik yang bertujuan untuk meningkatkan profit. Dalam buku ini juga akan
dibahas teknik-teknik tersebut, yaitu averaging dan pyramiding, compounding, serta risk reward ratio.
Melalui teknik-teknik money management ini kita bisa mengamankan modal, memperhitungkan resiko,
namun tetap mampu meningkatkan profit.
BAB 1 MODAL
Dalam money management, modal adalah fokus utama. Modal ini adalah jumlah uang yang kita miliki
yang digunakan untuk trading. Dengan adanya modal kita memiliki potensi memperoleh profit. Namun
penggunaan modal ini juga memiliki resiko, yaitu resiko kehilangan sebagian atau seluruh modal
karena loss.
Modal ini harus dikelola dengan baik. Ada hal-hal mendasar tentang modal yang seringkali tidak
dimengerti atau diabaikan oleh trader. Hal-hal ini meskipun mendasar namun penting karena menjadi
awal dalam kita melakukan money management.
ASAL MODAL
Bagi sebagian orang, trading seringkali menjadi jalan cepat untuk mendapatkan uang. Iming-iming
persentase profit yang tinggi dan mudahnya trading seringkali membuat sebagian orang tersebut
memaksakan diri memulai trading. Memaksakan diri ini salah satunya berkaitan dengan modal. Ada
sebagian mereka yang memulai trading dengan menggunakan modal dari uang yang sebenarnya akan
digunakan untuk keperluan lain, misalnya uang untuk kebutuhan sehari-hari, uang tabungan untuk
kondisi darurat, atau uang yang akan digunakan untuk membayar biaya masuk sekolah anak kita.
Bahkan ada yang lebih parah lagi, yaitu modal berasal dari pinjaman atau hutang. Karena besarnya
profit yang mereka bayangkan maka mereka berani mengambil resiko tersebut.
Dalam trading ada idiom "don't trade using money that you can't afford to lose". Jika diartikan dalam
bahasa Indonesia adalah jangan trading menggunakan uang yang Anda tidak harapkan untuk rugi. Saat
kita memulai trading maka kita harus menyadari bahwa uang yang kita gunakan sebagai modal trading
dapat berkurang atau habis karena kita menderita loss. Jika kita tidak ingin kehilangan uang kita maka
jangan trading. Ini adalah hal mendasar yang harus dimengerti.
Saat kita trading dengan uang yang sebenarnya digunakan untuk hal lain atau dari pinjaman maka
secara otomatis kita terdorong untuk mendapat profit secara cepat dan besar untuk mengembalikan
uang tersebut. Ibarat orang yang baru belajar menyetir mobil namun sudah diharuskan mendapat uang
dengan menjadi sopir taxi atau bahkan sopir bus. Ini tentunya akan menambah tekanan psikologis saat
kita trading. Salah satu penyebab kegagalan trader adalah hal ini. Meskipun kita sudah belajar money
management, jika modal kita berasal dari sumber-sumber tersebut maka kita tetap akan terdorong
untuk menghasilkan profit dalam jumlah besar sehingga akhirnya akan mengabaikan teknik money
management yang sudah ktia pelajari. Oleh sebab itu jangan trading menggunakan uang yang akan
digunakan untuk hal lain dan bahkan uang pinjaman karena kita dapat kehilangan sebagian atau seluruh
uang tersebut.
Ini berbeda jika kita trading menggunakan uang yang bukan akan digunakan untuk keperluan lain atau
dari pinjaman. Kita tidak dituntut untuk menghasilkan profit dengan cepat dan dan dalam jumlah besar.
Saat trading dengan uang yang kita "relakan untuk hilang" maka kita dapat menerapkan teknik money
management dengan benar. Tujuan utama kita adalah bertahan selama mungkin sehingga kita bisa
belajar dan dapat konsisten dalam trading.
JUMLAH MODAL
Untuk menghasilkan uang dari trading, kita juga membutuhkan uang sebagai modal awal kita.
Pertanyaannya seberapa besar modal yang dibutuhkan?
Masing-masing pasar trading memiliki jumlah modal minimal sendiri-sendiri. Ini juga tergantung dari
broker yang kita pilih untuk trading. Pasar forex adalah pasar dengan jumlah modal minimal yang
paling kecil. Dengan ratusan ribu kita sudah bisa membuka account dan mulai trading forex. Untuk
pasar saham saat ini dengan modal jutaan kita sudah bisa trading. Pasar options dan komoditi futures
membutuhkan modal lebih besar, yaitu dalam puluhan juta.
Saat masih belajar trading namun sudah menggunakan uang sesungguhnya, kita dianjurkan untuk
mengambil posisi dalam jumlah kecil. Namun ini bukan berarti kita memulai trading dengan modal
minimal. Bandingkan trading dengan bertani. Memiliki halaman kecil di belakang rumah tidak akan
membuat kita menjadi petani. Kita perlu lahan yang cukup untuk memulai jadi petani. Demikian juga
trading, kita perlu modal yang cukup.
Dalam money management terdapat aturan 2%, yaitu maksimal 2% dari modal account yang kita
resikokan. Dengan aturan 2% ini berarti jika tiap transaksi kita loss 2% dari modal account kita maka
kita dapat melakukan 50 kali transaksi. Dengan jumlah transaksi sebanyak ini diharapkan kita cukup
waktu untuk belajar dan tidak sampai menghabiskan seluruh modal kita. Oleh sebab itu penting sekali
modal yang cukup ini.
Jika kita trading saham, misalnya modal trading kita 1 juta maka dengan aturan 2% ini resiko
maksimal per transaksi 20.000 rupiah. Dengan 1 lot terdiri dari 100 lembar saham maka resiko
maksimal untuk tiap saham adalah 200 rupiah. Dengan resiko maksimal sekecil ini tidak terlalu
banyak pilihan saham yang kita beli. Beda kalau misalnya modal kita 10 juta, maka resiko maksimum
per transaksi 200.000 dan resiko maksimal tiap lembar saham 2000 rupiah. Dengan resiko masimum
sebesar ini lebih banyak pilihan saham yang bisa kita tradingkan dan kita memberi cukup ruang untuk
pergerakan saham. Inilah gunanya modal yang cukup.
Jika trading forex maka kita memiliki pilihan jenis-jenis account seperti account micro, mini, dan
standard. Perbedaan jenis account ini terletak pada perbedaan nilai untuk setiap pergerakan harga.
Pada account standard setiap pergerakan 1 pip pasangan mata uang maka nilainya $10. Pada account
mini pergerakan 1 pip pasangan mata uang nilainya adalah $1. Pada account micro, nilainya lebih
kecil lagi yaitu hanya $0.1. Sebagai trader pemula lebih baik kita membuka account dengan
pergerakan paling kecil. Meskipun keuntungan kecil namun loss juga kecil sehingga memberi cukup
waktu kita untuk belajar.
Saat kita sudah mulai konsisten menghasilkan profit maka kita dapat menambah modal kita. Namun
penambahan modal ini juga sebaiknya dilakukan bertahap, tidak langsung dalam jumlah besar.
Mengelola account dengan modal yang jauh lebih besar akan memberi dampak psikologis. Jika kita
menambah account secara bertahap maka ini akan mengurangi tekanan psikologis pada diri kita.
Dalam trading pergerakan harga terjadi secara terus-menerus, kecuali untuk saham-saham tertentu
yang tidak ada peminatnya. Pergerakan harga yang cepat ini jika terjadi dalam jangka relatif panjang
maka akan membuat modal kita berkurang. Belum lagi jika kita berulang kali melakukan transaksi
trading dan hasilnya loss terus, ini akan membuat kita kehilangan sebagian atau bahkan seluruh modal.
Namun selain hal tersebut, ada satu lagi yang membuat kita dapat kehilangan modal begitu cepat.
Penyebabnya adalah margin dan leverage.
Leverage atau daya ungkit membuat trader dapat trading tidak harus menyediakan modal sesuai jumlah
transaksi aslinya. Leverage secara sederhana adalah "pinjaman" yang didapat trader dari broker
tempat dia trading. Perusahaan sekuritas menawarkan leverage yang bervariasi. Leverage pada forex
adalah yang terbesar dibandingkan pada futures dan saham. Leverage yang ditawarkan pada pasar
forex sebesar 50:1, 100:1, 200:1, dan bahkan sampai 400. Pada pasar saham, leverage yang
ditawarkan hanya berkisar 2:1 dan 3:1. Sebagai contoh pada pasar saham jika kita memiliki trading
dengan modal sebesar 100 juta dan menggunakan leverage 2:1 maka kita dapat membeli saham
sampai senilai 200 juta.
Leverage erat kaitannya dengan margin. Margin sendiri adalah jaminan yang diminta oleh broker
untuk kita sediakan pada account kita sebelum broker meminjamkan uang untuk trading. Sebagai
contoh jika misalnya margin 50%, berarti dengan 100 juta pada account kita, kita dapat trading senilai
200 juta. Margin sebesar 50% ini sama dengan leverage 2:1, seperti pada tabel di bawah ini. Ketika
broker meminta kita menyediakan margin, itu artinya sama dengan broker menyediakan leverage buat
kita.
Leverage dan margin ini memberikan keuntungan kepada kita untuk mendapatkan persentase profit
yang tinggi. Sebagai contoh jika suatu saham bernilai 10.000 per lembar dan kita membeli sebanyak
20 lot (2000 lembar). Saham tersebut kemudian bergerak naik dan memberikan kita keuntungan
sebesar 1000 per lembar. Jika kita tidak menggunakan leverage dan margin maka kita harus
menyediakan modal 20 juta (2000 x 10.000). Dengan total profit sebesar 2 juta (2000 x 1000) maka
persentase profit kita adalah 10%. Namun jika kita menggunakan leverage 2:1 maka kita hanya perlu
modal sebesar 10 juta (margin 50%) sehingga persentase profit kita sebesar 20%.
Tidak ada yang salah memang dengan leverage. Malah tanpa adanya leverage, trading di pasar
tertentu, seperti forex, tidak akan diminati oleh banyak orang seperti saat ini. Sebagai contoh,
misalnya EUR/USD pada 1.0000 (untuk mudahnya). Jika kita trading 1 lot EUR/USD (senilai
$10.000). Tanpa leverage kita harus menyediakan $10.000 di account kita. Jika misalnya EUR/USD
kemudian menjadi 1.0100 kita mendapat profit 100 pip. 1 pip pada mini account senilai $1, jadi kita
memperoleh profit sebesar $100. Berarti dengan modal $10.000 kita memperoleh profit $ 100 atau
sebesar 1%. Jika dengan contoh yang sama di atas kita menggunakan leverage 100:1, maka margin per
lot yang harus kita sediakan adalah $100. Jika kita mendapat keuntungan $100 berarti kita mendapat
keuntungan sebesar 100% karena kita hanya perlu menyediakan $ 100. Sebuah keuntungan yang luar
biasa bukan!
Namun kita jangan hanya melihat potensi keuntungan saja. Kita juga harus melihat kerugian yang bisa
terjadi. Kita sering mendengar jargon "high return, high risk". Ini yang juga berlaku saat kita trading
dengan leverage yang semakin tinggi. Jika sebaliknya kita loss sebesar $100, maka tanpa leverage
kerugian kita adalah sebesar 1% juga. Sedangkan jika kita menggunakan leverage 100:1, maka
kerugian kita juga adalah sebesar 100%. Sebuah kerugian yang luar biasa juga bukan! Inilah yang
membuat trader dapat dengan cepat kehilangan seluruh modalnya.
Meskipun kita memakai leverage yang kecil, kita juga tetap harus berhati-hati akan resiko yang
mungkin terjadi. Seperti pada contoh saham di atas yang menggunakan leverage 2:1. Jika yang terjadi
bukan profit yang kita dapat namun malah loss maka persentase loss saat menggunakan leverage akan
semakin tinggi. Jika tidak memakai leverage, dengan modal sebesar 20 juta dan loss sebesar 2 juta
maka persentase loss kita adalah 10%. Namun jika kita menggunakan leverage, dengan modal sebesar
10 juta dan loss sebesar 2 juta maka persentase loss kita adalah 20%. Loss yang terjadi dua kali lipat
dari loss jika kita tidak menggunakan leverage.
Margin dan leverage ini memiliki dua sisi. Di satu sisi menjadi alat yang menguntungkan bagi kita
(mampu meningkatkan persentase profit kita), namun di sisi lain leverage dapat mencelakakan kita
(menimbulkan loss yang besar). Bagi trader yang sudah berpengalaman dan sudah mampu konsisten
menghasilkan profit maka adanya margin dan leverage ini sangat bermanfaat. Namun bagi trader
pemula atau mereka yang belum mampu secara konsisten menghasilkan profit maka penggunaan
margin dan leverage ini dapat mempercepat habisnya modal mereka. Oleh sebab itu bagi trader
pemula ini margin dan leverage ini sebaiknya dihindari. Jikapun harus memilih menggunakan margin
dan leverage ini seperti di pasar forex, maka kita dapat memilih margin dan leverage yang kecil.
Selain itu tidak kalah pentingnya kita mengaplikasikan teknik money management.
BAB 2 DRAWDOWN
Salah satu tujuan money management adalah menjaga modal kita dari drawdown yang berlebihan.
Drawdown adalah jumlah penurunan modal selama jangka waktu tertentu. Drawdown ini dapat juga
berupa terjadinya loss secara berturut-turut. Drawdown ini terjadi karena aktivitas trading yang kita
lakukan terus menghasilkan loss sehingga terjadi penurunan account.
Dalam melihat drawdown ini ada dua komponen yang dapat kita perhatikan, yaitu besar drawdown
dan panjang drawdown. Sebagai contoh, pada awal bulan Juli kita memiliki modal di account kita
sebesar 100 juta dan pada akhir tahun modal kita menjadi 70 juta. Maka account trading kita tersebut
mengalami drawdown sebesar 30%. Panjang drawdown pada contoh ini adalah selama enam bulan
DAMPAK DRAWDOWN
Untuk memulihkan account setelah loss yang besar lebih sulit daripada yang diperkirakan. Sebagai
contoh beberapa trader berpikir bahwa jika mereka mengalami drawdown sebesar 50% dari jumlah
account mereka, maka mereka hanya butuh menghasilkan 50% untuk memulihkan loss tersebut.
Padahal untuk memulihkan 50% drawdown ini dibutuhkan 100% karena saat terjadi drawdown
tersebut kita memiliki modal yang lebih sedikit. Tabel di bawah ini memberi contoh penghitungan
tersebut. Jika trader mendapat profit sebesar 50% setelah drawdown maka modalnya belum kembali
seperti semula.
Untuk memulihkan account yang mengalami drawdown sampai 50% kita harus mendapat profit 100%.
Bagaimana jika terjadi drawdown yang lebih besar? Misalnya kita mengalami loss sampai 80% dari
total modal, berarti kita harus menghasilkan 160% (dua kali lipat dari loss) untuk memulihkan
kembali modal kita? Jawabannya salah. Semakin besar kita menderita loss maka semakin besar pula
profit yang harus kita dapat untuk mengembalikan account kita seperti semula.
Sebagai contoh account dengan modal 100 juta mengalami drawdown sampau 80%. Modal di account
kita saat ini tinggal 20 juta.
Dari perhitungan di atas, setelah kita mendapat profit 160% modal kita belum kembali seperti semula.
Modal kita hanya kembali 50% lebih sedikit. Untuk mengembalikan modal kita seperti semula maka
kita perlu mendapat profit 400%.
Tabel berikut ini memberi informasi berapa persentase profit yang harus kita dapatkan untuk
memulihkan modal kita setelah mengalami drawdown. Pada tabel ini kita memberi contoh account
dengan modal awal 100 juta.
MEMBATASI DRAWDOWN
Semakin besar drawdown maka semakin sulit kita melakukan recovery. Oleh sebab itu drawdown ini
harus dibatasi selagi jumlahnya masih kecil. Berikut ini adalah cara untuk membatasi drawdown.
Dalam money management terdapat aturan 2%, yaitu resiko maksimum untuk setiap transaksi adalah
2% dari jumlah modal. Misalnya kita memiliki modal 100 juta maka resiko maksimum setiap
transaksi adalah 2% dari 100 juta, yaitu 2 juta. Dengan menggunakan aturan 2% dan resiko maksimum
kita tetap terus sebesar 2 juta maka modal kita habis jika mengalami 50 kali loss berturut-turut, yang
mana ini sangat jarang terjadi. Tujuan dari aturan 2% ini adalah mengamankan modal agar kita dapat
trading dalam jangka panjang. Semakin lama kita trading diharapkan kita mendapat pengalaman dan
akhirnya trading kita bisa profitable.
Dalam menggunakan aturan 2% ini bukan berarti setiap loss yang terjadi harus sebesar 2%. Dalam
contoh di atas bukan berarti setiap transaksi loss kita harus sebesar 2 juta. Masing-masing transaksi
perlu kita evaluasi untuk menentukan dimana letak stop loss. Besar stop loss ini yang terpenting tidak
melebihi 2% sehingga jika memang besar stop loss ideal di bawah 2% maka tidak perlu kita paksakan
untuk menjadi 2%.
Untuk trader dengan modal yang besar, resiko maksimum per transaksi ini tidak harus 2%. Trader
dapat menetapkan resiko maksimum per transaksi sebesar 1% misalnya. Semakin kecil persentase
resiko maksimum per transaksi maka semakin panjang trader dapat bertahan trading. Dengan contoh
1% tadi maka trader baru akan kehabisan modal setelah 100 kali loss berturut-turut.
Dengan menetapkan resiko maksimum per transaksi ini maka dapat menghindarkan trader dari
terrjadinya drawdown yang berlebihan. Tanpa adanya aturan ini maka dapat terjadi trader terus
memegang posisi karena berharap harga akan berbalik arah sesuai dengan arah yang mereka prediksi
semula. Ini akan membuat loss semakin besar sehingga drawdown yang signifikan terjadi.Jika ini
ditambah dengan trading menggunakan leverage dan margin maka drawdown yang terjadi akan
semakin bertambah besar dan mempercepat kehilangan modal.
Selain itu untuk membatasi drawdown ini kita perlu membatasi loss pada setiap transaksi dengan
menggunakan stop loss. Sebelum membuka posisi, kita perlu tahu dimana kita akan exit jika harga
bergerak berlawanan arah dengan yang kita prediksi. Dengan menempatkan stop loss order maka kita
mendapat jaminan untuk segera menutup posisi saat harga mencapai level stop loss yang kita tentukan.
Setelah ditentukan, stop loss order ini harus kita patuhi.
Sebaiknya resiko maksimum semua transaksi tidak terlalu besar. Setiap posisi yang kita ambil harus
kita pantau, semakin banyak posisi yang bisa kita ambil semakin banyak yang harus kita perhatikan.
Apalagi jika kita masih baru dalam trading, kita mungkin akan mengalami kesulitan.
Selain itu jika posisi yang kita ambil satu dengan lainnya memiliki korelasi yang tinggi, kerugian pada
satu posisi memiliki keumungkinan tinggi juga posisi lain akan rugi pula. Misalnya kita trading saham
mengambil posisi buy untuk dua saham perusahaan dalam satu industri yang memiliki korelasi tinggi.
Jika saham perusahaan pertama turun, maka saham perusahaan kedua memiliki kemungkinan tinggi
juga untuk ikut turun. Oleh karenanya penting sekali membatasi berapa banyak posisi yang kita ambil
untuk membatasi resiko yang dapat terjadi pada saat bersamaan.
Kebanyakan trader akan berekasi terhadap drawdowns ini dengan emosi, seperti frustasi, takut, putus
asa, atau marah. Akibat emosi yang muncul ini, seringkali menyebabkan trader bertindak ceroboh dan
mengambil resiko yang tidak semestinya sehingga terkadang malah memperburuk situasi. Jika ini
dibiarkan tentunya akan semakin memperbesar drawdown yang terjadi. Untuk mencegah drawdown
semakin bertambah besar maka kita perlu merencanakan tindakan untuk melakukan evaluasi.
Berapa banyak loss berturut-turut yang akan membuat kita menghentikan trading untuk sehari,
beristirahat dan menyelesaikan masalah yang mungkin terjadi
Jumlah drawdowns (% modal trading) yang membuat kita mengurangi jumlah posisi yang kita
ambil
Jumlah drawdowns (% modal trading) yang membuat kita menghentikan trading sampai akhir
bulan, mencari penyebabnya, dan membuat koreksi
Jumlah drawdowns (% modal trading) yang membuat kita menghentikan trading (minimal 4
minggu), melakukan evaluasi dan merevisi trading plan
Dengan menghentikan trading untuk sementara ini akan menghindarkan kita mengambil keputusan
berdasar emosi untuk dengan cepat memulihkan account kita. Dengan melakukan evaluasi maka kita
dapat mengetahui penyebab drawdown terjadi sehingga kita dapat melakukan perbaikan-perbaikan.
Inilah sebabnya money management sangat penting. Tidak peduli seberapa besar persentase win
strategi trading yang kita miliki, tetap saja kemungkinan loss berturut-turut dapat terjadi. Jika kita
tidak menangani ini dengan baik maka kita dapat mengalami drawdown dalam jumlah yang signifikan.
Oleh sebab itu saat kita membuat strategi trading sendiri atau menggunakan strategi trading dari orang
lain kita perlu mengetahui jumlah maksimum drawdown yang terjadi.
Jika kita membuat strategi trading sendiri, kita dapat melakukan backtest dengan menggunakan data
masa lalu untuk melihat drawdown yang terjadi. Meskipun hasil dari masa lalu ini tidak menjamin
hasil di masa mendatang, setidaknya kita akan tahu berapa loss beruntun yang dapat terjadi serta
berapa besar persentase penurunan modal yang akan terjadi. Saat kita menggunakan strategi trading
dari orang lain, kita dapat melakukan backtest sendiri atau melihat data statistik strategi trading
tersebut.
Tujuan kita mengetahui drawdown pada strategi trading ini adalah agar kita dapat bersiap. Hasil
backtest ini akan berpengaruh pada rencana tindakan untuk drawdown. Selain itu dengan mengetahui
drawdown maksimum yang dapat terjadi maka kita dapat menyiapkan modal yang cukup untuk strategi
trading tersebut.
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, drawdown ini sangat berpengaruh dalam psikologi trader.
Jika kita sudah mengetahui skenario terburuk drawdown pada strategi trading yang kita gunakan, maka
kita lebih bisa menerimanya. Kita lebih bisa mengontrol emosi saat drawdown yang terjadi masih
dalam batas wajar. Meskipun demikian, evaluasi tetap perlu dilakukan. Kita melihat apakah ini
termasuk drawdown yang normal atau memang karena kesalahan kita sendiri.
Adanya drawdown pada strategi trading ini dapat juga menjadi pertimbangan dalam memilih strategi
trading. Sebagai trader tentunya kita lebih menyukai strategi dengan drawdown yang paling kecil, baik
dari segi jumlah maupun waktu terjadinya. Ini bertujuan untuk mengurangi dampak terjadinya
drawdown, terutama dampak pikologis. Saat kita memiliki pilihan dua strategi atau lebih yang sama-
sama memberi persentase profit yang tinggi, drawdown ini dapat menjadi penentu mana strategi yang
seharusnya kita pilih.
BAB 3 DIVERSIFIKASI
Dalam dunia trading dan investasi terdapat idiom yang cukup terkenal, yaitu "don't put all your eggs in
one basket" (jangan taruh semua telur yang kamu miliki dalam satu kerajang). Jika kita menaruh semua
telur dalam satu keranjang dan keranjang tersebut rusak atau jatuh maka kita dapat kehilangan semua
telur kita. Jika saat trading kita meresikokan semua modal kita pada satu instrumen atau pada satu
kesempatan maka kita dapat kehilangan seluruh modal kita.
Money management berusaha menjaga modal untuk bertahan lama. Idiom ini sangat sesuai dengan
tujuan money management. Untuk menerapkan idiom ini maka kita dapat melakukan diversifikasi.
Dalam trading diversifikasi ini dilakukan oleh trader yang membuka lebih dari satu posisi sekaligus.
Dengan membuka posisi secara bersamaan maka diversifikasi dilakukan untuk mengurangi resiko.
Bagi trader yang hanya membuka satu posisi saja maka tidak perlu melakukan diversifikasi.
Dalam trading saham, diversifikasi ini perlu dilakukan. Saham-saham yang tergabung dalam bursa
efek diklasifikasikan ke dalam sektor-sektor yang didasarkan pada klasifikasi industri, sebagai contoh
saham dari bank-bank akan masuk dalam sektor keuangan. Di Bursa Efek Indonesia terdapat sembilan
sektor industri. Masing-masing sektor ini masih dapat dibagi lagi menjadi beberapa sub sektor.
Untuk melakukan diversifikasi dalam trading saham ini cukup sederhana, yaitu kita memilih posisi
dengan sektor yang berbeda. Misalnya jika kita membuka dua posisi maka kita melakukan pembelian
dua saham dari sektor industri yang berbeda. Ini bertujuan untuk mengurangi resiko karena terdapat
kecenderungan samanya pergerakan harga saham-saham pada sektor yang sama.
Dalam kondisi pasar yang sangat bullish kita dapat membeli saham pada sektor yang sama. Namun
untuk mengurangi resiko maka kita perlu membeli saham pada sub sektor yang berbeda. Misalnya kita
membeli dua saham pada sektor keuangan. Kita dapat membeli satu saham dari sub sektor bank dan
satu saham lagi dari sub sektor asuransi.
Dalam trading komoditi diversifikasi juga diperlukan. Mirip dengan saham, komoditi ini digolongkan
dalam sektor-sektor, seperti sektor industri, agrikultural, logam, dan logam mulia. Komoditi pada
sektor yang sama biasanya memiliki kecenderungan pergerakan harga yang sama. Oleh sebab itu
diversifikasi dalam trading komoditi ini sama dengan trading saham, yaitu trading komoditi pada
sektor yang berbeda karena terdapat kecenderungan miripnya pergerakan komoditi pada sektor yang
sama.
Dalam trading forex instrumen yang diperdagangkan memang tidak sebanyak saham namun
diversifikasi tetap diperlukan. Dalam melakukan diversifikasi ini kita perlu melihat korelasi antar
currency pair. Korelasi antar currency pair yang tinggi berarti kedua currency pair akan memiliki
pergerakan yang hampir sama. Sebagai contoh EUR/JPY dan EUR/USD memiliki korelasi tinggi
sehingga jika EUR/JPY naik maka kemungkinan besar EUR/USD juga akan ikut naik. Korelasi
currency pair yang rendah berarti pergerakan kedua currency pair ini tidak selalu sama atau identik.
Jika kita membuka lebih dari satu posisi maka kita memilih trading currency pair yang memiliki
korelasi rendah untuk mengurangi resiko.
TRADING BLOCK
Saat satu cara untuk mengorganisir diversifikasi adalah dengan menggunakan trading block. Dengan
menggunakan trading block ini kita membagi account kita dalam beberapa block. Sebagai contoh
misalnya kita memiliki account dengan modal sebesar dua puluh juta dan kemudian kita bagi dalam
lima block, yaitu masing-masing sebesar empat juta. Adanya trading block ini bermanfaat membatasi
posisi yang diambil sehingga kita dapat melakukan diversifikasi. Kita tidak tidak harus menggunakan
semua trading block ini. Selain itu dana untuk setiap block juga tidak harus kita gunakan semua.
Dalam menerapkan trading block ini kita perlu menetapkan aturan-aturan sehingga diversifikasi dapat
berjalan dengan baik. Berikut ini contoh aturan yang dapat kita terapkan jika kita trading saham :
Untuk setiap saham, kita mengambil posisi maksimal hanya satu block
Untuk setiap sub sektor, kita mengambil posisi maksimal hanya satu block
Untuk setiap sektor, kita mengambil posisi maksimal hanya dua block
Sebagai contoh, misalkan kita memiliki account dengan modal sebesar dua puluh juta dan kita bagi
dalam lima block yang masing-masing sebesar empat juta. Kita kemudian melakukan pembelian
saham Bank BCA (BBCA) misalnya. Dengan adanya trading block ini maka maksimal kita membeli
BBCA adalah sebesar empat juta karena setiap saham posisi yang diambil maksimal hanya satu block.
BBCA ini termasuk dalam sektor keuangan, sub sektor bank. Dengan demikian kita tidak membeli lagi
saham lain dari sub sektor bank karena maksimal hanya satu block untuk setiap sub sektor. Untuk
saham lain yang berada pada sub sektor keuangan lainnya, kita masih bisa membeli karena maksimal
posisi adalah dua block untuk setiap sektor. Jika kita kemudian membeli saham dari sub sektor
asuransi maka kita sudah tidak dapat membeli saham dari sektor keuangan karena sudah memenuhi
batas maksimal dua block.
Saat menerapkan trading block ini, berikut ini kondisi-kondisi yang dapat terjadi pada trading block
tersebut :
Semua kas. Jika kondisi pasar tidak sesuai dengan strategi kita dan tidak peluang trading yang
muncul maka lebih baik kita tidak memaksakan masuk ke pasar.
Semua posisi terbuka. Jika kondisi pasar sangat mendukung strategi kita dan banyak peluang
trading yang muncul maka kita dapat menggunakan semua trading block untuk membuka posisi.
Namun dalam kondisi seperti ini kita perlu berhati-hati. Jangan kita memaksakan untuk
mengambil posisi pada semua tradng block karena hanya mengejar keuntungan. Setiap entri yang
diambil harus tetap kita evaluasi sebelumnya.
Sebagian kas dan sebagian posisi terbuka. Kondisi seperti inilah yang paling banyak terjadi.
Adanya trading block bukan berarti kita harus menggunakan semua trading block tersebut.
Dalam melakukan pembagian untuk trading block ini tergantung besar account kita. Jika modal yang
kita miliki cukup besar maka kita dapat membagi account kita lebih dari lima block. Pembagian block
yang lebih banyak ini bertujuan untuk menghindarkan kita mengambil posisi terlalu besar untuk setiap
saham atau instrumen yang kita beli. Akan tetapi dengan banyaknya trading block ini maka berarti kita
memiliki peluang untuk mengambil banyak posisi secara bersamaan. Bagi trader yang belum
berpengalaman biasanya akan mengalami kesulitan ketika harus mengawasi semua posisi tersebut.
Namun seperti yang sudah dijelaskan sebelumya, kita tidak harus menggunakan semua trading block
ini.
Untuk account dengan modal kecil, paling tidak kita membagi modal kita menjadi lima trading block.
Jika kita membagi kurang dari lima trading block maka kita akan kurang melakukan diversifikasi dan
mengambil posisi yang terlalu besar untuk setiap saham atau instrumen yang kita beli. Dalam membagi
block untuk account dengan modal kecil, terutama saat trading saham, maka perlu kita perhatikan agar
tidak membagi block dalam jumlah terlalu banyak. Jika membagi dalam jumlah block terlalu banyak
maka alokasi untuk setiap block akan sedikit sehingga tidak banyak pilihan saham yang dapat kita
beli. Misalnya kita memiliki modal 10 juta dan kita bagi dalam 20 block sehingga masing-masing
block sebesar 500 ribu. Jika seperti ini maka kita hanya bisa membeli saham dengan harga per lembar
5000 atau dibawahnya. Itupun kita hanya bisa membeli 1 lot.
Dalam menerapkan trading block ini kedisiplinan sangat diperlukan. Kita perlu disiplin mengikuti
aturan yang kita buat sendiri.
BAB 4 POSITION SIZING
Saat akan membuka posisi, selain masalah entri dan stop loss, yang sering menjadi pertanyaan adalah
berapa besar posisi yang akan diambil. Jika kita trading saham atau forex, berapa lot saham atau
currency pair yang akan kita beli. Total modal yang kita gunakan dalam trading harus kita atur. Tidak
bisa semua modal kita resikokan untuk satu transaksi. Jika itu yang kita lakukan, sama saja dengan kita
berjudi. Modal kita bisa dengan cepat lenyap saat kita tidak menetapkan stop loss.
Berapa besar posisi yang harus kita ambil ini disebut dengan position sizing. Dalam membuat strategi
trading yang benar kita harus menentukan strategi atau cara melakukan position sizing. Adanya
position sizing ini membuat trader dapat mengontrol posisi yang diambil. Ini penting sekali karena
pengamanan modal adalah salah satu hal penting untuk dapat trading dalam jangka panjang. Tanpa
adanya position sizing yang tepat maka kita dapat menderita loss dalam jumlah besar.
Berikut ini beberapa strategi position sizing yang dapat kita gunakan.
Kelemahan fixed position sizing ini adalah tidak memperhitungkan besar modal. Jika kita trading
saham dan membeli saham-saham yang relatif tinggi maka position sizing ini menjadi terlalu besar.
Misalkan kita memiliki modal 10 juta dan position sizing tiap transaksi sebesar 5 lot (500 lembar).
Jika kita membeli saham dengan harga 1000 atau 2000 per lembar tidak menjadi masalah karena total
hanya 500.000 atau 1 juta. Namun jika kita membeli saham dengan harga 15.000 per lembar maka
modal kita akan terpakai sebesar 7.500.000. Jumlah ini sangat besar, yaitu 75% dari total modal yang
kita miliki. Oleh sebab itu jika kita ingin menggunakan fixed position sizing ini kita perlu membuat
batasan harga saham yang dapat kita beli.
Salah satu teknik dalam martingale position sizing adalah doubling up. Dalam teknik ini kita
menggandakan besar posisi kita saat loss. Misal jika kita trading forex pada transaksi pertama kita
mengambil posisi sebesar 1 lot. Selama kita profit maka kita tetap akan mengambil posisi sebesar 1
lot. Namun jika kita mengalami loss maka kita akan menggandakan lot yang kita ambil. Jika kita loss,
maka berikutnya kita mengambil posisi sebesar 2 lot. Jika kita tetap loss, berikutnya mengambil
posisi 4 lot, 8 lot, 16 lot, demikian seterusnya. Dengan semakin banyak lot yang kita ambil, maka saat
profit modal kita yang hilang karena loss akan kembali.
Martingale position sizing ini sangat menarik perhatian trader karena mampu mengembalikan loss
dengan mudah. Secara teori martingale position sizing ini dapat dilaksanakan, namun dalam
prakteknya sulit untuk dijalankan terus-menerus. Untuk menerapkan martingale position sizing ini
perlu modal yang tidak terbatas. Jika modal kita terbatas, dalam beberapa kali loss beruntun maka
modal kita akan habis. Oleh sebab itu martingale position sizing ini jangan kita terapkan. Martingale
ini tidak meningkatkan persentase keberhasilan trading kita dan hanya menunda loss.
Dengan menggunakan position sizing berdasar trading block ini juga memberi petunjuk berapa harga
maksimal dari saham atau intrumen lain yang dapat kita tradingkan. Misalkan pada contoh di atas tiap
block sebesar 2,5 juta, maka jika kita membeli 1 lot (yang terdiri atas 100 lembar saham) harga
maksimal yang dapat kita beli adalah 25.000 (2.500.000/100).
Namun trader seringkali tidak membeli hanya dalam 1 lot. Mereka membeli dalam lot yang relatif
banyak untuk meningkatkan profit. Selain iu dengan membeli lebih dari 1 lot trader dapat melakukan
exit sebagian posisi dan tetap memegang sebagian posisi lainnya untuk berjaga-jaga jika harga terus
bergerak sesuai arah yang diprediksi. Banyaknya lot yang dibeli akan berpengaruh pada harga
maksimum saham yang dapat dibeli. Jika setiap transaksi kita membeli 5 lot (500 lembar saham)
maka harga maksimal saham yang dapat kita beli adalah 5000 (2.500.000/500). Sedangkan jika setiap
transaksi kita membeli langsung 10 lot (1000 lembar saham) maka harga maksimal saham yang dapat
kita beli adalah 2500 (2.500.000/1000). Jika setiap transaksi kita membeli langsung 20 lot (2000
lembar) maka harga maksimal yang dapat kita beli adalah 1250 (2.500.000/2000).
Ada dua cara position sizing berdasar trading block yang dapat kita pilih. Cara pertama ini cukup
simple. Setelah menentukan besar setiap trading block maka kemudian kita harus menentukan berapa
jumlah lot yang kita beli. Ini akan berpengaruh pada harga saham maksimal yang dapat kita beli
seperti pada contoh di atas sehingga akan memudahkan kita dalam melakukan pengawasan atau
screening saham yang dapat kita beli. Dengan kata lain kita trading saham-saham yang sesuai dengan
kemampuan account kita.
Dalam cara pertama ini kita tidak harus mengambil posisi sebesar alokasi untuk setiap block. Pada
contoh di atas, alokasi untuk tiap block adalah sebesar 2,5 juta. Kita tidak harus selalu mengambil
posisi sebesar 2,5 juta. Jika misalnya kita menetapkan setiap transaksi sebesar 10 lot (1000 lembar)
dan kemudian membeli satu saham sebesar 500 per lembarnya, maka kita hanya menggunakan lima
ratus ribu pada trading block (1000 x 500). Sisa dua juta pada trading block tersebut tidak harus kita
gunakan.
Cara kedua menetapkan position sizing berdasar trading block adalah menggunakan trading block
sepenuhnya. Dengan cara ini jumlah lot tergantung besar saham dan besar trading block. Misalkan
trading block berjumlah 2,5 juta dan harga saham 2500 maka kita dapat membeli sebesar 1000 lembar
(2.500.000/2500) atau 10 lot.
Namun kelemahan position sizing berdasar trading block ini adalah kurang memperhitungkan resiko.
Bagi trader yang disiplin menetapkan stop loss tentunya ini tidak menjadi masalah. Namun bagi trader
yang kurang disiplin atau bahkan tidak terbiasa menggunakan stop loss maka dapat menderita loss
yang relatif besar. Sebagai contoh misalnya trader tersebut membagi account dalam lima trading
block, dengan masing-masing trading block sebesar 20%. Jika trader tersebut tidak menggunakan stop
loss dan tidak mengambil tindakan saat harga terus turun maka dapat terjadi posisi pada trading block
tersebut tinggal 10% atau bahkan habis, apalagi jika trading pada pasar yang menggunakan margin
atau leverage seperti forex. Oleh sebab itu saat kita menggunakan position sizing berdasar trading
block ini kita tetap perlu mengetahui dimana stop loss akan kita letakkan.
POSITION SIZING BERDASAR RESIKO
Strategi position sizing berikutnya berdasarkan resiko. Perhitungan position sizing berdasar resiko ini
lebih rumit daripada position sizing berdasar trading block. Kita harus menghitung jarak antara entri
dan stop loss dan kemudian menyesuaikan dengan resiko per transaksi yang telah kita tetapkan. Oleh
sebab itu dalam position sizing berdasar resiko ini kita sudah harus tahu dimana menempatkan stop
loss saat akan membuka posisi.
Sebagai contoh trader dengan account sebesar 100 juta menetapkan resiko maksimum per transaksi
sebesar 2%. Trader melakukan pembelian saat harga saham pada 1500 per lembar dan menetapkan
stop loss pada 1300. Berikut ini perhitungan position sizing untuk transaksi tersebut :
Dengan menggunakan position sizing berdasar resiko maka kita akan membeli saham tersebut
sebanyak 10.000 lembar atau 100 lot. Pada contoh di atas perhitungan memberi angka yang pas
dengan aturan lot. Namun dalam trading dapat terjadi hasil perhitungan tidak pas dengan aturan jumlah
lot yang dapat dibeli.
Sebagai contoh trader dengan account sebesar 100 juta menetapkan resiko maksimum per transaksi
sebesar 2%. Trader melakukan pembelian saat harga saham pada 2100 per lembar dan menetapkan
stop loss pada 1925. Berikut ini perhitungan position sizing untuk transaksi tersebut :
Pada contoh tersebut hasil akhir setelah dibulatkan adalah 11429. Jika dijadikan lot maka 11429
tersebut sama dengan 114 lot plus 29 lembar saham. Sisa 29 lembar saham ini tidak kita ikutkan
sehingga kita membeli sebesar 114 lot. Kita tidak membulatkan ke atas menjadi 115 lot karena jika
kita melakukan ini resiko per transaksi akan melebihi 2%.
Kelebihan berikutnya position sizing berdasar resiko ini adalah memperhitungkan besar modal yang
kita miliki. Saat modal kita bertambah karena profit maka position sizing meningkat, sebaliknya saat
modal kita berkurang karena loss maka position sizing juga lebih kecil. Ini merupakan kebalikan
martingale position sizing. Sebagai contoh jika modal awal kita 100 juta dan kita menetapkan resiko
maksimum per transaksi 2% maka resiko maksimum per transaksi adalah 2.000.000. Jika kemudian
kita mendapat profit 5 juta sehingga modal kita menjadi 105 juta maka besar resiko maksimum per
transaksi adalah 2.100.000. Sedangkan jika modal kita turun menjadi 90 juta karena loss maka besar
resiko maksimum per transaksi adalah 1.800.000. Dengan position sizing ini account kita dapat terus
bertumbuh saat profit dan berusaha mengamankan modal saat kita mengalami loss.
Kelemahan cara penghitungan position sizing berdasar resiko ini adalah dalam satu kali transaksi kita
dapat mengeluarkan modal yang sangat besar. Sebagai contoh misalnya trader yang memiliki account
sebesar 100 juta dan menetapkan resiko per transaksi 2% melakukan pembelian saham pada harga
20.000 dan menetapkan stop loss pada 19.000 Berikut ini perhitungan position sizing untuk transaksi
tersebut :
Modal ini berbeda dengan resiko yang kita keluarkan. Resiko adalah jumlah uang yang akan hilang
jika kita mengalami loss sedangkan modal di sini adalah jumlah uang yang dikeluarkan untuk membeli
saham tersebut. Pada di atas resiko sebesar dua juta rupiah sedangkan modal yang dikeluarkan 80
juta, yaitu harga saham (20.000) dikalikan dengan jumlah lembar saham yang dibeli (4000).
Jumlah 80 juta atau 80% dari total account kita untuk sekali transaksi adalah jumlah yang sangat
besar. Jika kita melakukan ini berarti kita melakukan hal yang bertentangan dengan konsep trading
block. Tujuan trading block adalah mengontrol resiko dengan membatasi jumlah modal yang
dikeluarkan untuk satu saham, sektor atau industri. Namun jika kita melakukan position sizing
berdasar resiko ini maka yang terjadi sebaliknya, kita mengeluarkan modal yang sangat besar hanya
untuk saham.
Kondisi seperti ini biasanya terjadi jika kita melakukan pembelian saham-saham tertentu dengan
harga per lembar yang cukup tinggi. Dengan harga yang cukup tinggi maka jumlah modal yang kita
keluarkan juga cukup besar. Meskipun resiko kecil, namun karena besarnya modal yang dikeluarkan
maka kita memiliki resiko yang tinggi. Resiko ini muncul jika terjadi pergerakan harga yang cukup
cepat sehingga order stop loss kita tidak bisa segera dieksekusi. Saat terjadi pergerakan harga yang
cepat maka eksekusi stop loss bisa di bawah level stop loss yang kita tetapkan sehingga kerugian
menjadi besar. Kerugian lain saat kita mengeluarkan modal yang besar ini adalah kita kehilangan
kesempatan untuk mengambil posisi lain. Jika terdapat entri yang memiliki probabilitas tinggi maka
kita akan melewatkannya karena kurangnya modal.
Untuk mengatasi kelemahan position sizing berdasar resiko ini kita perlu memberi batas harga berapa
saham yang dapat kita beli. Selain itu kita dapat juga menggunakan trading block. Jadi selama position
sizing berdasar resiko ini jumlah modal yang dikeluarkan tidak melebihi trading block yang
ditetapkan maka kita dapat mengambil transaksi tersebut. Jika ternyata melebihi trading block, maka
ada dua hal yang dapat kita lakukan. Pertama mengabaikan atau membatalkan transaksi tersebut. Cara
kedua kita mengurangi jumlah yang diambil agar sesuai dengan trading block. Pada contoh di atas
jumlah yang dikeluarkan untuk transaksi adalah 80%. Jika kita menggunakan trading block sebesar
20% maka kita dapat membeli hanya 1000 lembar saja untuk menyesuaikan dengan trading block.
BAB 5 TEKNIK AVERAGING
Saat kita sudah membuka posisi, maka posisi tersebut dapat sedang bergerak dalam profit ataupun
sedang bergerak dalam loss. Dalam kedua kondisi ini terkadang timbul keinginan trader untuk
menambah posisi. Penambahan posisi pada kedua kondisi ini memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk
menghasilkan profit yang lebih besar. Jika position sizing berhubungan dengan berapa banyak posisi
yang akan diambil, maka averaging up dan averaging down berhubungan dengan penambahan posisi
yang sudah dimiliki oleh trader.
AVERAGING DOWN
Dalam trading saham terdapat saran untuk membeli saham saat harga saham tersebut sedang turun.
Saat kita membeli saham dan kemudian harga terus turun, maka beberapa trader akan menambah
posisi untuk saham tersebut. Ini disebut dengan averaging down, yaitu menambah posisi untuk posisi
yang sedang loss.
Dengan melakukan averaging down, rata-rata harga saham yang dibeli akan lebih rendah dikarenakan
harga turun. Sebagai contoh kita membeli 1 lot saham seharga 5000 per lembarnya. Saat harga turun
menjadi 4000 kita membeli kembali 1 lot. Saat ini kita memiliki dua lot saham, yang jika dirata-rata
maka harganya adalah 4500 per lembar. Harga rata-rata ini lebih rendah dari harga saham semula saat
dibeli, yaitu 5000 per lembar. Selain itu dengan melakukan averaging down maka harga yang
dibutuhkan untuk mencapai breakeven atau impas menjadi lebih rendah. Jika tidak melakukan
averaging down, pada contoh ini maka harga perlu naik sebesar 1000 untuk mencapai breakeven pada
harga 5000. Namun jika kita melakukan averaging down maka harga hanya perlu naik sebesar 500
ujntuk mencapai breakeven karena harga rata-rata adalah 4500.
Dalam trading forex kita juga dapat melakukan averaging down seperti pada contoh di bawah ini.
Setiap turun 20 pips kita menambah posisi. Penambahan posisi ini menambahkan menggunakan teknik
doubling up, yaitu dari 1 menjadi 2, 4, 8, 16 dan seterusnya. Pada contoh ini harga turun sampai 80
pips sehingga kita menambah posisi sampai 16 lot. Saat harga kemudian naik kembali 20 pips saja
maka kita sudah mendapat breakeven atau impas.
Salah satu idiom dalam tading adalah trading searah dengan trend atau jangan melawan trend. Saat
menggunakan averaging down ini berarti secara tidak langsung kita melawan momentum atau
trend. Saat kita melakukan melakukan averaging down ini kita berharap harga akan kembali berbalik
arah. Jika ternyata harga kemudian malah terus turun maka loss kita akan semakin besar karena posisi
kita telah bertambah. Ini adalah resiko yang perlu diingat bagi trader yang akan melakukan averaging
down karena kita tidak bisa memastikan kapan harga akan berbalik arah.
AVERAGING UP
Averaging up merupakan kebalikan dari averaging down. Pada averaging up ini kita menambah posisi
saat posisi tersebut sedang profit. Averaging up ini lebih jarang diterapkan daripada averaging down.
Pada chart di bawah ini terdapat contoh bagaimana kita melakukan averaging up. Misalkan kita
mengambil posisi saat harga bergerak naik di atas swing high. Pada contoh ini kita mengambil posisi
awal misalnya sebesar 5 lot (BUY #1). Setelah kita mengambil posisi harga kemudian bergerak naik
dan sempat mengalami pullback. Setelah pullback terjadi harga kemudian bergerak naik melanjutkan
trend. Saat harga naik di atas swing high terakhir, maka kita menambah posisi sebesar 5 lot (BUY #2).
Demikian juga saat harga kembali naik di atas swing high berikutnya maka kita menambah posisi lagi
sebesar 5 lot (BUY #3). Dengan demikian kita memiliki posisi sebanyak 15 lot.
Alasan utama trader melakukan averaging up adalah memanfaatkan trend. Saat posisi sedang profit
dan harga terus bergerak searah dengan trend maka trader akan memanfaatkan momentum tersebut
dengan menambah posisi sehingga profit yang didapat akan lebih besar.
Namun dalam melakukan averaging up perlu diperhatikan resiko yang mungkin terjadi. Sama seperti
pada averaging down, pada averaging up ini tidak ada jaminan harga akan terus bergerak naik. Trend
memiliki kemungkinan untuk berakhir. Saat harga bergerak dalam trend sekalipun masih dapat terjadi
retracement, yaitu pergerakan harga berlawanan arah dengan trend yang cukup panjang. Ini dapat
membuat kita kehilangan profit yang sudah didapat.
PENERAPAN AVERAGING
Trader yang melakukan teknik averaging ini biasanya memilih salah satu. Bagi yang menggunakan
averaging down maka tidak menggunakan averaging up. Begitu pula sebaliknya, bagi yang
menggunakan averaging up maka tidak akan menggunakan averaging down. Hal ini disebabkan karena
kedua teknik averaging ini saling bertolak belakang, yang satu menambah posisi saat profit sedangkan
satu lagi menambah posisi saat loss.
Manakah yang benar? Para pengguna averaging down menganggap cara mereka paling tepat karena
terus membeli saat harga murah. Sedangkan para pengguna averaging up berargumen apa yang mereka
lakukan sudah tepat karena mereka sedang dalam posisi yang sudah menghasilkan profit. Kedua teknik
averaging ini memang memiliki kelebihan masing-masing.
Dalam menggunakan averaging, yang patut kita ingat adalah resikonya. Kedua teknik averaging ini
tidak mengurangi resiko dan malah menambah resiko karena besarnya posisi yang ditambahkan.
Trader yang memiliki sikap risk averse (menghindari resiko) sebaiknya tidak memilih teknik ini.
Terlebih lagi dalam averaging down, resiko ini semakin besar karena kita menambah posisi yang
sedang loss. Oleh sebab itu ada sebagian trader yang tidak menyarankan menggunakan averaging
down ini. Seperti pada contoh di bawah ini, setelah mengambil posisi awal, kita melakukan dua kali
averaging down. Setelah melakukan dua kali averaging down ini harga malah turun dengan tajam dan
membuat gap down. Dengan penurunan seperti ini diperlukan waktu cukup lama untuk harga kembali
naik mencapai breakeven.
Jika kita melakukan teknik averaging down ini, berikut beberapa hal yang dapat menjadi panduan.
Karena averaging down ini sangat beresiko maka kita perlu melihat kondisi pasar secara umum
terlebih dahulu. Jika kita melakukan averaging down setelah mengambil posisi buy, maka kita
harus memastikan kondisi pasar secara umum dalam keadaan bullish. Saat kondisi pasar sedang
bullish maka kemungkinan saham-saham untuk kembali naik lebih besar. Sebaliknya jika kita
melakukan averaging down saat pasar sedang bearish maka kemungkinan besar harga saham akan
terus turun.
Averaging down ini lebih ditujukan untuk mempercepat mencapai breakeven daripada mengejar
profit. Oleh sebab itu jika harga mencapai titik breakeven maka lebih baik segera exit, apalagi
jika kita sudah memiliki jumlah posisi yang banyak. Kita dapat tetap memegang posisi tersebut
jika memang posisi yang diambil setelah averaging down masih belum terlalu banyak dan juga
kondisi pasar dan signal technical analysis mendukung.
Saat melakukan averaging down kita perlu tetap menentukan stop loss. Saat mencapai stop loss
ini kita harus exit dan bukannya malah melakukan averaging down kembali. Ini bertujuan untuk
menghindarkan kita dari loss yang semakin besar.
Saat melakukan averaging down kita perlu melihat adanya level support atau resistance. Saat
kita melakukan buy dan kemudian melakukan averaging down, maka probabilitas averaging
down akan berhasil jika kita mengambil posisi untuk averaging down pada area support.
Sebagai contoh pada chart di bawah ini kita mengambil posisi awal saat harga akan menutup gap
down yang terjadi beberapa hari sebelumnya (#1). Setelah kita mengambil posisi harga malah
bergerak turun menuju moving average 50 (50 SMA). Saat uptrend cukup kuat, harga biasanya akan
mengalami rebound saat mencapai 50 SMA ini. Saat kita melihat tanda-tanda harga akan rebound
maka kita dapat melakukan averaging down (#2). Dalam contoh ini kita dapat terus memegang posisi
meskipun sudah breakeven karena jarak yang tidak terlalu jauh dan averaging down baru dilakukan
satu kali. Pada averaging down ini kita harus tetap menempatkan stop loss, yaitu sedikit di bawah 50
SMA.
Averaging down sebaiknya hanya dilakukan jika masih ada position sizing yang tersisa untuk transaksi
tersebut. Sebagai contoh jika resiko maksimum per transaksi setara dengan dua lot dan saat awal kita
hanya mengambil posisi satu lot. Saat harga kemudian turun, kita masih dapat melakukan averaging
down karena masih terdapat sisa satu lot untuk transaksi tersebut. Jadi di sini averaging down tidak
akan menambah resiko modal account kita karena modal yang digunakan masih dalam batas resiko
maksimum per transaksi.
Dalam melakukan averaging up position sizing ini tetap perlu dilakukan karena tidak ada jaminan
trend akan terus berlanjut. Oleh sebab itu jika kita ingin melakukan averaging up ini saat awal kita
tidak mengambil seluruh posisi. Misalkan berdasarkan position sizing maksimal posisi yang diambil
sebesar 10 lot. Saat pertama kali mengambil posisi maka kita hanya mengambil sebesar 5 lot. Saat
posisi tersebut berjalan sesuai arah yang diprediksi dan menghasilkan profit maka kita dapat
menambah lagi 5 lot.
Saat menggunakan averaging up ini besar position sizing dapat bervariasi. Kita dapat membagi rata
posisi seperti pada contoh di atas. Selain itu dapat pula kita mengambil posisi awal lebih banyak
sehingga berikutnya posisi yang diambil lebih sedikit. Misalnya saat awal kita mengambil posisi
sebesar 50%. Berikutnya kita melakukan averaging up dengan mengambil posisi sebesar 30% dan
kemudian 20%. Alasan besar posisi yang diambil semakin lama semakin kecil karena harga sudah
bergerak cukup jauh sehingga resiko harga untuk berbalik arah semakin besar.
PYRAMIDING
Dengan menggunakan averaging up dan trailing stop maka kita dapat mengubah posisi yang kecil
menjadi besar dengan resiko yang sama. Teknik ini disebut dengan pyramiding. Dalam pyramiding ini
kita menggunakan trailing stop saat harga bergerak sesuai dengan arah yang kita prediksi untuk
mengunci profit dan diikuti dengan penambahan posisi. Pada dasarnya resiko pada transaksi tersebut
akan tetap sama atau bahkan berkurang karena kita telah mengunci profit, namun potensi profit secara
keseluruhan akan meningkat seiring dengan bertambah besarnya posisi yang kita miliki.
Untuk melakukan pyramiding ini target harga harus cukup panjang sehingga ada ruang untuk melakukan
pyramiding. Sebagai contoh misalnya kita melakukan buy pada harga 5000 dengan target pada 5750.
Stop loss kita tempatkan pada 4750 sehingga resiko per lembar saham adalah 250. Jika kita membeli
sebanyak 10 lot (1000 lembar) maka resiko keseluruhan pada transaksi ini adalah 250.000.
Saat harga kemudian naik sampai 5250, maka kita melakukan averaging up dengan menambah posisi
sebanyak 10 lot. Stop loss untuk kedua posisi ini pada 5000. Untuk posisi pertama dimana kita beli
pada 5000, dengan stop loss pada 5000 ini maka posisi pertama ini telah mencapai breakeven.
Dengan sudah tidak adanya resiko pada transaksi pertama, maka meskipun kita menambah 10 lot lagi
resiko pada transaksi ini tetap 250.000, yaitu resiko untuk posisi kedua saja.
Resiko posisi 1 = (5000 - 5250) x 1000 = -250.000 (resiko negatif berarti posisi ini sudah
profit)
Saat harga akhirnya mencapai target pada 5750 maka profit kita jauh lebih besar jika dibandingkan
kita tidak melakukan pyramiding. Jika kita tidak melakukan pyramiding, posisi kita hanya sebesar 10
lot sehingga profit yang didapat sebesar 750.000 (750 x 1000). Namun jika melakukan pyramiding,
profit kita adalah sebesar 1.500.000 atau dua kali lipat daripada posisi tanpa melakukan pyramiding.
Dalam melakukan pyramiding, pemindahan stop loss harus kita perhatikan. Kita harus memberikan
cukup ruang bagi harga untuk bergerak. Jika tidak, saat terjadi pullback maka harga akan mengenai
stop loss sehingga seluruh posisi kita akan exit. Ini adalah resiko melakukan pyramiding. Oleh sebab
itu, pyramiding ini hanya kita lakukan jika kita yakin harga akan bergerak dalam trend yang kuat. Ini
untuk mengurangi resiko harga berbalik arah cukup jauh dan kemudian mengenai stop loss yang telah
kita tentukan.
BAB 6 COMPOUNDING
Money management tidak bermaksud untuk membatasi trader dalam menghasilkan profit. Money
management berusaha menghasilkan profit optimal dengan memperhitungkan resiko. Melalui teknik
yang disebut compounding, malah trader dapat menghasilkan profit yang jauh lebih besar. Dengan
menerapkan risk dan money management yang tepat serta menggunakan kekuatan compounding maka
trader dapat meningkatkan besar account mereka secara signifikan dalam jangka waktu tertentu.
Albert Einstein mengatakan bahwa compounding adalah keajaiban dunia ke-8. Compounding ini salah
satu resep untuk mencapai kemakmuran.
TEKNIK COMPOUNDING
Dalam trading, compounding terjadi saat profit yang didapat diinvestasikan kembali ke dalam account
sehingga memperbesar account dan nantinya juga akan memperbesar profit. Ini terus dilakukan
berulang sehingga terdapat pertumbuhan account yang signifikan.
Sebagai contoh kita memiliki account dengan modal sebesar 100 juta dan mendapat profit 20% dalam
satu tahun. Jika profit kita tarik dan memutuskan tetap dengan trading awal maka profit kita tetap 20
juta setiap tahunnya jika kita mendapat profit sebesar 20% setiap tahun. Jika kita memutuskan profit
tersebut digunakan kembali untuk trading, dengan profit sebesar 20 juta maka account kita menjadi
120 juta. Jika pada tahun berikutnya kita kembali mendapat profit 20% maka profit yang kita
dapatkan pada tahun kedua ini lebih besar, yaitu 24 juta.
Pada tabel berikut ini terdapat contoh bagaimana melakukan compunding dengan modal awal 1000
dan profit setiap tahun 10%. Profit yang didapat kemudian dimasukkan kembali ke dalam account.
Pada tahun pertama account trader akan menjadi 1100, pada tahun kedua menjadi 1210, demikian
seterusnya. Setelah lebih dari 7 tahun maka account kita akan naik 100% menjadi 2000. Pada tahun ke
dua belas account kita sudah naik 200% menjadi 3000.
Semakin besar profit yang kita dapat tiap tahunnya maka semakin cepat perkembangan account kita.
Seperti pada contoh tabel di bawah ini kita menggunakan persentase profit sebesar 20%. Dalam
waktu 4 tahun kita sudah menggandakan modal kita. Dalam jangka waktu kurang dari 7 tahun modal
kita sudah meningkat 200%.
Teknik compounding ini tidak harus dilakukan berdasar hitungan tahun. Kita dapat melakukan
compounding berdasar bulan, minggu, bahkan hari. Sebagai contoh kita dapat melakukan
compounding berdasar bulan. Setelah 1 bulan maka profit yang kita dapat ditambahkan ke modal untuk
ditradingkan kembali. Pada dua contoh tabel di atas, jika kita menggunakan bulan maka hasil yang
didapat sama namun dengan waktu yang lebih cepat. Jika kita mampu profit 10% setiap bulan dan
kemudian melakukan compounding, pada bulan ke-8 maka account kita sudah berlipat ganda dan
setelah satu tahun modal yang kita miliki sudah meningkat 200%.
APLIKASI COMPOUNDING
Untuk menerapkan teknik compounding ini ada satu hal yang harus kita dapatkan terlebih dahulu, yaitu
konsistensi. Compounding ini akan berhasil jika kita bisa konsisten menghasilkan profit. Jika
terkadang kita profit dan terkadang loss maka account kita tidak akan meningkat. Oleh sebab itu
biasanya trader pemula banyak yang gagal menerapkan teknik compounding ini karena kebanyakan
trader pemula tidak bisa konsisten menghasilkan profit.
Selain konsistensi, kita perlu bersikap realistis dalam menerapkan teknik compounding ini. Kita
jangan mengharapkan target yang tidak realistis, seperti mengubah $100 menjadi $1.000.000 dengan
trading forex dalam jangka waktu tertentu. Secara teori, dengan teknik compounding hal tersebut bisa
dilakukan. Namun dalam prosesnya hal tersebut tidak mudah. Semakin besar target kita maka kita akan
memperbesar target persentase profit yang kita dapatkan. Selain itu kita juga akan mempercepat
compounding, misalnya dari compounding bulanan menjadi compounding harian. Trader yang sangat
berambisi dapat menggabungkan keduanya. Saat kita terlalu fokus pada uang maka ini dapat menjadi
masalah dan mempengaruhi hasil trading.
Teknik compounding ini sebenarnya bertujuan untuk membantu trader. Dengan melakukan
compounding kita tidak harus trading dengan modal yang besar untuk mendapat profit yang besar. Kita
dapat memulai dengan modal yang kecil dan kemudian terus meningkat dengan melakukan
compounding.
Selain itu teknik compounding juga meringankan kerja trader. Melalui teknik compounding ini kita
akan mendapat profit yang besar meskipun persentase profit relatif kecil. Seperti pada contoh tabel di
atas dengan compounding kita bisa meningkatkan account kita sebesar 200% dalam jangka waktu 12
bulan dengan profit tiap bulan sebesar 10%. Jika kita tidak menggunakan compounding untuk
meningkatkan account kita sebesar 200% maka kita harus mendapat profit sebesar 16% lebih tiap
bulannya. Pada prinsipnya persentase profit yang lebih kecil mudah dicapai daripada persentase
profit yang besar sehingga trading kita relatif lebih ringan.
Dalam melakukan compounding ini tentunya ada resiko. Karena profit dimasukkan kembali ke dalam
account untuk ditradingkan sehingga jika mengalami kerugian yang signifikan maka loss ini cukup
besar. Hasil profit kita selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun dapat hilang. Oleh sebab
itu kita perlu menetapkan berapa persentase profit yang digunakan untuk compounding. Kelebihan
profit kita tarik sehingga kita dapat menikmatinya. Misalnya kita menetapkan 5% tiap bulan untuk
compounding, jika profit sebesar 11% maka yang 5% digunakan untuk compounding dan yang 6% kita
tarik.
BAB 7 REWARD VERSUS RISK
Sun Tzu, jenderal militer dari china yang terkenal sebagai ahli strategi, mengatakan bahwa
pertempuran dimenangkan sebelum pertempuran itu terjadi. Ini mengacu pada pentingnya perencanaan
dalam melakukan segala sesuatu. Perencanaan ini dapat menjadi pembeda antara pemenang dan
pecundang.
Dalam money management, pengelolaan dan perencanaan resiko atau risk management sangat penting
dan berpengaruh pada keberhasilan trader. Trader harus mengontrol resiko sehingga resiko ini tidak
membuat trader menderita loss yang besar yang berpengaruh signifikan pada account yang dimiliki.
Dalam mengelola resiko ini trader harus memperhatikan risk dan reward dari posisi yang diambil.
Reward = Potensi Profit. Reward ini adalah jarak antara harga saat entri dengan target harga.
Reward ini adalah profit yang diharapkan akan didapat oleh trader jika harga bergerak sesuai arah
yang diprediksi.
Risk = Potensi Loss. Risk di sini bukanlah jumlah uang yang diinvestasikan untuk membeli saham
atau instrumen lainnya. Risk di sini adalah jumlah loss yang akan diderita oleh trader jika harga
bergerak berlawanan arah dengan prediksi trader semula. Oleh sebab itu risk ini adalah jarak entri
dengan harga dimana trader menempatkan stop loss.
Untuk menghitung reward risk ratio kita tinggal membagi potensi reward dengan potensi loss. Sebagai
contoh jika entri pada harga 1000 dan target pada harga 2000, maka potensi reward adalah 1000
(2000 - 1000). Sedangkan potensi loss adalah 500 (1000 - 500). Dengan demikian reward risk ratio
adalah 1000 : 500 = 2.
Besar reward risk ratio 2 berarti potensi reward dua kali lipat dari potensi loss. Jika besar reward
risk ratio di atas 1 berarti potensi reward lebih besar dari potensi loss. Besar reward risk ratio 1
berarti potensi reward sama dengan besar potensi loss. Sedangkan jika besar reward risk ratio di
bawah 1 berarti besar potensi reward lebih rendah dari potensi loss.
Dalam trading secara riil, hasil yang didapat tidak akan selalu sama persis dengan contoh tabel di
atas. Reward risk ratio ini sebagai acuan saja dan dalam pelaksanaannya trader tidak selalu mendapat
hasil sama seperti reward risk ratio. Sebagai contoh pada chart di bawah ini misalnya kita
menetapkan target pada resistance. Saat hampir mencapai resistance harga kemudian berbalik arah
sehingga belum sempat mencapai target reward kita. Jika terjadi seperti ini dan kemudian kita
memutuskan exit saat harga mulai turun maka reward kita tidak tidak akan sama dengan reward risk
ratio yang kita rencanakan. Selain itu dapat terjadi pula sebaliknya, yaitu profit yang didapat lebih
besar dari reward yang kita rencanakan jika kondisi mendukung.
Reward risk ratio ini berkaitan juga dengan lama memegang posisi. Pada umumnya posisi trading
dengan reward risk ratio yang lebih besar akan lebih lama daripada posisi trading dengan reward risk
ratio yang lebih kecil. Kelemahan memakai reward yang lebih besar ini secara statistik lebih sulit
tercapai. Sebagai contoh harga lebih mudah bergerak naik 100 rupiah daripada bergerak naik 500
rupiah. Oleh sebab itu jika kita trading dengan reward risk ratio yang besar maka kita harus memilih
setup dengan probabilitas tinggi.
Selain melihat melihat reward risk ratio, dalam memilih atau membuat strategi trading kita harus
memperhitungkan win loss ratio. Kita dapat memperoleh win loss ratio berdasar data histori transaksi
yang menggunakan strategi tersebut atau kita melakukan testing atau demo trading menggunakan
strategi tersebut. Hasil dari win loss ratio inilah yang kita gunakan sebagai acuan bersama dengan
reward risk ratio untuk melihat profitabilitas strategi trading.
Win loss ratio sangat penting dalam melihat profitabilitas strategi trading. Strategi dengan reward risk
ratio yang besar belum tentu profitable. Sebagai contoh strategi dengan reward risk ratio 2:1 belum
profitable jika win loss ratio hanya 30% atau dibawahnya. Sebaliknya pula, strategi dengan reward
risk ratio kecil tetap bisa profitable jika memiliki win loss ratio dengan persentase besar. Misalnya
strategi dengan reward risk ratio 1:2 tetap profitable jika memiliki win loss ratio 70% atau lebih.
Oleh sebab itu dalam memilih strategi trading ini kita harus memperhitungan besarnya reward risk
ratio dan win loss ratio dan memilih strategi yang menghasilkan profit paling besar.
Trader yang melakukan intraday trading dapat dibagi menjadi tiga, yaitu intraday trader, day trader,
dan scalper. Intraday trader adalah trader yang membuka dan menutup posisi berdasar intraday chart.
Day trader mirip dengan intraday trader namun saat sesi perdagangan pada hari itu berakhir mereka
juga menutup posisi. Day trader tidak membiarkan posisi terbuka saat pasar tutup. Inilah yang
membedakan dengan intraday trader. Scalper adalah trader yang memanfaatkan pergerakan harga
dalam jangka sangat pendek. Mereka memegang posisi hanya selama beberapa menit atau beberapa
detik saja.
Bagi intraday trader dan day trader mereka tetap bisa menggunakan reward risk ratio dengan reward
yang lebih besar dari risk. Dengan reward risk ratio yang besar ini akan "meringankan" kerja trader.
Pendeknya waktu memegang posisi tidak menjadi masalah karena trader juga menggunakan time frame
yang pendek. Dalam trading menggunakan intraday chart ini reward dan risk ditetapkan berdasar time
frame yang digunakan. Seperti pada contoh di bawah reward dan risk menggunakan time frame 5
minute. Hanya saja bagi day trader yang selalu menutup posisi saat pasar akan tutup maka saat
transaksi terakhir mereka akan menutup posisi walaupun target reward belum tercapai.
Bagi scalper yang memegang posisi dalam jangka waktu yang sangat pendek biasanya reward risk
ratio relatif kecil. Pada umumnya risk lebih kecil daripada reward karena prinsip dasar scalper ini
adalah lebih mudah mendapat profit dalam jumlah kecil daripada profit dalam jumlah besar.
Meskipun begitu, bagi para scalper sebaiknya diusahakan reward risk ratio mencapai atau mendekat
1:1 sehingga lebih mempermudah trading yang dilakukan. Karena kecilnya reward risk ratio ini maka
bagi scalper win loss ratio sangat berperan penting.
BAB 8 PENUTUP
Teknik dalam money management yang sudah dibahas dapat dibagi ke dalam dua tujuan, yaitu untuk
melindungi modal dan meningkatkan profit. Pengetahuan tentang modal, drawdown, diversifikasi, dan
position sizing cenderung berkaitan dengan melindungi modal. Sedangkan margin dan leverage, teknik
averaging dan pyramiding, serta compounding cenderung bertujuan untuk meningkatkan profit. Untuk
reward risk ratio memiliki tujuan untuk melindungi modal dan juga meningkatkan profit.
Selain teknik-teknik money management tersebut, ada cara-cara lain yang dapat mengurangi resiko
dan meningkatkan profit. Cara lain tersebut yaitu:
Trading menggunakan strategi dengan probabilitas tinggi - Trading dengan probabilitas tinggi
akan mengurangi resiko dan meningkatkan profit.
Jangan melawan trend - Trader biasanya akan mendapatkan hasil yang lebih baik saat trading
searah dengan trend.
Buat aturan & petunjuk trading - Aturan untuk mengelola trading seharusnya dibuat tertulis dan
juga dipatuhi. Trader yang terbiasa mengikuti aturan cenderung lebih disilpin dan berhasil
daripada mereka yang tidak mengikuti aturan.
Dalam pemilihan mana teknik-teknik money management yang digunakan akan tergantung bagaimana
trader melihat resiko. Secara garis besar trader dapat dibagi menjadi risk averse dan risk taker.
Trader yang memiliki sifat risk averse akan menghindari resiko sedangkan trader yang memiliki sifat
risk taker akan menyukai resiko.
Trader yang memiliki sifat risk averse akan mengutamakan teknik-teknik money management yang
berkaitan dengan perlindungan modal. Mereka akan menghindari teknik-teknik meningkatkan profit
yang beresiko. Sebaliknya trader yang memiliki sifat risk taker akan lebih menyukai teknik money
management yang bersifat meningkatkan profit. Mereka memiliki kecenderungan mengabaikan teknik-
teknik yang berkaitan dengan pengamanan modal.
Bagaimanapun pandangan kita terhadap resiko, yang pertama harus kita perhatikan adalah bagaimana
mengamankan modal, apalagi jika kita masih trader pemula. Ini dulu yang harus dikuasai. Karena
prinsipnya jika sudah tidak memiliki modal maka kita tidak akan bisa mendapatkan profit. Jika kita
sudah konsisten dalam trading maka barulah kita memikirkan bagaimana meningkatkan profit. Namun
dalam penggunaan teknik ini tetap perlu kita perhatikan resiko yang timbul.
Dengan kombinasi money management, pengetahuan akan technical analysis, strategi trading yang
tepat, serta kedisiplinan maka trader dapat meraih sukses dalam trading.