Anda di halaman 1dari 3

Semaraknya Jual Beli Online Dimasa Pandemi

Oleh: Anisa

Pandemi Covid-19 merupakan virus mematikan yang muncul diawal bulan Maret
yang menggemparkan penduduk diseluruh penjuru dunia termasuk Negara Indonesia. Virus
yang sampai saat ini masih disegani setiap Negara karna terjangkitnya virus ini yang menular
tak kasat mata, bahkan gejalanya pun susah diterka karna gejala nya yang hampir sama
dengan demam biasa. Ada berbagai upaya untuk melindungi diri dan orang sekitar dari virus
ini seperti menggunakan masker, jaga jarak dan berdiam diri di Rumah jika tidak ada
keperluan yang urgent. Namun tak ayal nya banyak dari individu yang kurang mengindahkan
protokol pemerintah sehingga tercatap pasien positif Covid-19 mencapai 7.199 dalam kurun
waktu 24 jam. Sampai saat ini tercatat jumlah positif pasien Covid-19 mencapai 692.838.
(Jakarta, Kompas.com: Haryanti Puspa Sari/24 Desember 2020).

Pandemi Covid-19 yang berasal dari wuhan-China telah membawa banyak perubahan
pda pola hidup setiap penduduk diseluruh negara termasuk penduduk Indonesia. Dampak dari
Pandemi Covid-19 juga tidak bisa dipandang sebelah mata karna perubahan pola hidup yang
harus diadaptasi oleh setiap individu. Stay At Home adalah salah satu upaya untuk memutus
mata rantai Pandemi Covid-19 dan New Normal adalah upaya untuk menormalkan keadaan
yang sebenarnya jauh dari kenormalan.

Istilah Stay At Home adalah istilah yang mungkin ringan di dengar namun sulit
dibiasakan terutama bagi para individu yang terbiasa dengan keaktifan sehari-hari dan
berbagai kegiatan untuk menyibukkan diri baik pengusahawan, pelajar dari berbagai tingkat,
pengajar dari setiap tingat, seluruh element penduduk termasuk juga para pedagang yang
paling merasakan dampak dari Pandemi Covid-19 karna pendapatan yang sangat bergantung
pada penjualan terhadap konsumen.

Problema Pandemi Covid-19 banyak menimbulkan keterpurukan pengasilan yang


terputus. namun keadaan bukan untuk dijadikan sandaran matinya kehidupan, karna selama
akal tetap berfungsi stetment juga akan muncul seiring keadaan. Pandemi Covid-19 adalah
zaman dimana individu dipaksa untuk berfikir kreatif dengan memanfaatkan istilah Stay At
Home dan memaksimalkan New Normal. Martketplace adalah istilah lama “jualan online”
yang hadir pada tahun 2005 seperti aplikasi Shope, Lazada dan bebagai aplikasi lainnya,
namun pengguna Martketplace masih sangat minim. Ditambah lagi pengguna digital yang
masih sedikit dan kurang fahamnya konsumen terhadap Martketplace yang dikenal dengan
Gagap Teknologi.

Pandemi Covid-19 kembali berperan dalam hal positif karna setiap kegiatan
dilangsungkan dengan serba digital termasuk dalam hal perdagangan. Pengguna digital juga
mengalami kruss peningkatan yang sangat luar biasa sehingga juga berdampak pada
Martketplace / jualan online. Problema pandemi yang menyebabkan pedagang kebingunngan
menjual dagangannya, jualan nline menjadi sarana ampuh untuk tetap menyalurkan barang
dagangan dengan sistem negosiasi di dunia maya ada juga penjualan dengan harga yang
sudah tidak bisa dinegosiasi. Keadaan ini menjadikan penjualan online semakin meningkat.

Badan Pusat Statistik mencatat penjualan online yang melonjak tajam selama pandemi
covid-19 Menurut laporan "Tinjauan Big Data Terhadap Dampak Covid-19 2020" yang
disusun oleh Badan Pusat Statistik (BPS), penjualan online pada masa pandemi ini malah
melonjak tajam bila dibandingkan dengan penjualan di bulan Januari 2020. Serta transakri
pada 2020 dimasa pandemi juga meningkat tajam nencapai 400% dan yang paling meningkat
penjualan online adalah makanan yang tercatat 1070% ( Bidara pink/ staff BPS: selasa, 02
Juni 2020)

Pandemi Covid-19 kini menjadi momentum untuk seluruh pedagang di Indoneisa


yang juga menjadi peluang. Sehingga penjual online diindonesia semakin meningkat disemua
kalangan baik yang memang asalnya seorang pedagang atau yang sekedar mencari
peruntungan dari jualan beli online. Seperti mahasiswa yang baru-baru ini mulai aktif dalam
jualan online sembari memanfaatkan sistem kuliah yang dilaksanakan virtual. berbagai
produk ditawarkan yang dishare di story Whatshapp, Facebook dan lain-lain. Dengan
berbagai sistem transaksi baik COD atau dengan jasa ongkir untuk memanfaatkan sistem
kuliah yang dilaksanakan virtual. Tidak kalah dengan cara Ibu Ibu rumah tangga yang juga
mengikuti alur penjualan online dengan berbagai bahan dan jenis yang dijual baik bahan
mentah, makanan jadi, serta sejenis pakaian yang trend dimasa kini.

Disamping ada nilai positif dalam jualan online untuk menertalkan keadaan yang
telah mengalami perubahan pola perdagangan. Namun konsumen perlu bersikap hati-hati
pada jual beli online karna semaraknya jualan online yang menjadi peluang juga bisa menjadi
peluang para individu atau kelompok yang tidak bertanggung jawab dan memanfaatkan
situasi semaraknya jualan online . berlagat seperti orang yang menyalurkan barang dagangan
dengan bebagai modus padahal orang tersebut hanya menipu konsumennya dengan berbagai
produk yang bagus sistem sistem bayar diawal akan menjadi malapetaka para pembeli yang
tidak pandai dalam pilah pilih subjek penjual.

Adanya penipuan online juga bukan hal baru Sepanjang 2019, Direktorat Tindak
Pidana Siber Bareskrim mencatat 1.617 kasus penipuan online. Rinciannya, sebanyak 534
kasus terjadi di Instagram, 413 di Whatsapp, dan sisanya 304 kasus terjadi di Facebook.
(Liputan6.com Pipit Ika Ramadhani: 29 September 2020) pada tahun 2020 kasus penipuan
online juga semakin meningkat. Sejak Januari hingga September 2020, penipuan online
berada di posisi kedua teratas. Sekitar 28,7% kejahatan siber.
Penjualan online yang meningkat untuk mebantu para pedagang menyalurkan barang
dagangannya. Konsumen juga harus pandai-pandai dalam memilah dan memilih produk serta
subjek yang dibeli. Serta penjual juga harus menanamkan sifat kejujurn dan rasa tanggung
jawab agar tingkat penipuan jual beli tidak terus meningkat serta untuk menjaga eksistensi
pedagang online yang merupakan sumber utama mata pencaharian.
Penulis:Mahasiswa IAIN Pontianak

Anda mungkin juga menyukai