Anda di halaman 1dari 43

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIKA PADA MATERI ARITMETIKA, ALJABAR,

STATISTIKA, DAN GEOMETRI

Proposal ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia

Dosen pengampu: Ade Anggraini Kartika Devi, M.Pd.

Disusun Oleh:

Siti Salwa Sayyidah (2225200011)

PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia,

pertolongan beserta rahmat-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan

proposal penelitian dengan judul “Analisis Kesulitan Siswa dalam Pemecahan

Masalah Matematika Pada Materi Aritmetika, Aljabar, Statistika, dan Geometri”.

Penyusunan proposal penelitian ini merupakan salah satu syarat yang harus

dipenuhi mahasiswa semester satu Program Studi S-1 Pendidikan Matematika

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ade Anggraini Kartika

Devi, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah

memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan

penyusun, sesuia dengan mata kuliah yang ditekuni.

Penyusun menyadari adanya keterbatasan di dalam penyusunan tugas

akhir ini. Besar harapan penyusun akan kritik dan saran yang bersifat

membangun. Akhirnya penyusun berharap agar proposal ini dapat bermanfaat

bagi penyusun dan bagi pembaca sekalian.

Serang, 28 Desember 2020

Penyusun

(Siti Salwa Sayyidah)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 6

D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 6

BAB II KAJIAN TEORI .................................................................................. 7

A. Pemecahan Masalah Matematika .................................................... 7

B. Analisis Kesulitan........................................................................... 8

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 11

A. Jenis Penelitian ............................................................................... 11

B. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 11

C. Populasi dan Sampel ....................................................................... 11

D. Jenis dan Sumber Data.................................................................... 12

E. Analisis Data .................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 26

LAMPIRAN .................................................................................................... 27

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah salah satu jalan untuk mencapai cita-cita bangsa

yang terkandung pada Pembukaan UUD 1945 "… mencerdaskan

kehidupan bangsa …." Menurut Undang-Undang No. 23 tahun 2003,

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara. Ki Hajar Dewantara (Ihsan, 2016) menyatakan bahwa, pendidikan

adalah suatu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Maksudnya

ialah bahwa pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada

peserta didik agar sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat

mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup yang setinggi-tingginya.

Matematika adalah suatu bentuk aktivitas manusia “(mathematic

as a human activity)”. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di

sekolah dinilai sangat memegang peranan rasional, kritis, cermat, efektif,

dan efisien. Oleh karena itu, pengetahuan matematika harus dikuasai

sedini mungkin oleh siswa (Nadar, 2016). Matematika merupakan salah

satu pelajaran yang diajarkan kepada siswa dari jenjang Sekolah Dasar,

Sekolah Menengah, dan Perguruan Tinggi. Matematika juga dapat

1
digunakan untuk menganalisa, memecahkan dan menyederhanakan suatu

problematika.

Matematika bermanfaat untuk menyelesaikan masalah karena

matematika adalah bahasa universal yang menjadi dasar berbagai hal-hal

yang ada di dunia. Matematika membantu kita memahami model pola

yang ada di sekitar kita. Di masa purba, nenek moyang manusia mencatat

benda-benda yang muncul di langit. Kemudian berbagai bentuk yang

ditemukan, mulai dari kotak, lingkaran, hingga segitiga gunung pun, dapat

kita kenali berkat matematika. Matematika adalah dasar bagi ilmu lainnya

mulai dari fisika, biologi, kedokteran, teknologi dan informasi, ekonomi,

akuntansi, manajemen, bahkan sejarah pun menggunakan matematika.

Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah suatu

keterampilan pada diri peserta didik agar mampu menggunakan kegiatan

matematik untuk memecahkan masalah dalam matematika, masalah dalam

ilmu lain dan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Soedjadi, 1994:36).

Kemampuan pemecahan masalah amatlah penting dalam matematika,

bukan saja bagi mereka yang di kemudian hari akan mendalami atau

mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan

menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari

(Ruseffendi, 2006: 341). Sehingga kemampuan pemecahan masalah ini

sangat penting untuk diterapkan dalam bidang matematika dan juga

implementasi dalam dunia sehari-hari (bidang studi lainnya). Seperti

pernyataan Cockroft (Dewi, dkk., 2019) “It would be very difficult –

2
perhaps imposible – to live a normal life very many parts of the world in

the twentieth century without making see use of mathematics of some

kind”, yang berarti bahwa dalam menjalani kehidupan di abad ke-20 ini

tidak akan mungkin jika tanpa memanfaatkan matematika dalam berbagai

bidang.

Dalam NCTM 2000, disebutkan bahwa terdapat lima kemampuan

dasar matematika yang merupakan standar proses (Nadar, 2016) yakni

pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan bukti (reasoning

and proof), komunikasi (communication), koneksi (connections),

representasi (representation). Dengan mengacu pada lima standar

kemampuan NCTM di atas, maka dalam tujuan pembelajaran matematika

yang ditetapkan dalam Kurikulum 2006 yang dikeluarkan Depdiknas pada

hakekatnya meliputi: 1) koneksi antar konsep dalam matematika dan

penggunaannya dalam memecahkan masalah, 2) penalaran, 3) pemecahan

masalah, 4) komunikasi dan representasi, dan 5) faktor afektif. Mata

pelajaran matematika di sekolah pada satuan pendidikan SMP/MTs meliputi

materi aritmetika, aljabar, statistika, dan geometri.

Kesulitan belajar merupakan suatu keadaan dimana peserta didik

tidak dapat belajar secara baik, disebabkan adanya ancaman, hambatan

maupun gangguan dalam belajar (Djamarah, 2011). Hamalik (2006)

menyatakan bahwa jika siswa mengalami kegagalan atau kemunduran

dalam hasil belajar, hal itu berarti ada kesulitan yang dihadapi selama

pembelajaran. Sebagian siswa juga menyatakan bahwa matematika adalah

3
pelajaran yang sulit seperti pernyataan dari Cooney & Cotton (Mahdayani,

2016) mengatakan beberapa peserta didik memandang matematika sebagai

hal yang menarik, sedangkan sebagian lagi memandang matematika

sebagai hal yang membosankan. Menurut Natawidjaja, Irham dan Wiyani

(Mahdayani, 2016), faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar dapat

berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi

inteligensi/kemampuan intelektual, perasaan dan kepercayaan diri,

kematangan untuk belajar, usia, jenis kelamin, kebiasaan belajar,

kemampuan mengingat, kemampuan mengindera, kurangnya bakat

khusus, kurangnya motivasi, situasi pribadi (emosi), faktor jasmaniah, dan

faktor bawaan (buta warna, kidal, dan cacat tubuh). Faktor eksternal

meliputi faktor lingkungan sekolah (sikap guru, cara mengajar, situasi

sosial, ruang belajar, dan waktu belajar), situasi dalam keluarga peserta

didik (sikap orang tua), kualitas pembelajaran, fasilitas pembelajaran, dan

lingkungan sosial.

Dari faktor-faktor yang menyebabkan siswa kesulitan dalam

belajar dan memecahkan masalah matematika dapat dikelompokan

menjadi dua yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri

siswa. Faktor dari dalam diri siswa berkaitan dengan menyangkut bagian

dalam diri seorang siswa tersebut (dari segi fisik, psikis, emosional,

motivasi diri, maupun penguasaan materi matematika). Faktor dari luar

siswa yakni yang berkaitan dengan lingkungan (sosial dan keluarga),

budaya, dan kebijakan (pemerintah dan sekolah). Faktor-faktor kesulitan

4
yang diperhatikan dalam penelitian ini adalah faktor kesulitan pemecahan

masalah matematika. faktor-faktor ini tidak dapat dilihat namun dapat

ditelusuri. Dalam penelitian ini peneliti menelusuri faktor intern mengenai

hal-hal kesiapan siswa yang menjadi penyebab kesulitan pemecahan

masalah matematika dari kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal.

Berdasarkan uraian di atas, diperlukan suatu penelitian untuk

mengetahui berapa persentase siswa yang mengalami kesulitan pada tes

diagnostik yang terdiri dari 10 soal dan berapa persentase siswa yang

mengalami kesulitan pada masing-masing materi matematika seperti

aritmetika, aljabar, statistika, dan geometri jika ditinjau dari jenis kesulitan

berdasarkan langkah pemecahan masalah matematika menurut Newman

antara lain; kesulitan membaca (reading), kesulitan pe-mahaman

(comprehension), kesulitan transformasi (transformation), kesulitan ke-

terampilan proses (process skill), dan kesulitan penarikan kesimpulan

(encoding).

B. Rumusan Masalah

Pokok masalah yang diajukan dalam proposal penelitian ini

dirumuskan melalui dua pertanyaan berikut:

1. Bagaimana langkah dan persentase pemecahan masalah

matematika berlandaskan klasifikasi Newman pada materi

Aritmatika, Aljabar, Statistika dan Geometri di SMP Negeri yang

ada di kota Yogyakarta?

5
2. Apa saja faktor-faktor kesulitan siswa dalam memecahkan masalah

matematika berdasarkan wawancara kepada siswa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian

ini dapat ditentukan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui langkah dan pensentase pemecahan masalah

matematika berlandaskan klasifikasi Newman pada materi

Aritmatika, Aljabar, Statistika dan Geometri di SMP Negeri yang

ada di kota Yogyakarta

2. Untuk mengetahui lebih dalam apa yang menyebabkan siswa

kesulitan atau melakukan kesalahan dalam langkah-langkah

pemecahan masalah dengan cara mewawancarai siswa.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran

terhadap upaya peningkatan kemampuan siswa dalam mempelajari

matematika khususnya dalam pemecahan masalah pada materi

aritmetika, aljabar, statistika dan geometri.

2. Manfaat Praktis

Infomasi mengenai kesulitan-kesulitan siswa dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan guru dalam menentukan rancangan pembelajaran

untuk mengatasi kesulitan siswa dalam memecahkan masalah pada

materi aritmetika, aljabar, statistika, dan geometri.

6
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pemecahan Masalah Matematika

Kemampuan pemecahan masalah adalah suatu tindakan untuk

menyelesaikan masalah atau proses yang menggunakan kekuatan dan

manfaat matematika dalam menyelesaikan masalah, yang juga merupakan

metode penemuan solusi melalui tahap-tahap pemecahan masalah. Bisa

juga dikatakan bahwa pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan

keluar dari suatu kesulitan. Pemecahan masalah merupakan bagian dari

kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses

pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh

pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah

dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah.

Masalah dalam pembelajaran matematika merupakan pertanyaan yang

harus dijawab atau direspon. Sesuai dengan yang dikutip oleh Effandi

Zakaria berdasarkan kamus Matematika, “masalah adalah sesuatu yang

memerlukan penyelesaian, perkara, soal ataupun soalan yang memerlukan

jawaban.” Namun tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah.

Suatu pertanyaan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan

adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur

rutin yang sudah diketahui siswa.

Pada penelitian yang dilakukan Seifi, M., et.al, (2012, p.2923),

menyatakan bahwa kesulitan siswa terutama dalam pemecahan masalah

7
menurut pandangan guru disebabkan karena sulitnya siswa memahami

masalah, membuat rencana dalam penyelesaikan masalah tersebut,

menjabarkan serta mengaitkan dengan pengetahuan sebelumnya. Selain itu

siswa juga kesulitan memahami kalimat yang tertera dalam persoalan,

kurang familiar dengan permasalahan yang di suguhkan serta kurang bisa

menerapkan strategi untuk menyelesaikan permasalahan.

Jadi, bisa dikatakan bahwa kesulitan matematika akan berdampak

langsung pada pemecahan masalah matematika, sehingga siswa akan

mengalami kesulitan pemecahan masalah matematika. Dengan demikian,

ketika siswa diberikan masalah dan siswa tidak bisa menyelesaikan

masalah tersebut dengan benar maka bisa dikatakan siswa mengalami

kesulitan dalam pemecahan masalah matematika, dimana kesulitan

pemecahan masalah merupakan ketidakmampuan siswa pada satu atau

lebih langkah penyelesaian dalam memecahkan persoalan matematika.

Kesulitan pemecahan masalah matematika apabila tidak segera diatasi

dapat meng-akibatkan unjuk kerja siswa kurang cukup dan proses belajar

matematikanya akan terganggu.

B. Analisis Kesulitan

Spradley (Sugiyono, 2010:335) mengatakan bahwa analisis adalah

sebuah kegiatan untuk mencari suatu pola. Dimana analisis merupakan

cara berpikir yang berkaitan dengan pengujian secara sistematis terhadap

sesuatu untuk menentukan bagian, hubungan antar bagian dan

hubungannya dengan keseluruhan. Sementara menurut Nasution

8
(Sugiyono, 2010:334) melakukan analisis adalah pekerjaan sulit,

memerlukan kerja keras. Analisis memerlukan daya kreatif serta

kemamuan intelektual yang tinggi. Tidak ada cara tertentu yang dapat

diikuti untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari

sendiri metode yang dirasakan cocok dengan sifat penelitiannya. Bahan

yang sama bisa diklasifikasikan lain oleh peneliti yang berbeda. Mulyadi

(2010:6) mengatakan bahwa pada umumnya kesulitan merupakan suatu

kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam

kegiatan mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha lebih giat lagi

untuk dapat mengatasi.

Menurut Newman (White, 2005, p.17) mengklasifikasikan kesalahan

siswa dalam menyelesaikan soal matematika pada pemecahan masalah.

Pengklasifikasian ini dapat menunjukkan atau mendeskripsikan jenis

kesulitan yang dialami oleh siswa dalam pemecahan masalah matematika.

Berlandaskan pengklasifikasian menurut Newman tersebut maka indikator

yang digunakan dalam analisis jenis kesulitan siswa terdiri dari beberapa

tahap sebagai berikut:

a. Tahap membaca (reading level) yaitu tahap dimana siswa mampu

membaca kata kunci atau simbol pada soal sehingga siswa tidak

dapat melangkah lebih lanjut pada pola pemecahan masalah yang

tepat, atau siswa tidak dapat mambaca pertanyaan dan menuliskan

informasi-informasi apa saja yang terdapat pada soal;

9
b. Tahap memahami (comprehension level) yaitu tahap dimana siswa

mampu membaca semua kata dalam soal akan tetapi tidak

menguasai secara menyeluruh pengertian kata-kata tersebut,

sehingga siswa tidak dapat melangkah lebih lanjut pada pola

pemecahan masalah yang tepat, atau siswa tidak mengetahui apa

yang menjadi pertanyaan pada soal;

c. Tahap transformasi (transformation level) yaitu tahap dimana jika

siswa mampu memahami apa yang diinginkan soal tetapi tidak

mampu mengidentifikasi operasi dan prosedur yang dibutuhkan

untuk memecahkan masalah;

d. Tahap keterampilan proses (process skills level) yaitu tahap dimana

siswa telah mengidentifikasi operasi atau prosedur yang tepat, akan

tetapi tidak mengetahui prosedur yang diperlukan untuk

menyelesaikan operasi tersebut secara akurat;

e. Tahap pengkodean (encoding level) yaitu tahap dimana siswa telah

menemukan solusi atas permasalahan, akan tetapi salah

menentukan jawaban akhir atau tidak menyajikan jawaban dengan

tepat.

Pada penelitian ini digunakan model Newman untuk menganalisis

kesulitan siswa dalam memecahkan masalah matematika. Analisis model

Newman lebih tepat menunjukkan jenis kesulitan siswa dalam

memecahkan masalah matematika, karena di dalamnya terdapat langkah-

langkah terperinci untuk menelusur jenis kesulitan siswa.

10
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian dengan metode survei dengan

pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian

dengan metode survei karena peneliti menginginkan informasi yang

banyak dan beraneka ragam untuk mendeskripsikan fenomena/situasi dari

kelompok tertentu yaitu jenis kesulitan pemecahan masalah berdasarkan

langkah pemecahan masalah matematika. Pendekatan kuantitatif

digunakan untuk menentukan persentase jenis kesulitan berdasarkan

langkah pemecahan masalah dan persentase kesulitan berdasarkan aspek

aritmetika, aljabar, statistika, dan geometri yang dialami oleh siswa.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri di kota Yogyakata dengan

waktu penelitian 1 bulan yakni pada tanggal 24 Februari—24 Maret tahun

ajaran 2013/2014.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah siswa kelas

IX SMP Negeri di kota Yogyakarta yang berjumlah 3376 pada tahun

ajaran 2013/2014.

2. Sampel

11
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified

propotional random sampling, yakni sampel acak proposional

berstrata. Pemilihan sampel dengan stratified sampling ditentukan

dengan mengelompokkan strata sekolah berdasarkan kelompok

perolehan nilai matematika UAN tahun pembelajaran 2012/2013.

Pengelompokkan terbagi menjadi tiga kategori, yaitu tinggi, sedang

dan rendah. Sekolah dikualifikasikan berdasarkan kualifikasi tinggi

(rata-rata nilai UN ≥ 8,5), sedang ( 7,0 ≤ rata-rata nilai UN < 8,5), dan

rendah ( rata-rata nilai UN < 7,0). Berdasarkan rentang di atas dari 16

sekolah yang berkategori tinggi 6 sekolah, sedang 5 sekolah, dan

rendah 5 sekolah. Jumlah sampel pada strata tinggi sebanyak 43 siswa,

pada strata sedang sebanyak 27 siswa, dan jumlah siswa pada strata

rendah sebanyak 27 siswa. Kemudian pada setiap strata diambil

masing-masing 2 orang sampel yang memperoleh nilai di bawah 75

sebagai perwakilan untuk diwawancarai agar mengetahui lebih dalam

apa yang menjadi penyebab kesulitan pemecahan masalah matematika.

D. Jenis dan Sumber Data

1. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Tes diagnostik yang dimaksud adalah tes yang dirancang untuk

mendiagnosis kesulitan pemecahan masalah matematika siswa yang

berkaitan dengan materi aritmetika, aljabar, statistika, dan geometri.

Tes ini diberikan kepada seluruh sampel penelitian berupa tes tertulis

berbentuk uraian agar dapat merekam hasil pemecahan masalah siswa.

12
Tes diagnostik ini divalidasi menggunakan validitas isi dan validitas

ini dilakukan oleh dua orang validator. Berdasarkan validitas isi

diperoleh bahwa tes diagnostik layak untuk digunakan. Data yang

diharapkan berupa hasil pekerjaan siswa untuk memperoleh jenis

kesulitan berdasarkan langkah pemecahan masalah matematika yang

berkaitan dengan materi aritmetika, aljabar, statistika, dan geometri.

Data yang diharapkan berupa hasil pekerjaan siswa langsung pada

lembar jawaban yang telah disediakan beserta langkah-langkah

pemecahan masalahnya. Berdasarkan hasil pekerjaan siswa pada tes

diagnostik akan diperoleh jenis kesulitan pemecahan masalah

matematika siswa. Data hasil tes diagnostik ini digunakan sebagai

dasar untuk wawancara dalam menggali faktor penyebab

kesulitankesulitan siswa secara lebih mendalam.

Pedoman wawancara dirancang berdasarkan analisis Newman yang

menganalisis penyebab kesulitan siswa dalam memecahkan masalah

berdasarkan kesalahan yang dilakukan oleh siswa. Siswa yang

diwawancarai adalah siswa yang mendapatkan nilai dibawah 75,

bentuk pertanyaan diarahkan untuk mengkonfirmasi penyebab

kesulitan berdasarkan langkah pemecahan masalah matematika.

Validitas instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah

validitas isi. Validitas isi digunakan pada tes diagnostik dan pedoman

wawancara. Validitas isi (content validity) mengacu pada sejauh mana

item istrumen mencakup keseluruhan situasi yang hendak diukur.

13
Untuk memperoleh bukti validitas isi dilakukan dengan cara meminta

pertimbangan minimal dua orang ahli (expert judgment).

2. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan selama dan setelah pengumpulan data agar

data yang diperoleh tersusun secara sistematis lebih mudah ditafsirkan

sesuai dengan rumusan masalah. Langkah-langkah analisis dan

penafsiran data dilakukan dengan tahapan mengumpulkan dan

memformulasikan semua data yang diperoleh dari lapangan seperti

memeriksa hasil tes dianosti kesulitan pemecahan masalah dan

menganalisis hasil tes diagnostik berdasarkan indikator-indikator yang

telah ditetapkan, mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan

(skor tes diagnostik kurang dari 75) pada masing-masing materi

matematika, mengidentifikasi jenis kesulitan berdasarkan langkah

pemecahan masalah matematika yang ditemukan pada saat siswa

menyelesaikan soal tes menjadi 5 jenis kesulitan yaitu kesulitan

membaca (reading), kesulitan pemahaman (comprehension), kesulitan

transformasi (transformation), kesulitan keterampilan proses (process

skill), dan kesulitan penarikan kesimpulan (encoding) pada

keseluruhan materi matematika dan masing-masing materi, melakukan

wawancara, menganalisis hasil wawancara. Kemudian data yang telah

dikumpulkan selanjutnya disajikan dalam bentuk uraian singkat

dengan teks yang bersifat naratif. Menganalisis lebih dalam siswa yang

mengalami kesulitan dengan skor kurang dari 75 pada materi

14
aritmetika, aljabar, statistika, dan geometri kemudian menganalisis

lebih dalam jenis kesulitan siswa berdasarkan langkah pemecahan

masalah yaitu kesulitan membaca (reading), kesulitan pemahaman

(comprehension), kesulitan transformasi (transformation), kesulitan

keterampilan proses (process skill), dan kesulitan penarikan

kesimpulan (encoding) pada keseluruhan materi maupun pada masing-

masing materi dan selanjutnya dilakukan wawancara untuk mengetahui

faktor-faktor penyebab siswa mengalami kesulitan pada tiap soal.

Berdasarkan penyajian data tersebut, selanjutnya dilakukan

penarikan kesimpulan berdasarkan analisis terhadap data yang telah

dikumpulkan melalui tes diagnostik mengenai persentase siswa yang

mengalami kesulitan berdasarkan langkah pemecahan masalah pada

keseluruhan materi dan persentase kesulitan berdasarkan masing-

masing materi, serta menentukan proposi populasi.

E. Analisis Data

Hasil penelitian ini akan mendeskripsikan semua data yang terekam

melalui hasil kerja siswa. Data yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu

data kuantitatif. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis

data kuantitatif pada data kuantitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan

dengan memeriksa jawaban peserta tes dilanjutkan dengan menentukan

persentase siswa yang mengalami kesulitan ditinjau dari langkah

pemecahan masalah berdasarkan keseluruhan materi matematika maupun

masing-masing materi matematika seperti aritmetika, aljabar, statistika,

15
dan geometri. Jenis kesulitan yang dimaksud adalah kesulitan membaca

(reading), pemahaman (comprehension), transformasi (transformation),

keterampilan proses (process skill), dan penarikan kesimpulan (encoding).

Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan informasi melalui tes

diagnostik yang terdiri dari 10 soal mengenai materi aritmetika, aljabar,

statistika, dan geometri yang diberikan kepada 97 siswa. Setelah

terkumpul semua hasil pekerjaan siswa, selanjutnya peneliti mengoreksi

hasil jawaban siswa dan peneliti memperoleh data mengenai jumlah siswa

yang mengalami ke sulitan pada setiap materi aritmetika, aljabar,

statistika, dan geometri serta jumlah siswa yang mengalami kesulitan pada

setiap langkahlangkah pemecahan masalah seperti kesulitan membaca

(reading), pemahaman (comprehension), transformasi (transformation),

keterampilan proses (process skill), dan penarikan kesimpulan (encoding).

Tabel 1. Jumlah Siswa yang Mengalami Kesulitan Berdasarkan Materi


Matematika
Materi Tinggi Sedang Rendah Total
Matematika
Aritmetika (%) 40 26 26 92
93,1% 26,8% 26,8% 94,8%
Aljabar (%) 26 23 27 76
60,5% 23,7% 27,8% 78,4%
Statistika (%) 24 10 26 60
55,8% 10,3% 26,8% 61,8%
Geometri (%) 9 17 23 49
20,9% 17,5% 23,7% 50,5%
Dari Tabel 1 disajikan rekapitulasi jumlah siswa yang mengalami

kesulitan pada setiap materi matematika pada setiap strata. Pada strata

tinggi siswa yang mengalami kesulitan sebanyak 40 siswa atau sebesar

93,1%, untuk materi aljabar siswa yang mengalami kesulitan sebanyak 26

siswa atau sebesar 60,5%, untuk materi statistika siswa yang mengalami

16
kesulitan sebanyak 24 siswa atau sebesar 55,8%, dan untuk materi

geometri siswa yang mengalami kesulitan sebanyak 9 siswa atau sebesar

20,9%. Pada strata sedang siswa yang mengalami kesulitan pada materi

aritmetika sebanyak 26 siswa atau sebesar 26,8%, untuk materi aljabar

siswa yang mengalami kesulitan sebanyak 23 siswa atau sebesar 23,7%,

untuk materi statistika siswa yang mengalami kesulitan sebanyak 10 siswa

atau sebesar 10,3%, dan untuk materi geometri siswa yang mengalami

kesulitan sebanyak 17 siswa atau sebesar 17,5%, dan pada strata rendah

siswa yang mengalami kesulitan pada materi aritmetika sebanyak 26 atau

sebesar 26,8%, untuk materi aljabar siswa yang mengalami kesulitan

sebanyak 27,8% atau sebesar 27,8%, untuk materi statistika siswa yang

mengalami kesulitan sebanyak 26 siswa atau sebesar 26,8%, dan untuk

materi geometri siswa yang mengalami kesulitan sebanyak 23 atau sebesar

23,7%%. Dari keseluruhan siswa yang berjumlah 97 siswa pada materi

aritmetika jumlah siswa yang mengalami kesulitan sebanyak 92 siswa atau

sebesar 94,8%, untuk materi aljabar jumlah siswa yang mengalami

kesulitan sebanyak 76 orang atau sebesar 78,4%, materi statistika siswa

yang mengalami kesulitan sebanyak 60 orang atau sebesar 61,8%, dan

materi geometri jumlah siswa yang mengalami kesulitan sebanyak 49

orang atau sebesar 50,5%.

Tabel 2. Jumlah Siswa yang Mengalami Kesulitan Berdasarkan Langkah


Pemecahan Masalah Pada 10 Soal Tes Diagnostik
Jenis Kesulitan Tinggi Sedang Rendah Total
Membaca (%) 9 13 24 46
20,9% 48,2% 88,9% 47,4%
Pemahaman (%) 11 15 24 50
25,6% 55,6% 88,9% 51.5%

17
Transformasi 23 22 27 72
(%) 53,5% 81,5% 100% 74,3%
Keterampilan 27 24 27 78
(%) 62,8% 88,9% 100% 80,4%
Penarikan 27 24 27 78
Kesimpulan (%) 62,8% 88,9% 100% 80,4%
Dari Tabel 2 dapat dilihat dari 10 soal tes diagnostik yang terdiri dari

materi aritmetika, aljabar, statistika, dan geometri pada setiap strata

diperoleh rekapitulasi banyaknya siswa yang mengalami jenis kesulitan

berdasarkan berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah

matematika. Pada strata tinggi siswa yang mengalami kesulitan membaca

sebanyak 9 siswa atau sebesar 20,9%, kesulitan pemahaman sebanyak 11

siswa atau sebesar 25,6%, kesulitan transformasi sebanyak 23 siswa atau

sebesar 53,5%, kesulitan keterampilan proses sebanyak 27 siswa atau

sebesar 62,8%, dan penarikan kesimpulan sebanyak 27 siswa atau sebesar

62,8%. Pada strata sedang siswa yang mengalami kesulitan membaca

sebanyak 13 atau sebesar 48,2%, kesulitan pemahaman sebanyak 15 siswa

atau sebesar 55,6%, kesulitan transformasi sebanyak 22 siswa atau sebesar

81,5%, kesulitan keterampilan proses sebanyak 24 siswa atau sebesar

88,9%, dan kesulitan penarikan kesimpulan sebanyak 24 siswa atau

sebesar 88,9%, dan pada strata rendah siswa yang mengalami kesulitan

membaca sebanyak 24 siswa atau sebesar 88,9%, kesulitan pemahaman

sebanyak 24 siswa atau sebesar 88,9%, kesulitan transformasi sebanyak 27

siswa atau sebesar 100%. Dan untuk kesulitan penarikan kesimpulan

sebanyak 27 siswa atau sebesar 100%. Dari keseluruhan siswa yang

berjumlah 97 siswa yang mengalami kesulitan membaca sebanyak 46

siswa atau sebesar 47,4%, untuk kesulitan pemahaman sebanyak 50 siswa

18
atau sebesar 51,5%, untuk kesulitan transformasi sebanyak 72 siswa atau

sebesar 74,3%, untuk kesulitan keterampilan proses sebanyak 78 siswa

atau sebesar 80,4%, dan untuk kesulitan penarikan kesimpulan sebanyak

78 siswa atau sebesar 80,4%.

Tabel 3. Jumlah Siswa yang Mengalami Kesulitan Ditinjau Dari Langkah


Pemecahan Masalah pada Materi Aritmetika
Jenis Kesulitan Tinggi Sedang Rendah Total
Membaca (%) 15 23 13 51
34,8% 85,2% 48,2% 52,6%
Pemahaman (%) 23 23 20 66
53,5% 85,2% 74,1% 68,1%
Transformasi (%) 40 26 26 92
93,1% 96,3% 96,3% 94,8%
Keterampilan 41 26 26 93
Proses (%) 95,4% 96,3% 96,3% 95,8%
Penarikan 41 26 26 93
Kesimpulan (%) 95,4% 96,3% 96,3% 95,8%
Dari Tabel 3 menunjukkan soal dengan materi aritmetika yang dikerjakan

oleh siswa yang dilihat dari setiap strata. Pada strata tinggi siswa yang

mengalami kesulitan membaca sebanyak 15 siswa atau sebesar 34,8%,

kesulitan pemahaman sebanyak 23 siswa atau sebesar 53,5%, kesulitan

transformasi sebanyak 40 siswa atau sebesar 93,1%, kesulitan

keterampilan proses sebanyak 41 siswa atau sebesar 95,4%, dan kesulitan

penarikan kesimpulan sebanyak 41 siswa atau sebesar 95,4%. Pada strata

sedang siswa yang mengalami kesulitan membaca sebanyak 23 siswa atau

sebesar 85,2%, kesulitan pemahaman sebanyak 23 siswa atau sebesar

85,2%, kesulitan transformasi sebanyak 26 siswa atau sebesar 96,3%,

kesulitan keterampilan proses sebanyak 26 siswa atau sebesar 96,3%, dan

kesulitan penarikan kesimpulan sebanyak 26 siswa atau sebesar 96,3%.

Pada strata rendah siswa yang mengalami kesulitan membaca sebanyak 13

siswa atau sebesar 48,2%, kesulitan pemahaman sebanyak 20 siswa atau

19
sebesar 74,1%, kesulitan transformasi sebanyak 26 siswa atau sebesar

96,3%, kesulitan keterampilan proses sebanyak 26 siswa atau sebesar

96,3%, dan untuk kesulitan penarikan kesimpulan sebanyak 26 siswa atau

sebesar 96,3%. Dari keseluruhan siswa yang berjumlah 97 siswa yang

mengalami kesulitan membaca sebanyak 51 siswa atau sebesar 52,6%,

untuk kesulitan pemahaman sebanyak 66 siswa atau sebesar 68,1%, untuk

kesulitan transformasi sebanyak 92 siswa atau sebesar 94,8%, untuk

kesulitan keterampilan proses sebanyak 93 siswa atau sebesar 95,8%, dan

untuk kesulitan penarikan kesimpulan sebanyak 93 siswa atau sebesar

95,8%.

Tabel 4. Jumlah Siswa yang Mengalami Kesulitan Ditinjau Dari Langkah


Pemecahan Masalah pada Materi Aljabar
Jenis Kesulitan Tinggi Sedang Rendah Total
Membaca (%) 22 16 22 60
51,2% 59,3% 81,5% 61,8%
Pemahaman (%) 23 17 24 64
53,5% 62,9% 88,8% 65,9%
Transformasi (%) 26 23 26 75
60,5% 85,2% 96,3% 77,3%
Keterampilan 28 23 27 78
Proses (%) 65,1% 85,2% 100% 80,4%
Penarikan 28 23 27 78
Kesimpulan (%) 65,1% 85,2% 100% 80,4%
Tabel 4 menunjukkan soal dengan materi aljabar yang dikerjakan oleh

siswa yang dilihat dari setiap strata. Pada srata tinggi siswa yang

mengalami kesulitan membaca sebanyak 22 siswa atau sebesar 51,2%,

kesulitan pemahaman sebanyak 23 siswa atau sebesar 53,5%, kesulitan

transformasi sebanyak 26 siswa atau sebesar 60,5%, kesulitan

keterampilan proses sebanyak 28 siswa atau sebesar 65,1%, dan kesulitan

penarikan kesimpulan sebanyak 28 siswa atau sebesar 65,1%. Pada strata

sedang siswa yang mengalami kesulitan membaca sebanyak 16 siswa atau

20
sebesar 59,3%, kesulitan pemahaman sebanyak 17 siswa atau sebesar

62,9%, kesulitan transformasi sebanyak 23 siswa atau sebesar 85,2%,

kesulitan keterampilan proses sebanyak 23 siswa atau sebesar 85,2%, dan

kesulitan penarikan kesimpulan sebanyak 23 siswa atau sebesar 85,2%.

Pada strata rendah siswa yang mengalami kesulitan membaca sebanyak 22

siswa atau sebesar 81,5%, kesulitan pemahaman sebanyak 24 siswa atau

sebesar 88,8%, kesulitan transformasi 26 siswa atau sebesar 96,3%,

kesulitan keterampilan proses sebanyak 27 siswa atau sebesar 100%. Dari

keseluruhan siswa yang berjumlah 97 siswa dapat dilihat siswa yang

mengalami kesulitan membaca sebanyak 60 siswa atau sebesar 61,8%,

untuk kesulitan pemahaman sebanyak 64 siswa atau sebesar 65,9%, untuk

kesulitan transformasi sebanyak 75 siswa atau sebesar 77,3%, untuk

kesulitan keterampilan proses sebanyak 78 siswa atau sebesar 80,4%, dan

untuk keterampilan proses sebanyak 78 siswa atau sebesar 80,4%.

Tabel 5. Jumlah Siswa yang Mengalami Kesulitan Ditinjau Dari Langkah


Pemecahan Masalah pada Materi Statistika
Jenis Kesulitan Tinggi Sedang Rendah Total
Membaca (%) 23 6 24 53
53,5% 22,3% 88,8% 54,6%
Pemahaman (%) 23 6 24 53
53,5% 22,3% 88,8% 54,6%
Transformasi (%) 34 20 27 81
79,1% 74,1% 100% 83,5%
Keterampilan 40 22 27 89
Proses (%) 93,1% 81,5% 100% 91,7%
Penarikan 40 22 27 89
Kesimpulan (%) 93,1% 81,5% 100% 91,7%
Tabel 5 menunjukkan soal dengan materi statistika yang dikerjakan oleh

siswa yang dilihat dari setiap strata. Pada strata tinggi siswa yang

mengalami kesulitan membaca sebanyak 23 siswa atau sebesar 53,5%,

kesulitan pemahaman sebanyak 23 siswa atau sebesar 53,5%, kesulitan

21
transformasi sebanyak 34 siswa atau sebesar 79,1%, kesulitan

keterampilan proses sebanyak 40 siswa atau sebesar 93,1%, dan kesulitan

penarikan kesimpulan sebanyak 40 siswa atau sebesar 93,1%. Pada strata

sedang siswa yang mengalami kesulitan membaca sebanyak 6 siswa atau

sebesar 22,3%, kesulitan pemahaman sebanyak 6 siswa atau sebesar

22,3%, kesulitan transformasi sebanyak 20 siswa atau sebesar 74,1%,

kesulitan keterampilan proses sebanyak 22 siswa atau sebesar 81,5%, dan

kesulitan penarikan kesimpulan sebanyak 22 siswa atau sebesar 81,5%.

Pada strata rendah siswa yang mengalami kesulitan membaca sebanyak 53

siswa atau sebesar 54,6%, kesulitan pemahaman sebanyak 53 siswa atau

sebesar 54,6%, kesulitan transformasi sebanyak 81 siswa atau sebesar

83,5%, kesulitan keterampilan proses sebanyak 89 siswa atau sebesar

91,7%, dan kesulitan penarikan kesimpulan sebanyak 89 siswa atau

sebesar 91,7%. Dari keseluruhan siswa yang berjumlah 97 siswa yang

mengalami kesulitan membaca sebanyak 53 siswa atau sebesar 54,6%,

untuk kesulitan pemahaman sebanyak 53 siswa atau sebesar 54,6%, untuk

kesulitan transformasi sebanyak 81 siswa atau sebesar 83,5%, untuk

kesulitan keterampilan proses sebanyak 89 siswa atau sebesar 91,7%, dan

untuk kesulitan penarikan kesimpulan sebanyak 89 siswa atau sebesar

91,7%.

Tabel 6. Jumlah Siswa yang Mengalami Kesulitan Ditinjau Dari Langkah


Pemecahan Masalah pada Materi Geometri
Jenis Kesulitan Tinggi Sedang Rendah Total
Membaca (%) 6 6 21 33
13,9% 22,3% 77,8% 34,1%
Pemahaman (%) 6 7 21 34
13,9% 25,9% 77,8% 35,1%

22
Transformasi (%) 10 17 27 50
23,2% 62,9% 100% 51,5%
Keterampilan 18 23 27 68
Proses (%) 41,8% 85,2% 100% 70,1%
Penarikan 18 23 27 68
Kesimpulan (%) 41,8% 85,2% 100% 70,1%
Tabel 6 menunjukkan soal dengan materi geometri yang dikerjakan oleh

siswa yang dilihat dari setiap strata. Pada strata tinggi siswa yang

mengalami kesulitan membaca sebanyak 6 siswa atau sebesar 13,9%,

kesulitan pemahaman sebanyak 6 siswa atau sebesar 13,9%, kesulitan

transformasi sebanyak 10 siswa atau sebesar 23,3%, kesulitan

keterampilan proses sebanyak 18 siswa atau sebesar 41,8%, dan kesulitan

penarikan kesimpulan 18 atau sebesar 41,8%. Pada stara sedang siswa

yang mengalami kesulitan membaca sebanyak 6 siswa atau sebesar 22,3%,

kesulitan pemahaman sebanyak 7 siswa atau sebesar 25,9%, kesulitan

transformasi sebanyak 17 siswa atau sebesar 62,9%, kesulitan

keterampilan proses sebanyak 23 siswa atau sebesar 85,2%, dan kesulitan

penarikan kesimpulan sebanyak 23 siswa atau sebesar 85,2%. Pada strata

rendah siswa yang mengalami kesulitan membaca sebanyak 21 siswa atau

sebesar 77,8%, kesulitan pemahaman sebanyak 21 siswa atau sebesar

77,8%, kesulitan transformasi sebanyak 23 siswa atau sebesar 85,2%,

kesulitan keterampilan proses sebanyak 27 siswa atau sebesar 100%, dan

kesulitan penarikan kesimpulan sebanyak 27 siswa atau sebesar 100%.

Dari keseluruhan siswa yang berjumlah 97 siswa yang mengalami

kesulitan membaca sebanyak 33 siswa atau sebesar 34,1%, untuk kesulitan

pemahaman sebanyak 34 siswa atau sebesar 35,1%, untuk kesulitan

transformasi sebanyak 50 siswa atau sebesar 51,5%, untuk kesulitan

23
keterampilan proses sebanyak 68 siswa atau sebesar 70,1%, dan untuk

kesulitan penarikan kesimpulan 68 siswa atau sebesar 70,1%.

Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Siswa dalam Memecahkan Masalah

Matematika

Wawancara dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan unit subjek

penelitian dari masing-masing kelompok subjek penelitian sebagai

perwakilan untuk mengetahui faktor apa yang bisa menyebabkan siswa

mengalami kesulitan. Unit subjek penelitian ditentukan dari siswa-siswa

yang mempunya nilai dibawah 75 berdasarkan KKM.

Wawancara dimaksudkan untuk mengetahui lebih dalam apa yang

menyebabkan siswa kesulitan atau melakukan kesalahan dalam langkah-

langkah pemecahan masalah. Dalam tahap ini pada strata tinggi, sedang,

dan rendah dipilih 2 orang siswa yang mempunyai nilai dibawah 75 untuk

mewakili faktor-faktor apa saja yang menyebabkan siswa mengalami

kesulitan. Keenam subjek penelitian tersebut diwawancara secara

mendalam untuk memperoleh informasi rinci mengenai penyebab

kesulitan yang dihadapi pada saat menyelesaikan masalah matematika

yang diberikan. Berdasarkan hasil tes diagnostik siswa dalam memecahkan

masalah matematika dan hasil wawancara dapat dilihat berapa banyak

siswa yang mengalami kesulitan dengan nilai dibawah 75 berdasarkan

standar KKM. Siswa yang memperoleh nilai diatas 75 maka bisa

dikatakan dia tidak mengalami kesulitan dan siswa yang tidak menjawab

sama sekali butir soal artinya siswa dimungkinkan tidak bisa atau tidak

24
mampu memecahkan masalah matematika yang dihadapi, penyebab

kesulitan diprediksi berkaitan dengan penguasaan materi dan kompetensi

matematika. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan keenam

siswa, ditemukan kesulitan siswa dalam memecahkan masalah matematika

disebabkan oleh faktor kurang teliti, tergesa-gesa mengerjakan soal, lupa,

kurang waktu untuk mengerjakan soal, dan terkecoh.

25
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Dara Kartika, Siti Sarah Khodijah, dan Luvy Sylviana Zanthy. (2020).
Analisis Kesulitan Matematik Siswa SMP Pada Materi Statistika. Cendekia,
04(01), 1-7. https://core.ac.uk/download/pdf/287178125.pdf

Djamarah, (2011), Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:
Rineka Cipta.

Hamalik, O. (2006). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.

Ihsan, Muhammad. (2016, February 13). Arti dan Tujuan Pendidikan Menurut
Pakar. Retrieved December 30, 2020, from https://unjkita.com/arti-dan-
tujuan-pendidikan-menurut-pakar/

Mahdayani, Risa. (2016). Analisis Kesitan Siswa dalam Pemecahan Masalah


Matematika Pada Materi Aritmetika, Aljabar, Statistika, dan Geometri.
Jurnal Pendas Mahakam, 1(1), 86-98, Retrieved from https://jurnal.fkip-
uwgm.ac.id/index.php/pendasmahakam/article/view/39

Nadar. (2016). Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Dan Bentuk Portofolio


Terhadap Kemampuan Koneksi Matematika. Jurnal Pendidikan Dasar,
7(2), 1-18 https://media.neliti.com/media/publications/119182-ID-
pengaruh-pendekatan-matematika-realistik.pdf

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan


Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
Bandung: Tarsito.

Soedjadi, R. (1994). Memantapkan Matematika Sekolah sebagai Wahana


Pendidikan dan Pembudayaan Penalaran. Surabaya: Media Pendidikan
Matematika Nasional.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

26
LAMPIRAN

27
Risa Mahdayani. Jurnal Pendas Mahakam.Vol.1 (1).86-98.Juni 2016
6

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PADA


MATERI ARITMETIKA, ALJABAR, STATISTIKA, DAN GEOMETRI

Risa Mahdayani
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Widyagama Mahakam
risamahdayani@yahoo.co.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan persentase siswa kelas IX SMP Negeri di kota Yogyakarta yang
mengalami kesulitan ditinjau dari jenis kesulitan berdasarkan langkah pemecahan masalah pada keseluruhan
materi matematika dan berdasarkan masing-masing materi seperti aritmetika, aljabar, statistika, dan geometri.
Penelitian ini termasuk penelitian dengan metode survei dengan pendekatan kuantitatif. Hasil uji coba lapangan
menunjukkan bahwa pada tes diagnostik keseluruhan materi, persentase siswa yang mengalami kesulitan
membaca 47,4%, kesulitan pemahaman 51,5%, kesulitan transformasi 74,3%, kesulitan keterampilan proses
80,4%, dan penarikan kesimpulan 80,4%. Untuk materi aritmetika yaitu kesulitan membaca 52,6%, kesulitan
pemahaman 68,1%, kesulitan transformasi 94,8%, kesulitan keterampilan proses 95,8%, dan kesulitan penarikan
kesimpulan 95,8%. Untuk materi aljabar yaitu kesulitan membaca 61,8%, kesulitan pemahaman 65,9%,
kesulitan transformasi 77,3%, kesulitan keterampilan proses 80,4%, dan kesulitan penarikan kesimpulan 80,4%.
Untuk materi statistika yaitu kesulitan membaca 54,6%, kesulitan pemahaman 54,6%, kesulitan transformasi
83,5%, kesulitan keterampilan proses 91,7%, dan kesulitan penarikan kesimpulan 91,7%. Untuk materi geometri
kesulitan membaca 34,1%, kesulitan pemahaman 35,1%, kesulitan transformasi 51,5%, kesulitan keterampilan
proses 70,1%, dan kesulitan penarikan kesimpulan 70,1%.

Kata Kunci: analisis kesulitan, kesulitan siswa, pemecahan masalah matematika

Abstrack

The aim of this research is to describe the percentage of class IX students of SMPN at Yogyakarta City who get
difficulties in terms of the types of difficulty based on solving problem steps in all math materials and based on
each material such as arithmetics, algebra, statistics and geometry. This research is included in survey research
with quantitative approaches. The research result suggests that at diagnostic test of all materials, the percentage
of students who have reading difficulty is 47.4%, comprehension difficulty 51.5%, transformation difficulty
74.3%, process skill difficulty 80.4%, and encoding difficulty 80.4%. For arithmetics materials the reading
difficulty is 52,.6%, comprehension difficulty 68.1%, transformation difficulty 94.8%, process skill difficulty
95.8%, and encoding difficulty 95.8%. As for algebra materials the reading difficulty is 61.8%, comprehension
difficulty 65.9%, transformation difficulty 77.3%, process skill difficulty 80.4%, and encoding difficulty 80.4%.
For the statistics materials the reading difficulty is 54.6%, comprehension difficulty 54.6%, transformation
difficulty 83.5%, process skill difficulty 91.7%, and encoding difficulty 91.7%. For the geometry materials
reading difficulty is 34.1%, comprehension difficulty 35.1%, transformation difficulty 51.5%, process skill
difficulty 70.1%, and encoding difficulty 70.1%.

Keywords: analysis of difficulties, difficulty of students, math problem solving

86
Risa Mahdayani. Jurnal Pendas Mahakam. Vol.1 (1).86-98. Juni 2016

PENDAHULUAN gambaran tentang kemampuan peserta didik


dalam penguasaan indikator dari
Pendidikan merupakan kebutuhan kompetensi/pokok bahasan mata pelajaran
manusia sepanjang hidupnya, tanpa adanya yang diujikan jadi bisa dikatakan daya serap
pendidikan manusia akan sulit berkembang merupakan indikator yang menunjukkan
bahkan terbelakang dan pendidikan berperan pemahaman siswa terhadap kompetensi
penting dalam kehidupan. Terkait dengan tertentu.
pentingnya pendidikan, matematika merupa- Di kota Yogyakarta daya serap Ujian
kan pengetahuan dasar yang diperlukan peserta Nasional tahun pembelajaran 2012/2013
didik untuk menunjang keberhasilan menunjukkan bahwa persentase daya serap
belajarnya demi menempuh pendidikan yang belum mencapai 75%, dengan demikian dapat
lebih tinggi. Menurut Tall & Razali (Ciltas & dikatakan bahwa penguasaan indikator dari
Tatar, 2011, p.462) tujuan dari pendidikan daya serap cenderung belum memenuhi
matematika adalah mengaktualisasikan belajar kriteria ketuntasan minimum (KKM) jadi
peserta didik pada tingkat yang tertinggi, dengan pembatasan daya serap kurang dari
namun kenyataannya mayoritas peserta didik 75% akan memperluas informasi tentang
mengalami kesulitan. kesulitan siswa dalam penguasaan dan pe-
Brumbaugh, Moch, & Wilkinson mecahan suatu masalah matematika. daya
(2005, p.220) menyatakan bahwa matematika serap yang masih belum mencapai 75 %
adalah cara untuk mengekspresikan ide, menunjukkan bahwa siswa belum menguasai
pendapat, dan konsep tertentu itu artinya materi matematika yang di ujian dengan kata
matematika bisa dikatakan sebagai alat lain daya serap rendah juga menunjukkan
komunikasi, atau alat untuk mempermudah bahwa siswa cenderung mengalami kesulitan
seseorang untuk menyampaikan ide,pendapat, dalam memecahkan permasalahan matematika.
dan konsep agar bisa dimengerti oleh orang dan ditunjukkan juga dengan nilai pada tes
lain. Sebagian siswa menyatakan bahwa kemampuan awal yang menunjukkan bahwa
matematika merupakan pelajaran yang sulit nilai dari tes kemampuan awal masih belum
terkait dengan pernyataan Cooney & Cotton mencapai 75% sesuai dengan standar kriteria
(Khiat, 2010, p.1461) mengatakan beberapa ketuntasan minimum (KKM).
peserta didik memandang matematika sebagai Matematika sekolah juga memuat
hal yang menarik, sedangkan sebagian lagi enam prinsip dan sepuluh standar. Prinsip
memandang matematika sebagai hal yang tersebut meliputi kesetaraan, kurikulum,
membosankan. Bahkan menurut Hoyles pengajaran, belajar, penilaian, dan teknologi.
(Khiat, 2010, p.1461) beberapa peserta didik Sedangkan, standar meliputi standar isi dan
memandang matematika sebagai subjek yang standar proses. Standar isi meliputi bilangan
menyebabkan ketakutan, kecemasan, dan dan operasinya, geometri, pengukuran, analisis
kemarahan selama pelajaran. Abdurrahman data, dan peluang. Standar proses meliputi
(2012, p.202) banyak yang memandang pemecahan masalah, penalaran, dan pem-
matematika sebagai bidang studi yang paling buktian, komunikasi, koneksi, dan representasi
sulit. Hal ini menjadi stigma yang berkembang (NCTM, 2000, pp.1-6). Mata pelajaran
pada diri peserta didik secara berkelanjutan. matematika di sekolah pada satuan pendidikan
Padahal meskipun demikian semua orang SMP/MTS meliputi materi aritmetika, aljabar,
harus tetap mempelajari matematika, karena statistika, dan geometri.
matematika merupakan sarana untuk Di sekolah siswa mempelajari
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari- matematika sebagai suatu pengetahuan yang
hari. berguna bagi kehidupan, dalam mempelajari
Pada Ujian Nasional matematika yang matematika siswa tidak hanya belajar
dimana terdapat materi aritmetika, aljabar, berhitung akan tetapi siswa cuma mempelajari
statistika, dan geometri yang dimana pada butir berbagai bentuk yang ada di alam semesta
soalnya juga memuat soal yang terkait dengan yang diolah dalam pelajaran matematika.
pemecahan masalah dimana terdapat daya Terkadang siswa mengalami kesulitan dalam
serap kompetensi matematika. Daya serap me- menangkap apa yang mereka pelajari. Martin,
muat proporsi atau persentase sebagai et al. (2005, p.86) menyatakan anak yang me-
87
Risa Mahdayani. Jurnal Pendas Mahakam. Vol.1 (1).86-98. Juni 2016

miliki kesulitan sebenarnya memiliki potensi 2008, p.2) yang menyatakan bahwa suatu
sukses, namun karena suatu pencapaian masalah belum dikatakan telah di-selesaikan
akademik kinerja anak dapat menurun pada hanya karena telah diperolehnya solusi dari
subjek tertentu seperti membaca maupun dapat masalah itu, suatu masalah baru benar-benar
belajar matematika. Menurut Miller & Mercer dikatakan telah diselesaikan apabila siswa
(Lerner, 2006, p.477) kesulitan matematika telah memahami apa yang ia kerjakan, yakni
pada sekolah dasar akan berlanjut ke sekolah memahami proses pemecahan masalah dan
menengah, bahkan berpengaruh terhadap mengetahui mengapa solusi yang telah
kehidupan dewasa selanjutnya. Lerner (2006, diperolehnya tersebut sesuai. Ada beberapa
p.479) menambahkan bahwa ke-sulitan sudut pandang dalam mendefinisikan masalah.
matematika memiliki karakteristik tertentu, Pada saat pembelajaran matematika, siswa
yakni kesulitan dalam memproses informasi, lebih sering diberikan soal dalam bentuk
kesulitan yang berkaitan dengan kemampuan abstrak sehingga tidak terbiasa untuk
bahasa dan membaca, serta kecemasan mengubah masalah dalam bentuk matematika.
matematika. Masalah matematika dapat berupa soal non
Pada pembelajaran matematika di rutin yang tidak bisa diketahui secara langsung
sekolah, guru biasanya menjadikan kegiatan penyelesaiannya, siswa harus merencanakan
pemecahan masalah sebagai bagian penting terlebih dahulu prosedur yang akan digunakan.
yang mesti dilaksanakan. Hal tersebut di- Menurut Conney, Davis, & Henderson (1975,
maksudkan disamping untuk mengetahui p.242) suatu pertanyaan akan menjadi masalah
tingkat penguasaan siswa terhadap materi hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya
pelajaran, juga melatih siswa agar mampu suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan
menerapkan pengetahuan yang dimilikinya oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui
kedalam berbagai situasi dan masalah berbeda. oleh peserta didik
Sternberg & Ben-Zeev (1996, p.32) Pemecahan masalah dalam kurikulum
menyatakan bahwa masalah matematika sekolah memiliki peran penting untuk ke-
terbagi atas masalah rutin dan masalah tidak berhasilan siswa dalam menguasai kompetensi
rutin. Masalah rutin adalah suatu masalah yang matematika dan keberhasilan siswa dalam
semata-mata hanya merupakan latihan yang memecahkan kompetensi matematika baik
dapat di-pecahkan dengan menggunakan masalah rutin maupun nonrutin dan pemecahan
beberapa perintah atau algoritma. Masalah masalah matematika dipandang sangat penting
yang di-berikan untuk semua siswa sekolah dalam kaitannya dengan penyelesaian berbagai
menengah bahkan siswa sekolah dasar karena persoalan kehidupan. Pemecahan masalah
apa yang hendak dilakukan sudah jelas dan matematika merupakan salah satu kompetensi
secara umum siswa tahu bagaimana dasar yang harus dimiliki siswa yang dimana
menghitungnya. Masalah tidak rutin muncul pemecahan masalah adalah proses yang
ketika problem solver dihadapkan pada suatu digunakan untuk membuat tugas atau mene-
masalah tetapi tidak dapat segera mengetahui ntukan solusi untuk suatu masalah dimana
bagaimana mencari solusi pemecahannya metode penyelesaiannya tidak diketahui
Dalam matematika masalah yang dengan segera dan bagaimana seorang me-
disajikan biasanya berbentuk soal matematika, nggunakan pengetahuan dan keterampilan dan
tetapi tidak semua soal matematika merupakan diperoleh sebelumnya untuk memenuhi
masalah. Menurut Hudojo (Haryani, 2011, kondisi yang tidak lazim untuk men-
p.122) suatu soal atau pertanyaan disebut gembangkan pemahaman matematika.
masalah tergantung kepada pengetahuan yang Dalam pembelajaran matematika
dimiliki penjawab, itu artinya dapat dikatakan pemecahan masalah merupakan aktivitas yang
bagi seseorang soal tersebut bisa diselesaikan penting. Menurut Holmes (Haryani, 2011,
dengan prosedur yang rutin akan tetapi bagi p.122) pemecahan masalah adalah jantung dari
orang lain soal tersebut memerlukan peng- matematika, dan Dewi (Haryani, 2011, p.122)
organisasian pengetahuan yang telah dimiliki menyatakan bahwa pemecahan masalah
secara tidak rutin dan orang tersebut tertantang merupakan bagian penting dari matematika
untuk memecahkannya. Hal ini berbeda pen- karena memerlukan pengetahuan materi
dapat dengan pendapat Brownell (Mahmudi, matematika, pengetahuan tentang strategi
88
Risa Mahdayani. Jurnal Pendas Mahakam. Vol.1 (1).86-98. Juni 2016

pemecahan masalah, pemantauan diri yang matematika terjadi karena siswa belum
efektif, suatu sikaf produktif untuk menyikapi memahami masalah yang dihadapi.
dan menyelesaikan masalah. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Posamentier, Smith & Stepelman Tambychik & Meerah (2010, p.150) dikatakan
(2010, p.110) mengemukakan ketika masalah bahwa siswa mengalami kesulitan dalam
dihadirkan perlu banyak informasi yang harus memecahkan masalah matematika karena tidak
digunakan pada setiap proses untuk me- berkompeten dalam keterampilan matematika.
nemukan jawaban yang tepat. Proses tersebut Meskipun siswa mempunyai keterampilan
selalu digunakan pada setiap langkah dari matematika tanpa bisa menghubungkan
penyelesaian yang dimana pemecahan masalah informasi, maka siswa tidak bisa mengerti dan
melibat kemampuan dan pengetahuan. Seiring membuat hubungan antara informasi apa saja
dengan pendapat Polya ( Tambychik & yang terdapat pada masalah.
Subahan, 2010, p.143) menyatakan bahwa Pada penelitian yang dilakukan Seifi,
pemecahahan masalah adalah suatu proses M., et.al, (2012, p.2923), menyatakan bahwa
yang dimulai dari siswa dihadapkan dengan kesulitan siswa terutama dalam pemecahan
masalah sampai akhir ketika masalah masalah menurut pandangan guru disebabkan
diselesaikan. Dalam proses pemecahan karena sulitnya siswa memahami masalah,
masalah, siswa diharapkan lebih cerdas, teliti, membuat rencana dalam penyelesaikan ma-
dan sabar sampai diperoleh penyelesaian. salah tersebut, menjabarkan serta mengaitkan
Proses memperoleh penyelesaian dapat dengan pengetahuan sebelumnya. Selain itu
dilakukan berulang-ulang apabila ditemukan siswa juga kesulitan memahami kalimat yang
kesalahan dan ketidaksesuaian. Selanjutnya tertera dalam persoalan, kurang familiar
siswa memeriksa kembali penyelesaian yang dengan permasalahan yang di suguhkan serta
diperoleh, langkah-langkah pemecahan ma- kurang bisa menerapkan strategi untuk men-
salah yang dilakukan dapat digunakan kembali yelesaikan permasalahan.
untuk memecahkan masalah lain yang sejenis. Jadi, bisa dikatakan bahwa kesulitan
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa matematika akan berdampak langsung pada
pemecahan masalah matematika menuntut pemecahan masalah matematika, sehingga
siswa untuk memiliki banyak kemampuan siswa akan mengalami kesulitan pemecahan
awal tentang masalah yang dihadapi dan masalah matematika. Dengan demikian, ketika
diharapkan siswa mempunyai keterampilan siswa diberikan masalah dan siswa tidak bisa
dasar yang diperlukan untuk menjawab menyelesaikan masalah tersebut dengan benar
tantangan yang memerlukan pengetahuan, maka bisa dikatakan siswa mengalami ke-
kreativitas, kemurnian berpikir, imajinasi, dan sulitan dalam pemecahan masalah matematika,
sifat matematis untuk memperoleh solusi. dimana kesulitan pemecahan masalah me-
Pemecahan masalah matematika rupakan ketidakmampuan siswa pada satu atau
dengan menggunakan prosedur matematika lebih langkah penyelesaian dalam me-
formal telah banyak dipelajari siswa pada mecahkan persoalan matematika. Kesulitan
semua tingkat pendidikan. Penggunaan pemecahan masalah matematika apabila tidak
prosedur pemecahan tersebut biasanya di- segera diatasi dapat meng-akibatkan unjuk
kaitkan dengan bentuk masalah matematika kerja siswa kurang cukup dan proses belajar
formal, yaitu masalah matematika yang matematikanya akan terganggu.
disajikan dalam bentuk kalimat matematika Berbeda-beda dalam kemampuan
dengan menggunakan simbol-simbol atau intelektualnya untuk melakukan abstraksi,
variabel-variabel tertentu. Ketika masalah ma- generalisasi, penalaran, dan dalam mengingat.
tematika tersaji tidak dalam bentuk masalah Dengan demikian, seorang guru dikatakan
matematika formal, biasanya muncul beberapa sukses apabila salah satunya dapat menilai
kesulitan terutama berkaitan dengan ba- kemampuan, nilai-nilai, ketertarikan dan
gaimana cara menerapkan prosedur ma- pemahaman siswa mengenai apa yang siswa
tematika yang telah dipelajari untuk dapat me- pelajari dan mampu menerapkan pelajarannya
mecahkan masalah. Ketika siswa me-ngalami dalam pemecahan masalah, serta dalam
kesulitan dalam memecahkan masalah menentukan tujuan belajarnya. Jika beberapa
siswa memiliki masalah dalam memahami
89
Risa Mahdayani. Jurnal Pendas Mahakam. Vol.1 (1).86-98. Juni 2016

pelajaran, guru seharusnya mampu pemecahan masalah matematika. Berlandaskan


mendiagnosis masalah tersebut sekaligus pengklasifikasian menurut Newman tersebut
menyiapkan pembelajaran remedial yang tepat. maka indikator yang digunakan dalam analisis
Hampir setiap siswa memiliki jenis kesulitan siswa terdiri dari beberapa
kesulitan dalam pembelajaran matematika. tahap sebagai berikut: (1) Tahap membaca
kesulitan tersebut harus dapat didefinisikan, (reading level) yaitu tahap dimana siswa
dipecahkan dan ditentukan alternatif pen- mampu membaca kata kunci atau simbol pada
yelesaiannya. Tugas tersebut menjadi tanggung soal sehingga siswa tidak dapat melangkah
jawab guru, orang tua, hingga siswa itu sendiri. lebih lanjut pada pola pemecahan masalah
Kesulitan yang dihadapi siswa terkait pem- yang tepat, atau siswa tidak dapat mambaca
belajaran matematika tidak hanya sebatas sulit pertanyaan dan menuliskan informasi-in-
dalam memahami materi matematika, namun formasi apa saja yang terdapat pada soal, (2)
muara dari hal tersebut yang sangat penting tahap memahami (comprehension level) yaitu
adalah sulit dalam memecahkan masalah tahap dimana siswa mampu membaca semua
matematika. Masalah matematika memang kata dalam soal akan tetapi tidak menguasai
tidak identik dengan permasalahan di secara menyeluruh pengertian kata-kata
kehidupan sehari-hari, tetapi tingkat kerumitan tersebut, sehingga siswa tidak dapat me-
pemecahannya hampir sama. Sehingga langkah lebih lanjut pada pola pemecahan
diperlukan keterampilan-keterampilan dan masalah yang tepat, atau siswa tidak me-
kemampuan-kemampuan ma-tematis yang ngetahui apa yang menjadi pertanyaan pada
dapat diaplikasikan dalam masalah kehidupan soal, (3) tahap transformasi ( transformation
sehari-hari. level) yaitu tahap dimana jika siswa mampu
Prakitipong & Nakamura (2006, memahami apa yang diinginkan soal tetapi
p.113) menyebutkan bahwa metode Newman tidak mampu mengidentifikasi operasi dan
me-rupakan metode yang digunakan untuk prosedur yang dibutuhkan untuk memecahkan
menganalisis kesalahan siswa dalam me- masalah, (4) tahap keterampilan proses
mecahkan masalah matematika terutama (process skills level) yaitu tahap dimana siswa
masalah verbal atau soal cerita. Dalam pe- telah mengidentifikasi operasi atau prosedur
mecahan masalah ada banyak faktor yang yang tepat, akan tetapi tidak mengetahui
mempengaruhi keberhasilan siswa sampai prosedur yang diperlukan untuk menyelesaikan
pada jawaban yang benar. Dalam metode ini, operasi tersebut secara akurat, dan (5) tahap
proses pemecahan masalah perlu mem- pengkodean (encoding level) yaitu tahap
perhatikan dua hal penting yang dapat dimana siswa telah menemukan solusi atas
menghalangi siswa sampai pada jawaban yang permasalahan, akan tetapi salah menentukan
benar, yakni: masalah dalam kelancaran jawaban akhir atau tidak menyajikan jawaban
berbahasa dan pemahaman konsep dan dengan tepat. Pada penelitian ini digunakan
berkaitan dengan level membaca sederhana model Newman untuk menganalisis kesulitan
(simple reading) dan memahami makna dari siswa dalam memecahkan masalah ma-
permasalahan, masalah dalam proses tematika. analisis model Newman lebih tepat
matematika yang terdiri atas transformasi ke- menunjukkan jenis kesulitan siswa dalam
terampilan proses, dan pengkodean jawaban memecahkan masalah matematika, karena di
yang diberikan siswa. Hal-hal tersebut dalamnya terdapat langkah-langkah terperinci
menunjukkan bahwa siswa harus mampu untuk menelusur jenis kesulitan siswa.
menginterprestasikan pertanyaan dalam Faktor-faktor penyebab kesulitan
konteks matematika sebelum melakukan siswa dalam memecahkan masalah matematika
proses matematis untuk memperoleh jawaban yang dimaksud adalah hal-hal yang
yang tepat. menyebabkan kesulitan dalam pemecahan
Menurut Newman (White, 2005, p.17) masalah ma-tematika yang dialami oleh siswa.
mengklasifikasikan kesalahan siswa dalam Faktor kesulitan tersebut perlu diselidiki
menyelesaikan soal matematika pada asalnya. Namun, untuk menyelidiki hal
pemecahan masalah. Pengklasifikasian ini tersebut diperlukan pengetahuan tentang faktor
dapat menunjukkan atau mendeskripsikan jenis ke-sulitan siswa belajar matematika. kesulitan
kesulitan yang dialami oleh siswa dalam siswa ditandai dengan kesalahan dalam me-
90
Risa Mahdayani. Jurnal Pendas Mahakam. Vol.1 (1).86-98. Juni 2016

mecahkan masalah matematika hanya dapat Berdasarkan uraian di atas, diperlukan


diduga dan ditelusuri penyebabnya. Faktor ter- suatu penelitian untuk mengetahui berapa
sebut bisa faktor dari dalam maupun dari luar persentase siswa yang mengalami kesulitan
diri peserta didik. Menurut Staves (Westwood, pada tes diagnostik yang terdiri dari 10 soal
2000, p.18) Salah satu masalah utama yang dan berapa persentase siswa yang mengalami
dihadapi oleh peserta didik dengan kesulitan kesulitan pada masing-masing materi ma-
belajar menerjemahkan antara pemahaman tematika seperti aritmetika, aljabar, statistika,
mereka sendiri secara intuitif dan dinding dan geometri jika ditinjau dari jenis kesulitan
dunia nyata dan bahasa yang digunakan untuk berdasarkan langkah pemecahan masalah
menggambarkan dan mengukur keperluan matematika itu sendiri antara lain; kesulitan
matematika di sekolah. Terjadi sebuah membaca (reading), kesulitan pe-mahaman
kesenjangan pada pemahaman pemahaman (comprehension), kesulitan trans-formasi
peserta didik jika mereka harus men- (transformation), kesulitan ke-terampilan
goperasikan dengan cepat simbol dan notasi proses (process skill), dan kesulitan penarikan
matematika tersebut. Menurut Natawidjaja kesimpulan (encoding.
(Suwarto, 2013, p.90) dan Irham & Wiyani
(2013, p.264), faktor yang mempengaruhi
kesulitan belajar dapat berasal dari faktor
internal dan eksternal. Faktor internal meliputi METODE PENELITIAN
inteligensi/kemampuan intelektual, perasaan
dan kepercayaan diri, kematangan untuk Penelitian ini adalah penelitian dengan
belajar, usia, jenis kelamin, kebiasaan belajar, metode survei dengan pendekatan kuantitatif.
kemampuan mengingat, kemampuan men- Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian
gindera, kurangnya bakat khusus, kurangnya dengan metode survei karena peneliti
motivasi, situasi pribadi (emosi), faktor meniginginkan informasi yang banyak dan ber-
jasmaniah, dan faktor bawaan (buta warna, aneka ragam untuk mendeskripsikan
kidal, dan cacat tubuh). Faktor eksternal me- fenomena/situasi dari kelompok tertentu yaitu
liputi faktor lingkungan sekolah (sikap guru, jenis kesulitan pemecahan masalah ber-
cara mengajar, situasi sosial, ruang belajar, dan dasarkan langkah pemecahan masalah ma-
waktu belajar), situasi dalam keluarga peserta tematika. Pendekatan kuantitatif digunakan
didik (sikap orang tua), kualitas pembelajaran, untuk menentukan persentase jenis kesulitan
fasilitas pembelajaran, dan lingkungan sosial. berdasarkan langkah pemecahan masalah dan
Dari faktor-faktor yang menyebabkan persentase kesulitan berdasarkan aspek
siswa kesulitan dalam belajar dan memecahkan aritmetika, aljabar, statistika, dan geometri
masalah matematika, dapat dikelompokkan yang dialami oleh siswa. Penelitian ini
secara umum yakni faktor dari luar dan faktor dilaksanakan di SMP Negeri di Kota
dari dalam diri siswa. Faktor dari luar diri Yogyakarta dengan waktu penelitian 1 bulan
siswa yakni antara lain hal-hal yang berkaitan yakni pada tanggal 24 Februari sampai dengan
dengan lingkungan (sosial dan keluarga), 24 Maret tahun pelajaran 2013/2014.
kebudayaan, kebijakan (sekolah dan pe- Subjek penelitian ini adalah siswa
merintah), sistem pendidikan. Faktor dari kelas IX di SMP Negeri yang ada di kota
dalam diri siswa berkaitan dengan hal-hal ke- Yogyakarta yang berjumlah 3376 pada tahun
siapan siswa (baik fisik, psikis, maupun ajaran 2013/2014, karena populasi siswa
penguasaan materi matematika), emosional, sangat besar, maka perlu diambil sampel
dan motivasi diri. Faktor-faktor kesulitan yang penelitian. Jumlah populasi yang sangat besar
diperhatikan dalam penelitian ini adalah faktor sehingga perlu dilakukan pengambilan sampel.
kesulitan pemecahan masalah matematika. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
faktor-faktor ini tidak dapat dilihat namun adalah stratified propotional random sampling,
dapat ditelusuri. Dalam penelitian ini peneliti yakni sampel acak proposional berstrata.
menelusuri faktor intern mengenai hal-hal Teknik tersebut merupakan gabungan dari
kesiapan siswa yang menjadi penyebab stratified sampling (teknik sampling ber-
kesulitan pemecahan masalah matematika dari tingkat) dan propotional sampling (teknik
kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal. sampling propotional) dilanjutkan dengan
91
Risa Mahdayani. Jurnal Pendas Mahakam. Vol.1 (1).86-98. Juni 2016

random sampling (teknik sampling acak). digunakan sebagai dasar untuk wawancara
Pemilihan sampel dengan stratified sampling dalam menggali faktor penyebab kesulitan-
ditentukan dengan mengelompokkan strata kesulitan siswa secara lebih mendalam.
sekolah berdasarkan kelompok perolehan nilai Pedoman wawancara dirancang
matematika UAN tahun pembelajaran berdasarkan analisis Newman yang men-
2012/2013. Pengelompokkan terbagi menjadi ganalisis penyebab kesulitan siswa dalam
tiga kategori, yaitu tinggi, sedang dan rendah. memecahkan masalah berdasarkan kesalahan
Sekolah dikualifikasikan berdasarkan yang dilakukan oleh siswa. Siswa yang
kualifikasi tinggi (rata-rata nilai UN ≥ 8,5), diwawancarai adalah siswa yang mendapatkan
sedang ( 7,0 ≤ rata-rata nilai UN < 8,5), dan nilai dibawah 75, bentuk pertanyaan diarahkan
rendah ( rata-rata nilai UN < 7,0), pembagian untuk mengkonfirmasi penyebab kesulitan
sekolah dapat dilihat pada lampiran 1. berdasarkan langkah pemecahan masalah
Berdasarkan rentang di atas dari 16 sekolah matematika.
yang berkategori tinggi 6 sekolah, sedang 5 Validitas instrumen yang digunakan
sekolah, dan rendah 5 sekolah. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah validitas isi.
pada strata tinggi sebanyak 43 siswa, pada Validitas isi digunakan pada tes diagnostik dan
strata sedang sebanyak 27 siswa, dan jumlah pedoman wawancara. Validitas isi (content
siswa pada strata rendah sebanyak 27 siswa. validity) mengacu pada sejauh mana item
Selanjutnya dilakukan pengambilan sampel istrumen mencakup keseluruhan situasi yang
secara acak (random sampling), untuk setiap hendak diukur. Untuk memperoleh bukti
strata diambil sampel berdasarkan dengan validitas isi dilakukan dengan cara meminta
jumlah ukuran sampel yang telah ditentukan. pertimbangan minimal dua orang ahli (expert
Kemudian pada setiap strata diambil masing- judgment).
masing 2 orang sampel yang memperoleh nilai Teknik Analisis Data
di bawah 75 sebagai perwakilan untuk di- Analisis data dilakukan selama dan
wawancarai agar mengetahui lebih dalam apa setelah pengumpulan data agar data yang
yang menjadi penyebab kesulitan pemecahan diperoleh tersusun secara sistematis lebih
masalah matematika. mudah ditafsirkan sesuai dengan rumusan
Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data masalah. Langkah-langkah analisis dan
Tes diagnostik yang dimaksud adalah penafsiran data dilakukan dengan tahapan
tes yang dirancang untuk mendiagnosis mengumpulkan dan memformulasikan semua
kesulitan pemecahan masalah matematika data yang diperoleh dari lapangan seperti
siswa yang berkaitan dengan materi aritmetika, memeriksa hasil tes dianosti kesulitan
aljabar, statistika, dan geometri. Tes ini pemecahan masalah dan menganalisis hasil tes
diberikan kepada seluruh sampel penelitian diagnostik berdasarkan indikator-indikator
berupa tes tertulis berbentuk uraian agar dapat yang telah ditetapkan, mengidentifikasi siswa
merekam hasil pemecahan masalah siswa. Tes yang mengalami kesulitan (skor tes diagnostik
diagnostik ini divalidasi menggunakan kurang dari 75) pada masing-masing materi
validitas isi dan validitas ini dilakukan oleh matematika, mengidentifikasi jenis kesulitan
dua orang validator. Berdasarkan validitas isi berdasarkan langkah pemecahan masalah
diperoleh bahwa tes diagnostik layak untuk matematika yang ditemukan pada saat siswa
digunakan. Data yang diharapkan berupa hasil menyelesaikan soal tes menjadi 5 jenis
pekerjaan siswa untuk memperoleh jenis ke- kesulitan yaitu kesulitan membaca (reading),
sulitan berdasarkan langkah pemecahan kesulitan pemahaman (comprehension),
masalah matematika yang berkaitan dengan kesulitan transformasi (transformation),
materi aritmetika, aljabar, statistika, dan kesulitan keterampilan proses (process skill),
geometri. Data yang diharapkan berupa hasil dan kesulitan penarikan kesimpulan (encoding)
pekerjaan siswa langsung pada lembar jawaban pada keseluruhan materi matematika dan
yang telah disediakan beserta langkah-langkah masing-masing materi, melakukan wawancara,
pemecahan masalahnya. Berdasarkan hasil menganalisis hasil wawancara. Kemudian data
pekerjaan siswa pada tes diagnostik akan yang telah dikumpulkan selanjutnya disajikan
diperoleh jenis kesulitan pemecahan masalah dalam bentuk uraian singkat dengan teks yang
matematika siswa. Data hasil tes diagnostik ini bersifat naratif. Menganalisis lebih dalam
92
Risa Mahdayani. Jurnal Pendas Mahakam. Vol.1 (1).86-98. Juni 2016

siswa yang mengalami kesulitan dengan skor sulitan pada setiap materi aritmetika, aljabar,
kurang dari 75 pada materi aritmetika, aljabar, statistika, dan geometri serta jumlah siswa
statistika, dan geometri kemudian menganalisis yang mengalami kesulitan pada setiap langkah-
lebih dalam jenis kesulitan siswa berdasarkan langkah pemecahan masalah seperti kesulitan
langkah pemecahan masalah yaitu kesulitan membaca(reading),pemahaman(comprehensio
membaca (reading), kesulitan pemahaman n,transformasi (transformation), keterampilan
(comprehension), kesulitan transformasi proses (process skill), dan penarikan ke-
(transformation), kesulitan keterampilan simpulan (encoding).
proses (process skill), dan kesulitan penarikan Tabel 1. Jumlah Siswa yang Mengalami
kesimpulan (encoding) pada keseluruhan Kesulitan Berdasarkan Materi Matematika
materi maupun pada masing-masing materi
dan selanjutnya dilakukan wawancara untuk Materi
Tinggi Sedang Rendah Total
mengetahui faktor-faktor penyebab siswa Matematika
mengalami kesulitan pada tiap soal. Aritmetika 40 26 26 92
Berdasarkan penyajian data tersebut, (%) 93,1% 26,8% 26,8% 94,8%
selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan Aljabar 26 23 27 76
berdasarkan analisis terhadap data yang telah (%) 60,5% 23,7% 27,8% 78,4%
Statistika 24 10 26 60
dikumpulkan melalui tes diagnostik mengenai (%) 55,8% 10,3% 26,8% 61,8%
persentase siswa yang mengalami kesulitan Geometri 9 17 23 49
berdasarkan langkah pemecahan masalah pada (%) 20,9% 17,5% 23,7% 50,5%
keseluruhan materi dan persentase kesulitan Dari Tabel 1 disajikan rekapitulasi jumlah
berdasarkan masing-masing materi, serta siswa yang mengalami kesulitan pada setiap
menentukan proposi populasi. materi matematika pada setiap strata. Pada
HASIL DAN PEMBAHASAN strata tinggi siswa yang mengalami kesulitan
sebanyak 40 siswa atau sebesar 93,1%, untuk
Hasil penelitian ini akan materi aljabar siswa yang mengalami kesulitan
mendeskripsikan semua data yang terekam sebanyak 26 siswa atau sebesar 60,5%, untuk
melalui hasil kerja siswa. Data yang diperoleh materi statistika siswa yang mengalami
dalam penelitian ini yaitu data kuantitatif. kesulitan sebanyak 24 siswa atau sebesar
Teknik analisis data yang digunakan adalah 55,8%, dan untuk materi geometri siswa yang
teknik analisis data kuantitatif pada data mengalami kesulitan sebanyak 9 siswa atau
kuantitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan sebesar 20,9%. Pada strata sedang siswa yang
dengan memeriksa jawaban peserta tes mengalami kesulitan pada materi aritmetika
dilanjutkan dengan menentukan persentase sebanyak 26 siswa atau sebesar 26,8%, untuk
siswa yang mengalami kesulitan ditinjau dari materi aljabar siswa yang mengalami kesulitan
langkah pemecahan masalah berdasarkan sebanyak 23 siswa atau sebesar 23,7%, untuk
keseluruhan materi matematika maupun materi statistika siswa yang mengalami
masing-masing materi matematika seperti kesulitan sebanyak 10 siswa atau sebesar
aritmetika, aljabar, statistika, dan geometri. 10,3%, dan untuk materi geometri siswa yang
Jenis kesulitan yang dimaksud adalah kesulitan mengalami kesulitan sebanyak 17 siswa atau
membaca(reading),pemahaman(comprehensio sebesar 17,5%, dan pada strata rendah siswa
n),transformasi(transformation), keterampilan yang mengalami kesulitan pada materi
proses (process skill), dan penarikan aritmetika sebanyak 26 atau sebesar 26,8%,
kesimpulan (encoding). untuk materi aljabar siswa yang mengalami
Dalam penelitian ini peneliti kesulitan sebanyak 27,8% atau sebesar 27,8%,
mengumpulkan informasi melalui tes untuk materi statistika siswa yang mengalami
diagnostik yang terdiri dari 10 soal mengenai kesulitan sebanyak 26 siswa atau sebesar
materi aritmetika, aljabar, statistika, dan 26,8%, dan untuk materi geometri siswa yang
geometri yang diberikan kepada 97 siswa. mengalami kesulitan sebanyak 23 atau sebesar
Setelah terkumpul semua hasil pekerjaan 23,7%%. Dari keseluruhan siswa yang
siswa, selanjutnya peneliti mengoreksi hasil berjumlah 97 siswa pada materi aritmetika
jawaban siswa dan peneliti memperoleh data jumlah siswa yang mengalami kesulitan
mengenai jumlah siswa yang mengalami ke- sebanyak 92 siswa atau sebesar 94,8%, untuk
93
Risa Mahdayani. Jurnal Pendas Mahakam. Vol.1 (1).86-98. Juni 2016

materi aljabar jumlah siswa yang mengalami 88,9%, kesulitan transformasi sebanyak 27
kesulitan sebanyak 76 orang atau sebesar siswa atau sebesar 100%. Dan untuk kesulitan
78,4%, materi statistika siswa yang mengalami penarikan kesimpulan sebanyak 27 siswa atau
kesulitan sebanyak 60 orang atau sebesar sebesar 100%. Dari keseluruhan siswa yang
61,8%, dan materi geometri jumlah siswa yang berjumlah 97 siswa yang mengalami kesulitan
mengalami kesulitan sebanyak 49 orang atau membaca sebanyak 46 siswa atau sebesar
sebesar 50,5%. 47,4%, untuk kesulitan pemahaman sebanyak
Tabel 2. Jumlah Siswa yang Mengalami 50 siswa atau sebesar 51,5%, untuk kesulitan
Kesulitan Berdasarkan Langkah Pemecahan transformasi sebanyak 72 siswa atau sebesar
Masalah Pada 10 Soal Tes Diagnostik 74,3%, untuk kesulitan keterampilan proses
sebanyak 78 siswa atau sebesar 80,4%, dan
Jenis
Tinggi Sedang Rendah Total untuk kesulitan penarikan kesimpulan
Kesulitan sebanyak 78 siswa atau sebesar 80,4%.
46
Membaca 9 13 24
47,4
Tabel 3. Jumlah Siswa yang Mengalami
(%) 20,9% 48,2% 88,9% Kesulitan Ditinjau Dari Langkah Pemecahan
%
50 Masalah pada Materi Aritmetika
Pemahaman 11 15 24
51,5
(%) 25,6% 55,6% 88,9%
% Jenis
72 Tinggi Sedang Rendah Total
Transformasi 23 22 27 Kesulitan
74,3 Membaca 15 23 13 51
(%) 53,5% 81,5% 100%
% (%) 34,8% 85,2% 48,2% 52,6%
Keterampilan 78 Pemahaman 23 23 20 66
27 24 27
Proses 80,4 (%) 53,5% 85,2% 74,1% 68,1%
62,8% 88,9% 100%
(%) % Transformasi 40 26 26 92
Penarikan 78 (%) 93,1% 96,3% 96,3% 94,8%
27 24 27
Kesimpulan 80,4 Keterampilan
62,8% 88,9% 100% 41 26 26 93
(%) % Proses
95,4% 96,3% 6,3% 95,8%
Dari Tabel 2 dapat dilihat dari 10 soal tes (%)
diagnostik yang terdiri dari materi aritmetika, Penarikan
41 26 26 93
aljabar, statistika, dan geometri pada setiap Kesimpulan
95,4% 96,3% 96,3% 95,8%
(%)
strata diperoleh rekapitulasi banyaknya siswa
Tabel 3 menunjukkan soal dengan
yang mengalami jenis kesulitan berdasarkan
materi aritmetika yang dikerjakan oleh siswa
berdasarkan langkah-langkah pemecahan
yang dilihat dari setiap strata. Pada strata
masalah matematika. Pada strata tinggi siswa
tinggi siswa yang mengalami kesulitan
yang mengalami kesulitan membaca sebanyak
membaca sebanyak 15 siswa atau sebesar
9 siswa atau sebesar 20,9%, kesulitan
34,8%, kesulitan pemahaman sebanyak 23
pemahaman sebanyak 11 siswa atau sebesar
siswa atau sebesar 53,5%, kesulitan
25,6%, kesulitan transformasi sebanyak 23
transformasi sebanyak 40 siswa atau sebesar
siswa atau sebesar 53,5%, kesulitan
93,1%, kesulitan keterampilan proses sebanyak
keterampilan proses sebanyak 27 siswa atau
41 siswa atau sebesar 95,4%, dan kesulitan
sebesar 62,8%, dan penarikan kesimpulan
penarikan kesimpulan sebanyak 41 siswa atau
sebanyak 27 siswa atau sebesar 62,8%. Pada
sebesar 95,4%. Pada strata sedang siswa yang
strata sedang siswa yang mengalami kesulitan
mengalami kesulitan membaca sebanyak 23
membaca sebanyak 13 atau sebesar 48,2%,
siswa atau sebesar 85,2%, kesulitan
kesulitan pemahaman sebanyak 15 siswa atau
pemahaman sebanyak 23 siswa atau sebesar
sebesar 55,6%, kesulitan transformasi
85,2%, kesulitan transformasi sebanyak 26
sebanyak 22 siswa atau sebesar 81,5%,
siswa atau sebesar 96,3%, kesulitan
kesulitan keterampilan proses sebanyak 24
keterampilan proses sebanyak 26 siswa atau
siswa atau sebesar 88,9%, dan kesulitan
sebesar 96,3%, dan kesulitan penarikan
penarikan kesimpulan sebanyak 24 siswa atau
kesimpulan sebanyak 26 siswa atau sebesar
sebesar 88,9%, dan pada strata rendah siswa
96,3%. Pada strata rendah siswa yang
yang mengalami kesulitan membaca sebanyak
mengalami kesulitan membaca sebanyak 13
24 siswa atau sebesar 88,9%, kesulitan
siswa atau sebesar 48,2%, kesulitan
pemahaman sebanyak 24 siswa atau sebesar
pemahaman sebanyak 20 siswa atau sebesar
94
Risa Mahdayani. Jurnal Pendas Mahakam. Vol.1 (1).86-98. Juni 2016

74,1%, kesulitan transformasi sebanyak 26 siswa atau sebesar 81,5%, kesulitan


siswa atau sebesar 96,3%, kesulitan pemahaman sebanyak 24 siswa atau sebesar
keterampilan proses sebanyak 26 siswa atau 88,8%, kesulitan transformasi 26 siswa atau
sebesar 96,3%, dan untuk kesulitan penarikan sebesar 96,3%, kesulitan keterampilan proses
kesimpulan sebanyak 26 siswa atau sebesar sebanyak 27 siswa atau sebesar 100%. Dari
96,3%. Dari keseluruhan siswa yang berjumlah keseluruhan siswa yang berjumlah 97 siswa
97 siswa yang mengalami kesulitan membaca dapat dilihat siswa yang mengalami kesulitan
sebanyak 51 siswa atau sebesar 52,6%, untuk membaca sebanyak 60 siswa atau sebesar
kesulitan pemahaman sebanyak 66 siswa atau 61,8%, untuk kesulitan pemahaman sebanyak
sebesar 68,1%, untuk kesulitan transformasi 64 siswa atau sebesar 65,9%, untuk kesulitan
sebanyak 92 siswa atau sebesar 94,8%, untuk transformasi sebanyak 75 siswa atau sebesar
kesulitan keterampilan proses sebanyak 93 77,3%, untuk kesulitan keterampilan proses
siswa atau sebesar 95,8%, dan untuk kesulitan sebanyak 78 siswa atau sebesar 80,4%, dan
penarikan kesimpulan sebanyak 93 siswa atau untuk keterampilan proses sebanyak 78 siswa
sebesar 95,8%. atau sebesar 80,4%.
Tabel 4. Jumlah Siswa yang Mengalami Tabel 5. Jumlah Siswa yang Mengalami
Kesulitan Ditinjau Dari Langkah Pemecahan Kesulitan Ditinjau Dari Langkah Pemecahan
Masalah pada Materi Aljabar Masalah pada Materi Statistika

Jenis Jenis
Tinggi Sedang Rendah Total Tinggi Sedang Rendah Total
Kesulitan Kesulitan
Membaca 22 16 22 60 Membaca 23 6 24 53
(%) 51,2% 59,3% 81,5% 61,8% (%) 53,5% 22,3% 88,8% 54,6%
Pemahaman 23 17 24 64 Pemahaman 23 6 24 53
(%) 53,5% 62,9% 88,8% 65,9% (%) 53,4% 22,3% 88,8% 54,6%
Transformasi 26 23 26 75 Transformasi 34 20 27 81
(%) 60,5% 85,2% 96,3% 77,3% (%) 79,1% 74,1% 100 83,5%
Keterampilan 28 Keterampilan 40
23 27 78 22 27 89
Proses 65,1 Proses 93,1
85,2% 100% 80,4% 81,5% 100% 91,7%
(%) % (%) %
Penarikan Penarikan
28 23 27 78 40 22 27 89
Kesimpulan Kesimpulan
65,1% 85,2% 100% 80,4% 93,1% 81,5% 100% 91,7%
(%) (%)
Tabel 4 menunjukkan soal dengan Tabel 5 menunjukkan soal dengan materi
materi aljabar yang dikerjakan oleh siswa statistika yang dikerjakan oleh siswa yang
yang dilihat dari setiap strata. Pada srata tinggi dilihat dari setiap strata. Pada strata tinggi
siswa yang mengalami kesulitan membaca siswa yang mengalami kesulitan membaca
sebanyak 22 siswa atau sebesar 51,2%, sebanyak 23 siswa atau sebesar 53,5%,
kesulitan pemahaman sebanyak 23 siswa atau kesulitan pemahaman sebanyak 23 siswa atau
sebesar 53,5%, kesulitan transformasi sebesar 53,5%, kesulitan transformasi
sebanyak 26 siswa atau sebesar 60,5%, sebanyak 34 siswa atau sebesar 79,1%,
kesulitan keterampilan proses sebanyak 28 kesulitan keterampilan proses sebanyak 40
siswa atau sebesar 65,1%, dan kesulitan siswa atau sebesar 93,1%, dan kesulitan
penarikan kesimpulan sebanyak 28 siswa atau penarikan kesimpulan sebanyak 40 siswa atau
sebesar 65,1%. Pada strata sedang siswa yang sebesar 93,1%. Pada strata sedang siswa yang
mengalami kesulitan membaca sebanyak 16 mengalami kesulitan membaca sebanyak 6
siswa atau sebesar 59,3%, kesulitan siswa atau sebesar 22,3%, kesulitan
pemahaman sebanyak 17 siswa atau sebesar pemahaman sebanyak 6 siswa atau sebesar
62,9%, kesulitan transformasi sebanyak 23 22,3%, kesulitan transformasi sebanyak 20
siswa atau sebesar 85,2%, kesulitan siswa atau sebesar 74,1%, kesulitan
keterampilan proses sebanyak 23 siswa atau keterampilan proses sebanyak 22 siswa atau
sebesar 85,2%, dan kesulitan penarikan sebesar 81,5%, dan kesulitan penarikan
kesimpulan sebanyak 23 siswa atau sebesar kesimpulan sebanyak 22 siswa atau sebesar
85,2%. Pada strata rendah siswa yang 81,5%. Pada strata rendah siswa yang
mengalami kesulitan membaca sebanyak 22 mengalami kesulitan membaca sebanyak 53
95
Risa Mahdayani. Jurnal Pendas Mahakam. Vol.1 (1).86-98. Juni 2016

siswa atau sebesar 54,6%, kesulitan mengalami kesulitan membaca sebanyak 21


pemahaman sebanyak 53 siswa atau sebesar siswa atau sebesar 77,8%, kesulitan
54,6%, kesulitan transformasi sebanyak 81 pemahaman sebanyak 21 siswa atau sebesar
siswa atau sebesar 83,5%, kesulitan 77,8%, kesulitan transformasi sebanyak 23
keterampilan proses sebanyak 89 siswa atau siswa atau sebesar 85,2%, kesulitan
sebesar 91,7%, dan kesulitan penarikan keterampilan proses sebanyak 27 siswa atau
kesimpulan sebanyak 89 siswa atau sebesar sebesar 100%, dan kesulitan penarikan
91,7%. Dari keseluruhan siswa yang berjumlah kesimpulan sebanyak 27 siswa atau sebesar
97 siswa yang mengalami kesulitan membaca 100%. Dari keseluruhan siswa yang berjumlah
sebanyak 53 siswa atau sebesar 54,6%, untuk 97 siswa yang mengalami kesulitan membaca
kesulitan pemahaman sebanyak 53 siswa atau sebanyak 33 siswa atau sebesar 34,1%, untuk
sebesar 54,6%, untuk kesulitan transformasi kesulitan pemahaman sebanyak 34 siswa atau
sebanyak 81 siswa atau sebesar 83,5%, untuk sebesar 35,1%, untuk kesulitan transformasi
kesulitan keterampilan proses sebanyak 89 sebanyak 50 siswa atau sebesar 51,5%, untuk
siswa atau sebesar 91,7%, dan untuk kesulitan kesulitan keterampilan proses sebanyak 68
penarikan kesimpulan sebanyak 89 siswa atau siswa atau sebesar 70,1%, dan untuk kesulitan
sebesar 91,7%. penarikan kesimpulan 68 siswa atau sebesar
Tabel 6. Jumlah Siswa yang Mengalami 70,1%.
Kesulitan Ditinjau Dari Langkah Pemecahan Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Siswa dalam
Masalah pada Materi Geometri Memecahkan Masalah Matematika
Wawancara dilakukan dengan terlebih
Jenis
Tinggi Sedang Rendah Total dahulu menentukan unit subjek penelitian dari
Kesulitan masing-masing kelompok subjek penelitian
Membaca 6 6 21 33
(%) 13,9% 22,3% 77,8% 34,1%
sebagai perwakilan untuk mengetahui faktor
Pemahaman 6 7 21 34 apa yang bisa menyebabkan siswa mengalami
(%) 13,9% 25,9% 77,8% 35,1% kesulitan. Unit subjek penelitian ditentukan
Transformasi 10 17 23 50 dari siswa-siswa yang mempunya nilai
(%) 23,3% 62,9% 85,2% 51,5% dibawah 75 berdasarkan KKM.
Keterampilan 18
Proses 41,8
23 27 68 Wawancara dimaksudkan untuk
85,2% 100% 70,1% mengetahui lebih dalam apa yang men-
(%) %
Penarikan yebabkan siswa kesulitan atau melakukan
18 23 27 68
Kesimpulan
41,8% 85,2% 100% 70,1% kesalahan dalam langkah-langkah pemecahan
(%) masalah. Dalam tahap ini pada strata tinggi,
Tabel 6 menunjukkan soal dengan sedang, dan rendah dipilih 2 orang siswa yang
materi geometri yang dikerjakan oleh siswa mempunyai nilai dibawah 75 untuk mewakili
yang dilihat dari setiap strata. Pada strata faktor-faktor apa saja yang menyebabkan
tinggi siswa yang mengalami kesulitan siswa mengalami kesulitan. Keenam subjek
membaca sebanyak 6 siswa atau sebesar penelitian tersebut diwawancara secara men-
13,9%, kesulitan pemahaman sebanyak 6 siswa dalam untuk memperoleh informasi rinci
atau sebesar 13,9%, kesulitan transformasi mengenai penyebab kesulitan yang dihadapi
sebanyak 10 siswa atau sebesar 23,3%, pada saat menyelesaikan masalah matematika
kesulitan keterampilan proses sebanyak 18 yang diberikan. Berdasarkan hasil tes
siswa atau sebesar 41,8%, dan kesulitan diagnostik siswa dalam memecahkan masalah
penarikan kesimpulan 18 atau sebesar 41,8%. matematika dan hasil wawancara dapat dilihat
Pada stara sedang siswa yang mengalami berapa banyak siswa yang mengalami
kesulitan membaca sebanyak 6 siswa atau kesulitan dengan nilai dibawah 75 berdasarkan
sebesar 22,3%, kesulitan pemahaman sebanyak standar KKM. Siswa yang memperoleh nilai
7 siswa atau sebesar 25,9%, kesulitan diatas 75 maka bisa dikatakan dia tidak
transformasi sebanyak 17 siswa atau sebesar mengalami kesulitan dan siswa yang tidak
62,9%, kesulitan keterampilan proses sebanyak menjawab sama sekali butir soal artinya siswa
23 siswa atau sebesar 85,2%, dan kesulitan dimungkinkan tidak bisa atau tidak mampu
penarikan kesimpulan sebanyak 23 siswa atau memecahkan masalah matematika yang
sebesar 85,2%. Pada strata rendah siswa yang dihadapi, penyebab kesulitan diprediksi
96
Risa Mahdayani. Jurnal Pendas Mahakam. Vol.1 (1).86-98. Juni 2016

berkaitan dengan penguasaan materi dan sebesar 34,1%, untuk kesulitan pemahaman
kompetensi matematika. Berdasarkan hasil sebanyak 34 siswa atau sebesar 35,1%, untuk
wawancara mendalam dengan keenam siswa, kesulitan transformasi sebanyak 50 siswa atau
ditemukan kesulitan siswa dalam memecahkan sebesar 51,5%, untuk kesulitan keterampilan
masalah matematika disebabkan oleh faktor proses sebanyak 68 siswa atau sebesar 70,1%,
kurang teliti, tergesa-gesa mengerjakan soal, dan untuk kesulitan penarikan kesimpulan
lupa, kurang waktu untuk mengerjakan soal, sebayak 68 siswa atau sebesar 70,1%.
dan terkecoh.
Saran
KESIMPULAN DAN SARAN Hal-hal yang dapat disarankan setelah
melakukan penelitian ini adalah kepada para
Kesimpulan siswa, khususnya siswa SMP, untuk dapat
Berdasarkan hasil penelitian dan menindaklanjuti hasil penelitian ini dengan
pembahasan, maka dapat disimpulkan Pada tes mempelajari jenis kesulitan berdasarkan
diagnostik yang terdiri dari 10 soal pada materi langkah-langkah pemecahan masalah ma-
aritmetika, aljabar, statistika, dan geometri tematika yang cenderung dianggap sulit. Selain
siswa yang mengalami kesulitan membaca itu, diharapkan siswa menyadari jenis dan
sebanyak 46 siswa atau sebesar 47,4%, untuk faktor kesulitan yang menyebabkan kesulitan
kesulitan pemahaman sebanyak 50 siswa atau dalam memecahkan masalah matematika dan
sebesar 51,5%, untuk kesulitan transformasi mencari solusi alternatif untuk meminimalisir
sebanyak 72 siswa atau sebesar 74,3%, untuk maupun mengatasi kesulitan tersebut agar
kesulitan keterampilan proses sebanyak 78 mendapatkan hasil yang oprtimal, kepada guru
siswa atau sebesar 80,4%, dan untuk kesulitan matematika, untuk dapat menindaklanjuti hasil
penarikan kesimpulan sebanyak 78 siswa atau penelitian ini dengan mempertegas kembali
sebesar 80,4%. Untuk materi aritmetika siswa pemamahan siswa pada langkah pemecahan
yang mengalami kesulitan membaca sebanyak masalah yang cenderung sulit dikuasai siswa
51 siswa atau sebesar 52,6%, untuk kesulitan dan memberi alternatif solusi pada siswa
pemahaman sebanyak 66 siswa atau sebesar tersebut, dan kepada para akademisi,
68,1%, untuk kesulitan transformasi sebanyak khususnya bidang matematika dan pendidikan
92 siswa atau sebesar 94,8%, untuk kesulitan ma-tematika, untuk dapat melakukan
keterampilan proses sebanyak 93 siswa atau penelitian mengatasi kesulitan pemecahan
sebesar 95,8%, dan untuk kesulitan penarikan masalah matematika guna meningkatkan
kesimpulan sebanyak 93 siswa atau sebesar kualitas pen-didikan matematika di sekolah
95,8%.Untuk materi aljabar siswa yang untuk me-nemukan solusi kesulitan pemecahan
mengalami kesulitan membaca sebanyak 60 masalah matematika berdasarkan jenis
siswa atau sebesar 61,8%, untuk kesulitan kesulitannya.
pemahaman sebanyak 64 siswa sebesar 65,9%,
untuk kesulitan transformasi sebanyak 75 DAFTAR PUSTAKA
siswa atau sebesar 77,3%, untuk kesulitan Abdurrahman, M. (2012). Anak berkesulitan
keterampilan proses sebanyak 78 siswa atau belajar: teori, diagnosis, dan
sebesar 80,4%, dan untuk kesulitan penarikan remedialnya. Jakarta: Rineka Cipta.
kesimpulan sebanyak 78 siswa atau sebesar
80,4%. Untuk materi statistika siswa yang Brumbaugh, D. K, Moch, P. L., & Wilkinson,
mengalami kesulitan membaca sebanyak 53 M. (2005). Mathematics content for
siswa atau sebesar 54,6%,untuk kesulitan elementary teachers. Mahwah:
pemahaman sebanyak 53 siswa atau sebesar Lawrence Erlbaum Associated.
54,6%, untuk kesulitan transformasi sebanyak Ciltas, A., & Tatar, E. (2011). Diagnosing
81 siswa atau sebesar 83,5%, untuk kesulitan learning difficulties related to the
keterampilan proses sebanyak 89 siswa atau equation and inequality that contain
sebesar 91,7%, dan untuk kesulitan penarikan terms with absolute value.
kesimpulan sebanyak 89 siswa atau sebesar International Online Journal of
91,7%. Untuk geometri siswa yang mengalami Educational Sciences, 3(2), 461-473.
kesulitan membaca sebanyak 33 siswa atau
97
Risa Mahdayani. Jurnal Pendas Mahakam. Vol.1 (1).86-98. Juni 2016

Conney. T.J., Davis, J.E., & Henderson, B. K. teacher. Journal of Basic and Applied
(1975). Dynamics of teaching Scientific Research, 2(3), 2923-2928.
secondary school mathematics. Boston: Sternberg, R. B., & Ben-Zeev, T. (1996). The
Houghton Mifflin Company. nature of mathematical thinking.
Haryani, D. (2011, Mei). Pembelajaran Mahwah: Lawrence Erlbaum
matematika dengan pemecahan masalah Associates.
untuk menumbuhkankembangkan Suwarto. (2013). Pengembangan tes
kemampuan berpikir kritis siswa. diagnostik dalam pembelajaran.
Makalah disajikan dalam Seminar Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Nasional Penelitian, Pendidikan dan Tambychik, T., & Meerah, T.S.M. (2010).
Penerapan MIPA, di Universitas Negeri Students’ difficulties in mathematics
Yogyakarta. problem-solving: what do they say?.
Irham, M., & Wiyani, N, A. (2013). Psikologi Procedia Social and Behavioral
pendidikan: teori dan aplikasi dalam Sciences, 8, 142-151. Diambil pada
proses pembelajaran. Jogjakarta: Ar- tanggal 29 Oktober 2013, dari
ruz Media. http://www.sciencedirect.com/science/
Khiat, H. (2010). A grounded theory approach: article/pii/S1877042810021257
conceptions of understanding in Westwood, P. (2000). Numeracy and learning
engineering mathematics learning. The difficulties: approaches to teaching
Qualitative Report, 15(6), 1459-1488. and assessment. Camberwell: The
Lerner, J. W., & Kline, F. (2006). Learning Australian Council For Education
disabilities and related disorders. Research.
Boston: Houghton Mifflin Company. White, A. L. (2005). Active mathematics in
Mahmudi, A. (2008, Desember). classrooms; Finding out why children
Pembelajaran problem posing untuk make mistake-and then doing
meningkatkan kemampuan pemecahan something to help them. Square One,
masalah matematika. Makalah disajikan 15(4), 15-19.
dalam Seminar Nasional Matematika, di
UNPAD.
Martin, et .al. (2005). Teaching science for all
children: inquiry methods for
constructing understading. Boston :
Pearson Education.
NCTM. (2000). Principles and standards for
school mathematics. Reston: The
National Council of Teachers of
Mathematics.
Posamentier, A. S., Smith, B. S., & Stepelman,
J. (2010). Teaching secondary school
mathematics: teaching and enrichment
units (8th ed.). Boston: Pearson
Education, Inc.
Prakitipong, N., & Nakamura, S. (2006).
Analysis of mathematics performance
of grade five students in thailand using
Newman procedurs. Journal
International Cooperation in
Education, 9(1), 111-112.
Seifi, M., Haghverdi, M., & Azismohamadi, f.
(2012). Reconition of student’s
difficulties in solving mathematical
word problems from the viewpoint of

98

Anda mungkin juga menyukai