Anda di halaman 1dari 14

abortus,aborsi,...

oh, my baby

ABORTUS PROVOCATUS KRIMINALIS DIKAITKAN DENGAN PERUNDANG-


UNDANGAN DI INDONESIA MENGENAI ABORTUS DAN DAMPAKNYA TERHADAP
KEAMANAN REPRODUKSI PEREMPUAN

Oleh
Retno Mratihatani

Abortus provocatus kriminalis merupakan satu persoalan bagi negara-negara berkembang yang
memiliki jumlah penduduk yang padat dan memiliki peraturan yang sangat ketat terhadap
tindakan induksi abortus. Anika Rahman, Laura Katzive dan Stanley K. Henshaw dalam A
Global Review of Laws on Induced Abortion, 1985-1997 menyebutkan bahwa status legal
induksi abortus membantu dalam penentuan tersedianya keamanan, pelayanan aborsi yang
dihasilkan dalam suatu negara yang akan menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu..1

.Dari hasil World Fertility Survey tahun 1987, diketahui bahwa di seluruh dunia ada sekitar 300
juta pasangan usia subur yang tidak ingin mempunyai anak lagi, tetapi tidak menggunakan alat
kontrasepsi apapun. Mereka adalah kelompok yang sangat berisiko untuk mengalami kehamilan
yang tidak diingini. Keadaan seperti ini paling mencolok ditemukan di negara-negara di Afrika,
Asia, dan Amerika latin, yang tingkat ketersediaan fasilitas pelayanan jasa aborsinya sangat
rendah. Program keluarga berencana di Afrika, Asia, dan Amerika latin secara berturut-turut
hanya mampu mencakup 23%, 43%, dan 57% dari para pasangan yang tidak menginginkan anak
tersebut (WHO).

Frekuensi kehamilan yang tidak diingini yang tinggi itu dipastikan akan meningkatkan
kebutuhan jasa pelayanan abortus. Menurut badan [1]kesehatan dunia (WHO), di seluruh dunia,
setiap tahun diperkirakan sekitar 40--60 juta ibu yang tidak menginginkan kehamilannya
melakukan aborsi. Setiap tahun, sekitar 500.000 ibu mengalami kematian yang disebabkan oleh
kehamilan dan persalinan. Sekitar 30--50% di antaranya meninggal akibat komplikasi abortus
yang tidak aman. Yang lebih memprihatinkan lagi, sekitar 90% dari kematian tersebut terjadi di
negara berkembang, termasuk Indonesia, yang jumlah dan penyebaan fasilitas pelayanan
kesehatan profesionalnya masih relatif kecil dan tidak merata (Ericca, 1997). Di Amerika Latin,
komplikasi abortus yang dilakukan secara ilegal merupakan penyebab utama kematian pada
wanita yang berusia 15--39 tahun. Berdasarkan laporan dari berbagai negara berkembang,
diketahui bahwa abortus yang tidak aman merupakan penyebab utama kematian ibu. Survei yang
dilakukan di Adis Ababa pada 1981--1983 menemukan 54% kematian ibu yang langsung
disebabkan oleh kamplikasi abortus provokatus yang tidak aman.

Menurut LKBN ANTARA News pada 5 April 2007, satu perempuan tewas setiap menitnya
akibat abortus tidak aman di dunia. Dalam setiap menitnya di dunia terjadi 380 kehamilan
dengan 190 diantaranya kehamilan tidak diinginkan sehingga angka abortus tidak aman juga
tinggi.Dalam setahun dari 75 juta kasus kehamilan tidak diinginkan di dunia, 50 juta diantaranya
melakukan abortus (pengguguran kandungan) dan 20 juta diantaranya melakukan abortus tidak
aman.Dalam setahun tercatat 600.000 wanita meninggal dunia saat menggugurkan
kandungannya.Seorang mahasiswi yang tewas setelah melakukan abortus kepada dukun
perempuan di Natar, Kabupaten Lampung Selatan.2
[2][3]

APA DAN BAGAIMANA


Secara medis, aborsi (latin:abortus) adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum usia kehamilan
20 minggu dan beranya kurang dari 500 gram Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38
minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur.
Abortus dibagi menjadi dua yaitu abortus spontan dan abortus buatan (induksi).Abortus spontan
adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa adanya upaya-upaya dari luar untuk mengakhiri
kehanilan Terminologi yang sering digunakan untuk abortus spontan adalah keguguran
sedangkan abortus buatan (induksi) adalah abortus yang terjadi akibat adanya upaya-upaya
tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan. Istilah yang sering digunakan adalah aborsi,
pengguguran, atau abortus provokatus. Abortus buatan, termasuk di dalamnya adalah:
Therapeutic anortion (pengguguran kandungan karena mengancam kesehatan jasmani dan rohani
ibu). Eugenic abortion (dilakukan terhadap janini yang cacat), elective abortion (dilakukan untuk
alasan lain). Dalam bahasa sehari-hari, istilag ‘keguguran’ biasanya digunakan untuk spntaneous
abortion, sementara ‘aborsi’ digunakan untuk induced abortion.
Dari sisi medikolegal maka istilah abortus, keguguran dan kelahiran prematur mempunyai arti
yang sama dan menunjukkan pengeluaran janin sebelum usia kehamilan yang cukup.
[4]

Abortus buatan (terminasi kehamilan) dapat bersifat legal (abortus provocatus


therapeuticus/medicinalis) dan bersifat ilegal (abortus provocatus criminalis). Abortus buatan
legal dilakukan hanya berdasar indikasi medik, yaitu demi keselamatan ibu dengan persetujuan
ibu hamil yang bersangkutan/suami, dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang kompeten di suatu
sarana kesehatan tertentu. Cara yang digunakan untuk abortus buatan legal ini dapat berupa
tindakan operatif (paling sering dengan cara kuretase atau aspirasi vakum) atau dengan cara
medikal, dan dilaksanakan di rumah-rumah sakit atau klinik-klinik. Cara operatif itu juga
dilakukan oleh dokter-dokter atau paramedik tertentu pada kasus abortus buatan ilegal.

Sedang abortus buatan ilegal (abortus provocatus kriminalis)), menurut M Jusuf Hanafiah &
Amri Amir dalam Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan disebutkan
sering dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten, biasanya memakai cara-cara seperrti memijit-
mijit perut bagian bawah, memasukkan benda asing atau jenis tumbuh-tumbuhan/ rumput-
rumputan ke dalam leher rahim, pemakaian bahan-bahan kimia yang dimasukkan ke dalam jalan
lahir dan lain-lain, sehingga sering terjadi infeksi yang berat, bahkan dapat berakibat fatal.
Menurut WHO, aborsi yang tidak aman (unsafe abortion) adalah aborsi yang dilakukan dengan
menggunakan metode yang berisiko tinggi, bahkan fatal, dilakukan oleh orang yang tidak terlatih
atau tidak terampil serta komplikasinya merupakan penyebab langsung kematian wanita usia
reproduksi. Dengan demikian, ada tiga kriteria aborsi yang tidak aman, yaitu metode berisiko
tinggi, dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan komplikasinya merupakan penyebab
langsung kematian ibu (WHO, 1995)
[5]
Di Indonesia, serangkaian peraturan perundangan telah di keluarkan untuk mengatur masalah
aborsi. Timbulnya angka kematian dan kesakitan ibu karena aborsi yang tidak aman menjadi
masalah tersendiri di bidang kesehatan dan reproduksi wanita. Dari pemaparan di atas timbul
satu permasalahan yaitu :
Bagaimana ketentuan perundangan di Indonesia mengatur tentang Aborsi dan apa dampaknya
bagi kesehatan reproduksi wanita? Aborsi memang masalah yang komplit. Seorang dokter akan
diperhadapkan dengan berbagai pertimbangan mengingat berbagai ketentuan yang berlku di
Indonesia cenderung melarang tindakan aborsi.
Dalam deklarasi Oslo (1970) tentang pengguguran atas indikasi medik, disebutkan bahwa moral
dasar yang dijiwai oleh seorang dokter adalah butir Lafal Sumpah Dokter yang berbunyi : “Saya
akan menghormati hidup insani sejak saat pembuahan.” Oleh karena itu maka abortus buatan
dengan indikasi medik hanya dilakukan dengan syarat-syarat berikut:
1. Pengguguran hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik.
2. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan, sedapat mungkin disetujui secara tertulis
oleh dua orang dokter yang dipilih berkat kompetensi profesional mereka.
3. Prosedur itu hendaklah dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten di instalasi yang diakui
oleh suatu otoritas yang sah.
4. Jika dokter itu merasa bahwa hati nuraninya tidak membenarkan ia melakukan pengguguran
tersebut, maka ia berhak mengundurkan diri dan menyerahkan pelaksanaan tindakan medik itu
kepada sejawatnya yang lain yang kompeten.
Meskipun pernyataan Oslo itu itu didukung oleh General Assembly dari WMA, namun tidak
mengikat para anggotanya di mana ada negara yang melegalkan abortus dengan cara berKB.

Secara rinci KUHP mengancam pelaku-pelaku abortus buatan ilegal sebagai berikut:
[6]

1. Wanita yang sengaja menggugurkan kandungan dan menyuruh orang lain melakukannya
(KUHP ps 346, hukuman maksimal 4 tahun).
2. Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita tanpa seizinnya (KUHP ps 347, hukuman
maksimum 12 tahun ;dan bila wanita tersebut meninggal, hukuman maksimum 15 tahun).
3. Seorang yang menggugurkan kandungan wanita dengan seijin wanita tersebut (KUHP ps 348,
hukuman maksimum 5 tahun 6 bulan; bila wanita tersebut meninggal, maksimum 7 tahun).
4. Dokter, bidan atau juru obat yang melakukan kejahatan di atas (KUHP ps 349hukuman
ditambah dengan sepertiganya dan pencabutan hak pekerjaannya).
5. Barangsiapa menunjukkan/merawat/memberi obat kepada seorang wanita dengan memberi
harapan agar gugur kandungannya (KUHP ps(299), hukuman maksimum 4 tahun).

Undang-undang RI No 23 tahun 1992 pasal 15 disebutkan bahwa:


1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya,
dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2. tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai
dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli; c. Dengan persetujuan
ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya; d. Pada sarana kesehatan tertentu.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
[7]

Pada penjelasan UU no 23 tahun 1992 pasal 15 dinyatakan sebagai berikut: Ayat (1) : Tindakan
medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena
bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan.
Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang
dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu Ayat (2) Butir a : Indikasi medis adalah
suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu sebab tanpa
tindakan medis tertentu itu,ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut. Butir b : Tenaga
kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian
dan wewenang untuk melakukannya yaitu seorang dokter ahli kandungan seorang dokter ahli
kebidanan dan penyakit kandungan. Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada ibu
hamil yang bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan
persetujuannya ,dapat diminta dari semua atau keluarganya. Butir d : Sarana kesehatan tertentu
adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan
tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah. Ayat (3) : Dalam Peraturan Pemerintah sebagai
pelaksanan dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan
jiwa ibu hamil atau janinnya,tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan wewenang bentuk
persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.

Berdasar ketentuan di atas dapat ditafsirkn bahwa dengan alasan apaun dan oleh siapa pun,
berdasar KUHP aborsi atau pengguguran kandungan di Indonesia dilarang. Aborsi termasuk
kejahatan terhadap nyawa, dengan ancaman yang cukup berat. Sedangkan menurut UU RI No 23
tahun 1992 maka seolah aborsi diperluwes dengsn diijinksnnys abortus dengan indikasi. Namun
tidak dijelaskan dengan tegas sehingga menimbulkan satu kebingungan bagi kalangan medis
yang berdampak pada terjadinya abortus provokatus kriminalis dan abortus yang tidak aman
sehingga mengakibatkan kematian dan kesakitan ibu.
[8]Seorang dokter akan bimbang dalam mengambil keputusan terhadap aborsi. Selain ketentuan
dari perundang-undangan yang bersifat ambivalen, juga akan mengusik nuraninya mengingat
sumpah dokter yang pernah dilafalkannya. Di satu sisi bila dokter mau melakukan aborsi yang
bukan atas indikasi medis misal keselamatan ibu karena penyakit, maka akan berdampak seperti
memuluskan free sex, padahal niatnya adalah mencegah akibat buruk yang ditimbulkan oleh free
sex. Secara moral melakukan aborsi walaupun pada saat usia kehamilan dini, dokternya tetap
dapat dianggap sebagai “pembunuh” embrio. Bagi dokter yang berpegang teguh pada agamanya,
akan berpikir berulang kali dan memilih untuk mencari alternatif pemecahan lain bagi ibu yang
hamil karena KTD (kehamilan yang tidak diinginkan)
Jangankan aborsi, untuk melakukanpelayanan kontrasepsi kadang seorang dokter mengundurkan
diri.Sebagai contoh, seorang dokter tidak bersedia memasang IUD, hal ini di sebabkan dia
merasa salah satu fungsi IUD itu adalah mencegah nidasi, kalau dihubungkan dengan kehidupan
terjadi setelah proses pembuahan.

Di sisi yang lain kita juga melihat bahwa abortus provocatus kriminalis dilakukan terhadap ibu
yang belum menikah dan berusia muda. Di sini tampak bahwa kehamilan di luar nikah bisa
terjadi karena free sex yang disinyalemen akibat lemahnya iman seseorang dan rendahnya
pengetahuan tentang sex dan kuatnya faktor larangan remaja untuk mengetahui perihal sex dari
orang tua sehingga remaja akan coba-coba, selain karena proses perkosaan.

Kehamilan yang tidak diharapkan (KTD) apa pun sebabnya, akan berakibat kurang baik pada ibu
hamil. Bila dukungan moral keluarga kurang kuat, maka ibu hamil dengan KTD ini akan mencari
solusi untuk menggugurkan kandungannya. Karena pihak dokter takut dan bimbang untuk
memutuskan melakukan abortus, maka ibu hamil dengan KTD ini akan ‘melarikan diri’ untuk
mencari solusi di luar fasilitas kesehatan. Maka terjadilah abortus provocatus kriminalis dengan
segala akibat buruknya yang akan menimbulakan angka kesakitan dan kematian pada ibu.
Apabila ada fasilitas kesehatan yang mau melakukan aborsi, maka biayanya akan sangat tinggi
mengingat tindakan aborsi tanpa indikasi medis memiliki sanksi yang sangat berat. Maka, sekali
lagi ibu hamil dengan KTD ini akan memilih mencari alternatif lain yang berbiaya murah yang
bisa dipastikan tidak aman.

Ketersediaan fasilitas kesehatan untuk pelaksanaan aborsi ini sangat penting mengingat tingginya
angka KTD. Namun, dengan perundang-undangan yang ada di Indonesia, siapakah yang berani
dengan terus terang menyatakan bahwa dirinya atau instansinya siap melayani abortus buatan?

Di sisi yang lain, pelegalan terhadap abortus tidak selalu menjamin terjadinya [9]‘safe abortion’.
Nasrin Kodin menulis
Semakin ketat larangan abortus, semakin besar risiko pertolongan aborsi yang tidak aman,
sebagai akibat langka dan mahalnya fasilitas pelayanan abortus. Sebaliknya, di negara-negara
yang membebaskan abortus, risiko tersebut relatif lebih kecil. Meskipun demikian, akan selalu
ada para ibu yang mencari jasa pelayanan aborsi yang tidak aman. Sebagai contoh, di Tunisia,
aborsi dapat dilakukan secara legal. Akan tetapi, dikatakan bahwa sekitar 1/3 aborsi dilakukan
secara tidak aman. Bahkan, di Zambia, negara yang sangat memberikan kelonggaran untuk
pelayanan aborsi, sebagian besar obortus dilakukan secara tidak aman

Dari pembahasan di atas, penulis menarik kesimpulam:


1. Perundang-undangan di Indonesia bersikap ambivalensi dalam pengaturan aborsi. Dalam
KUHP sangat melarang tindakan aborsi, namun dalam Undang-undang RI No 29 tahun 1992
meluweskan pelaksanaan aborsi dengan indikasi tertentu namun Dokter sebagai tenaga medis
mengalami kebimbangan dalam pengambilan keputusan mengingat sumpah jabatannya.
2. Abortus provocatus kriminalis dipicu oleh sikap peratutan yang ambivalen dan kebimbangan
dokter sehingga menimbulkan kesakitan dan kematian ibu hamil dengan KTD.
3. KTD terjadi karena kurangnya pendidikan sex, dan norma masyarakat, juga karena
ketidaksadaran pasangan usia subur untuk memakai kontrasepsi.
4. Tingginya KTD membutuhkan tersedianya fasilitas aborsi yang memadai sehingga terjadi
‘safe abortion’
5. Pelegalan terhadap abortus terbukti tidak menyelesaikan masalah timbulnya kesakitan dan
kematian ibu yang disebabkan karena aborsi yang tak aman.
6. Dibutuhkan pemikiran dan pertimbangan mendalam untuk kemudian diputuskan satu upaya
yang bisa mengatasi kesakitan dan kematian ibu karena abortus yang tak aman disebabkan
abortus provocatus kriminalis.
Sumber:
Anyka Rahman , Laura Katzive and Stanley K Henshaw, A Global Review of Laws on Induced
Abortion, 1985-1997, Guttmacher vol 24, Number 2, June 1998.
Sarwono. Prawirohardjo , Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta, 2002.
Nasrin Kodin, Epidemiologi Abortus yang Tidak Aman, http://
www.tempo.co.id/medika/arsip/012001/top.1.htm.
M Jusuf hanafiah & Amri Amir, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 1999.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Undang-undang RI No 23 tahun 1992.
Deklaration of Oslo 1970
http://www.antara.co.id/
http://hatani-hatani.blogspot.com/2007/06/abortusaborsioh-my-baby.html

ABORSI
DAN HAK ATAS
PELAYANAN KESEHATAN
 
Meski pengguguran kandungan (aborsi) dilarang oleh hukum,
tetapi kenyataannya terdapat 2,3 juta perempuan melakukan
aborsi (Kompas, 3 Maret 2000). Masalahnya tiap perempuan
mempunyai alasan tersendiri untuk melakukan aborsi dan
hukumpun terlihat tidak akomodatif terhadap alasan-alasan
tersebut, misalnya dalam masalah kehamilan paksa akibat
perkosaan atau bentuk kekerasan lain termasuk kegagalan KB.
Larangan aborsi berakibat pada banyaknya terjadi aborsi tidak
aman (unsafe abortion), yang mengakibatkan kematian. Data
WHO menyebutkan, 15-50% kematian ibu disebabkan oleh
pengguguran kandungan yang tidak aman. Dari 20 juta
pengguguran kandungan tidak aman yang dilakukan tiap tahun,
ditemukan 70.000 perempuan meninggal dunia. Artinya 1 dari 8
ibu meninggal akibat aborsi yang tidak aman.
 
1. Pengertian aborsi

Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh


Institute for Social, Studies and Action, Maret 1991, dalam istilah
kesehatan aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan
setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim
(uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu.

Di Indonesia, belum ada batasan resmi mengenai aborsi. Dalam


Kamus Umum Bahasa Indonesia (Prof. Dr. JS. Badudu dan Prof.
Sutan Mohammad Zain, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996)
abortus didefinisikan sebagai terjadi keguguran janin; melakukan
abortus sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena
tak menginginkan bakal bayi yang dikandung itu). Secara umum
istilah aborsi diartikan sebagai pengguguran kandungan, yaitu
dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik itu secara sengaja
maupun tidak. Biasanya dilakukan saat janin masih berusia muda
(sebelum bulan ke empat masa kehamilan).

Sementara dalam pasal 15 (1) UU Kesehatan Nomor 23/1992


disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan
tindakan medis tertentu. Sedangkan pada ayat 2 tidak disebutkan
bentuk dari tindakan medis tertentu itu, hanya disebutkan syarat
untuk melakukan tindakan medis tertentu.
Dengan demikian pengertian aborsi yang didefinisikan sebagai
tindakan tertentu untuk menyelamatkan ibu dan atau bayinya
(pasal 15 UU Kesehatan) adalah pengertian yang sangat rancu
dan membingungkan masyarakat dan kalangan medis.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) melarang keras


dilakukannya aborsi dengan alasan apapun sebagaimana diatur
dalam pasal 283, 299 serta pasal 346 - 349. Bahkan pasal 299
intinya mengancam hukuman pidana penjara maksimal empat
tahun kepada seseorang yang memberi harapan kepada seorang
perempuan bahwa kandungannya dapat digugurkan.
 
3. Aborsi dan UU Kesehatan

Namun, aturan KUHP yang keras tersebut telah dilunakkan


dengan memberikan peluang dilakukannya aborsi. Sebagaimana
ditentukan dalam pasal 15 ayat 1 UU Kesehatan tersebut di atas.

Namun pasal 15 UU Kesehatan juga tidak menjelaskan apa yang


dimaksud tindakan medis tertentu dan kondisi bagaimana yang
dikategorikan sebagai keadaan darurat.
Dalam penjelasannya bahkan dikatakan bahwa tindakan media
dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun,
dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma
agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun dalam
keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau
janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
Lalu apakah tindakan medis tertentu bisa selalu diartikan sebagai
aborsi yang artinya menggugurkan janin, sementara dalam pasal
tersebut aborsi digunakan sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu
dan atau janin. Jelas disini bahwa UU Kesehatan telah
memberikan pengertian yang membingungkan tentang aborsi.
 
4. Aborsi yang tidak aman
 
Yang dimaksud dengan aborsi tidak aman (Unsafe Abortion)
adalah penghentian kehamilan yang dilakukan oleh orang yang
tidak terlatih/kompeten dan menggunakan sarana yang tidak
memadai, sehingga menimbulkan banyak komplikasi bahkan
kematian.

Umumnya aborsi yang tidak aman terjadi karena tidak


tersedianya pelayanan kesehatan yang memadai. Apalagi bila
aborsi dikategorikan tanpa indikasi medis, seperti korban
perkosaan, hamil diluar nikah, kegagalan alat kontrasepsi dan
lain-lain. Ketakutan dari calon ibu dan pandangan negatif dari
keluarga atau masyarakat akhirnya menuntut calon ibu untuk
melakukan pengguguran kandungan secara diam-diam tanpa
memperhatikan resikonya .
 
5. Hak atas pelayanan kesehatan
 
Banyaknya kematian akibat aborsi yang tidak aman, tentu sangat
memprihatinkan. Hal ini diakibatkan kurangnya kesadaran dari
perempuan dan masyarakat tentang hak atas pelayanan
kesehatan. Padahal bagaimanapun kondisinya atau akibat
apapun, setiap perempuan sebagai warganegara tetap memiliki
hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai dan
kewajiban negaralah untuk menyediakan hal itu. Hak-hak ini
harus dipandang sebagai hak-hak sosial sekaligus hak individu
yang merupakan hak untuk mendapatkan keadilan sosial
termasuk didalamnya hak untuk mendapatkan pelayanan. Hak
atas pelayanan kesehatan ini ditegaskan pula dalam Pasal 12
Konvensi Penghapusan segala bentuk Kekerasan terhadap
Perempuan (Konvensi Perempuan) dan UU Kesehatan.

Dalam hal Hak Reproduksi, termasuk pula didalamnya hak untuk


membuat keputusan mengenai reproduksi yang bebas dari
diskriminasi, paksaan dan kekerasan seperti dinyatakan dalam
dokumen-dokumen hak-hak asasi manusia (Rekomendasi bab 7
Konferensi Kependudukan dan Pembangunan Internasional di
Kairo 1994).
 
6. Hak-hak pasien
 
Sebuah Lokakarya tentang Kesehatan Perempuan, yang
diselenggarakan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dan
The Ford Foundation, (1997) merumuskan hak-hak pasien
sebagai berikut:

a. Hak memperoleh pelayanan kesehatan yang mendasar, mudah


diakses, tepat, terjangkau
b. Hak untuk terbebas dari perlakuan diskriminatif, artinya tidak
ada pembedaan perlakuan berdasarkan jenis kelamin, warna
kulit, agama, suku bangsa.
 
c. Hak memperoleh informasi dan pengetahuan mengenai:
1. Kondisi kesehatan
2. Berbagai pilihan penanganan
3. Perlakuan medis yang diberikan
4. Waktu dan biaya yang diperlukan
5. Resiko, efek samping dan kemungkinan keberhasilan dari
tindakan yang dilakukan
6. Hak memilih tempat dan dokter yang menangani
7. Hak untuk dihargai, dijaga privasi dan kerahasiaan
8. Hak untuk ikut berpartisipasi dalam membuat keputusan
9. Hak untuk mengajukan keluhan
7. Pelayanan yang diharapkan dalam aborsi
 
Tersedianya sarana pelayanan formal:
a. Fasilitas konseling
b. Jaminan tindakan aborsi
c. Pengetahuan tentang prosedur, usia kehamilan, resiko
d. Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi, alat kontrasepsi
(mencegah aborsi berulang).
8. Bagaimana Aborsi Yang Aman?

Melakukan aborsi pasti merupakan keputusan yang sangat berat


dirasakan oleh perempuan yang bersangkutan. Tapi bila itu
memang menjadi jalan yang terakhir, yang harus diperhatikan
adalah persiapan secara fisik dan mental dan informasi yang
cukup mengenai bagaimana agar aborsi bisa berlangsung aman.

Aborsi aman bila:


· Dilakukan oleh pekerja kesehatan (perawat, bidan, dokter) yang
benar-benar terlatih dan berpengalaman melakukan aborsi
· Pelaksanaannya mempergunakan alat-alat kedokteran yang
layak
· Dilakukan dalam kondisi bersih, apapun yang masuk dalam
vagina atau rahim harus steril atau tidak tercemar kuman dan
bakteri
· Dilakukan kurang dari 3 bulan (12 minggu) sesudah pasien
terakhir kali mendapat haid.
Pelayanan Kesehatan yang Memadai adalah HAK SETIAP ORANG,
tidak terkecuali Perempuan yang memutuskan
melakukan Aborsi.
http://www.lbh-apik.or.id/fact-32.htm
Irwansyah
ABORSI DAN HUKUMNYA DALAM ISLAM
Oleh : Irwansyah bin Ali Basyah

A.Prolog

Dewasa ini, perkembangan zaman sungguh sangat pesat, dan perkembangan ini pula diiringi dengan
padatnya pertumbuhan penduduk di dunia, sehingga dengan hal ini pula tidak jarang kita melihat
timbulnya problema–problema yang terkadang sangat menguras perhatian kita khususnya sebagai
umat islam dan umumnya sebagai makhluk sosial yang hidup permukaan bumi ini.
Aborsi merupakan salah satu dari beberapa problem yang timbul ditengah-tengah masyarakat saat
sekarang ini dan hal ini bukanlah suatu yang baru untuk dibicarakan dikalangan kita khususnya
sebagai mahasiswa. Timbulnya aborsi menuntut setiap kalangan untuk menyelesaikan masalah ini,
baik dari kalangan medis yang berupaya untuk mencari solusi secara medis dan menanggulangi
dampak–dampak yang terjadi apabila terjadi aborsi, begitu pula para ulama dan cendikiawan
berupaya untuk meng-instimbath hukum yang ada secara syar’i yang sesuai dengan Alqur’an dan
Sunnah yang berkaitan tentang aborsi yang pada akhirnya dijadikan rujukan dan landasan setiap
masyarakat muslim dalam masalah ini, apakah hal itu haram dengan dalil-dalil yang telah diambil
dari Alqur’an dan Sunnah melalui ijtihad para ulama? Dan apakah hal itu mubah dengan alasan-
alasan yang berlandaskan Alqur’an, hadits, ijma’ dan qiyas para ulama?.
Dalam hal ini pemakalah mencoba untuk membahas sekelumit tentang aborsi dalam pandangan
Islam, yang kiranya bermanfaat bagi pemakalah pribadi dan berguna bagi setiap pembacanya.

B.Pengertian Aborsi

Sebelum membahas lebih jauh tentang aborsi, pemakalah terlebih dahulu akan membahas
pengertian aborsi secara etimologi dan terminologi. Secara etimologi aborsi dapat diartikan
“Penguguran, pembuangan, pengosongan rahim sebelum sempurna ciptaannya, memisahkan anak
dari ibunya. Didalam istilah bahasa Arab aborsi juga dapat diartikan dengan “ ‫ “ إجهاض‬yang artinya
pengguguran anak atau kandungan.
Secara terminologi atau istilah Ibnu Manzur mendefenisikan bahwa Aborsi ialah menggugurkan bayi
sebelum mengecap kehidupan didunia ini, pelakunya adalah wanita itu sendiri disebabkan karena
terpukul mental dan yang lainnya. Selanjutnya Ensiklopedia Indonesia memberikan pengertian
bahwa Aborsi adalah: “Pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin
mencapai berat 1.000 gram.” Defenisi lain menyatakan, aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi
pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Aborsi
merupakan suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh
(Kapita Seleksi Kedokteran, Edisi 3, halaman 260), Sedangkan Menurut Dr. Musthafa Lubnah dalam
karangnya “ Naqlan an-jarimatil Ijhadh al- Hawamil” ia menyatakan bahwa sebagian Ulama
syafi’iyah berpendapat bahwa aborsi adalah seorang wanita membuang janin sebelum sempurna
masa kehamilannya hidup atau mati, sehingga janin tersebut tidak dapat menikmati kehidupan di
dunia ini. Sedangkan bayi tersebut telah sempurna sebagian penciptaannya. Pengguguran dapat
dilakukan dengan mengkonsumsi obat-obatan atau dengan cara operasi. Dalam hal ini pula Dr.
Muhammad Ali al-Bar dalam karyanya ( Khalqul Insan baina at-Tibbi wal Qur’an ) memaknai bahwa
aborsi adalah keluarnnya kandungan rahim sebelum 22 minggu akhir wanita atau 20 minggu dari
hari bercampurnya sperma dengan sel telur wanita, kebiasaannya terjadi keguguran ialah pada tiga
bulan pertama dari masa kehamilan ketika rahim memuntahkan kandungannya, baik janin maupun
segumpal daging atau darah. Prof. Dr. Shalah Karim mendefenisikan bahwa aborsi adalah
berakhirnya kehamilan sebelum minggu ke 28 atau pada bulan pertama permulaan kehamilan.

Dalam dunia kedokteran ada 3 macam istilah yang berkaitan tentang aborsi, yaitu:
1. Aborsi Spontan/Alamiah atau Abortus Spontaneus
2. Aborsi Buatan/Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis
3. Aborsi Terapeutik/Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum
Aborsi spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena
kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
Aborsi buatan/ sengaja/ Abortus Provocatus Criminalis adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia
kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang
disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau
dukun beranak).
Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus therapeuticum adalah pengguguran kandungan buatan yang
dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai
penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan, baik
calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang
dan tidak tergesa-gesa. Selanjutnya, kalau kita menilik dari sisi pelaksanaan aborsi maka ada
beberapa praktek atau cara yang dilakukan dalam melaksanakan proses aborsi, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Abortus untuk kehamilan sampai 12 minggu biasanya dilakukan dengan MR/ Menstrual
Regulation yaitu dengan penyedotan (semacam alat penghisap debu yang biasa, tetapi 2 kali lebih
kuat).
2. Pada janin yang lebih besar (sampai 16 minggu) dengan cara Dilatasi & Curetage.
3. Sampai 24 minggu. Di sini bayi sudah besar sekali, sebab itu biasanya harus dibunuh lebih dahulu
dengan meracuni dia. Misalnya dengan cairan garam yang pekat seperti saline. Dengan jarum
khusus, obat itu langsung disuntikkan ke dalam rahim, ke dalam air ketuban, sehingga anaknya
keracunan, kulitnya terbakar, lalu mati.
4. Di atas 28 minggu biasanya dilakukan dengan suntikan prostaglandin sehingga terjadi proses
kelahiran buatan dan anak itu dipaksakan untuk keluar dari tempat pemeliharaan dan
perlindungannya.
5. Juga dipakai cara operasi Sesaria seperti pada kehamilan yang biasa.

C. Berberapa Penomena dan Perkembangan Praktek Aborsi

Berdasarkan dari beberapa data statistik menyatakan bahwa di luar negeri, khususnya di Amerika
Serikat, ada dua badan utama yang mengumpulkan data–data tentang aborsi, yaitu Federal Centers
for Disease Control (FCDC) dan Alan Guttmacher Institute (AGI), telah mengumpulkan data aborsi
yang menunjukkan bahwa jumlah nyawa yang dibunuh dalam kasus aborsi di Amerika —yaitu
hampir 2 juta jiwa— lebih banyak dari jumlah nyawa manusia yang dibunuh dalam perang mana
pun dalam sejarah
lebih dari setahun yang lalu

Anda mungkin juga menyukai