Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN TUGAS PENGENALAN REKAYASA DAN DESAIN

KU1202-25

Disusun Oleh:

M Fadhillah Ilyas Rahardja (16620067)

Muhammad Rifqi Adli Gumay (16620025)

Muhammad Zaky (16620283)

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

DESEMBER 2020
PEMBAHASAN
1. Latar Belakang Banjir di Jakarta

Gambar 1 Banjir di DKI Jakarta

Setiap tahunnya, DKI Jakarta dilanda banjir. Masalah tersebut tersebar di beberapa
wilayah dengan ketinggian yang bervariasi. Di wilayah Cipinang Melayu misalnya, banjir yang
merendam kawasan tersebut mencapai ketinggian 3 meter. Beberapa warga terpaksa mengungsi
ke wilayah yang lebih aman namun sebagian bersikukuh tidak ingin meninggalkan rumah
mereka. Perubahan tata guna lahan (land use change) marak terjadi terutama di kota besar seperti
Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Hal seperti ini menimbulkan masalah-masalah baru khususnya
pada bidang lingkungan. Lahan yang berfungsi sebagai resapan air pada suatu kawasan
dialihfungsikan menjadi bangunan yang mengakibatkan daerah resapan air semakin berkurang.

Jakarta yang merupakan kota metropolitan merupakan daerah krisis resapan air karena
pembangunan yang menyalahi tata ruang. Tingkat pembangunan yang ada pun tidak sebanding
dengan sistem drainase atau gorong-gorong. Akibatnya, air hujan tidak tertampung dan
menyebabkan banjir. Selain itu, masalah "banjir kiriman" dari Bogor yang selalu terjadi setiap
tahun. Plt. Dirjen Pengendalian DAS dan Hutan Lindung (PDASHL) Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hudoyo, mengatakan terjadi perubahan pola hujan dan semakin
merata di wilayah Jakarta. Pada 1 Januari 2020, tercatat hujan di daerah Halim intensitasnya
mencapai 377 mm/hari. Banjir Jakarta didukung dengan kenyataan letaknya yang berada di
lereng kaki sistem kipas aluvial daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung. Kondisi tersebut
menempatkan Jakarta sebagai tempat akumulasi air. Hasil perhitungan berdasarkan data curah
hujan BMKG pada 31 Desember 2019-1 Januari 2020 menunjukkan bahwa 8 DAS, termasuk 13
sungai di dalamnya, menyuplai air ke Jakarta sebanyak 7. 616, 88 m3/detik. Maka, terdapat
kelebihan air sebanyak 4. 566, 28 M3/detik yang menggenang Jakarta.

Gambar 2 Normalisasi Sungai Ciliwung

Sebagai bentuk solusi, Pemerintah Kota Jakarta berencana untuk melakukan pelebaran
sungai dan akan menertibkan kawasan pemukiman di area sekitar sungai atau yang lebih dikenal
sebagai normalisasi sungai. Seperti yang diketahui, 8 daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung yang
mengalirkan air ke Jakarta sudah menyuplai air terlalu banyak bahkan melebihi kapasitas
tampung Kota Jakarta. Pelebaran sungai dirasa merupakan sebuah tindakan yang tepat. Dengan
dilebarkannya sungai-sungai di sekitar Jakarta akan mengatasi banjir. Sementara itu, warga yang
tinggal di kawasan sekitar sungai terancam ditertibkan.
2. Pandangan Terhadap Pelebaran Sungai Sebagai Insinyur dan Kakak Saudara

Salah satu solusi mengatasi banjir di Ibu Kota Jakarta yang dianggap paling ampuh saat
ini adalah melakukan normalisasi sungai. Kegiatan ini dilakukan karena mengecilnya kapasitas
sungai akibat pendangkalan dan penyempitan badan sungai, dinding yang rawan akibat longsor,
aliran air yang belum terbangun dengan baik, dan penyalahgunaan untuk permukiman.
Normalisasi sungai juga telah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi serta Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030. Dalam dua aturan tersebut, normalisasi sungai
menjadi bagian dari rencana prasarana drainase yang bertujuan untuk mengalirkan curah hujan
dengan kala ulang 25 hingga 100 tahun.

Gambar 3 Normalisasi Sungai

Penanganan banjir dengan normalisasi tidak dapat dilakukan secara parsial namun harus
secara serentak pada berbagai aspek. Hal ini dikarenakan banjir umumnya disebabkan oleh
berbagai aspek. Salah satu aspek yang paling vital adalah wilayah resapan air. Sebagai
gambaran, apabila resapan air kurang maka ketika hujan turun di sekitar sungai, air yang turun
tidak terserap dan menuju secara langsung ke sungai yang menyebabkan erosi di bibir sungai.
Erosi tersebut yang akhirnya menyebabkan sedimentasi di sungai. Sedimentasi menyebabkan
sungai menjadi dangkal sehingga daya tampung sungai menurun dan terjadi banjir. Sehingga
bukan hanya sungai yang ditata ulang namun lingkungan sekitarnya juga perlu ditata dengan
menyediakan wilayah resapan air sebagai bentuk pencegahan pendangkalan sungai. Penggunaan
tanaman sebagai penyerap air alami atau menggunakan lubang biopori dapat diterapkan.
Menurut studi yang dilakukan oleh Mustika Anggraeni, Gunawan Prayitno, Septiana Hariyani,
dan Ayu Wahyuningtyas (2013) dalam jurnal berjudul "The Effectiveness of Bio- pore as an
Alternative Eco drainage Technology to Control Flooding in Malang City". Secara kuantitatif
untuk seluruh biopori yang berada di daerah sekitar aliran Sungai Metro, biopori menampung
dan menyerap air hujan sebesar 96, 43% dari debit total air hujan. Air limpasan yang terserap
kedalam drainase hanya sekitar 3, 57%. Studi ini membuktikan bahwa biopori efektif dalam
mengurangi kemungkinan terjadi banjir di Jakarta terutama pada musim hujan.

Gambar 4 Pelebaran Sungai

Normalisasi sungai di wilayah Jakarta akan berdampak pada pemindahan warga di sekitar
sungai dikarenakan pemasangan sheet pile di bibir sungai, pelurusan sungai, dan pembagunan
sodetan. Relokasi warga juga dilakukan untuk menyediakan wilayah resapan air di sekitar
sungai. Warga berhak menolak direlokasi atau dipindahkan dengan tidak menandatangani
perjanjian dengan pemerintah. Pada umumnya warga menolak direlokasi dikarenakan mereka
tidak ingin tinggal di rusunawa atau uang kompensasi yang diberikan tidak sesuai. Kebanyakan
rusunawa tidak memiliki fasilitas standar yang dibutuhkan. Beberapa rusunawa di Jakarta
diketahui memiliki kualitas air yang buruk. Salah satu upaya apabila ingin merelokasi warga
adalah dengan memberikan rusunawa yang layak atau uang kompensasi yang lebih sesuai.
3. Tindakan Yang Perlu Diambil Sebagai Insinyur dan Kakak Saudara

Setelah kita membahas latar belakang permasalahan yang terjadi, memecah permasalahan
tersebut, dan memberikan pandangan sebagai seorang insinyur, kita dapat membahas beberapa
solusi yang dapat dilakukan. Sebagai seorang insinyur, kita harus mengutamakan tugas kita dan
menghindari konflik kepentingan. Bencana banjir di Jakarta selalu ada tiap tahunnya dan selalu
memberikan kerugian yang sangat besar. Permasalahan yang berkelanjutan ini harus dihentikan
sesegera mungkin. Jika kita terlalu mementingkan keadaan keluarga kita yang akan digusur
sehingga pelebaran sungai tidak terjadi, profesi kita sebagai insinyur tidak akan berguna kembali.
Berdasarkan Undang-Undang No 11 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi Pasal 75, tenaga kerja
konstruksi termasuk insinyur harus bertanggung jawab secara professional terhadap
pekerjaannya. Insinyur harus dapat menghindari pertentangan kepentingan dalam tanggung
jawab tugasnya. Integritas dan martabat insinyur harus dipertahankan. Untuk mendukung hal
tersebut dengan meminimalisasi pertentangan di antara masyarakat dan pemerintah, maka kita
sebagai insinyur dapat memberikan usulan sebagai berikut.

Pertama, kita harus mempersiapkan alokasi tempat tinggal bagi pemukiman yang akan
ditertibkan. Permasalahan mengenai alokasi tempat tinggal baru ini sering menjadi kendala yang
makin menghambat proses normalisasi dan memperburuk keadaan sungai itu sendiri, sehingga
perlu ada upaya yang cepat dan tepat agar masalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Alokasi
ini dapat berupa perumahan, rumah susun, atau mungkin berupa uang. Bila ada warga yang
menolak untuk dilakukan relokasi wilayah untuk normalisasi, maka warga berhak untuk
menolaknya. Maka dari itu, kita harus memastikan agar relokasi wilayah tersebut dapat membuat
semua pihak senang, kecuali hal-hal yang mungkin tidak dapat diselesaikan.

Jika alokasi berupa tempat tinggal baru, hal yang perlu dipastikan ialah keleluasaan akan
tetapnya pekerjaan lama dari para warga yang mengalami penggeseran normaliasi sungai atau
setidaknya terbukanya lapangan kerja bagi mereka. Selain itu, jarak dari lokasi normalisasi dan
alokasi tidak terlalu jauh agar pemindahan dapat berlangsung lebih cepat. Dengan solusi ini,
diharapkan semua warga telah mendapatkan tempat tinggal yang lebih layak dan mengurangi
potensi untuk megganggu normalisasi sungai.

Kedua, kita harus mengetahui dan memetakan daerah mana yang sangat
mengkhawatirkan dan memiliki risiko banjir ketika musim hujan sekaligus melakukan perbaikan
terhadap lingkungan di daerah-daerah pelebaran sungai. Kitta dapat melakukan perencanaan
untuk mendahulukan mereka dan dapat langsung bergerak. Hal ini bertujuan untuk memudahkan
proses normalisasi sungai.

Gambar 5 Sketsa Daerah Resapan Air


Ketiga, kita perlu melakukan pembangungan daerah resapan air di sekitar daerah pinggir
sungai. Daerah resapan air pada hakikatnya adalah sebuah daerah yang disediakan untuk
masuknya air dari permukaan tanah ke dalam zona jenuh air sehingga membentuk suatu aliran
air di dalam tanah. Fungsi dari daerah resapan air sendiri adalah untuk menampung debit air
hujan yang turun di daerah tersebut. Secara tidak langsung daerah resapan air memegang peran
penting sebagai pengendali banjir dan kekeringan di musim kemarau. Namun, beberapa tahun
terakhir, daerah resapan air yang telah dibuat oleh pemerintah malah disalahgunakan oleh
masyarakat yang selalu dijadikan pemukiman warga kembali atau kawasan sentra bisnis. Maka
dari itu, edukasi mengenai daerah resapan air dan pengetahun akan normalisasi sungai perlu
diberikan kepada masyarakat agar masyarakat menjadi lebih bijak dan tidak salah paham dengan
kebijakan pemerintah dengan adanya normalisasi sungai.
4. Kesimpulan

Masalah banjir di DKI Jakarta memang selalu menimbulkan problema yang merepotkan.
Ketika pelebaran atau normalisasi sungai ingin dilakukan, pastinya kita sebagai insinyur harus
bertanggung jawab untuk memaksimalkan pelaksanaannya dengan meminimalisasi
permasalahan di antara masyarakat dan pemerintah. Diperlukan pandangan dari pihak
pemerintah dan masyarakat agar kita dapat mengerti masalah yang terjadi dan memudahkan kita
untuk menemukan solusi yang terbaik bagi semua pihak. Mempersiapkan alokasi wilayah,
memetakan daerah rawan banjir dan penghambat aliran sungai, dan edukasi mengenai
normalisasi sungai merupakan beberapa hal yang dapat kita lakukan sebagai insinyur agar proses
normalisasi sungai dapat berjalan dengan baik. Semua itu perlu didukung oleh pemerintah dan
masyarakat agar sungai tidak meluap kembali dan banjir dapat berkurang.

Anda mungkin juga menyukai