Anda di halaman 1dari 60

BUPATI BARITO TIMUR

PROVIilSI KALIMANTAT{ TENGAII

PERATURAN DAERAH I(ABUPATEN BARITO TIMUR


NO}IOR Z TAHUIT aOLA

TENTAIIG

PA.'AK DAERAII

DENGAN RAIIMAT TUHAN YAIYG MA}IA ESA

BUPATI BARITO TIMUR,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menr.ngkatkan pendapatan daerah guna


membiayai penyelenggaraa:a pemerintahan dan pembangunan
daerah dalam melaksanakan pelayanan kepada mas5rarakat
serta mewujudkan kemandirian daerah perlu pengaturan Pajak
Daerah;
b. bahwa pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan
daerah yang penting untuk membiayai pelaksanaan
Pemerintahan Daerah;
c. bahwa berdasarkan pertrmbangan sebagaimana dimaksud
dalam hunrf a dal hun-rf b, perlu mq4etapkan Peratr-rran
Daerah tentang Pajak Daerah;

Mengingat : 1- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara


Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3Oa1);
2. Undang-Undang Nomor 1.+ Tahun 2AO2 tentang Pengadilan
Pajak {Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO2 Nomor
27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3987);
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2OO0 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 19 'Iahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa (Len:baran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3987);
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 75, Tambahan Le:nbaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3851);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2OO2 tentang Pembentukan
Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas,
Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya dan
Kahupaten Barito Timur di Propinsi Kalimantan Tengah;
(Lembaran Negara Republir Indonesia Tahun 2OO2 Nomor 18,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a18O);
6. Undang-Undang Nomor LT Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesia
Nomor a286l;
7. Undang-Undang Nomor 1 llahun 2OO4 tentang Perbendaharaarl
Negara (Lembaran Negara" Republik Indonesia Tahun 2OO4
Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor a355);
8. Undang-Undang Nomor lli Tahun 2AA4 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan PertarLggungjawaban Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 66,
Tarybahatr Lembaran Neg41a Repqblik Indoeesia Noslor a AOI;
9. Undang-Undang Nomor 3!i Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OA4 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
10. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2OO9 tentang Pajak Daer=ah
dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2OA9 Nomor 13O, Trrmbahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5049);
11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 20ll tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-und.angan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nornor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor !>23a1;
12. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2Al4 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2AA
Nomor 224, Tarnbahan Lemharan Negara Republik Indonesia
Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor I Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Unrlang-Undang Nomor 23 Tahun 2AA
tentang Pemerintahan Daerah {Lembaran Negara Tahun 2015
Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 56791;
13. Peraturan Pemerintah Ilomor 20 Tahun 2001 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Pemerintah Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2OOl Nomor 41, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4O9O);
t4. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2010 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2OO5
tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (L,embaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 45761;
15. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (t embaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2OOS Norrior 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor a578);
t6. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2OlA tentang Tata Cara
Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2O1O Nomor L19, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5161);
t7. Peraturan Pemerintah Nornor 9l Tahun 2O1O tentang Jenis
Pajak Daerah yang dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala
Daerah a,tau drbayar $eadtti QlEh WAiiU Pqiak (lqmbaran Negara
Republik Indonesia Tahtm 2010 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5179);
i8. Peraturan Pemerintah Nom,rr 18 Tahun 2016 tentang Organisasi
Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor Ll4, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5887);
19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 20A6 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah
diubah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2ALL tentang perubahan Kedua
Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2OO6
tentang Pedoman Pengelc,laan Keuangan Daerah Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Republik indonesia Nomor 5179));
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8O Tahun 2015 tentang
Pembentukan Produk Huk',rm Daerah (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomcr 2A36}.

Dengan Persetujuan Bersama


DEUIAIT PERWAKILAN RAI(YAT DAERA}I I(ABUPATEN BARITO TIMUR
dan
BUPATI BARITO TIMUR

MEMUTUSKAN:

Menetapkan r PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAERAII.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :


1. Daerah adalah Kabupaten Barito Timur.
2. Pemerintah Daerah adalah penyeleng6{araan Urusan Pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwalrjlan Ralryat Daerah menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
t945.
o
\). Bupati adalah Bupati Barito Timur.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah
Dewan Perwakilan Ralcyat Daerah Kabupaten Barito Timur.
5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Barito Timur.
6. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang Perpajakan daerah
sesuai dengan Peraturan Perundang- Undangan yang berlaku.
7. Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut OPD adalah Organisasi
Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerin'a,h Kabupaten Barito Timur.
8. Kas Daerah adalah Kas Dasrah Pemerin-tah Kabupaten Banto Timur.
9. Badan adalah sekumpulan orang dan/at"au modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseron kc,manditer, perseroan lainnya, Badan
usaha milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam
bentuk apapun, Firma, kongsi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan,yayasan, organisasi massia, organisasi Sosial Politik atau
organisasi lainnya, lembaga dan bentur badan lainnSra termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
10. Pajak Hotel adalah Pajak atas Pelayanan )'ang disediakan oleh Hotel.
11. Hotel adalah Fasilitas Penyedia Jasa Penginapan/Peristirahatan termasuk jasa
terkait lainnya dengan dipungut ba5raran yang meneakup juga motel, losmen,
gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggarahan, rumah penginapan dan
sejenisnya serta rumah kos dengan jumla.h kamar lebih dari 10 (sepuluh).
12. Pqiak Restoran adalah pajak atas pelayan,an yang disediakan oleh restoran.
13. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan danfatau minuman dengan
dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin,
warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.
14. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelen.ggaraan hiburan.
15. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau
keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.
16. Pajak Reklame adalah pajak atas penyelerrggaraan reklame.
17. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak
ragamnya dirancang untuk tduan komer'sial memperkenalkan, menganjurkan,
mempromosikan, atam untrrk menarik per:hatian umum terhadap barang, jasa,
orang, atau badan, yang dapat dilihat, d:.baca, didengar, dirasakan, danfatau
dinikmati oleh umum termasuk Reklarrre pencalonan Legislatif dan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
18. Pajak Penerangan Jalan adalah pajak a.tas penggunaan tenaga listrik, baik
yang dihasilkan sendiri maupun diperolet' dari sumber lain.
19. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di
dalam dan/atau permukaan bumi untuk,limanfaatkan.
20. Mineral Bukan Logam dan Batrran adalzth mineral bukan lqgae dan batuan
sebagaimana dimaksud di dalam perattran perundang-undangan di bidang
mineral dan batubara.
21. Pemanfaatan Bahan Ikutan Bukan Logam dan Batuan secara Komersial adalah
dimana Bahan ikutan tersebut dimanfaatkan di luar areal Penambangan.
22. Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat par"kir di luar badan
jalan, baik yang disediakan berkaitan lengan pokok usaha maupun yang
disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan
kendaraan bermotor.
23. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat
sementara.
24. Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air
tanah.
25. Air Tanah adalah air yang terdapat dalarrL lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah.
26. Pajak Sarang Burung Walet adalah pqiak atas kegiatan pengambilan danlatau
pengusahaan sarang burung walet.
27. Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia
fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esanlanta, dan collocalia linchi.
28. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaarr dan perkotaan yang selanjutnya
disingkat PBB - P2 adalah pajak atas bu:ni danlatav bangunan yang dimiliki,
dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali
kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan
pertambangan.
29. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman
serta laut wilayah Kabupaten Barito Timur.
30. Bangunan adaiah konstruksi teknik yang, ditanam atau diietakan secara tetap
pada tanah danf atau perairan pedalaman dan/atau laut.
31. Nilai Jual Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-
rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang tedadi secara wajar, dan bila
mana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui
perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru
atau NJOP pengganti.
32. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak l/ang selanjutnya disingkat NJOPTKP,
adalah batas NJOP atas bumi danlatau bangunan yang tidak kena pajak.
33. Nilai Perolehan Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat NPOP, adalah besaran
nllatlharga objek pajak yang dipergunakan sebagai dasar pengenaan pajak.
34. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kenir. Pajak, yang selanjutnya disingkat
NPOPTKP adalah besaran nilai yang merLrpan batas tertinggi nilai/harga objek
pajak yang tidak dikenakan pajak.
35. Perolehan hak atas tanah danf atau bangunan adalah perubahan atau
peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau
bangunan oleh orang pribadi atau badan.
36. Hak atas tanah dan/atau bangunan adalah hak atas tanah termasuk hak
perolehan, beserta bangunan diatasnya sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang dibidang pertanahan dan bangunan.
37. Subyek Pajak adalah orang pribadi atau }3adan yang dapat dikenakan pajak.
38. Wajib Pajak adaiah orang Pribadi atanr Badan meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpaj akan daerah.
39. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang bertanggung jawab
atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi
kewajiban Wajib Pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah.
40. Masa Pajak adalah jangka waktu yang limanya sama dengan 1 (satu) bulan
kalender atau jangka waktu lain yang dia.tur dengan Peraturan Kepala Daerah
paling lama 3 (tiga) bulan kalender yang rnenjadi dasar bagi wajib pajak untuk
menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.
41. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) Tahun Kalender,
kecuali bila wajib pajak menggunakan trlhun buku yang tidak sarna dengan
tahun kalender.
42. Pajak yang Terutang adalah Pajak yang harus dibayar pada suatu saat, pada
masa pajak, dalam Tahun Pajak, atau Bagian Tahun Pajak sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-Undanga n Perpajakan Daerah.
43. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah
surat yang oleh wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan
dan/atau Pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak,
dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
-undangan.
44. Surat Pemberitahuan Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat SPOP adalah
surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan
objek Pajak Bumi dan Bangunan Perde,saan dan Perkotaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundan g-undan ga n pe rpaj akan daerah.
45. Surat Setoran Pdak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah surat
yang oleh 'fi/ajib Pajak digunakan urrtuk melakukan Pembayaran atau
penyetoran pajak ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang
ditetapkan oleh Kepala Daerah.
46. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selarrjutnya disingkat SKPD, adalah Surat
Ketetapan pajak yang menentukan besarr.yajumlah pokok Pajak.
47. Surat Ketetapan Pqiak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat
SKPDKB, adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah
pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok
pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.
48. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya
disingkat SKPDKBT, adalah Surat Ketetapan yang menentukan tambahan
atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
49. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, :/ang selanjutnya disingkat SKPDN,
adalah Surat ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok Pajak sarna
besarnya dengan jumlah kredit Pajak atau Pajak tidak terutang dan tidak ada
kredit Pajak.
50. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat
SKPDLB, adalah Surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran pajak karena jumlah kredit Pajak lebih besar dari pada Pajak yang
terutang atau tidak seharusnya terutang.
51. Surat tagihan Pajak daerah, yang selanj:;1nya disingkat STPD, adalah surat
untuk melakukan Tagihan pajak dan atar: sanksi administrasi berupa bunga
dan atau denda.
52. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, yang selanjutnya disingkatt SPPT,
adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sesuai dengan ketentuan perundang
-- undangan perpajakan daerah.
53. Surat Keputusan Keberatan adalah surat- keputusan atas keberatan terhadap
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Ba5rar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang
Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak
Daerah Lebih Bayar, atau terhadap pemc,tongan atau pemungutan oleh pihak
ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
54. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan
kesalahan tulis, kesalahan hitung danfatau kekeliruan dalam penerapan
ketentuan tertentu dalam peraturan penmdang-undangan perpajakan daerah
yang terdapat dalam surat pemberitahu.an pajak terutang, surat ketetapan
pajak daerah, surat ketetapan pajak daerah kurang bayar, surat ketetapan
pajak daerah kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak daerah nihil,
surat ketetapan pajak daerah lebih bayar, surat tagihan pajak daerah, surat
keputusan pembetulan atau surat keputusan keberatan.
55. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan
mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan
kepatuhan peglenuhaa kewajiban Pajak berdasarkarr Peratrrran Perundang -
undangan perpajakan Daerah.
56. Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh PNS, ya"ng dapat disebut Penyidik, untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tindak pidana dibidang perpajakan Dar:rah yang terjadi serta menemukan
tersangkanya.
57. Penyidik adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah
Daerah yang diberi wawenang khusus untuk melakukan penyidikan tindak
pidana dibidang perpajakan daerah seba,gaimana dimaksud dalam Undang -
Undang Hukum Acara Pidana.
58. Pembukuan adalah suatu proses penca,:atan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan inforrrLasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan
pen5rerahan barang atau jasa, yang rlitutup dengan men]rusun laporan
keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun Pajak
berakhir.
59. Pemungutan adalah suatu rangkaian keg,iatan mulai dari penghimpunan data
objek dan subyek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pqjak atau
retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada
wajib pajak atau wajib retribusi serta pengawasan penyetorannya.
60, Inserrtif Peruungutan P4jak, yaqg selq.qiutnya disebut insentif adalah
tambahan penghasilan yang diberikan sebagai penghargaan atas kinerja
tertentu dalarn melaksanakan pemungutan pajak dan retribusi.
61. Surat Paksa adalah surat perintah rnembayar utang pajak dan biaya
penagihan pajak;
62. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Ba.ngunan, yang seianjutnya disingkat
dengan BPHTB adalah Pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah
dan/atau bangunan.

BAB II
JENIS PA"IAK DAERAH

Pasal 2
(1) Jenis Pajak Daerah dalam Peraturan Daeralr ini terd.iri atas:
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. P4ak Mineral Bukan Logam dan Batuarrr
g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan;
k. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
(2) Jenis Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat tidak dipungut apabila
potensinya kurang memadai dan atau d.isesuaikan dengan kebijakan daerah
yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

Bagian Pertama
Pajak Hotel

Pasal 3
(1) Dengan narna Pajak Hotel dipungut pajak atas setiap pelayanan yang
disediakan oleh hote1.
(2) Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan
pemba5raran, termasuk jasa penunjang setragai kelengkapan hotel yang sifatnya
memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan
hiburan.
(3) Jasa penunjang sebagaimana dimaksud prada ayat (1) adalah fasilitas telepon,
faksimile, teleks, internet, fotocopy, pelayanan cuci, seterika, transportasi, dan
fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola Hotel.
(4) Termasuk dalam objek Pajak Hotel sebagairnana dimaksud pada ayat {2) adalah:
a. Hotel;
b. Motel;
c. Losmen;
d. Gubuk pariwisata;
e. Wisma pariwisata;
f. Pesanggrahan;
g. Rumah kos dengan jumlah karnar lebih dari 10 (sepuluh);
h. Rumah penginaparl.
(5) Tidak termasuk objek Pajak Hotel sebagaimana dirnaksud pada ayat {1} adalah :
a. jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah;
b. jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya;
c. jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan;
d. jasa tempat tinggal di rumah sakit, asr'ama perawat, panti jompo, panti
asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis; dan
e. jasa biro perjalanan atau perjalanarr wisata yang diselenggarakan oleh
Hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum.

Pasal 4
(1) Subjek Pdak Hotel adalah orang pritradi atau Badan yang melakukan
pembayaran kepada orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel.
(2| Wajib Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel.

Pasal 5
Dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya
dibayar kepada Hotel.

Pasal 6
Tarif Pajak Hotel ditetapkan sebesar IOo/o (sepuluh persen) dan rumah kos di
tetapkan sebesar 5% (1ima persen)

Pasal 7
(1) Besaran Pokok Pajak Hotel yang terutarrg dihitung dengan cara mengalikan
tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dengan dasar pengenaan pajak
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5.
(21 Pajak Hotel yang terutang dipungut diwilayah daerah tempat hotel berlokasi.
Pasal 8
(U Wajib pajak hotel wajib rnencantumkan pajak hotel sebagairnana dirnaksud
dalam pasal 6 dalam bukti transaksi yang diberikan pada subyek pajak hotel.

Bagian Kedua
Pajak Restoran

Pasal 9
{1) Dengan narna Pajak Restoran dipungut pajak atas setiap pelayanan restoran.
(2) Objek Pajak restoran adalah Pelayanan yang disediakan oleh Restoran.
(3) Pelayanan yang disediakan Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi pelayanan penjualan makanan '1an/atau minuman yang dikonsumsi
oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain.
(4) Termasuk dalam objek pajak restoran sehagaimana dimaksud pada ayat (2),
meliputi:
3. festofan,
b. rumah makan,
c. kafetaria,
d. kantin,
e, warung,
f. depot,
g. bar,
h. pujasera,
i. tokrl roti, dan
j. jasa boga/katering,
(5) Tidak termasuk objek Pajak Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (21
adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran yang nilai
penjualaa/orysetnya tidak melebihi Rp. 3.oo0.0oo,- (tiga juta rueiah) setiap
bulan.

Pasa1 1O
(1) Subjek pajak restoran adalah orang pribadi atau Badan yang membeli makanan
dan/atau minuman dari restoran atau rumah makan, kafetaria/pujasera,
kantin, wafllng, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering;
(21 Wqiib Pajak restoran adalah orang Pribadi atau Badan yang mengusahakan
restoran atau rumah makan.

Pasal 11
Dasar Pengenaan Pajak Restoran adalah jum.lah pembayaran yang diterima atau
yang seharusnya diterima restoran atau rumalr makan.
Pasal 1L
Dasar Pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterirna atau
yang seharusnya diterima restoran atau rumalt makan.

Pasal 12
Tarif Pajak Restoran, Rumah makan, kafetaria, kantin, warung, depot, bar dan
sejenisnya termasuk jasa boga/katering sebesar 10% (sepuluh persen).

Pasal 13
Besaran Pokok Pajak Restoran yang terutarrg dihitung dengan cara mengalikan
tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dengan dasar pengenaan pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 1.

Pasal 14
(1) Wajib pajak restoran wajib mencantumkan p4iak restoran sebagimana
dimaksud pada pasal 13 dalam bukti trarrsaksi yang diberikan kepada subyek
pajak restoran.
(21 Dalam hal wqiib pajak restoran tidak mencantumkan pajak restoran dalam
bukti transaksi yang diberikan kepada subjek pajak restoran, maka jumlah
pembayaran telah termasuk pajak restoran.

Pasal 15
Saat terutangnya pajak restoran terjadi pada saat dilakukan pembayaran dan/atau
yang seharusnya dibayarkan kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan
restoran atau pada saat disampaikan SPTPD.

Bagian Ketiga
Pajak Hiburan

Pasal 16
(1) Dengan flarrea Pajak Hiburan dipungut pajak atas setiap penyelenggaraan
hiburan dengan pembayaran.
(2) Objek Pajak Hiburan adalah Jasa Penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut
bayaran.
{3) Termasuk objek pajak hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2} adalah :
a. tontonan film;
b. pagelaran kesenian, musik, tari, danlatau busana;
c. kontes Kecantikan;
d. pameran;
e. diskotik, karaoke, cafe dan sejenisnya;
f. sirkus, akrobat, dan sulap;
g. permainan bilyard;
h. kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan;
i. panti prjat, refleksi, mandi uap/spa, salon dan pusat kebugaran (fitness
center); dan
j. pertandinganolahraga.
(a) Tidak termasuk objek pajak hiburan adalah penyelenggaraan hiburan yang
tidak dipungut bayaran seperti hiburan yang diselenggarakan dalam
pernikahan, upacara adat dan kegiatan keagamaan.

Pasal 17
(1) Subjek pajak hiburan adalah orarlg pribadi atau Badan yang menikmati hiburan;
(2) Wajib Pajak Hiburan adalah orang Pribadi atau Badan yang menyelenggarakan
hiburan.

Pasal 18
(1) Dasar Pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uarlg yang diterima atau yang
seharusnya diterima oieh penyelenggara hitruran
(2) Jumlah uang yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
termasuk potongan harga dan tiket cuma=cuma yang diberikan kepada penerima
jasa hiburan.

Pasal 19
Besarnya tarif pajak untuk setiap jenis hiburan adalah :
(1) Tarif Pajak Hiburan ditetapkan sebesar loo,/o.
(2) Khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik,
kara.oke, klub malam, permainan ketangkasan, panti pljat dan mandi uap/spa
tarif Pajak hiburan ditetapkan sebesar 2Ao/<,;
(3) Khusus hiburan kesenian rak5ratltradisional tarif Pajak Hiburan ditetapkan
sebesar 57o.

Pasal 2O
Besaran Pokok Pdak Hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan
tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 dengan dasar pengenaan pajak
sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat 1 (satu).
Bagian Keempat
Pajak Reklame

Pasal 21
(l)Dengan nama Pajak Reklame dipungut pajak atas setiap penyelenggaraan
reklame.
(2) Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan reklame
(3) Objek Fajak sebagaimana dimaksud pada avat(2l,, meliputi :
a. reklame papan/ billboard/ videotron/ megatron dan sejenisnya;
b. reklame kain;
c. reklame melekat, stiker;
d. reklame selebaran; dan
e. reklame peragaan.
(a) Tidak termasuk sebagai objek Pajak Reklame adatrah :
a. penyelenggaraan Reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta
mingguan, warta bulanan dan sejenisnya.;
b. label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang
berfungsi untuk membedakan produk sejenis iainnya;
c. narna pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan
tempat usaha atau profesi diselenggara.kan sesuai dengan ketentuan yang
mengatur nama pengenal usaha atau prr>fesi tersebut;
d. reklame yang diselenggarakan oleh Peme'rintah atau Pemerintah Daerah;
e. nama pengenal usaha yang melekat ditempat usaha atau profesi
diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur narna pengenal
usaha atau profesi tersebut, dengan kete'ntuan luas tidak melebihi 0,5 m2 dan
diselenggarakan diatas tanah/bangunan yang bersangkutan;
f. narna pengenal usah4 atau profesi yang menjelaskan tempat atau lokasi
pemukiman.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggaraan Reklame ditetapkan dengan
Peraturan Bupati

Pasal 22
(1) Subjek pajak Reklame adalah orarlg pribadi atau Badan yang menggunakan
rcklame;
(2) Wajib Pajak Reklame adalah orang Pribadi atau Badan yang menyelenggarakan
reklame;
(3) Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang pribadi
atau badan, Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan tersebut;
(4) Dalam hal reklame diselenggarakan melahri pihak ketiga, pihak ketiga tersebut
menjadi wajib pajak reklame;
Pasal 23

(1)Setiap penyelenggaraan reklame, baik permohonan baru atau perpanjangan


harus memperoleh Izin Penyelenggaraan reklame yang dikeluarkan oleh Dinas
Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu at-as nama Bupati;
(2llzin Penyelenggaraan Reklame dapat diterbitkan apabila telah memenuhi
persyaratan peyelenggaraan reklame atau membayar pajak reklame terhutang,
jaminan asuransi dan jaminan bongkar serta mendapat rekomendasi Badan
Pendapatan Daerah;
(3) Permohonan lzin penyelenggaraan reklame ditetapkan lebih lanjut dalam
Peraturan Bupati.

Pasal 24
(1) Dalam penyelenggaraan reklame dilarang memasang atau membuat reklame
sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat 3 (tiga) sebelum mendapat ijin dari
Kepala Daerah;
(2) Penyelenggaraan reklame sebagaimana dimaksud pada ayat 1 {satu} harus
disingkirkan atas tanggungjawab orang yang memasang dan/atau yang
memberikan perintah kepadanya, akan tetapi sesudah terlebih dahulu diberikan
peringatan terlebih dahulu;
(3) Penyelenggaraan reklame yarrg mengakibatkan kecelakaan dan atau merugikan
pihak lain, maka segala resiko ditanggung oieh penyelenggara reklame.

Pasal 25
Penyelenggaraan reklame sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat 3 (tiga)
diberikan kepada pemohon baik orang atau badan hukum yang mendapatkan hak
karenanya untuk waktu tertentu dengan ketentuan menjaga norma - norma
agama, kepercayaan, kesusilaan, adat istia.dat, ketertiban trmLr.m, keamanan,
keindahan, kesopanan, kebersihan dan kebersihan.

Pasal 26
Penyelenggaraan reklame sebagaimana dimaksud pasal 22 ayat 3 (tiga) tidak
diberikan apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
25.

Pasal27
Penyelenggaraan reklame sebagaimana dimaksud pasal 22 ayat 3 (tiga), dapat
dicabut:
a. Apabila dalam reklame itu diadakan dan atau terdapat perubahan - perubahan
sehingga dipandang tidak lagi memenuhi ketentuan sebagairnana dimaksud
dalam pasal 25;
b. Apabiia wajib pajak mengajukan tetap terpasangnya reklame, maka yang
bersangkutan terlebih dahulu mengajukan perubahan bentuk reklame sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 28

(1) Setiap penyelenggaraarl reklame didaerah wajib mendaftarkan pemasangan


reklame kepada Dinas Penanaman Moda-l dan Peryzinan Terpadu;
(21 Pendaftaran pemasangan reklame sebagainrana dimaksud pada ayat 1 (satu)
wajib mengisi blanko yang telah disediakan oleh Dinas Penanaman Modal dan
Perizinan Terpadu.

Pasal 29
(1) Dasar Pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame
(2) Dalam hal reklame diselenggarakan oleh Pihak Ketiga, Nilai Sewa Reklame
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan nilai kontrak
rek,lame.
(3) Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri, Nilai Sewa Reklame {NSR)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan memperhatikan faktor
jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, waktu, jangka waktu
penyelenggaraan, jumlah dan ukuran media. reklame.
(4) Dalam hai Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
diketahui dan/atau dianggap tidak wajar, Nilai Sewa Reklame ditetapkan dengan
menggunakan faktor-faktor sehagaimana dirnaksud pada ayat {3}
(5) Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung dengan
menggunakan Rumus yaitu :
NSR = Nilai Dasar Reklame x Indek Strategis Lokasi x Jangka Waktu
Penyelenggaraan.
Keterangan:
a. Nilai Sewa Reklame dibedakan berdasra.rkan jenis reklame dan dinyatakan
dalam satuan rupiah per meter persegi per hari;
b. Nilai Dasar Reklame dengan mempertinrbangkan Jenis Reklame, jumlah dan
ukuran med.ia reklame, serta bahan yang digunakan, dan dinyataka daiam
satuan rupiah per meter persegi per hari;
c. Indeks Strategis Lokasi dibedakan berdasarkan kelas jalan lokasi
penempatan jalan lokasi reklame (dinyatakan dalam bentuk angka indeks);
d. Jangka waktu penyelenggaraan adalah lamanya pemasangan
reklame, dinyatakan dalam satuan haril minggu I bulan / tahun.
(6) Tata Cara Perhitungan Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 3O
Tarif Pajak Reklame sebesar 15% (lima belas persen).

Pasal 31
Besaran Pokok Pajak Reklarne yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 dengan dasar pengenaan pdak
sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat 1 (satu).

Bagian Kellma
Pajak Penerangan Jalan

Pasal 32
(1) Dengan nama Pajak Penerangan Jalan dipungut pajak atas setiap penggunaan
tenaga listrik, baik dihasilkan sendiri manpun diperoleh dari sumber lain.
(2) Objek Pajak Penerangan jalan adalah tr)engguna tenaga listrik, baik yang
dihasilkan sendiri mar-rpun yang diperoleh clari sumber iain;
(3) Listrik yang dihasilkan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
seluruh pembangkit listrik, sedangkan tenaga listrik dari sumber lainnya adalah
tenanga listrik yang diperoleh dari layanan PLN atau perusahaan listrik lainnya;
(4) Dikecualikan dari objek Pajak Penerangan Jalan sebagaimana dimaksud pada
ayat {21adalah:
a. penggunaan tenaga listrik oleh Instansi Pemerintah dan Pernerintah Daerah;
b. penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan kedutaan,
konsulat, dan perwakilan asing dengan asas timbal balik;
c. penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu
yang tidak memerlukan lzin dari instansi teknis terkait dan yang
menggunakan pembangkit tenaga listrik dengan jumlah total daya terpasang
dibawah 20 KVA.
d. tenaga listrik yang khusus digunakarr untuk tempat ibadah, sosial dan
keagamaan.

Pasal 33
(1) Subjek pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan yang dapat
menggunakan tenaga listrik;
(2) Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan tenaga listrik;
(3) Dalam ha1 tenaga listrik disediakan oleh sumber lain, Wajib Pajak Penerangan
Ja-lan adalah penyedia tenaga listrik.
Pasal 34
(1) Dasar pengenaan Pajak Penerangan Jalan a.dalah nilai Jual Tenaga Listrik.
(2) Nilai Jual Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat {1) ditetapkan :
a. dalam hal tenaga listrik berasal dari sr"rnber lain dengan pembayaran, Nilai
Jual Tenaga Listrik adalah jumlah tagihan biaya beban/tetap ditambah
dengan biaya pemakaian kWh/variabel yang ditagihkan dalam rekening
listrik;
b. dalam hal tenaga listrik dihasilkan sendiri, Nilai Jual Tenaga Listrik dihitung
berdasarkan kapasitas tersedia, tingkat penggunaan listrik, jangka waktu
pemakaian listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku di wilayah Daerah
yang bersangkutan.

Pasal 35
(1) Tarif Pajak Penerangan Jalan sebesar 1O7o rsepuluh persen);
(2) Penggunaan tenaga listrik dari sumber iain oleh industri, pertambangan minyak
bumi dan gas, tarif Pajak Penerangan Jalan sebesar 3 % (tiga persen);
(3) Pengunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan Jalan
ditetapkan sebesar 1,5 o/o (satu koma lima persen).

Pasal 36
(1) Besaran pokok Pajak Penerangan jalan )ang terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif sebagaimana dimaksurl dalam Pasal 35 dengan dasar
pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam padal 34 ayat 1 (satu);
(2) Pajak penerangan jalan yang terutang dipungut diwila}rah daerah tempat
penggunaan tenaga listrik;
(3) Hasil penerimaan Pajak Penerangan Jalan sebagian dialokasikan untuk
penyediaan penerangan jalan melalui mekanisme anggaran yang berlaku.

Bagiaa Keeaan
Fajak Mineral Bukan Logam dan Batuaa

Pasal 37
(1) Dengan nama Pajak Mineral Bukan Loganr dan Batuan, dipungut pajak atas
setiap kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber
alam didalam danlatau permukaan bumi u:ntuk dimanfaatkan;
(2) Objek PAiak Mineral Bukan togam dan Batuan adalah keg,iatan pengambilan
mineral Bukan Logam dan Batuan yang mel.iputi :
a. Asbes;
b. andesit;
c. batrr trrlis;
d. batu setengah permata;
e. batu kapur;
f. batu apung;
g. batu permata;
h. bentonit;
i. dolomit;
j. feldspar;
k. garanl batu (halite)
1. gralit;
m. granit;
n. glps;
o. kalsit;
p. kaolin;
q. leusit;
r. magnesit;
s. mika;
t. maffner;
u. nitrat;
v. opsidien;
w. oker;
x. pasir dan kerikil;
y. pasir kuarsa;
z. periit;
aa. phospat;
bb. talk;
cc. tanah serap (fuller earth);
dd. tanah diatome;
ee- tanah liat;
ff. tawas (alum);
gg. tras;
hh. yarosif;
ii. zeoltt;
jj. basal;
kk. trakkit;
ii. Mineral Bukan Logam dan Batuan lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
(3) Dikecualikan dari Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Kegiatan pengambilan Mineral Bukan l,ogam dan Batuan yang nSrata-nya.ta
tidak dimanfaatkan secara komersial, seperti kegiatan pengambilan tanah
untuk keperluan rumah tangga, pemancangan tiang listrikltelepon,
penanaman kabel listrik/telepon, penanaman pipa air/gas;
b. Kegiatall pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang merupakan
ikutan dari kegiatan pertambangan lainnya, yang tidak dimanfaatkan secara
komersil.

Pasal 38
(1) Subjek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau
badan yang dapat mengambil mineral bukan logam dan batuan;
(2) Wajib Pajak Mineral Bukan Logam dan Bahran adalah orang pribadi atau badan
yang mengambil mineral bukan logam dan lratuan.

Pasal 39
(1) Dasar pengenaan Pajak Mineral Bukan l,ogam dan Batuan adalah nilai jual hasil
pengambilan mineral bukan logam dan batuan;
(2) Nilai Jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan mengalikan
volume atau tonase hasil pengambilan dengan nilai pasar atau standar masing-
masing jenis mineral bukan logam dan batuan;
(3) Nilai pasar dari hasil produksi mineral bukan logam dan batuan ditetapkan oleh
Gubernur.

Pasal 4O
Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batua.n sebesx 20 % (dua puluh persen)

Pasal 41
Besarnya pokok Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yarlg terutang dihitung
dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4O dengan
dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksurl dalam Pasal 39 ayat (1).

Bagian KetuJuh
Pajak Parkir

Pasal 42
(1) Dengan narna Pajak Parkir dipungut pajak atas setiap penyelenggaraan tempat
Parkir diluar badan ja1an.
(2) Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan,
baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan
seb,agai suatu usaha, termasuk penyeo.iaan tempat penitipan kendaraan
bermotor.
(3) Tidak termasuk objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. penyelenggaraan tempat parkir oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
b. penyelenggaraan tempat parkir oleh prerkantoran yang hanya digunakan
untuk karyawannya sendiri;
c. penyelenggaraan tempat parkir oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan
negara asing dengan asas timbal balik;
d. penyelenggaraan tempat parkir di tempat ibadah.

Pasal 43
(1) Subjek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan parkir
kendaraan bermotor;
(2) Wajib Pajak Parkir adalah orang pribadi a.tau Badan yang menyelenggarakan
tempat park-ir;
(3) Dalam hal parkir diselenggarakan melalui pihak ketiga, pihak ketiga tersebut
menjadi wajib pajak.

Pasal 44
(1) Dasar pengenaan Pajak Parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya
dibayar kepada penyelenggara tempat parkir.
(2) Dasar Pengenaan Pajak Parkir pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan luasan,
waktu, dan tempat sebagai dasar perhitungan tarif parkir.
(3) Jumlah yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
termasuk potongan harga parkir dan parkir cuma*cuma yang diberikan kepada
penerima jasa parkir.

Pasal 45
Tarif Pajak Parkir sebesar 25 oh {riua puiuh lima persen}.

Pasal 46
Besaran pokok Pajak Parkir yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagimana dalam Pasal 45 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (l).
Bagian Kedelapaa
Pajak.dlir Taaah

Pasal 47
(1) Dengan nanla Pajak Air Tanah dipungut pajak atas pengambilan danlata:u
pemanfaatan air tanah.
(2) Objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan I atau pemanfaatan Air Tanah
(3) Dikeeualikan dari Objek Pajak Air Tanah adalah :
a. pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah untuk keperluan dasar rumah
tangga, pengairan pertanian dan perikanan ralqrat, serta peribadatan ;
b. pengambilan dan/atau pemanfaatal Air Tanah oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah;
c. pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah oleh BUMN dan BUMD yang
khusus didirikan untuk menyelenggarakan usaha eksploitasi dan
pemeliharaan serta pengusahaan air dan sumber-sumber air.

Pasal 48
(1) Subjek Pdak Air Tanah adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan
pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah;
(2) Wajib Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan
pengamblLan danlatau pernanfaatan air tanah,

Pasal 49
(1) Dasar Pengenaan Pqiak Air Tanah adalah nrlai perolehan air tanah;
(2) Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (U dinyatakan
dalam rupiah yang dihitung dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh
faktor-faktor berikut :
a. jenis sumber air ;
b. lokasi sumber air;
c. tujuan pengambilan danlatau pemanfaatan air;
d. volume air yang diambil dan/atau dirnanfaatkan;
e. kuaiitas air; dan
f. tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau
pemanfaatan air'.
(3) Penggunaan faktor-faktor sebagaimana drmaksud pada ayat (21 disesuaikan
dengan kondisi masing-masing daerah;
(4) Besarnya Nilai Perolehan Air Tanah ditetapkan dengan Peraturan Bupati dengan
berpedoman pada nilai perolehan air tanah yang ditetapkan oleh Gubernur.
Pasal 5O
Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan sebesar 1O % (sepuluh persen) dari Nilai Ferolehan
Air Tanah.

Pasal 51
Besaran pokok Pajak Air Tanah yang terutang dihitung dengan cara mengalikan
tarif sebagaimana dalam Pasal 5O dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1).

Bagiaa Kesembilan
Pajak Sarang Bunrng Walet

Pasal 52
(1) Dengan narna Pajak Sarang Burung Walet dipungut pajak atas setiap kegiatan
pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.
(2\ Objek Pajak Sarang Burung Walet ada-lah pengambilan dan I atau pengusahaan
Sarang Burung Walet.
(3) Tidak termasuk objek pajak sebagaimarLa dimaksud pada ayat {21 adalah
Pengaqlbilao Sarang Burung Walet yang telah dikenakae Perlerim4an Negara
Bukan Pajak (PNBP).

Pasal 53
(1) Subjek Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang
melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet.
(2) Wajib Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang
melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet.

Pasal 54
(1) Dasar pengenaarl Pajak Sarang Burung Walet adalah Nilai JuaI Sarang Burung
Walet;
(2) Nilai Jual Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung
berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum Sarang Burung Walet yang
berlaku di wilayah Kabupaten Barito Timur dengan hasil produksi;
(3) Harga pasaran umum sebagaimana dimaksud pada ayat (21 ditetapkan dengan
Keputusan Bupati.

Pasal 55
Tarif Pajak Sarang Burung Walet sebesar lO o/c {sepuluh persen).
Pasal 56
Besaran Pokok Pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dengan dasar pengenaan pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat 1 (satu).

Bagian Kesepuluh
Pajak Bumi dan Baagunan Perdesaan dan Perkotaan

Pasal 57
Dengan nama PBB P2 dipungut Pajak atas kepemilikan, penguasaan, pemanfaatan
tanah dan/ atau Bangunan.

Pasal 58
(1) Objek PBB P2 adalah Bumi danlatau Bangunan yang dimiliki, dikuasai,
dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang
digunakan untuk kegiatan usaha perkebu nan, perhutanan, dan pertambangan.
(21 Termasuk dalam pengertian Bangunan adalah:
a. jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti
hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan
dengan kompleks bangunan tersebut;
b. kolam renang;
c. pagar mewah;
d. tempat olahraga;
e. galangan kapal, dermaga;
f. taman mewah;
g. tempat penampungan/kilang minyak, air, dan gas, pipa minyak; dan
h. menara
(3) Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB P2 adalah Objek Pajak yang:
a. digunakan oleh Pemerintah,PemerinLah Provinsi dan Pemerintah Daerah,
untuk penyelenggaraan pemerintaharr;
b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang
tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
c. digunakan untuk kuburan, peningggalan purbakala, atau yang sejenis
dengan itu;
d. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara
yang belum dibebani suatu hak;
e. digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik; dan
f. digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 59
(1) Subjek PBB P2 adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau rnemperoleh manfaat atas
Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, rlan/atau memperoleh manfaat atas
Bangunan.
(2) Wajib PBB P2 adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas
Bumi, dan/atau memiiiki, menguasai, rlan/atau memperoleh manfaat atas
Bangunan.

Pasal 6O
(1) Dasar pengenaan PBB P2 adalah NJOP.
(2) Besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap 3 (tiga)
tahun, kecuali untuk Objek Pajak tertcntu dapat ditetapkan setiap tahun
sesuai dengan perkembangan wila5rah.
(3) Penetapan besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat {2) berdasarkan
klasifikasi tanah dan bangunan selanjutnya ditetapkan dengan Peraturan
Bupati.
(4) Besarnya NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp.1O.OO0.O0O,- (sepuluh juta rupiah)
untuk setiap wajib pdak.

Pasal 61
(1) Tarif PBB P2 ditetapkan sebagai berikut:
a. Untuk NJOP sampai dengan Rp 1.0()O.0O0.O00,00 (satu milyar rupiah)
ditetapkan sebesar A,fh (nol koma satu persen) per tahun;
b. Untuk tambahan NJOP di atas Rp1.OOO.OOO.OOO,0O (satu milyar rupiah)
ditetapkan sebesar O,2o/o (nol koma dua persen) per tahun;
(2) Dalam pemanfatan Bumi dan/atau bangunan dapat menimbulkan gangguan
terhadap lingkungan, maka dikenakan biaya tarif sebesar 50 % (1ima puluh
persen) dari tarif pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), sehingga menjadi sebagai berikut :
a. Untuk NJOP sampai dengan Rp.1.0O0.OOO.OOO,- (satu miliyar rupiah)
ditetapkan sebesar A,l5a/o {nol koma lima belas perse ) per tahun;
b. Untuk NJOP di atas Rp.1.0OO.OOO.O()O,- (satu milyar rupiah) ditetapkan
sebesar O,3o1o (nol koma tiga persen).
{3) Daiam hai pemanfaatan Bumi dan/atau Bangunan ramah lingkungan danf atau
merupakan bangunan atau lingkungan cagar budaya, maka dapat diberikan
pengurangan sebesar SAo/a (lima puluh persen) dari tarif Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (U, sehingga menjadi sebagai
berikut :
a. Untuk NJOP sampai dengan Rp.1.tlO0.0OO.0O0,- {satu milyar rupiah)
ditetapkan sebesar 0,O57o (nol koma nol lima persen) per tahun;
b.Untuk NJOP di atas Rp.1.OOO.OOO.0OO,- (satu milyar rupiah) ditetapkan
sebesar O,lo/o (nol koma satu persen) per tahun.

Pasal 62
Besaran pokok PBB P2 yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasa-l 6I dengan dasar pengenaan pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) setelah dikurangi NJOPTKP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4).

Bagian Kesebelas
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Pasal 63
Dengan nama Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dipungut pajak atas
perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan

Pasal 64
(1) Objek Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah perolehan
hak atas tanah dan/atau bangunan.
(2) Perolehan Hak atas tanah danlatau bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi :
a. Pemindahan hak karena :
1. jual beli;
2. tukar menukar;
3. hibah;
4. hibah wasiat;
5. waris;
6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;
7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8. penunjukan pembeli dalam lelang;
9. pelaksanaan putusan hakim yang nremplrnyai kekuatan hukum tetap;
1 0. penggabungan usaha;atau

11. peleburan usaha;


b. Pemberian hak baru karena :
1. kelanjutan pelepasan hak; atau
2. diluar pelepasan hak
(3) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

1. hak milik;
2. hak guna usaha;
3. hak guna bangunan;
4. hak pakai;
5. hak milik atas satuan rumah susun; ctan
6. hak pengelolaan.

Pasal 65
Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adaiah Objek Pajak yang diperoleh :

a. perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan timbal balik;


b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum;
c. Badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan syarat tidak menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan
organisasi tersebut;
d. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum
lain dengan tidak adanya perubahan nama;
e. Orang pribadi atau badan karena wakaf; dan
t. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

Pasal 66
Subjek Pqiak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi
atau badan yang memperoleh hak atas tanah ctan/atau bangunan.

Pasal 67
Wajib Pqjak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi
atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan.

Pasal 68
(1) Dasar pengenaan pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah
NPOP.
(2) NPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal:
a. jual beli adalah harga transaksi;
b. tukar menukar adalah nilai pasar;
c. hibah adalah nilai pasar;
d. hibah wasiat adalah nilai pasar;
e. waris adalah nilai pasar;
f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum adaiah nilai pasar;
o
b' pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;
h. peralihan hak karena pelaksanaart putusan hakim yang mempunyai
kekuatal hukum tetap adalah nilai pasar;
i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
adalah niiai pasar;
j. pemberian hak haru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai pasar;
k. penggabungan usaha adalah nilai pasar;
1. peleburan usaha adalah nilai pasar;
m. pemekaran usaha adalah nilai pasar;
n. hadiah adalah nilai pasar; dan/atau
o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum
dalam risalah lelang.
(3) Jika NPOP sebagaimana dimaksud pada ayat {21huruf a sampai dengan huruf n
tidak diketahui atau lebih rendah dari NJOP yang digunakan dalam pengenaan
Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, yang dipakai
adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan.

Pasal 69
(1) Besarnya NPOPTKP ditetapkan sebesar R.p. 60.000.000,00 {enam puluh juta
rupiah) untuk setiap wajib pajak.
{2) Dalam ha-l NPOP hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang
pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah
wasiat, termasuk suamifistri, NPOPTKP di'cetapkan sebesar Rp. 300.O00.000,00
(tiga ratus juta rupiah).

Pasal 7O
Tarif Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebesar 57o (lima persen).

Pasal 71
Besaran pokok Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang terutang
dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70
dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 setelah
dikulangi dengae NPOPTKP sebagaimana diqak_sud dalarn Pasal 69.
BAB III
WILAYATI PEMUITGUTAN

Pasal 72
Pajak yang terutang dipungut di wilayah Kabupaten Barito Timur.

BAB tV
MASA PAJAK DAN SAAT TERUTAITG PA"'AK

Pasal 73
(1) Masa pajak Hotel,pajak Restoran, pajak Hiburan, pajak Penerangan Jalan,
pajak Mineral Bukan l,ogam dan Batuan, pajak Parkir serta pajak Sarang
Burung Walet adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan kalender;
(2) Tahun PBB P2 adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender. Saat pajak
terutang adalah menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari.
(3) Saatnya terutangnya pajak bea perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan
ditetapkan untuk:
a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatangani akta;
b. tukar menukar adalah sejak tanggai dibuat dan ditandatangani akta;
c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan tlitandangani akta;
d. hibah wasiat adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatangani akta;
e. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan
haknya ke instansi di bidang pertanahan;
t pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak
tanggal dibuat dan ditandatangani akta;
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat
darr ditandajangani akta;
h. putusan Hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum yang tetap;
i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
j. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal
diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
k. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatangani akta;
1. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatangani akta;
m. pemekaran Usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatangani akta;
n. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatangani akta; dan
o. lelang adalah sejak tanggal penunjukan. pemenang lelang.
{a) Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada berlangsungnya kegiatan yang
dikenakan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3).
Pasal 74

(1) Masa pajak Rekiame adalah sesuai dengan jangka waktu pemasangan reklame
yang diperhitungkan dalam Nilai Sewa Rekrame;
(2) Saat terutang pajak adalah sejak ditetapkannya SKPD oleh Bupati atau Pejabat
yang ditunjuk.

Pasal 75

(1) Masa Pajak Air Tanah adalah sesLlai. dengan masa berlaku kegiatan
pengambilan air tanah yang diperhitungkan dalam Nilai Perolehan Air
(2j Saat terutang pajak adalah sejak ditetapkannya SKPD oleh Bupati atau Pejabat
yang ditunjuk.

Pasal 76

(1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Daerah
{sPrPD).
(2) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Daerah (SPTPD) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani
qleh Wajib Pajak atau krrasanya.
(3) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Daerah (SPTPD) yang dimaksud pada ayat
(1), harus disampaikan kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk, paling
lambat tanggal 1O (sepuluh) setelah berakhirnya Masa Pajak;
(4) Bentuk, isi, tata cara pengisian dan penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Daerah (SPTPD) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB V
PENDATAAN PBB.P2

Pasal 77

(1) Pendataan PBB P2 dilakukan dengan menggunakan SPOP;


(2) SPOP sebagaimana dimaksud pada ay'at (1) harus diisi dengan jelas,
benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan kepada Bupati atau
Pejabat yang difunjuk selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah
tanggal diterimanya SPOP oleh Subjek Pajax;
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, tata cara pengisian dan
penyampaian SPOP diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB VI
PEI{ETAPAN PBB.P2 DAIT BPHTB

Pasal 78
(1) Berdasarkan SPOP, Bupati menetapkan Pajak Terutang dengan menerbitkan
SPPT
(2t Bupati dapat mengeluarkan SKPD dalam nal sebagai berikut :
a. SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat ( 2 ) tidak disampaikam
dan setelah Wajib Pdak ditegur seca]:a tertulis oleh Bupati sebagaimana
ditentukan dalam Surat Teguran;
b. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak
yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan
SPOP yang disampaikan oleh Wajib P4jak.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, tata cara penerbitan dan
penyampaian SPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (U dan SKPD
sebagaimana dimaksud pada ayat {21diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 79
(1) Setiap wajib pajak wajib mengisi SSPD
(21 SSPD wajib diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh
wajib pajak
(3) Setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang dan membayar sendiri
dengan menggunakan SSPD.

BAB VII
TATA CARA PEMUNGUTAIT PA^IAK DAERAH

Pasal 8O
(1) Pemungutan Pajak dilarang diborongkan;
(2) Pemungutan Pajak meliputi kegiatan pendataan, penetapan, penerimaan
pembayaran, penagihan, pemeriksaan pembukuan dan pelaporan, serta
penyitaan;
(3) Kegiatarl pemungutan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilaksanakan
oleh Dinas;

Pasal 81
Dalam jangka waktu 5 (iima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, pejabat yang
berwenang dapat menerbitkan :
a. SKPDKB dalam hai :

1. Jika berdasarkna hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang


terutang tidak atau kurang dibayar;
2. Jika SSPD tidak disampaikan kepada pejabat yang berwenang dalam jangka
waktu masa pajak dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada
waktunya sebagaimana ditentukan dalarn surat teguran; atau
3. Jika kewajiban mengisi SSPD tidak diperruhi, pajak yang terutang dihitung
secara jabatan.
b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/arau data yang semula belum
terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
c. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 dikenakan sanksi
administratif berrrpa bunga sebesar 2o/o (dua persen) sebulan dihitung dari pajak
yang kurang dibayar atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24
(dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
d. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan sanksi administratif berupa
kenaikan TAOa/o (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
e. Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan jika wajib pajak
melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
f. Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a angka 3 dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar
25Yo (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif
berupa bunga sebesar 2o/o (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang
dibayar atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.

Pasal 82
Bentuk, isi, tata cara pengisian dan penerbitan, dan penyampaian SSPD, SKPDKB,
SKPDKBT dan SKPDN diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 83
(1) Bupati dapat menerbitkan STPD apabila :
a. pajak yang terutang tidak atau kurang bayar;
b. dari hasil pemeriksaan SSPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai
akibat salah tullis dan/atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administu:asi berupa bunga dan atau denda.
(21 Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2o/o (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (1ima belas)
bulan sejak saat terutangnya pajak.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, dan tata" cara penyampaian STPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB VIII
TATA CARA PEMBAYARAIT DAN PENAGIHATTT
Baglan Pertama

Pasal 84
(1) Setiap Wajib Pajak wajib membayar Pajak yang terutang berdasarkan Surat
Ketetapan Pajak atau dibayar sendiri oletr Wqjib Pajak berdasarkan Peraturan
perpajakan.
(21 Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan
Bupati dibayar dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD)
atau dokumen lain yang dipersamakan.
(3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat {2)
berupa karcis dan nota perhitungan.
(4) \Ifajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Taltunan Pajak Daerah (SPTPD), Surat
Ketetapao Pajak Daerah Kuraeg Baya.r ($KPDKBI, dan/a\aLr Suqat KetetapaR
Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT).

Baglan Kedua
Tata Cara Pembayaran dan Penagihan PBB - ?2

Pasal 85
(1) Pembayaran Pajak yang terutang dilakukan dengan menggunakan SSPD
{2\ Pajak dilunasi paling iama 6 bulan sejak diterimanya SPPT sebagaimana
dimaksud dalam pasal 78 ayat ( 1 ) oleh \['ajib Pajak untuk melunasi pajaknya
(3) SKPD, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan
Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah harus dilunasi dalam jangka wktu paling lama 1 ( satu ) buian
sejak tanggal diterbitkan
{4) Pembayaran pajak yang terutang dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain
yang ditunjuk oleh Bupati
t5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran dan tempat
pembayaran pajak, diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 86
(U Bupati dapat menerbitkan STPD atau SKPD tidak atau kurang bayar;
(2) Jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar oleh STPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah sanksi administratif berupa
bunga sebesar 2o/o {dua persen) setiap bulan;
(3) Apabila dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam STPD, pajak
terutang dan sanksi administrasi tidak at.au kurang dibayar diterbitkan Surat
Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.
(41 Apabila jumlah pajak yang belum dibayar tidak dilunasi daiam batas waktu
sebagaimana ditentukan dalam Surat T'eguran atau Surat Peringatan atau
surat lain yang sejenis, ditagih dengan Surat Paksa;
(s) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Penagihan Pajak, Surat Paksa, dan
penyitaan diatur dengan Peraturan Bupati berdasarkan peraturan perundang-
undangan.

Bagian Ketiga
Tata Cara Pembayaran dan Penagihan BPHTB

Pasal 87
(1) Pembayaran pajak yang terutang harus dilakukal sekaligus atau lunas.
(21 Pembayaran pajak yang terutang dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain
yang ditunjuk oleh Bupati.

Pasal 88
(1) SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, dan Futusan Banding, yarrg menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus
dilunasi dalam jangka waktrr paling lama 1 (sat\r) bulan sejak tanggal
diterbitkan.
t2t Pejabat yang berwenang atas permohonan wajib pajak setelah memenuhi
persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada wajib
pajak untuk mengangsur atau men.unda pembayaran pajak, dengan
dikenakan bunga sebesar 2o/o (dwa persen) sehulan.

Pasal 89
(1) Pajak yang terutang berdasarkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding
yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib pajak pada waktunya dapat ditagih
dengan surat paksa.
(2) Penagihan pajak dengan surat paksa dilaksanakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 9O
Ketentuan lebih lanjut mengenai cara pembayaran, penyetoran, tempat
pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Surat Pemberitahuan Pajak Daerah

Pasal 91
(1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Daerah
(sPrPD).
t2l Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Daerah (SPTPD) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani
oleh Wajib Pajak atau kuasanya.
(3) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Daerah (SPTPD) yang dimaksud pada ayat
(1), harus disampaikan kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk, paling
lambat tanggal 10 (sepuluh) setelah berakhirnya Masa Pajak;

(4) Bentuk, isi, tata cara pengisian dan penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Daerah (SPTPD) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kelima
Penetapan Pqiak

Pasal 92
Jenis pajak yang besar pajak terutangnya clitetapkan oleh Bupati sebagaimana
dimaksud dalam pasal 84 ayat (2) meliputi []ajak Reklame, Pajak Air Tanah dan
PBB - P2.

Pasal 93
Jenis pajak yang besar pajak terutangnya dihitung sendiri oleh Wdib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (4) meliputi :

a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Penerangan Jalan;
e. Pajak Parkir; dan
f. Pajak Sarang Burung Walet.

Pasal 94
(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati
dapat menerbitkan:
a. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) dalam hal:
l)jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar;
2)jika Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Daerah (SPTPD) tidak
disampaikan kepada Bupati dalam jangka waktu tertentu dan setelah
ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam surat teguran;
3)jika kewajiban mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Daerah
(SPTPD) tidak dipenuhi, p4iak yang terutang dihitung secara jabatan.
b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT) jika
ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang
menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN) jika jumlah pajak yang terutang
sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan
tidak ada kredit pajak.
{21 Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a angka (1) dan angka (2) dikenakan sanksi
administrasi bempa bunga sebesar 2o/o (dua persen) sebulan dihitung dari
pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling larr:a 24
(dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana
dimaksud pada ayat (U huruf b dikenakan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 1OO% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak
tersebut.
t4) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada rryat {3) tidak dikenakan jika Wajib
Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
(s) Jumlah pdak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a angka (3) dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar
25o/o (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif
berupa bunga sebesar 2o/o (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang
atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dihitung sejak saat terutangnya pqiak.

Pasal 95
(1) Tata cara penerbitan SKPD atau Dokumen lain yang dipersamakan, SPTPD,
SKPDKB, dan SKPDKBT sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 84 ayat (2) dan
ayat (4) diatur dengan Peraturan Bupati.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengisian dan penyampaian SKPD
atau dokumen lain yang dipersamakan, SPTPD, SKPDKB, dan SKPDKBT
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) dan ayat (4) diatur dengan
Peraturan Bupati.
Bagian Keenam
Surat Tagihan Pajak

Pasal 96
t1) Bupati dapat menerbitkan STPD jika:
a. pajak dalam tahun berjalan yang tidak alau kurang bayar;
b. dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat
salah tulis dan/atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga danlatau denda.
(21 Jumlah kek:urangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administratif berupa
bunga sebesar 2o/o ld:ua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas)
bulan sejak saat terutangnya pajak;
(3) SKPD yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran
ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2alo (dua persen)
setiap bulan, dan ditagih melalui STPD.

Bagian Ketujuh
Tata Cara Pembayaran Pqiak

Pasal 97
(1) Pembayaran Pajak yang terutang harus dilakukan sekaligus di Kas Daerah atau
tempat lain yang ditetapkan oleh Bupati.
(2t Bupati menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak
yang terutang paling lama 30 (tiga puluh| hari kerja setelah saat terutangnya
pajak oleh Wajib Pajak;
(3) SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, dan Keputusan Elanding, yang menyebabkan jumlah
pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak dan
harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal
diterbitkan.
(4) Bupati atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang
ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk
mengangsur atam menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga
sebesar 2o/o {dua persen) sebulan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tempat
pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan
Peraturan Bupati.
Pasal 98
(u Pembayaran Pajak yang terutang dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain
yang ditetapkan oleh Bupati.
(21 Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
menggunakan SSPD.

(3) Bupati atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang
ditentukan dapat memberikan persetuiuan kepada Wajib Pajak untuk
mengangsur atau menunda pembayararr pajak, dengan dikenakan bunga
sebesar 2o/o (d:ua persen) sebulan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tata cara
pengisian SSPD, tempat pembayaran, angsnran, dan penundaan pembayaran
pajak, diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 99
(1) Pajak yang terutang berdasarkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding
yang tidak atau kurang dibayar oleh Wqjib Pajak pada waktunya dapat ditagih
dengan surat paksa.
(21 Penagihan pajak dengan surat paksa dilaksanakan dengan peraturan
perundang-undangan.

BAB f,X
PEMBETULAN, PEMBATALIIN, PENGURANGAN I{ETETAPAI{, DAN
PENGHAPUSAN ATAU PEITGURANGAN SANKSI AI}MINISTRASI

Pasal lOO
(1) Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Bupati dapat
membetulkan SSPD, SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau
SKPDLB yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/atau
kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam
peraturan perpaj akan daerah.
(21 Bupati atau pejabat yang berwenang dapat:
a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga,
denda, dan kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perpajakan
daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak
atau bukan karena kesalahannya;
b. mengurangkan atau membatalkan SSPD, SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT
atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang tidak benar;
c. mengurangkan atau membatalkan STPD;
d. membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan
atau diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan; dan
e. Mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan
kemampuan membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu objek pajak.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan atau penghapusan
sanksi administratif dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (21diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB X
I(EBERATAIT, BANDING DAN GUGATAN
Bagian Kesatu
Keberatan

Pasal 1O1
(1) Wajib Pqiak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat
yang ditunjuk atas suatu:
a. SKPD;
b. SPPT;
c. SKPDKB;
d. SKPDKBT;
e. SKPDLB;
f. SKPDN; dan
g. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan Perpaj akan daerah.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalanr bahasa Indonesia dengan
disertai
alasan-alasan yan-g jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)
bulan sejak
tanggal surat, tanggal pemotongan atau Jemungutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), kecuali jika Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu
itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan d. luar kekuasaannya.
(4) Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedikit
sejumlah yang telah disetujui Wajib pajak.
(s) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat {3), dan ayat (a) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan
sehingga tidak dipertimbangkan.
(6) Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Bupati
atau pejabat
yang ditunjuk atau tanda pengiriman surar: keberatan melalui surat pos tercatat
sebagai tanda bukti penerimaan surat kebe,ratan.
Pasal 1O2
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak tanggal
Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang
diqjukan.

(2t Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau
sebagian, menolak, atau menambah besarrrya pajak yang terutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan
Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut
dianggap dikabulkan.

Bagian Kedua
Banding

Pasal 1O3
(u Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan
Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Bupati.
(21 Permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu
3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, di.lampiri salinan dari surat keputusan
keberatan tersebut.
(3) Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar pajak
sampai dengan 1 {satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.

Pasal 1O4
(1) Jika pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau
seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah
imbalan bunga sebesar 2Vo (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 {d:ua
puluh empat) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan
pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB.
(3) Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak
dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari
jumlah pajak berdasarkan keputusan ketreratan dikurangi dengan pajak yang
telah dibayar sebelum mengajukan keberal.an.
(4) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif
berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) tidak dikenakan.
(s) Dalam hal permohonan banding ditolak at.au dikabuikan sebagian, Wajib Pajak
dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 10O% (seratus persen) dari
jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran
pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Bagian Ketiga
Gugatan

Pasal 1O5
Wajib Pajak dapat mengajukkan Gugatan terhadap :

(1) Pelaksar,aar. Surat Paksa, Surat Per:.ntah melakukan Penyitaan, atau


pengumuman lelang; atau
(2) Penerbitan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan yang dalam
penerbitannya tidak sesuai dengan proserlur atau tata cara yang telah diatur
dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah hanya dapat
diajukan kepada Pengadilan Pajak.

BAB XI
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 1O6
- (1) Atas kelebihan pembayaran Pajak, Wajib I'ajak dapat mengajukan pernohonan
pengembalian kepada Bupati atau Pejabat:Fang ditunjuk;
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 121 (dua belas) bulan, sejak diterimanya
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), harus memberikarr keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2lrtelah dilampaui dan
Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian
pembayaran Pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan daiam
jangka waktu paling lama 1 {satu} bulan.
(4) Bupati setelah melakukan pemeriksaan menerbitkan:
a. SKPDLB, apabila jumlah pajak yang dibayar ternyata lebih besar daripada
jumlah pajak yang terutang atau dilakukan pembayaran pajak yang tidak
seharusnya terutang;
b. SKPDN, apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang
terutang.
(5) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang Pajak lainnya, kelebihan pembayaran
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk
melunasi terlebih dahulu utang Pajak tersebut.
{6) Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(U dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak
diterbitkannya SKPDLB.
{71 Jika pengembalian kelebihan pembayaran Pajak dilakukan setelah lewat 2 (dua)
bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesx 2o/o (dua persen) sebulan
atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran Pajak.
(8) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat{1} diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB >(II
KEDALTIWARSA

Pasal 1O7
t1) Hak untuk melakukan penagihan Pajak menjadi kedaluwarsa setelah
melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangn5ra Pajak, kecuali
apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.
(21 Kedaluwarsa penagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh
apabila:
a. diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa; atau
b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak, baik langsung maupurl tidak
langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa sebagaimana dimaksud
pada ayat {2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal
penyampaian Surat Paksa tersebut.
(4) Pengakuan utang Pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (21
humf b adalah wajiu Pajak deagan kesadarannlra menyataka.rr rnasih
mempunyai utang Pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(s) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan
pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Pajak.

Pasal 1O8
(1) Piutang Pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan
penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Pajak yang sudah
kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa diatur dengan
Peraturan Bupati.

BAB XIII
PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN

Pasal 1O9
(1) Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omzet paling sedikit Rp
3O0.O0O.OOO,OO (tiga ratus juta rupiah) per tahun wajib menSrelenggarakan
pembukuan atau pencatatan.
(2) Kriteria Wa,jib Pajak dan penentuan besaran arnzet serta tata cara pembukuan
atau pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Bupati.
Pasal 11O
(1) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk berwenang melakukan pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka
melaksanakan peraturan perpajakan daera.h.
(2) Wajib Pajak atau pihak - pihak lain yang terkait yang diperiksa, wajib:
a. Memperlihatkan, memberikan daurrlatav meminjamkan buku atau catatan,
dokumen yang menjadi dasarnya dar:L dokumen lain yang berhubungan
dengan objek Pajak yang terutang;
b. memberikan kesempatan untuk merrrasuki tempat atau ruangan yang
dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan;
dan/atau
c. memberikan keterangan yang diperlukarL.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan Pajak diatur dengan
Peraturan Bupati.

BAB XtV
INSENTIF PEMUITGUTAN

Pasal 111
(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Pajak dapat diberi insentif atas dasar
pencapaian kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
{3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati sesuai peraturan perundang-undangan.

BAB )W
KBIEIITTUAIT I{HUSUS

Pasal 112

(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang
diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan
atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perpajakan daerah.
{21 Larcngan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga
ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah untuk membantu dalam pelaksanaan
ketentuan peraturan perpajakan daerah.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
adalah:
a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam
sidang pengadilan;
b. Pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Bupati untuk memberikan
keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah yang
berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan daerah.
(4\ Untuk kepentingan Daerah, Bupati berwenang memben izin tertulis kepada
pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana
dimaksud pada ayat {21, agar memberika:r keterangan, memperlihatkan bukti
tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuk.
(s) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau
perdata, atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan
Hukum Acara Perdata, Bupati dapat memberi izin tertulis kepada pejabat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), darr tenaga ahli sebagaimana dimaksud
pada ayat (2l1, untuk memberikan dan memperlihatkan bukti tertulis dan
keterangan Wqjib Pajak yang ada padanya.
(6) Permintaan hakim sebagaimana dimaksu,l pada ayat (5) harus menyebutkan
naffra tersangka atau Rarrra tergugat, ker:erangan yang diminta, serta kaitan
antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang
diminta.

BAB :rVI
?EIIYIDIKAN

Pasal 113
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi
wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana
di bidang perpajakan Daerah, sebagaimarla dimaksud dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri
sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan ketentuan perattrran perundang-undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksu,l pada ayat (1) adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau iaporan
berkenaan dengan tindak pidana d: bidang perpajakan Daerah agar
keterangan atau laporan tersebut menjarli lebih lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau Badan tentang kebenaran perb'-ratan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidana;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan
sehubungan dengan tindak pidana;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokurnen lain berkenaan dengan tindak
pidana;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan
bukti tersehut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan;
g. men5ruruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan
atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan
Daerah;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan/atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu rmtuk kelancaran penyidikan tindak
pidaoa di bidaqg perpajake4 Daprah sesuai dengaa keteotrraq peratur44
perundang-undangan.
(a) Penyidik sebagaimana dimaksud pada avat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum
melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XTNI
PELAKSANAAN, PEMBERDAYAAN, PENGAWASAI{ DAN PENGEITDALIAN

Pasal 114

(U Pelaksanaan, pemberdayaan, pengawasan dan pengendalian Peraturan Daerah


ini ditugaskan kepada .Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Barito Timur dan
dengan dinas teknis terkait.
(2) Dalam melaksanakan tugas, perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat bekerja sarna dengan- peraagkat daerah atau lembaga laia terkait.

BAB I$TII
KETENTUAN PIDANA
Pasal L 15

(1) Wajib Pajak yang ka=rena kea-lpaaneya 6dak qenya{npaikarr SSPD del/atau
SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan
keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana
denda paling banyak 2 (dua) kati jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar.
(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi
dengan tidak benar atau tidak lengkap atar: melampirkan keterangan yang tidak
benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun atau prdana denda paling banyak 4 (empat)
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Pasal 116

Tindak pidana di bidang perpajakan Daerah tidak dituntut setelah melampaui


jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
Pajak atau berakhirnya Bagian Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak yang
bersangkutan.
Pasal 117

(1) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati yang karena kealpaannya
tidak memenuhi kewajiban merahasiakarL hal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1L2 ayat (1) dan ayat (21dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 4.ooo.ooo,oo (empat
juta rupiah).
(2j Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati yang dengan sengaja tidak
memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya
kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat {1) dan a5rat (2)
dipidana dengan pidana kur-ungan paling .r&nla 2 (dua) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp.10.OOO.OOO,OO (sepuluh juta rupiah).
(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.
{4) Tuntutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai
dengan sifatnya adalah menyangkut kepentingan pribadi seseorang atau Badan
selaku Wajib Paiak, karena itu dijadikan tirrdak pidana di Pengadilan.

Pasal 118
Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 I 5, dan Pasal 117 ayat (1) dan ayat
(2) merupakan penerimaan negara.

BAB XIX
I(ETENTUAIT PEITUTUP
Pasal 119

ini mulai berlaku


Pada saat Peraturan Daerah ;

1. Peraturan Daerah Kabupaten Barito Timur Nomor 2 Tahun 2An tentang Pajak
Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Barit.o Timur Nomor 2 Tahun 2olll.
2. Peraturan Daerah Kabupaten Barito ?irnur Nomor 3 Tahun 2411 tentang Bea
Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan TBPHTB) {Lembaran Daerah
Kabupaten Barito Tinnur Nomor 3 Tal.un 2011) dan
3. Peraturan Daerah Kabupaten Barito'limur Nomor 5 Tahun 2A12 tentang Pajak
Bumi dan bangunan Perdesaan dan Perkotaan {lembaran Daerah Kabupaten
Barito ?imur l,lomor 5 Tahun 2AL2] d.icabut dan dinyatakan tidak beriaku lagi.

Pasal 12O
Peratural Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, rnemerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya daiam Lembaran Daerah Kabupaten Barit<l
Timur.
Ditetapkan di Tamiang Layang
pada tanggal 2r eT&.f 2018

TIMUB,,
if \,
.i: t .

{,

MEBAS

Diundangkan di Tamiang Layang


pada tanggal fi 0{etDDAg 2018

TrffitrR,
i'!0 7-N
'*+l \'r(\'
\Z
L\ I
\l*.
smtffi-&
,f\

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARITO TIMUR TAHUN 2018 NOMOR'$f


NOREG PERATURAN DASRAH KABUPATEN BAzuTO TIMUR, PROVINSI
KALIMANTAN TENGAH : O3, 8312018
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO TIMUR
NOMOR 2 TAHUN 2018
TENTANG
PAJAK DAERAH

I. UMUM

Pemerintah Kabupaten Barito Timur terbentuk beerdasarkan Undang *


Undang Nomor 5 Tahun 2OA2 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan,
Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten
Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisam, Kabupaten Murung Raya, dan
Kabupaten Barito Timur di Provinsi Kalirrrantan Tengah, atas dasar undang -
undang tersebut maka Kabupaten Barito 'Iimur memunyai hak dan kewajiban
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya serta
meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat. Untuk penyelenggaraan pemerintahan tersebut,
Pemerintah Kabupaten Barito Timur berhak mengenakan pungutan kepada
masyarakat berdasarkan Peratuuran Perundang - undangan yang berlaku.
Pemungutan Pajak Daerah mengacu kepada Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2OO9. Ada 11 (sebelas) jenis pajak yang dapat dipungut oleh Pemerintah
Daerah yaitu: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hibural, Pajak Reklame, pajak
Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak
Air Tanah, Pajak Sarang Bumng Walet, Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Dengan adanya penambahan
kewenangan pemungutan pajak daerah Kabupaten/Kota tersebut, diharapkan
kemampuan Daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya semakin
besar. Di pihak lain, dengan tidak memberikan kewenangan kepada Daerah
untuk menetapkan jenis pajak baru akan memberikan kepastian bagt
masyarakatdan dunia usaha yang pada gilirannya diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran masyarakar dalam memenuhi kewajiban
perpajakarrnya.
II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup Jelas

Pasal 2
Cukup Jelas

Pasal 3
Cukup Jelas

Pasal 4
Cukup Jelas

Pasal 5
Cukup Jelas

Pasal 6
Cukup Jelas

Pasal 7
Cukup Jelas

Pasal 8
Cukup Jelas

Pasal 9
Cukup Jelas

Pasal 10
Cukup Jelas

Pasal 1 1
Cukup Jelas

Pasal 12
Cukup Jelas

Pasal 13
Cukup Jelas

Pasal 14
Cukup Jelas

Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Ayat (u
Cukup Jelas
Ayat (21
Cukup Jelas

Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan tontonan film adalah suatu usaha
yang menyediakan terrrpat, peralatan pemutar film dan
fasilitas untuk pertunjukan film serta dapat menyediakan
restoran/rumah makan ;

Huruf b
Yang dimaksud dengan musik adalah suatu usaha yang
menyediakan tempat, alat musik, pemain musik, penyanyi
dan fasilitas untuk mengadakan pertunjukan musik, serta
dapat menyediakan restoran/rumah makan dan atau bar ;

Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e

Yang dimaksud dengan diskotik adalah suatu usaha yang


menyediakan tempat, peralatan musik rekaman, disk jockey
dan fasilitas untuk menari/disco serta menyediakan bar ;
Yang dimaksud dengan karaoke adalah suatu usaha yang
menyediakan tempat, peralatan dan fasilitas untuk menyanyi
yang diiringi musik rekaman serta dapat menyediakan
restoran atau rumah makan atau bar ;

Huruf f
Cukup Jelas
Huruf g
Yang dimaksud dengar:L bilyar adalah suatu usaha yang
menyediakan tempat, peralatan dan fasilitas untuk bermain
bola sodok serta dapat menyediakan restoranf rumah makan ;
Huruf h
Yang dimaksud dengan permainan ketangkasan adalah suatu
usaha yang menyediakarr tempat, peraiatan ketangkasan dan
fasilitas untuk bermain ketangkasan yang bersifat hiburan
bagi anak-anak dan orang dewasa serta dapat menyediakan
restoran/rumah makan ;
Huruf i
Yang dimaksud dengan panti pijat adalah suatu usaha yang
menyediakan tempat, peralatan, tenaga pemijat dan fasilitas
untuk prjat ;
Yang dimaksud dengan nrandi uap adalah adalah suatu usaha
yang menyediakan tempat, peralatan tenaga pemijat dan
fasilitas untuk mandi uap dan ptjat ;

Yang dimaksud dengan spa adalah usaha perawatan yang


memberikan layanan dengan metode kombinasi terapi air,
terapi aroma, pgat, rempah-rempah, layanan
makanan/minuman sehat, dan olah aktivitas fisik dengan
tujuan menyeimbangkan jiwa dan raga dengan tetap
memperhatikan tradisi dan budaya bangsa Indonesia ;

Yang dimaksud dengan pusat kebugaran adalah suatu usaha


yang menyediakan tempat, peralatan, pemain dan fasilitas
untuk olahraga/kebugaran tubuh serta dapat menyediakan
restoran/rumah makan
Huruf j
Cukup Jelas

Ayat (a)

Cukup Jelas

Pasal 17

Cukup Jelas
Pasal 18

Cukup Jelas
Pasal 19

Cukup Jelas
Pasal 2O

Cukup Jelas

Pasal 21
Cukup Jelas
PaseJ 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal24
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasa| 27
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 3O
Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
Cukup Jelas
Pasal 33
Cukup Jelas
Pasal 34
Cukup Jelas
Pasal 35
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup Jelas
Pasal 37
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas
Pasal 39
Cukup Jelas
Pasal 4O
Cukup Jelas
Pasal 41
Cukup Jelas
Pasal42
Cukup Jelas
Pasal 43
Cukup Jelas
Pasal 44
Cukup Jelas
Pasal 45
Cukup Jelas
Pasal 46
Cukup Jelas
Pasal 47
Cukup Jelas
Pasal 48
Cukup Jelas

Pasal 49
Cukup Jelas

Pasal 5O
Cukup Jeias

Pasal 51
Cukup Jelas

Pasal 52
Cukup Jelas

Pasal 53
Cukup Jelas

Pasal 54
Cukup Jelas
Pasal 55
Cukup Jelas
Pasal 56
Cukup Jelas
Pasal 57
Cukup Jelas
Pasal 58
Ayat (1)
Yat g dimaksud "kawasan" adalah semua tanah dan bangunan yang
digunakan oleh perusahaan perkebunan, perhutanan dan
pertambangan di tanah yang diberi hak guna usaha perkebunan,
tanah yang diberi hak pengusahaan hutan dan tanah yang menjadi
wilayah usaha pertambangan.
Ayat {2)
eukup Jelas
Ayat (s)
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan "tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan" adalah bahwa Obyek pqiak itu
diusahakan untuk melayani kepentingan umum, dan
nyata-nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan.
Hal ini dapat diketahui antara lain dari anggaran dasar dan
€Lnggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak
dalam bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan
kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini
adalah hutan wisata milik negara sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e

Cukup Jelas

Huruf f
Cukup Jelas
Pasal 59
Cukup Jelas

Pasal 60
Ayat (1)
Penetapan NJOP dapat dilakukan dengan :

1. Perbandingan harga dengan Obyek lain yang sejenis, adalah


suatu pendekatan/metode penentuan niiai jual suatu
Obyek pajak dengan cara membandingkannya dengan
Obyek pajak lain yang sejenis yang ietaknya berdekatan
dan fungsinya sarna dan telah diketahui harga jualnya.
2. Nilai perolehan baru. adalah suatu pendekatan/metode
penentuan nilai jual suatu Obyek pajak dengan cara
menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh Obyek tersebut pada saat penilaian dilakukan,
yang dikurangi dengan pen5rusutan berdasarkan kondisi
fisik Obyek tersebut.
3. Nilai jual pengganti, adaiah suatu pendekatan/metode
penentuan nilai jual suatu Obyek pajak yang berdasarkan
pada hasil produksi Otryek pajak tersebut.
Ayat (2)
3 (tiga) tahun sekali. Untuk
Pada dasarnya penetapan NJOP adalah
daerah tertentu yang perkembangan pembangunannya
mengakibatkan kenaikan NJOP yang cukup besar, maka penetapan
NJOP dapat ditetapkan setahun sekali.

Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 61
Cukup Jelas
Pasal 62
Cukup Jelas
Pasal 63
Cukup Jelas
Pasal 64
Cukup Jelas
Pasal 65
Cukup Jelas
Pasal 66
Cukup Jelas
Pasal 67
Cukup Jelas

Pasal 68
Cukup Jelas

Pasal 69
Cukup Jelas

Pasal 7O
Cukup Jelas
Pasal 71
Contoh :

Wajib Pajak oA' membeli tanah dan bangunan dengan, Nilai Perolehan
Obyek Pajak = Rp.7O.OOO.O0O,OO. Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak
Kena Pajak = Rp.6O.OOO.OOO,OO. Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena
Pajak : Rp.1O.OOO.OOO,OO. Pajak yang Terutang = SVo x Rp.
1O.OOO.OO0,OO = Rp. 5O0.00O,O0.
Pasal 72

Cukup Jelas
Pasal 73

Cukup Jelas
-\ Pasal 74

Cukup Jelas
Pasal 75

Cukup Jelas
Pasal 76
Cukup Jelas

Pasel 77
Cukup Jelas
Pasal 78
Cukup Jelas

Pasal 79
Cukup Jelas

Pasal 8O
Cukup Jelas

Pasal 81
Cukup Jelas

Pasal 82
Cukup Jelas

Pasal 83
Cukup Jelas

Pasal 84
Cukup Jelas

Pasal 85
Cukup Jelas

Pasal 86
Cukup Jelas

Pasal 87
Cukup Jelas

Pasal 88
Cukup Jelas
Pasal 89
Cukup Jelas

Pasal 9O
Cukup Jelas

Pasal 9 1

Cukup Jelas

Pasal 92
Cukup Jelas
Pasa1 93
Cukup Jelas

Pasal 94
Cukup Jelas

Pasal 95
Cukup Jelas
Pasal 96
Cukup Jelas

Pasal 97
Cukup Jelas

Pasal 98
Cukup Jelas

Pasal 99
Cukup Jelas

Pasal 100
Cukup Jelas

Pasal 101
Cukup Jelas

Pasal 1O2
Cukup Jelas

Pasal 1O3
Cukup Jelas

Pasal 104
Cukup Jelas

Pasal 1O5
Cukup Jelas

Pasal 106
Cukup Jelas
Pasa] 1O7
Cukup Jelas

Pasa1 108
Cukup Jelas

Pasal 1O9
Cukup Jelas

Pasal 110
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "instansi yang melaksanakan pemungutan"
adalah dinas/badan/lembaga yang tugas pokok dan fungsinya
melaksanakan pemungutan Pajak dan Retribusi.
Ayat (2)
Pemberian besarnya insentif dilakukan melalui pembahasan yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan alat kelengkapan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang membidangi masalah keuangan.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 11 I
Cukup Jelas
Pasal 112
Cukup Jelas
Pasal 113
Cukup Jelas
Pasal 1 14
Cukup Jelas
Pasal 115
Cukup Jelas
Pasal 116
Cukup Jelas
Pasal 117
Cukup Jelas
Pasal 1 18
Cukup Jelas

Pasal 1 19
Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAII I(ABUPATEI{ BARITO TIMUR IIOMOR...S*

Anda mungkin juga menyukai