Muhammad Wijayanto
203180201
PGMI F
PENGANTAR
Permasalahan gender di masyarakat sudah ada sejak manusia itu mulai muncul dimuka
bumi ini. Di Indonesia sendiri, keadilan dan kesetaraan gender mulai di perjuangkan sejak masa
R.A. Kartini, dimana emansipasi menjadi ujung tonggak kebebasan perempuan Indonesia untuk
mengenyam pendidikan yang setara dengan kaum laki-laki. Pengarusutamaan gender (PUG)
merupakan proses pengintegrasian konsep, prinsip, dan isu kesetaraan gender ke dalam
kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan pada setiap tahapan, mulai dari perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi. Tujuan pengarusutamaan gender (PUG)
ini adalah terselenggarakannya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berspektif gender dalam
rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa, dan juga bernegara. Pembangunan kualitas hidup manusia
dilaksanakan secara terus menerus oleh pemerintah dalam upaya mencapai kehidupan yang lebih
baik.
ISI PEMBAHASAN
Gender merupakan suatu dasar untuk menentukan pengaruh faktor budaya dan kehidupan
kolektif dalam membedakan laki-laki dan perempuan. Gender dapat didefisinikan sebagai
pembedaan peran, atribut, sikap, tindakan atau perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat atau dianggap masyarakat pantas untuk laki-laki dan perempuan. Pembedaan laki-
laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya, tetapi menekankan gender sebagai
konsep analisa yang kita dapat menggunakannya untuk menjelaskan sesuatu. Secara umum,
gender dipahami sebagai intepretasi atau penafsiran masyarakat tentang nilai-nilai sosial,
peranan, fungsi, dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang terbentuk dalam
jangka waktu lama melalui proses sosial masyarakat (habitus), sehingga menjadi suatu
kebudayaan yang dapat mempengaruhi interaksi antar masyarakat. Perbedaan konsep gender
secara social telah melahirkan perbedaan peran perempuan dan laki-laki dalam masyarakat.
Secara umum, adanya gender telah melahirkan peran, tanggung jawab, fungsi,dan bahkan ruang
tempat dimana manusia beraktivitas. Perbedaan gender ini melekat pada cara pandang kita,
sehingga kita sering lupa seakan-akan hal itu merupakan suatu yang permanen dan abadi
sebagaimana permanen dan abadinya ciri biologi yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kajian gender semakin mendapat perhatian
dari berbagai kalangan, baik lingkungan akademis maupun media massa. Persoalan bias gender
sebenarnya persoalan yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, bahkan menjadi
fenomena yang biasa bagi kebanyakan masyarakat.
Dalam melakukan analisis gender, saat ini focus para ahli gender dan pembangunan lebih
melihat pada relasi gender, sehingga menjadi obyek analisis bukan hanya perempuan saja,
melainkan relasi antara laki-laki dan perempuan. Permasalahan yangs erring terjadi apabila focus
analisa ketidakadilan gender dalam pembangunan hanya pada perempuan. Sehingga yang terlihat
sebagai penyebab ketidakadilan yang dialami oleh dirinya adalah perempuan itu sendiri, bukan
relasi gender.
Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur yang menempatkan laki-laki mau-
pun perempuan sebagai korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan gender termanifestasikan
dalam berbagai bentuk ketidakadilan, terutama pada perempuan; misalnya marginalisasi,
subordinasi, stereotype pelabelan negatif sekaligus perlakuan diskriminatif, kekerasan terhadap
perempuan, beban kerja lebih banyak dan panjang. Dalam perkembangan peradaban dan
pembangunan masyarakat, prinsip keadilan merupakan salah satu unsur yang sangat penting
untuk ditegakkan. Hilangnya rasa keadilan akan menghancurkan kepercayaan masyarakat
terhadapkeberlangsungan supremasi hukum dan norma yang dijalankan dalam suatu tatanan
kehidupan bernegara. Hal yang utama dalam keadilan adalah pengakuan terhadap kebenaran dan
penyelesaian segala persoalan dengan benar pula. Kebijakan dalam mewujudkan keadilan gender
diatur dalam Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam
Pembangunan nasional, sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan
gender yaitu pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid.
Jaminan perlindungan dan keadilan di semua bidang kehidupan merupakan hak setiap
warga negara Indonesia sebagaimana amanat Konstisusi. Sudah seharusnya proses hukum selalu
dan tetap mempertimbangkan kebutuhan, aspirasi, dan kepentingan demi rasa keadilan bagi
perempuan dan laki-laki. Hukum tidak hanya berupa peraturan semata, malainkan sebuah sistem
hukum yang meliputi subtansi, struktur, dan kultur hukum. Seluruh kegiatan dalam rencana aksi
harus sesuai dengan tujuan yang telah diidentifikasi dalam tahap formulasi kebijakan kesetaraan
dan keadilan. implementasi pengarusutamaan gender akan menghasilkan kebijakan publik yang
lebih efektif untuk mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan merata bagi seluruh penduduk
Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan.
Kesetaaran gender (gender equity) adalah suatu proses yang ditempuh untuk
menghantarkan laki-laki dan perempuan secara dinamis untuk memperoleh akses, partisipasi,
kontrol, dan manfaat dalam aktifitas kehidupan baik dalam keluarga, masyarakat maupun
berbangsa dan bernegara. Kesetaraan yang berkeadilan gender adalah kondisi yang dinamis,
dimana laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hak, kewajiban, peranan, dan kesempatan
yang dilandasi oleh saling menghormati dan menghargai serta membantu di berbagai sektor.
Terwujudnya kesetaraan gender dan keadilan gender tersebut ditandai dengan tidak adanya
diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Dengan demikian, baik perempuan maupun laki-
laki mempunyai akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta
memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan yang dihasilkan tersebut.
Sosialisasi gender melalui jalur struktural yang dipandang lebih efektif adalah melalui
pendidikan, yakni dengan menintegrasikan ke dalam manajemen pendidikan responsif gender,
pembelajaran inklusif gender dan didukung pula oleh kebijakan pendidikan yang responsif
gender. Pembelajaran inklusif gender adalah pembelajaran dengan mengintegrasikan gender ke
dalam materi/bahan ajar yang berkesetaraan dan keadilan gender dengan menggunakan metode
pembelajaran yang menghindari terjadinya diskriminasi gender. Indonesia sebagai salah satu
negara yang meratifikasi CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination Againts Women) dituntut untuk mampu melindungi perempuan dari berbagai
praktik diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan. Indonesia sebagai suatu negara hukum,
negara harus mengakui dan melindungi HAM setiap individu tanpa membedakan jenis kelamin,
kedudukan, dan latar belakangnya, sehingga semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama
dan menempatkan kedudukan bagi setiap orang tanpa terkecuali pada posisi yang sama
dihadapan hukum.
PENUTUP