Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gangguan jiwa adalah kemampuan individu dalam kelompok dan

lingkungannya untuk berinteraksi dengan yang lain dengan cara untuk

mencapai kesejahteraan, perkembangan yang optimal dengan menggunakan

kemampuan mentalnya (kognisi afeksi renasi) memiliki prestasi individu

serta kelompoknya konsisten dengan hukum yang berlaku.1 Gangguan jiwa

juga merupakan respon maladaptif dari lingkungan internal dan eksternal,

dibuktikan melalui pikiran, perasaan dan perilaku yang tidak sesuai dengan

norma lokal atau budaya setempat dan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan

atau fisik.2

Dalam masyarakat umum skizofrenia tedapat 0,2 – 0.8 % dan retardasi

mental 1 – 3 % WHO melaporkan bahwa 5 – 15 % dari anak anak antara 3 –

15 tahun mengalami gangguan jiwa yang persistent dan mengganggu

hubungan sosial. Bila kira – kira 40 % penduduk negara kita ialah anak –

anak di bawah 15 tahun (di negara yang sudah berkembang kira – kira 25 %),

dapat digambarkan besarnya masalah ( ambil 5 % dari 40% dari katakan saja

120 juta penduduk, maka di negara kita terdapat kira – kira 2.400.000 orang

anak yang mengalami gangguan jiwa).3

Departemen kesehatan menyebutkan jumlah penderita gangguan jiwa

berat sebesar 2,5 juta jiwa yang diambil dari data RSJ se-Indonesia. Di Jawa
Tengah sendiri terdapat 3 orang per seribu penduduk yang mengalami

gangguan jiwa dan 50% adalah akibat dari kehilangan pekerjaan. Sejalan

dengan paradigma sehat yang dicanangkan departemen kesehatan yang lebih

menekankan upaya proaktif melakukan pencegahan daripada menunggu di

rumah sakit, kini orientas upaya kesehatan jiwa lebih pada pencegahan

(preventif) dan promotif.4

Tanda dan gejala yang sering muncul pada gangguan persepsi sensori :

halusinasi adalah mendengar suara atau kegaduhan, mendengar suara yang

mengajak bercakap-cakap, mendengar suara yang menyuruh melakukan

sesuatu yang berbahaya. Klien juga tampak bicara atau tertawa sendiri,

marah-marah tanpa sebab, mengarahkan telinga ke arah tertentu dan menutup

telinga.6Masalah yang muncul pada klien Gangguan Persepsi Sensori :

Halusinasi adalah resti perilaku kekerasan, isolasi sosial dan harga diri

rendah.5

Salah satu intervensi keperawatan yang ada adalah terapi aktivitas

kelompok. Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas

yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah

keperawatan yang sama.

Berdasarkan uraian diatas agar dampak buruk tidak terjadi maka penulis

tertarik untuk memberikan asuhan keperawatan pada individu dengan

masalah keperawatan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.


B. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

2. Tujuan Khusus

a) Mampumemahami tentang konsep Gangguan Persepsi Sensori :

Halusinasi Pendengaran

b) Mampu melakukan pengkajian pada pasien Gangguan Persepsi

Sensori : HalusinasiPendengaran.

c) Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien Gangguan

Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.

d) Mampu menentukan intervensi keperawatan pada pasien Gangguan

Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.

e) Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien Gangguan

Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.

f) Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien Gangguan

Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran


C. MANFAAT PENELITIAN

A. Bagi Pasien

Diharapkan pasien dapat mengetahui, mengenali tanda dan gejala serta

dapat mengatasi masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Pendengaran sesuai dengan intervensi yang sudah diajarkan oleh

mahasiswa.

B. Bagi Penulis

Diharapkanproposal karya tulis ilmiah ini dapat memberikan informasi

dan pengalaman bagi mahasiswa dalam memberikan asuhan

keperawatan pada pasien Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Pendengaran.

C. Bagi Institusi

Diharapkan proposal karya tulis ilmiah ini dapat menjadi panduan dan

bahan pembelajaran dalam pembuatan karya tulis ilmiah selanjutnya

dalam institusi keperawatan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. KONSEP DASAR GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

A. DEFINISI

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam

membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal

(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan

tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata, sebagai contoh klien

mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara.2

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien

mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa

suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien

merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada.4 Halusinasi adalah

persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar. Walaupun

tampak sebagai sesuatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya

merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang

teresepsi1.Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus

yang datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan atau

distorsi terhadap stimulus tersebut.7

Halusinasi pendengaran (auditif, akustik) merupakan hal yang

sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising yang

tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata
atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditunjukkan pada

penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar dan berdebat

dengan suara-suara tersebut.8

Halusinasi pendengaran yaitu klien mendengar suara atau bunyi

tidak berhubungan dengan stimulasi nyata dan orang lain tidak

mendengarnya.9

1. Rentang Respon Sosial

RESPON ADAPTIF RESPON MALADAPTIF

a.Pikiran logis a. Distorsi pikiran a. Gangguan pikiran

b.Persepsi akurat b. Ilusi b. Sulit merespon emosi

c.Perilaku sesuai c. Reaksi emosi > / < c. Perilaku disorganisasi

d.Berhubungan sosial d. Perilaku aneh d. Isolasi sosial

e. Menarik diri

Rentang respon neurobiologi.9

2. Klasifikasi

Halusinasi ada 5 macamyaitu :9

a. Halusinasi Pendengaran ( Auditory )

Klien mendengar suara dan bunyi tidak berhubungan dengan

stimulasi nyata dan orang lain tidak mendengarnya.

b. Halusinasi penglihat ( Visual )


Klien melihat gambar yang jelas atau samar tanpa stimulus yang

nyata dan orang lain tidak melihat.

c. Halusinasi pencium ( Olfactory )

Kilen mencium bau yang muncul dari sumber tentang tanpa

stimulus yang nyata dan orang lain tidak mencium.

d. Halusinasi Pengecapan ( Gusfactory )

Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata.Biasa merasakan

makanan yang tidak enak.

e. Halusinasi Perabaan ( Taktil )

Klien merasakan sesuatu pada kulit tanpa stimulus yang nyata.

B. ETIOLOGI

1. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi klien dengan halusinasi adalah :10

a) Faktor Perkembangan

Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya

kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak

mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya

diri dan lebih rentan terhadap stress.

b) Faktor Sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak

bayi akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya

pada lingkungan.
c) Faktor Biologis

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.

Adanya stress yang berlebihan dialami oleh seseorang maka

didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat

halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan

menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.

d) Faktor Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah

terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini

berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil

keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih

memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju

alam hayal.

e) Faktor Genetik dan Pola Asuh

Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat diasuh oleh orang

tua schizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil

studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan

hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

2. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu

sebagai tantangan, ancaman atau tuntutan yang memerlukan energi


ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan

seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak

berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan dan juga suasana sepi

atau terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal

tersebut dapat meningkatkan stres dan kecemasan yang

merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.5

C. MANIFESTASI KLINIS

Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan halusinasi pendengaran

:8

1. Data Subjektif

a) Mendengar suara atau kegaduhan

b) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap

c) Mendengar suara yang menyuruh melakukan

sesuatu yang berbahaya

2. Data Objektif

a) Bicara atau ketawa sendiri

b) Marah-marah tanpa sebab

c) Mengarahkan telinga ke arah tertentu

d) Menutup telinga

D. PATOFISIOLOGI

Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut :8

1. Fase Pertama
Fase pertama disebut juga dengan fase comporting yaitu fase yang

menyenangkan. Tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.

Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan,

rasa bersalah, kesepian yang memuncak dan tidak dapat

diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang

menyenangkan.

Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,

menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons

verbal yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya dan suka

menyendiri.

2. Fase Kedua

Fase kedua disebut dengan fase condemming atau ansietas berat

yaitu halusinasi menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik

ringan.

Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,

kecemasan meningkat, melamun dan berfikir sendiri jadi dominan.

Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin

orang lain tahu dan ia tetap dapat mengontrolnya.

Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom

seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asik

dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.

3. Fase Ketiga
Fase ketiga adalah fase kontroling atau ansietas berat yaitu

pengalaman sensori menjadi berkuasa, termasuk dalam gangguan

psikotik.

Karakteristik : bisikan suara : isi halusinasi semakin menonjol,

menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak

berdaya terhadap halusinasinya.

Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian

hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien

berkeringat, tremor dan tidak mampu mematui perintah.

4. Fase Keempat

Fase keempat adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur

dengan halussinasinya, termasuk dalam psikotik berat.

Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam,

memerintah dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak

berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata

dengan orang lain di lingkungan.

Komplikasi yang mungkin dapat muncul pada penderita

halusinasi adalah adanya perilaku kekerasan yaitu resiko

menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, selain itu

komplikasi lainnya dapat muncul adalah mengisolasi diri sendiri,

klien kurang memperhatikan selfcare, menunjukkan kerekatan

terhadap realita dan bertindak terhadap realita, gangguan orientasi

realita.10
E. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :11

1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik

Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan

pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan

dilakukan secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata,

kalau bisa pasien disentuh atau dipegang. Pasien jangan di isolasi

baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar

atau mendekati pasien, berbicara dengan pasien. Begitu juga bila

akan meninggalkannya hendaknya pasien diberitahu. Pasien

diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Di ruangan itu hendaknya

disediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan

mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya

jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.

2. Melaksanakan program terapi dokter

Sering kali pasien menolak obat yang diberikan sehubungan

dengan rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan

sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati

agar obat yang diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat yang

diberikan.

3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi

masalah
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikastif, perawat dapat

menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya

halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada.

Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga

pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.

4. Memberi aktivitas pada pasien

Pasien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,

misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan

ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan

memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien diajak menyusun

jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses

perawatan

Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya diberitahu tentang data

pasien agar kesatuan pendapat dan keseimbangan dalam proses

keperawatan, misalnya dari percakapan dengan pasien diketahui

bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki mengejek tapi

bila ada orang lain didekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.

Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan

menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.

Percakapan ini hendaknya diberitahukan pada keluarga pasien dan

petugas lain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran

yang diberikan tidak bertentangan.


II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian adalah proses keperwatan yang awal dan mendasari dari

asuhan kepera watan untuk memperoleh data – data secara langsung dari

pasien, pengkajian tersebut meluputi :12

1. Identitas Klien

Idntitas klien mencakup inisial klien, umur, jenis kelamin, no. RM,

informan dan tanggal/waktu pengkajian.

2. Alasan Masuk

Alasan yang menyebabkan klien di bawa ke rumah sakit jiwa dan

riwayat pengobatan klien sebelumnya.

3. Faktor Predisposisi12

a) Faktor Biologis

b) Faktor Psikologis

c) Faktor Sosial Budaya

4. Faktor Presipitasi

a) Sosial Budaya

b) Biokimia

5. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang terdiri dari pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan

darah, nadi, suhu dan pernafasan), Ukur (berat badan dan tinggi

badan) dan keluhan fisik.


6. Aspek Psikososial

Psikososial ini menggambarkan silsilah keluarga yang mempunyai

keterkaitan dalam gangguan mental, menggambarkan konsep diri,

hubungan sosial dan spiritual klien.

7. Status Mental

Penilaian status mental dimulai dari penampilan cara berpakaian rapi

setelah mandi rambut disisir, pembicaraan saat dikaji suaranya

lambat, aktivitas motorik raut muka tampak lesu, alam perasaan

pasien sering Nampak menyendiri dan raut muka yang lesu, afek

pasien tumpul yaitu hanya beraksi apbila ada stimulus yang kuat,

interaksi selama wawancara pasien mau menceritakan masalahnya

dan tidak kelihatan mempertahankan pendapat kebenaran dirinya

sendiri, proses pikir, isi pikir, waham, tingkat kesadaran, disorientasi,

memori, tingkat konsentrasi berhitung, dan kemampuan penilaian

pasien menganbil keputusan sendiri tanpa bantuan orang lain.

8. Kebutuhan Persiapan Pulang

Kebutuhan klien seperti makan, BAB/BAK, mandi,

berpakaian/berhias, istirahat dan tidur, penggunaan obat,

pemeliharaan kesehatan, kegiatan didalam rumah dan diluar rumah

sudah baik.

9. Mekanisme Koping

Koping mal adaftif, pasien mempunyai hambatan dalam

berhubungan dengan orang lain karena mempunyai sifat pendiam


dan suka menyendiri, mekanisme koping adaftif yaitu pasien mampu

melakukan kegiatan sepertimencuci, menyapudan lain – lain.

10. Masalah Psikososial dan Lingkungan

11. Pengetahuan

12. Aspek Medik.12

Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua

macam sebagai berikut :12

a. Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata . data ini

didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh

perawat.

b. Data subyektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien

dan keluarga.data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada

klien dan keluarga.data ini langsung didapat oleh perawat disebut

sebagai data primer,dan data yang diambil dari hasil catatan tim

kesehatan lain sebagai data skunder.

Masalah Keperawatan

1. Resti Perilaku Kekerasan

2. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

3. Isolasi Sosial

4. Harga Diri Rendah


Pohon Masalah10

Resti Perilaku Kekerasan Effect

Gangguan Persepsi Sensori :Halusinasi Core Problem

Isolasi Sosial Causa

Harga Diri Rendah

B. Diagnosa Keperawatan11

a) Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

b) Isolasi Sosial

Resti Perilaku Kekerasan


27

Anda mungkin juga menyukai