Anda di halaman 1dari 11

a.

Clopidogrel
Penghambat agregasi platelet diluar heparin, kode ATC: B01AC/04. Clopidogrel
secara selektif menghambat pengikatan adenosin difosfat (ADP) pada reseptor ADP di
platelet, dengan demikian menghambat aktivasi kompleks glikoprotein GPIIb/IIIa
yang dimediasi ADP, yang menimbulkan penghambatan terhadap agregasi
platelet.Biotransformasi Clopidogrel diperlukan untuk menghasilkan penghambatan
agregasi platelet. Clopidogrel juga menghambat agregasi platelet yang diinduksi oleh
agonis lain dengan menghalangi amplifikasi aktivasi platelet dengan merilis ADP.
Clopidogrel bertindak dengan memodifikasi reseptor ADP platelet secara
ireversibel.Akibatnya, platelet yang terkena Clopidogrel terpengaruh untuk sisa jangka
hidup mereka dan pemulihan fungsi platelet normal terjadi pada tingkat yang
konsisten dengan pergantian platelet.Pengulangan dosis 75 mg per hari menghasilkan
penghambatan besar dari ADPinduksi agregasi platelet dari hari pertama; ini
meningkat secara progresif dan mencapai keadaan tunak antara hari ke-3 dan hari ke-
7.Pada keadaan tunak, tingkat rata-rata hambatan diamati dengan dosis 75 mg per hari
adalah antara 40% dan 60%.Agregasi platelet dan waktu perdarahan secara bertahap
kembali ke nilai awal, biasanya dalam waktu 5 hari setelah pengobatan dihentikan.
b. Bisoprolol
Mekanisme kerja antihipertensi dari bisoprolol belum seluruhnya diketahui.
Faktor-faktor yang terlibat adalah:
- Penurunan curah jantung
- Penghambatan pelepasan renin oleh ginjal.
- Pengurangan aliran tonus simpatis dari pusat vasomotor pada otak.
Pada orang sehat, pengobatan dengan bisoprolol menurunkan kejadian takikardia
yang diinduksi oleh aktivitas fisik dan isoproterenol. Efek maksimum terjadi dalam
waktu 1-4 jam setelah pemakaian. Efek tersebut menetap selama 24 jam pada dosis
≥5 mg.
Penelitian secara elektrofisiologi pada manusia menunjukkan bahwa bisoprolol
secara signifikan mengurangi frekuensi denyut jantung, meningkatkan waktu
pemulihan sinus node, memperpanjang periode refrakter AV node dan dengan
stimulasi atrial yang cepat, memperpanjang konduksi AV nodal.Bisoprolol juga dapat
diberikan bersamaan dengan diuretik tiazid. Hidroklorotiazid dosis rendah (6,25 mg)
digunakan bersamaan dengan bisoprolol fumarat untuk menurunkan tekanan darah
pada penderita hipertensi ringan samapai sedang.
c. Atorvastatin
Enzim HMG-CoA (3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme A) bekerja di hepar,
dengan mengkatalisis konversi HMG-CoA menjadi mevalonate. Keadaan ini
merupakan proses permulaan dari biosintesis kolesterol. Mevalonat adalah suatu
prekursor sterol, termasuk kolesterol. Kolesterol dan trigliserida bersirkulasi dalam
peredaran darah, sebagai bagian dari lipoprotein.
Kadar kolesterol dan lipoprotein ini dapat diturunkan oleh atorvastatin melalui
mekanisme berikut:
 Inhibisi enzim reduktase HMG-CoA, dan sintesis kolesterol dalam hati
 Peningkatan sejumlah reseptor LDL hepar pada permukaan sel, untuk
mempertinggi pengambilan, dan katabolisme LDL
 Reduksi LDL yang terbentuk dan juga produksi LDL
Mekanisme-mekanisme di atas akan menyebabkan efek terapi sebagai berikut:
 Meningkatkan HDL pada para pasien dengan hipertrigliseridemia yang terisolasi
 Memproduksi variabel untuk meningkatkan HDL, dan apolipoprotein A-1
 Menurunkan total kolesterol, LDL, VLDL, apo B, dan trigliserida
 Menurunkan kolesterol IDL pada para pasien yang mengalami
disbetalipoproteinemia
Pada populasi yang kurang/jarang dapat merespon efek obat-obat penurun lipid,
contohnya pada beberapa pasien dengan riwayat familial homozigot
hiperkolesterolemia, atorvastatin dapat menurunkan kadar LDL.

TERAPI DAN HUBUNGAN KIMIA MEDISINAL

A. Senyawa Penghambat ACE


Contoh seperti kaptroril, enalapril, lisinopril, perindoprl, ramipril, kuinapril,
benazepril, fosinopril, silazapril dan delapril merupakan antihipertensi yang kuat dengan
efek samping relatif ringan, seperti kelesuan, sakit kepala, diare, batuk dan mual.
Lisinopril dihidrat (Zestril), digunakan untuk pengobatan hipertensi esensaal,
hipetensi renovaskular dan payah jantung kongestif. Awal kerja lisinopril terjadi ± 2 jam
setelah pemberian secara oral, kadar serum tertinggi berlangsung selama ± 24 jam. Dosis
awal 5-10 mg 1 dd, dosis pemeliharaan 10-20 mg 1 dd.
Gambar 1.Struktur Lisinopril (C21H12N3H5)

Mekanisme lain dari senyawa penghambat ACE adalah menghambat pemecahan


bradikinin menjadi fragmen tidak aktif, sehingga kadar bradikinin dalam darah
meningkat, menyebabkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah.
Model tempat aktif pada ACE ditunjukkan oleh adanya:
a) Ion Zn2+ yang dapat membentuk kompleks dengan ligan dengan gugus sulhidril
(SH) dari kaptopril, gugus karboksi dari enapril, lisinopril.
b) Gugus yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan gugus karbonil.
c) Gugus yang bermuatan positif yang terikat melalui ikatan ion dengan gugus
karboksilat yang bermuatan negatif.
Gugus karboksi yang membentuk kompleks dengan Zn 2+ dapat berupa karboksilat
bebas (lisinopril), tetapi pada umumnya dalam bentuk ester etil (enalapril, perindopril,
ramipril, delapril, kuinapril, benazepril, imidapril, dan silazapril) untuk memperpanjang
masa kerja obat. Bentuk ester adalah pra-obat, dalam tubuh akan terhidrolisis menjadi
bentuk asam yang aktif. \
Gugus-gugus lain pada umunya untuk meningkatkan lipofilitas senyawa, sehingga
distribusi obat dalam tubuh menjadi lebih baik. (Kimia Farmasi Medisinal II, 2016)

B. Antagonis Aldosteron
Contoh: spironolakton.
Aldosteron, adalah mineralokortikoid yang dikeluarkan oleh korteks adrenalin.
Merupakan senyawa yang sangat aktif untuk menahan elektrolit, dapat meningkatkan
reabsorpsi ion Na+ dan Cl- serta ekskresi ion K+ dalam saluran pengumpul.
Aldosteron Spironolakton Kanrenon

Gambar 2.Reaksi pembentukan senyawa Kanrenon.

Senyawa yang mempunyai struktur mirip dengan aldosteron, seperti spironolakton


bekerja sebagai antagonis melalui mekanisme penghambatan bersaing pada sisi reseptor
pada saluran pengumpul, di mana terjadi pertukaran ion Na+ dan Cl- serta retensi ion K+
Spironolakton (Aldoctone, Idrolatton), diabsorpsi dengan baik dalam saluran cerna ±
98 terikat oleh protein plasma.Spironolakton cepat dimetabolisme di hati menjadi
kanrenon, yaitu bentuk yang bertanggung jawab terhadap 80 aktivitas diuretiknya.Waktu
paronya cukup lama, antara 10-35 jam.Aktivitasnya meningkat bila diberikan bersama-
sama dengan diuretika turunan tiazida atau diuretika loop.Dosis 50-100 mg/hari. (Kimia
Medisinal II, 2016)

C. Diuretik Loop
Diuretik loop merupakan senyawa saluretik yang sangat kuat, aktivitasnya jauh lebih
besar dibanding turunan tiazida dan senyawa saluretik lain. Turunan ini dapat memblok
transport aktif NaCl pada loop of Henle sehingga menurunkan reabsorpsi NaCl dan
menigkatkan ekskresi NaCl lebih dari 25%.
Mekanisme kerja.Model kerja diuretik loop pada tingkat molekul belum diketahui
secara pasti, tetapi ada tiga hipotesis yang kemungkinan dapat digunakan untuk
menjelaskan model kerja tersebut, yaitu:
a. Penghambatan enzim Na+ -K+ ATP-ase
b. Penghambatan atau pemindahan siklik-AMP
c. Penghambatan glikolisis
Diuretik loop menimbukan efek samping yang cukup serius, seperti hiperurisemi,
hiperglikemi, hipotensi, hipokalemi, hipokloremik alkalosis, kelainan hematologis dan
dehidrasi. Biasanya digunakan untuk pengobatan sembab paru yang akut, sembab karena
kelainan jantung, ginjal atau hati, sembab karena keracunan kehamilan, sembab otak dan
untuk pengobatan hipertensi ringan.Untuk pengobatan hipertensi yang moderat dan berat
biasanya dikombinasi dengan obat antihipertensi, seperti L-α-metildopa.
Struktur kimia golongan ini bervariasi dan secara umum dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu turunan asam fenoksiasetat dan turuan sulfamoilbenzoat.Kelompok kami
memilih obat Furosemid yang berasal dari turunan 5-sulfamoil-2-aminobenzoat.
Hubungan struktur dan aktivitas
a. Substituen pada posisi 1 harus bersifat asam, gugus karboksilat mempunyai aktivitas
diuretik optimum.
b. Gugus sulfamoil pada posisi 5 merupakan gugus fungsi untuk aktivitas diuretik yang
optimum.
c. Gugus aktivitas pada posisi 4 bersifat penarik elektron, seperti gugus-gugus Cl dan
CF3 , dapat pula diganti dengan gugus fenoksi (C6H5-O-), alkoksi, anilino (C6H5-
NH-), benzil, benzoil, atau C6H5-S-, dengan disertai penurunan aktivitas.
d. Pada turunan asam 5-sulfamoil-2-aminobenzoat, substituen pada gugus 2 amino
relatif terbatas, hanya gugus furfuril, benzil dan tienilmetil yang menunjukkan
aktivitas diuretik optimal.
e. Pada turunan, asam 5-sulfamoil-3-aminobenzoat, substituen pada gugus 3 amino
relatif lebih banyak tanpa mempengaruhi aktivitas diuretik optimal.
Furosemida (Lasix, farsix, salurix, Impugan)

Gambar 3.Struktur Furosemida (C12H10ClN2O5S)

Merupakan diuretika saluretik yang kuat, aktivitasnya 8-10 kali diuretika tiazida.
Awal kerja obat terjadi dalam 0,5-1 jam setelah pemberian oral, dengan masa kerja yang
relatif pendek ± 6-8 jam. Absorpsi furosemida dalam saluran cerna cepat,
ketersediaanhayatinya 60-69% pada subyek normal, dan ± 91-99% obat terikat oleh
plasma protein. Kadar darah maksimal dicapai 0,5-2 jam setelah pemberian secara oral,
dengan waktu paro biologis ± 2 jam. Furosemid digunakan untuk pengobatan hipertensi
ringan dan moderat, karena dapat menurunkan tekanan darah. Dosis: 20-80 mg/hari.
(Kimia Farmasi Medisinal II, 2016)
Pada diskusi kali ini, terapi obat yang kami pilih adalah dengan penambahan obat
golongan ACEI dan golongan Diuretik. Golongan ACEI ini digunakan untuk terapi Gagal
Jantung Stage C (ACCF/AHA) NYHA kelas 3. Golongan ACEI yang diberikan yaitu
Lisinopril dan golongan Diuretik Antagonis Aldosterone yaitu Spironolakton sebagai terapi
lanjut penyakit tersebut. Selain dari itu, kami juga menyarankan untuk menambah obat
golongan diuretik lain yaitu dari golongan diuretik Loop.

Alasan memilih diuretik Loop ini karena kami juga bermaksud meringankan gejala sesak
yang diderita oleh pasien tersebut. Pada PERKI mengatakan bahwa pada pasien dengan gagal
jantung disertai keluhan sesak nafas dapat diberikan diuretik untuk mengurangi retensi garam
dan cairan serta mengurangi sesak nafas.

Alasan pemilihan terapi obat yang lain yaitu pada pemilihan obat golongan ACEI. Kami
lebih memilih Lisinopril dibanding dengan Kaptopril karena dilihat dari :

 segi efek samping Lisinopril dapat menimbulkan pusing dan hipokalemia,


sedangkan Kaptopril dapat menimbulkan efek samping yang lebih banyak antara
lain batuk kering, dysgeusia, takikardia, nyeri dada, palpitasi, proteuneria,
pruritus. (AHFS, 2011). Dilihat dari efek samping Lisinopril lebih baik digunakan
karena tidak lebih memberatkan pasien apabila efek samping itu timbul.
 segi pemberian dosis dan aturan pakai, untuk Lisinopril dosis yang diberikan
sebesar 5 mg sehari 1x1 sedangkan Kaptopril dosis diberikan sebesar 12,5 mg
sehari 3x1. Dilihat dari usia pasien yang sudah termasuk dalam kategori pasien
tua maka aturan pakai juga harus diperhitungkan dalam pemilihan obat.
 Segi bioavailabilitas obat, lisinopril bioavailabilitas sekitar 25% dari dosis oral
diabsorbsi dan onset kerja terjadi sekitar 2 jam setelah pemberian secara per oral,
kadar serum tertinggi dicapai 6-8 jam setelah pemberian oraldan efek penurunan
tekanan darah berlangsung selama ±24 jam, adanya makanan tidak mempengaruhi
absorbsi dan metabolisme. Sedangkan kaptopril bioavailabilitas rata-rata minimal
obat yang di absorbsi adalah sekitar 75% dan berkurang menjadi 30-40% dengan
adanya makanan serta 25-30% captopril akan berikatan dengan protein. Captopril
sebagai dosis tunggal mempunyai durasi selama 6-12 jam dengan onset 1 jam dan
waktu paruh captopril dipengaruhi oleh fungi ginjal dan jantung yaitu kurang dari
3 jam, bioavailability obat ini kira-kira 65%
 Segi struktur kimia Lisinopril dan Kaptopril
Persamaan

1. Sama-sama memiliki struktur cincin C-terminal dari prolin yaitu cincin


pirolidin sehingga sama-sama dapat meningkatkan potensi
2. Sama-sama berikatan kompleks dengan ion Zn dan berinteraksi dengan
gugus bermuatan positif sehingga kedua obat tersebut bisa dikatakan ACEI
berikatan kuat pada sisi aktifnya sehingga dapat menurunkan tekanan darah
dan mengurangi beban kerja jantung.
3. Sama-sama bukan bentuk ester sehingga tidak membutuhkan bioaktivasi.

Perbedaan

 Kaptopril
1. Terdapat gugus sulfidril pada kaptopril yang dapat berikatan
kompleks dengan ion Zn yang dapat menurunkan tekanan darah.
 Lisinopril
1. Terdapat gugus amina (asam amino basa Lysin bersifat nonpolar),sehingga
dengan mudah akan menembus sel membran
2. Terdapat gugus amina dan cincin benzena yang dapat meningkatkan
peluruhan air seni sehinggan tekanan darah dapat menurun
3. Terdapat gugus dikarboksilat pada struktur Lisinopril akan tetapi potensi
absorbsi oral pada obat tersebut masih dikategorikan bagus
Pada orang dewasa yang sehat normal, rongga pleural memiliki cairan minimal yang
bertindak pelumas untuk dua permukaan pleural. Jumlah cairan pleural sekitar 0, 1 ml/kg
hingga 0, 3 ml/kg dan terus dipertukarkan. Cairan pleural berasal dari vaskulatur permukaan
pleura parietal dan diserap kembali oleh limfatik dalam permukaan diafragmatik dan
mediastinal pleura parietal yang tergantung. Tekanan hidrostatik dari kapal sistemik yang
memasok pleura parietal dianggap mendorong cairan interstis ke ruang pleural dan karenanya
memiliki kandungan protein yang lebih rendah daripada serum. Akumulasi cairan berlebih
dapat terjadi jika ada produksi yang berlebihan atau penurunan penyerapan atau keduanya
melebihi mekanisme homeostatic normal. Jika efusi pleural terutama disebabkan oleh
Mekanisme yang mengarah pada efusi pleural terutama karena peningkatan tekanan
hidrostatik biasanya transudatif, dan menyebabkan efusi pleural telah mengubah
keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik (biasanya transudates), peningkatan
permeabilitas mesotel dan kapiler (biasanya exudates) atau gangguan limfatik. (Krishna,
2020).

Pasien dengan efusi pleura terjadi gagal jantung, jantung tidak dapat memompakan darah
secara maksimal keseluruh tubuh, terjadilah peningkatan hidrostatik kapiler yang
menyebabkan hipertensi kapiler sistemik. Cairan yang berada di dalam pembuluh darah akan
bocor dan masuk ke dalam pleura.

Efusi disebabkan oleh pembentukan cairan berlebih atau bersihan cairan yang tidak
adekuat. Gejala timbul jika cairan bersifat inflamasif, berupa nyeri dada pleuritik, nyeri
tumpul, rasa penuh dalam dada. Pemeriksaan fisik menunjukkan penurunan bunyi napas,
pekak pada perkusi, penurunan fremitus vocal.
Infeksi rongga pleural dapat dibagi menjadi tiga tahap (Gambar 1).

1. Tahap pertama adalah tahap eksudatif. Karena reaksi


peradangan dari pleura dan akumulasi neutrofil, endotelium pembuluh darah dapat rusak
dan permeabilitas akan ditingkatkan; pada saat yang sama, cairan akan memasuki rongga
pleural, membentuk efusi pleural. Pada tahap seperti itu, tingkat glukosa akan normal
selama efusi pleural dan tidak ada bukti biokimia yang dapat dideteksi untuk invasi
mikroorganisme dan mikroorganisme.
2. Tahap kedua adalah tahap eksudasi fibrin dan pembentukan
nanah. Beberapa faktor proinflamasi akan merangsang neutrofil untuk migrasi dan
fibrosit untuk chemotaxis. Selain itu, permeabilitas endotel pembuluh darah akan lebih
ditingkatkan. Bakteri memasuki rongga pleural, bakteri dan produk degradasi bakteri
dapat dideteksi dalam efusi. Karena phagocytosis metabolisme bakteri dan neutrofil,
asam laktat akan meningkat, pH efusi pleural dan glukosa akan berkurang dan
dehydrogenase laktat akan meningkat. Pada saat yang sama, reaksi kaskade koagulasi dan
reaksi pembekuan akan dipercepat. Selanjutnya, fibrin akan disimpan dalam pleura
visceral dan pleura parietal, dekomposisi fibrin akan berkurang, dan adhesi pleural dan
efusi pleural enkapsulasi akan terjadi.
3. Tahap ketiga adalah tahap organisasi. Karena peningkatan
infiltrasi fibrosit, satu lapisan fibreboard akan terbentuk di permukaan pleura visceral dan
pleura parietal, dan membran serat yang tidak elastik dan kompak akan terbentuk di
antara dua lapisan pleura. Jaringan berserat yang menebal akan merangkum paru-paru,
mencegah paru-paru dari ekspansi. Perawatan yang tidak tepat dapat dengan mudah
menyebabkan infeksi rongga pleural kronis. (Wei Yang at all, 2017)
Daftar Pustaka
American Society of Health System Pharmacists. 2011. AHFS Drug Information. United
States of America.
Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 13, diterjemahkan oleh Nugroho AW,
Rendy L dan Dwijayanthi L. Jakarta: EGC, 2015
PDPI ( Perhimpunan Dokter Paru Indonesia ). 2004. Asma dan Pedoman Pentalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2015. Pedoman
Tatalaksana Gagal Jantung (edisi pertama). Jakarta:PERKI
Siswandono dan Soekardjo, B., 2000, Kimia Medisinal, jilid 2, Airlangga University Press,
Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai