Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KONSEP ISLAM TENTANG SOSIAL-MASYARAKAT


(MADANI) DAN KEBUDAYAAN ISLAM

DOSEN PENGAMPU
Dr. H. Muhammad Amin Sahib, Lc., M.A.

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 9
~Amalia (200105510009)
~Ananda Emyliah (200105511009)
~Nur Aynun (200105512010)

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT.yang senantiasa kami
panjatkan atas limpahan rahmat dan kasihnya serta anugrahnya dan petunjuknya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Konsep Islam Tentang Sosial-
Masyarakat (Madani) ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
bidang mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang islam di dalam masyarakat dan budayanya bagi para pembaca
dan penulis.
Saya juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membagi pengetahuannya
dan membantu kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi penyusunan kalimat maupun tata bahasa serta keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman
kami.Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 18 Februari 2021

Penulis

vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………vi


DAFTAR ISI...………………………………………………………………………...vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………………………………..1
B. Tujuan ……………………………………………………………………………...1
C. Rumusan Masalah ………………………………………………………………….1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Masyarakat Madani ……………………………………………………..2
B. Prinsip Ajaran Sosial Masyarakat Menurut Islam ………………………………….3
C. Pembentukan Masyarakat Muslim (Masyarakat Madani) ………………………….4
D. Struktur dan Karakteristik Masyarakat Muslim …………………………………….5
E. Tugas dan Tanggung Jawab Umat Islam …………………………………………...7
F. Umat Islam dan Masa Depan Tatanan Dunia Global ………………………………8
G. Pengertian Kebudayaan …………………………………………………………...10
H. Sejarah Intelektual Islam (Perkembangan, Kemunduran, dan Kebangkitannya) …11
I. Nilai-Nilai Islam Dalam Budaya Indonesia.……………………………………….13
J. Islam dan Etos Kerja ………………………………………………………………13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..………………………………………………………………………15
B. Saran..…………………………………………………………………………...…15
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………..

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang mengandung ajaran utama Syariah, juga menyerukan
untuk mengembangkan kebudayaan islam, yaitu kebudayaan yang mencerminkan nilai-
nilai Islam. Perujukan terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal
bukan pada peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang menghiasi
masyarakat ideal ini. Seperti, pelaksanaan amar ma'ruf nahi munkar yang sejalan dengan
petunjuk Ilahi, maupun persatuan dan kesatuan. Adapun cara pelaksanaan amar ma'ruf
nahi mungkar yang direstui Ilahi adalah dengan hikmah, nasehat, dan tutur kata yang
baik. Dalam rangka membangun “masyarakat madani modern”, meneladani Nabi bukan
hanya penampilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau peragakan saat berhubungan
dengan sesama umat Islam ataupun dengan umat lain, seperti menjaga persatuan umat
Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, adil kepada siapa saja, tidak
melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur lainnya.
Dan kita sebagai seorang muslimin juga harus meneladan sikap yang tidak
meninggalkan akhirat demi dunianya dan tidak pula meninggalkan dunia demi
akhiratnya. Mereka benar-benar tawassuth atau seimbang dalam mengejar kebahagiaan
antara dunia dan akhirat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari masyarakat Madani?
2. Apa saja prinsip ajaran sosial masyarakat menurut Islam?
3. Bagaimana membentuk masyarakat muslim (masyarakat Madani)?
4. Bagaimana struktur dan karakteristik dari masyarakat muslim?
5. Apa saja tugas dan tanggung jawab umat Islam?
6. Bagaimana umat Islam dalam tatanan dunia globalisasi?
7. Apa pengertian dari kebudayaan?
8. Bagaimana sejarah perkembangan, kemunduran, dan kebangkitan Islam?
9. Apa saja nilai-nilai Islam yang ada dalam kebudayaan Indonesia?
10. Apa pengertian dari Etos kerja!

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian masyarakat Madani.
2. Mengetahui prinsip ajaran sosial masyarakat menurut Islam.
3. Mengetahui bagaimana terbentuknya masyarakat muslim (masyarakat Madani).
4. Mengetahui bagaimana struktur dan karakteristik masyarakat muslim.
5. Mengetahui apa saja tugas dan tanggung jawab sebagai umat Islam.
6. Mengetahui bagaimana Islam di dalam globalisasi.
7. Mengetahui pengertian kebudayaan.
8. Mengetahui sejarah perkembangan, kemunduran, dan kebangkitan Islam.
9. Mengetahui nilai-nilai Islam yang ada dalam kebudayaan Indonesia.
10. Mengetahui Islam dan etos kerja.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Masyarakat Madani


Masyarakat adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat
dengan ikatan dan aturan tertentu. Kata “madani” berasal dari kata “madinah” yang
artinya peradaban. Sedangkan menurut istilah merujuk pada “kota Nabi” di Arab yang
bernama Yatsrib, yang kemudian menjadi Madinah.  Jika dalam bahasa Inggris kata
“madani” disebut sebaagai  civilized atau civil society yang berarti masyarakat sipil.

Jadi masyarakat madani artinya masyarakat kota. Masyarakat madani adalah


masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam
penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Karena itu, dalam sejarah filsafat, sejak
filsafat Yunani sampai masa filsafat Islam juga dikenal istilah madīnah atau polis, yang
berarti kota, yaitu masyarakat yang maju dan berperadaban. Masyarakat madani menjadi
simbol idealisme yang diharapkan oleh setiap masyarakat.

Konsep masyarakat madani menurut prespektif Islam sudah diatur dalam Al-Quran
yang dibagi menjadi 3 jenis yaitu masyarakat terbaik (khairah ummah), masyarakat
seimbang (ummatan wasathan) dan masyarakat moderat (ummah muqtashidah). Berikut
adalah kutipan ayat yang mengatur ketiga jenis istilah tersebut :

1. Khairah Ummah dalam QS Ali Imran 3:110, yaitu:

َ‫ُوف َوتَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْٱل ُمن َك ِر َوتُ ْؤ ِمنُون‬ ِ ‫اس تَأْ ُمرُونَ بِ ْٱل َم ْعر‬ ِ َّ‫ت لِلن‬ ْ ‫ُكنتُ ْم َخي َْر أُ َّم ٍة أُ ْخ ِر َج‬
َ‫سقُون‬ ِ َ‫ب لَ َكانَ َخ ْيرًا لَّهُم ۚ ِّم ْنهُ ُم ْٱل ُم ْؤ ِمنُونَ َوأَ ْكثَ ُرهُ ُم ْٱل ٰف‬
ِ َ‫بِٱهَّلل ِ ۗ َولَوْ َءا َمنَ أَ ْه ُل ْٱل ِك ٰت‬
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka
ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
2. Ummatan Wasathan dalam QS Al Baqarah 2:143, yaitu:

‫اس َويَ ُكونَ ٱل َّرسُو ُل َعلَ ْي ُك ْم‬ ۟ ٰ


ِ َّ‫ك َج َع ْلنَ ُك ْم أُ َّمةً َو َسطًا لِّتَ ُكونُوا ُشهَدَٓا َء َعلَى ٱلن‬ َ ِ‫َو َك ٰ َذل‬
ُ‫َش ِهيدًا ۗ َو َما َج َع ْلنَا ْٱلقِ ْبلَةَ ٱلَّتِى ُكنتَ َعلَ ْيهَٓا إِاَّل لِنَ ْعلَ َم َمن يَتَّبِ ُع ٱل َّرسُو َل ِم َّمن يَنقَلِب‬
ِ ُ‫يرةً إِاَّل َعلَى ٱلَّ ِذينَ هَدَى ٱهَّلل ُ ۗ َو َما َكانَ ٱهَّلل ُ لِي‬
‫ضي َع إِي ٰ َمنَ ُك ْم‬ ْ ‫ۚ َعلَ ٰى َعقِبَ ْي ِه ۚ َوإِن َكان‬
َ ِ‫َت لَ َكب‬
ٌ‫َّحيم‬
ِ ‫وف ر‬ ِ َّ‫إِ َّن ٱهَّلل َ بِٱلن‬
ٌ ‫اس لَ َر ُء‬
”Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang
adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan
kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya

3
nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh
(pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi
petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya
Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia”.
3. Ummah Waqtashidah dalam QS Al Maidah 5:66, Yaitu:

۟ ُ‫يل َومٓا أُنز َل إلَ ْي ِهم ِّمن َّربِّ ِه ْم أَل َ َكل‬


‫وا ِمن فَوْ قِ ِه ْم َو ِمن‬ ِ ِ ‫وا ٱلتَّوْ َر ٰىةَ َوٱإْل‬ ۟ ‫َولَوْ أَنَّهُ ْم أَقَا ُم‬
ِ ِ َ َ ‫نج‬
َ ‫سٓا َء َما يَ ْع َملُو‬
‫ن‬ ِ ‫ت أَرْ ُجلِ ِهم ۚ ِّم ْنهُ ْم أُ َّمةٌ ُّم ْقت‬
َ ‫َص َدةٌ ۖ َو َكثِي ٌر ِّم ْنهُ ْم‬ ِ ْ‫تَح‬
“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil
dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan
mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Diantara mereka ada
golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh
kebanyakan mereka”.
Penjelasan dari masing-masing ayat di atas adalah:
1. Konsep khairan ummah dalam QS Ali-Imran 3:110 adalah konsep masyarakat yang
ideal. Mereka ditugasi untuk mengembangkan beberapa fungsi diantaranya
menyerukan kebaikan dan mencegah terjadinya kemungkaran. Selain itu, mereka
juga tidak boleh bercerai berai dan saling berselisih paham. Al Quran telah
memberikan Cara Meningkatkan Iman dan Taqwa serta cara berdamai untuk
memecahkan masalah internal yaitu metode syurah atau musyawarah, ishlah atau
rekonsiliasi dan berdakwah dnegan cara al-hikmah wa al-mujadalah bi allatu hiya
ahsan yang berarto kebijaksanaan dan perundingan dengan cara baik.
2. Konsep ummatan wasathan dalam QS Al-Baqarah 2:143 menjelaskan bahwa
masyarakat seimbang adalah masyarakat yang berada di posisi tengah-tengah yaitu
menggabungkan yang baik dari yang bertentangan.
3. Konsep ummah muqtashidah dalam QS Al-Maidah 5:66 adalah masyarakat moderat
yakni entitas di kalangan ahli kitab dan posisi ummah yang minoritas. Artinya
bahwa kelompok tersebut meskipun kecil, tetap dapat melakukan kebaikan dan
perbaikan dan meminimalisir kerusakan. Hampir sama dengan ummatan wasathan
bahwa keduanya memelihara penerapan nilai-nilai utama di tengah komunitas
sekitar yang menyimpang. Yang membuat beda ummah muqtashid adalah komunitas
agama Yahudi atau Nashrani, dan ummah wasath adalah komunitas agama sendiri
yakni Islam.

B. Prinsip Ajaran Sosial Masyarakat Menurut Islam


a. Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses
penuh terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara
merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta
mempublikasikan informasi kepada publik.

3
b. Demokratis, masyarakat berlaku santun dalam pola hubungan interaksi sosial dengan
sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan suku, ras, dan agama.
c. Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan
sikap sosial yang berbeda dalam masyarakat, sikap saling menghargai dan menghormati
pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
d. Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk
disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan
rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
e. Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang proporsional
antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.

C. Pembentukan Masyarakat Muslim (Masyarakat Madani)


Membangun masyarakat dalam kacamata Islam adalah tugas jama’ah, kewajiban bagi
setiap muslim.  Islam memiliki landasan kuat untuk melahirkan masyarakat yang beradab,
komitmen pada kontrak sosial (baiat pada kepemimpinan Islam) dan norma yang telah
disepakati bersama (syariah). Bangunan sosial masyarakat muslim itu ciri dasarnya: ta’awun
(tolong-menolong), takaful (saling menanggung), dan tadhomun (memiliki solidaritas).
Masyarakat ideal – kerap disebut masyarakat madani yang kadang disamakan  dengan
masyarakat sipil (civil society), adalah masyarakat dengan tatanan sosial yang baik, berazas
pada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara hak dan kewajiban individu dengan
hak dan kewajiban sosial.  Pelaksanaannya antara lain dengan terbentuknya pemerintahan
yang tunduk pada aturan dan undang-undang dengan sistem yang transparan.
Nabi Muhammad Rasulullah sendiri yang memberi teladan kepada umat manusia ke
arah pembentukan masyarakat peradaban. Setelah belasan tahun berjuang di kota Mekkah
tanpa hasil yang terlalu menggembirakan, Allah memberikan petunjuk untuk hijrak ke
Yastrib, kota wahah atau oase yang subur sekitar 400 km sebelah utara Mekkah. Sesampai di
Yastrib, setelah perjalanan berhari-hari yang amat melelahkan dan penuh kerahasiaan, Nabi
disambut oleh penduduk kota itu, dan para gadisnya menyanyikan lagu Thala’a al-badru
‘alaina (Bulan Purnama telah menyingsing di atas kita), untaian syair dan lagu yang kelak
menjadi amat terkenal di seluruh dunia. Kemudian setelah mapan dalam kota hijrah itu, Nabi
mengubah nama Yastrib menjadi al-Madinat al-nabiy (kota nabi).

Ada dua masyarakat dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai masyarakat Madani,
yaitu:
1. Masyarakat Saba’ yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman as. Nama Saba’ yang
terdapat dalam al-Qur’an itu bahkan dijadikan nama salah satu surah al-Qur’an, yaitu
surah ke-34. Masyarakat Saba’ yang dikisahkan dalam al-Qur’an itu mendiami negeri
yang baik, yang subur, dan nyaman. Di tempat itu terdapat kebun dengan tanamannya
yang subur, yang menyediakan rezki, memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Negeri
yang indah itu merupakan wujud dari kasih sayang Allah yang disediakan bagi
masyarakat Saba’. Allah juga maha pengampun bila terjadi masalah pada masyarakat

7
tersebut. Karena itu Allah memerintahkan masyarakat Saba’ untuk bersyukur kepada
Allah yang telah menyediakan kebutuhan hidup mereka. Kisah keadaan masyarakat
Saba’ ini sangat populer dengan ungkapan al-Qur’an “baldatun thayyibatun wa Rabbun
Ghafur.”
2. Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjian Madinah antara Rasulullah saw
beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yuhudi dan beragama
Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Madinah adalah nama kota di negara Arab Saudi,
tempat yang didiami Rasulullah sampai akhir hayat beliau sesudah hijrah. Kota itu
sangat populer karena menjadi pusat lahir dan berkembangnya agama Islam setelah
Mekah. Di kota itu Rasulullah pertama kali membangun masjid yang dikenal dengan
nama Masjid Nabawi.

D. Struktur dan Karakteristik Masyarakat Muslim


Masyarakat Islam diartikan sebagai suatu masyarakat yang universil, yakni tidak
rasial, tidak nasional dan tidak pula terbatas di dalam lingkungan batas-batas geografis. Dia
terbuka untuk seluruh anak manusia tanpa memandang jenis, atau warna kulit atau bahasa,
bahkan juga tidak memandang agama dan keyakinan/aqidah. Terdapat teori-teori yang
mendukung bagi pemahaman tentang masyarakat Islam, di sini dikemukakan teori tentang
masyarakat Islam secara lengkap, banyak hal-hal yang mencirikan masyarakat Islam itu:
1. Islam memperhatikan eksistensi material dan juga spiritual manusia, terutama asal-usul
penciptaan manusia berikut sifat gandanya.
2. Teori ini memusatkan perhatian kepada proses penalaran dan pengambilam keputusan,
dengan memilih diantara alternatif-alternatif yang merupakan landasan-landasan pokok
interaksi sosial pada tingkat minimum.
3. Bertolak dari perspektif mikro ini, teori ini mampu mengembangkan diri sedemikian,
sehingga mencakup proses-proses yang lebih besar, seperti proses konsensus dan
kerjasama di satu sisi, dan proses konflik dan kompetisi disisi lain.
4. Lantaran sifatnya itu, teori ini memiliki kemampuan untuk menjelaskan perubahan pola-
pola perilaku individual dan juga tata sosial dari segi proses-proses internal (misalnya:
evolusi dan revolusi) maupun faktor-faktor eksternal (umpamanya, asimilasi dan invasi).
5. Karena teori ini seyogyanya digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan Islam, maka ia
memberikan tekanan khusus pada situasi yang menyangkut motivasi manusia pada
tingkat individual, kelompok, komunitas, bangsa, dan dunia.
Sudah tentu, teori yang harus kita susun ini mesti mengandung, antara lain: unsur-
unsur yang terdapat dalam perspektif-perspektif utama yang ditampilkan sejauh ini
dalam sosiologi Barat, sehingga perspektif-perspektif ini saling berkaitan secara logis,
bukannya saling bersaing di dalam batasbatas suatu kerangka referensi yang baru. Di
sini, sesungguhnya kita sedang mengupayakan suatu teori tentang perilaku manusia yang
jauh lebih kompleks dan komprehensif dari pada teori-teori serupa yang ada selama ini.
Karena teori ini adalah tentang manusia, maka ia harus bisa diterapkan pada manusia
secara universal di mana saja dan kapan saja, ia harus mampu menjelaskan pola-pola
masyarakat primitif maupun modern.

7
Ciri-ciri masyarakat muslim adalah masyarakat yang memiliki kualitas positif dan
menjunjung tinggi keutamaan yang diajarkan Islam. Setiap anggota masyarakat
memainkan perannya masing-masing untuk membangun masyarakat yang harmonis
dengan mencerminkan keharmonisan. Kedamaian dan keharmonisan adalah ciri utama
masyarakat Islam.

Masyarakat Madani sebagai masyarakat ideal memiliki karakteristik sebagai


berikut:
1. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama,
yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan
yang mengatur kehidupan sosial. Manusia sebagai universal mempunyai posisi yang
sama menurut fitrah kebebasan dalam hidupnya, sehingga komitmen terhadap
kehidupan sosial juga dilandasi oleh relativitas manusia di hadapan Tuhan. Landasan
hukum Tuhan dalam kehidupan sosial itu lebih obyektif dan adil, karena tidak ada
kepentingan kelompok tertentu yang diutamakan dan tidak ada kelompok lain yang
diabaikan.
2. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun
secara kelompok menghormati pihak lain secara adil. Kelompok sosial mayoritas
hidup berdampingan dengan kelompok minoritas sehingga tidak muncul
kecemburuan sosial. Kelompok yang kuat tidak menganiaya kelompok yang lemah,
sehingga tirani minoritas dan anarkhi mayoritas dapat dihindarkan.
3. Tolong-menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat
mengurangi kebebasannya. Prinsip tolong-menolong antar anggota masyarakat
didasarkan pada aspek kemanusiaan, di mana sebagian orang mengalami kesulitan
hidup, sedangkan yang lain memiliki kemampuan membantu untuk meringankan
kesulitan hidupnya.
4. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan
oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas
pihak lain yang berbeda tersebut. Masalah yang sangat menonjol dari sikap toleran
ini adalah sikap keagamaan, di mana setiap manusia memiliki kebebasan dalam
beragama dan tidak ada hak bagi orang lain yang berbeda agama untuk mencampuri.
Keyakinan beragama tidak dapat dipaksakan. Rasio dan pengalaman hidup
keagamaan manusia mampu menentukan sendiri agama yang dianggapnya benar.
5. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial. Setiap anggota Masyarakat Madani
dan Kesejahteraan Umat 157 Pendidikan Agama Islam masyarakat memiliki hak dan
kewajiban yang seimbang untuk menciptakan kedamaian, kesejahteraan, dan
keutuhan masyarakatnya sesuai dengan kondisi masing-masing. Konsep zakat, infaq,
sedekah, dan hibah bagi umat Islam serta “jizyah”dan “kharaj“ bagi non Islam,
merupakan salah satu wujud keseimbangan yang adil dalam masalah tersebut.
Keseimbangan hak dan kewajiban itu berlaku pada seluruh aspek kehidupan sosial,
sehingga tidak ada kelompok sosial tertentu yang diistimewakan dari kelompok
sosial lainnya sekedar karena ia mayoritas. Kasus pengusiran kaum Yahudi dari kota
Madinah didasari oleh pengkhianatan mereka terhadap Piagam Madinah yang

7
membantu kaum musyrik memerangi kaum muslimin dalam Perang Khandak, bukan
karena mereka minoritas.
6. Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap
ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk
kemaslahatan hidup umat manusia. Ilmu pengetahuan mempunyai peranan yang
sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Ilmu pengetahuan memberikan
kemudahan dan meningkatkan harkat serta martabat manusia, di samping
memberikan kesadaran akan posisinya sebagai khalifah Allah. Walaupun disisi lain
ilmu pengetahuan juga bisa menjadi ancaman yang membahayakan kehidupan
manusia, bahkan lingkungan hidup bila pemanfaatannya tidak disertai dengan nilai-
nilai akhlak manusianya.
7. Berakhlak mulia. Sekalipun pembentukan akhlak masyarakat dapat dilakukan
berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan semata, tetapi relativitas manusia dapat
menyebabkan terjebaknya konsep akhlak yang relatif. Sifat subyektif manusia sering
sukar dihindarkan. Karena itu, konsep akhlak tidak boleh dipisahkan dengan nilai-
nilai ketuhanan, sehingga substansi dan aplikasinya tidak terjadi penyimpangan.
Aspek ketuhanan dalam aplikasi akhlak memotivasi manusia untuk berbuat tanpa
menggantungkan reaksi serupa dari pihak lain.

E. Tugas dan Tanggung Jawab Umat Islam


Bentuk tanggungjawab sosial umat Islam meliputi berbagai aspek kehidupan, di
antaranya adalah:
1. Menjalin silaturahmi dengan tetangga. Dalam sebuah haditsRasulullah menjadikan
kebaikan seseorang kepada tetangganyamenjadi salah satu indikator keamanan. Pada
masyarakat pedesaanyang relatif homogen dan penduduknya menetap, komunikasi
merekapada umumnya lebih intensif dan akrab, tetapi bagi masyarakatperkotaan yang
relatif hetorogen dan penduduknya terdiri dari para perantau dengan tingkat
kesibukannya tinggi, komunikasi sosial mereka relatif lebih renggang.
2. Memberikan infak sebagian dari harta yang dimiliki, baik yang wajib dalam bentuk zakat
maupun yang sunnah dalam sedekah. Harta adalah reski yang Allah karuniakan kepada
para hambanya yang harus disyukuri baik secara lisan maupun melalui pemanfaatan
secara benar. Dalam QS. Ibrāhīm/14: 7 Allah berfirman:

‫َوإِ ْذ تَأ َ َّذنَ َر ُّب ُك ْم لَئِ ْن َش َكرْ تُ ْم أَل َ ِزي َدنَّ ُك ْم ۖ َولَئِ ْن َكفَرْ تُ ْم إِ َّن َع َذابِي لَ َش ِدي ٌد‬

“Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu


bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikma-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
3. Menjenguk bila ada anggota masyarakat yang sakit dan ta’ziah bila ada anggota
masyarakat yang meninggal dan mengurusnya jenazahnya sampai di kubur.
4. Memberi bantuan menurut kemampuan bila ada anggota masyarakat yang memerlukan
bantuannya. Rasulullah melarang orang Islam menolak permintaan bantuan orang lain
yang meminta kepadanya seandainya ia mampu membantu-nya. Hubungan sosial akan

7
terjalin dengan baik apabila masing-masing anggotanya mau saling membantu, saling
peduli akan nasib pihak lain dalam konteks masyarakat modern, formulasi dari pemberian
bantuan lebih kompleks dan luas, seperti bantuan bea siswa pendidikan, bantuan bila
terjadi musibah bencana alam, dan yang lain.
5. Menyusun sistem sosial yang efektif dan efisien untuk membangun masyarakat, baik
mental spiritual maupun fisik materialnya. Pembangunan mental, khususnya untuk
generasi muda, perlu memperoleh perhatian yang serius. Bahaya narkoba, tindak
kriminal, dan pergaulan bebas menjadi ancaman serius bagi generasi muda yang secara
cepat berkembang dan merusak mental mereka.

F. Umat Islam dan Masa Depan Tatanan Dunia Global


Realitas globalisasi memperlihatkan dukungan berkurangnya kekuatan yang dimiliki
oleh negara dan masyarakat. Kekuatan globalisasi secara umum dimotori oleh kekuatan
modal asing yang berwujud perusahaan-perusahaan multinasional dan perusahaan
transnasional. Perusahaan tersebut adalah perusahaan raksasa baik yang pabriknya berada di
negara adikuasa dengan produk yang menyebar ke mancanegara ataupun perusahaan yang
mempunyai cabang di negara berkembang.
Globalisasi membawa kepada kecendrungan semacam homogenitas budaya. Budaya nasional
berinteraksi dengan budaya kosmopolitan dan budaya lokal pun akan berdampingan dengan budaya
kosmopolitan. Fenomena ini menimbulkan disparitas persepsi dari berbagai pihak karena globalisasi
dipandang sebagai problem mendasar yang ikut menentukan kualitas manusia sekarang dan yang
akan datang.
Ajaran-ajaran Islam relevan dengan aspek-aspek tertentu globalisasi. Relevansi
globalisasi dengan ajaran Islam terdapat pada aspek-aspek berikut:
1. Islam dan Pembangunan Sumber Daya Manusia
Era globalisasi yang sebagian ditandai oleh maraknya bisnis dan perdagangan
memberikan peluang pada umat untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan bisnis.
Globalisasi yang membawa peningkatan industrialisasi akan membawa kemakmuran.
Atau kemakmuran dapat dicapai melalui globalisasi industri. Setiap kenaikan
kemampuan material suatu masyarakat adalah bernilai positif termasuk dari segi
peningkatan harkat kemanusiaan masyarakat, baik perseorangan maupun kelompok.
Sebab harkat atau martabat kemanusiaan adalah kebahagiaan. Dan ia akan diketemukan
hanya dalam keadaan seseorang dapat dengan bebas mengembangkan dirinya.
2. Islam dan Globalisasi Pendidikan
Globalisasi ditandai dengan kemajuan teknologi dan produksi. Kemajuan teknologi
dan industri memberikan kemudahan-kemudahan dalam menyelenggarakan ibadah dan
memberikan peluang besar dalam pendidikan untuk meningkatkan efektivitas proses
belajar mengajar. Dan memang harus diakui bahwa teknologi sangat mendukung
terciptanya proses belajar yang kondusif. Kemajuan teknologi ini kemudian telah
banyak dipergunakan di pendidikan-pendidikan yang berbasis Islam seperti pondok
pesantren. Pondok pesantren di Indonesia secara faktual telah berhubungan dan
berkomunikasi dengan sistem nilai di luar dirinya tanpa dibatasi oleh streotipe
kebudayaan. Hal ini terindikasi dengan penggunaan produk-produk global seperti
televisi, komputer, internet, dan sebagainya.

7
Penggunaan produk-produk global ini memang dirasa ada manfaat dan
pengaruhnya bagi kehidupan pendidikan Islam seperti pondok pesantren dan cukup
berarti bagi produktivitas pendidikannya. Dalam Muhtarom (hal. 99), Kiai Najib
Suyuthi mengatakan bahwa tayangan televisi memberikan pengetahuan para santri
ataupun guru-guru secara langsung, memperkaya informasi dan dapat mengembangkan
semangat belajar. Pemakaian telepon memberikan kemudahan-kemudahan bagi pelajar
maupun kelembagaan.
3. Islam dan Modernisasi
Pengertian yang mudah tentang modernisasi adalah pengertian yang identik dengan
pengertian rasionalisasi. Dan hal itu berarti proses perombakan pola pikir dan tata kerja
lama yang tidak rasional dan menggantinya denga pola pikir dan tata kerja baru yang
lebih rasional. Kegunaannya ialah untuk memperoleh daya guna dan efisiensi yang
maksimal. Hal itu dilakukan dengan menggunakan penemuan mutakhir manusia di
bidang ilmu pengetahuan. Sedangkan ilmu pengetahuan merupakan pemikiran manusia
terhadap hukum-hukum obyektif yang menguasai alam, ideal, dan material sehingga
alam ini berjalan menurut kepastian tertentu dan harmonis. Orang yang bertindak
menurut ilmu pengetahuan (ilmiah) berarti ia bertindak menurut hukum alam yang
berlaku. Oleh karena itu tidak melawan hukum alam malahan menggunakan hukum
alam itu sendiri maka ia memperoleh daya guna yang tinggi. Jadi, sesuatu dapat disebut
modern kalau ia bersifat rasional, ilmiah, dan bersesuaian dengan hukum-hukum yang
berlaku dalam alam. Sebagai contoh, sebuah mesin hitung termodern dibuat dengan
rasionalitas yang maksimal menurut penemuan ilmiah yang terbaru dan karena itu
persesuaiannya dengan hukum alam paling mendekati kesempurnaan.
4. Islam dan Demokrasi
Dalam perspektif Islam, pemerintah adalah orang atau institusi yang diberi
wewenang dan kepercayaan oleh rakyat melalui pemilihan yang jujur dan adil untuk
melaksanakan dan menegakkan peraturan dan perundangan yang telah dibuat. Oleh
sebab itu, pemerintah memiki tanggung jawab besar di hadapan rakyat dan Tuhan.
Dengan begitu, pemerintah harus amanah, memiliki sikap, dan prilaku yang dapat
dipercaya, jujur, dan adil.
Nilai-nilai demokrasi dalam Islam masih banyak seperti al masuliyyah atau
tanggung jawab. Di mana pemimpin harus memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi
terhadap apa yang dipimpinnya. Dengan mengulas langsung nilai-nilai ajaran Islam
maka tesis Huntington dan Fukuyama yang mengatakan bahwa realitas empiris
masyarakat Islam tidak kompatibel dengan demokrasi adalah tidak benar. Karena belum
menyentuh ke substansi ajaran Islam dan heterogenitas di dalam dunia Islam.
Dari penjabaran di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Islam kemudian
menerima gagasan globalisasi. Oleh karena globalisasi kemudian bisa membawa
perbaikan seperti demokratisasi, pendidikan yang efektif.
5. Islam dan Terorisme
Karakteristik, pola dan tindakan para teroris memang sangat sulit untuk diketahui.
Pola dan karakter teroris tradisional seperti penculikan (kidnapping), pembajakan
pesawat (hijacking), peledakan gedung, penyanderaan, penembakan tokoh politik,
pemutihan uang, perdagangan senjata ilegal telah beralih ke teror bunuh diri (suicide)

7
yang dianggap cukup efektif dalam kasus Timur Tengah. Walter Reich dalam The
Terrorist Mentality, Chrisitian Science Monitor (1971) mengatakan ada hal yang diduga
mendasari tindakan teroris tersebut yaitu para teroris tidak hanya telah siap mati namun
mereka juga mencari kematian. Artinya keinginan para teroris mengorbankan dirinya
dalam suatu misi pembunuhan merupakan tujuan yang telah lama diinginkannya.
Terbukti dengan keberanian untuk mengorbankan diri dalam suatu misi tertentu.
Ada anggapan bahwa terorisme bunuh diri merupakan sebuah karakteristik
terorisme kontemporer. Walter Reich menyatakan bahwa dari sekian banyak pengertian
dan pola prilaku tentang terorisme diperlukan adanya revisi yang menyeluruh terhadap
pola tindakan dalam hal counter terorism dan dalam memaknai itu sendiri. Sampai saat
ini tidak terdapat konsensus dalam mendefinisikan terorisme, namun pendefinisian yang
ada selalu tergantung dari kepentingan pihak-pihak tertentu yang dijadikan legitimasi
dalam penanganan terorisme.
Bermacam faktor dapat dijadikan alasan yang dapat mempengaruhi aksi teror
bunuh diri. Reich menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi dan
memotivasi pelaku terorisme bunuh diri dalam melakukan aksinya.
 Faktor Kultural/Agama
 Faktor Indoktrinasi
 Faktor Situasi dan Kondisi
 Hubungan Antara Faktor Situasi dan kondisi dengan Indoktrinasi

G. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan ini berawal dari kata budaya, serta budaya ini kemudian berasal Bahasa
Sansekerta yakni buddhayah yang memiliki arti akal atau budi. Jadi, kebudayaan merupakan
suatu hal yang berhubungan dengan akal serta budi. Menurut ahli Soelaeman Soenardi serta
Selo Soemardjan kebudayaan ini merupakan semua hasil karya, cipta serta rasa dari
masyarakat. Sedangkan menurut Koentjaraningrat, kemudian menyatakan bahwa
kebudayaan itu merupakan keseluruhan sistem gagasan serta juga tindakan hasil karya
manusia di dalam rangka kehidupan masyarakat yang dipunyai  manusia dengan belajar.
Di dalam bahasa Inggris, budaya tersebut disebut dengan culture. Kata culture tersebut
berasal dari Bahasa Latin yakni colere yang memiliki arti dalam mengolah atau
mengerjakan, di dalam konteks ini merupakan mengolah tanah atau juga bertani. Colere atau
culture tersebut juga diartikan yakni sebagai usaha manusia di dalam mengolah alam.
Kebudayaan Islam menurut pendapat Sidi Gazalba adalah “cara berfikir dan cara merasa
taqwa yang menyatakan diri dalam seluruh segikehidupan sekumpulan manusia yang
membentuk masyarakat”, atau dapat disarikan sebagai “cara hidup taqwa”. Cara hidup
taqwa yaitu menempuh jalan syariat, menjalankan suruhan serta menghentikan larangan.
Syariat mengikatkan/ mempertalikan muslim kepada prinsip-prinsip tertentu yang digariskan
oleh Al-Qur'an dan as-sunnah/hadits (naqal). Karena itu akal dalam kegiatnnya mengatur
kehidupan merujuk kepada naqal, dengan kata lain gerak atau kegiatan kebudayaan itu
memang dari akal, tetapi asas gerak itu atau prinsip yang dipegangi akal dalam kegiatannya
adalah dari naqal. Dari asas yang ditentukan dan digariskan oleh naqal itu kemudian adalah
menentukan cara pelaksanaannya. Karena itu yang merupakan karya manusia dalam

7
kebudayaan Islam ialah cara pelaksanaan yang bersifat dinamik, sedangkan prinsip-
prinsipnya dari Allah dan bersifat serba tetap.

H. Sejarah Intelektual Islam (Perkembangan, Kemunduran, dan Kebangkitannya)


Tradisi intelektual Islam muncul sebagai pergerakan yang berkembang dari masa ke
masa mulai dari turunnya Islam di jazirah Arab atau lebih tepatnya di Mekkah, berfungsi
sebagai sebuah agama yang kembali mengingatkan manusia akan ke-Esa-an Allah Swt.Islam
seperti layaknya agama-agama lain yang memiliki berbagai fase, yaitu fase ke-Tuhanan dan
metafisika, fase manusiamanusia agung (Nabi dan para sahabat), dan fase manusia biasa.
Fase-fase ini memberikan pengaruh yang besar terhadaap perkembangan tradisi intelektual
Islam yang kemudian membantu membangun berbagai macam daulah atau dinasti yang
memperluas kawasan Islam, tidak hanya berada di wilayah semenanjung Arabia melainkan
sampai ke wilayah Andalusia yang dikenal saat ini sebagai Spanyol.
Tradisi intelelektual Islam berakar pada aqidah (believe), keyakinan ini yang
mendorong Islam berubah dalam cara berfikir tidak berupa dalam cara berkeyakinan.
Keadaan ini mejadi pembeda dengan agama samawi lain yang mengalami perubahan-
perubahan yang terjadi seperti pada agama Protestan abad 16 M, Katolik pada tahun 1960
dengan adanya aggiornamento. Islam tidak mengalami perubahan dalam kerangkan
berakidah atau dikenal dengan the framework of ortodoxy and tradition.
Tradisi intelektual islam dibangun dengan tidak hanya berdasarkan kepada keluasan
Islam dengan mengedepankan dominasi Arab, melainkan pula berinteraksi dengan
kebudayaan dan bangsa lainnya. Persia, Turks, Hindi, menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dengan Islam tidak hanya sebagai agama yang mengajarkan kesalehan tanpa melalui cara
berfikir yang rasional atau dikenal dengan pemahaman keagamaan dengan menggunakan
dalil aql dengan berlandaskan kepada al-Quran dan al-Hadits (dalil naql) sebagai rujukan
utamanya.
Tradisi intelektual Islam berkembang melalui tiga periode yaitu zaman klasik, zaman
pertengahan dan zaman modern. Ketiga zaman ni memiliki karakteristik dan metode yang
berbeda dalam mengembangkan tradisi intelektual Islam, walaupun zaman klasik memliki
pengaruh yang kuat mengenai keberkembangan tradisi intelektual Islam pada zaman
selanjutnya. Tradisi intelektual Islam Indonesia dibangun bersamaan dengan Islam
diturunkan ke dunia melalui lisan Nabi Muhammad saw. Tradisi ini dalam perkembangnya
memiliki corak yang berbeda dalam tiap zaman peradaban yang telah berlangsung dalam
Islam.

1. Zaman klasik (750-1250 M)


Yakni sejak lahirnya nabi Muhammad saw, masa Khulafa’ al-Rasyidin, tabi’in
sampai tabi’it tabi’in, atau sampai masa Khilafah Abbasiyah. Pada masa inilah umat
Islam mengalami kemajuan pesat di berbagai bidang.Banyak ulama terkemuka yang
muncul pada masa ini, seperti Imam Hanafi, Imam Hambali, Imam Syafi’i dan Imam
Maliki. Sejalan dengan itu lahir pula para filosof Muslim seperti al-Kindi pada 801 M,
seorang filosof pertama Muslim.Di antara pemikirannya, ia berpendapat bahwa kaum
muslimin hendaknya menerima filsafat sebagai bagian dari kebudayaan Islam. Selain al-

7
Kindi, pada abad itu lahir pula para filosof besar seperti al-Razi yang lahir tahun 865 M,
dan al-Farabi lahir tahun 870 M. Dia dikenal sebagai pembangun agung sistem
filsafat.Pada abad berikutnya lahir pula filosof terkemuka Ibn Miskawaih pada 930 M
yang terkenal pemikirannya tentang pendidikan akhlak. Kemudian Ibnu Sina pada tahun
1037 M, Ibn Bajjah pada 1138 M, Ibn Tufail pada 1147 M dan Ibn Rusd pada 1126 M.
Memberikan sumbangan terhadap pengembangan keintelektualan dengan menempatkan
metode yang berkembang dalam pengajaran dan pendidikan yang dipraktekkan mulai
zaman Nabi Muhammad saw yaitu metode metode, tulisan, dan hafalan. Metode ini
menjadi cara mempengaruhi pengajaran dan pendidikan terhadap kaum muslim pada
zaman klasik di Indonesia dengan munculnya pondok dan/atau pesantren sebagai contoh
yang nyata dalam membina kaum muslim saat itu.

2. Zaman Pertengahan (1250-1800 M)


Dalam catatan sejarah pemikiran Islam masa, ini dinilai merupakan fase
kemunduran, karena filsafat mulai dijauhkan dari umat Islam sehingga ada
kecenderungan akal dipertentangkan dengan wahyu, iman dengan ilmu, dan dunia
dengan akhirat. Pengaruhnya masih terasa sampai sekarang. Sebagian pemikir Islam
kontemporer sering melontarkan tuduhan kepada al-Ghazali sebagai orang yang pertama
menjauhkan filsafat dengan agama sebagaimana diketahui melalui tulisannya Tahafut
Falasifah (Kerancuan Filsafat). Tulisan al-Ghazali dijawab oleh Ibn Rusyd dengan
tulisan Tahafut Tahafud (Kerancuan di atas Kerancuan). Akan tetapi, tuduhan tersebut
sebenarnya perlu dicermati lebih jernih lagi. Sebab, apa yang sebenarnya dilakukan oleh
al-Ghazali adalah kritik terhadap para filosof yang dianggapnya tidak memiliki argumen
yang kuat, bahkan ada yang bertentangan dengan Islam. Al-Ghazali akhrinya menempuh
jalan tasawuf, karena baginya tasawuf lah satu-satunya pengetahuan yang dapat menim
bulkan keyakinan tentang Tuhan. Memiliki sumbangan terhadap munculnya
institusiinstitusi yang membantu dan mengembang tradisi intelektual Islam.
Pengembangan ini dibentuk oleh institusi yang dilembagakan melalui aliran-aliran
teologi, sufisme, maupun mazhab yang telah jauh berkembang dibandingkan dengan
zaman klasik. Keberkembangan ini pun memberikan pengaruh yang cukup besar
terhadap tradisi intelektual Islam di Indonesia, dengan dibuktikan menguatnya aliran
teologi (ilmu kalam) ahluu sunnah wa al-Jama’ah yang beraliran mazhab Syafi’i, dengan
tidak menafikan terdapatnya aliran dan pemikiran Syi’ah yang berkembang bersamaan
dengan aliran arus utama Islam di Indonesia pad saat itu.

3. Zaman Modern (1800 M sampai sekarang)


Ditandai dengan hadirnya berbagai upaya pembaharuan dan kebangkitan Islam,
baik di Turki, Music, India, maupun berbagai penjuru dunia Islam lainnya. Pada masa-
masa ini sebagian besar negara Islam berada di bawah pengaruh kolonialisme bangsa
Eropa dan Barat. Bangkitnya pembaharuan pemikiran Islam di kalangan para ulama,
seperti yang dilakukan oleh Jalaluddin al-Afghani (Afghanistan), Muhammad Abduh
(Mesir), Syech Waliullah al-Dhihlawi, Syed Ahmad Khan (India), Bediuzzaman Said
Nursi (Turki), Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy’ari (Indonesia), serta masih banyak
lainnya. Mereka berupaya untuk memajukan umat dan keluar dari kemelut yang

7
dihadapinya. Apa yang dilakukan oleh para ulama terdahulu patut kita tiru dan teruskan
perjuangan nya, sehingga kejayaan umat Islam dapat diraih kembali. Merupakan
pergulatan tradis intelektual Islam Indonesia, yang melahirkan dua kelompok kaum
muda dan kaum tua. Kaum muda mengedepankan pentingnya pembaharuan pemikiran
dalam ranah pemaham Islam, dengan metode mengembalikan Islam pada tempatnya
melalui pemahaman ajaran Islam yang menghilangkan sisi taqlid dan memurnikan ajaran
Islam dari tahayul, khurafat, bid’ah dan kembali kepada ajaran Islam berdasarkan kepada
alQuran dan al-Hadits.

I. Nilai-Nilai Islam Dalam Budaya Indonesia


Islam diketahui memiliki karakteristik yang khas di bandingkan dengan agama-agama
yang datang sebelumnya, banyak masyarakat dan khususnya bagi para pelajar yang acuh tak
acuh dengan sejarah Negara, apalagi sejarah paradaban islam. Dewasa ini mereka hanya
memandang sejarah sebagai dongeng yang membosankan untuk di dengar. Padahal, sejarah,
apalagi sejarah peradaban islam sangat penting bagi kita semua.
Manfaat mengetahui nilai nilai Islam dalam budaya kita antara lain:
1. Menumbuhkan rasa cinta kepada kebudayaan Islam yang merupakan buah karya kaum
muslimin masa lalu
2. Memahami berbagai hasil pemikiran dan hasil karya para ulama untuk diteladani dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Membangun kesadaran generasi muslim akan tanggung jawab terhadap kemajuan dunia
Islam.
4. Memberikan pelajaran kepada generasi muslim dari setiap kejadian untuk
mencontoh/meneladani dari perjuangan para tokoh di masa lalu guna perbaikan dari
dalam diri sendiri,masyarakat,lingkungan negerinya serta demi Islam pada masa yang
akan datang.
5. Memupuk semangat dan motivasi untuk meningkatkan prestasi yang telah diraih umat
terdahulu.

J. Islam dan Etos Kerja


Dalam Islam, etos kerja (semangat/motivasi kerja) dilandasi oleh semangat beribadah
kepada Allah SWT. Jadi kerja tidak sekedar memenuhi kebutuhan duniawi melainkan juga
sebagai pengabdian kepada Allah SWT. Sehingga dalam Islam, semangat kerja tidak hanya
untuk meraih harta tetapi juga meraih ridha Allah SWT.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etos adalah pandangan hidup yang khas dari
suatu golongan sosial. Jadi, pengertian Etos Kerja adalah semangat kerja yg menjadi ciri
khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok.
Etos Kerja menurut Islam didefenisikan sebagai sikap kepribadian yang melahirkan
keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya,
menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu manifestasi dari amal saleh.
Sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman bukan saja menunjukkan fitrah
seorang muslim, melainkan sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah
yang didera kerinduan untuk menjadikan dirinya sebagai sosok yang dapat dipercaya,

7
menampilkan dirinya sebagai manusia yang amanah, menunjukkan sikap pengabdian
sebagaimana firman Allah, “Dan tidak Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku”, (QS. adz-Dzaariyat : 56).
Seorang muslim yang memiliki etos kerja adalah mereka yang selalu obsesif atau ingin
berbuat sesuatu yang penuh manfaat yang pekerjaan merupakan bagian amanah dari Allah.
Sehingga dalam Islam, semangat kerja tidak hanya untuk meraih harta tetapi juga meraih
ridha Allah SWT. Yang membedakan semangat kerja dalam Islam adalah kaitannya dengan
nilai serta cara meraih tujuannya. Bagi seorang muslim bekerja merupakan kewajiban yang
hakiki dalam rangka menggapai ridha Allah.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari makalah ini maka dapat disimpulkan bahwa:
 Masyarakat madani artinya masyarakat kota. Masyarakat madani adalah masyarakat yang
beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu
pengetahuan, dan teknologi.
 Konsep masyarakat madani menurut prespektif Islam sudah diatur dalam Al-Quran yang
dibagi menjadi 3 jenis yaitu masyarakat terbaik (khairah ummah), masyarakat seimbang
(ummatan wasathan) dan masyarakat moderat (ummah muqtashidah).
 Prinsip ajaran sosial masyarakat menurut Islam yaitu Free public sphere (ruang publik
yang bebas), demokratis, toleransi, pluralisme, dan keadilan social.
 Ada dua masyarakat dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai masyarakat Madani,
yaitu masyarakat saba’ dan masyarakat Madinah setelah terjadi traktat.
 Masyarakat Madani sebagai masyarakat ideal memiliki karakteristik sebagai berikut:
bartuhan, damai, tolong-menolong, toleran, keseimbangan antara hak dan kewajiban
social, berperadaban tinggi, dan berakhlak mulia.
 Kebudayaan ini berawal dari kata budaya, serta budaya ini kemudian berasal Bahasa
Sansekerta yakni buddhayah yang memiliki arti akal atau budi. Jadi, kebudayaan
merupakan suatu hal yang berhubungan dengan akal serta budi. Kebudayaan Islam
menurut pendapat Sidi Gazalba adalah “cara berfikir dan cara merasa taqwa yang
menyatakan diri dalam seluruh segikehidupan sekumpulan manusia yang membentuk
masyarakat”, atau dapat disarikan sebagai “cara hidup taqwa”.
 Tradisi intelektual Islam berkembang melalui tiga periode yaitu zaman klasik, zaman
pertengahan dan zaman modern. Ketiga zaman ni memiliki karakteristik dan metode yang
berbeda dalam mengembangkan tradisi intelektual Islam, walaupun zaman klasik
memliki pengaruh yang kuat mengenai keberkembangan tradisi intelektual Islam pada
zaman selanjutnya. Tradisi ini dalam perkembangnya memiliki corak yang berbeda
dalam tiap zaman peradaban yang telah berlangsung dalam Islam.
 Etos Kerja menurut Islam didefenisikan sebagai sikap kepribadian yang melahirkan
keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan
dirinya, menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu manifestasi dari
amal saleh.
B. Saran
Diharapkan kepada seluruh generasi baik yang tua maupun yang muda agar dapat
mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu Indonesia. Yakni
melalui peningkatan kualiatas sumber daya manusia, potensi, perbaikan sistem ekonomi,
serta menerapkan budaya.Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus
melihat pada potensi manusia yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia. Potensi yang
ada di dalam diri manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat madani.
Karena semakin besar potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam membangun agama Islam
maka akan semakin baik pula hasilnya.

7
DAFTAR PUSTAKA

Sahib, Muhammad Amin dan Nur Asiah Amin. 2020. Pendidikan Agama Islam. Makassar.

https://www.pendidik.co.id/masyarakat-madani-adalah/
https://tafsirweb.com/1242-quran-surat-ali-imran-ayat-110.html

https://tafsirweb.com/598-quran-surat-al-baqarah-ayat-143.html

https://tafsirweb.com/1950-quran-surat-al-maidah-ayat-66.html
https://dalamislam.com/landasan-agama/tauhid/konsep-masyarakat-madani-menurut-prespektif-
islam

https://kumparan.com/berita-hari-ini/prinsip-prinsip-masyarakat-madani-beserta-pengertian-dan-
ciri-cirinya-1uRHRfyjROe/full
https://www.ayoksinau.com/masyarakat-madani/

Anda mungkin juga menyukai