Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan

oleh virus dengue, terutama menyerang anak-anak yang berpotensi menimbulkan syok

dan kematian.1 DHF merupakan penyakit arbovirus dari genus Flavivrus, famili

Flaviviriae yang memiliki empat serotipe berbeda (DEN-1,-2,-3,-4) yang ditularkan

melalui gigitan nyamuk betina Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.2 DHF banyak

ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.2 Data dari WHO menunjukkan sekitar 1.8

miliar (lebih dari 70%) dari populasi berisiko dengue di seluruh dunia tinggal di wilayah

Asia Tenggara dan pasifik barat.3 Menurut data WHO, Asia Pasifik menanggung 75%

dari beban dengue di dunia pada tahun 2004 dan 2010, sementara Indonesia dilaporkan

sebagai negara ke-2 dengan kasus DBD terbesar dari 30 negara endemis.4

World Health Organization (WHO) mencatat bahwa Indonesia menjadi negara dengan

kasus DHF paling banyak di Asia tenggara.2 DHF menjadi salah satu masalah kesehatan

masyarakat Indonesia yang jumlah penderitanya semakin meningkat dan penyebarannya

semakin luas, yang umumnya menyerang pada usia anak-anak umur kurang dari 15

tahun.3 Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan pada tahun 2017 menyebutkan

kasus DHF di Indonesia sebanyak 68.407, mengalami penurunan dari tahun 2016

sebanyak 204.171 kasus. Demam berdarah dengue dapat dibedakan dengan demam

dengue berdasarkan peningkatan hematokrit serta bukti adanya kebocoran plasma seperti

hipoalbuminemia, efusi pleura atau asites. Namun parameter tersebut dapat dipengaruhi

1
oleh faktor lain. Hematokrit dapat ditemukan normal pada pasien dengan anemia,

perdarahan, dan pasien yang sudah diberi terapi cairan. 5 Infeksi virus dengue juga akan

menimbulkan serangkaian reaksi imunitas sehingga menghasilkan antibodi. Pemeriksaan

IgM dan IgG biasanya digunakan untuk membedakan antara infeksi dengue primer dan

sekunder. Pemeriksaan IgM dan IgG yang reaktif dapat menunjukan adanya suatu infeksi

dengue sekunder.5

Diagnosis DBD ditegakkan dengan ditemukannya manifestasi klinis serta bukti

kebocoran plasma sesuai dengan kriteria WHO 2011, namun pada beberapa keadaan

kriteria tersebut tidak seluruhnya terpenuhi. Hal ini menjadi meragukan dalam

menegakkan diagnosis DBD terutama di fasilitas pelayanan kesehatan terbatas.

Pemeriksaan serologis dapat membantu menegakkan diagnosis. Penatalaksanaan yang

utama adalah terapi cairan. Dosis terapi cairan disesuaikan dengan derajat DBD dan

klinis pasien. Status gizi juga berpengaruh terhadap perhitungan cairan. 6 Berdasarkan hal

tersebut, laporan kasus ini membahas mengenai penegakan diagnosis serta faktor yang

mempengaruhi penegakan diagnosis dan tatalaksana DBD pada anak dengan warning

sign di fasilitas kesehatan anak.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang ditemukan pada wilayah

tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang

ditularkan ke manusia dengan gigitan nyamuk yang terinfeksi melalui vektor yaitu nyamuk

genus Aedes.6,10

Virus dengue tersebut menyebabkan manifestasi klinis berupa demam, nyeri otot dan

atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis

hemoragik. Pada demam berdarah dengue terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan

hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom

renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh

renjatan atau syok.10,11

2.2 Epidemiologi
WHO menyatakan Asia Pasifik menanggung 75% dari beban dengue di dunia antara

tahun 2004 dan 2010, sementara Indonesia dilaporkan sebagai negara ke-2 dengan kasus DBD

terbesar diantara 30 negara wilayah endemis. Demam berdarah dengue menjadi masalah

kesehatan masyarakat di Indonesia selama 47 tahun terakhir yang jumlah penderitanya semakin

meningkat dan penyebarannya semakin luas. Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut

dapat disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan,

perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi penduduk.7,8

3
Penyakit DBD merupakan penyakit menular yang umumnya menyerang anak-anak usia

kurang dari 15 tahun dan juga bisa menyerang pada orang dewasa. Demam berdarah dengue

mengalami peningkatan jumlah kasus dari tahun 1968 yaitu 58 kasus menjadi 126,675 kasus

pada tahun 2015.7 Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun

2017,dikatakan kasus demam berdarah dengue yang terjadi di Indonesia sebanyak 68.407 kasus,

dan terdapat 1.928 kasus di Riau. Sebagian kasus ini juga menyebabkan kematian dengan jumlah

493 kasus, dengan 15 kasus kematian terjadi di Riau.8

2.3 Etiologi
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue,

yang termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan

diameter sebesar 50 nm yang terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal. 6 Terdapat 4 serotipe

virus yaitu, DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam

dengue atau demam berdarah dengue. DEN-3 merupakan serotipe terbanyak yang dapat

ditemukan di Indonesia.10 Virus dengue dapat ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk genus

Aedes.Aedes (Stegomyia) aegypti (Ae. aegypti) dan Aedes (Stegomyia) albopictus (Ae.

albopictus) merupakan 2 vektor penting penyebab infeksi dengue.6

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi diagnosis dengue terdiri dari WHO 2009, dan klasifikasi yang terbaru WHO

2011. Terdapat perbedaan mendasar pada kedua klasifikasi tersebut, yaitu spektrum klinis infeksi

dengue tidak dibedakan antara kelompok spektrum dengan perembesan plasma (DBD, DSS) dan

tanpa perembesan plasma (DD). Kedua, batasan untuk dengue dengan warning signs terlalu luas

sehingga akan menyebabkan over-diagnosis. Sehingga dibuat spektrum klinis terpisah dari DBD,

yaitu expanded dengue syndrome yang terdiri dari isolated organopathy dan unusual

manifestations. Berdasarkan hal tersebut, klasifikasi diagnosis dengue WHO 2011 kelompok

4
infeksi dengue simtomatik dibagi menjadi undifferentiated fever, DD, DBD, dan expanded

dengue syndrome terdiri dari isolated organopathy dan unusual manifestation.6,9

a. Undifferentiated Fever

Sindrom infeksi virus dapat terjadi pada bayi, anak-anak, dan orang dewasa yang pernah

terinfeksi virus dengue, terutama untuk yang pertama kalinya (infeksi dengue primer), demam ini

sulit dibedakan dari infeksi virus lainnya.Ruam makulopapular dapat disertai demam atau dapat

muncul selama penurunan suhu badan sampai yang normal. Serta sering terjadi pada gejala

pernapasan bagian atas dan gastrointestinal.6

b. Demam Dengue

Gejala klasik dari demam dengue adalah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang

bifasik (saddle back fever), nyeri kepala, nyeri otot, sendi dan tulang belakang, nyeri belakang

bola mata, mual, muntah dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulo-papular yang bisa timbul

pada awal penyakit (1-2 hari), kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul kembali

ruam merah halus pada hari ke-6 dan 7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan disertai

halo putih dan terasa gatal (convelescent rash).12

c. Demam Berdarah Dengue

Demam akut 2 – 7 hari, mendadak, terus menerus, biasanya bifasik disertai manifestasi

perdarahan minimal tes torniquet yang positif (perdarahan spontan dapat berupa petekie,

ekimosis atau purpura, perdarahan selaput lendir mukosa seperti epistaksis, perdarahan gusi,

hematemesis dan atau melena, tempat suntikan atau tempat lainnya).12,13

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat. Derajat I, demam disertai gejala

tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji bendung. Derajat II, seperti derajat

I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain. Derajat III, didapatkan kegagalan

5
sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (<20 mmHg) atau hipotensi,

sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak tampak gelisah. Derajat IV, syok

berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur. DBD derajat III

dan IV dimasukkan kedalam kategori DSS.12

d. Sindroma Syok Dengue / DSS (Dengue shock syndrome)

Sindrom syok dengue mencakup semua kriteria DBD dan disertai adanya tanda-tanda

gangguan sirkulasi:13

- Nadi yang halus, cepat sampai tidak teraba.

- Tekanan nadi (selisih tekanan sistolik dan diastolik) menyempit < 20 mmHg.

- Hipotensi sesuai usia (< 5 tahun di bawah 80 mmHg; > 5 tahun di bawah 90 mmHg)

sampai tidak terukur.

- Akral anggota badan teraba dingin, lembab.

- Anak tampak gelisah atau tampak mengantuk.

- Waktu pengisisan kapiler (CRT) > 2 detik.

- Diuresis berkurang (< 1 cc/kgBB/jam).

e. Expanded dengue syndrome

Kasus infeksi dengue dengan unusual manifestation sering terjadi pada kasus

anak.Unusual manifestation atau manifestasi yang tidak lazim ini berhubungan dengan

keterlibatan beberapa organ seperti hati, ginjal, jantung, dan gangguan neurologis pada pasien

infeksi dengue.Kejadian unusual manifestation infeksi dengue tersebut dapat pula terjadi pada

kasus infeksi dengue tanpa disertai perembesan plasma. Pada umumnya unusual manifestation

berhubungan dengan ko-infeksi, ko-morbiditas, atau komplikasi syok yang berkepanjangan

(prolonged shock) disertai kegagalan organ (organ failure).12

6
Infeksi dengue berat dapat disebabkan oleh kondisi ko-morbid pada pasien seperti usia

bayi, obesitas, lansia, ibu hamil, ulkus peptikum, menstruasi, penyakit hemolitik, penyakit

jantung bawaan, penyakit kronis seperti diabetes melitus, hipertensi, asma, gagal ginjal kronik,

sirosis, pengobatan steroid, atau NSAID.12

Gambar 1. Klasifikasi diagnosis dengue menurut WHO 20116

2.5 Patogenesis
Pada umumnya infeksi virus dengue yang pertama bersifat asimtomatis. Demam berdarah

dengue dapat terjadi akibat infeksi sekunder, yaitu seseorang terinfeksi ulang oleh virus dengue

tipe yang berbeda. Apabila seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus

dengue, makaakan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk

jangka waktu yang lama. Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe

virus dengue lainnya, maka akan terjadi infeksi yang berat. Reinfeksi menyebabkan reaksi

amnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.14,15

7
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif sepanjang

hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat menggigit dan menghisap

darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel

kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Sel

monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan

masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan membentuk komponen

perantara dan komponen struktur virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari

dalam sel. Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut

tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus lainnya.14

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih belum diketahui.

Namun, mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan

sindrom renjatan dengue. Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD

adalah:15

a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi

virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi.

Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada

monosit dan makrofag.

b. Limfosit T terdiri dari T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon

imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu THI akan memproduksi

interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan

IL-10.

8
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.

Namun proses fagositosi ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin

oleh makrofag.

d. Aktivasi komplen oleh kompleks imun menyebabkan terbentunya C3a dan C5a. Selain

disfungsi endotel dapat menyebabkan kebocoran plasma, peningkatan C3a dan C5a

terjadi melalui aktivasi komplemen virus antibodi yang juga mengakibatkan kebocoran

plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1) supresi sumsum

tulang, dan 2) destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada

fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah

keaadaan nadi tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk

megakariopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi

trombosis terjadi melalui peningkatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi

trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit

terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan

PF4 yang merupakan petanda degranulasi trombosit.15

2.6 Manifestasi Klinis

Perbedaan antara demam dengue dan demam berdarah dengue adalah adanya kebocoran

plasma (plasma leakage), yang mulai terlihat pada hari demam ke 3 dan puncaknya terjadi

umumnya pada hari demam ke 5. Kelengahan dalam memantau ketat pasien pada masa

kebocoran ini dapat mempengaruhi prognosis pasien. Lama perjalanan penyakit dengue yang

klasik umumnya berlangsung selama 7 hari dan terdiri atas 3 fase, yaitu fase demam yang

berlangsung 3 hari (hari sakit ke-1 sampai dengan hari ke 3), fase kritis, dan fase penyembuhan.13

9
Pada fase demam, anak memerlukan minum yang cukup karena demam tinggi. Anak

biasanya tidak mau makan dan minum sehingga dapat mengalami dehidrasi, terlihat sakit berat,

muka dapat terlihat kemerahan (flushing), dan biasanya tanpa batuk dan pilek. Saat ini nilai

hematokrit masih normal dan viremia berakhir pada fase ini.13

Fase demam akan diikuti oleh fase kritis yang berlangsung pada hari ke 4 dan ke 5 (24-48

jam), pada saat ini demam turun, sehingga disebut sebagai fase deffervescene. Pada fase ini

orangtua menganggap anaknya sembuh oleh karena demam turun padahal anak memasuki fase

kritis ketika kebocoran plasma menjadi nyata dan mencapai puncak pada hari ke-5. Pada fase

tersebut akan tampak jumlah trombosit terendah dan nilai hematokrit tertinggi. Pada fase ini,

organ-organ lain mulai terlibat. Meski hanya berlangsung 24-48 jam, fase ini memerlukan

pengamatan klinis dan laboratoris yang ketat.13

Setelah fase kritis pada DBD, anak memasuki fase penyembuhan, kebocoran pembuluh

darah berhenti seketika, plasma kembali dari ruang interstitial masuk ke dalam pembuluh darah.

Pada fase ini, jumlah trombosit mulai meningkat, hematokrit menurun, dan hitung leukosit juga

mulai meningkat. Fase ini hanya berlangsung 1-2 hari tetapi dapat menjadi fase berbahaya

apabila cairan intravena tetap diberikan dalam jumlah berlebih sehingga anak dapat mengalami

kelebihan cairan dan terlihat sesak.13

Berbeda dengan DBD, pada DD, setelah fase demam tidak terjadi fase kritis atau

kebocoran plasma sehingga tidak tampak perubahan pada pemeriksaan laboratorium, seperti

peningkatan nilai hematokrit. Kadar leukosit dapat menurun dan setelah 24-48 jam, jumlah

leukosit dan trombosit akan meningkat bertahap secara bermakna.13

Warning sign (tanda dan bahaya) pada DBD merupakan predictor derajat beratnya

demam berdarah dengue yang mengawali manifestasi syok dan muncul menjelang akhir fase

10
demam, antara hari ketiga sampai hari ke tujuh pada penderita DBD. Warning sign pada penyakit

DBD meliputi nyeri abdomen, muntah yang persisten, perdarahan mukosa dan pembesaran hepar

> 2cm. Nyeri abdomen dan muntah yang persisten merupakan indikasi awal dari kebocoran

plasma dan semakin buruk ketika pasien berkembang ke keadaan syok. Perdarahan mukosa

spontan merupakan manifestasi paling hemoragik. Kelainan hepar adalah hal yang sering

dijumpai pada semua bentuk infeksi dengue, ukuran pembesaran hepar tidak selalu berkolerasi

dengan beratnya penyakit.

Gambar 2. Fase-fase infeksi virus dengue13

2.7 Diagnosis

Diagnosis DBD berdasarkan WHO South-East Asia Regional Office (SEARO) 2011

ditegakkan bila semua hal di bawah ini terpenuhi:6

Kriteria Klinis

- Demam: onset akut, tinggi dan terus menerus selama 2-7 hari.

11
- Terdapat manifestasi perdarahan seperti uji tourniquet positif (yang paling sering),

petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi dan hematemesis dan/atau melena.

- Hepatomegali.

- Syok yang ditandai dengan takikardi, nadi lemah dan tekanan nadi yang sempit (<20

mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang teraba dingin dan lembab dan/atau gelisah.

Kriteria Laboratorium:

- Trombositopenia (<100.000 /mm).

- Hemokonsentrasi, hematokrit meningkat ≥20% dari baseline pasien atau menurut

populasi usia.

Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau

peningkatan hematokrit sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DBD.6

Pemeriksaan imunologis pada DBD adalah imunoglobulin M (IgM) biasanya dapat

terdeteksi dalam darah mulai hari ke 3-5 onset demam, meningkat sampai minggu ke 2 kemudian

masih dapat terdeteksi hingga hari ke-60 sampai hari ke-90.Antibodi IgM muncul dalam waktu

yang lebih lama sehingga pemeriksaan antibodi dilakukan setelah hari ke 5 demam.Pada infeksi

sekunder (pasien sebelunya pernah terinfeksi virus dengue) titer antibodi meningkat cepat. IgG

terdeteksi tinggi bahkan pada fase awal demam dan bertahan hingga beberapa bulan. Pada

infeksi primer, konsentrasi IgM lebih tinggi dibandingkan pada infeksi sekunder. Maka rasio

IgM/IgG biasanya digunakan untuk membedakan antara infeksi dengue primer dan sekunder.6,9

2.8 Diagnosis Banding

Kondisi yang menyerupai demam dengue pada fase demam adalah flu-like syndromes

Influenza, measles, Chikungunya, mononukleosis infeksius. Adanya trombositopenia dengan

12
hemokonsentrasi dapat membedakan DBD/DSS dengan penyakit lain. Pada pasien dengan

peningkatan hematokrit yang tidak signifikan dapat terjadi karena perdarahan masif dan/atau

telah mendapat terapi cairan. Demam dengue dengan rash dapat menyerupai Rubella, Measles,

scarlet fever, infeksi meningokokus, dan Chikungunya. Demam dengue dengan manifestasi

neurologis menyerupai meningo/ensefalitis dan kejang demam.9

2.9 Penatalaksanaan

Menurut WHO (2012) manajemen klinis pada dengue, pasien dibagi menjadi 3 kriteria

yaitu A,B dan C. Kriteria ini dibentuk berdasarkan ada atau tidak tanda bahaya (warning sign)

pada kasus dengue yang ditangani seperti nyeri perut, muntah, terdapat akumulasi cairan,

perdarahan mukosa, letargi, lemah, pembesaran hati > 2 cm, kenaikan hematokrit seiring dengan

penurunan jumlah trombosit yang cepat.8

Pada kriteria A, pasien tidak memiliki warning sign dan pasien umumnya dapat

dipulangkan. Namun, pasien harus dilakukan monitor dengan rutin melakukan pemberian cairan,

ada buang air kecil setidaknya 1 kali dalam 6 jam dan tidak terdapat warning sign. Pasien dengan

sakit > 3 hari harus diperiksa sel darah putih, trombosit dan hematokrit untuk memantau

perkembangan penyakitnya terutama pada masa kritis.Pasien dengan hematokrit yang stabil

dapat dipulangkan dengan terus memantau kondisi pasien, apabila terjadi perburukan atau

timbulnya warning sign maka segera dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat.Penatalaksanaan

yang dapat diberikan adalah pemberian intake cairan yang adekuat untuk mengganti setiap cairan

sesuai dengan demam dan muntah pada pasien.Pemberian cairan dilakukan secara sedikit-sedikit

dan sering karena pasien umumnya mual dan muntah. Cairan yang dapat diberikan adalah seperti

air kelapa, jus buah, sup, cairan rehidrasi oral yang juga membantu apabila terdapat penurunan

elektrolit. Pemberian Paracetamol 10 mg/kg/dosis sebanyak 3-4 kali per hari dapat diberikan

13
apabila pasien masih terdapat gejala demam.Pasien juga disarankan untuk kembali ke pelayanan

kesehatan apabila terdapat warning sign atau tidak adanya perbaikan dari gejala yang dimiliki.

Pada kriteria B, pasien akan dilakukan rawat inap karena pasien memiliki warning sign,

atau DBD yang diperberat seperti hamil, hipertensi, gagal ginjal atau memiliki permasalahan

social seperti tinggal sendirian atau berada jauh dari pusat kesehatan. Pemberian cairan pada

pasien kriteria B harus dilakukan untuk menghindari perkembangan penyakit menjadi status

syok.Terapi yang diberikan pada pasien adalah pemasangan infus cairan isotonik RL atau NaCl

0,9%. Pemberian cairan dimulai dengan 5-7 ml/kgbb/jam untuk 1-2 jam pertama, kemudian

dikurangi menjadi 3-5 ml/kgbb/jam untuk 2-4 jam selanjutnya, kemudian dikurangi menjadi 2-3

ml/kgbb/jam atau maintenance cairan sesuai dengan manifestasi klinis yang didapat. Periksa

kembali nilai hematokrit pasien, jika ada perbaikan atau terjadi peningkatan sedikit maka ulangi

pemberian cairan 2-3 ml/kgbb/jam selama 2-4 jam. Jika tanda vital menurun dan terjadi

peningkatan hematokrit secara cepat maka pemberian cairan ditingkatkan 5-10 ml/kgbb/jam

selama 1-2 jam. Berikan maintenance cairan 24-48 jam apabila perfusi jaringan dan urine output

dalam kondisi baik. Lakukan pemantauan tanda vital, hematokrit, balance cairan sebelum dan

sesudah diberikan cairan atau setiap 6-12 jam sekali.8

Kriteria C merupakan pasien dengan kondisi dengue berat karena berada pada kondisi

kritis yang umumnya disertai kebocoran plasma yang berat yang dapat menyebabkan syok atau

respiratory distress, perdarahan dan gangguan organ. Pasien pada kondisi ini harus segera

dirawat di pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas transfusi darah apabila terjadi perdarahan

masif pada pasien.8

2.10 Komplikasi

14
Komplikasi fatal dari DHF adalah DSS yang dapat disebabkan oleh virus tipe manapun

dari keempat tipe virus dengue.Angka kejadian kematian DSS lebih besar disebabkan oleh

hipotensi dibandingkan perdarahan yang terjadi. Pathogenesis terjadinya DHF yaitu kebocoran

plasma dengan hemokonsentrasi apabila ditangani dengan tidak tepat, maka akan dapat

mengakibatkan hipotensi dan syok. Komplikasi lain yang dapat terjadi yaitu gagal ginjal, efusi

pleura, hepatomegali dan gagal jantung.9

2.11 Indikasi Rawat

Orang tua harus diberitahu mengenai petanda gejala syok yang mengharuskan anak

dibawa ke rumah sakit. Petanda tersebut antara lain adalah keadaan yang memburuk sewaktu

pasien mengalami penurunan suhu, setiap perdarahan yang ditandai dengan nyeri abdominal akut

dan hebat, mengantuk, lemah badan, tidur sepanjang hari, menolak untuk makan dan minum,

lemah badan, gelisah, perubahan tingkah laku, kulit dingin, lembab, tidak buang air kecil selama

4-6 jam. Anak harus dirawat apabila ada tanda-tanda syok, sangat lemah sehingga asupan oral

tidak dapat mencukupi, perdarahan, hitung trombosit <100.000/mm3, dan atau peningkatan

hematokrit >10-20%, perburukan ketika penurunan suhu, nyeri abdominal akut hebat serta

tempat tinggal yang jauh dari Rumah Sakit.12

2.12 Kriteria Pulang

Pasien dapat dipulangkan apabila pasien tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik,

kondisi klinis membaik, nafsu makan baik, nilai hematokrit stabil, tidak ada sesak napas, dan

nilai trombosit ≥50.000/mm.10

2.13 Prognosis

Prognosis DHF dapat dikatakan baik, karena DHF merupakan penyakit self-limting

disease.Angka kematian untuk DHF yang tertangani medis adalah 2-5%.Bila DHF tidak

15
ditangani, angka kematiannya meningkat sampai 50%. Apabila telah terjadi syok, maka angka

mortalitas dapat meningkat.10

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama/ No. MR : An. HM / 01031346

Umur : 16 tahun

Ayah/ibu : Edwarsyah / Faizah

Suku : Minang

Alamat :Jl. Medang Ranting, pekanbaru

Tanggal masuk : 16-12-2019

Tanggal pulang : 20-12-2019

Tanggal diperiksa : 17-12-2019, pukul 19:00 WIB

Anamnesis : Alloanamnesis
16
Diberikan oleh : Ibu pasien

Keluahan utama : Demam hari ke 5 SMRS

Riwayat penyakit sekarang

Sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit ibu pasien mengeluhkan anaknya demam.

Demam tiba-tiba tinggi. Demam dirasakan sepanjang hari dan tidak dipengaruhi waktu. Suhu

tertinggi pasien 39,6’C. Demam tidak disertai berkeringat di malam hari, tidak menggigil, tidak

ada mimisan, dan tidak ada kejang, gusi berdarah (+). Pasien juga mengeluhkan BAB berwarna

hitam, konsistensi cair dengan frekuensi 3x dalam satu hari, dengan volume kurang lebih ½ gelas

aqua. BAK berdarah tidak ada. Terdapat nyeri kepala, nyeri perut, nyeri pada sendi-sendi tangan

dan kaki. Nyeri dibelakang mata tidak ada. Nafsu makan menurun. Badan terasa lemas. Mual

(+), muntah (-). Batuk tidak ada, pilek tidak ada, sesak nafas tidak ada.

Pasien sebelumnya telah dibawa ke klinik dan diberikan obat penurun panas tetapi keluhan tidak

berkurang, lalu pasien dibawa berobat ke RSUD AA untuk dilakukan pengobatan lebih lanjut.

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat demam berdarah dengue sebelumnya tidak ada

Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang dirawat di RS dengan demam berdarah dengue sebelumnya.

Riwayat orang tua

Ayah seorang pegawai swasta

Ibu seorang pegawai honorer

Riwayat kehamilan dan persalinan

17
Pasien anak pertama dari 3 bersaudara. Ibu pasien rutin melakukan ante natal care 1 kali sebulan

dan ibu tidak ada riwayat sakit selama kehamilan. Pasien lahir cukup bulan, lahir spontan di

klinik ditolong Bidan dengan BBL 3000 gram dan PBL 4,8 cm.

Riwayat makan dan minum

- ASI ekslusif sejak lahir sampai 12 bulan.

- Makanan lunak diberikan sejak usia 6 - 18 bulan.

- Makanan biasa berupa nasi dengan variasi lauk, sayur dan buah mulai diberikan sejak

usia 18 bulan sampai sekarang. Makan 3 kali sehari.

Riwayat Imunisasi

BCG (+), Polio 3x (+), DPT 3x (+), Hepatitis B (+), Hib (-), Campak (-).

Kesan: Imunisasi dasar tidak lengkap.

Riwayat pertumbuhan

TBS : 168 cm

BBS : 55 kg

Kesan : pertumbuhan sesuai kurva CDC 2-20 years

Riwayat Perkembangan
- Pasien bersekolah di SMK dan dapat mengikuti pelajaran dengan baik.

- Pasien dapat berinteraksi dan berhubungan baik dengan teman sebayanya.

Keadaan perumahan dan tempat tinggal


Pasien tinggal di kompleks perumahan, ventilasi dan pencahayaan cukup.

Lingkungan rumah dan sekolah terdapat tumpukan sampah dan banyak nyamuk.

Terdapat tetangga pasien yang mengalami keluhan yang sama

18
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum: tampak sakit sedang

Kesadaran : komposmentis kooperatif

Tanda-tanda vital
TD : 101/70 mmHg

Suhu : 36,6 ‘C

Nadi : 66 x/menit

Nafas : 26 x/menit

Gizi
TB : 168 cm

BB : 55 kg (BB ideal : 61 kg)

LILA : 23 cm

Lingkar Kepala : 54 cm

BB/U : 90% (BB baik)

TB/U : 96% (TB baik)

BB/TB : 101% (Gizi baik)

Kepala : Normochepale
Rambut : Hitam, lebat, tidak mudah dicabut
Mata : cekung (-), edema palpebra (-)

Konjungtiva : Anemis (-)

Sklera : Tidak tampak kuning

Pupil : Isokor 2mm/2mm

Refleks cahaya : Langsung (+/+) tidak langsung (+/+)

Telinga : keluar cairan (-), keluar darah (-)

19
Hidung : keluar cairan (-), keluar darah (-), pernapasan cuping hidung (-)

Mulut

Bibir : Kering (-)

Selaput lender : Basah, hiperemis (-)

Palatum : Utuh

Lidah : Lidah kotor (-) hiperemis (-)

Gigi : Karies (-), gigi berlubang (-), gusi berdarah (-)

Leher

KGB : Pembesaran kelenjer getah bening (-)

Kaku Kuduk : (-)

Dada
Inspeksi : Normochest, ictus cordis tidak terlihat, tidak ditemukannya retraksi,

gerakan dinding dada tertinggal sebelah kiri

Palpasi : Pulmo : Vocal premitus melemah sisi kiri

Cardio : Ictus cordis teraba di Spatium Inter Kosta (SIK) V linea

midclavicularis sinistra

Perkusi : Pulmo : Redup di sisi lapangan paru kiri.

Cardio : Batas kanan jantung di linea parasternalis dextra, batas kiri

jantung di linea midclavicularis sinistra.

Auskultasi : Pulmo : Suara nafas vesikuler (+/↓), wheezing (-), ronkhi (-)

Cardio : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-) gallop (-)

20
Abdomen

Inspeksi : tampak datar, petechie (-) distensi (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (+) epigastrium, hepatomegali(+) 1/3 di bawah

arkus kosta, 1/3 dibawah proc. Xypoideus.

Perkusi : timpani

Auskultasi : BU (+) 10x/menit

Alat kelamin : laki-laki, tidak terdapat kelainan kongenital

Ekstremitas : akral dingin, CRT 3 detik

Status Neurologis

Refleks Fisiologis (+)

Refleks patologis (-)

Tabel 3.1 Pemeriksaan Laboratorium

Darah rutin 17 -12- 2020


(18:30 WIB)
Laboratorium
RSUD AA
Hemoglobin 16,4 g/dl
Leukosit 4.03 x 10’3/µL
Trombosit 30 x 10’3/µL

21
Hematokrit 51,1 %
Eritrosit 6,02x 106/µL
MCV 84,9 fL
MCH
MCHC 27,2 pg
Basofil
Eosinofil 32,1 g/dL
Neutrofil
Limfosit 0,5 %
Monosit
1,7 %

20,7 %

62,5 %

14,6 %

Hal yang penting dari anamnesis :

- Demam 5 hari

- Nyeri sendi, nyeri kepala, dan nyeri perut

- Mual (+)

- Gusi berdarah (+)

- Penurunan nafsu makan

- Lemah

- BAB hitam

Hal yang penting dari pemeriksaan fisik :

- Efusi pleura sinistra

- Hepatomegali

22
- Akral dingin, CRT 3 detik

Hal yang penting dari pemeriksaan lab :

- Leukopenia

- Trombositopeni

- Hematokrit meningkat

Diagnosis Kerja

- DHF with warning sign

Diagnosa Banding

- Malaria

Diagnosis Gizi : Normal

Periksaan Anjuran :

- Darah rutin serial

Terapi :

Medikamentosa

- Monitor untuk pemantauan tanda - tanda vital

- IVFD Ringer Lactat 10 cc/kgBB/jam (500cc/jam), 7 cc/kgBB/jam (350cc/jam) dan

dilanjutkan 5 cc/kgBB/jam (250cc/jam)

- IVFD Gelofusin 3 cc/kgbb/jam (1x)

- Injeksi omeprazole 1 x 40 mg

Nonfarmakologi

- Diet tinggi kalori tinggi protein

23
Kebutuhan kalori
= RDA x BBI

=61 x (50-60)

=3050 – 3660 kkaL/hari

Prognosis :

-Quo Ad Vitam : Bonam

-Quo Ad Fungtionam : Bonam

Tabel 3.2 Follow up pasien

18 Oktober 2019 19 Oktober 2019 20 Oktober 2019

24
S Nyeri sendi (+) Nyeri sendi Nyeri sendi (-)
Nyeri perut (+) berkurang Nyeri perut (-)
Nyeri kepala (+) Nyeri perut (+) Nyeri kepal (-)
Bab cair (+) Nyeri kepala (+) Bab cair (-)
Demam (-) Bab cair (-) Demam (-)
Mual muntah (-) Demam (-) Mual muntah (-)
Minum 1,5 liter/hari Mual muntah (-) Minum 2 liter/hari
Nafsu makan Minum 1,5 liter/hari Nafsu makan baik
menurun Nafsu makan BAK 6 kali
BAK 5 kali membaik
BAK 6 kali
O Keadaan Umum: Keadaan Umum: Keadaan Umum:
Tampak sakit Tampak sakit Tampak sakit
sedang sedang sedang
Kesadaran: Kesadaran: Kesadaran:
komposmentis komposmentis komposmentis
kooperatif kooperatif kooperatif
TD: 105/70 mmHg TD 110/60 mmHg TD : 120/80 mmHg
N : 66 x/menit N : 68 x/menit N : 70 x/menit
Suhu : 36,8 oC Suhu : 36,5 oC Suhu : 36,4 oC
RR : 20 x/ menit RR : 20 x/ menit RR : 18 x/ menit
BB: 55 kg BB: 55 kg BB: 55 kg
Akral hangat Akral hangat Akral hangat
CRT < 2 detik CRT < 2 detik CRT <2 detik
Ptekie (+) Ptekie (+) Ptekie (-)

Laboratorium: Laboratorium: Laboratorium:


- Hb: 14,8 g/dl - Hb: 15,3 g/dl - Hb: 14,4 g/dl
- Leu:4,60x10^3/µ - Leu: 4,59 - Leu: 5,74

25
l (↓) x10^3/µl (↓) x10^3/µl (↓)
- Ht: 44,2% - Ht: 45.9% - Ht: 43,7%
- Trombosit: - Trombosit: - Trombosit:
50x10^3/µl (↓) 63x10^3/µl (↓) 117x10^3/µl (↓)

A DHF dengan DHF dengan DHF dengan


warning sign warning sign perbaikan klinis
P - IVFD Ringer - IVFD Ringer - Pasien boleh
Laktat Laktat pulang
3cc/kgBB/jam 3cc/kgBB/jam
(150cc/jam) (100cc/jam)
- Banyak minum - Banyak minum

BAB IV

PEMBAHASAN

26
Telah dilaporkan kasus DHF with warning sign. DHF with warning sign pada pasien ini

ditegakkan berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Dari anamnesis yang

didapatkan bahwa pasien telah mengalami demam yang mendadak tinggi sejak 5 hari disertai

mual, serta nyeri pada sendi, pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut. Dari pemeriksaan fisik

didapatkan efusi pleura dan hepatomegali, pada hasil laboraturium didapatkan trombositopenia

dan hematokrit yang meningkat. Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis berdasarkan WHO 2011

yang sesuai dengan kriteria diagnosis yaitu.

a.Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus

selama 2-7 hari

b.Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : uji bendung positif,

petekie, ekimosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi,

hematemesis dan atau melena

c.Pembesaran hati

d.Syok yang ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan

tekanan nadi (= 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan

dingin, kulit lembab, CRT memanjang (>2 detik) dan pasien tampak gelisah

2.Laboratorium yaitu :

a.Trombositopenia (100.000/uL atau kurang)

b.Adanya kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan hematokrit

>20% dibandingkan standar, penurunan hematokrit >20% setelah mendapat

terapi cairan, efusi pleura, asites, hipoproteinemia atau hiponatremi.

Selain itu pasien ini mengeluhkan sesak nafas dan cenderung nyaman dengan posisi tidur

miring ke kiri, pada saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan inspeksi dada adanya gerakan

27
dinding dada yang tertinggal, pada palpasi didapatkan vocal premitus melemah sebelah kiri, pada

perkusi didapatkan redup pada lapang paru sebelah kiri. Pada auskultasi didapatkan suara

vesikuler melemah. Dimana hal ini merupakan tanda dan gejala efusi pleura.

Pada pasien ini didapatkan 4 gejala klinis dan 2 tanda laboratorium. Pasien ini juga

didapatkan beberapa warning sign seperti muntah, nyeri perut, hepatomegali, penurunan

trombosit dan kenaikan hematokrit, sehingga pasien didiagnosis Dengue Hemorraghic Fever

dengan warning sign. Pada pasien ini ditemukan adanya tanda-tanda syok.

Nyeri perut merupakan salah satu warning sign yang ditemukan pada pasien. WHO

melaporkan sebanyak 37.4 – 51.7% pasien anak mengeluhkan nyeri perut. Nyeri perut biasanya

terjadi pada pasien DSS akibat dari pendarahan gastrointestinal. Penatalaksanaan yang diberikan

adalah pemberian omeprazol 40 mg 1x1 secara intravena.

Penatalaksanaan DHF dengan warning sign adalah tatalaksana yang bersifat suportif.

Pasien ini mendapat terapi cairan kristaloid ringer lactat. Pada hari pertama diberikan 3

cc/kgBB/jam. Kemudian hari berikutnya dinaikkan menjadi 7cc/kgBB/jam dan setelah 2 jam

diturunkan 5 cc/kgBB/jam (200 cc/jam) dan 2 jam berikutnya diturunkan menjadi 3 cc/kgBB/jam

(150 cc/jam). Pada pasien kemudian dilakukan tata laksana syok dikarenakan Ht > 20% sehingga

diberikan tatalaksana cairan pada syok dengan pemberian 10 cc/kgBB/jam dalam 1 jam

kemudian 7 cc/kgBB/jam dalam 2 jam berikutnya dan 5 cc/kgBB/jam dan selanjutnya diberikan

Gelofuchsin 3 cc/kgBB/jam. total cairan intravena setara dewasa, yaitu 3000 ml/24 jam. 12

Penurunan dosis cairan dapat dipertimbangkan berdasarkan kondisi klinis, tanda vital, diuresis

dan hematokrit.9

Kebocoran plasma yang disebabkan respon imunologi akan berhenti sendiri. Tatalaksana

yang diberikan kepada pasien adalah oksigen, cairan, istirahat yang cukup dan nutrisi. Selain itu

28
diberikan pula obat antipiretik, dengan menghindari pemberian aspirin dan NSAID karena obat-

obat tersebut dapat mencetuskan pendarahan. Hal yang paling penting dalam tatalaksana DHF

dengan warning sign adalah:

1. Memantau tanda-tanda syok, biasanya selama fase afebris (hari ke 4-6).

2. Memantau kesadaran, denyut nadi dan tekanan darah.

3. Memantau hematokrit (Ht) dan platelet (Trombosit).

Berdasarkan anamnesis adanya nyeri ulu hati, mual dan muntah, dan dari pemeriksaan fisik

didapatkan nyeri tekan pada epigastrium. Penatalaksanaan yang diberikan adalah injeksi

omeprazol. Pada pasien ini dikontraindikasikan untuk pemberian ranitidin karena hasil

laboratorium menunjukkan tombositopenia. Trombositopenia yang diinduksi oleh obat, biasanya

membutuhkan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk muncul, tetapi pada sebagian

individu yang peka bisa terjadi pada 12 jam setelah injeksi. Ranitidin dapat menyebabkan

penurunan dari trombosit karena kegagalan produksi dari sumsum tulang, destruksi imun, dan

agregasi platelet pada sirkulasi darah.

Faktor- factor yang terdapat pada pejamu (host) dibawah ini berperan dalam perburukan

penyakit yaitu : Bayi dan orang tua, Wanita hamil, Thalassemia, Hemoglobinopati, Diabetes

mellitus, Asma, Gagal ginjal kronis, Pasien yang mendapatkan pengobatan steroid ataupu

OAINS, Dll.

Tatalaksana non farmakologis pada pasien adalah bed rest, diet makanan lunak serta pasien

diberi cukup intake cairan (minum). Serta, diet tinggi karbohidrat serta tinggi protein. Pada

pasien didapatkan adanya trombositopenia atau penurunan kadar trombosit. Trombositopenia

diakibatkan oleh agregasi trombosit yang terjadi akibat dari perlekatan kompleks antigen-

29
antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran Adenosin diphosphate (ADP),

sehingga trombosit dihancurkan oleh Retikuloendotelial system (RES). Agregasi trombosit ini

juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, walaupun jumlah trombosit masih cukup

banyak, namun tidak berfungsi baik. Gambaran sumsum tulang pada awal infeksi menunjukkan

keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Masa krisis yang telah terlewati maka akan terjadi

peningkatan proses hematopoiesis dan pembentukan trombositpun terjadi kembali.

Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit diperikirakan sebagai penyebab utama pada

pasien dengan DHF. Pemberian transfusi trombosit diberikan apabila terdapat perdarahan aktif,

trombosit < 20.000 tanpa perdarahan aktif. Selain itu, trombositopenia pada kasus DBD masih

dapat dikompensasi dengan adanya peningkatan trombopoietin yang dapat membantu

meningkatkan kadar jumlah trombosit pada fase pemulihan.

DAFTAR PUSTAKA

30
1. Henilayati NPN. Perbedaan profil Laboraturium penyakit demam berdarah anak dan
dewasa pada fase kritis.Media medika muda 2015;4(4):1305-1314.
2. Pusat data dan surveilens epidemiologi Kementrian Kesehetan RI. Demam Berdarah
dengue. Bulletin jendela epidemilogi.
3. Pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI. Situasi penyakit demam berdarah di
Indonesia tahun 2017.

4. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi penyakit demam berdarah
di Indonesia. Jakarta: 2016. 2-9.
5. Dinas kesehatan Provinsi Riau .Profil Kesehatan Provinsi Riau 2016. Pekanbaru
6. World Health Organization. Comprehensive guideline for prevention and control of
dengue and dengue hemmorhagic fever revised and expanded edition. India: 2011. p. 17-
45.
7. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi penyakit demam berdarah
di Indonesia. Jakarta: 2016. 2-9.
8. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Situasi penyakit demam berdarah di
Indonesia Tahun 2017. Infodatin. Jakarta: 2018. 2-7.
9. World Health Organization. Dengue guidelines for diagnosis, treatment, prevention and
control. New edition. Geneva: 2009. p. 2-46.
10. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman pelayanan medis. 2009. h. 141-9.
11. Amala FN. Hubungan kadar trombosit dan peningkatan hematokrit dengan manifestasi
perdarahan pasien DBD anak di RSUD Dr. Harjono Ponorogo. UMS. Surakarta: 2019. 7-
9.
12. Hadinegoro SR, Kadim M, Devaera Y, Idris NS, Ambasari CG. Update management of
infection disease and gastrointestinal disorders. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-
RSCM. Cetakan pertama Jakarta: 2012. h. 16-50.
13. WHO-TDR. Handbook for clinical mangement of dengue. Geneva. WHO. 2012. p. 1-5.
14. Candra A. Demam berdarah dengue: epidemiologi, patogenesis, dan faktor risiko
penularan. Semarang: aspirator; 2010; 2(2): 110–9.
15. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta: Internal Publishing; 2009. h. 2773-9.

31
16. Cahyani AM, Tjeng WS, Khotimah SC. Hubungan antara peningkatan nilai hematokrit,
derajat trombositopenia, dan status gizi lebih dengan kejadian syok pada pasien demam
berdarah dengue anak di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Jurnal Kedokteran
Mulawarman. 2018; 4(1). 21-26.
17. Kliegman RM, Behrman RE, Jenon HB, Stanton BF. Nelson textbook of pediatrics. Edisi
18. USA: Saunders Elsevier; 2004. p. 1412-5.
18. Guilarde AO, Turchi MD, Siqueira JB, Feres VCR, Rocha B, Levi JE, et al. Dengue and
dengue hemorrhagic fever among adults: clinical outcomes related to viremia, serotypes,
and antibody response. J Infect Dis. 2008;197. p. 817–24.
19. Rampengan NH, Daud N, Warouw S, Ganda IJ. Albumin globulin ratio in children with
dengue virus infection at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital, Manado Indonesia. Bali Med
J. 2017; 5(3): 562-7.

32

Anda mungkin juga menyukai