PENDAHULUAN
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan
oleh virus dengue, terutama menyerang anak-anak yang berpotensi menimbulkan syok
dan kematian.1 DHF merupakan penyakit arbovirus dari genus Flavivrus, famili
melalui gigitan nyamuk betina Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.2 DHF banyak
ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.2 Data dari WHO menunjukkan sekitar 1.8
miliar (lebih dari 70%) dari populasi berisiko dengue di seluruh dunia tinggal di wilayah
Asia Tenggara dan pasifik barat.3 Menurut data WHO, Asia Pasifik menanggung 75%
dari beban dengue di dunia pada tahun 2004 dan 2010, sementara Indonesia dilaporkan
sebagai negara ke-2 dengan kasus DBD terbesar dari 30 negara endemis.4
World Health Organization (WHO) mencatat bahwa Indonesia menjadi negara dengan
kasus DHF paling banyak di Asia tenggara.2 DHF menjadi salah satu masalah kesehatan
semakin luas, yang umumnya menyerang pada usia anak-anak umur kurang dari 15
tahun.3 Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan pada tahun 2017 menyebutkan
kasus DHF di Indonesia sebanyak 68.407, mengalami penurunan dari tahun 2016
sebanyak 204.171 kasus. Demam berdarah dengue dapat dibedakan dengan demam
dengue berdasarkan peningkatan hematokrit serta bukti adanya kebocoran plasma seperti
hipoalbuminemia, efusi pleura atau asites. Namun parameter tersebut dapat dipengaruhi
1
oleh faktor lain. Hematokrit dapat ditemukan normal pada pasien dengan anemia,
perdarahan, dan pasien yang sudah diberi terapi cairan. 5 Infeksi virus dengue juga akan
IgM dan IgG biasanya digunakan untuk membedakan antara infeksi dengue primer dan
sekunder. Pemeriksaan IgM dan IgG yang reaktif dapat menunjukan adanya suatu infeksi
dengue sekunder.5
kebocoran plasma sesuai dengan kriteria WHO 2011, namun pada beberapa keadaan
kriteria tersebut tidak seluruhnya terpenuhi. Hal ini menjadi meragukan dalam
utama adalah terapi cairan. Dosis terapi cairan disesuaikan dengan derajat DBD dan
klinis pasien. Status gizi juga berpengaruh terhadap perhitungan cairan. 6 Berdasarkan hal
tersebut, laporan kasus ini membahas mengenai penegakan diagnosis serta faktor yang
mempengaruhi penegakan diagnosis dan tatalaksana DBD pada anak dengan warning
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang ditemukan pada wilayah
tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan ke manusia dengan gigitan nyamuk yang terinfeksi melalui vektor yaitu nyamuk
genus Aedes.6,10
Virus dengue tersebut menyebabkan manifestasi klinis berupa demam, nyeri otot dan
atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik. Pada demam berdarah dengue terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh
2.2 Epidemiologi
WHO menyatakan Asia Pasifik menanggung 75% dari beban dengue di dunia antara
tahun 2004 dan 2010, sementara Indonesia dilaporkan sebagai negara ke-2 dengan kasus DBD
terbesar diantara 30 negara wilayah endemis. Demam berdarah dengue menjadi masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia selama 47 tahun terakhir yang jumlah penderitanya semakin
meningkat dan penyebarannya semakin luas. Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut
dapat disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan,
3
Penyakit DBD merupakan penyakit menular yang umumnya menyerang anak-anak usia
kurang dari 15 tahun dan juga bisa menyerang pada orang dewasa. Demam berdarah dengue
mengalami peningkatan jumlah kasus dari tahun 1968 yaitu 58 kasus menjadi 126,675 kasus
pada tahun 2015.7 Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun
2017,dikatakan kasus demam berdarah dengue yang terjadi di Indonesia sebanyak 68.407 kasus,
dan terdapat 1.928 kasus di Riau. Sebagian kasus ini juga menyebabkan kematian dengan jumlah
2.3 Etiologi
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter sebesar 50 nm yang terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal. 6 Terdapat 4 serotipe
virus yaitu, DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam
dengue atau demam berdarah dengue. DEN-3 merupakan serotipe terbanyak yang dapat
ditemukan di Indonesia.10 Virus dengue dapat ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk genus
Aedes.Aedes (Stegomyia) aegypti (Ae. aegypti) dan Aedes (Stegomyia) albopictus (Ae.
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi diagnosis dengue terdiri dari WHO 2009, dan klasifikasi yang terbaru WHO
2011. Terdapat perbedaan mendasar pada kedua klasifikasi tersebut, yaitu spektrum klinis infeksi
dengue tidak dibedakan antara kelompok spektrum dengan perembesan plasma (DBD, DSS) dan
tanpa perembesan plasma (DD). Kedua, batasan untuk dengue dengan warning signs terlalu luas
sehingga akan menyebabkan over-diagnosis. Sehingga dibuat spektrum klinis terpisah dari DBD,
yaitu expanded dengue syndrome yang terdiri dari isolated organopathy dan unusual
manifestations. Berdasarkan hal tersebut, klasifikasi diagnosis dengue WHO 2011 kelompok
4
infeksi dengue simtomatik dibagi menjadi undifferentiated fever, DD, DBD, dan expanded
a. Undifferentiated Fever
Sindrom infeksi virus dapat terjadi pada bayi, anak-anak, dan orang dewasa yang pernah
terinfeksi virus dengue, terutama untuk yang pertama kalinya (infeksi dengue primer), demam ini
sulit dibedakan dari infeksi virus lainnya.Ruam makulopapular dapat disertai demam atau dapat
muncul selama penurunan suhu badan sampai yang normal. Serta sering terjadi pada gejala
b. Demam Dengue
Gejala klasik dari demam dengue adalah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang
bifasik (saddle back fever), nyeri kepala, nyeri otot, sendi dan tulang belakang, nyeri belakang
bola mata, mual, muntah dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulo-papular yang bisa timbul
pada awal penyakit (1-2 hari), kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul kembali
ruam merah halus pada hari ke-6 dan 7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan disertai
Demam akut 2 – 7 hari, mendadak, terus menerus, biasanya bifasik disertai manifestasi
perdarahan minimal tes torniquet yang positif (perdarahan spontan dapat berupa petekie,
ekimosis atau purpura, perdarahan selaput lendir mukosa seperti epistaksis, perdarahan gusi,
Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat. Derajat I, demam disertai gejala
tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji bendung. Derajat II, seperti derajat
I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain. Derajat III, didapatkan kegagalan
5
sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (<20 mmHg) atau hipotensi,
sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak tampak gelisah. Derajat IV, syok
berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur. DBD derajat III
Sindrom syok dengue mencakup semua kriteria DBD dan disertai adanya tanda-tanda
gangguan sirkulasi:13
- Tekanan nadi (selisih tekanan sistolik dan diastolik) menyempit < 20 mmHg.
- Hipotensi sesuai usia (< 5 tahun di bawah 80 mmHg; > 5 tahun di bawah 90 mmHg)
Kasus infeksi dengue dengan unusual manifestation sering terjadi pada kasus
anak.Unusual manifestation atau manifestasi yang tidak lazim ini berhubungan dengan
keterlibatan beberapa organ seperti hati, ginjal, jantung, dan gangguan neurologis pada pasien
infeksi dengue.Kejadian unusual manifestation infeksi dengue tersebut dapat pula terjadi pada
kasus infeksi dengue tanpa disertai perembesan plasma. Pada umumnya unusual manifestation
6
Infeksi dengue berat dapat disebabkan oleh kondisi ko-morbid pada pasien seperti usia
bayi, obesitas, lansia, ibu hamil, ulkus peptikum, menstruasi, penyakit hemolitik, penyakit
jantung bawaan, penyakit kronis seperti diabetes melitus, hipertensi, asma, gagal ginjal kronik,
2.5 Patogenesis
Pada umumnya infeksi virus dengue yang pertama bersifat asimtomatis. Demam berdarah
dengue dapat terjadi akibat infeksi sekunder, yaitu seseorang terinfeksi ulang oleh virus dengue
tipe yang berbeda. Apabila seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus
dengue, makaakan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk
jangka waktu yang lama. Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe
virus dengue lainnya, maka akan terjadi infeksi yang berat. Reinfeksi menyebabkan reaksi
7
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif sepanjang
hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat menggigit dan menghisap
darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel
kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Sel
monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan
masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan membentuk komponen
perantara dan komponen struktur virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari
dalam sel. Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih belum diketahui.
Namun, mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan
sindrom renjatan dengue. Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD
adalah:15
a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi
virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi.
Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada
b. Limfosit T terdiri dari T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon
imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu THI akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan
IL-10.
8
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.
Namun proses fagositosi ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin
oleh makrofag.
d. Aktivasi komplen oleh kompleks imun menyebabkan terbentunya C3a dan C5a. Selain
disfungsi endotel dapat menyebabkan kebocoran plasma, peningkatan C3a dan C5a
terjadi melalui aktivasi komplemen virus antibodi yang juga mengakibatkan kebocoran
plasma.
tulang, dan 2) destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada
fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah
trombosis terjadi melalui peningkatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi
trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit
terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan
Perbedaan antara demam dengue dan demam berdarah dengue adalah adanya kebocoran
plasma (plasma leakage), yang mulai terlihat pada hari demam ke 3 dan puncaknya terjadi
umumnya pada hari demam ke 5. Kelengahan dalam memantau ketat pasien pada masa
kebocoran ini dapat mempengaruhi prognosis pasien. Lama perjalanan penyakit dengue yang
klasik umumnya berlangsung selama 7 hari dan terdiri atas 3 fase, yaitu fase demam yang
berlangsung 3 hari (hari sakit ke-1 sampai dengan hari ke 3), fase kritis, dan fase penyembuhan.13
9
Pada fase demam, anak memerlukan minum yang cukup karena demam tinggi. Anak
biasanya tidak mau makan dan minum sehingga dapat mengalami dehidrasi, terlihat sakit berat,
muka dapat terlihat kemerahan (flushing), dan biasanya tanpa batuk dan pilek. Saat ini nilai
Fase demam akan diikuti oleh fase kritis yang berlangsung pada hari ke 4 dan ke 5 (24-48
jam), pada saat ini demam turun, sehingga disebut sebagai fase deffervescene. Pada fase ini
orangtua menganggap anaknya sembuh oleh karena demam turun padahal anak memasuki fase
kritis ketika kebocoran plasma menjadi nyata dan mencapai puncak pada hari ke-5. Pada fase
tersebut akan tampak jumlah trombosit terendah dan nilai hematokrit tertinggi. Pada fase ini,
organ-organ lain mulai terlibat. Meski hanya berlangsung 24-48 jam, fase ini memerlukan
Setelah fase kritis pada DBD, anak memasuki fase penyembuhan, kebocoran pembuluh
darah berhenti seketika, plasma kembali dari ruang interstitial masuk ke dalam pembuluh darah.
Pada fase ini, jumlah trombosit mulai meningkat, hematokrit menurun, dan hitung leukosit juga
mulai meningkat. Fase ini hanya berlangsung 1-2 hari tetapi dapat menjadi fase berbahaya
apabila cairan intravena tetap diberikan dalam jumlah berlebih sehingga anak dapat mengalami
Berbeda dengan DBD, pada DD, setelah fase demam tidak terjadi fase kritis atau
kebocoran plasma sehingga tidak tampak perubahan pada pemeriksaan laboratorium, seperti
peningkatan nilai hematokrit. Kadar leukosit dapat menurun dan setelah 24-48 jam, jumlah
Warning sign (tanda dan bahaya) pada DBD merupakan predictor derajat beratnya
demam berdarah dengue yang mengawali manifestasi syok dan muncul menjelang akhir fase
10
demam, antara hari ketiga sampai hari ke tujuh pada penderita DBD. Warning sign pada penyakit
DBD meliputi nyeri abdomen, muntah yang persisten, perdarahan mukosa dan pembesaran hepar
> 2cm. Nyeri abdomen dan muntah yang persisten merupakan indikasi awal dari kebocoran
plasma dan semakin buruk ketika pasien berkembang ke keadaan syok. Perdarahan mukosa
spontan merupakan manifestasi paling hemoragik. Kelainan hepar adalah hal yang sering
dijumpai pada semua bentuk infeksi dengue, ukuran pembesaran hepar tidak selalu berkolerasi
2.7 Diagnosis
Diagnosis DBD berdasarkan WHO South-East Asia Regional Office (SEARO) 2011
Kriteria Klinis
- Demam: onset akut, tinggi dan terus menerus selama 2-7 hari.
11
- Terdapat manifestasi perdarahan seperti uji tourniquet positif (yang paling sering),
petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi dan hematemesis dan/atau melena.
- Hepatomegali.
- Syok yang ditandai dengan takikardi, nadi lemah dan tekanan nadi yang sempit (<20
mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang teraba dingin dan lembab dan/atau gelisah.
Kriteria Laboratorium:
populasi usia.
terdeteksi dalam darah mulai hari ke 3-5 onset demam, meningkat sampai minggu ke 2 kemudian
masih dapat terdeteksi hingga hari ke-60 sampai hari ke-90.Antibodi IgM muncul dalam waktu
yang lebih lama sehingga pemeriksaan antibodi dilakukan setelah hari ke 5 demam.Pada infeksi
sekunder (pasien sebelunya pernah terinfeksi virus dengue) titer antibodi meningkat cepat. IgG
terdeteksi tinggi bahkan pada fase awal demam dan bertahan hingga beberapa bulan. Pada
infeksi primer, konsentrasi IgM lebih tinggi dibandingkan pada infeksi sekunder. Maka rasio
IgM/IgG biasanya digunakan untuk membedakan antara infeksi dengue primer dan sekunder.6,9
Kondisi yang menyerupai demam dengue pada fase demam adalah flu-like syndromes
12
hemokonsentrasi dapat membedakan DBD/DSS dengan penyakit lain. Pada pasien dengan
peningkatan hematokrit yang tidak signifikan dapat terjadi karena perdarahan masif dan/atau
telah mendapat terapi cairan. Demam dengue dengan rash dapat menyerupai Rubella, Measles,
scarlet fever, infeksi meningokokus, dan Chikungunya. Demam dengue dengan manifestasi
2.9 Penatalaksanaan
Menurut WHO (2012) manajemen klinis pada dengue, pasien dibagi menjadi 3 kriteria
yaitu A,B dan C. Kriteria ini dibentuk berdasarkan ada atau tidak tanda bahaya (warning sign)
pada kasus dengue yang ditangani seperti nyeri perut, muntah, terdapat akumulasi cairan,
perdarahan mukosa, letargi, lemah, pembesaran hati > 2 cm, kenaikan hematokrit seiring dengan
Pada kriteria A, pasien tidak memiliki warning sign dan pasien umumnya dapat
dipulangkan. Namun, pasien harus dilakukan monitor dengan rutin melakukan pemberian cairan,
ada buang air kecil setidaknya 1 kali dalam 6 jam dan tidak terdapat warning sign. Pasien dengan
sakit > 3 hari harus diperiksa sel darah putih, trombosit dan hematokrit untuk memantau
perkembangan penyakitnya terutama pada masa kritis.Pasien dengan hematokrit yang stabil
dapat dipulangkan dengan terus memantau kondisi pasien, apabila terjadi perburukan atau
yang dapat diberikan adalah pemberian intake cairan yang adekuat untuk mengganti setiap cairan
sesuai dengan demam dan muntah pada pasien.Pemberian cairan dilakukan secara sedikit-sedikit
dan sering karena pasien umumnya mual dan muntah. Cairan yang dapat diberikan adalah seperti
air kelapa, jus buah, sup, cairan rehidrasi oral yang juga membantu apabila terdapat penurunan
elektrolit. Pemberian Paracetamol 10 mg/kg/dosis sebanyak 3-4 kali per hari dapat diberikan
13
apabila pasien masih terdapat gejala demam.Pasien juga disarankan untuk kembali ke pelayanan
kesehatan apabila terdapat warning sign atau tidak adanya perbaikan dari gejala yang dimiliki.
Pada kriteria B, pasien akan dilakukan rawat inap karena pasien memiliki warning sign,
atau DBD yang diperberat seperti hamil, hipertensi, gagal ginjal atau memiliki permasalahan
social seperti tinggal sendirian atau berada jauh dari pusat kesehatan. Pemberian cairan pada
pasien kriteria B harus dilakukan untuk menghindari perkembangan penyakit menjadi status
syok.Terapi yang diberikan pada pasien adalah pemasangan infus cairan isotonik RL atau NaCl
0,9%. Pemberian cairan dimulai dengan 5-7 ml/kgbb/jam untuk 1-2 jam pertama, kemudian
dikurangi menjadi 3-5 ml/kgbb/jam untuk 2-4 jam selanjutnya, kemudian dikurangi menjadi 2-3
ml/kgbb/jam atau maintenance cairan sesuai dengan manifestasi klinis yang didapat. Periksa
kembali nilai hematokrit pasien, jika ada perbaikan atau terjadi peningkatan sedikit maka ulangi
pemberian cairan 2-3 ml/kgbb/jam selama 2-4 jam. Jika tanda vital menurun dan terjadi
peningkatan hematokrit secara cepat maka pemberian cairan ditingkatkan 5-10 ml/kgbb/jam
selama 1-2 jam. Berikan maintenance cairan 24-48 jam apabila perfusi jaringan dan urine output
dalam kondisi baik. Lakukan pemantauan tanda vital, hematokrit, balance cairan sebelum dan
Kriteria C merupakan pasien dengan kondisi dengue berat karena berada pada kondisi
kritis yang umumnya disertai kebocoran plasma yang berat yang dapat menyebabkan syok atau
respiratory distress, perdarahan dan gangguan organ. Pasien pada kondisi ini harus segera
dirawat di pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas transfusi darah apabila terjadi perdarahan
2.10 Komplikasi
14
Komplikasi fatal dari DHF adalah DSS yang dapat disebabkan oleh virus tipe manapun
dari keempat tipe virus dengue.Angka kejadian kematian DSS lebih besar disebabkan oleh
hipotensi dibandingkan perdarahan yang terjadi. Pathogenesis terjadinya DHF yaitu kebocoran
plasma dengan hemokonsentrasi apabila ditangani dengan tidak tepat, maka akan dapat
mengakibatkan hipotensi dan syok. Komplikasi lain yang dapat terjadi yaitu gagal ginjal, efusi
Orang tua harus diberitahu mengenai petanda gejala syok yang mengharuskan anak
dibawa ke rumah sakit. Petanda tersebut antara lain adalah keadaan yang memburuk sewaktu
pasien mengalami penurunan suhu, setiap perdarahan yang ditandai dengan nyeri abdominal akut
dan hebat, mengantuk, lemah badan, tidur sepanjang hari, menolak untuk makan dan minum,
lemah badan, gelisah, perubahan tingkah laku, kulit dingin, lembab, tidak buang air kecil selama
4-6 jam. Anak harus dirawat apabila ada tanda-tanda syok, sangat lemah sehingga asupan oral
tidak dapat mencukupi, perdarahan, hitung trombosit <100.000/mm3, dan atau peningkatan
hematokrit >10-20%, perburukan ketika penurunan suhu, nyeri abdominal akut hebat serta
Pasien dapat dipulangkan apabila pasien tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik,
kondisi klinis membaik, nafsu makan baik, nilai hematokrit stabil, tidak ada sesak napas, dan
2.13 Prognosis
Prognosis DHF dapat dikatakan baik, karena DHF merupakan penyakit self-limting
disease.Angka kematian untuk DHF yang tertangani medis adalah 2-5%.Bila DHF tidak
15
ditangani, angka kematiannya meningkat sampai 50%. Apabila telah terjadi syok, maka angka
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Umur : 16 tahun
Suku : Minang
Anamnesis : Alloanamnesis
16
Diberikan oleh : Ibu pasien
Sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit ibu pasien mengeluhkan anaknya demam.
Demam tiba-tiba tinggi. Demam dirasakan sepanjang hari dan tidak dipengaruhi waktu. Suhu
tertinggi pasien 39,6’C. Demam tidak disertai berkeringat di malam hari, tidak menggigil, tidak
ada mimisan, dan tidak ada kejang, gusi berdarah (+). Pasien juga mengeluhkan BAB berwarna
hitam, konsistensi cair dengan frekuensi 3x dalam satu hari, dengan volume kurang lebih ½ gelas
aqua. BAK berdarah tidak ada. Terdapat nyeri kepala, nyeri perut, nyeri pada sendi-sendi tangan
dan kaki. Nyeri dibelakang mata tidak ada. Nafsu makan menurun. Badan terasa lemas. Mual
(+), muntah (-). Batuk tidak ada, pilek tidak ada, sesak nafas tidak ada.
Pasien sebelumnya telah dibawa ke klinik dan diberikan obat penurun panas tetapi keluhan tidak
berkurang, lalu pasien dibawa berobat ke RSUD AA untuk dilakukan pengobatan lebih lanjut.
Tidak ada anggota keluarga yang dirawat di RS dengan demam berdarah dengue sebelumnya.
17
Pasien anak pertama dari 3 bersaudara. Ibu pasien rutin melakukan ante natal care 1 kali sebulan
dan ibu tidak ada riwayat sakit selama kehamilan. Pasien lahir cukup bulan, lahir spontan di
klinik ditolong Bidan dengan BBL 3000 gram dan PBL 4,8 cm.
- Makanan biasa berupa nasi dengan variasi lauk, sayur dan buah mulai diberikan sejak
Riwayat Imunisasi
BCG (+), Polio 3x (+), DPT 3x (+), Hepatitis B (+), Hib (-), Campak (-).
Riwayat pertumbuhan
TBS : 168 cm
BBS : 55 kg
Riwayat Perkembangan
- Pasien bersekolah di SMK dan dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
Lingkungan rumah dan sekolah terdapat tumpukan sampah dan banyak nyamuk.
18
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum: tampak sakit sedang
Tanda-tanda vital
TD : 101/70 mmHg
Suhu : 36,6 ‘C
Nadi : 66 x/menit
Nafas : 26 x/menit
Gizi
TB : 168 cm
LILA : 23 cm
Lingkar Kepala : 54 cm
Kepala : Normochepale
Rambut : Hitam, lebat, tidak mudah dicabut
Mata : cekung (-), edema palpebra (-)
19
Hidung : keluar cairan (-), keluar darah (-), pernapasan cuping hidung (-)
Mulut
Palatum : Utuh
Leher
Dada
Inspeksi : Normochest, ictus cordis tidak terlihat, tidak ditemukannya retraksi,
midclavicularis sinistra
Auskultasi : Pulmo : Suara nafas vesikuler (+/↓), wheezing (-), ronkhi (-)
20
Abdomen
Perkusi : timpani
Status Neurologis
21
Hematokrit 51,1 %
Eritrosit 6,02x 106/µL
MCV 84,9 fL
MCH
MCHC 27,2 pg
Basofil
Eosinofil 32,1 g/dL
Neutrofil
Limfosit 0,5 %
Monosit
1,7 %
20,7 %
62,5 %
14,6 %
- Demam 5 hari
- Mual (+)
- Lemah
- BAB hitam
- Hepatomegali
22
- Akral dingin, CRT 3 detik
- Leukopenia
- Trombositopeni
- Hematokrit meningkat
Diagnosis Kerja
Diagnosa Banding
- Malaria
Periksaan Anjuran :
Terapi :
Medikamentosa
- Injeksi omeprazole 1 x 40 mg
Nonfarmakologi
23
Kebutuhan kalori
= RDA x BBI
=61 x (50-60)
Prognosis :
24
S Nyeri sendi (+) Nyeri sendi Nyeri sendi (-)
Nyeri perut (+) berkurang Nyeri perut (-)
Nyeri kepala (+) Nyeri perut (+) Nyeri kepal (-)
Bab cair (+) Nyeri kepala (+) Bab cair (-)
Demam (-) Bab cair (-) Demam (-)
Mual muntah (-) Demam (-) Mual muntah (-)
Minum 1,5 liter/hari Mual muntah (-) Minum 2 liter/hari
Nafsu makan Minum 1,5 liter/hari Nafsu makan baik
menurun Nafsu makan BAK 6 kali
BAK 5 kali membaik
BAK 6 kali
O Keadaan Umum: Keadaan Umum: Keadaan Umum:
Tampak sakit Tampak sakit Tampak sakit
sedang sedang sedang
Kesadaran: Kesadaran: Kesadaran:
komposmentis komposmentis komposmentis
kooperatif kooperatif kooperatif
TD: 105/70 mmHg TD 110/60 mmHg TD : 120/80 mmHg
N : 66 x/menit N : 68 x/menit N : 70 x/menit
Suhu : 36,8 oC Suhu : 36,5 oC Suhu : 36,4 oC
RR : 20 x/ menit RR : 20 x/ menit RR : 18 x/ menit
BB: 55 kg BB: 55 kg BB: 55 kg
Akral hangat Akral hangat Akral hangat
CRT < 2 detik CRT < 2 detik CRT <2 detik
Ptekie (+) Ptekie (+) Ptekie (-)
25
l (↓) x10^3/µl (↓) x10^3/µl (↓)
- Ht: 44,2% - Ht: 45.9% - Ht: 43,7%
- Trombosit: - Trombosit: - Trombosit:
50x10^3/µl (↓) 63x10^3/µl (↓) 117x10^3/µl (↓)
BAB IV
PEMBAHASAN
26
Telah dilaporkan kasus DHF with warning sign. DHF with warning sign pada pasien ini
ditegakkan berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Dari anamnesis yang
didapatkan bahwa pasien telah mengalami demam yang mendadak tinggi sejak 5 hari disertai
mual, serta nyeri pada sendi, pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan efusi pleura dan hepatomegali, pada hasil laboraturium didapatkan trombositopenia
dan hematokrit yang meningkat. Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis berdasarkan WHO 2011
a.Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
c.Pembesaran hati
d.Syok yang ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan
tekanan nadi (= 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan
dingin, kulit lembab, CRT memanjang (>2 detik) dan pasien tampak gelisah
2.Laboratorium yaitu :
Selain itu pasien ini mengeluhkan sesak nafas dan cenderung nyaman dengan posisi tidur
miring ke kiri, pada saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan inspeksi dada adanya gerakan
27
dinding dada yang tertinggal, pada palpasi didapatkan vocal premitus melemah sebelah kiri, pada
perkusi didapatkan redup pada lapang paru sebelah kiri. Pada auskultasi didapatkan suara
vesikuler melemah. Dimana hal ini merupakan tanda dan gejala efusi pleura.
Pada pasien ini didapatkan 4 gejala klinis dan 2 tanda laboratorium. Pasien ini juga
didapatkan beberapa warning sign seperti muntah, nyeri perut, hepatomegali, penurunan
trombosit dan kenaikan hematokrit, sehingga pasien didiagnosis Dengue Hemorraghic Fever
dengan warning sign. Pada pasien ini ditemukan adanya tanda-tanda syok.
Nyeri perut merupakan salah satu warning sign yang ditemukan pada pasien. WHO
melaporkan sebanyak 37.4 – 51.7% pasien anak mengeluhkan nyeri perut. Nyeri perut biasanya
terjadi pada pasien DSS akibat dari pendarahan gastrointestinal. Penatalaksanaan yang diberikan
Penatalaksanaan DHF dengan warning sign adalah tatalaksana yang bersifat suportif.
Pasien ini mendapat terapi cairan kristaloid ringer lactat. Pada hari pertama diberikan 3
cc/kgBB/jam. Kemudian hari berikutnya dinaikkan menjadi 7cc/kgBB/jam dan setelah 2 jam
diturunkan 5 cc/kgBB/jam (200 cc/jam) dan 2 jam berikutnya diturunkan menjadi 3 cc/kgBB/jam
(150 cc/jam). Pada pasien kemudian dilakukan tata laksana syok dikarenakan Ht > 20% sehingga
diberikan tatalaksana cairan pada syok dengan pemberian 10 cc/kgBB/jam dalam 1 jam
kemudian 7 cc/kgBB/jam dalam 2 jam berikutnya dan 5 cc/kgBB/jam dan selanjutnya diberikan
Gelofuchsin 3 cc/kgBB/jam. total cairan intravena setara dewasa, yaitu 3000 ml/24 jam. 12
Penurunan dosis cairan dapat dipertimbangkan berdasarkan kondisi klinis, tanda vital, diuresis
dan hematokrit.9
Kebocoran plasma yang disebabkan respon imunologi akan berhenti sendiri. Tatalaksana
yang diberikan kepada pasien adalah oksigen, cairan, istirahat yang cukup dan nutrisi. Selain itu
28
diberikan pula obat antipiretik, dengan menghindari pemberian aspirin dan NSAID karena obat-
obat tersebut dapat mencetuskan pendarahan. Hal yang paling penting dalam tatalaksana DHF
Berdasarkan anamnesis adanya nyeri ulu hati, mual dan muntah, dan dari pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri tekan pada epigastrium. Penatalaksanaan yang diberikan adalah injeksi
omeprazol. Pada pasien ini dikontraindikasikan untuk pemberian ranitidin karena hasil
membutuhkan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk muncul, tetapi pada sebagian
individu yang peka bisa terjadi pada 12 jam setelah injeksi. Ranitidin dapat menyebabkan
penurunan dari trombosit karena kegagalan produksi dari sumsum tulang, destruksi imun, dan
Faktor- factor yang terdapat pada pejamu (host) dibawah ini berperan dalam perburukan
penyakit yaitu : Bayi dan orang tua, Wanita hamil, Thalassemia, Hemoglobinopati, Diabetes
mellitus, Asma, Gagal ginjal kronis, Pasien yang mendapatkan pengobatan steroid ataupu
OAINS, Dll.
Tatalaksana non farmakologis pada pasien adalah bed rest, diet makanan lunak serta pasien
diberi cukup intake cairan (minum). Serta, diet tinggi karbohidrat serta tinggi protein. Pada
diakibatkan oleh agregasi trombosit yang terjadi akibat dari perlekatan kompleks antigen-
29
antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran Adenosin diphosphate (ADP),
sehingga trombosit dihancurkan oleh Retikuloendotelial system (RES). Agregasi trombosit ini
juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, walaupun jumlah trombosit masih cukup
banyak, namun tidak berfungsi baik. Gambaran sumsum tulang pada awal infeksi menunjukkan
keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Masa krisis yang telah terlewati maka akan terjadi
Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit diperikirakan sebagai penyebab utama pada
pasien dengan DHF. Pemberian transfusi trombosit diberikan apabila terdapat perdarahan aktif,
trombosit < 20.000 tanpa perdarahan aktif. Selain itu, trombositopenia pada kasus DBD masih
DAFTAR PUSTAKA
30
1. Henilayati NPN. Perbedaan profil Laboraturium penyakit demam berdarah anak dan
dewasa pada fase kritis.Media medika muda 2015;4(4):1305-1314.
2. Pusat data dan surveilens epidemiologi Kementrian Kesehetan RI. Demam Berdarah
dengue. Bulletin jendela epidemilogi.
3. Pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI. Situasi penyakit demam berdarah di
Indonesia tahun 2017.
4. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi penyakit demam berdarah
di Indonesia. Jakarta: 2016. 2-9.
5. Dinas kesehatan Provinsi Riau .Profil Kesehatan Provinsi Riau 2016. Pekanbaru
6. World Health Organization. Comprehensive guideline for prevention and control of
dengue and dengue hemmorhagic fever revised and expanded edition. India: 2011. p. 17-
45.
7. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi penyakit demam berdarah
di Indonesia. Jakarta: 2016. 2-9.
8. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Situasi penyakit demam berdarah di
Indonesia Tahun 2017. Infodatin. Jakarta: 2018. 2-7.
9. World Health Organization. Dengue guidelines for diagnosis, treatment, prevention and
control. New edition. Geneva: 2009. p. 2-46.
10. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman pelayanan medis. 2009. h. 141-9.
11. Amala FN. Hubungan kadar trombosit dan peningkatan hematokrit dengan manifestasi
perdarahan pasien DBD anak di RSUD Dr. Harjono Ponorogo. UMS. Surakarta: 2019. 7-
9.
12. Hadinegoro SR, Kadim M, Devaera Y, Idris NS, Ambasari CG. Update management of
infection disease and gastrointestinal disorders. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-
RSCM. Cetakan pertama Jakarta: 2012. h. 16-50.
13. WHO-TDR. Handbook for clinical mangement of dengue. Geneva. WHO. 2012. p. 1-5.
14. Candra A. Demam berdarah dengue: epidemiologi, patogenesis, dan faktor risiko
penularan. Semarang: aspirator; 2010; 2(2): 110–9.
15. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta: Internal Publishing; 2009. h. 2773-9.
31
16. Cahyani AM, Tjeng WS, Khotimah SC. Hubungan antara peningkatan nilai hematokrit,
derajat trombositopenia, dan status gizi lebih dengan kejadian syok pada pasien demam
berdarah dengue anak di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Jurnal Kedokteran
Mulawarman. 2018; 4(1). 21-26.
17. Kliegman RM, Behrman RE, Jenon HB, Stanton BF. Nelson textbook of pediatrics. Edisi
18. USA: Saunders Elsevier; 2004. p. 1412-5.
18. Guilarde AO, Turchi MD, Siqueira JB, Feres VCR, Rocha B, Levi JE, et al. Dengue and
dengue hemorrhagic fever among adults: clinical outcomes related to viremia, serotypes,
and antibody response. J Infect Dis. 2008;197. p. 817–24.
19. Rampengan NH, Daud N, Warouw S, Ganda IJ. Albumin globulin ratio in children with
dengue virus infection at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital, Manado Indonesia. Bali Med
J. 2017; 5(3): 562-7.
32