Anda di halaman 1dari 12

1

LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR CRURIS

NAMA : Afifudin Ibrahim


NIM : P27220017002
KELAS : 2A D-III Keperawatan

JURUSAN D-III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
SURAKARTA
2018
2

A. PENGERTIAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai


dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari
yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).

Cruris berasal dari bahasa latin crus atau cruca yang berarti tungkai bawah


yang terdiri dari tulang tibia dan fibula (Ahmad Ramali).
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner &
Suddart, 2000).

B. ETIOLOGI
1. Trauma

Fraktur karena trauma dapat dibagi menjadi 2 yaitu:


a.       Trauma langsung. Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat
tersebut.
b.      Trauma tidak langsung. Titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan.

2.      Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses
pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang
bermetastase atau osteoporosis.
3

3.      Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan


Tulang juga bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang
tersebut tidak mampu mengabsorpsi energi atau kekuatan yang
menimpanya.

4.      Spontan . Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.

5.      Fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung,


jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi atau gerakan memuntir yang
keras.

6.      Fraktur tibia dan fibula secara umum akibat dari pemutaran


pergelangan kaki yang kuat dan sering dikait dengan gangguan
kesejajaran. (Apley, G.A. 1995 : 840
4

C. PATYWAYS

1. Trauma langsung : kecelakaan


2. Trauma tidaklangsung : jatuh

Kerusakan Fraktur cruris post Resiko trauma


integritas kulit operasi

Resiko infeksi

Kerusakan jaringan Kerusakan pembuluh


darah

Pergeseran
Perdarahan
fragmen tulang Spasme otot

Kerusakan Itematum seluruh


Deformitas Nyeri pembuluh Nyeri
medula
darah

Gangguan fungsi

Nekrosis
Gangguan mobilitas Inflamasi
fisik

Proses penyembuhan
tulang
5

D. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
f. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
g. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
h. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
i. Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal

F. PENATALAKSANAAN

j. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi


fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali
seperti letak semula.
k. Imobilisasi fraktur
Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
l. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
a. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai
kebutuhan
b. Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
c. Status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri,
perabaan gerakan) dipantau
d. Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk
meminimalakan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah
6

G. KOMPLIKASI
m. Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi yang tidak
seharusnya.
n. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
o. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali

KONSEP ASUHAN KEPARAWATAN

1.1  Pengkajian
1.      Identitas Pasien

a.       Riwayat Penyakit Sekarang

Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan
banyak aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun, (Brunner & suddarth,
2002)

b.      Riwayat Penyakit dahulu

Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses
perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong)

c.       Riwayat Penyakit Keluarga

Fraktur bukan merupakan penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat keluarga
dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi perawatan post
operasi

2.      Pola Kebiasan

a.       Pola Nutrisi : Tidak mengalami perubahan, namun beberapa kondisi dapat


menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat, dampak hospitalisasi
7

b.      Pola Eliminasi : Pasien dapat mengalami gangguan eliminasi BAB seperti


konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya program eliminasi

c.       Pola Istirahat : Kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami


perubahan yang berarti, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola
istirahat terganggu atau berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan
dampak hospitali

d.      Pola Aktivitas : Hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur sehingga


aktivitas pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk aktivitas yang
sifatnya ringan pasien masih dapat melakukannya sendiri, (Doenges, 2000)

e.       Personal Hygiene : Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya,


namun harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan pasien
ditempat tidur.

f.       Riwayat Psikologis : Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas, selain itu
dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image, psikologis ini dapat muncul
pada pasien yang masih dalam perawatan dirumah sakit.

g.      Riwayat Spiritual : Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat spiritualnya
tidak mengalami gangguan yang berarti

h.      Riwayat Sosial : Adanya ketergantungan pada orang lain dan sebaliknya pasien
dapat juga menarik diri dari lingkungannya karena merasa dirinya tidak berguna

i.        Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat


kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai secara
berurutan dari kepala sampai kejari kaki.

3.      Inspeksi : Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat, laserasi, kemerahan


mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme otot dan keadaan kulit.

4.      Palpasi : Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot oleh sentuhan kita


adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya
terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan di daerah luka insisi.

5.      Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.


8

6.      Auskultasi ; Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui


struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit bergerak. Pada
pasien fraktur pemeriksaan ini pada areal yang sakit jarang dilakukan, (Brunner &
Suddarth, 2002)

2.2  Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien pasca operasi ortopedi
adalah sebagai berikut.

1. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan,


prosedur pembedahan, adanya alat imobilisasi (misal bidai, traksi, gips).
2. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan, dan
imobilisasi.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan,
prosedur pembedahan, adanya alat imobilisasi (misal bidai, traksi, gips).

 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasive.

3.3  Rencana Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan pada klien postoperatif ortopedi disusun seperti
berikut :

1.         Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan, dan


imobilisasi.

Tujuan nyeri berkurang atau hilang dengan

Kriteria Hasil :

1.      Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang

2.      Meninggikan ekstremitas untuk mengontrol pembengkakan dan


ketidaknyamanan.

3.      Bergerak dengan lebih nyaman

Intervensi :
9

a. Lakukan pengkajian nyeri meliputi skala, intensitas, dan jenis nyeri.


Untuk mengetahui karakteristik nyeri agar dapat menentukan diagnosa
selanjutnya.

b.      Kaji adanya edema, hematom, dan spasme otot.

 Adanya edema, hematom dan spasme otot menunjukkan adanya penyebab


nyeri

c.       Tinggikan ekstremitas yang sakit.

Meningkatkan aliran balik vena dan mengurangi edema dan mengurangi


nyeri.

d.      Berikan kompres dingin (es).

Menurunkan edema dan pembentukan hematom

e.       Ajarkan klien teknik relaksasi, seperti distraksi, dan imajinasi terpimpin.

Menghilangkan atau mengurangi nyeri secara non farmakologis

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan, prosedur


pembedahan, adanya alat imobilisasi (misal bidai, traksi, gips)

Tujuan pasien mampu melakukan mobilisasi sesuai terapi yang diberikan

Kriteria hasil :

1.      Klien memaksimalkan mobilitas dalam batas terapeutik.

2.      Menggunakan alat imobilisasi sesuai petunjuk.

3.      Mematuhi pembatasan pembebanan sesuai anjuran

Intervensi :

a.       Bantu klien menggerakkan bagian cedera dengan tetap memberikan sokongan


yang adekuat.

Agar dapat membantu mobilitas secara bertahap

b.      Ekstremitas ditinggikan dan disokong dengan bantal.


10

Meningkatkan aliran balik vena dan mengurangi edema dan mengurangi


nyeri

c.       Nyeri dikontrol dengan bidai dan memberikan obat anti-nyeri sebelum


digerakkan.

Mengurangi nyeri sebelum latihan mobilitas

d.      Ajarkan klien menggunakan alat bantu gerak (tongkat, walker, kursi roda), dan
anjurkan klien untuk latihan.

Alat bantu gerak membantu keseimbangan diri untuk latihan mobilisasi

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

Tujuan tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil : Tidak terjadi Infeksi

Intervensi :

a.       Kaji respon pasien terhadap pemberian antibiotik

Untuk menentukan antibiotic yang tepat untuk pasien

b.      Pantau tanda-tanda vital

Peningkatan suhu tubuh di atas normal menunjukkan adanya tanda-tanda


infeksi

c.       Pantau luka operasi dan cairan yang keluar dari luka

Adanya cairan yang keluar dari luka menunjukkan adanya tanda infeksi
dari luka.

d.      Pantau adanya infeksi pada saluran kemih

Retensi urine sering terjadi setelah pembedahan

4.4  Evaluasi
1.      Nyeri berkurang sampai dengan hilang

2.      Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan perifer

3.      Pemeliharaan kesehatan terjaga dengan baik


11

4.      Dapat melakukan mobilitas fisik secara mandiri.

5.      Tidak terjadi perubahan konsep diri; citra diri, harga diri dan peran diri
12

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Sylvia Price. 2001. Pathofisiologi Konsep Klinisk Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:


EGC.

Mansjoer, Arif. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius. FKUI.

Muttaqin, Arif. 2005. Ringkasan Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien


Gangguan Sistem Muskuloskletal. Edisi 1.

Berdasarkan Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction

Anda mungkin juga menyukai