Anda di halaman 1dari 27

KKPMT II ( BIOMEDIK )

PATOLOGI PADA KELENJAR PARATIROID

Disusun Oleh:

Diah Rohmah Hidiyah Sucihati 16303101

Meisty Putri Pujastuty 16303091

Sonia Kinanti 16303118

Ulpizah 16303113

RMIK R31/16

REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

POLITEKNIK PIKSI GANESHA

TAHUN 2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Selama sekresi hormone paratiroid (PTH), kelenjar paratiroid bertanggung


jawab mempertahankan kadar kalsium ekstraseluler. Hiperparatiroidisme adalah
karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormone paratiroid, hormon
asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung oleh
konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah
meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium
dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan
meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia,
jika kekurangan cairan fosfat. hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer,
sekunder dan tersier. (Lawrence Kim, MD, 2005)

Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang


tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering
disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi
paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid
(secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui.
B. TUJUAN

Makalah ini dibuat sebagai pedoman bagi Mahasiswa agar dapat mengetahui
tentang kelenjar paratiroid, memahami asuhan keperawatan pada pasien yang
terkena penyakit / gangguan yang ditimbulkan jika kelenjar paratiroid tak berfungsi
normal.

C. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah kelenjar paratiroid ?


2. Bagaimana mahasiswa memahami etiologi patologi pada kelenjar paratiroid ?
3. Bagaimana mahasiswa memahami patofisiologi kelenjar paratiroid ?
4. Bagaimana mahasiswa memahami manifestasi klinik patologi pada kelenjar
paratiroid ?
5. Bagaimana mahasiswa memahami pemeriksaan diagnosa patologi pada kelenjar
paratiroid ?
6. Bagaimana mahasiswa memahami komplikasi patologi pada kelenjar paratiroid ?
7. Bagaimana mahasiswa memahami penatalaksanaan patologi pada kelenjar
paratiroid ?
8. Bagaimana mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan
patologi pada kelenjar paratiroid ?
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI FISIOLOGI KELENJAR PARATIROID

1. Anatomi

Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus


ketiga dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus pharyngeus keempat
cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar tiroid yang membentuk kelenjar
paratiroid dibagian kranial. Kelenjar yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga
merupakan kelenjar paratiroid bagian kaudal, yang kadang menyatu dengan kutub
bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya sangat bervariasi. Kelenjar paratiroid
bagian kaudal ini bisa dijumpai pada posterolateral kutub bawah kelenjar tiroid, atau
didalam timus, bahkan berada dimediastinum. Kelenjar paratiroid kadang kala
dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid. (R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2004,
695)

Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak
tepat dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua
di kutub inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat
cukup bervariasi, jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum.
Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter,
dan tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik lemak coklat
kehitaman. Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama terutama mengandung sel
utama (chief cell) yang mengandung apparatus Golgi yang mencolok plus retikulum
endoplasma dan granula sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon
paratiroid (PTH). Sel oksifil yang lebih sedikit namun lebih besar mengandung
granula oksifil dan sejumlah besar mitokondria dalam sitoplasmanya Pada manusia,
sebelum pubertas hanya sedikit dijumpai, dan setelah itu jumlah sel ini meningkat
seiring usia, tetapi pada sebagian besar binatang dan manusia muda, sel oksifil ini
tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil masih belum jelas, sel-sel ini mungkin merupakan
modifikasi atau sisa sel utama yang tidak lagi mensekresi sejumlah hormon.

2. Fisiologi

Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone,


PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin mengatur kadar kalsium
dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat
sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH
akan merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi
kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan
kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam
mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus. (R.
Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004, 695)

B. KONSEP DASAR

1. Hiperparatiroidisme

a. Pengertian

Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid


oleh kelenjar paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya
batu ginjal yang mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 2,
yaitu hiperparatiroidisme primer dan sekunder. Hiperparatiroidisme primer terjadi
dua atau tiga kali lebih sering pada wanita daripada laki-laki dan pada pasien-
pasien yang berusia 60-70 tahun. Sedangkan hiperparatiroidisme sekunder disertai
manifestasi yang sama dengan pasien gagal ginjal kronis. Rakitisi ginjal akibat
retensi fosfor akan meningkatkan stimulasi pada kelenjar paratiroid dan
meningkatkan sekresi hormon paratiroid. (Brunner & Suddath, 2001)

Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan


kelebihan sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi
hormon paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium.
Efek utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan
kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang,
meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal.
Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat.
hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier.
(Lawrence Kim, MD, 2005, section 2).

Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar


paratiroid memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada
pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak
normal dapat membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar
kalsium. dengan kata lain satu dari keempat terus mensekresi hormon paratiroid
yang banyak walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau meningkat.
(www.endocrine.com)

b. Etiologi

Menurut Lawrence Kim, MD. 2005,etiologi hiperparatiroid yaitu:

1. Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma


tunggal.

2. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai


adenoma atau hyperplasia). Biasanya herediter dan frekuensinya berhubungan
dengan kelainan endokrin lainny
3. Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma.
Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui.
Kasus keluarga dapat terjadi baik sebagai bagian dari berbagai sindrom
endrokin neoplasia, syndrome hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme
turunan. Familial hypocalcuric dan hypercalcemia dan neonatal severe
hyperparathyroidism juga termasuk kedalam kategori ini.

4. Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari
kelenjar yang multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada ± 15 %
pasien semua kelenjar hiperfungsi; chief cell parathyroid hyperplasia.

c. Patofisiologi

Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh


hiperplasia atau neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya
berhubungan dengan gagal ginjal kronis.

Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma


paratiroid jinak; 18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid: dan
2% kasus disebabkan oleh karsinoma paratiroid (damjanov,1996). Normalnya
terdapat empat kelenjar paratiroid. Adenoma atau karsinoma paratiroid ditandai
oleh pembesaran satu kelenjar, dengan kelenjar lainnya tetap normal. Pada
hiperplasia paratiroid, keempat kelenja membesar. Karena diagnosa adenoma atau
hiperplasia tidak dapat ditegakan preoperatif, jadi penting bagi ahli bedah untuk
meneliti keempat kelenjar tersebut. Jika teridentifikasi salah satu kelenjar tersebut
mengalami pembesaran adenomatosa, biasanya kelenjar tersebut diangkat dan
laninnya dibiarkan utuh. Jika ternyata keempat kelenjar tersebut mengalami
pembesaran ahli bedah akan mengangkat ketiga kelelanjar dan meninggalkan satu
kelenjar saja yang seharusnya mencukupi untuk mempertahankan homeostasis
kalsium-fosfat.

Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia


primer, karena keempat kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran kelanjar
paratiroid dan hiperfungsinya adalah mekanisme kompensasi yang dicetuskan
oleh retensi format dan hiperkalsemia yang berkaitan dengan penyakit ginjal
kronis. Osteomalasia yang disebabkan oleh hipovitaminosis D, seperti pada
riketsia, dapat mengakibatkan dampak yang sama.

Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH


terutama bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan
resorpsi kalsium dari limen tubulus ginjal. Dengan demikian mengurangi eksresi
kalsium dalam urine. PTH juga meningkatkan bentuk vitamin D3 aktif dalam
ginjal, yang selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari makanan dalam usus.
Sehingga hiperkalsemia dan hipofosatmia kompensatori adalah abnormlitas
biokimia yang dideteksi melalui analisis darah. Konsentrasi PTH serum juga
meningkat. ( Rumahorbor, Hotma,1999)

Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal


dapat menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering
terjadi adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang
karena peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering
terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara langsung. (Lawrence Kim, MD,
2005, section 5)

Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung


bisa menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal.
Secara fisiologis sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum.
Mekanisme ini tidak aktif pada keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar,
dimana hipersekresi PTH berlangsung bersamaan dengan hiperkalsemia.
Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi dari usus merupakan
efek langsung dari peningkatan PTH.

Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal


mereabsorpsi kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria.
Hal ini dapat meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang mana dapt menimbulkan
penurunan kreanini klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium
ekstraselular dapat mengendap pada jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat
kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit, jaringan subkutis, tendon (kalsifikasi
tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis). Vitamin D memainkan peranan
penting dalam metabolisme kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH untuk bekerja di
target organ.

d. Manifestasi Klinik

Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat


terganggunya beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah,
kelemahan otot, mual, muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat
terjadi; semua ini berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah.
Manifestasi psikologis dapat bervariasi mulai dari emosi yang mudah tersinggung
dan neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek langsung
kalsium pada otak serta sistem saraf. Peningkatan kadar kalsium akan
menurunkan potensial eksitasi jaringan saraf dan otot.

Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan
dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi
hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium
fosfat dalam pelvis da ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (rena
calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.

Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat


terjadi akibat demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel
raksasa benigna akibat pertumbuhan osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat
mengalami nyeri skeletal dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung dan
persendian; nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur patologik; deformitas; dan
pemendekkan badan. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan
hiperparatiroidisme merupakan faktor risiko terjadinya fraktur.

Insidens ulkus peptikum dan prankreatis meningkat pada


hiperparatiroidisme dan dapat menyebabkan terjadinya gejala gastroitestinal.
(Brunner & Suddath, 2001)

e. Pemeriksaan Diagnostik

Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level


kalsium dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit
lain dapat menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya
hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak hormon
paratiroid. Pemeriksaan radioimmunoassay untuk parathormon sangat sensitif dan
dapat membedakan hiperparatiroidisme primer dengan penyebab hiperkalasemia
lainnya pada lebih dari 90 % pasien yang mengalami kenaikan kadar kalsium
serum.

Kenaikkan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran yang


nonspesifik karena kadar dalam serum ini dapat berubah akibat diet, obat-obatan
dan perubahan pada ginjal serta tulang. Perubahan tulang dapat dideteksi dengan
pemeriksaan sinar-x atau pemindai tulang pada kasus-kasus penyakit yang sudah
lanjut. Penggambaran dengan sinar X pada abdomen bisa mengungkapkan adanya
batu ginjal dan jumlah urin selama 24 jam dapat menyediakan informasi
kerusakan ginjal dan resiko batu ginjal. Pemeriksaan antibodi ganda hormon
paratiroid digunakan untuk membedakan hiperparatiroidisme primer dengan
keganasan, yang dapat menyebabkan hiperkalsemia. Pemeriksaan USG, MRI,
Pemindai thallium serta biopsi jarum halus telah digunakan untuk mengevaluasi
fungsi paratiroid dan untuk menentukan lokasi kista, adenoma serta hiperplasia
pada kelenjar paratiroid.
Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena
menunjukkan penilaian yang akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali
diagnosis didirikan, tes yang lain sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya
komplikasi. Karena tingginya kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan
kerapuhan tulang karena kekurangan kalsium, dan pengukuran kepadatan tulang
sebaiknya dilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan resiko fraktura.

Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan


fragmen akhir karboksil PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan
palsu kadar PTH serum total. Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh
direkomendasikan untuk menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal. (Clivge R.
Taylor, 2005, 783)

Laboratorium:

1) Kalsium serum meninggi

2) Fosfat serum rendah

3) Fosfatase alkali meninggi

4) Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah

5) Foto Rontgen:
o Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
o Cystic-cystic dalam tulang
o Trabeculae di tulang
PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah

f. Komplikasi
1) peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor

2) Dehidrasi

3) batu ginjal

4) hiperkalsemia

5) Osteoklastik

6) osteitis fibrosa cystica

g. Penatalaksanaan

Terapi yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme primer adalah


tindakan bedah untuk mengangkat jaringan paratiriod yang abnormal. Namun
demikian, pada sebagian pasien yang asimtomatik disertai kenaikaan kadar
kalsium serum ringan dan fungsi ginjal yang normal, pembedahan dapat ditunda
dan keadaan pasien dipantau dengan cermat akan adanya kemungkinan bertambah
parahnya hiperkalsemia, kemunduran kondisi tulang, gangguan ginjal atau
pembentukan batu ginjal (renal calculi).

Dehidrasi karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi, maka penderita


hiperparatiroidisme primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu,
pasien dianjurkan untuk minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk
mencegah terbentuknya batu ginjal. Jus buah yang asam dapat dianjurkan karena
terdapat bukti bahwa minuman ini dapt menurunkan pH urin. Kepada pasien
diuminta untuk melaporkan manifestasi batu ginjal yang lain seperti nyeri
abdomen dan hemapturia. Pemberian preparat diuretik thiazida harus dihindari
oleh pasien hiperparatiroidisme primer karena obat ini akan menurunkan eksresi
kalsium lewat ginjal dan menyebabkan kenaikan kadar kalsium serum. Disamping
itu, pasien harus mengambil tindakan untuk menghindari dehidrasi. Karena
adanya resiko krisis hiperkalsemia, kepada pasien harus diberitahukan untuk
segera mencari bantuan medis jika terjadi kondisi yang menimbulkan dehidrasi
(muntah, diare).
Mobilitas pasien dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang
harus diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress normal
akan melepaskan kalsium merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal.

Pemberian fosfat per oral menurunkan kadar kalsium serum pada sebagian
pasien. Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan
pengendapan ektopik kalsium fosfat dalam jaringan lunak.

Diet dan obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien


dianjurkan untuk menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika
pasien juga menderita ulkus peptikum, ia memerlukan preparat antasid dan diet
protein yang khusus. Karena anoreksia umum terjadi, peningkatan selera makan
pasien harus diupayakan. Jus buah, preparat pelunak feses dan aktivitas fisik
disertai dengan peningkatan asupan cairan akan membantu mengurangi gejal
konstipasi yang merupakan masalah pascaoperatif yang sering dijumpai pada
pasien-pasien ini.

2. Hipoparatiroidisme

a. Pengertian

Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid


yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering
sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat
operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya
kelenjar paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak
dapat diketahui. (www.endocrine.com)

b. Etiologi

Jarang sekali terjadi hipoparatiroidisme primer, dan jika ada biasanya terdapat
pada anak-anak dibawah umur 16 tahun. Ada tiga kategori dari
hipoparatiroidisme:

1) Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:


a) Post operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total tiroidektomi.

b) Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat kongenital atau didapat (acquired).

2) Hipomagnesemia.

3) Sekresi hormon paratiroid yang tidak aktif.

4) Resistensi terhadap hormon paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)

c. Patofisiologi

Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan


fosfat, yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum
meninggi (bisa sampai 9,5-12,5 mgr%).

Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon


paratiroid karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang
pertama adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat
kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid
yang berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi
kedua berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena
letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh
darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau
terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid.
Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat
sementara sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis
tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.

Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme


tetapi kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak
berespons terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat
dua bentuk: (1) pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital
aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal
konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih jarang, respons AMP siklik
normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu.
d. Manifestasi Klinik

Hipokalsemia menyebabkan iritablitas sistem neuromuskeler dan turut


menimbulkan gejala utama hipoparatiroidisme yang berupa tetanus.

Tetanus merupakan hipertonia otot yang menyeluruh disertai tremor dan


kontraksi spasmodik atau tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya
untuk melakukan gerakan volunter. Pada keadaan tetanus laten terdapat gejala
patirasa, kesemutan dan kram pada ekstremitas dengan keluhan perasaan kaku
pada kedua belah tangan serta kaki. Pada keadaan tetanus yang nyata, tanda-tanda
mencakup bronkospasme, spasme laring, spasme karpopedal (fleksi sendi siku
serta pergelangan tangan dan ekstensi sensi karpofalangeal), disfagia, fotopobia,
aritmia jantung serta kejang. Gejala lainnya mencakup ansietas, iritabilitas,
depresi dan bahkan delirium. Perubahan pada EKG dan hipotensi dapat terjadi.
(Brunner & Suddath, 2001)

e. Pemeriksaan Diagnostik

Tetanus laten ditunjukan oleh tanda trousseau atau tanda Chvostek yang
positif. Tanda trousseau dianggap positif apabila terjadi spasme karpopedal yang
ditimbulkan akibat penyumabtan aliran darah ke lengan selama 3 menit dengan
manset tensimeter. Tanda Chvostek menujukkan hasil positif apabila pengetukan
yang dilakukan secara tiba-tiba didaerah nervous fasialis tepat di kelenjar parotis
dan disebelah anterior telinga menyebabkan spasme atau gerakan kedutan pada
mulut, hidung dan mata.

Diagnosa sering sulit ditegakkan karena gejala yang tidak jelas seperti rasa
nyeri dan pegal-pegal, oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium akan membantu.
Biasanya hasil laboratorium yang ditunjukkan, yaitu:

1. Kalsium serum rendah. Tetanus terjadi pada kadar kalsium serum yang berkisar
dari 5-6 mg/dl (1,2 - 1,5mmol/L) atau lebih rendah lagi.

2. Fosfat anorganik dalam serum tinggi

3. Fosfatase alkali normal atau rendah

4. Foto Rontgen:

a) Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion basalis di tengkorak

b) Kadang-kadang terdapat pula kalsifikasi di serebellum dan pleksus koroid

5. Density dari tulang bisa bertambah

6. EKG: biasanya QT-interval lebih panjang

f. Komplikasi

1) Kalsium serum menurun

2) Fosfat serum meninggi

g. Penatalaksanaan

Tujuan adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl
(2,2-2,5 mmol/L) dan menghilangkan gejala hipoparatiroidisme serta
hipokalsemia. Apabila terjadi hipokalsemia dan tetanus pascatiroidektomi, terapi
yang harus segera dilakukan adalah pemberian kalsium glukonas intravena. Jika
terapi ini tidak segera menurunkan iritabilitas neuromuskular dan serangan kejang,
preparat sedatif seperti pentobarbital dapat dapat diberikan.

Pemberian peparat parathormon parenteral dapat dilakukan untuk


mengatasi hipoparatiroidisme akut disertai tetanus. Namun demikian, akibat
tingginya insidens reaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka penggunaan
preparat ini dibatasi hanya pada hipokalsemia akut. Pasien yang mendapatkan
parathormon memerlukan pemantauan akan adanya perubahan kadar kalsium
serum dan reaksi alergi.

Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia dan


tetanus memerlukan lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan angin
yang tiba-tiba, cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak. Trakeostomi atau
ventilasi mekanis mungkin dibutuhkan bersama dengan obat-obat bronkodilator
jika pasien mengalami gangguan pernafasan.

Terapi bagi penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan sesudah kadar


kalsium serum diketahui. Diet tinggi kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun
susu, produk susu dan kuning telur merupakan makanan tinggi kalsium, jenis
makanan ini harus dibatasi karena kandungan fosfor yang tinggi. Bayam juga
perlu dihindari karena mengandung oksalat yang akan membentuk garam kalsium
yang tidak laut. Tablet oral garam kalsium seperti kalsium glukonat, dapat
diberikan sebagai suplemen dalam diet. Gel alumunium karbonat (Gelusil,
Amphojel) diberikan sesudah makan untuk mengikat fosfat dan meningkatkan
eksresinya lewat traktus gastrointestinal.

Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10


atau Hytakerol), atau ergokalsiferol (vitamin D2) atau koolekalsiferpol (vitamin
D3) biasanya diperlukan dan akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus
gastrointestinal.
C. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Hiperparatiroidisme

a. Pengkajian

Tidak terdapat manifestasi yang jelas tentang hiperparatiroidisme dan


hiperkalsemia resultan. Pengkajian keperawatan yang rinci mencakup :

1) Riwayat kesehatan klien.

2) Riwayat penyakit dalam keluarga.

3) Keluhan utama, antara lain :

a) Sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot

b) Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia, obstipasi, dan nyeri


lambung yang akan disertai penurunan berat badan

c) Depresi

d) Nyeri tulang dan sendi.


4) Riwayat trauma/fraktur tulang.

5) Riwayat radiasi daerah leher dan kepala.

6) Pemeriksaan fisik yang mencakup :

a) Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang.

b) Amati warna kulit, apakah tampak pucat.

c) Perubahan tingkat kesadaran.

7) Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda psikosis organik
seperti bingung bahkan koma dan bila tidak ditangani kematian akan
mengancam.

8) Pemeriksaan diagnostik, termasuk :

a) Pemeriksaan laboratorium : dilakukan untuk menentukan kadar kalsium


dalam plasma yang merupakan pemeriksaan terpenting dalam menegakkan
kondisi hiperparatiroidisme. Hasil pemeriksaan laboratorium pada
hiperparatiroidisme primer akan ditemukan peningkatan kadar kalsium
serum; kadar serum posfat anorganik menurun sementara kadar kalsium
dan posfat urine meningkat.

b) Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan tulang dan terbentuk kista


dan trabekula pada tulang.

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan


hiperparatiroidisme antara lain :

1) Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang


mengakibatkan fraktur patologi.

2) Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal


sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.

3) Perubahan nutrisi yang berubahan dengan anorexia dan mual.


4) Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari hiperparatiroidisme
pada saluran gastrointestinal.

c. Rencana Tindakan Keperawatan

1) Diagnosa Keperawatan : Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan


demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.

Tujuan : Klien tidak akan menderita cidera, seperti yang ditunjukkan oleh
tidak terdapatnya fraktur patologi.

Intervensi Keperawatan :

1. Lindungi klien dari kecelakaan jatuh, karena klien rentan untuk


mengalami fraktur patologis bahkan oleh benturan ringan sekalipun.
Bila klien mengalami penurunan kesadaran pasanglah tirali tempat
tidurnya.

2. Hindarkan klien dari satu posisi yang menetap, ubah posisi klien dengan
hati-hati.

3. Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari selama terjadi kelemahan


fisik.

4. Atur aktivitas yang tidak melelahkan klien.

5. Ajarkan cara melindungi diri dari trauma fisik seperti cara mengubah
posisi tubuh, dan cara berjalan serta menghindari perubahan posisi
yang tiba-tiba.

6. Ajarkan klien cara menggunakan alat bantu berjalan bila dibutuhkan.


Anjurkan klien agar berjalan secara perlahan-lahan.

2) Diagnosa Keperawatan : Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan


keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.

Tujuan : Klien akan kembali pada haluaran urine normal, seperti yang
ditunjukkan oleh tidak terbentuknya batu dan haluaran urine 30 sampai 60
ml/jam.
Intervensi Keperawatan :

1. Perbanyak asupan klien sampai 2500 ml cairan per hari. Dehidrasi


merupakan hal yang berbahaya bagi klien dengan hiperparatiroidisme
karena akan meningkatkan kadar kalisum serum dan memudahkan
terbentuknya batu ginjal.

2. Berikan sari buahn canbery atau prune untuk membantu agar urine lebih
bersifat asam. Keasaman urine yang tinggi membantu mencegah
pembentukkan batu ginjal, karena kalsium lebih mudah larut dalam
urine yang asam ketimbang urine yang basa.

3) Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi yang berubahan dengan anorexia


dan mual.

Tujuan : Klien akan mendapat masukan makanan yang mencukupi, seperti


yang dibuktikan oleh tidak adanya mual dan kembali pada atau dapat
mempertahankan berat badan ideal.

Intervensi Keperawatan :

1. Berikan dorongan pada klien untuk mengkonsumsi diet rendah kalsium


untuk memperbaiki hiperkalsemia.

2. Jelaskan pada klien bahwa tidak mengkonsumsi susu dan produk susu
dapat menghilangkan sebagian manifestasi gastrointestinal yang tidak
menyenangkan.

3. Bantu klien untuk mengembangkan diet yang mencakup tinggi kalori


tanpa produk yang mengandung susu.

4. Rujuk klien ke ahli gizi untuk membantu perencanaan diet klien.

4) Diagnosa Keperawatan : Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan


dari hiperparatiroidisme pada saluran gastrointestinal.

Tujuan : Klien akan mempertahankan BAB normal, seperti pada yang


dibuktikan oleh BAB setiap hari (sesuai dengan kebiasaan klien).
Intervensi Keperawatan :

1. Upayakan tindakan yang dapat mencegah konstipasi dan pengerasan


fekal yang diakibatkan oleh hiperkalsemia.

2. Bantu klien untuk tetap dapat aktif sesuai dengan kondisi yang
memungkinkan.

3. Tingkatkan asupan cairan dan serat dalam diet. Klien harus minum
sedikitnya enam sampai delapan gelas per hari kecuali bila ada kontra
indikasi.

4. Jika konstipasi menetak meski sudah dilakukan tindakan, mintakan pada


dokter pelunak feses atau laksatif.

2. Hipoparatiroidisme

a. Pengkajian

Dalam pengkajian klien dengan hipoparatiroidisme yang penting adalah


mengkaji manifestasi distres pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada
klien dengan hipoparatiroidisme akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda
perubahan fisik nyata seperti kulit dan rambut kering. Kaji juga terhadap sindrom
seperti Parkinson atau adanya katarak. Pengkajian keperawatan lainnya mencakup
:

1) Riwayat kesehatan klien.

1. Sejak kapan klien menderita penyakit.

2. Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama.

3. Apakah klien pernah mengalami tindakan operasi khususnya


pengangkatan kelenjar paratiroid atau tiroid.

4. Apakah ada riwayat penyinaran daerah leher.

2) Keluhan utama, antara lain :

1. Kelainan bentuk tulang.


2. Perdarahan sulit berhenti.

3. Kejang-kejang, kesemutan dan lemah.

3) Pemeriksaan fisik yang mencakup :

1. Kelainan bentuk tulang.

2. Tetani.

3. Tanda Trosseaus dan Chovsteks.

4. Pernapasan bunyi (stridor).

5. Rambut jarang dan tipis; pertumbuhan kuku buruk, deformitas dan


mudah patah; kulit kering dan kasar.

4) Pemeriksaan diagnostik, termasuk :

1. Pemeriksaan kadar kalsium serum.

2. Pemeriksaan radiologi.

b. Diagnosa Keperawatan

1) Masalah kolaboratif : tetani otot yang berhubungan dengan penurunan kadar


kalsium serum.

2) Risiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik (individual) yang


berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen diet dan medikasi.

c. Rencana Tindakan Keperawatan

1) Masalah Kolaboratif : Tetani otot yang berhubungan dengan penurunan kadar


kalsium serum.

Tujuan : Klien tidak akan menderita cidera, seperti yang dibuktikan oleh kadar
kalsium kembali ke batas normal, frekuensi pernapasan normal, dan gas-gas
darah dalam batas normal.

Intervensi Keperawatan :
1. Saat merawat klien dengan hipoparatiroidisme hebat, selalu waspadalah
terhadap spasme laring dan obstruksi pernapasan. Siapkan selalu set
selang endotrakeal, laringoskop, dan trakeostomi saat merawat klien
dengan tetani akut.

2. Jika klien berisiko terhadap hipokalsemia mendadak, seperti setelah


tiroidektomi, selalu disiapkan cairan infus kalsium karbonat di dekat
tempat tidur klien untuk segera digunakan jika diperlukan.

3. Jika selang infus harus dilepas, biasanya hanya diklem dulu untuk
beberapa waktu sehingga selalu tersedia akses vena yang cepat.

4. Jika tersedia biasanya klien diberikan sumber siap pakai kalsium


karbonat seperti Tums.

2) Diagnosa Keperawatan : Risiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen


terapeutik (individual) yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
regimen diet dan medikasi.

Tujuan : Klien akan mengerti tentang diet dan medikasinya, seperti yang
dibuktikan oleh pernyataan klien dan kemampuan klien untuk mengikuti
regimen diet dan terapi.

Intervensi Keperawatan :

1. Penyuluhan kesehatan untuk klien dengan hipoparatiroidisme kronis


sangat penting karena klien akan membutuhkan medikasi dan
modifikasi diet sepanjang hidupnya.

2. Saat memberikan penyuluhan kesehatan tentang semua obat-obat yang


harus digunakan di rumah, pastikan klien mengetahui bahwa semua
bentuk vitamin D, kecuali dehidroksikolelalsiferol, diasimilasi dengan
lambat dalam tubuh. Oleh karenanya akan membutuhkan waktu satu
minggu atau lebih untuk melihat hasilnya.

3. Ajarkan klien tentang diet tinggi kalsium namun rendah fosfor. Ingatkan
klien untuk menyingkirkan keju dan produk susu dari dietnya, karena
makanan ini mengandung fosfor.
4. Tekankan pentingnya perawatan medis sepanjang hidup bagi klien
hopiparatiroidisme kronis. Instruksikan klien untuk memeriksakan
kadar kalsium serum sedikitnya tiga kali setahun. Kadar kalsium serum
harus dipertahankan normal untuk mencegah komplikasi. Jika terjadi
hiperkalsemia atau hipokalsemia, dokter harus menyesuaikan regimen
terapeutik untuk memperbaiki ketidakseimbangan.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan


sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Salah satu penanganan
pada penderita hiperparatiroidisme yaitu dengan cara pengangkatan jaringan
paratiroid, namun terkadang jaringan yang diangkat terlalu banyak sehingga
menyebabkan hipoparatiroid. Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi
hormon paratiroid yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan
umumnya sering sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar
paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah
tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang penyebab
spesifik tidak dapat diketahui. Jadi kedua penyakit diatas memiliki keterkaitan yang
dapat saling mempengaruhi.

B. SARAN

Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Rumahorbor, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Endokrin.Jakarta:EGC.

Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Ed. 8.Jakarta: EGC.

Kozier, et al.1993. Fundamental of nursing. California: Addison-Wesley Publishing


Company.

Anda mungkin juga menyukai