Anda di halaman 1dari 13

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

WAWASAN SOSIAL BUDAYA MARITIM

SEJARAH KEMARITIMAN

TUGAS

OLEH :
IKHLASUL AMAL
D061201008

GOWA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah yang sangat penting dalam perjalanan sebuah bangsa. Dari sejarah kita
dapat mengetahui berbagai peristiwa masa lampau yang telah terjadi. Dengan
mengetahui sejarah tentunya kita akan memiliki pijakan untuk dapat melakukan
sebuah pembangunan. Khususnya dalam pembangunan maritim Indonesia, sejarah
memiliki andil penting sebagai fondasi kebijakan dan pengembangan karakter.
Peristiwaperistiwa yang terjadi dalam rangkaian sejarah kemaritiman tersebut telah
berlangsung mulai dari masa prasejarah, saat nenek moyang bangsa Indonesia
menduduki kawasan Kepulauan Nusantara. Peristiwa itu berlangsung hingga masa
kemerdekaan Indonesia dan Setelah kemerdekaan. Membangun kemaritiman
Indonesia yang bertitik tolak dari sejarah ialah membangun keterhubungan antarpulau
untuk keperluan ekonomi, sosial, budaya, agama, dan pendidikan. Jadi sejarah
maritim adalah sejarah peradaban secara umum. Dalam perspektif nasional laut justru
dianggap sebagai penghubung, yang menghubungkan pulau-pulau. sejarah maritim
juga melihat bahwa Deklarasi Djuanda telah membuka jalan untuk berkembangnya
konsep „Wawasan Nusantara” di masa Orde Baru. Sebuah gagasan yang menyatukan
tanah (daratan) dan air (laut) menjadi suatu kesatuan yang utuh tak terpisahkan.

B. RumusanMasalah

1. Bagaimana Sejarah Maritim dalam teori A.T Mahan


2. Bagaimana Sejarah Maritim melalui hubungan antara ordonasi 1932
dengan deklarasi Djuanda
3. Bagaimana dampak bagi Indonesia setelah disahkannya UNCLOS
1982
4. Bagaimana Sejarah Maritim Pada Era Kerajaan
5. Bagaimana Sejarah Maritim Indonesia pada masa Orde baru dan Orde
lama
C. Tujuan
1. Mengetahui posisi Benua Maritim Indonesia dalam perpektif Teori dari
Alfred Thayer Mahan

2. Mengetahui bagaimana hubungan antara ordonansi 1932 dengan


Deklarasi Djuanda

3. Mengetahui bagaimana dampak bagi Indonesia setelah disahkannya


UNCLOS 1982

4. Mengetahui sejarah maritim Indonesia di zaman kerajaan Majapahit,


Sriwijaya dan Gowa Tallo

5. Mengetahui kebijakan pengembangan maritim Indonesia di zaman Orde


Baru dan Orde Reformasi
BAB II

PEMBAHASAN

A. A.T. Mahan dalam teori penguasaan laut (command of the sea)

Mengatakan bahwa untuk mendapatkan keuntungan geopolitik, sebuah negara


harus menguasai kekuatan laut. Mahan memaparkan bahwa penguasaan jalur-jalur
laut seperti Kanal Panama atau Terusan Suez merupakan sebuah keuntungan bagi
negara yang menguasainya. Ia mengatakan bahwa jalur perdagangan dan logistik
dunia melalui wilayah-wilayah laut. Menurut Mahan hal ini justru menguntungkan
bagi negara yang memanfaatkannya karena dapat memberikan keuntungan ekonomi,
politik dan militer. Teori Mahan diimplementasikan oleh AS dengan kebijakan "Blue
Water Strategy”di mana pemerintah AS melakukan aneksasi Pulau Filipina, Hawai,
Guam dan Kuba untuk mengukuhkan kekuatan militernya diperairan dunia.Inti dari
doktrin strategi Mahan adalah “keharusan menguasai lautan", yang menurut
keyakinannya dapat dicapai dengan mengusahakan konsentrasi kelautanyang sanggup
dan mampu mengusir atau membinasakan semua kapal-kapal angkatan laut dan
armada niaga musuh dari lautan sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh apa yang
disebut “keunggulan di laut” (Sea Supermacy) oleh karena itu, maka ciri utama bagi
angkatan laut yang mempunyai tugas yangdemikian adalah angkatan laut yang
memiliki kekuatan data offensif yang besar.Keunggulan lautan terutama terletak di
dalam kemampuan untuk menguasai garisperhubungan laut yang merupakan syarat
mutlak untuk konsentrasi kekuatan.

B. Hubungan antara ordonasi 1932 dengan Deklarasi Djuanda

Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada


Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen
Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini,
pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap
pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti
kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.

Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara


kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari
beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik
Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan
menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Akibatnya luas wilayah
Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km²
dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tetapi waktu itu
belum diakui secara internasional. Berdasarkan perhitungan 196 garis batas lurus
(straight baselines) dari titik pulau terluar ( kecuali Irian Jaya ), terciptalah garis maya
batas mengelilingi RI sepanjang 8.069,8 mil laut. Setelah melalui perjuangan yang
panjang, deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam
konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The
Law of The Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya delarasi ini dipertegas kembali dengan
UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia
adalah negara kepulauan.

C. Dampak bagi Indonesia setelah disahkannya UNCLOS 1982

Berdampak Baik Karena UNCLOS 1982 dapat mengatur masalah Zona Ekonomi
Eksklusif, mengingat Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif dan Baru meratifikasi UNCLOS 1982 pada
tahun 1985 melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985. Pada saat itu, Rezim
hukum laut Zona Ekonomi Eksklusif, yang dirumuskan dalam UNCLOS 1982, yaitu
The exclusive economic zone in an area beyond and adjacent to the territorial sea,
subject to the spesific legal regime established in this part, under which the rights and
jurisdiction of the coastal state and the rights and freedoms of other states are
governed by the relevant provisions of this Convention, (UNCLOS, 1982 : Article 55).
Rezim tersebut diterjemahkan sebagai berikut : suatu daerah di luar dan
berdampingan dengan laut teritorial, yang tunduk pada rezim hukum khusus yang
ditetapkan dalam bab ini berdasarkan mana hak-hak dan yurisdiksi negara pantai dan
hak-hak serta kebebasan-kebebasan negara lain diatur oleh ketentuan-ketentuan yang
relevan konvensi ini. Lebih lanjut dalam UNCLOS 1982 juga ditentukan lebar Zona
Ekonomi Eksklusif.

Adapun lebar Zona Ekonomi Eksklusif diatur dalam Pasal 57, yang berbunyi
sebagai berikut : The exclusive economic zone shall not extend beyond 200 nautical
miles from the baselines from which the breadth ofthe territorial sea is measured.
Dengan terjemahan sebagai berikut : Pasal 57 : zona ekonomi eksklusif tidak boleh
melebihi 200 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur. Dalam
peraturan perundang-undangan nasional seperti telah disebutkan di atas bahwa Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1983.
Yang dimaksudkan dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah berbunyi
sebagai berikut : Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan
berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan
undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut,
tanah di bawahnya dan air.di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut
diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.

Rumusan Pasal 2 yang mengandung batasan sekaligus lebar serta perairan


Indonesia, yang berarti bahwa wilayah mana yang termasuk ke dalam kedaulatan
negara Indonesia dan wilayah mana yang tidak termasuk ke dalam kedaulatan negara
Indonesia atau di wilayah mana negara Indonesia hanya memiliki hak-hak berdaulat
saja, yaitu suatu rezim di mana Indonesia memiliki hak-hak berdaulat atas sumber
daya alam hayati.

Hal demikian merupakan hal yang sangat prinsip, karena untuk dapat dikatakan
sebagai suatu negara, apabila telah memenuhi unsur-unsur : penduduk yang tetap,
wilayah dengan batas-batas yang jelas, pemerintahan yang efektif dan kemampuan
untuk mengadakan hubungan dengan negara lain (Montevideo Convention on the
Rights and Duties of States, 1933 : Pasal 1). Dasar berpijak dalam penentuan batas
rezim hukum laut Zona Ekonomi Eksklusif adalah penentuan perairan Indonesia dan
penentuan garis pangkal yang dipergunakan oleh Indonesia. Yang dimaksud dengan
negara Indonesia adalah negarakepulauan, yaitu negara yang seluruhnya tcrdiri dari
satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, 1996 : Pasal 1 ).

Indonesia, yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan
lebar yang tidak melebihi 200 mil laut. Ini berarti bahwa zona ekonomi eksklusif
merupakan laut terbuka dan tentunya rawan terhadap tindakan yang sifatnya
merugikan negara Indonesia, sebagai contoh kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang
dilakukan oleh pihak asing. Dengan telah diratifikasinya konvensi PBB tentang
UNCLOS 1982, yaitu melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang
pengesahan UNCLOS 1982, maka Indonesia sebagai negara kepulauan harus mampu
menampung kepentingan internasional yang berkaitan dengan kedaulatan maupun hak
berdaulat. Hal ini mengakibatkan di laut disamping berlaku hukum nasional juga
berlaku hukum internasional. Kedua aturan ini, yaitu UNCLOS 1982 dan aturan
hukum nasional yang berkaitan dengan pengaturan zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
menunjukkan adanya persamaan persepsi dan justru dengan diratifikasinya UNCLOS
1982 memperkuat penerapan hukum nasional dalam lingkup internasional.
D. Kerajaan-Kerajaan Maritim Nusantara

Kepulauan Nusantara sebelum abad ke-19 memiliki cerita tentang


kejayaan-kejayaan kerajaan-kerajaan besar. Dengan armadaarmada tangguhnya
kerajaan-kerajaan ini menguasai wilayah perairan Nusantara dan mendominasi
jalur-jalur perdagangan. Beberapa kerajaan bahkan mampu memperluas wilayah
kekuasaannya dengan melakukan diplomasi hingga ke wilayah-wilayah Asia
Tenggara dan Asia Timur. Nusantara sebelum abad ke-19 memang menjadi jalur
penting bagi perdagangan di kawasan Asia. Komoditas rempah yang banyak
dihasilkan di wilayah darat kepulauan Indonesia, terutama di wilayah bagian timur,
menjadi daya tarik utama kedatangan pedagang-pedagang internasional.

1. Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya pada dasarnya merupakan suatu kerajaan-pantai, sebuah


negara perniagaan yang berkuasa di laut. Kekuasaannya lebih disebabkan oleh
sibuknya jalur pelayaran perdagangan internasional yang melalui Selat Malaka.
Dengan demikian berhubungan dengan jalur perdagangan internasional dari Asia
Timur ke Asia Barat dan Eropa yang berlangsung selama paling sedikit lima belas
abad lamanya. Ini membuat Sriwijaya mempunyai arti penting dalam sejarah.
Sriwijaya memang merupakan pusat perdagangan penting yang pertama pada jalur
pelayaran pada masa tersebut. Menurut sumber berita sejarah Cina, Sriwijaya adalah
salah satu pusat perdagangan antara Asia Tenggara dengan Cina yang terpenting.
Keberadaan Sriwijaya dapat dilacak dari berita Tionghoa yang menyebutkan bahwa di
Sumatra pada abad ke-7 sudah ada beberapa kerajaan antara lain Tulangbawang di
Sumatra Selatan, Melayu di Jambi, dan Sriwijaya. Berita ini diperkuat oleh seorang
pendeta Buddha dari Tiongkok, bernama I- tsing dalam tahun 671 berangkat dari
Kanton ke India. Ia singgah di Sriwijaya selama enam bulan, untuk belajar tata bahasa
Sansekerta. Kemudian ia singgah di Malaka selama dua bulan, baru kemudian
melanjutkan perjalanan ke India untuk tinggal selama sepuluh tahun. Pada tahun 685
ia kembali ke Sriwijaya dan tinggal selama empat tahun untuk menerjemahkan
berbagai kitab suci Buddha dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Tionghoa. Ini
membuktikan pentingnya Sriwijaya sebagai pusat peradaban untuk mempelajari
Mahayana. Dari I-Tsing dapat kita ketahui bahwa Sriwijaya, di samping sebagai pusat
perdagangan dan pelayaran, juga menjadi pusat kegiatan ilmiah agama Buddha.

Letak geografis Sriwijaya yang strategis merupakan modal yang baik untuk turut
serta dalam perdagangan internasional yang mulai berkembang antara India dan
daratan Asia Tenggara. Besar kemungkinan dunia perdagangan di Sumatra sejak
semula telah terlibat langsung dengan perdagangan di India. Letak Selat Malaka
mengundang perdagangan di daratan Asia Tenggara untuk meluas ke Selatan.

2. Kerajaan Majapahit

Menurut Krom, kerajaan Majapahit memiliki orientasi kekuasaannya pada laut. Laut-
laut dan pantai yang terpenting di Indonesia telah dikuasainya. Jika suatu kerajaan
yang kecil menjadi daerah taklukan Majapahit, maka pada umumnya pemerintah
Majapahit tidak mencampuri keadaan dalam negeri tersebut. Negeri yang takluk ini
cukup mengirimkan utusan pada waktu tertentu sebagai tanda takluk serta mengambil
sikap yang sesuai dengan kehendak pemerintah Majapahit terhadap negeri Nusantara
lainnya. Bagian dari kerajaan besar ini yang jauh letaknya cukup dijadikan daerah
pengaruh saja. Segala pengaruh asing dalam kerajaan ditolak, sementara mereka
diwajibkan membayar upeti atau uang takluk.Jadi, selain sebagai negara agraris, pada
waktu yang sama Majapahit juga merupakan suatu kerajaan perdagangan. Negara ini
memiliki angkatan laut yang besar dan kuat.

3. Kerajaan Samudera Pasai

kerajaannya Samudra Pasai. Berdiri sekitar abad ke-13 dan terletak di pantai
timur Sumatra, Samudra Pasai berkembang sebagai kerajaan maritim karena didukung
kawasan Selat Malaka yang strategis. Hal ini membuat Samudra Pasai banyak
dijadikan tempat singgah dan menetap oleh banyak pedagang. Pusat pemerintahan
Kerajaan Samudra Pasai terletak di antara Sungai Jambu Air dengan Sungai Pasai,
Aceh Utara. Sedangkan Pasai merupakan kota dagang yang menjadi pusat
perekonomiannya. Komoditi andalannya adalah lada. Dalam perdagangannya,
kerajaan ini menggunakan koin emas sebagai alat transaksi. Sementara masyarakatnya
sendiri umumnya menanam padi di ladang serta memiliki sapi perah untuk
menghasilkan keju. Selain itu banyak juga masyarakatnya yang berprofesi sebagai
nelayan.Sebagai kerajaan maritim, Samudera Pasai menggantungkan
perekonomiannya dari pelayaran dan perdagangan. Memiliki letak yang strategis,
yaitu di Selat Malaka, kerajaan ini menjadi penghubung antara pusat-pusat dagang di
nusantara dengan Asia Barat, India dan Cina. Tentunya terdapat penghasilan dari
pajak yang dikenakan pada kapal dagang yang melewati perairannya. Kerajaan
Samudra Pasai juga memiliki armada laut yang kuat. Hal tersebut memberi
keuntungan bagi kerajaan karena pedagang yang singgah dan berdagang lebih merasa
aman.

E. Sejarah Maritim pada masa orde baru-Orde lama dan Reformasi

1. Era Orde lama (1945 – 1965)

Era Orde Lama merupakan awal pemerintahan Indonesia setelah dijajah oleh
bangsa asing selama 3,5 abad lamanya. Pada masa ini, landasan bidang hukum
kelautan masih menggunakan peraturan hukum yang ditinggalkan Pemeritahan
Hindia Belanda, yakni “Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonnatie
1939‟(TZMKO). Namun penggunaan undang-undang ini dapat mengancam
keutuhan NKRI karena adanya perairan bebas (high seas) diantara kelima pulau
besar Indonesia. Atas dasar ini, Presiden Soekarno mengeluarkan suatu deklarasi
keutuhan wilayah Indonesia, pada tanggal 13 Desember 1957, yang dikenal
dengan Deklarasi Djoeanda. Dengan adanya konsep ini, maka wilayah perairan
Nusantara yang tadinya merupakan wilayah laut lepas kini menjadi bagian
integral dari wilayah Indonesia yang berada di bawah kedaulatan NKRI.

Deklarasi Joeanda termasuk salah satu dari tiga pilar utama bangunan
kesatuan dan persatuan negara dan bangsa Indonesia, antara lain Kesatuan
kejiwaan yang dinyatakan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928; Kesatuan
kenegaraan dalam NKRI yang diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta tanggal 17
Agustus 1945; dan Kesatuan kewilayahan (darat, laut, dan udara) yang
diumumkan H. Djoeanda, 13 Desember 1957. Selanjutnya, deklarasi ini diperkuat
secara yuridis melalui Peraturan Pemerintah Perpu No. 4 Tahun 1960 tentang
Perairan Indonesia atau UU No. 4 Prp.

2. Era Orde Baru (1966 – 1988)

Diketahui bahwa bidang kemaritiman semasa orde Baru merupakan sektor


sektor yang tertinggal bila dilihat dari rendahnya tingkat pemanfaatan sumber
daya, teknologi, Tingkat kemiskinan dan keterbelakangan khususnya nelayan
adalah kelompok yang paling parah dibanding kelompok sosial lainnya. Minat
investasi skala menengah dan besar relatif kurang karena belum dipahaminya
berbagai aspek seperti resiko, fluktuasi bisnis, serta besarnya Yang dibutuhkan
walaupun "rate of return" nya tinggi. Ketinggalan ini merupakan akibat dari
adanya persoalan persoalan yang bersifat Struktural. Terutama adanya kebijakan
pembangunan pada masa orde Baru yang cenderung berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi berbasis terestrial atau non kelautan. Pada masa lalu,
sektor maritim dikondisikan ter Subordinasi dengan sektor non kelautan. Padahal
bidang maritim mempunyai logika pembangunan yang berbeda dengan sektor
terestrial, sehingga pendekatan pembangunan yang dilakukan untuk kelautan
sering gagal.

Dicetuskannya Deklarasi Djoeanda pada tanggal 13 Desember 1957. Sejak


itu, Indonesia mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk melaksanakan
Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982, dan UU No.17 tahun 1985 ini,
selanjutnya dijadikan pedoman dalam penyusunan rencana pembangunan
nasional, khususnya pembangunan di bidang kelautan, dan pada REPELITA ke 5
(1993 – 1998) konsep pembangunan kelautan akhirnya masuk ke dalam Garis-
garis Besar Haluan Negara (GBHN). Namun, dikarenakan Presiden Soeharto
memiliki latar belakang seorang anak petani dan sebagai perwira AD tentunya
lebih berorientasi kepada paradigma kontinental sehingga semua kebijakan dan
strategi pembangunan nasional jauh dari aspek maritim atau kelautan.

3. Era Reformasi (1998 – Sekarang)

Era Reformasi atau pasca Soeharto dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya
saat Presiden Soeharto megundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan 56
Sejarah dan Politik Maritim Indonesia oleh Wakil Presiden BJ Habibie. Banyak
perubahan-perubahan besar yang terjadi pada era reformasi ini. Pada era
reformasi, paradigma nasional yang mendukung visi kemaritiman selanjutnya
adalah Deklarasi Bunaken yang dicetuskan tanggal 26 September 1998 pada
masa pemerintahan Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie. Deklarasi ini pada dasarnya
secara tegas menyatakan dua hal pokok yaitu kesadaran bangsa Indonesia akan
geografik wilayahnya dan kemauan yang besar dari bangsa Indonesia untuk
membangun kelautan. Kesadaran geografik adalah kesadaran bangsa Indonesia
untuk memahami dan menyadari akan kondisi obyektif wadah kepulauan
Indonesia yang dua per tiga bagian wilayahnya adalah merupakan laut. Kesadaran
bangsa Indonesia akan geografik wilayahnya menjadi sangat penting bagi
keberhasilan bangsa dalam melaksanakan pembangunan kelautan yang
mempunyai arti strategis dalam mengembalikan kondisi ekonomi nasional yang
saat itu sedang mengalami krisis.

Sementara itu isi dari Seruan Sunda Kelapa antara lain berisi 5 pilar
program pembangunan kelautan yaitu :

1. Membangunkembaliwawasanbahari,
2. Menegakkankedaulatansecaranyatadilaut,
3. Mengembangkan industri dan jasa maritim secara optimal dan
lestari bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.
4. Mengelolakawasanpesisir,lautdanpulaukecil
5. Mengembangkanhukumnasionaldibidangmaritim
BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan

Jadi, tidak bisa dibantahkan lagi bahwa sesungguhnya Indonesia terlahir sebagai
Negara maritim. Hal ini terbukti dari berbagai fakta sejarah yang ada, serta bukti
kejayaan nenek moyang kita pada masa kerajaan – kerajaan, ditambah dengan
peninggalan – peninggalan sejarah yang makin menguatkan fakta tersebut. Namun
keadaan maritim Indonesia saat ini justru mengalami kemunduran yang signifikan,
dikarenakan visi maritim tida lagi jelas dan tidak mampunya masyarakat Indonesia
melihat potensi dari posisi strategis nusantara.

Oleh karena itu, sudah sepantasnya jita kembali kapada visi maritim yang dulu seperti
diterapkan nenek moyang kita, karena sejatinya Indonesia menyandang predikat
“Negara Maritim” atau negara kepulauan. Sehingga dengan mengoptimalkan letak
strategis dari Indonesia dan kekayaan sember daya bahari yang melimpah, maka
bukan mustahil jika Indonesia akan menjadi bangsa yang disegani dan diperhitunkan
di dunia dalam bidang maritim layaknya dimasa jayanya dulu.

DAFTAR PUSTAKA

Darmawan. 2018. Menyibak Gelombang Menuju Negara Maritim. Jakarta: Yayasan


Pustaka Obor Indonesia

Pohan, Chairil Anwar. 2020. Manajemen Korporat Kemaritiman. Makassar:


Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai