Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nyeri pada leher ini sering disebut dengan Cervical root sydrome. Cervical

root sydrome adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh iritasi atau penekanan

akar saraf servikal oleh penonjolan diskus intervetebralis.1 Cervical Root

Syndrome merupakan kumpulan gejala yang sangat mengganggu aktivitas pasien

sehingga penanganan yang tepat dapat diberikan bisa berupa penanganan non

opratif dan apabila keluhan sangat berat dapat dilakukan pembedahan untuk

memeperbaiki kondisi pasien.2

Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri leher yang menyebar ke bahu,

lengan atas dan bawah, parasthesis dan kelemahan atau spasme otot. Nyeri yang

timbul ini sering disebabakan oeleh adanya cidera pada atau dekat dengan akar

dari saraf spinal. Vertebrae cervical yang sering terkena adalah segmen cervical

bawah dan sering didapatkan pada C5-C6 dan C6-C7. Hal ini diakibatkan karena

struktur anatomi dan juga biomekanik pada leher.1

Penderita Cervical Root Syndrome ini sendiri diperkirakan antara 85 per

100.000 orang di Amerika Serikat. Sedangkan dari data internasional pada tahun

1996 didapatkan 3,5 kasus per 1000 orang Fisioterapi memiliki modalitas yang

bertujuan mengurangi nyeri, meningkatkan ROM, mengurangi spasme salah satu

modalitas yang dapat diberikan pada kasus cervical root syndrome yaitu Short

1
Wave Diathermy (SWD), Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS),

dan Terapi Latihan.3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi

Leher merupakan bagian spina/tulang belakang yang paling bergerak

(mobile), mempunyai tiga fungsi utama, yaitu:3,4

1. menopang dan memberi stabilitas pada kepala;

2. memungkinkan kepala bergerak di semua bidang gerak;

3. melindungi struktur yang melewati spina, terutama medula spinalis, akar

saraf, dan arteri vertebra.

Kolumna servikal dibentuk oleh tujuh tulang vertebra. Spina servikal,

C1-C7, terlihat dari lateral membentuk lengkung lordosis dan kepala pada tingkat

oksipitoservikal membentuk sudut yang tajam agar kepala berada di bidang

horizontal. Apabila dilihat dari anteroposterior maka spina servikal sedikit

mengangkat (tilt) kepala ke satu sisi. Hal tersebut dapat dijelaskan oleh faset pada

oksiput, atlas (C1) dan aksis (C2) yang sedikit asimetrik.

Gambar 1. Vertebra, pandangan lateral dan posterior

3
Struktur cervical vertebra C1 dan C2 mempunyai struktur yang unik yaitu tidak

terdapat discus intervertebralis. Untuk C1 tidak mempunyai procesus spinosus tetapi

terdapat facet pada bagian superior dan inferior. Hal tersebut membentuk sendi yang

berpartisipasi dalam pergerakan fleksi extensi pada leher. Pada axis/ C2 mempunyai

struktur unik berupa pivot yang berfungsi sebagai rotasi antara atlas atau C1 dan

occipital.

Gambar 2: Cervical Vertebra ( Atlas Of The Human Body, 2012)

Ligamen Cervical

4
Gambar 3: Cervical Ligament
Bagian penyangga ruas tulang belakang adalah komponen jaringan lunak di

antaranya ligamentum longitudinal anterior, ligamentum longitudinal posterior,

ligamentum flavum, ligamentum interspinosus, dan ligamentum supraspinosus.

Stabilitas tulang belakang tersusu oleh dua komponen yaitu komponen jaringan lunak

yang membentuk tiga pilar, pertama yaitu satu tiang atau kolom di depan yang terdiri

atas korpus serta discus intervertebralis. Ke dua dan ke tiga yaitu kolom di belakang

kanan dan kiri yang terdiri atas rangkaian sendi intervertebralis lateralis. Secara

keseluruhan tulang belakang dapat diumpamakan sebagai satu gedung bertingkat

dengan tiga tiang utama, satu kolom di depan dan dua kolom di samping belakang,

dengan lantai yang terdiri atas lamina kanan dan kiri, pedikel, procesus transversus

dan procesus spinosus. Tulang belakang dikatakan tidak stabil bila kolom vertikal

terputus pada lebih dari dua komponen.

Persaraf 5

5
Saraf yang keluar dari vertebrae Cervical berjumlah 8, dimulai dari C1 sampai

dengan C8. Pada daerah cervical sendiri terdapat dua plexus yakni plexus cervicalis

(C1-C4) dan plexus brachialis (C4-T1). Masing-masing memiliki miotom dan

dermatom berbeda antara lain :

Tabel 1. Dermatom dan Miotom Plexus Brachialis

Saraf Dermatom Miotom


C3 Supraclavicular, Trapezius, levator scapula,
suboccipital, posterior sternocleidomastoideus, diafrgma
auricular
C4 Infraclavicula, posterior Trapezius, rhomboidei, levator scapula,
cervical, posterior bahu diafragma
C5 Superolateral tangan Pectoralis mayor, supraspinatus,
infraspinatus, deltoid, biceps, brachialis,
brachioradialis, diafragma
C6 Bagian samping lengan Biceps, brachialis, brachoradialis, extensor
atas dan lengan bawah, ibu carpi radialis longus, supinator, pronator
jari, jari telunjuk teres, flexor carpi radialis, triceps
C7 Posterolateral lengan atas Triceps, latissimus dorsi, pronator teres,
dan lengan bawah, jari flexor carpi radialis, extensor carpi ulnaris,
tengah extensor digitorum, abductor pollicis
longus, extensor pollicis brevis and longus,
extensor indicis
C8 Medial lengan atas dan Flexor digitorum superficialis, pronator
lengan bawah, jari manis, quadratus, flexor digitorum profundus,
kelingking flexor pollicis longus, flexor carpi ulnaris,
lumbricals 3 and 4
T1 Axilla dan pectoral, medial Adductor pollicis, abductor pollicis brevis,
lengan atas, proximal opponens pollicis, flexor pollicis brevis,
medial lengan bawah interossei

6
Gambar 4. Dermatom cervical

7
Gambar 5. Otot-otot cervical

B. Definisi

Cervical root syndrome (CRS) atau sindroma akar saraf leher suatu

keadaan yang disebabkan adannya iritasi pada akar syaraf cervical yang

menyebabkan adannya nyeri radikular yang ditandai dengan nyeri pada leher,

bahu dan menjalar ke lengan atas hingga ke jari – jari tangan disertai dengan.

adannya pharastesia, penurunan reflek tendon biceps, numbness, gangguan

sensorik dan juga kelemahan atau spasme pada otot. Pada kasus ini sering diikuti

nyeri radikhulopathy dimana terdapat ada nya proses patologis pada radiks saraf

yang berada di cervical.3

C. Etiologi

Hal yang dapat menyebabkan Cervical Root Syndrome antar lain:

1. Radikulopati cervicalis: penjepitan saraf pada daerah leher.

2. Hernia nucleus pulposus (HNP): kelainan di dalam discus intervertebralis

yang dikarenakan adanya tanda-tanda kompresi akar saraf

3. Spondylosis cervicalis: akibat proses degenerasi dan sesudah terbentuknya

osteopyt kerusakan softisus disekitar sendi vertebra, juga berperan dan

berakibat ankylosis, tetapi juga dapat terjadi karena menyempitnya terusan

spinal dan mengenai dan di foramen inteructebia, jalur saraf dan artei vertebra

tertekan.

8
4. Kesalahan postural: kebiasaan seseorang menggerakan leher secara spontan

dan penggunaan bantal yang terlalu tinggi saat tidur dan dalam waktu yang

lama bisa menimbulkan nyeri.6

Faktor Predisposisi:

1. Umur

Berbagai sumber mengatakan terdapat keterkaitan antara

bertambahnya usia dengan angka kejadian dari Cervical Root Syndrome.

Spondylosis cervicalis jarang ditemukan pada usia dibawah 40, dan biasanya

mulai ditemukan setelah usia 40 tahun dan sering didapatkan pada penderita

yang berusia lebih dari 55 tahun. Proses degenerasi pada vertebrae dan discus

intervertebral merupakan penyebabnya, dimana bertambahnya usia

berbanding lurus dengan berjalannya proses degenerasi.3

2. Jenis Kelamin

Terdapat penelitian dimana laki-laki lebih cepat mengalami proses

degenerasi bila dibandingkan dengan perempuan. Pada laki-laki terkadang

didapatkan mulainya proses degenerasi pada usia 30 tahun, sedangkan pada

wanita biasanya dimulai pada usia 40 tahun. Tetapi dari jumlah penderita

tidak didapatkan perbedaan yang signifikan, dimana perbandingan jumlah

penderita cervical root syndrome antara pria dan wanita adalah 1:1.3

3. Genetik

Didapatkan faktor familial pada penderita cervical root syndrome,

sehingga faktor genetik diperkirakan memiliki peran dalam terjadinya

penyakit ini.3

9
4. Trauma

Trauma pada suatu kecelakaan merupakan faktor risiko pada cervical

root syndrome. Selain itu dapat diakibatkan juga karena proses “wear and

tear”, yaitu proses penggunaan sendi terus menerus yang akan menyebabkan

degenerasi pada sendi.3

5. Pekerjaan

Pekerjaan dapat menyebabkan trauma berulang seperti mengangkat

beban berat pada kuli dan gerakan berlebihan pada penari professional

merupakan faktor risiko pada cervical root syndrome. Keadaan lain yang bisa

ditemukan seperti pada pekerjaan yang menggunakan komputer dalam waktu

yang cukup lama dan penjahit pakaian. Hal ini akan menyebabkan postur

tubuh yang kurang baik sehingga menyebabkan peningkatan beban tubuh ke

bagian cervical.3

D. Patofisiologi

Diskus intervertebralis mengalami perubahan struktur anatomi, dimana

terjadi pengurangan kadar air di dalam nucleus pulposus, yang disebabkan salah

satunya karena proses degenerasi. Pada proses ini diskus akan mengalami

penipisan, jarak antar vertebra menjadi tipis sehingga vertebra menjadi semakin

dekat dan ruang antar diskus menjadi sempit, selanjutnya anulus fibrosus

mengalami penekanan dan menonjol keluar.5

Saraf yang mengalami penekanan mulanya akan membengkok, saraf akan

terikat pada dinding foramina intervertebralis, sehingga mengganggu peredaran

10
darah. Saraf yang mengalami penekanaan akan mengalami peningkatan kepekaan

saraf dan terjadi perubahan fisiologis. Penekanan saraf akan mengalami nyeri bila

terjadi penekanan pada dorsal rootganglion, penyebaran nyeri sesuai dengan

dermatom saraf tersebut.6

Gambar 6. Perbandingan vertebra servikalis antara yang normal dengan spondilosis servikalis
E. Gejala4,5

1. Nyeri leher yang menyebar ke bahu, lengan atas atau lengan bawah.

Timbulnya nyeri terjadi secara perlahan-lahan terkadang juga bias mendadak.

Nyeri bersifat kronik. Nyeri yang berasal dari akar serviks keempat (C4)

terlokalisir di leher dan daerah supraskapular. Nyeri dari akar serviks kelima

(C5) menjalar ke lengan bawah, sedangkan nyeri dari akar keenam dan

ketujuh (C6 dan C7) meluas ke leher, lengan bahu, dan tangan. Nyeri juga

bisa menjalar ke daerah cervical atas yang menimbulkan nyeri occipital.

2. Kaku leher (stiffness)

11
Kaku leher dimulai pada pagi hari dan makin bertambah dengan adanya

aktivitas, gerakan leher terbatas dan terkadang disertai dengan krepitasi dan

nyeri.

3. Paresthesia

Tergantung pada radiks saraf yang terkena oleh spur atau iritasi saraf dan

biasanya bersifat unilateral.

4. Kelemahan atau spasme otot

Parese terjadi bila adanya penekanan hebat pada radiks saraf.

5. Gejala lain

Nyeri kepala, vertigo dan tinnitus.

F. Anamnesa4

Anamnesa adalah hal-hal yang menjadi sejarah kasus pasien, juga

berguna untuk menentukan diagnosa, karena misalnya dengan pendekatan

psikiatri terhadap depresinya yang kadang merupakan faktor dasar nyeri bahu ini.

Gejala-gejala yang mungkin nampak pada inspeksi dan palpasi, misalnya :

1. Nyeri kaku pada leher

2. Rasa nyeri dan tebal dirambatkan ke ibu jari dan sisi radial tangan

3. Dijumpai kelemahan pada biceps atau triceps

4. Berkurangnya reflex biceps

5. Dijumpai nyeri menjalar (referred pain) di bahu yang samar, dimana “nyeri

bahu” hanya dirasa bertahan di daerah deltoideus bagian lateral dan

infrascapula atas.

12
G. Pemeriksaan fisik5

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk penegakan diagnosis

Cervical Root Syndrome antara lain :

1. Terdapat tenderness pada daerah cervical, pada beberapa keadaan akan

terlokalisir pada sebelah lateral sendi yang mengalami peradangan.

2. Spasme pada otot-otot leher.

3. Pemeriksaan R.O.M leher terbatas dan nyeri terutama pada gerakan lateral

bending dan rotasi.

4. Pada extremitas atas bisa menunjukkan defisit sensoris dan hiporeflexia.

Parese dan atrofi otot merupakan kondisi lanjutan yang jarang ditemukan.

5. Leher tampak agak kyphotic sehingga postur terlihat kepala jatuh ke depan

yang menyebabkan center of gravity jatuh ke depan. Leher akan bertambah

lordosis sebagai usaha mempertahankan keseimbangan dan akan

mempersempit foramen intervertebrale dan menambah tekanan ke sendi

zygapophyseal.

6. Pemeriksaan darah normal, penyempitan celah sendi karena degradasi

kartilago artikuler dan memungkinkan permukaan tulang mendekat satu sama

lain dan terdapat osteofit marginalis.

Tes-tes khusus yang dapat dilakukan, antara lain:

a. Tes Provokasi4

Tes Spurling atau tes Kompresi Foraminal, dilakukan dengan cara posisi leher

diekstensikan dan kepala dirotasikan ke salah satu sisi, kemudian berikan

13
tekanan ke bawah pada puncak kepala. Hasil positif bila terdapat nyeri

radikuler ke arah ekstremitas ipsilateral sesuai arah rotasi kepala. Pemeriksaan

ini sangat spesifik namun tidak sensitif guna mendeteksi adanya radikulopati

servikal. Pada pasien yang datang ketika dalam keadaan nyeri, dapat

dilakukan distraksi servikal secara manual dengan cara pasien dalam posisi

supinasi kemudian dilakukan distraksi leher secara perlahan. Hasil dinyatakan

positif apabila nyeri servikal berkurang.

Gambar7. Tes Provokasi

b. Tes distraksi kepala4

Distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan oleh kompresi

terhadap radiks syaraf. Hal ini dapat diperlihatkan bila kecurigaan iritasi

radiks syaraf lebih memberikan gejala dengan tes kompresi kepala walaupun

penyebab lain belum dapat disingkirkan.

14
Gambar 8. Tes distraksi kepala
4
c. Tes valsava

Dengan tes ini tekanan intratekal dinaikkan, bila terdapat proses desak ruang

di kanalis vertebralis bagian cervical, maka dengan di naikkannya tekanan

intratekal akan membangkitkan nyeri radikuler. Nyeri syaraf ini sesuai dengan

tingkat proses patologis dikanalis vertebralis bagian cervical. Cara

meningkatkan tekanan intratekal menurut Valsava ini adalah pasien disuruh

mengejan sewaktu ia menahan nafasnya. Hasil positif bila timbul nyeri

radikuler yang berpangkal di leher menjalar ke lengan.

Gamabar 9. Tes valsava


3. Pemeriksaan Penunjang4

Pemeriksaan radiologis masih menjadi standar yang paling baik untuk penegakan

diagnosis sampai sekarang. Pada foto rontgen akan didapatkan :

1) Pembentukan osteofit dan sklerosis pada sendi-sendi apofiseal intervertebrae.

2) Penyempitan pada discus intervertebralis akibat erosi kartilago.

3) Pembentukan tulang baru (spurring) antar vertebra yang berdekatan dan dapat

menyebabkan kompresi akar saraf.

15
Gambar 10. Foto rontgen AP spondilosis servikalis

Selain menggunakan foto rontgen, dapat juga digunakan MRI dan CT

(Computerized Tomography) untuk penegakan diagnosis.

H. Diagnosa Banding6

Banyak kondisi yang dapat menimbulkan nyeri leher dan bahu serta rasa

tidak nyaman pada ekstremitas. Semua itu harus dibedakan dari mana asalnya dan

bagaimana mekanisme terjadinya. Diagnosa banding untuk kondisi ini adalah

Spondilosis cervicalis dan Neuritis Medianus.

I. Penatalaksanaan

a.Medikamentosa4,5

Pemberian obat AINS (Anti Inflamasi Non Steroid) dan muscle relaxant

untuk menghilangkan rasa nyeri. Obat penghilang nyeri atau relaksan otot dapat

diberikan pada fase akut. Obat-obatan ini biasanya diberikan selama 7-10 hari.

Bila terdapat gejala radikuler bisa disertai dengan pemberian kortikosteroid oral.

16
Bila nyeri dirasa sangat mengganggu bisa ditambahkan opioid dengan beberapa

ketentuan.

b. Fisioterapi4

Tujuan utama penatalaksanaan adalah reduksi dan resolusi nyeri, perbaikan

atau resolusi defisit neurologis dan mencegah komplikasi atau keterlibatan

medulla spinalis lebih lanjut.

1. Traksi

Tindakan ini dilakukan apabila dengan istirahat keluhan nyeri tidak berkurang

atau pada pasien dengan gejala yang berat dan mencerminkan adanya

kompresi radiks saraf. Traksi dapat dilakukan secara terus-menerus atau

intermiten.

Gambar 11. Tindakan Traksi

2. Cervical collar

Pemakaian cervical collar lebih ditujukan untuk proses imobilisasi serta

mengurangi kompresi pada radiks saraf, walaupun belum terdapat satu jenis

collar yang benar-benar mencegah mobilisasi leher. Salah satu jenis collar

yang banyak digunakan adalah SOMI Brace (Sternal Occipital Mandibular

17
Immobilizer). Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang

dan malam dan diubah secara intermiten pada minggu II atau bila

mengendarai kendaraan. Harus diingat bahwa tujuan imobilisasi ini bersifat

sementara dan harus dihindari akibatnya yaitu diantaranya berupa atrofi otot

serta kontraktur. Jangka waktu 1-2 minggu ini biasanya cukup untuk

mengatasi nyeri pada nyeri servikal non spesifik. Apabila disertai dengan

iritasi radiks saraf, adakalanya diperlukan waktu 2-3 bulan. Hilangnya nyeri,

hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit motorik dapat dijadikan

indikasi pelepasan collar.

Gambar 12. Cervical collar

3. Thermoterapi

Thermoterapi dapat juga digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri.

Modalitas terapi ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal

untuk relaksasi otot. Kompres dingin dapat diberikan sebanyak 1-4 kali sehari

selama 15-30 menit, atau kompres panas/pemanasan selama 30 menit 2-3 kali

sehari jika dengan kompres dingin tidak dicapai hasil yang memuaskan.

18
Pilihan antara modalitas panas atau dingin sangatlah pragmatic tergantung

persepsi pasien terhadap pengurangan nyeri.

c.Terapi Latihan5

Pada penderita Cervical Root Syndrome akan didapatkan nyeri, kekakuan

dan keterbatasan ruang sendi akibat dari penekanan radix saraf. Hal ini bisa

menyebabkan terjadinya kelemahan otot yang berujung pada postur yang buruk.

Postur yang buruk akan memperberat perjalanan penyakit ini. Terapi latihan

bertujuan untuk :

1. Mengurangi rasa nyeri

2. Mengurangi lordosis cervical

3. Memperbaiki kekuatan otot

4. Meningkatkan postur pada ADL

5. Mempertahankan fleksibilitas atau rentang sendi (R.O.M)

Terapi Latihan juga akan membantu proses pengurangan rasa nyeri selain

fungsinya yang mengembalikan keadaan pasien ke kondisi normalnya. Pada

keadaan nyeri, pasien akan cenderung untuk tidak menggerakan kepala. Hal ini

bisa menyebabkan spasme otot leher yang lama-kelamaan akan menyebabkan

atrofi otot. Atrofi otot akan menambah rasa nyeri pada pasien karena otot leher

akan mengalami penurunan fungsinya dalam mempertahankan posisi kepala.

Terapi Latihan dapat berupa :

a. Latihan penguatan otot leher

Latihan penguatan otot dilakukan secara isotmetrik, yakni melawan tahanan

yang tidak bergerak atau dengan mempertahankan leher pada posisi statik.

19
Latihan isometrik cervical ini dilakukan secara self resistance pada posisi

duduk.

1) Fleksi

Pasien meletakkan ke dua tangan dan menekan dahi dengan telapak

tangan, kemudian kepala melakukan gerakan fleksi (mengangguk) tetapi

ditahan dengan tangan agar tidak terjadi gerakan.

2) Lateral Bending

Pasien menekan dengan tangan pada sisi lateral kepala dan mencoba untuk

lateral fleksi kepala, tahanan diberikan pada telinga dan bahu, di usahakan

tidak terjadi gerakan.

3) Ekstensi axial

Pasien menekan belakang kepala dengan kedua tangan dimana tahanan

diberikan pada belakang kepala dekat puncak kepala.

4) Rotasi

Pasien menekan dengan satu tangan menahan pada daerah atas dan lateral

dari mata dan mencoba memutar kepala (rotasi) tetapi tetap ditahan agar

tidak terjadi gerakan. Preskripsi untuk latihan kekuatan sebagai berikut

a) Intensitas (beban) : 100% dari kontraksi maksimum

b) Durasi : 5 detik tiap kontraksi

c) Repetisi : 5-10 kontraksi

d) Frekuensi : 5 hari tiap minggu

e) Lama program : 4 minggu atau lebih

20
Kerugian latihan ini adalah terjadinya peningkatan tekanan darah,

disebabkan peningkatan denyut jantung tanpa perubahan perifer umum.

Pada penderita penyakit jantung, latihan isometrik dapat menyebabkan

timbulnya disaritmia ventrikel.

b. Latihan fleksibilitas / stretching otot leher

Bila terdapat rasa tidak enak akibat postur yang buruk atau adanya spasme

otot, maka R.O.M aktif akan membantu menghilangkan stress pada struktur

leher, memperbaiki sirkulasi. Tujuan dari latihan stretching pada otot leher

adalah menambah fleksibilitas dalam fleksi, ekstensi, rotasi dan lateral fleksi

secara aktif. Semua gerakan dilakukan perlahan sampai full R.O.M dan

dilakukan beberapa kali. Posisi pasien duduk dengan leher tergantung secara

rileks pada kursi atau berdiri rileks. Setelah itu pasien di minta untuk :

1) Menekuk leher ke depan dan belakang (gerakan ekstensi tidak boleh

dilakukan bila terdapat penekanan saraf).

2) Menekuk kepala ke lateral kanan dan kiri, merotasikan kepala pada

masing-masing sisi.

3) Putar bahu, elevasi, retraksi, kemudian relaks dari scapula.

4) Putar secara melingkar lengan mengelilingi bahu. Dikerjakan dengan siku

fleksi dan ekstensi, menggunkan gerakan sirkuler yang luas maupun kecil.

Posisi lengan ke depan atau agak menyamping. Gerakan searah maupun

berlawanan jarum jam harus digerakkan karena membantu dalam latihan

21
postur yang benar. Sendi harus digerakkan secara penuh setidaknya 2-3

kali sehari.

c. Latihan postur

Postur yang buruk akan menambah lordosis cervical dan penambahan beban

yang berlebih pada leher. Postur yang dimaksud salah satunya adalah

forward-head posture. Postur yang tidak tepat ini juga berpengaruh pada

penekanan annulus fibrosus dan menyebabkan penyempitan foramen

intervertebrale sehingga terjadi iritasi pada saraf bagian cervical.

Latihan postur sangat membutuhkan kesadaran dalam melakukan latihan yang

teratur. Yang dilakukan adalah melakukan teknik relaksasi otot dan stretching

untuk mengembalikan ROM normal. Pada ADL juga harus dievaluasi untuk

mencegah posisi yang memperburuk kondisi cervical serta dilakukan edukasi :

1) Cara mengangkat barang dengan lutut fleksi.

2) Hindari hiperekstensi leher dan forward-head posture yang terlalu lama

dan berlebihan.

3) Perbaiki lingkungan pekerjaan penderita seperti kursi dan meja yang

kurang sesuai ukuran tingginya, lingkungan tidur seperti bantal yang

sesuai tingginya dan matras untuk membantu relaksasi otot.

d. Terapi Modalitas5

Terapi modalitas adalah terapi yang melibatkan perlakuan terhadap fisik

pasien, seperti pemberian elektroterapi, kemoterapi, krioterapi dan tindakan

pembedahan. Terapi modalitas digunakan untuk mengurangi rasa nyeri,

memperbaiki vaskularisasi dan meningkatkan metabolism jaringan. Terapi

22
modalitas sebaiknya tidak diberikan tersendiri pada suatu penatalaksanaan

penyakit, dan sebaiknya diberikan tambahan terapi baik dalam bentuk terapi

latihan maupun intervensi farmakologis. Terapi modalitas yang banyak

digunakan pada penderita antara lain :

1) SWD (Short Wave Diathermy)

SWD (Short Wave Diathermy) adalah elektroterapi yang menaikan

temperatur pada jaringan dengan pemberian gelombang frekuensi tinggi.

Frekuensinya 27,12 MHz dan panjang gelombangnya 11 meter. SWD

memiliki beberapa fungsi antara lain meningkatkan metabolisme,

meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan kontraksi otot. SWD juga akan

menurunkan rasa nyeri, meningkatkan elastisitas dan oksigenasi jaringan.

Terdapat dua macam SWD dimana yang pertama adalah tipe kontinu

dimana akan didapatkan pemberian panas secara terus menerus dari alat,

dan kedua yakni pulsed mode yang memberikan jeda dalam tiap

pemanasan. Cara yang kedua akan meningkatkan efek non-thermal.

Pemberian SWD akan mengembalikan potensial membran ke tingkat

semula, dimana pada inflamasi potensial membran suatu sel akan turun

sehingga fungsinya terganggu. Selain itu juga SWD akan mengembalikan

keseimbangan dan transpor ion di membran sel. Terdapat dua teori

mekanisme pemberian SWD, yang pertama adalah mekanisme transpor ion

secara langsung atau aktivasi dari pompa natrium dan kalium.

SWD diberikan pada inflamasi kronik, dan biasanya mulai diberikan terapi

maksimal satu minggu setelah mulainya proses peradangan. Indikasi

23
diberikannya SWD adalah inflamasi dan juga proses degenarasi, baik pada

spondylosis cervical, osteoarthritis lutut, sprain ligament pada tumit, dan

juga pada sinusitis. Kontraindikasi SWD seperti tumor ganas, inflamasi

akut, penggunaan pacu jantung, perdarahan dan demam tinggi. Lama

pemberian SWD 5-30 menit tergantung derajat penyakitnya.

2) TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)

TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) adalah terapi

modalitas yang tidak invasif dan tidak adiktif. TENS adalah salah satu

elektroterapi yang paling sering digunakan sebagai analgesia atau

penghilang rasa sakit. Metode yang dilakukan pada TENS adalah

pemberian arus listrik ke saraf dan menghasilkan panas untuk mengurangi

kekakuan, meningkatkan mobilitas dan menghilangkan nyeri. Peralatan

TENS terdiri dari stimulator yang bertenagakan baterai dan elektroda yang

ditempelkan pada bagian yang akan diberikan terapi. Selain itu TENS bias

dikombinasikan dengan steroid topikal untuk pengobatan rasa nyeri yang

dinamakan dengan Iontoforesis. Mekanisme kerja dari TENS adalah

dengan pengaturan neuromodulasi seperti penghambatan pre sinaps pada

medulla spinalis, pelepasan endorfin yang merupakan analgesia alami

dalam tubuh dan penghambatan langsung pada saraf yang terangsang

secara abnormal. Mekanisme analgesia TENS adalah stimulasi elektrik

akan mengurangi nyeri dengan penghambatan nosiseptif pada pre sinaps.

Stimulasi elektrik akan mengaktifkan serabut saraf bermyelin yang akan

menahan perambatan nosisepsi pada serabut C tak bermyelin ke sel T yang

24
berada di substansia gelatinosa pada cornu posterior yang akan diteruskan

ke cortex cerebri dan talamus. Pada pemberian TENS juga akan terjadi

peningkatan beta endorphin dan met-enkephalin yang memperlihatkan efek

antinosiseptif. Indikasi dilakukan TENS adalah rasa nyeri tidak berat,

dismenore dan inkontinensia. Kontraindikasinya antara lain pasien

penggunan pacu jantung, defisit neurologis dan pada pasien yang

mengandung.

BAB III

25
KESIMPULAN

Cervical root syndrome (CRS) atau sindroma akar saraf leher suatu keadaan

yang disebabkan adannya iritasi pada akar syaraf cervical yang menyebabkan

adannya nyeri radikular yang ditandai dengan nyeri pada leher, bahu dan menjalar ke

lengan atas hingga ke jari – jari tangan disertai dengan. adannya pharastesia,

penurunan reflek tendon biceps, numbness, gangguan sensorik dan juga kelemahan

atau spasme pada otot.

Banyak kondisi yang dapat menimbulkan nyeri leher dan bahu serta rasa tidak

nyaman pada ekstremitas. Semua itu harus dibedakan dari mana asalnya dan

bagaimana mekanisme terjadinya. Diagnosa banding untuk kondisi ini adalah

Spondilosis cervicalis dan Neuritis Medianus.

Pada pasien Cervical root syndrome (CRS) Pemberian obat AINS (Anti

Inflamasi Non Steroid) dan muscle relaxant untuk menghilangkan rasa nyeri.

Sedangkan, Fisioterapi tujuan utamanya adalah reduksi dan resolusi nyeri, perbaikan

atau resolusi defisit neurologis dan mencegah komplikasi atau keterlibatan medulla

spinalis lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

26
1. Mahadewa, Tjokorda, GB. 2013. Saraf Perifer Masalah Dan Penanganan.
Jakarta: Indeks.

2. Eubank, JD. 2010. Cervical radiculopathy: Nonoperative management of neck pain


radicular sympotoms. American Family Physician

3. Cristopher,Deanna Lynn, and Douglas Comeau. "Cervical radiculopathy."


Medical Clinics of North America 98.4 (2010): 791-799.

4. Sanjaya P. Cervical Root Syndrome. Bagian Penyakit Saraf RSU Unit Swadana
Pare-Kediri. 2012.

5. Susilo WA. Pengaruh terapi modalitas dan terapi latihan terhadap penurunan
rasa nyeri pada pasien cervical root syndrome di RSUD. DR. Moewardi
Surakarta. Skripsi. FK Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2010.

6. Tulaar AB. Nyeri Leher dan Punggung. Studi Tinjauan Pustaka. Departemen
Kedoktteran Fisik dan Rehabilitasi. Majalah Kedokteran Indonesia. 5 (5); Mei.
2008.

27

Anda mungkin juga menyukai