Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kata anestesi berasal dari bahasa yunani yang berarti keadaan tanpa rasa sakit.
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang
meliputi pemeberian anestesi ataupun analgesi, pengawasan keselamatan pasien dioperasi
atau tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien gawat,
pemeberian terapi inhalasi, dan penanggulangannya nyeri menahun. Anestesi dibagi menjadi
2 kelompok yaitu Anestesi Lokal dan Anestesi Umum. Pada anestesi lokal hilagnya rasa
sakit tanpa disertai hilangnya kesadaran, sedangkan pada anestesi regional sama dengan
lokal tapi lebih besar yang mengalami mati rasadan Anestesi umum hilangnya rasa sakit
atau nyeri disertai dengan hilangnya kesadaran.
Usaha menekan rasa nyeri pada tindakan operasi dengan menggunakan obat telah
dilakukan sejak zaman dahulu termasuk pemberian alcohol dan opodium secara oral. Setiap
obat anestesi mempunyai variasi tersendiri bergantung pada jenis obat, dosis yang diberikan,
dan keadaan secara klinis. Anestetik yang ideal akan bekerja secara tepat dan baik serta
mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan.
Selain itu, batas keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping yang
sangat minimal. Tidak satu pun obat anestetik dapat memberikan efek yang diinginkan tanpa
disertai efek samping, bila diberikan secara tunggal. Anestesi lokal menghambat impuls
konduksi secara revesibel sepanjang akson saraf dan membran eksitabel lainnya yang
menggunakan saluran natrium sebagai alat utama pembangkit potensi aksi. Kokain, obat
anestesi pertama, yang diisolasi oleh niemann pada tahun 1860. Kokain dikenal dana
pengunaan klinik oleh koller, pada tahun 1884, sebagai suatu anestesi oftalmik.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dari Anestesi?
2. Apa saja tujuan dari Anestesi?
3. Apa saja penggolongan dari Anestesi?
4. Bagaimana mekanisme kerja dan interaksi obat dari Anestesi?
5. Bagaimana indikasi dan kontra indikasi dari Anestesi?
6. Apa saja efek samping dari Anestesi?
7. Apa yang dimaksud dengan Premedikasi ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui tentang anestesi
2. Untuk mengetahui tujuan dari anstesi
3. Mampu membedakan anestesi umum dan lokal
4. Memahami cara mekanisme kerja dan interaksi dari obat dari anestesi
5. Memahami apa saja indikasi dan kontra indikasi dari anestesi
6. Memahami apa saja efek samping dari anestesi
7. Memahami tentang premedikasi
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI ANESTESI
Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa Yunani an artinya “tidak atau tanpa"
dan aesthētos, "artinya persepsi atau kemampuan untuk merasa". Secara umum berarti anestesi
adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat anestesi adalah obat yang
digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tindakan operasi. Obat
Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi local.

B. JENIS ANESTESI
1. ANESTESI UMUM
Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu keadaan depresi
umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang bersifat reversibel, dimana seluruh
perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih mirip dengan keadaan pingsan. Anestesi
digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi
rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta
menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat
memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya
digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksasi otot. Obat anestesi umum terdiri atas
golongan senyawa kimia yang heterogen, yang mendepresi SSP secara reversibel dengan
spektrum yang hampir sama dan dapat dikontrol. Obat anestesi umum dapat diberikan secara
inhlasi dan secara intravena.
Prinsip Umum
Anestesi umum ditandai dengan analgesia dan amnesia, hilangnya kesadaran, hambatan
sensorik, diikuti dengan hilangnya refleks-refleks, dan relaksasi otot rangka. Pemberian obat
anestetik dengan dosis yang tinggi sering menyebabkan depresi yang dalam pada
kardiovaskular dan respirasi.
Stadium-Stadium Pada Anestesi Umum
Secara tradisi, stadium anestesi umum dapat digunakan untuk menentukan kedalaman
depresi sentral. Namun, stadium-stadium ini tidak secara jelas dapat di observasi pada
penggunaan obat modern karena kecepatan efek anestetik dan efektivitasnya minimal.
Anestesi umum dapat dibagi menjadi empat stadium, yaitu :
1. Stadium I. Stadium Analgesia. Penderita tetap sadar tetapi telah mengalami
pengurangan kesadaran akan nyeri
2. Stadium II. Stadium Eksitasi. Dimulai dari hilangnya kesadaran sampai stadium
operasi. Penderita mengalami amnesia setelah kejadian tersebut, tetapi refleks dan
otonomik jadi tidak teratur serta kontrol respirasi meningkat selama stadium ini. Dapat
disertai dengan aritmia jantung, spasme bronkus, spasme laring dan muntah.
3. Stadium III. Stadium Anestesia Operasi. Penderita tidak sadar dan tidak memiliki reflek
nyeri. Ditandai dengan adanya relaksasi otot rangka, tetapi respirasi teratur dan tekanan
darah dapat dipertahankan dengan baik.
4. Stadium IV. Stadium Depresi Medular. Penderita mengalami depresi pernafasan
(paralisis diafragma) dan depresi tekanan darah yang berat. Tanpa fentilasi mekanik dan
bantuan farmakologi terhadap tekanan darah, pasien akan meninggal.

Sifat-sifat anestetik umum yang ideal

Sifat-sifat anestetik umum yang ideal adalah

1). Bekerja cepat,induksi dan pemulihan baik

2). Cepat mencapai anestesi yang dalam

3). Batas keamanan lebar

4). Tidak bersifat toksis

Mekanisme kerja anestesi umum:

a) Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas
neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan gas dan cairan
terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat
melemaskan otot maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang
secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang
kemudian diturunkan sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan antara
pemberian dan pengeluaran. Keuntungan anestesi inhalasi dibandingkan dengan
anestesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman
anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas atau uap yang diinhalasi. Keuntungan
anastetika inhalasi dibandingkan dengan anastesi intravena adalah kemungkinan untuk
dapat lebih cepat mengubah kedalaman anastesi dengan mengurangi konsentrasi dari
gas/uap yang diinhalasi. Kebanyakan anastesi umum tidak di metabolisasikan oleh
tubuh, karena tidak bereaksi secara kimiawi dengan zat-zat faali. Mekanisme kerjanya
berdasarkan perkiraan bahwa anastetika umum di bawah pengaruh protein SSP dapat
membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil
b) Anestesi Intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai mula
kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas inhalasi yang
terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya
digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa
intravena juga sangat cepat.
Secara umum, mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastesi umum
dibawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil.
Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi transmisi rangsangan di sinaps dan dengan
demikian mengakibatkan anastesia.

Farmakokinetika
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam susunan saraf pusat.
Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi anestesi) bergantung pada
banyaknya farmakokinetika yang mempengaruhi ambilan dan penyebaran anestetik. Factor
tersebut menentukan perbedaankecepatan transfer anestetik inhalasi dari paru kedalam darah
serta dari darah keotak dan jaringan lainnya.  Faktor-faktor tersebut juga turut mempengaruhi
masa pemulihan anestesi setelah anestetik dihentikan.

a. Absorpsi dan distribusi


Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik sebanding dengan
tekanan atau tegangan persialnya. Istilah tersebut sering dipergunakan secara bergantian
dalam membicarakan berbagai proses transfer anestetik gas dalam tubuh. Tercapainya
konsentrasi obat anestetik yang adekuat dalam otak  untuk menimbulkan anestesi
memerlukan transfer obat anestetik dari udara alveolar kedalam darah dan otak.
Kecepatan pencapaian konsentrasi ini bergantung pada sifat kelarutan anestetik,
konsentrasinya dalam udara yang dihisap, laju ventilasi paru, aliran darah paru, dan
perbedaan gradian konsentrasi (tekanan parsial) obat anestesi antara darah arteri dan
campuran darah vena.
b. Ekskresi

Waktu pemulihan anestesi inhalasi bergantung pada kecepatan pembuangan obat


anestetik dari otak setelah konsentrasi obat anestesi yang diisap menurun. Banyaknya
proses transfer obat anestetik selama waktu pemulihan sama dengan yang terjadi selama
induksi.

Factor-factor yang mengontrol kecepatan pemulihan anestesi meliputi; aliran darah


paru, besarnya ventilasi, serta kelarutan obat anestesi dalam jaringan dan darah serta
dalamnya fase gas didalam paru.

Farmakodinamika
Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah dengan
meningkatkan ambang rangsang sel. Dengan meningkatnya ambang rangsang,akan terjadi
penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi seperti juga intravena barbiturate dan
benzodiazepine menekan aktivitas neuron otak sehingga akson dan transmisisi naptik tidak
bekerja. Kerja tersebut digunakan pada transmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses sinaptik
lebih sensitive dibandingkan efeknya. Mekanisme ionik yang diperkirakan terlibat adalah
bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah dilaporkan menyebabkan hiperpolarisasi saraf dengan
aktivitas aliran K+, sehingga terjadi penurunan aksi potensial awal, yaitu peningkatan ambang
rangsang. Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada membran
neuronal belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan interaksi langsung antara
molekul anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran membrane protein yang spesifik.
Mekanisme ini telah diperkenalkan pada penelitian interaksi gas dengan saluran kolineroseptor
nikotinik interkais yang tampaknya untuk menstabilkan saluran pada keadaan tertutup.
Interpretasi alternatif, yang dicoba untuk diambil dalam catatan perbedaan struktur yang nyata
diantara anestetik, memberikan interaksi yang kurang spesifik pada obat ini dengan membran
matriks lipid, dengan perubahan sekunder pada fungsi saluran.
Efek Samping Anestesi Umum
Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O, halotan,
enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal haruslah tidak
mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah, tidak meracuni organ
(jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak
mengiritasi pasien.
Obat bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping di antaranya:
a) Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan halogen).
b) Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena mata terus terbuka
(golongan Ketamin).
c) Depresi pada susunan saraf pusat.
d) Nyeri tenggorokan.
e) Sakit kepala.
f) Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.
g) Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan, enfluran dan
isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
h) Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini juga
ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf simpatis, maka efek
keseluruhannya menjadi ringan.
i) Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
j) Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien perlu
dihidratasi secukupnya.
k) Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil) pasca-bedah.

Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi serius yang dapat
terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan perbandingan 4 komplikasi dalam
jutaan pasien yang diberi obat anestesi. Pencegahan efek samping anestesi yang terbaik adalah
dengan penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien mengenai efek samping dan risiko yang
mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan pemberian obat anestesi yang tidak melebihi dosis.
2. ANESTESI LOKAL
Anestesi lokal ialah obat yang apabila diberikan secara lokal (topikal atau suntikan) dalam
kadar yang cukup dapat menghambat hantaran impuls pada saraf yang dikenai oleh obat
tersebut. Obat-obat ini menghilangkan rasa atau sensasi nyeri (dan pada konsentrasi tinggi
dapat mengurangi aktivitas motorik) terbatas pada daerah tubuh yang dikenai tanpa
menghilangkan kesadaran.

Struktur Kimia
Umumnya obat anestesis lokal terdiri dari sebuah gugus lipolifit (biasanya sebuah cincin
aromatik) yang diberikatan dengan sebuah rantai perantara (umumnya termasuk suatu ester
atau sebuah amida) yang terikat pada satu gugus terionisasi. Aktivitas optimal memerlukan
keseimbangan yang tepat antara gugus lipofilik dan kekuatan hidrofilik. Penambahan sifat fisik
molekul, maka konfirgurasi stereokimia specifik menjadi penting, misalnya perbedaan potensi
stereoisomer telah diketahui untuk beberapa senyawa. Karena ikatan ester (seperti prokain)
lebih mudah terhidrolisis dari ikatan amida, maka lama kerja ester biasanya lebih singkat.
Sifat-sifat anestesi lokal
sifat-sifat anestesi lokal yang ideal adalah
1. Tidak mengiritasi dan merusak jaringan saraf secara menetap
2. Batas keamanan harus lebar karena obat anestetik lokal diabsorbsi sari tempat suntikan
3. Masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan operasi
4. Masa pemulihan tidak terlalu lama
5. Harus larut dalam air
6. Stabil dalam larutan, dan
7. Dapat disentuh tanpa mengalami perubahan
Mekanisme kerja
Anestetika local mengakibatkan kelhilangan rasa dengan jalan beberaoa cara. Misalnya
dengan jalan menghindarkan untuk semenytara pembentukan dan transmisi impuls melalui
saraf dan ujungnya.
Pusat mekanisme kerjanya terletak di membrane sel. Seperti juga alcohol dan barbital,
anestesi local menghambat penerusan impuls dengan jalan menurunkan permeabilitas
membrane sel saraf untuk ion-natrium, yang oerlu bagi fungsi saraf yang layak. Hal ini
disebabkan karena adanya persaingan dengan ion kalsium yang berada berdekatan dengan
saluran-saluran natrium di membrane neuron. Pada waktu bersamaan, akibat turunnya laju
depolarisasi, ambang kepekaan terhadap rasangan  listrik lamnbat laun meningkat, sehingga
akhirnya terjadi kehilangan rasa setempat secara reversible.
Diperkirakan bahwa pada proses stabilisasi membrane tersebut. ion kalsium memegang
peranan penting , yakni molekul lipofil besar dari anestetika local mungkin mendesak sebagian
ion kalsium di dalam membrane sel  tanpa mengambi alih fungsinynya, dengan demikian
membrane sel menjadi lebih padat dan stabil. Serta dapat lebih baik melawan segala sesuatu
oerubahan mengenai permeabilitanya.
Penghambatan penerusan impuls dapat perlu dicapai dengan pendingingan kuat atau
mealui meracuni protoplasma sel.

Farmakodinamika
Onset, intensitas, dan durasi blokade saraf ditentukan oleh ukuran dan lokasi anatomis
saraf. Saluran Na+ penting pada sel otot yang bisa dieksitasi seperti jantung. Efeknya terhadap
saluran Na+ jantung adalah dasar terapi anestetika lokal dalam terapi aritmia tertentu
(biasanya yang dipakai lidokain). Anestetika lokal umumnya kurang efektif pada jaringan
yang terinfeksi dibanding jaringan normal, karena biasanya infeksi mengakibatkan asidosis
metabolik lokal, dan menurunkan pH.
Farmakokinetika

a. Absorbsi
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari suatu tempat suntikan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat-jaringan, adanya bahan
vasokontrikstor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor seperti epineprin
mengurangi penyerapan sistemik anestesi lokal dari tempat tumpukan obat dengan
mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini menjadi nyata terhadap obat yang masa
kerjanya singkat atau menengah seperti prokain, lidokain, dan mepivikain (tidak untuk
prilokain). Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh kadar obat lokal yang tinggi, dan
efek toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk dalam darah hanya
1/3 nya saja. Kombinasi pengurangan penyerapan sistemik dan peningkatan ambilan saraf
inilah yang memungkinkan perpanjangan efek anestesi lokal sampai 50%. Vasokonstriktor
kurang efektif dalam memperpanjang sifat anestesi obat yang mudah larut dalam lipid dan
bekerja lama (bupivukain, etidokain), mungkin karena molekulnya sangat erat terikat dalam
jaringan.
b.   Metabolisme dan ekskresi
Anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah larut dalam
air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang bentuknya tak
bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak sama sekali bentuk
netralnya yang diekskresikan. Pengasaman urin akan meningkatkan ionisasi basa tersier
menjadi bentuk bermuatan yang mudah larut dalam air, sehingga mudah diekskresikan
karena bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh butirilkolinesterase
(pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obat ini khas sekali mempunyai waktu paruh yang
sangat singkat, kurang dari 1 m3nit untuk prokain dan kloroprokain.
Ikatan amida dari anestesi lokal dihidrolisi oleh enzim mikrosomal hati. Kecepatan
metabolisme senyawa amida di dalam hati bervariasi bagi setiap individu, perkiraan
urutannya adalah prilokain (tercepat) > etidokain > lidokain  > mevikain > bupivikain
(terlambat). Akibatnya, toksisitas dari anestesi lokal tipe amida ini akan meningkat pada
pasien dengan gangguan fungsi hati. Sebagai contoh, waktu paruh lidokain rerata akan
memanjang dari 1,8 jam pada pasien normal menjadi lebih dari 6 jam pada pasien dengan
penyakit hati yang berat.
Efek Samping Anestesi Lokal
Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar obat dalam
darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek samping pada berbagai sistem organ
tubuh, yaitu:
a) Sistem Saraf Pusat
 Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan
pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus dan
menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi SSP dan
kematian yang terjadi untuk semua anestesi local termasuk kokain.Reaksi toksik yang paling
serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang karena kadar obat dalam darah yang
berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya memberikan anestesi local dalam dosis
kecil sesuai dengan kebutuhan untuk anestesi yang adekuat saja. Bila harus diberikan dalam
dosis besar, maka perlu ditambahkan premedikasi dengan benzodiapedin; seperti diazepam,
0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah bangkitan kejang.
b)    Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)
Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan menjadi toksik
terhadap jaringan saraf.
c)   Sistem Kardiovaskular
Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek langsung terhadap jantung
dan membran otot polos serta dari efek secara tidak langsung melalui saraf otonom. Anestesi
lokal menghambat saluran natrium jantung sehingga menekan aktivitas pacu jantung,
eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi abnormal. Walaupun kolaps kardiovaskular dan
kematian biasanya timbul setelah pemberian dosis yang sangat tinggi, kadang-kadang dapat
pula terjadi dalam dosis kecil yang diberikan secara infiltrasi.
d)     Darah
Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan menimbulkan
penumpukan metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu mengubah
hemoglobin menjadi methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar maka warna darah menjadi
coklat.

C. JENIS OBAT
Anestesi Umum
a) Anestesi Inhalasi
1. Halotan : Fluothane
 Bau dan rasa tidak menyengat
 Tidak dapat menyala dan tidak eksplosif
 Khasiat anastetisnya sangat kuat (2 kali kloroform dan 4 kali eter) tetapi Khasiat analgetisnya
rendah dan daya relaksasi otot ringan.
 Halotan digunakan dalam dosis rendah dan dikombinasikan dengan suatu relaksans otot,
seperti galamin dan suksametonium.
 Kelarutannya dalam darah relative rendah induksi lambat, mudahdigunakan, tidak
merangsang mukosa saluran napas.
 Bersifat menekan refleks dari paring dan laring, melebarkan bronkioli danmengurangi
sekresi ludah dan sekresi bronchi.
 Famakokinetik: sebagian dimetabolisasikan dalam hati bromide, kloridaanorganik, dan
trifluoacetik acid.
 Efek samping: menekan pernapasan dan kegiatan jantung, hipotensi, jika penggunaan
berulang, maka dapat menimbulkan kerusakan hati.
 Dosis: tracheal 0,5-3 v%.
 Farmakodinamik
Halotan adalah obat narkotika kuat untuk mencapai anestesi bedah tahap digunakan
sendiri dalam campuran dengan oksigen. Pasangan dalam campuran dengan oksigen tidak
meledak, yang memungkinkan penggunaan peralatan listrik selama operasi. Ketika
dikombinasikan dengan nitrous oxide atau eter.
 Farmakokinetik
Mudah diserap dari saluran pernapasan. Sedikit larut dalam darah. Konsentrasi yang
diperlukan untuk operasi 12 mg, dan depresi dari pusat pernapasan terjadi pada konsentrasi
30-38mg. dengan menambahka campuran nitrous oxide dapat mengurangi konsentrasi
halotan. Efek narkotika cepat berhenti setelah akhir inhalasi. Sekitar 80% dari obat dilepaskan
melalui paru-paru, dan 20% dimetabolisme dalam hati untuk metaolit utama asam
trifluoroasetat, dimana konsentrasi maksimum diamati satu hari setelah anestesi.
2. Enfluran
 Anestetikum inhalasi kuat, digunakan pada berbagai jenis pembedahan juga sebagai
analgetikum pada persalinan.
 Memiliki daya relaksasi otot dan analgetis yang baik, tidak begitu menekan SSP.
 Resorpsinya setelah inhalasi cepat dengan waktu induksi 2-3 menit. Sebagian besar
diekskresikan oleh paru-paru.
 Efek sampingnya berupa hipotensi, menekan pernapasan, aritmi, dan merangsang SSP.
Pasca bedah dapat timbul hipotermi (menggigil) serta mual dan muntah. Daya kerjanya dapat
melemaskan otot uterus, zat ini meningkatkan perdarahan pada persalinan,SC, dan abortus.
 Dosis tracheal 0,5-4v%.
 Kategori keamanan untuk ibu hamil
 Farmakodinamik
Sifat Enfluran (Etherane/Compound 347)Farmakologi : Pengambilan dan distribusi :
Keseimbangan cepat atau tekanan parsial alveoli dan arteri sehingga induksi relatif cepat
Nilai MAC 2x halothan berarti potensi ½ dari halothan. Menyebabkan hipnotik Pada
konsentrasi inspirasi ( 3 - 3,5%) dapat menimbulkan aktivitas spike epileptiform pd EEG,
oleh karena itu dihindari untuk pasien epilepsi.
 Farmakokinetik
Dimetabolisme di hepar dan diekskresi melalui urine. Sistem Respirasi : Tidak iritatif
dan tidak menyebabkan sekresi sa-liva dan trakheobronkhial Penurunan refleks laring tidak
sebesar halothan Depresi napas > dalam dibanding halothan Sistem Kardiovaskular : Depresi
miokard lebih kuat dari halothan (MAC yang sama) sehingga efek hipotensi > daripada efek
halothan Aritmia jarang terjadi, pemakaian adrenalin relatif aman Otot : Konsentrasi
meningkat à relaksasi uterus Meningkatkan aktivitas obat pelumpuh otot non depolarisasi
SSP.
3. Isofluran
 Bau tidak enak.
 Anestetikum inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi otot baik.
 Penekanan terhadap SSP sama dengan enfluran.
 Tidak menyala dan tidak eksplosif.
 Kadar fluoride dalam ginjal rendah sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap fungsi
ginjal.
 Efek samping berupa hipotensi, aritmi, menggigil, kontriksi bronchi, dan meningkatkan
jumlah leukosit. Pasca bedah dapat menimbulkan mual muntah dan keadaan tegang lebih
kurang 10% pasien.
 Dosis tracheal 0.5-3v% dalam O2 dan N2O.
 Farmakodinamik
 Kardiovaskular : Depresi jantung dan pembuluh darah minimal dibanding anestesi
inhalasi lainnya digemari untuk anestesia teknik hipotensi dan banyak digunakan pada
pasien dengan gangguan koroner.
 Otot : Relaksasi cukup baik dan berpotensi dengan relaksan, pada uterus hamil
menyebabkan relaksasi dan kurang responsif jika diantisipasi dengan oksitosin sehingga
dapat menyebabkan perdarahan pasca persalinan.
 Hati & ginjal : Tdk hepatotoksik dan nefrotoksik
 Lain : Induksi dan pemulihan lebih cepat
 Farmakokinetik :
SSP : Mendepresi nafas seperti anestesi inhalasi lainnya. Pada dosis
anestetik/subanestetik menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen tetapi
meningkatkan CBF dan ICP.
4. Desfluran
 merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya mirip isofluran. Desfluran
sangat mudah menguap.
 Bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi.
 Merangsang jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk induksianestesi.
 Farmakodinamik
Iritasi ringan saluran napas, sekresi, batuk, kadang laringospasme.
Apnoe, Menurunkan resistensi vaskuler sistemik dan tekanan darah arteri rata-rata, depresi
kortikal, supresi aktifitas EEG, menekan fungsi neuromuskuler, meningkatkan kerja
pankuronium dan suksametonium, peningkatan jumlah neutrophil, dan konsentrasi gula
darah meningkat
 Farmakokinetik
Potensinya kurang dibanding halotan atau isofluran. Induksi cepat dicapai, waktu
bangun dan pemulihan lebih cepat dari isofluran.Dihalogenasi dengan fluorida, tahan
terhadap biodegradasi. Kurang dimetabolisme, efek toksik organ spesifik tidak ada.

5. Sevofluran
 Merupakan halogenasi eter .
 Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran.
 Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas.
 Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia.Efek terhadap
sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporantoksik terhadap hepar.
 Farmakodinamik
Dapat menimbulkan depresi sistem kardiovaskuker dan respirasi seperti obat-obatan
anestesi halogen yang lain. Hilangnya kesadaran dapat dicapai dalam 5 kali tarikan nafas
tunggal dengan induksi sevofluran sebanyak 2%, kelarutan darah/ gas yang rendah
menghasilkan induksi dan rekoveri yang cepat.
 Farmakokinetik
Iritasi saluran pernapasan serta kelarutan lebih rendah daripada halotan, sehingga
induksi inhalasi akan lebih cepat dengan sevofluran daripada dengan halotan. Sevofluran
mendepresi SSP. Kardiovaskuler dan rerpirasi parallel dengan isofluran.

b) Anestesi Intravena
1. Tiopental ( C )
 Anestetikum injeksi baik, tetapi sangat singkat ( t ½ kurang lebih 5 menit) , mulai kerjanya
cepat, tetapi efek analgetis dan relaksasi ototnya tidak cukup kuat.
 Hanya digunakan untuk induksi dan narkosa singkat pada pembedahan kecil ( antara lain di
mulut) atau sebagai anestetikum pokok bersamaan dengan anestetikum lanjutan dan suatu zat
relaksan otot.
 Efek samping : depresi pernapasan, terutama pada injeksi yang terlalu cepat dan dosis
berlebihan, menyebabkan sering menguap, batuk, dan kejang laring pada taraf awal anastesi,
dapat menembus plasenta dan masuk ke dalam ASI.
 Kontraindikasi : tidak dapat digunakan pada infusiensi sirkulasi, jantung, atau hipertensi.
 Dosis : IV 100-150 mg larutan 2,5-5% (perlahan-lahan) rectal 40 mg/kg maksimal 2 g.
 Farmakodinamik
Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia pada dosis
subhipnotik, meghasilkan penururnan metabolism serebral dan aliran darah, sedangkan pada
dosis yang tinggi akan menghasilkan isoelektrik elektroensepalogram. Turut menurunkan
teanan intracranial.
 Farmakokinetika
Terikat pada protein plasma 80%. Di dalam hati dirombak sangat lambat menjadi 3-5%
pentobarbital dan sisanya menjadi metabolit tidak aktif yang diekskresikan melalui kemih.
Kadarnya dalam jaringan lemak adalah 6-12 kali lebih besar daripada kadar dalam plasma.
2. Midazolam
 Berkhasiat hipnotis. Anxiolitis, relaksasi otot dan antikonvulsi.
 Digunakan pada taraf induksi dan memelihara anestesi.
 Secara oral resorpsinya agak cepat.
 Perombakan berjalan dengan cepat dan sempurna.
 Efek samping dosis diatas 0,1-0,15 mg/kg/BB berupa hambatan pernapasan yang bias fatal.
Nyeri pada tempat injeksi, dan tromboflebitis pada tempat injeksi.
 Dosis: premedikasi oral 25 mg 45 menit sebelum pembedahan, IV 2,5 mg (HCl).
 Farmakokinetik
Midazolam merupakan short-acting benzodiazepine yang bersifat depresan sistem
saraf  pusat (SSP). Efek midazolam pada SSP tergantung pada dosis yang diberikan, rute
pemberian,dan ada atau tidak adanya obat lain. Onset waktu efek penenang (sedative) setelah
pemberian IM pada orang dewasa adalah 15 menit, dengan puncak sedasi terjadi 30 sampai
60 menit setelahinjeksi. Sedasi pada pasien dewasa dan anak-anak dicapai dalam waktu 3
sampai 5 menit setelahinjeksi intravena (IV). Waktu onset dipengaruhi oleh dosis total
diberikan dan administrasi bersamaan premedikasi narkotika.
 Farmakokinetik
Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat melalui sawar darah otak.
Hanya50% dari obat yang diserap yang akan masuk ke sirkulasi sistemik karena
metabolisme portahepatik yang tinggi. Sebagian besar midazolam yang masuk plasma akan
berikatan dengan protein. Waktu durasi yang pendek dikarenakan kelarutan lemak yang
tinggi mempercepatdistribusi dari otak ke jaringan yang tidak begitu aktif juga dengan
klirens hepar yang cepat.
Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4 jam, lebih pendek daripada waktu paruh
diazepam.Waktu paruh meningkat pada pasien tua dan gangguan fungsi hati. Pada pasien
dengan obesitas,klirens midazolam akan lebih lambat karena obat banyak berikatan dengan
sel lemak. Akibateliminasi yang cepat dari midazolam, maka efek pada CNS akan lebih
pendek dibanding diazepam.
3. Diazepam
 Suatu benzodiazepine dengan kemampuan menghilangkan kegelisahan, efek relaksasi otot
yang bekerja secara sentral, dan bila diberikan secara intravena bekerja sebagai antikejang.
Respon obat bertahan selama 12-24 jam menjadi nyata dalam 30-90 menit setelah pemberian
secara oral dan 15 mnt setelah injeksi intravena.
 Kontraindikasi: hipersensitif terhadap benzodiazepine, pemberian parenteral
dikontraindikasikan pada pasien syok atau koma.
 Dosis : induksi = 0,1-0,5 mg/kgBB
 Farmakodinamik
Memodulasi efek postsynaptic dari transmisi GABA-A, sehingga mengakibatkan
peningkatan hambatan presinaptik. Bekerja pada bagian sistem limbic thalamus dan
hipotalamus untuk menimbulkan efek yang menenagkan.
 Farmakokinetik
Waktu untuk mecapai plasma puncak yaitu 0,5-2 jam denga perbandingan dalam darah
diazepam 1,8 dan DMDZ 1,7 serta perbandinga ikatan protein diazepam 98-99% dan DMDZ
97%. Pendistribusiannya secara luas, menembus sawar darah otak, menembus plasenta dan
memasuki ASI dengan jalur metabolisme oksidasi dan dimetabolisme terutama oleh hati.
Beberapa produk metabolismenya bersifat aktif sebagai depresan SSP.
4. Ketamin
 Digunakan pada pembedahan singkat, untuk induksi anestesi.
 Menimbulkan rasa sakit.
 Metabolismenya melalui konvugasi di hati dan diekskresikan melalui kemih.
 Daya kerja analgetis (t ½ kurang lebih 2 jam) berlangsung lebih lama daripada efek
hipnotisnya.
 Menimbulkan analgesi yang dalam. Tidak efektif terhadap nyeri perut dan dada.
 Efek samping : hipertensi, kejang-kejang, sekresi lidah yang kuat, dan peningkatan tekanan
intracranial dan intraokuler, mengurangi prestasi kegiatan jantung dan paru-paru. Gangguan
psikis (halusinasi) pada fase pemulihan.
 Dosis IM 10 mg/kg, IV 2 mg/ kg BB.
 Farmakodinamik
Dosis induksi ketamin adalah 1-2 mg/KgBB IV atau 3-5 mg/KgBB IM. Stadium depresi
dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesia dapat diberikan dosis 25-100
mg/KgBB/menit. Stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit. Mekanisme kerja ketamin
bekerja sebagai antagonis nonkompetitif pada reseptor NMDA yang tidak tergantung pada
tegangan akan mempengaruhi ikatan pada tempat ikatan fensiklidin. Reseptor NMDA adalah
suatu reseptor kanal ion (untuk ion na + ,ca2+ ,dan k+) maka blockade reseptor ini berarti
bahwa pada saat yang sama, ada blockade aliran ion sepanjang membrane neuron sehingga
terjadi hambatan pada depolarisasi neuron di SSP.
 Farmakokinetik
Ketamin menghambat efek membrane eksitatori neurotransmitter asam glutamat pada
suptipe reseptor NMDA . Ketamin merupakan obat yang sangat lipofilik dan didistribusikan
dengan cepat ke dalam organ-organ yang kaya vaskuler, termasuk otak, hati dan ginjal
kemudian obat ini di distribusikan kembali kedalam jaringan-jaringan yang kurang
vaskularisasinya, bersamaan dengan metabolismenya di hati untuk selanjutnya dibuang ke
urin dan empedu.
5. Propofol
 Digunakan untuk induksi dan pemeliharaan anestesi umum.
 Setelah injeksi IV propofol dengan cepat disalurkan ke otak, jantung, hati, dan ginjal,
kemudian disusul dengan redistribusi yang sangat cepat ke otot, kulit, tulang, dan lemak.
Redistribusi ini menyebabkan kadar dalam otak menurun dengan cepat. Di hati, propofol
dirombak menjadi metabolit-metabolit inaktif yang diekskreikan melalui urin.
 Efek samping: sesak nafas, depresi system diovaskuler ( hipotensi,bradikardia),eksitasi
ringan dan tromboflebitis. Setelah siuman timbul mual muntah dan nyeri kepala.
 Dosis IV/infuse 2-12 mg/kg BB.

 Farmakodinamik
Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat
menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian dosis induksi
(2mg/kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat. Dapat menyebabkan perubahan mood
tapi tidak  sehebat thiopental. Dapat menurunkan tekanan intrakranial dan tekanan
intraokular sebanyak 35%. Propofol mempunyai efek mengurangi pembebasan katekolamin
dan menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik sebanyak 30%. Dapat menurunkan
frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus dapat menyebabkan henti
nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan.
 Farmakokinetik
Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma,
eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh
propofol diperkirakan berkisar antara 2 – 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh
lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi
cepat menyebabkan sedasi ( rata – rata 30 – 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif
singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni
tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot.

ANESTESI LOKAL

1. Golongan Ester
a. Kokain
 Sifat-sifat farmakologi : kokain juga merupakan vasokonstriktor poten, absorpsinya lambat,
waktu paruh 1 jam setelah pemberian per oral atau nasal, dosis rendah menurunkan denyut
jantung, dosis sedang meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah.
 Indikasi klinik : digunakan sebagai anestesi topikal, terutama untuk hidung dan tenggorokan
 Toksisitas : dosis toksik menimbulkan perangsangan SPP (iritabilitas, psikosis, kejang)
diikuti oleh depresi pernapasan, potensi kuat menimbulkan penyalahgunaan (dapat
menimbulkan ketergantungan psikologis).
 Farmakodinamik
 Kokain atau benzoilmetilekgonin didapat dari daun erythroxylon coca. Efek kokain yang
paling penting yaitu menghambat hantaran saraf, bila digunakan secara lokal. Efek sistemik
yang paling mencolok yaitu rangsangan susunan saraf pusat.
 SSP: Efek Kokain pada tingkah laku merupakan akibat dari rangsangan kuat pada
korteks dan sambungan otak. Kokain meningkatkan kesadaran mental dan memberikan
perasaan sehat, dan euforia yang serupa dengan yang disebabkan oleh amfetamin. Seperti
amfetamin, kokain dapat menimbulkan halusinasi, delusi, dan paranoid. Kokain memacu
aktivitas motorik dan pada dosis tinggi dapat menyebabkan tremor dan bangkitan kejang
yang diikuti depresi pernapasan dan vasomotor.
 Sistem Saraf Simpatik : Di perifer, kokain memperkuat kerja norepenefrin dan
menghasilkan sindrom “ melawan atau lari ” (fight or flight) yang khas untuk stimulasi
adrenergic. Ini ada hubungannya dengan takikardia, hipertensi, dilatasi pupil, dan
vasokonstriksi perifer.
 Farmakokinetik
Kokain digunakan sendiri dengan mengunyah, mengendus dengan hidung, merokok dan
suntikan Intra Vena. Efek puncak terjadi setelah 15-20 menit sehabis mengendus tepung
kokain dan menurun setelah 1-1,5 jam. Efek yang cepat tetapi berjangka waktu pendek
diperoleh setelah suntikan intravena kokain atau merokok bentuk basa bebas (“crack”).
Karena terjadinya efek sangat cepat, kemungkinan takar lajak dan ketergantungan paling
besar dengan suntuikan intravena dan mengisap crack. Absorpsi dilakukan dari segala
tempat termasuk selaput lendir. Pada pemberian oral kokain tidak efektif karena di dalam
usus sebagian besar mengalami hidrolisis. Sebagian besar mengalami detoksikasi dihati dan
sebagian kecil di ekskresi bersama urin dalam bentuk utuh. Diperkirakan hati dapat
melakukan detoksikasi kokain sebanyak 1 dosis letal minimal dalam waktu 1 jam.
Detoksikasi kokain tidak secepat detoksikasi anestesi local sintetik.
b. Prokain
 Sifat farmakologi : bila tidak digunakan vasokonstriktor absorpsinya cepat dari tempat
suntikan, dihidrolisis menjadi PABA yang secara kompetitif menghambat sulfonamida.
 Indikasi klinik : untuk anestesi lokal dengan suntikan lokal, blokade saraf dan anestesi
spinal, sedangkan secara topikal tidak efektif, derivat prokainamid digunakan untuk terapi
aritmia jantung.
 Toksisitas : toksisitas sistemik rendah karena masa kerjanya singkat dan degradasi cepat,
over dosis dapat menyebabkan gawat pernapasan.
 Farmakodinamik
Prokain dapat menyebabkan kegelisahan dan tremor, kejang, mempengaruhi transmisi
disambungan saraf otot, kolaps kardiovaskuler, dan alergi.
 Farmakokinetik
Absorpsi berlangsung cepat dari tempat suntikan dan untuk memperlambat absorpsi perlu
ditambahkan vasokonstriktor. Sesudah diabsorpsi, prokain cepat dihidrolisis oleh esterase
dalam plasma menjadi PABA dan dietilaminoetanol. PABA diekskresi dalam urine, kira-kira
80% dalam bentuk utuh dan bentuk konjugasi. 30% dietilaminoetanol ditemukan dalam
urine, dan selebihnya mengalami degradasi lebih lanjut.
c. Klorprokain
 Sifat farmakologi : klorprokain adalah derivat prokain berhalogen, potensi anestetik lokal 2
kali lebih kuat dari prokain, dimetabolisme lebih cepat dari prokain.
 Indikasi klinik : anestesi infiltrasi, blokade saraf, dan anestesi epidural.
 Toksisitas : toksisitas sistemik kecil.
d. Tetrakain
 Sifat farmakologi : merupakan ester PABA, diabsorpsi secara cepat dari saluran napas,
mempunyai potensi 10 kali lebih kuat dan lebih toksik dari prokain (IV), masa kerja lebih
panjang dari prokain.
 Indikasi klinik : lebih sering digunakan untuk anestesi spinal, penggunaan topikal pada mata
dan nasofaring.
 Toksisitas : mirip prokain, memengaruhi sulfonamida
2. Golongan Amida
a. Lidokain
 Sifat - sifat farmakologi : mempunyai efek vasodilator lokal, dua kali lebih kuat dan lebih
toksik daripada prokain, dan dimetabolisme di hati.
 Penggunaan klinik : anestesi topikal, injeksi lokal untuk anestesi lokal, IV digunakan untuk
aritmia jantung.
 Toksisitas berupa : sedasi, amnesia, dan konvulsi
 Farmakodinamik
Lidokain (xilokain) adalah anestik lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian
topikal dan suntikan. Anestesia terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif
daripada yang ditimbulkan oleh prokain pada konsentrasi yang sebanding. Lidokain
merupakan aminoetilamid dan merupakan prototip dari anestik lokal golongan amida.
Anestik ini efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorpsi dan
toksisitasnya bertambahdan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain adalah obat terpilih bagi
mereka yang hipersensitif terhadap anestik lokal golongan ester. Lidokain dapat
menimbulkan kantuk.
 Farmakokinetik
Lidokain cepat diserap dari tempat suntikan, saluran cerna dan saluran pernapasan serta
dapat melewati sawar darah. Kadarnya dalam plasma fetus dapat mencapai 60% kadar dalam
darah ibu. Dalam hati, lidokain mengalami dealkilasi oleh enzim oksidase fungsi ganda
(mixed-function oxidases) membentuk monoetilglisim xlidid dan glisin xlidid, yang
kemudian dapat dimetabolisme lebih lanjut menjadi monoetilglisin dan xlidid. Kedua
metabolik monoetilglisim xlidid maupun glisin xlidid ternyata masih memiliki efek anestetik
lokal.
b. Bupivakain
 Sifat farmakologi : masa kerja panjang; digunakan untuk anestesi infiltrasi, unruk blokade
saraf, dan anestesi spinal.
 Toksisitas : hampir sama dengan prokain.
 Farmakodinamik
Agent anestesi local yang digunakan untuk memberikan relaksasi otot derajat sedang.
Bupavakain akan menyebabkan blokade yang bersifat reversibel pada perambatan impuls
sepanjang serabut saraf, dengan cara mencegah pergerakan ion-ion natrium melalui
membran sel, ke dalam sel
 Farmakokinetik
Bupivakain dapat mengurangi dosis penggunaan morfin dalam mengontrol nyeri pada pasca
pembedahan caesar. Bupivakain lebih kardiotoksik daripada lidokain. Lidokain dan
bupivakain, keduanya menghambat saluran Na+ jantung (cardiac Na+ channels) selam
sistolik. Namun, bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain selama diastolik,
sehingga da fraksi yang cukup besar etatp terhambat pada akhir diastolik.

PREMEDIKASI
Premedikasi adalah pemberian obat sebelum induksi anesthesia dengan tujuan untuk
melancarkan induksi, pemeliharaan dan pemulihan anestesia. Kebanyakan orang yang pergi
kerumah sakit untuk menjalani operasi atau pembedahan diberi pramedikasi untuk membuat
mereka rileks sebelum dibawa masuk ke kamar operasi. Pramedikasi diberikan pada
penderitaan tepat sebelum operasi atau sebelum pemeriksaan lain, seperti sinar-x khusus,
yang membutuhkan pembiusan..
Pramedikasi memakai dua kelompok obat utama obat.Pertama adalah obat opiate
seperti fentanil yang secara kimiawi terkait dengan morfin. Obat ini bekerja pada sistem
saraf pusat, menekan kesadaran akan rasa sakit dan membuat penderita merasa senang dan
santai. Kelompok kedua mencakup senyawa seperti atropin dan skopolamin. Ini serupa
dengan substansi yang ada dalam tanaman mematikan, nightshade. Obat ini bekerja pada
perifer tubuh di ujung saraf tertentu, dan menyebabkan penurunan aktivitas kelenjar kecil
yang melapisi mulut dan saluran udara, dan kelenjar ludah. Sebelum obat-obatan ini dipakai
secara rutin, penderita menghasilkan jumlah besar dalam mulutnya dan saluran udara untuk
merespons efek iritasi dari bius yang dihirup. Cairan ini menyebabkan masalah serius karena
menghalangi saluran udara dan membuat penderita tercekik. Obat penenang lain yang
digunakan untuk pramedikasi adalah diazepam (valium) dan promazine (Sparine). Obat
pramedikasi biasanya diberikan melalui suntikan intramuskular sekitar satu jam sebelum
operasi. Obat kadang-kadang menghasikan efek samping yang tidk diinginkan. Beberapa
penderita yang mendapat opiate mungkin berhalusinasi. Atropine dan senyawa terkaitnya
dapat menyebabkan mulut kering yang tidak mengenakkan dan adakalanya ruam erah terang
dileher dan dada, kendati ini akan hilang dalam beberapa jam.
Ada tiga tujuan utama pramedikasi:
 untuk mengalihkan kecemasan pada penderitaan yang cemas dan ketakutan sebelum prosedur
pembedahan;
 untuk mengurangi skresi yang normalnya dihasilnya dinding saluran udara dan kelenjar ludah
shingga tugas ahli anestesi menjadi lebih mudah dan lebih aman
 untuk mengurangi jumlah bius yang dibutuhkan pada bagian pertama operasi karen sudah
diberikan obat pereda sakit

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Secara umum berarti anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Anastesi dibagi menjadi 2 yaitu, Anestesi Umum adalah obat yang dapat
menimbulkan anestesi yaitu suatu keadaan depresi umum dari berbagai pusat di sistem
saraf pusat yang bersifat reversibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan
sehingga lebih mirip dengan keadaan pingsan. Diberikan secara inhalasi maupun IV.
Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N 2O, halotan,
enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran . Anestesi lokal ialah obat yang apabila
diberikan secara lokal (topikal atau suntikan) dalam kadar yang cukup dapat
menghambat hantaran impuls pada saraf yang dikenai oleh obat tersebut. Mekanisme
kerjanya dengan jalan menghindarkan untuk semenytara pembentukan dan transmisi
impuls melalui saraf dan ujungnya.

B. SARAN
Diharapkan dengan ditulisnya makalah ini bisa bermanfaat bagi permbaca khususnya
mahasiswa dalam bidang kesehatan untuk lebih bisa mengerti dan memahami tentang
Anestesi.
DAFTAR PUSTAKA

Mycek, M. A. , Harvey, R. A. & Champe, P. C. 2001, Farmakologi : Ulasan Bergambar, Edisi 2,


Hartanto, H.(ed), Penerbit Widya Medika, Jakarta.

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2008,


Kumpulan Kuliah Farmakologi, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN

Anda mungkin juga menyukai