Anda di halaman 1dari 6

SOCIAL COMPLEXITY (KOMPLEKSITAS / KERUMITAN SOSIAL)

                    DAN SOCIAL CHAOS (KESEMRAWUTAN SOSIAL)                  

               Teori Kompleksitas adalah sebuah perkembangan matematika


yang lahir dari teori yang dikenal dengan sebutan teori chaos, sebuah teori
yang melihat obyek sebagai sebuah sistem yang sangat tergantung kepada
kondisi awal sistem dan sangat sensitif terhadap perubahan yang
mengganggunya.

Dalam era informasi telah terjadi perubahan dalam segala hal dengan
sangat cepat dan terus menerus, sehingga telah memasuki
daerah complexity dan chaos.  Kerumitan
(complexity), kesemrawutan (chaos) telah terjadi dalam ber-bagai aspek
kehidupan masyarakat termasuk dunia pendidikan.

A. Social Complexity (Kompleksitas / Kerumitan Sosial)

            Kompleksitas kata dasarnya kompleks, diambil dari


kata complex artinya rumit, sedangkan kompleksitas artinya kerumitan.
Untuk memperoleh pengertian dasar, semula para peminat studi
kompleksitas memberi batasan bahwa komplek-sitas pada prinsipnya suatu
keadaan antara keteraturan dan kesemrawutan (a condition between order
and chaos).  Ada perubahan yang membawa unsur-unsur baru sehingga
terjadi ketidaksederhanaan, ketidakbiasaan, dan ketidaknormalan.

            Selanjutnya dalam pengertian yang luas kompleksitas itu dikatakan


suatu keadaan yang memuat unsur-unsur campuran antara: yang lama dan
yang baru, yang asli dan yang muncul kemudian, yang sederhana dan yang
rumit, yang tetap dan yang berubah, yang positif dan yang negatif, dan
yang netral, yang dapat dikendalikan dan yang tidak dapat dikendalikan,
yang bertahan lama, dan yang berubah, yang hilang dan yang timbul.
Kemudian kompleksitas pun berkenaan dengan benda fisikal, benda
nonfisikal, keadaan dan sifat-sifatnya, bentuk , ukur-an, dan fungsinya.
Sehingga pada akhirnya kompleksitas ini berkenaan dengan segala
makhluk, yang diciptakan dan serba berubah.

Kompleksitas dan dengan perkembangannya sebagai suatu keniscayaan,


hal ini disebabkan oleh adanya perubahan secara fisikal maupun non
fisikal, terus menerus ada pecahan berpasanngan dua-dua (the Law of
Bifurcation). Ada percampuran baru-lama dan baru-baru, ada
pertumbuhan ada perkembangan. Dalam proses perubahan itu ada unsur
negatif, unsur positif, unsur netral. Ada hubungan dan pertemuan
lanjutannya lagi antara unsur positif-negatif, positif-positif, negatif-negatif.
Ada yang menjadi stabil dan jadi labil, ada yang lanjut ada yang berhenti
ada yang terhenti dan mati, sebagaimana hukum survival of the
fittest, yang lebih fit mendesak dan menggangu bahkan merusak
keseimbangan menurut sistem kebersamaan yang lama.

B. Social Chaos (Kesemrawutan Sosial)

Prinsip penting dalam sistem kesemrawutan adalah bahwa setiap gangguan


bagaimanapun kecilnya, pada akhirnya akan mempengaruhi segala sesuatu
yang ada pada sistem tersebut. Selanjutnya menurut Russett, bahwa pola-
pola perubahan sosial akan menyebabkan kesemrawutan sosial, hal ini
telah terjadi pada saat sekarang, masyarakat dihadapkan pada masalah-
masalah sosial yang begitu kompleks, sehingga sistem kehidupan menjadi
tak menentu atau semrawut.  

Perubahan soisal budaya dan moral turut mewarnai realitas di dalam


kehidupan masyarakat dan hal ini berbenturan dengan nilai-nilai budaya
lokal tradisional. Perubahan sosial budaya ini berujung pada runtuhnya
moral dan etika sosial masyarakat.  

Harold H. Titus dan Morris Keton, menyebutkan bahwa sebuah kesem-


rawutan (chaos) disebabkan oleh 5 faktor  yaitu:

1. Perubahan dibidang iptek, industrialisasi, urbanisasi, dan media


massa,  tenaga nuklir, dan senjata atom dapat menjadikan kehidupan
yang semrawut, walaupun dibalik itu ada keuntungannya.
2. Pudarnya kesepakatan tentang standar nilai susila, berkembangnya
cara-cara baru melakukan ketidakadilan, penipuan dan   perceraian,
komplik  antara agama dan ekonomi.
3. Semakin berkembangnya pandangan yang salah mengenai martabat
manusia dalam ilmu humaniora, kesusastraan dan kesenian, serta
pelecehan martabat dan pribadi manusia.
4. Terjadinya krisis hebat dalam kehidupan beriman yang merupakan
akibat dari rasionalisme.
5. Lembaga politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, pendidikan dan
keagamaan yang telah ketinggalan jaman namun tetap mempertahankan
diri terhadap perubahan terjadi.

Fakta menunjukkan bahwa kesemrawutan sosial mempunyai dampak


negatif yang begitu besar terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dampak
negatif yang ditimbulkannya akan melahirkan konflik-konflik bagi
kelangsungan hidup manusia seperti :

1. Konflik norma , yaitu adanya perubahan norma-norma dalam


masyarakat dalam berbagai pola kehidupan sehingga menyebabkan
disorganisasi.
2. Cultural lag, yaitu tidak samanya perkembangan antara budaya
materi, dengan mental orang yang menerima budaya materi tersebut.
3. Terjadinya sistem yang tidak baik yaitu terjadinya konflik antara
manusia dengan lingkungannya (baik lingkungan fisik, sosial, ekonomi,
politik, maupun kelestarian alam)

 A.Suryadi dalam Spiral Dynamics menggambarkan secara sederhana


suatu kondisi chaos dalam pergulatan hidup seperti usaha menaiki tangga-
tangga sosial (social leader) sambil menyepak tangan orang pada tangga di
bawahnya dan menarik kaki orang yang ada pada tangga di atasnya, serta
mendorong atau mendesak orang yang bersama-sama berada di tangga
yang sedang diinjaknya, agar ia terjatuh. Mereka yang berhasil naik ke
tangga yang lebih tinggi disebut the climbers, yang jatuh dari tangga
disebut “the down fallers”. Mereka yang tidak ikut menaiki tanggal-tangga
sosial dan hanya menjadi penonton disebut the clingers.

C. Kompleksitas dan Aplikasinya Dalam Dunia Pendidikan

            Perkenalan dengan konsep kompleksitas sebagai suatu ikhtiar


ancang-ancang dalam memahami “benang kusut” dalam hukum yang logis-
historis merupakan suatu keharusan. Dalam kaitannya dengan pendidikan
kita menyaksikan dan memahami bahwa dunia pendidikan sungguh
komplek. Dalam arti gegrafis-demografis yang begitu luas jangkauannya,
secara perorangan dan kelompok, tua dan muda. Dari Sabang sampai
Meruake untuk sekitar 240 juta orang warga Indonesia. Banyak yang
terlibat yang mengurusnya, ada pemerintah, ada badan legislatif, ada fraksi
dari partai politik, ada birokrasi. Dan kompleksitas pendidikan itu lebih
nyata dengan adanya sekian banyak satuan pendidikan, tenada pendidik,
kelas, rombongan belajar peserta didik dan orang tuanya yang pluralistik,
kurikulum, cara pembelajaran, dan penilaian. 

            Dalam dunia pendidikan banyak nilai dan kepentingan esensial,


prinsip yang ideal, yang saling memerlukan dan membutuhkan secara
sistemik. Namun perjalanannya terpengaruh oleh unsur dan prinsip-
prinsip baru yang asing dianggap lebih baik sehingga pendidikan itu
mengalami perubahan yang bermacam-macam. Kita dapat menyaksikan
bukti empiriknya yang bervariasi, ada yang lama ada yang baru, ada yang
campuran antara keduanya.

            Di antara kompleksitas dalam sistem pendidikan kita gejala umum


yang penting antara laian : makin banyak aturan dan pengaturan yang
terkait dengan pendidikan warga negara, dan hal ihwal mendidik dan
mengajar. Makin kuatnya paradigma serta sikap politik pemerintah dan
DPR dalam mengatur sistem pendidikan, makin menampilkan diri
berwenang dan berkuasa dalam menetapkan aturan-aturan tentang
pendidikan. Makin mengemuka issue bahwa pendidikan di satu pihak perlu
digratiskan dan dipihak lain makin perlu dikomersilkan.

Dengan menguasai konsep-konsep tentang kompleksitas, kita tidak hanya


melihat semua permasalahan itu sebagai “benang kusut” , melainkan
sebagai tantangan yang harus dijawab dengan strategik.

Kemudian selaku pendidik untuk menghadapi era yang kian kompleks,


perlu membekali diri sesuai dengan kemampuan yang diharapkan dalam
tugasnya. Pendidik yang baik harus siap dan mampu menghadapi berbagai
krisis di era kompleksitas. Pendidik terbaik mempunyai kemampuan
berpikir integratif, berani mengambil resiko dan bahaya, menghargai
gagasan, berkomunikasi dan hubungan dengan peserta didik dengan lebih
intuitif dan empatik, mampu mengatasi perubahan, menetapkan arah
dengan mengembangkan suatu visi terhadap masa depan, mampu
mensinergikan peserta didik dengan mengkomunikasikan dan mengilhami
mereka untuk mengatasi rintangan-rintangan dalam melaksanakan proses
pembelajaran.

Guna menghadapi perubahan yang pesat dengan baik, pendidik bukan saja
dituntut melaksanakan tugasnya secara profesional, tetapi juga harus
memiliki kompetensi profesional. Dalam hal ini, pendidik harus memiliki
serangkaian kompetensi yang pokok. Kompetensi profesional pendidik
merupakan seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang
harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalannya.

Ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik agar bisa
profesional, yaitu: (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian,
(3) kompetensi profesional, (4) kompetensi sosial.

Di samping keempat kompetensi tersebut, dalam proses pembelajaran,


pendidik harus dapat menempatkan diri dan menciptakan suasana yang
kondusif, karena fungsi pendidik di sekolah sebagai orangtua kedua yang
bertangung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Ki
Hajar Dewantara telah menggariskan pentingnya peranan pendidik dalam
proses pembelajaran dengan ungkapan:
1. 1.      Ing ngarsa sung tulada berarti di depan memberi teladan.  
2. 2.      Ing madya mangun karsa berarti di tengah menciptakan
peluang untuk berprakarsa.  
3. 3.      Tutwuri handayani, artinya dari belakang memberikan
dorongan dan arahan

,SISTEM KOMPLEKS

„Inspirasi Harian“ oleh Wikan Danar Sunindyo

Sistem kompleks didefinisikan sebagai suatu sistem yang mempunyai


beragam jenis komponen yang kelakuannya tidak bisa diobservasi dari
kelakuan tiap komponennya. Dalam sistem kompleks, 1+1 tidak berarti
sama dengan 2, bisa saja 3 atau 4, tapi juga bisa 1 atau 0. Ini sekedar
pengibaratan saja, bukan konsep matematika yang sebenarnya.

Pemisalan yang lain seperti sebuah tim sepak bola yang terdiri atas
beragam individu dengan beragam fungsinya. Tidak bisa semua tim hanya
terdiri atas striker/penyerang saja dan hanya satu penjaga gawang.
Walaupun tujuan permainan bola adalah memasukkan bola sebanyak-
banyaknya ke gawang lawan, 10 striker tidak membuat proses mencetak
goal menjadi mudah, karena untuk mencetak goal, seorang striker butuh
passing dari pemain tengah. Begitu juga kiper tidak bisa seorang diri tanpa
dibantu oleh bek. Ini yang menjadikan suatu tim sepak bola menjadi
sebuah sistem kompleks yang menarik untuk diamati.

Dengan pendekatan sistem kompleks, kita bisa menjelaskan mengapa tim


yang terdiri atas orang-orang terbaik dalam bidangnya sering kali gagal dan
mengalami kekalahan melawan tim yang biasa-biasa saja tapi solid dan
kompak. Tim yang terdiri atas individu-individu super, kiper terbaik, bek
terbaik, pemain tengah terbaik, penyerang terbaik yang seharusnya
menjadi tim terbaik sepanjang jaman, performanya kadang tidak sesuai
dengan yang diharapkan. Bagaimana dengan pelatih terbaik? Pelatih
terbaik bisa membantu terbentuknya tim terbaik, tapi juga bukan jaminan
100% untuk selalu menang.

Jika kita lihat pada level individu, posisi terbaik di bidangnya bisa
kontraproduktif, karena tiap pemain menjadi bersaing dengan egonya
sendiri, berusaha untuk menampilkan bahwa dirinya adalah yang terbaik di
bidangnya dan melupakan koordinasi yang menjadi kunci dari permainan
sepak bola. Striker terbaik ingin dilihat performa terbaiknya sehingga
sering melakukan gerakan individu tanpa support dari pemain tengah,
pemain tengah juga ingin tampil mencetak goal dan mengabaikan striker.
Bek berusaha untuk menampilkan performanya terbaiknya, dan penjaga
gawang pun juga ingin pamer. Rusak permainan tim karena ego masing-
masing individu.

Pelatih seharusnya bisa merubah karakter permainan pada tim „terbaik“


semacam ini dan mengupayakan untuk meredakan ego individual untuk
mencapai tujuan bersama. Tapi hal ini juga sering gagal dilakukan. Maka,
kadang-kadang pelatih mengambil beberapa pemain yang bukan paling
super untuk bisa menjadi perekat dalam tim. Kemampuan untuk
berinteraksi, bekerja sama, berkoordinasi satu sama lain, berlatih sebagai
satu tim merupakan kunci utama untuk membentuk suatu tim super,
bukan hanya mengandalkan dari individu-individu terbaik.

***

Fenomena sistem kompleks ini juga bisa menjelaskan bagaimana


pemimpin yang terbaik juga bisa gagal dalam memimpin masyarakat yang
buruk. Atau sebaliknya, bagaimana suatu masyarakat yang baik dengan
sistem dan interaksi yang baik bisa cukup tangguh (robust) menghadapi
pergantian pimpinan politik tanpa menganggu berjalannya sistem. Di
sinilah perlunya kerja sama dan interaksi untuk membentuk suatu sistem,
agar komponen-komponen bangsa itu tidak menjadi tersebar tanpa arah.
Dengan sistem yang baik akan dapat menjamin kestabilan dari sistem itu
tersendiri, bukan hanya tergantung pada level yang di atas saja, karena
masing-masing individu punya tanggung jawab masing-masing yang perlu
dikerjakan dengan sebaik mungkin, dengan interaksi dan koordinasi yang
baik. Dan sistem bisa menjadi baik dengan orang-orang yang baik,
pemimpin yang baik, dan interaksi yang baik pula, bukan hanya parsial.

***

BERTINDAKLAH! Sadari perananan kita sebagai bagian dari sistem yang


lebih besar. Kita tidak bisa menunggu sampai semua sistem menjadi baik
supaya kita menjadi baik, tapi kita yan
g memulai kebaikan agar sistem menjadi baik. Sistem yang baik perlu input
yang baik, mekanisme feedback untuk koreksi sistem, dan interaksi antar
komponen. Tanpa itu, sistem yang didesain sebaik apapun bisa mengalami
kerusakan atau menjadi usang. maka itulah pentingnya
menasihati/memberi tahu suatu yang salah/mekanisme pelaporan ke
atasan yang sebenarnya untuk bisa digunakan sebagai perbaikan sistem,
tidak sekedar asal boss senang.

Anda mungkin juga menyukai