Anda di halaman 1dari 2

Ananda Putri Mulia

XI MIPA 3

Ancaman ideologi di Indonesia; Gerakan Aceh Merdeka


Gerakan Aceh Merdeka, atau GAM (bahasa Aceh: Geurakan Acèh Meurdèka) adalah
sebuah organisasi separatis yang memiliki tujuan supaya Aceh lepas dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Konflik antara pemerintah RI dan GAM yang diakibatkan perbedaan
keinginan ini telah berlangsung sejak tahun 1976 dan menyebabkan jatuhnya hampir sekitar
15.000 jiwa. Gerakan ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra National Liberation Front
(ASNLF). GAM dipimpin oleh Hasan di Tiro selama hampir tiga dekade bermukim
di Swedia dan berkewarganegaraan Swedia. Pada tanggal 2 Juni 2010, ia memperoleh status
kewarganegaraan Indonesia, tepat sehari sebelum ia meninggal dunia di Banda Aceh.

Pada 4 Desember 1976, inisiator Gerakan Aceh Merdeka, Hasan di Tiro dan beberapa


pengikutnya mengeluarkan pernyataan perlawanan terhadap pemerintah RI yang dilangsungkan
di perbukitan Halimon di kawasan Kabupaten Pidie. Di awal masa berdirinya GAM, nama resmi
yang saat itu digunakan adalah AM, Aceh Merdeka. Pemerintah RI pada periode 1980-
an sampai 1990-an menamai gerakan tersebut sebagai GPK-AM. Perlawanan represif bersenjata
gerakan tersebut mendapat sambutan keras dari pemerintah pusat RI yang akhirnya menggelar
sebuah operasi militer di Aceh atau yang lebih dikenal dengan DOM (Daerah Operasi Militer)
pada paruh akhir 1980-an sampai dengan penghujung 1990-an. Operasi tersebut telah membuat
para aktivis AM terpaksa melanjutkan perjuangannya di daerah pengasingan. Disaat rezim Orde
Baru berakhir dan reformasi dilangsungkan di Indonesia, seiring dengan itu pula Gerakan Aceh
Merdeka kembali eksis dan menggunakan nama GAM sebagai identitas organisasinya.
Konflik antara pemerintah RI dengan GAM terus berlangsung hingga pemerintah
menerapkan status Darurat Militer di Aceh pada tahun 2003, setelah melalui beberapa proses
dialogis yang gagal mencapai solusi kata sepakat antara pemerintah RI dengan aktivis GAM.
Konflik tersebut sedikit banyak telah menekan aktivitas bersenjata yang dilakukan oleh GAM,
banyak di antara aktivis GAM yang melarikan diri ke luar daerah Aceh dan luar negeri. Bencana
alam gempa bumi dan tsunami pada 26 Desember 2004 telah memaksa pihak-pihak yang bertikai
untuk kembali ke meja perundingan atas inisiasi dan mediasi oleh pihak internasional.
Pada 27 Februari 2005, pihak GAM dan pemerintah RI memulai tahap perundingan
di Vantaa, Finlandia. Mantan presiden Finlandia Martti Ahtisaari berperan sebagai fasilitator.
Pada 17 Juli 2005, setelah perundingan selama 25 hari, tim perunding Indonesia berhasil
mencapai kesepakatan damai dengan GAM di Vantaa, Helsinki, Finlandia. Penandatanganan
nota kesepakatan damai yang dilangsungkan pada 15 Agustus 2005. Proses perdamaian
selanjutnya dipantau oleh sebuah tim yang bernama Aceh Monitoring Mission (AMM) yang
beranggotakan lima negara ASEAN dan beberapa negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Di
antara poin pentingnya adalah bahwa pemerintah Indonesia akan turut memfasilitasi
pembentukan partai politik lokal di Aceh dan pemberian amnesti bagi anggota GAM.
Meski perdamaian tersebut, sejatinya sampai sekarang masih menyisakan persoalan yang
belum menemukan jalan keluar. Misalnya saja berkait dengan Tapol/Napol Aceh yang masih
berada di penjara Cipinang, Jakarta seperti Ismuhadi, dkk. Selain juga persoalan kesejahteraan
mantan prajurit kombatan GAM yang cenderung hanya dinikmati oleh segelintir elit.
Seluruh senjata GAM yang mencapai 840 pucuk selesai diserahkan kepada AMM pada 19
Desember 2005. Kemudian pada 27 Desember, GAM melalui juru bicara militernya, Sofyan
Dawood, menyatakan bahwa sayap militer mereka yaitu Tentara Neugara Aceh (TNA) telah
dibubarkan secara formal dan dibentuk Komite Peralihan Aceh guna untuk menampung para
eks-kombatan.

Cara menghindari gerakan separatis / radikalisme / ancaman ideologi bangsa Indonesia

1. Memberikan pemahaman yang lebih baik dalam sebuah arti dari Pancasila sebagai
sebuah ideologi negara.
2. Melakukan pemahaman dari berbagai macam nilai Pancasila yang berada di dalam
masyarakat dari berbagai macam hal yang sangatlah kecil dan juga besar.
3. Melakukan peningkatan dari ketahanan masyarakat yang berada di dalam untuk
melaksanakan beberapa macam usaha pemecahan yang berasal dari luar.
4. Melakukan penumpasan dari segala macam bentuk gerakan separatis yang dimana
sangatlah tegas.
5. Melakukan penyebaran dan juga melaksanakan peningkatan wawasan dari kebangsaan
dan juga segala macam bentuk implementasi dari berbagai macam bentuk butir Pancasila
dengan sebuah tujuan untuk melaksanakan sebuah pelestarian dari juga melakukan
penanaman dari kesetiaan yang ada dari kesetiaan yang ada terhadap ideologi bangsa
yang ada.
6. Peningkatan rasa patriotisme.
7. Pembekalan mental spiritual.
8. Pentingnya masyarakat dalam menyeleksi konten yang mengacu pada perpecahan.
9. Pengaruh agama harus lebih ditekankan.

Anda mungkin juga menyukai