Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

 
A. Pendahuluan
Agar dapat mempertahankan kesehatan dan kehidupannya, manusia
membutuhkan cairan dan elektrolit dalam jumlah dan proporsi yang tepat
diberbagai jaringan tubuh. Air menempati proporsi yang besar dalam tubuh. Air
menyusun 75% berat badan bayi, 70% berat badan pria dewasa dan 55% tubuh
pria lanjut usia. Karena wanita mempunyai simpanan lemak yang relative lebih
banyak, kaandungan air pada tubuh wanita 10% lebih rendah dibandingkan pria.
( Wahid dan Nurul, 2007 ).
Cairan tubuh menempati kompartemen intrasel dan ekstrasel. 2/3 sebagian
cairan dari cairan tubuh berada dalam sel ( cairan intrasel/CIS ) dan 1/3 bagian
berada diluar sel ( cairan ekstrasel/CES ). CES dibedakan menjadi cairan
intravaskuler atau plasma darah yang meliputi 20% CES atau 15% dari total berat
badan; dan cairan intersisial yang mencapai 80% CES atau 5% dari total berat
badan. ( Saryono dan Anggriyana, 2010 )
B. Definisi Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena
metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap
stressor fisiologi dan lingkungan.( Tarwoto dan Wartonah, 2006 )
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit antara lain:
1. Usia
Pada bayi atau anak-anak, keseimbangan cairan dan elektrolit dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya adalah asupan cairan yang besar yang
diimbangi dengan haluaran yang besar pula, metabolism tubuh yang
tinggi, masalah yang muncul akibat imaturitas fungsi ginjal, serta
banyaknya cairan yang keluar melalui ginjal, paru-paru, dan proses
penguapan. Pada orang tua atau lansia, gangguan yang muncul berkaitan
dengan masalah ginjal dan jantung terjadi karena ginjal tidak mampu
mengatur konsentrasi urin.
2. Temperatur lingkungan
Lingkungan yang panas menstimulus sistem saraf simpatis dan
menyebabkan seseorang berkeringat. Pada cuaca yang sangat panas,
seseorang akan kehilangan 700-2000 ml air/jam dan 15-30 g gram/hari.
3. Kondisi stress
Kondisi stress mempengaruhi metabolism sel , konsentrasi glukosa darah,
dan glikolisis otot. Kondisi stress mencetuskan pelepasan hormon anti
diuretik sehingga produksi urin menurun.
4. Keadaan sakit
Kondisi sakit yang dapat mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit antara lain karena luka bakar, gagal ginjal dan payah jantung.
5. Diet
Diet dapat mempengaruhi asupan cairan dan elektrolit. Asupan nutrisi
yang tidak adekuat dapat berpengaruh terhadap kadar albumin serum. Jika
albumin serum turun, cairan intersisial tidak bisa masuk kepembuluh darah
sehingga terjadi edema.( Wahid dan Nurul, 2007 )
D. Fungsi Cairan

Fungsi cairan antara lain:

1. Mempertahankan panas tubuh dan pengaturan temperature tubuh


2. Transpor nutrien ke sel
3. Transpor hasil sisa metabolism
4. Transpor hormone
5. Pelumas antar organ
6. Mempertahankan tekanan hidrostatik dalam system kardiovaskuler.
( Tarwoto dan Wartonah, 2006
E. Pergerakan Cairan Tubuh
Mekanisme pergerakan cairan dan elektrolit tubuh ada 4 macam, yaitu:
1. Difusi
Difusi adalah perpindahan larutan dari area konsentrasi tinggi menuju
konsentrasi yang rendah dengan melintasi membrane semipermiable.
Kecepatan laju difusi dipengaruhi oleh:
1) Peningkatan perbedaan konsentrasi substansi
2) Peningkatan permeabilitas
3) Peningkatan luas permukaan difusi
4) Berat molekul substansi
5) Jarak yang ditempuh untuk difusi
2. Osmosis
Perpindahan pelarut murni melalu membrane semipermiable berpindah
dari konsentrasi solute rendah kekonsentrasi solute tinggi. Bila konsentrasi
solute disatu sisi membrane semipermeable lebih besar laju osmosis akan
cepat sehingga percepatan transfer zat menembus membrane
semipermeable. Larutan yang osmolaritasnya plasma darah disebut
isotonic.
3. Filtrasi
Perpindahan air dan sustansi yang dapat larut secara bersama sebagai
respon karena tekanan cairan. Jumlah caairan yang keluar sebanding
dengan besar perbedaan tekanan luas permukaaan membrane dan
permeabilitas membrane. Tekanan yang dihasilkan likuid dalam sebuah
ruangannya disebut tekanan hidrostatik.
4. Transport aktif
Transport aktif adalah gerakan partikel dari konsentrasi rendah ketinggi
karena adanya daya aktif dari tubuh seperti pompa jantung. Memerlukan
banyak ATP karena untuk menggerakkan berbagai materi guna menembus
membrane sel. Contohnya pompa Na untuk keluar dari sel dan kalium
masuk ke sel. ( Saryono dan Anggriyana, 2010 )
F. Pengaturan Keseimbangan Cairan
1. Rasa dahaga
Mekanisme rasa dahaga:
1) Penurunan fungsi ginjal merangsang pelepasan rennin, yang pada
akhirnya menimbulkan produksi angiotesin II yang dapat merangsang
hipotalamus untuk melepaskan substrat neural yang bertanggung
jawab terhadap sensasi haus.
2) Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi peningkatan tekanan osmotik
dan mengaktivasi jaringan saraf yang dapat mengakibatkan sensasi
rasa dahaga.
2. Anti diuretik hormon (ADH)
ADH dibentuk di hipotalamus dan disimpan dalam neurohipofisis dari
hipoofisis posterior. Stimuli utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan
osmolaritas dan penurunan cairan ekstrasel. Hormone ini meningkatkan
reabsorbsi air pada duktus koligentes, dengan demikian dapat menghemat
air.
3. Aldosteron
Hormon ini di sekresi oleh kelenjar adrenal yang bekerja pada tubulus
ginjal untuk meningkatkan reabsorbsi natrium. Pelepasan aldosteron
dirangsang oleh perubahan konsentrasi kalium, natrium serum, dan system
angiotensin renin.
4. Prostaglandin
Prostaglandin adalah asam lemak alami yang terdapat dalam banyak
jaringan dan berfungsi dalam merespon radang, pengendalian tekanan
darah, kontraksi uterus, dan mobilitas gastrointestinal. Dalam ginjal,
prostaglandin berperan mengatur sirkulasi ginjal, respon natrium, dan efek
ginjal pada ADH.
5. Glikokortikoid
Meningkatkan reabsorbsi natrium dan air, sehingga volume darah naik dan
terjadi retensi natrium. Perubahan kadar glukokortikoid menyebabkan
perubahan pada keseimbangan volume darah. ( Tarwoto dan Wartonah,
2006 )
G. Cara Pengeluaran Cairan

Pengeluaran cairan terjadi melalui organ-organ seperti:

1. Ginjal
Merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang menerima 170 liter
darah untuk disaring setiap hari. Produksi urine untuk semua usia 1
ml/kg/jam. Pada orang dewasa produksi urine sekitar 1,5 lt/hari. Jumlah
urine yang diproduksi pleh ginjal dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron.
2. Kulit
Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang merangsang
aktivitas kelenjar keringat. Rangsangan kelenjar keringat dapat dihasilkan
dari aktivitas otot, temperatur lingkungan yang meningkat, dan demam.
Disebut juga Isensible Water Loss (IWL) sekitar 15-20 ml/24 jam.
3. Paru-paru
Menghasilkan IWL sekitar 400 ml/hari. Meningkatnya cairan yang hilang
sebagai respon terhadap perubahan kecepatan atau kedalaman napas akibat
pergerakan atau demam.
4. Gastrointestinal
Dalam kondisi normal cairan yang hilang di gastrointestinal setiap hari
sekitar 100-200 ml. perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 10-15
cc/kgBB/24 jam, dengan kenaikan10% dari IWL pada setiap kenaikan
suhu 10 celcius. ( Tarwoto dan Wartonah, 2006 )
H. Pengaturan Elektrolit
1. Natrium (sodium)
Merupakan kation paling banyak yang terdapat pada cairan ekstrasel. Na+
memengaruhi keseimbangan air, hantaran impuls saraf dan kontraksi otot.
Sodium diatur oleh intake garam, aldosteron, dan pengeluaran urine.
Normalnya sekitar 135-148 mEq/lt.
2. Kalium (potassium)
Merupakan kation utama cairan intrasel. Berfungsi sebagai excitability
neuromuskuler dan kontraksi otot. Diperlukan untuk pembentukan
glikogen, sintesa protein, pengaturan keseimbangan asam basa, karena ion
K+ dapat diubah menjadi ion hydrogen (H+). nilai normalnya sekitar 3,5-
5,5 mEq/lt.
3. Kalsium
Berguna untuk integritas kulit dan struktur sel, konduksi jantung,
pembekuan darah, serta pembentukan tulang dan gigi. Kalsium dalam
cairan ekstrasel diatur oleh kelenjar paratiroid dan tiroid. Hormone
paratiroid mengabsorbsi kalsium melalui gastrointestinal, sekresi melalui
ginjal. Hormone thirocalcitonin menghambat penyerapan Ca++ tulang.
4. Magnesium
Merupakan kation terbanyak kedua pada cairan intrasel. Sangat penting
untuk aktivitas enzim, neurochemia, dan muscular excibility. Nilai
normalnya sekitar 1,5-2,5 mEq/lt.
5. Klorida
HCO3 adalah buffer kimia utama dalam tubuh dan terdapat pada cairan
ekstrasel dan intrasel. Biknat diatur oleh ginjal.
6. Fosfat
Merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Berfungsi
untuk meningkatkan kegiatan neuromuskuler, metabolisme karbohidrat,
pengaturan asam basa. Pengaturan oleh hormone paratiroid. ( Tarwoto dan
Wartonah, 2006 )
I. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Gangguan keseimbangan cairan elektrolit dibagi menjadi 3 yaitu gangguan
keseimbangan cairan, gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan
keseimbangan asam basa.
1. Gangguan Keseimbangan Cairan
1) Defisit volume cairan ( fluid volume defisit/ FVD ) atau Hipovolemia
Adalah suatu kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan
defisiensi cairan dan elektrolit diruang ekstrasel, namun kedua
proporsi antara keduanya mendekati normal. Kehilangan cairan
diakibatkan oleh berbagai faktor antara lain kurangnya asupan cairan,
tingginya asupan pelarut ( misalnya protein, klorida dan natrium )yang
dapat menyebabkan ekskresi urine berlebih, keringat yang banyak serta
kelainan yang menyebabkan pengeluaran urine berlebih.
Secara umum kondisi defisit volume cairan ( dehidrasi ) terbagi 3
yaitu:
a) Dehidrasi isotonic. Ini terjadi bila jumlah cairan yang hilang
sebanding dengan jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam
plasma darah 130-150 mEq/l.
b) Dehidrasi hipertonik. Ini terjadi bila jumlah cairan yang hilang
lebih besar daripada jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+
dalam plasma 130-150 mEq/l.
c) Dehidrasi hipotonik. Ini terjadi bila jumlah cairan yang hilang lebih
sedikit daripada jumlah elektolit yang hilang. Kadar Na+ dalam
plasma adalah 130mEq/l.
Kondisi dehidrasi dapat digolongkan menurut derajat keparahannya
antara lain:
a) Dehidrasi ringan
Pada kondisi ini kehilangan cairan mencapai 5% dari berat tubuh.
b) Dehidrasi sedang
Kondisi ini terjadi apabila kehilangan cairan mencapai 5-10% dari
berat tubuh atau sekitar 2-4 liter. Kadar natrium berkisar 152-158
mEq/l. salah satu gejalanya adalah mata cekung.
c) Dehidrasi berat
Kondisi ini terjadi bila kehilangan cairan mencapai 4-6 liter. Kadar
natrium serum berisar 159-166 mEq/l. pada kondisi ini penderita
dapat mengalami hipotensi.
2) Volume cairan berlebih (fluid volume eccess/ FVE) atau hipervolemia
Volume cairan berlebih ( overhidrasi ) adalah kondisi
ketidakseimbangan yang ditandai dengan kelebihan ( retensi ) cairan
dan natrium diruang ekstrasel. Umumnya terjadi akibat adanya
masalah di ginjal. .( Wahid dan Nurul, 2007 )
2. Gangguan Keseimbangan Elektrolit
1) Ketidakseimbangan Natrium
a) Hiponatremia
Kekurangan kadar natrium dicairan ekstrasel yang menyebabkan
perubahan tekanan osmotic dimana kadar natrium serum <136
mEq/l dan berat jenis urin <1,010. Diakibatkan gagal ginjal
penyakit adison, pengeluaran keringat berlebih dieresis, dan
asidosis metabolic.
b) Hipernatremia
Kelebihan kadar natrium dicairan ekstrasel yang menyebabkan
peningkatan tekanan osmotic ekstrasel dimana kadar natrium
serum >144 mEq/l dan berat jenis urine >11,30. Diakibatkan diare
disfagia, poliuria karena diabetes insipidus.
2) Ketidakseimbangan Kalium
a) Hipokalemia
Kekurangan kadar kalium dalam cairan ekstrasel yang
menyebabkan pindahnya kalium keluar sel dimana kadar kalium
<4 mEq/l.
b) Hiperkalemia
Kelebihan kadar kalium dalam cairan ekstrasel dimana kadarnya
>5 mEq /l.
3) Ketidakseimbangan Kalsium
a) Hipokalsemia
Kekurangan kadar kalsium dalam cairan ekstrasel dimana kadar
kalsium serum <4,5 mEq/l atau 10 mg/100 ml.
b) Hiperkalsemia
Kelebihan kadar kalsium dalam cairan ekstrasel dimana kadar
kalsium serum > 5,8 mEq/l atau 10 mg/100 ml.
4) Ketidakseimbangan Magnesium
a) Hipomagnesemia
Kondisi dimana kadar magnesium kurang dari 1,5 mEq/l.
umumnya disebabkan oleh konsumsi alcohol, malnutrisi, diabetes,
gagal ginjal, gagal hati dan absorbs usus yang buruk.
b) Hipermagnesemia
Kondisi dimana kadar magnesium lebih dari 3,4 mEq/l. Umumnya
disebabkan oleh konsumsi antasida yang mengandung magnesium.
5) Ketidakseimbangan Klorida
a) Hipokloremia
Penurunan kadar ion klorida dalam serum, dimana kadar klorida
>95 mEq/l. Disebabkan oleh kehilangan sekresi gastrointestinal
yang berlebihan seperti diare, muntah, uresis.
b) Hiperkloremia
Peningkatan kadar ion klorida dalam serum, dimana kadar klorida
<105 mEq/l. Disebabkan oleh dehidrasi dan masalah ginjal.
6) Ketidakseimbangan Fosfat
a) Hipofosfatemia
Penurunan kadar fosfat didalam serum, dimana nilainya <2,8
mg/dl. Disebabkan oleh alkoholisme, malnutrisi, hipertiroidisme.
b) Hiperfosfatemia
Peningkatan kadar fosfat dalam serum, dimana nilainya >4,4 mg/dl
atau >3,0 mEq/l. Disebabkan oleh penggunaan laksatif yang
mengandung fosfat, penurunan hormone paratiroid dan kasus gagal
ginjal. ( Wahid dan Nurul, 2007 ).
3. Gangguan Keseimbangan Asam Basa
1. Asidosis respiratorik.
Adalah gangguan asam basa yang disebabkan oleh retensi CO2 akibat
gangguan hiperkapnia.
a) Tanda-tandanya meliputi: nafas dangkal, gangguan pernafasan
yang menyebabkan hipoventilasi, depresi susunan saraf pusat,
gangguan kesadaran dan disorientasi, pH plasma <7,35; pH urine
<6, PCO2 tinggi (>45 mmHg).
b) Penyebabnya antara lain penyakit obstruksi, restriksi paru,
polimielitis, penurunan aktivitas pusat pernafasan karena trauma
kepala, pendarahan, narkotik, anestesi).
2. Asidosis metabolic
Terjadi akibat akumulasi abnormal fixed acid atau kehilangan basa.
a) Tanda-tandanya meliputi: pernafasan kussmaul ( nafas cepat dan
dalam ), kelelahan ( malaise ), disorientasi, koma, pH plasma <3,5,
PCO2 normal atau rendah jika sudah mencapai kompensasi, kadar
bikarbonat rendah ( anak-anak <20 mEq/l, dewasa <21 mEq/l )
b) Penyebabnya adalah penimbunan asam nonkarbonat dan
pengeluaran cairan kaya HCO3- secara berlebihan.
3. Alkalosis respiratorik
Merupakan dampak utama pengeluaran CO2 berlebih akibat
hiperventilasi.
a) Tanda-tandanya meliputi: penglihatan kabur, kesemutan pada
ujung jari tangan dan kaki, kemampuan konsentrasi terganggu,
tetani, kejang, aritmia jantung dan Ph>7,45.
b) Penyebabnya adalah demam, kecemasan dan keracunan aspiri yang
kesemuanya merangsang ventilasi yang berlebihan.
4. Alkalosis metabolic
Merupakan kondisi penurunan H+ plasma yang disebabkan oleh
difisiensi relatif asam nonkarbonat.
a) Tanda-tandanya meliputi: apatis, lemah, gangguan mental
( misalnya gelisah, bingung, letargi ), kram, pusing.
b) Penyebabnya adalah muntah yang terus menerus dan ingesti obat-
obat alkali. .( Wahid dan Nurul, 2007 )
J. Asuhan Keperawatan
1. Riwayat keperawatan
a) Pemasukan dan pengeluaran cairan dan makanan (oral, parenteral)
b) Tanda umum masalah elektrolit
c) Tanda kekurangan dan kelebihan cairan
d) Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostatis cairan dan
elektrolit
e) Pengobatan tertentu yang sedang dijalani dapat mengganggu status
cairan
f) Status perkembangan seperti usia atau situasi social
g) Faktor psikologis seperti perilaku emosional yang mengganggu
pengobatan
2. Pengukuran klinik
a) Berat badan
Kehilangan atau bertambahnya berat badan menunjukkan adanya
masalah keseimbangan cairan:
+/- 2% ringan
+/- 5% sedang
+/- 10% berat
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama.
b) Keadaan umum
Pengukuran tanda vital seperti suhu, tekanan darah, nadi, pernafasan.
Tingkat kesadaran.
c) Pengukuran pemasukan cairan
a. Cairan oral: NGT dan oral
b. Cairan parenteral termasuk obat-obatan IV
c. Makanan yang cenderung megandung ai
d. Irigasi kateter atau NGT
d) Pengukuran pengeluaran cairan
a. Urine: volume, kejernihan/kepekatan
b. Feses: jumlah dan konsentrasi
c. Muntah
d. Tube drainase
e. IWL
e) Ukur keseimbangan cairan dengan akurat: normalnya sekitar +/- 200
CC.
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan dan elektrolit difokuskan pada:
1) Integumen: keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot,
tetani, dan sensasi rasa
2) Kardiovaskuler: distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin,
dan bunyi jantung
3) Mata: cekung, air mata kering
4) Neurologi: reflek, ganguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
5) Gastrointestinal: keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-
muntah, dan bising usus.
4. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap :pemeriksaan ini melewati jumlah sel
darah merah hemoglobin (HB),dan hematrokit (HT).
a) Ht naik :adanya dehidrasi berat dan gejala syok
b) Ht turun :adanya perdarahan akut,massif dan reaksi hemilitik,
c) Hb naik :adanya hemokonsentrasi.
d) Hbturun :adanya perdarahan hebat,reaksi hemolitik.
2) Pemeriksaan elektrolit serum :pemeriksaan ini di lakukan untuk
mengetahui kadar natrium,kalium,klorida,ion bikarbonat
3) Ph dan berat jenis urine :berat jenis menunjukkan kemampuan ginjal
untuk mengatur konsentrasi urine,normalnya Ph urine adalah 4,5-8 dan
berat jenisnya 1,003-1,030.
4) Analisa gas darah :Biasanya yang di periksa adalah pH,PO,HCO,PC0,
dan saturasi 02 nilai PCO2 normal:35-40 mmHg: PO2 normal:80-100
Hg:HCO3-normal;25-29 mEq/1,sedangkan saturasi O2 adalah
perbandingan oksigen dalam darah dengan jumlah oksigen yang dapat
di bawa oleh darah,normalnya di arteri (95%-98%)dan vena(60%-
85%).( Tarwoto dan Wartonah, 2006 )
5. Diagnosa dan Intervensi
1) Aktual/resiko defisit volume cairan
a) Definisi: kondisi dimana pasien mengalami resiko kekurangan
cairan pada ekstraseluler dan vaskuler.
b) Kemungkinan berhubungan dengan:
 Kehilangan cairan secara berlebihan
 Berkeringat secara berlebihan
 Menurunnya intake oral
 Pengunaan diuretic
 Perdarahan
c) Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada:
 Penyakit Addison
 Koma
 Ketoasidosis pada diabetic
 Anoreksia nervosa
 Perdarahan gastrointestinal
 Muntah, diare
 Intake cairan tidak adekuat
 AIDS
 Perdarahan
 Ulcer kolon
d) Tujuan yang diharapkan:
 Mempertahankan keseimbangan cairan.
 Menunjukkan adanya keseimbangan cairan seperti output
urine adekuat, tekanan darah stabil, membrane mukosa
mulut lembab, turgor kulit baik.
 Secara verbal pasien mengatakan penyebab kekurangan
cairan dapat teratasi.

INTERVENSI RASIONAL
1.      Ukur dan catat setiap 4 jam: 1.      Menentukan kehilangan dan
         Intake dan output cairan kebutuhan cairan
         Warna muntahan, urine, dan
feces
         Monitor turgor kulit
         Tanda vital
         Monitor IV infuse
         CVP
         Elektrolit, BUN, hematokrit dan
hemoglobin
         Status mental
         Berat badan

2.      Berikan makanan dan cairan


2.      Memenuhi kebutuhan makan
dan minum
3.      Berikan pengobatan seperti
antidiare dan antimuntah
3.      Menurunkan pergerakan usus
dan muntah
4.      Berikan dukungan verbal dalam
pemberian cairan
4.      Meningkatkan konsumsi yang
lebih
5.      Lakukan kebersihan mulut
sebelum makan
5.      Meningkatkan nafsu makan
6.      Ubah posisi pasien setiap 4 jam

7.      Berikan pendidikan kesehatan 6.      Meningkatkan sirkulasi


tentang:
         Tanda dan gejala dehidrasi 7.      Meningkatkan informasi dan
         Intake dan output cairan kerjasama

         terapi

2) Volume cairan berlebih


a) Definisi: kondisi dimana terjadi peningkatan retensi dan edema.
b) Kemungkinan berhubungan dengan:
 Retensi garam dan air
 Efek dari pengobatan
 Malnutrisi
c) Kemungkinan data yang ditemukan:
 Orthopnea
 Oliguria
 Edema
 Distensi vena jugularis
 Hipertensi
 Distress pernafasan
 Anasarka
 Edema paru
d) Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada:
 Obesitas
 Hipothiroidism
 Pengobatan dengan kortikosteroid
 Imobilisasi yang lama
 Cushings syndrome
 Gagal ginjal
 Sirosis hepatis
 Kanker
 Toxemia
e) Tujuan yang diharapkan:
 Mempertahankan keseimbangan intake dan output cairan
 Menurunkan kelebihan cairan

INTERVENSI RASIONAL
1.      Ukur dan monitor: 1.      dasar pengkajian kardiovaskuler
Intake dan output cairan, berat dan respon terhadap penyakit
badan, tensi, CVP distensi vena,
jugularis dan bunyi paru

2.      Monitor rontgen paru 2.      mengetahui adanya edema paru

3.      Kolaborasi dengan dokter dalam3.      kerjasama disiplin ilmu dalam


pemberian cairan, obat, dan efek perawatan
pengobatan

4.      Hati-hati dalam pemberian 4.      mengurangi kelebihan cairan


cairan
5.      mengurangi edema
5.      Pada pasien yang bedrest:
         Ubah posisi setiap 2 jam
         Latian pasif dan aktif
6.      mencegah kerusakan kulit
6.      Pada kulit yang edema berikan
lotion, hindari penekanan yang
terus menerus
7.      pasien dan keluarga mengetahui
7.      Berikan pengetahuan kesehatan dan kooperatif
tentang:
         Intake dan output cairan
         Edema, berat badan
         pengobatan
( Tarwoto dan Wartonah, 2006 )

6. Penatalaksanaan Terapi Intravena


a. Cairan Intavena
Jenis cairan intavena yang bias digunakan meliputi :
1) Larutan nutrient. Larutan ini berisi beberapa jenis karbohidrat (mis;
dekstrosa dan glukosa) dan air. Larutan nutien yang umum
digunakan adalah 5% dekstrosa dalam air (D 5W), 3,3% glukosa
dalam 0,3% NaCl, dan 5% glukosa dalam 0,45% NaCl. Setiap 1
liter cairan dekstrosa 5% mengandung 170_200 kalori;
mengandung asam amino (amigen, anunosol, travamin) atau lemak
(lipomul dan lyposyn)
2) Larutan elektrolit. Larutan elektrolit meliputi larutan saline, baik
isotonic, hipotinik, maupun hipertonik. Jenis larutan elektrolit yang
paling banyak digunakan adalah normal salin (isotonik), yaitu
NaCl 0,9%. Contoh larutan elektrolit lainnya adalah laktat Ringer
(Na+, K+, Cl-, Ca2+) dan cairan Butler (NA+, K+, Mg2+, Cl-, HCO3-)
3) Cairan asam-basa. Jenis cairan yang termasuk cairan asam basa
adalah natrium laktat dan natrium bikarbonat. Laktat merupakan
sejenis garam yang dapat mengikat ion H+ dari cairan sehingga
mengurangi kesamaan lingkungan
4) Volume ekspander. Jenis larutan ini berfungsi meningkatkan
volume pembuluh darah atau plasma, misalnya pada kasus
hemoragi atau kombustio berat. Volume ekspander yang umum
digunakan antara lain dekstran, plasma, dan albumin serum. Cara
kerjanya adalah dengan meningkatkan tekanan osmotic darah.
b. Infus Intravena
1) Penentuan area infus
Secara umum, penginfusan dapat dilakukan pada vena lengan
(vena sefalika, basilica, dan mediana kubiti), vena tungkai (vena
safena), atau vena di daerah kepala (vena temporalis frontalis).
Pada individu dewasa, infus biasanya dipasang didaerah lengan
atas, tangan, dan kaki. Sedangkan pada bayi, infus dipasng pada
daerah kepala. Untuk penginfusan jangka panjang, pembuluh darah
yang sebaiknya digunakan pertama kali adalah pembuluh darah
distal. Ini dilakukan untuk mengantisipasi kegagalan saat
melakukan penusukan vena. Jika pembuluh darah distal rusak
akibat penusukan pertama, pembuluh darah proksimal dapat
digunakan untuk penusukan berikutnya. Akan tetapi, jika
pembuluh darah proksimal telah rusak, penusukan tidak bias
dialihkan ke pembuluh darah distal.
2) Prosedur pemasangan infuse
Secara umum,prosedur pemasangan infus dapat diuraikan sebagai
berikut :
a) Siapkan peralatan yang diperlukan dan bawa ke klien.
Peralatan tersebut meliputi:
 Standar infuse
 Set infuse
 Cairan infuse
 Kapas alcohol,kassa steril, betadine
 Perlengkapan (perlak, torniket, plester, gunting)
 Sarung tangan bersih
b) Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan kepada klien
c) Cuci tangan
d) Siapkan cairan infus dan set infus; pertahankan teknik aseptic
ketika membuka cairan dan pack infuse
e) Hubungkan cairan keset infus dengan menusukkan ujung slang
pada bagian karet botol infuse
f) Isi cairan ke dalam set infuse dengan menekan ruang tetesan
sampai terisi sebagian dan buka klem slang sampai cairan
memenuhi slang dan udara di dalam slang keluar
g) Letakkan pengalas di bawah are (vena) yang akan dipasang
infuse
h) Bending vena dengan memasang torniket 10-12 cm di atas
area penusukan dan anjurkan klien untuk menggenggam (bila
sadar)
i) Kenakan sarung tangan bersih
j) Bersihkan area penusukan dengan kapas alcohol 70% memutar
dari dalam ke luar
k) Lakukan penusukan vena dengan meletakkan ibu jari di bawah
vena dan posisi jarum (abbocath) mengarah ke atas
l) Perhatikan keluarnya darah melalui jarum (abbocath/surflo).
Apabila terlihat ada darah dalam jarum (abbocath/surflo), tarik
keluar bagian dalam jarum sambil menyusupkan bagian
luarnya lebih jauh ke dalam vena
m) Setelah jarum bagian dalam dilepaskan,tekan bagian atas vena
dengan menggunakan jari tangan agar darah tidak keluar.
Selanjutnya, hubungkan abbocath ke slang infus secara cepat
dan cermat
n) Lepaskan torniket dan lemaskan kepalan tangan klien.buka
klem dan atur kecepatan sesuai instruksi yang tekah diberikan
o) Periksa daerah sekitar tempat penusukan untuk melihat adanya
tanda-tanda infiltrasi
p) Bila tidak ada tanda-tanda infiltrasi, tutupi area penusukan
dengan kasa steril dan fiksasi dengan plester
q) Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus serta ukuran
jarum
r) Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
s) Catat jenis cairan, lokasi infuse, kecepatan aliran, dan jenis
jarum infuse yang digunakan
3) Pengaturan tetesan infuse
Tetesan infus diatur sesuai progam pengobatan, tidak boleh terlalu
cepat atau terlalu lambat. Ada dua metode yang digunakan untuk
menghitung jumlah tetesan, yakni:
a) Jumlah milliliter/jam. Jumlah tetesan dihitung dengan
membandingkan volume cairan yang harus diberikan (ml)
dengan lamanya pemberian (jam).
Contoh : 3000 ml cairan RL harus diberikan dalam 24jam.
Dengan demikian

Jumlah tetesan = 3000ml


24 jam
= 125 ml/jam
b) Tetesan/menit. Jumlah tetesan dihitung dengan mengalikan
jumlah cairan yang dibutuhkan (ml) dengan faktor tetes,
kemudian membaginya dengan lama pemberian (menit). Faktor
tetes ditentukan berdasarkan alat yang digunakan.
Rumus pemberian cairan:
Tetes = ∑ cairan yang dibutuhkan x faktor tetes (makro/mikro)

Total waktu (jam/60 menit)


Pedoman:
 Faktor tetes makro : 20 tetes
 Faktor tetes mikro : 60 tetes
 1 kolf : 500 ml

Contoh:
Seorang klien datang dengan keluhan mual dan muntah yang terus
menerus. Dari pengkajian ditemukan tanda-tanda dehidrasi sedang.
Berdasarkan pemeriksaan, klien harus mendapatkan terapi cairan
intravena. Dokter menginstruksikan pemberian 3 kolf RL dalam 24
jam.
Dengan demikian, jumlah tetesan infuse/menit untuk klien tersebut
adalah:
Tetesan/menit = (3x500 ml) x 20 tetes
24 x 60 menit
= 30.000 tetes
1.440 menit
= 20,8 tetes/menit
= 21 tetes/menit
c) Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah tetesan:
 Posisi tangan atau area pemasangan infuse
 Posisi dan ketetapan slang
 Tinggi botol infuse
 Kemungkinan infiltrasi atau cairan terhambat
4) Implikasi keperawatan
Selama terapi intavena, perawat harus:
a) Mempertahankan kepatenan infuse intravena.
b) Memenuhi kebutuhan rasa nyaman klien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari dengan memenuhi kebutuhan hygiene
personal klien dan membantu mobilisasi (mis;turun,dari tempat
tidur,berjalan, makan, minum, dll).
c) Melakukan observasi terhadap komplikasi yang mungkin
muncul, seperti:
 Infiltrasi, yaitu masuknya cairan ke jaringan subkutan
yang ditandai dengan bengkak, dingin, nyeri, dan
tehambat tetesan infus
 Flebitis, yaitu trauma mekanik atau iritasi kimiawi pada
vena yang ditandai dengan nyeri, panas, dan kemerahan
padavena tempat pemasangan infuse
 Kelebihan cairan akibat tetesan infus yang terlalu
cepat,yang ditandai dengan perasaan dingin, sdanya
cairan pada paru yang teramati pada foto toraks, dan
lain-lain.
d) Mengatur tetesan infus secara tepat. Hal-halyang harus
diperhatikan perawat, antara lain:
 Tetesan yang terlalu cepat dapat menyebabkan masalah
pada fungsi paru dan jantung.
 Tetesan yang terlalu lambat menyebabkan asupan
cairan dan elektrolit yang tidak adekuat
e) Mengganti botol infus. Penggantian botol dilakukan apabila
cairan sudah berada di leher botol dan tetesan masih berjalan.
Sebaiknya,prosedur ini dilakukan dalam 24 jam untuk
mencegah flebitis dan pembentukan thrombus. Secara umum,
prosedur penggantian botol infus adalah sebagai berikut:
 Siapkan botol baru yang akan digunakan
 Klem slang infuse agar tidak terjadi penghentian tetesan
atau pembuntuan darah
 Tarik jarum dari botol lama dan segera tusukkan pada
botol baru yang sebelumnya sudah didesinfektan
dengan kapas alcohol 70%
 Gantungkan botol kembali
 Buka klem dan hitung kembali tetean secara benar
 Pasang label
 Catat tindakan yang dilakukan pada lembar observasi
atau prosedur tindakan
f) Mengganti selang infus. Prosedur ini dilakukan paling lambat
setelah 3x24 jam, dan Centers For Disease Control (CDC)
menganjurkan agar tidak lebih dari 2x24 jam. Langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut.
 Siapkan set infus yang baru, termasuk botol cairan infus
yang diresepkan
 Alirkan cairan sepanjang slang, gantung botol cairan,
dan tutup klem pada standar infus.
 Pegang poros jarum dengan satu tangan dan tangan
yang lain melepaskan slang
 Sambungkan slang yang baru ke poros jarum
 Langkah selanjutnya sama dengan prosedur
pemasangan infus baru
g) Menghentikan terapi intravena. Prosedur ini dilakukan apabila
progam terapi sudah selesai jika hendak dilakukan penusukan
yang baru. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
 Tutup klem infus
 Buka slang pada area penusukan sambil memegang
jarum
 Tarik jarum secepatnya dan beri penekanan pada area
bekas tusukan dengan kapas alcohol selama 2-3 menit
untuk mencegah perdarahan
 Tutup area bekas tusukan dengan menggunakan kasa
steril
 Catat waktu penghentian infus dan jumlah cairan yang
masuk dan yang tersisa di botol.( Tarwoto dan
Wartonah, 2006 )
DAFTAR PUSTAKA
Mubarak, Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia dan Aplikasi dalam Praktek. Jakarta: EGC.
Saryono dan Anggriyana Tri Widianti. 2010. Catatan Kuliah Kebutuhan Dasar
Manusia ( KDM ). Yogyakarta: Nuha Medika.
Tarwoto dan Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan
Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai