A. Pendahuluan
Agar dapat mempertahankan kesehatan dan kehidupannya, manusia
membutuhkan cairan dan elektrolit dalam jumlah dan proporsi yang tepat
diberbagai jaringan tubuh. Air menempati proporsi yang besar dalam tubuh. Air
menyusun 75% berat badan bayi, 70% berat badan pria dewasa dan 55% tubuh
pria lanjut usia. Karena wanita mempunyai simpanan lemak yang relative lebih
banyak, kaandungan air pada tubuh wanita 10% lebih rendah dibandingkan pria.
( Wahid dan Nurul, 2007 ).
Cairan tubuh menempati kompartemen intrasel dan ekstrasel. 2/3 sebagian
cairan dari cairan tubuh berada dalam sel ( cairan intrasel/CIS ) dan 1/3 bagian
berada diluar sel ( cairan ekstrasel/CES ). CES dibedakan menjadi cairan
intravaskuler atau plasma darah yang meliputi 20% CES atau 15% dari total berat
badan; dan cairan intersisial yang mencapai 80% CES atau 5% dari total berat
badan. ( Saryono dan Anggriyana, 2010 )
B. Definisi Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena
metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap
stressor fisiologi dan lingkungan.( Tarwoto dan Wartonah, 2006 )
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit antara lain:
1. Usia
Pada bayi atau anak-anak, keseimbangan cairan dan elektrolit dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya adalah asupan cairan yang besar yang
diimbangi dengan haluaran yang besar pula, metabolism tubuh yang
tinggi, masalah yang muncul akibat imaturitas fungsi ginjal, serta
banyaknya cairan yang keluar melalui ginjal, paru-paru, dan proses
penguapan. Pada orang tua atau lansia, gangguan yang muncul berkaitan
dengan masalah ginjal dan jantung terjadi karena ginjal tidak mampu
mengatur konsentrasi urin.
2. Temperatur lingkungan
Lingkungan yang panas menstimulus sistem saraf simpatis dan
menyebabkan seseorang berkeringat. Pada cuaca yang sangat panas,
seseorang akan kehilangan 700-2000 ml air/jam dan 15-30 g gram/hari.
3. Kondisi stress
Kondisi stress mempengaruhi metabolism sel , konsentrasi glukosa darah,
dan glikolisis otot. Kondisi stress mencetuskan pelepasan hormon anti
diuretik sehingga produksi urin menurun.
4. Keadaan sakit
Kondisi sakit yang dapat mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit antara lain karena luka bakar, gagal ginjal dan payah jantung.
5. Diet
Diet dapat mempengaruhi asupan cairan dan elektrolit. Asupan nutrisi
yang tidak adekuat dapat berpengaruh terhadap kadar albumin serum. Jika
albumin serum turun, cairan intersisial tidak bisa masuk kepembuluh darah
sehingga terjadi edema.( Wahid dan Nurul, 2007 )
D. Fungsi Cairan
1. Ginjal
Merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang menerima 170 liter
darah untuk disaring setiap hari. Produksi urine untuk semua usia 1
ml/kg/jam. Pada orang dewasa produksi urine sekitar 1,5 lt/hari. Jumlah
urine yang diproduksi pleh ginjal dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron.
2. Kulit
Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang merangsang
aktivitas kelenjar keringat. Rangsangan kelenjar keringat dapat dihasilkan
dari aktivitas otot, temperatur lingkungan yang meningkat, dan demam.
Disebut juga Isensible Water Loss (IWL) sekitar 15-20 ml/24 jam.
3. Paru-paru
Menghasilkan IWL sekitar 400 ml/hari. Meningkatnya cairan yang hilang
sebagai respon terhadap perubahan kecepatan atau kedalaman napas akibat
pergerakan atau demam.
4. Gastrointestinal
Dalam kondisi normal cairan yang hilang di gastrointestinal setiap hari
sekitar 100-200 ml. perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 10-15
cc/kgBB/24 jam, dengan kenaikan10% dari IWL pada setiap kenaikan
suhu 10 celcius. ( Tarwoto dan Wartonah, 2006 )
H. Pengaturan Elektrolit
1. Natrium (sodium)
Merupakan kation paling banyak yang terdapat pada cairan ekstrasel. Na+
memengaruhi keseimbangan air, hantaran impuls saraf dan kontraksi otot.
Sodium diatur oleh intake garam, aldosteron, dan pengeluaran urine.
Normalnya sekitar 135-148 mEq/lt.
2. Kalium (potassium)
Merupakan kation utama cairan intrasel. Berfungsi sebagai excitability
neuromuskuler dan kontraksi otot. Diperlukan untuk pembentukan
glikogen, sintesa protein, pengaturan keseimbangan asam basa, karena ion
K+ dapat diubah menjadi ion hydrogen (H+). nilai normalnya sekitar 3,5-
5,5 mEq/lt.
3. Kalsium
Berguna untuk integritas kulit dan struktur sel, konduksi jantung,
pembekuan darah, serta pembentukan tulang dan gigi. Kalsium dalam
cairan ekstrasel diatur oleh kelenjar paratiroid dan tiroid. Hormone
paratiroid mengabsorbsi kalsium melalui gastrointestinal, sekresi melalui
ginjal. Hormone thirocalcitonin menghambat penyerapan Ca++ tulang.
4. Magnesium
Merupakan kation terbanyak kedua pada cairan intrasel. Sangat penting
untuk aktivitas enzim, neurochemia, dan muscular excibility. Nilai
normalnya sekitar 1,5-2,5 mEq/lt.
5. Klorida
HCO3 adalah buffer kimia utama dalam tubuh dan terdapat pada cairan
ekstrasel dan intrasel. Biknat diatur oleh ginjal.
6. Fosfat
Merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Berfungsi
untuk meningkatkan kegiatan neuromuskuler, metabolisme karbohidrat,
pengaturan asam basa. Pengaturan oleh hormone paratiroid. ( Tarwoto dan
Wartonah, 2006 )
I. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Gangguan keseimbangan cairan elektrolit dibagi menjadi 3 yaitu gangguan
keseimbangan cairan, gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan
keseimbangan asam basa.
1. Gangguan Keseimbangan Cairan
1) Defisit volume cairan ( fluid volume defisit/ FVD ) atau Hipovolemia
Adalah suatu kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan
defisiensi cairan dan elektrolit diruang ekstrasel, namun kedua
proporsi antara keduanya mendekati normal. Kehilangan cairan
diakibatkan oleh berbagai faktor antara lain kurangnya asupan cairan,
tingginya asupan pelarut ( misalnya protein, klorida dan natrium )yang
dapat menyebabkan ekskresi urine berlebih, keringat yang banyak serta
kelainan yang menyebabkan pengeluaran urine berlebih.
Secara umum kondisi defisit volume cairan ( dehidrasi ) terbagi 3
yaitu:
a) Dehidrasi isotonic. Ini terjadi bila jumlah cairan yang hilang
sebanding dengan jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam
plasma darah 130-150 mEq/l.
b) Dehidrasi hipertonik. Ini terjadi bila jumlah cairan yang hilang
lebih besar daripada jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+
dalam plasma 130-150 mEq/l.
c) Dehidrasi hipotonik. Ini terjadi bila jumlah cairan yang hilang lebih
sedikit daripada jumlah elektolit yang hilang. Kadar Na+ dalam
plasma adalah 130mEq/l.
Kondisi dehidrasi dapat digolongkan menurut derajat keparahannya
antara lain:
a) Dehidrasi ringan
Pada kondisi ini kehilangan cairan mencapai 5% dari berat tubuh.
b) Dehidrasi sedang
Kondisi ini terjadi apabila kehilangan cairan mencapai 5-10% dari
berat tubuh atau sekitar 2-4 liter. Kadar natrium berkisar 152-158
mEq/l. salah satu gejalanya adalah mata cekung.
c) Dehidrasi berat
Kondisi ini terjadi bila kehilangan cairan mencapai 4-6 liter. Kadar
natrium serum berisar 159-166 mEq/l. pada kondisi ini penderita
dapat mengalami hipotensi.
2) Volume cairan berlebih (fluid volume eccess/ FVE) atau hipervolemia
Volume cairan berlebih ( overhidrasi ) adalah kondisi
ketidakseimbangan yang ditandai dengan kelebihan ( retensi ) cairan
dan natrium diruang ekstrasel. Umumnya terjadi akibat adanya
masalah di ginjal. .( Wahid dan Nurul, 2007 )
2. Gangguan Keseimbangan Elektrolit
1) Ketidakseimbangan Natrium
a) Hiponatremia
Kekurangan kadar natrium dicairan ekstrasel yang menyebabkan
perubahan tekanan osmotic dimana kadar natrium serum <136
mEq/l dan berat jenis urin <1,010. Diakibatkan gagal ginjal
penyakit adison, pengeluaran keringat berlebih dieresis, dan
asidosis metabolic.
b) Hipernatremia
Kelebihan kadar natrium dicairan ekstrasel yang menyebabkan
peningkatan tekanan osmotic ekstrasel dimana kadar natrium
serum >144 mEq/l dan berat jenis urine >11,30. Diakibatkan diare
disfagia, poliuria karena diabetes insipidus.
2) Ketidakseimbangan Kalium
a) Hipokalemia
Kekurangan kadar kalium dalam cairan ekstrasel yang
menyebabkan pindahnya kalium keluar sel dimana kadar kalium
<4 mEq/l.
b) Hiperkalemia
Kelebihan kadar kalium dalam cairan ekstrasel dimana kadarnya
>5 mEq /l.
3) Ketidakseimbangan Kalsium
a) Hipokalsemia
Kekurangan kadar kalsium dalam cairan ekstrasel dimana kadar
kalsium serum <4,5 mEq/l atau 10 mg/100 ml.
b) Hiperkalsemia
Kelebihan kadar kalsium dalam cairan ekstrasel dimana kadar
kalsium serum > 5,8 mEq/l atau 10 mg/100 ml.
4) Ketidakseimbangan Magnesium
a) Hipomagnesemia
Kondisi dimana kadar magnesium kurang dari 1,5 mEq/l.
umumnya disebabkan oleh konsumsi alcohol, malnutrisi, diabetes,
gagal ginjal, gagal hati dan absorbs usus yang buruk.
b) Hipermagnesemia
Kondisi dimana kadar magnesium lebih dari 3,4 mEq/l. Umumnya
disebabkan oleh konsumsi antasida yang mengandung magnesium.
5) Ketidakseimbangan Klorida
a) Hipokloremia
Penurunan kadar ion klorida dalam serum, dimana kadar klorida
>95 mEq/l. Disebabkan oleh kehilangan sekresi gastrointestinal
yang berlebihan seperti diare, muntah, uresis.
b) Hiperkloremia
Peningkatan kadar ion klorida dalam serum, dimana kadar klorida
<105 mEq/l. Disebabkan oleh dehidrasi dan masalah ginjal.
6) Ketidakseimbangan Fosfat
a) Hipofosfatemia
Penurunan kadar fosfat didalam serum, dimana nilainya <2,8
mg/dl. Disebabkan oleh alkoholisme, malnutrisi, hipertiroidisme.
b) Hiperfosfatemia
Peningkatan kadar fosfat dalam serum, dimana nilainya >4,4 mg/dl
atau >3,0 mEq/l. Disebabkan oleh penggunaan laksatif yang
mengandung fosfat, penurunan hormone paratiroid dan kasus gagal
ginjal. ( Wahid dan Nurul, 2007 ).
3. Gangguan Keseimbangan Asam Basa
1. Asidosis respiratorik.
Adalah gangguan asam basa yang disebabkan oleh retensi CO2 akibat
gangguan hiperkapnia.
a) Tanda-tandanya meliputi: nafas dangkal, gangguan pernafasan
yang menyebabkan hipoventilasi, depresi susunan saraf pusat,
gangguan kesadaran dan disorientasi, pH plasma <7,35; pH urine
<6, PCO2 tinggi (>45 mmHg).
b) Penyebabnya antara lain penyakit obstruksi, restriksi paru,
polimielitis, penurunan aktivitas pusat pernafasan karena trauma
kepala, pendarahan, narkotik, anestesi).
2. Asidosis metabolic
Terjadi akibat akumulasi abnormal fixed acid atau kehilangan basa.
a) Tanda-tandanya meliputi: pernafasan kussmaul ( nafas cepat dan
dalam ), kelelahan ( malaise ), disorientasi, koma, pH plasma <3,5,
PCO2 normal atau rendah jika sudah mencapai kompensasi, kadar
bikarbonat rendah ( anak-anak <20 mEq/l, dewasa <21 mEq/l )
b) Penyebabnya adalah penimbunan asam nonkarbonat dan
pengeluaran cairan kaya HCO3- secara berlebihan.
3. Alkalosis respiratorik
Merupakan dampak utama pengeluaran CO2 berlebih akibat
hiperventilasi.
a) Tanda-tandanya meliputi: penglihatan kabur, kesemutan pada
ujung jari tangan dan kaki, kemampuan konsentrasi terganggu,
tetani, kejang, aritmia jantung dan Ph>7,45.
b) Penyebabnya adalah demam, kecemasan dan keracunan aspiri yang
kesemuanya merangsang ventilasi yang berlebihan.
4. Alkalosis metabolic
Merupakan kondisi penurunan H+ plasma yang disebabkan oleh
difisiensi relatif asam nonkarbonat.
a) Tanda-tandanya meliputi: apatis, lemah, gangguan mental
( misalnya gelisah, bingung, letargi ), kram, pusing.
b) Penyebabnya adalah muntah yang terus menerus dan ingesti obat-
obat alkali. .( Wahid dan Nurul, 2007 )
J. Asuhan Keperawatan
1. Riwayat keperawatan
a) Pemasukan dan pengeluaran cairan dan makanan (oral, parenteral)
b) Tanda umum masalah elektrolit
c) Tanda kekurangan dan kelebihan cairan
d) Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostatis cairan dan
elektrolit
e) Pengobatan tertentu yang sedang dijalani dapat mengganggu status
cairan
f) Status perkembangan seperti usia atau situasi social
g) Faktor psikologis seperti perilaku emosional yang mengganggu
pengobatan
2. Pengukuran klinik
a) Berat badan
Kehilangan atau bertambahnya berat badan menunjukkan adanya
masalah keseimbangan cairan:
+/- 2% ringan
+/- 5% sedang
+/- 10% berat
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama.
b) Keadaan umum
Pengukuran tanda vital seperti suhu, tekanan darah, nadi, pernafasan.
Tingkat kesadaran.
c) Pengukuran pemasukan cairan
a. Cairan oral: NGT dan oral
b. Cairan parenteral termasuk obat-obatan IV
c. Makanan yang cenderung megandung ai
d. Irigasi kateter atau NGT
d) Pengukuran pengeluaran cairan
a. Urine: volume, kejernihan/kepekatan
b. Feses: jumlah dan konsentrasi
c. Muntah
d. Tube drainase
e. IWL
e) Ukur keseimbangan cairan dengan akurat: normalnya sekitar +/- 200
CC.
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan dan elektrolit difokuskan pada:
1) Integumen: keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot,
tetani, dan sensasi rasa
2) Kardiovaskuler: distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin,
dan bunyi jantung
3) Mata: cekung, air mata kering
4) Neurologi: reflek, ganguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
5) Gastrointestinal: keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-
muntah, dan bising usus.
4. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap :pemeriksaan ini melewati jumlah sel
darah merah hemoglobin (HB),dan hematrokit (HT).
a) Ht naik :adanya dehidrasi berat dan gejala syok
b) Ht turun :adanya perdarahan akut,massif dan reaksi hemilitik,
c) Hb naik :adanya hemokonsentrasi.
d) Hbturun :adanya perdarahan hebat,reaksi hemolitik.
2) Pemeriksaan elektrolit serum :pemeriksaan ini di lakukan untuk
mengetahui kadar natrium,kalium,klorida,ion bikarbonat
3) Ph dan berat jenis urine :berat jenis menunjukkan kemampuan ginjal
untuk mengatur konsentrasi urine,normalnya Ph urine adalah 4,5-8 dan
berat jenisnya 1,003-1,030.
4) Analisa gas darah :Biasanya yang di periksa adalah pH,PO,HCO,PC0,
dan saturasi 02 nilai PCO2 normal:35-40 mmHg: PO2 normal:80-100
Hg:HCO3-normal;25-29 mEq/1,sedangkan saturasi O2 adalah
perbandingan oksigen dalam darah dengan jumlah oksigen yang dapat
di bawa oleh darah,normalnya di arteri (95%-98%)dan vena(60%-
85%).( Tarwoto dan Wartonah, 2006 )
5. Diagnosa dan Intervensi
1) Aktual/resiko defisit volume cairan
a) Definisi: kondisi dimana pasien mengalami resiko kekurangan
cairan pada ekstraseluler dan vaskuler.
b) Kemungkinan berhubungan dengan:
Kehilangan cairan secara berlebihan
Berkeringat secara berlebihan
Menurunnya intake oral
Pengunaan diuretic
Perdarahan
c) Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada:
Penyakit Addison
Koma
Ketoasidosis pada diabetic
Anoreksia nervosa
Perdarahan gastrointestinal
Muntah, diare
Intake cairan tidak adekuat
AIDS
Perdarahan
Ulcer kolon
d) Tujuan yang diharapkan:
Mempertahankan keseimbangan cairan.
Menunjukkan adanya keseimbangan cairan seperti output
urine adekuat, tekanan darah stabil, membrane mukosa
mulut lembab, turgor kulit baik.
Secara verbal pasien mengatakan penyebab kekurangan
cairan dapat teratasi.
INTERVENSI RASIONAL
1. Ukur dan catat setiap 4 jam: 1. Menentukan kehilangan dan
Intake dan output cairan kebutuhan cairan
Warna muntahan, urine, dan
feces
Monitor turgor kulit
Tanda vital
Monitor IV infuse
CVP
Elektrolit, BUN, hematokrit dan
hemoglobin
Status mental
Berat badan
terapi
INTERVENSI RASIONAL
1. Ukur dan monitor: 1. dasar pengkajian kardiovaskuler
Intake dan output cairan, berat dan respon terhadap penyakit
badan, tensi, CVP distensi vena,
jugularis dan bunyi paru
Contoh:
Seorang klien datang dengan keluhan mual dan muntah yang terus
menerus. Dari pengkajian ditemukan tanda-tanda dehidrasi sedang.
Berdasarkan pemeriksaan, klien harus mendapatkan terapi cairan
intravena. Dokter menginstruksikan pemberian 3 kolf RL dalam 24
jam.
Dengan demikian, jumlah tetesan infuse/menit untuk klien tersebut
adalah:
Tetesan/menit = (3x500 ml) x 20 tetes
24 x 60 menit
= 30.000 tetes
1.440 menit
= 20,8 tetes/menit
= 21 tetes/menit
c) Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah tetesan:
Posisi tangan atau area pemasangan infuse
Posisi dan ketetapan slang
Tinggi botol infuse
Kemungkinan infiltrasi atau cairan terhambat
4) Implikasi keperawatan
Selama terapi intavena, perawat harus:
a) Mempertahankan kepatenan infuse intravena.
b) Memenuhi kebutuhan rasa nyaman klien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari dengan memenuhi kebutuhan hygiene
personal klien dan membantu mobilisasi (mis;turun,dari tempat
tidur,berjalan, makan, minum, dll).
c) Melakukan observasi terhadap komplikasi yang mungkin
muncul, seperti:
Infiltrasi, yaitu masuknya cairan ke jaringan subkutan
yang ditandai dengan bengkak, dingin, nyeri, dan
tehambat tetesan infus
Flebitis, yaitu trauma mekanik atau iritasi kimiawi pada
vena yang ditandai dengan nyeri, panas, dan kemerahan
padavena tempat pemasangan infuse
Kelebihan cairan akibat tetesan infus yang terlalu
cepat,yang ditandai dengan perasaan dingin, sdanya
cairan pada paru yang teramati pada foto toraks, dan
lain-lain.
d) Mengatur tetesan infus secara tepat. Hal-halyang harus
diperhatikan perawat, antara lain:
Tetesan yang terlalu cepat dapat menyebabkan masalah
pada fungsi paru dan jantung.
Tetesan yang terlalu lambat menyebabkan asupan
cairan dan elektrolit yang tidak adekuat
e) Mengganti botol infus. Penggantian botol dilakukan apabila
cairan sudah berada di leher botol dan tetesan masih berjalan.
Sebaiknya,prosedur ini dilakukan dalam 24 jam untuk
mencegah flebitis dan pembentukan thrombus. Secara umum,
prosedur penggantian botol infus adalah sebagai berikut:
Siapkan botol baru yang akan digunakan
Klem slang infuse agar tidak terjadi penghentian tetesan
atau pembuntuan darah
Tarik jarum dari botol lama dan segera tusukkan pada
botol baru yang sebelumnya sudah didesinfektan
dengan kapas alcohol 70%
Gantungkan botol kembali
Buka klem dan hitung kembali tetean secara benar
Pasang label
Catat tindakan yang dilakukan pada lembar observasi
atau prosedur tindakan
f) Mengganti selang infus. Prosedur ini dilakukan paling lambat
setelah 3x24 jam, dan Centers For Disease Control (CDC)
menganjurkan agar tidak lebih dari 2x24 jam. Langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut.
Siapkan set infus yang baru, termasuk botol cairan infus
yang diresepkan
Alirkan cairan sepanjang slang, gantung botol cairan,
dan tutup klem pada standar infus.
Pegang poros jarum dengan satu tangan dan tangan
yang lain melepaskan slang
Sambungkan slang yang baru ke poros jarum
Langkah selanjutnya sama dengan prosedur
pemasangan infus baru
g) Menghentikan terapi intravena. Prosedur ini dilakukan apabila
progam terapi sudah selesai jika hendak dilakukan penusukan
yang baru. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
Tutup klem infus
Buka slang pada area penusukan sambil memegang
jarum
Tarik jarum secepatnya dan beri penekanan pada area
bekas tusukan dengan kapas alcohol selama 2-3 menit
untuk mencegah perdarahan
Tutup area bekas tusukan dengan menggunakan kasa
steril
Catat waktu penghentian infus dan jumlah cairan yang
masuk dan yang tersisa di botol.( Tarwoto dan
Wartonah, 2006 )
DAFTAR PUSTAKA
Mubarak, Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia dan Aplikasi dalam Praktek. Jakarta: EGC.
Saryono dan Anggriyana Tri Widianti. 2010. Catatan Kuliah Kebutuhan Dasar
Manusia ( KDM ). Yogyakarta: Nuha Medika.
Tarwoto dan Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan
Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika.