Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH TENTANG PERMASALAHAN GLOBAL WARMING PADA

LINGKUNGAN

DISUSUN OLEH
1. DEVARA LEVISI (1913451005)
2. LINDA APRIANI (1913451012)
3. ALIKAWATI (1913451031)

Perubahan iklim: Kecepatan dan dampak pemanasan


global saat ini 'tidak tertandingi'

Peneliti menyebut kecepatan dan skala dampak dari pemanasan global saat ini
melampaui peristiwa serupa dalam dua milenium terakhir.
Mereka menunjukkan bahwa peristiwa bersejarah terkenal seperti "Little Ice Age"
tidak sebanding dengan skala pemanasan yang terlihat selama berabad-abad
terakhir.

Penelitian menunjukkan bahwa tingkat pemanasan saat ini lebih tinggi daripada


yang diamati sebelumnya.

Para ilmuwan mengatakan bahwa penelitian itu menunjukkan banyak argumen


orang-orang yang skeptis dengan perubahan iklim tidak lagi valid.

Ketika para ilmuwan mensurvei sejarah iklim dunia kita selama berabad-abad
terakhir, sejumlah era penting tampak menonjol.

Ini berkisar dari "Roman Warm Period", yang berlangsung dari 250 M hingga 400 M,
dan memperlihatkan cuaca hangat yang tidak biasa di Eropa, ke era Little Ice
Age yang terkenal, yang memperlihatkan suhu turun selama berabad-abad dari
tahun 1300-an.

Peristiwa-peristiwa itu dilihat oleh beberapa orang sebagai bukti bahwa dunia telah
menghangat dan mendingin berkali-kali selama berabad-abad dan bahwa
pemanasan yang terjadi di dunia sejak masa revolusi industri adalah bagian dari
pola itu dan karenanya tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Namun, tiga makalah penelitian baru menunjukkan bahwa argumen itu mudah
dipatahkan.

Sejumlah tim ilmuwan merekonstruksi kondisi iklim yang terjadi selama 2.000 tahun
terakhir menggunakan 700 catatan rekaman perubahan suhu, termasuk dari batang
pohon, karang dan sedimen danau.

Mereka memastikan bahwa tidak satu pun dari peristiwa iklim ini terjadi dalam skala
global.

Para peneliti mengatakan bahwa, misalnya, dampak perubahan iklim pada Little Ice
Age , atau disebut zaman es kecil, yang terkuat di Samudra Pasifik pada abad ke-
15, sedangkan di Eropa adalah abad ke-17.

Secara umum, setiap puncak atau palung dalam perubahan suhu jangka panjang
dapat dideteksi di tidak lebih dari setengah bola dunia pada satu waktu.

"Medieval Warm Period", yang berlangsung antara tahun 950 M dan 1250 M hanya
memperlihatkan suhu yang signifikan naik di 40% permukaan bumi.

Sebaliknya, pemanasan hari ini berdampak pada sebagian besar dunia.

"Kami menemukan bahwa periode terhangat selama dua milenium terakhir terjadi
selama abad ke-20 untuk lebih dari 98% dunia," tulis penelitian tersebut.

"Ini memberikan bukti kuat bahwa pemanasan global antropogenik (yang


disebabkan oleh manusia) tidak hanya tak tertandingi dalam hal suhu absolut, tetapi
juga belum pernah terjadi sebelumnya dalam konsistensi spasial dalam konteks
2.000 tahun terakhir."
Apa yang para peneliti lihat adalah bahwa sebelum era industri modern, pengaruh
paling signifikan terhadap iklim adalah gunung berapi. Mereka tidak menemukan
indikasi bahwa variasi radiasi matahari berdampak pada suhu global.

Periode saat ini, kata penulis, secara signifikan melebihi variabilitas alami.

"Kami melihat dari data instrumental dan juga dari rekonstruksi kami bahwa di masa
lalu tingkat pemanasan jelas melebihi tingkat pemanasan alami yang kami hitung -
itu pandangan lain untuk melihat sifat luar biasa dari pemanasan saat ini," kata Dr
Raphael Neukom, dari University of Bern, Swiss.

Sementara para peneliti belum menguji apakah manusia adalah penyebab utama
terciptanya iklim saat ini, temuan mereka menunjukkan dengan jelas bahwa ini
adalah masalahnya.

"Kami tidak fokus untuk melihat apa yang menyebabkan pemanasan terbaru karena
ini telah dilakukan berkali-kali dan bukti yang ada selalu menunjukkan bahwa
penyebabnya adalah faktor antropogenik," kata Dr Neukom.

"Kami tidak secara eksplisit menguji ini; kami hanya dapat menunjukkan bahwa
penyebab alami tidak cukup dari data kami untuk benar-benar menjadi penyebab
pola spasial dan laju pemanasan yang kita amati sekarang."

Ilmuwan lain terkesan dengan kualitas penelitian baru ini.

"Mereka telah melakukan ini di seluruh dunia dengan lebih dari 700 catatan selama
2.000 tahun terakhir; mereka menggunakan karang, sampel danau dan juga data
instrumental," kata Prof Daniela Schmidt dari University of Bristol, Inggris, yang tidak
terlibat dengan penelitian tersebut.

"Dan mereka sangat berhati-hati dalam menilai data dan bias inheren yang dimiliki
data apa pun, sehingga kualitas data dan cakupan data ini adalah kemajuan besar
yang nyata di sini; ini luar biasa."

Banyak ahli mengatakan bahwa penelitian baru ini membantah banyak klaim yang
dibuat oleh orang-orang yang skeptis dengan perubahan iklim selama beberapa
dekade terakhir.

"Laporan penelitian ini pada akhirnya seharusnya bisa menghentikan penolakan


perubahan iklim yang mengklaim bahwa pemanasan global koheren yang diamati
baru-baru ini adalah bagian dari siklus iklim alami," kata Prof Mark Maslin, dari
University College London, Inggris, yang juga tidak terlibat dalam penelitian.

"Penelitian ini menunjukkan perbedaan yang sangat mencolok antara perubahan


iklim regional dan lokal di masa lalu dan efek global yang sebenarnya dari emisi
rumah kaca antropogenik."
Upaya Pencegahan Pemanasan Global dalam UU No. 32
Tahun 2009.

Pemanasan global merupakan salah satu masalah penting yang dialami secara universal oleh
seluruh negara. Keterkaitannya dengan kelangsungan hidup manusia sangat erat sehingga
efek dari pemanasan global tersebut sangat mempengaruhi aktivitas manusia dalam sehari-
hari maupun dalam jangka waktu yang lama. Memburuknya pemanasan global menimbulkan
kekhawatiran yang cukup tinggi baik bagi pemerintah maupun warga negaranya. Pemerintah
sebagai pelaksana kegiatan bernegara mempunyai tanggung jawab memberikan hak warga
negaranya mendapat perlindungan terhadap keberlangsungan hidupnya, serta sebagai entitas
hukum internasional dimana ia juga bertanggungjawab untuk memelihara bumi bersama.

Dalam laporan PBB (FAO)[1] yang berjudul Livestock’s Long Shadow: Enviromental Issues


and Options (Dirilis bulan November 2006), PBB mencatat bahwa industri peternakan adalah
penghasil emisi gas rumah kaca yang terbesar (18%), jumlah ini lebih banyak dari gabungan
emisi gas rumah kaca seluruh transportasi di seluruh dunia (13%). Emisi gas rumah kaca
industri peternakan meliputi 9 % karbon dioksida, 37% gas metana (efek pemanasannya 72
kali lebih kuat dari CO2), 65 % nitro oksida (efek pemanasan 296 kali lebih kuat dari CO2),
serta 64% amonia penyebab hujan asam. Peternakan menyita 30% dari seluruh permukaan
tanah kering di Bumi dan 33% dari area tanah yang subur dijadikan ladang untuk menanam
pakan ternak. Peternakan juga penyebab dari 80% penggundulan Hutan Amazon.

Tak hanya peternakan, namun juga kebanyakan dari gas rumah kaca ini dihasilkan oleh
pembakaran bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor, pabrik-pabrik modern, peternakan,
serta pembangkit tenaga listrik.

Penyebab-penyebab pemanasan global tersebut mengakibatkan[2] :

1. Mencairnya es di Kutub Utara dan Kutub Selatan


2. Meningkatnya level permukaan laut
3. Perubahan iklim/cuaca yang semakin ekstrim
4. Gelombang panas menjadi semakin ganas
5. Habisnya gletser – sumber air bersih dunia

Akibat-akibat buruk yang ditimbulkan pemanasan global tentu akan membawa pengaruh
buruk yang fundamental bagi keberlangsungan hidup manusia karena manusia memiliki
ketergantungan yang erat dengan bumi sebagai tempat dimana manusia melakukan aktivitas
kehidupannya.

Sementara itu, pemerintah mempunyai tanggung jawab, sebagaimana yang tertera dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar, untuk melindungi segenap bangsa Indonesia termasuk di
dalamnya memberi hak asasi manusia pada warga negaranya untuk hidup (pasal 28A dan
pasal 28H (1)). Oleh karenanya, tanggung jawab tersebut direalisasikan dengan (salah satu)
adanya Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Pemanasan global menjadi salah satu aspek penting yang ditekankan Undang-Undang
Lingkungan, dapat dilihat pada konsideran Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup huruf e :

“bahwa pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan


iklim sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup karena itu
perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup”

Hal tersebut membuktikan bahwa pemerintah menaruh perhatian besar terhadap pemanasan
global yang semakin memburuk hari-hari ini sehingga perlu adanya upaya pencegahan untuk
pemanasan global yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.

Berkaitan dengan substansi, terdapat beberapa contoh pasal yang merujuk pada upaya
pencegahan pemanasan global secara tajam yaitu :

 Pasal 6 ayat (2) :

Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untuk memperoleh data dan


informasi mengenai sumber daya alam yang meliputi:

a. potensi dan ketersediaan;

b. jenis yang dimanfaatkan;

c. bentuk penguasaan;

d. pengetahuan pengelolaan;

e. bentuk kerusakan; dan

f. konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.


Bahwa inventarisasi lingkungan hidup merupakan suatu pencatatan yang dapat digunakan
untuk mengetahui indikasi awal memburuknya pemanasan global sehingga pemerintah dapat
bertindak cepat agar kemungkinan memburuknya pemanasan global dapat diperkecil.

 Pasal 12 ayat (2) :

Dalam hal RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersusun,
pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup dengan memperhatikan:

a. keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup;

b. keberlanjutan produktivitas lingkunganhidup; dan


c. keselamatan, mutu hidup, dan

d. kesejahteraan masyarakat.
Bahwa ketika rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup belum dibuat,
pemanfaatan sumber daya alam tetap memperhatikan keberlanjutan proses dan fungsi
lingkungan hidup sehingga kerusakan lingkungan yang memungkinkan pemanasan global
memburuk dapat dihindari.

 Pasal 13 ayat (2)

Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. pencegahan;

b. penanggulangan; dan

c. pemulihan.
Bahwa pemanasan global juga memburuk karena adanya kerusakan lingkungan hidup tanpa
ada pencegahan, penanggulangan dan pemulihan. Oleh sebab itu, pemerintah menetapkan
ketiga instrumen tersebut guna mengendalikan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup
yang timbul.

 Pasal 53 ayat (1)

Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup


wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup.
Bahwa dengan adanya kewajiban penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang terjadi baik disengaja maupun tak disengaja, diharapkan dapat
mencegah makin buruknya dan meluasnya pemanasan global.

Selain pasal-pasal tersebut, terdapat pasal-pasal lain dalam Undang-Undang Perlindungan


dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang merupakan suatu bentuk upaya-upaya pencegahan
pemanasan global yang dilakukan pemerintah melalui fungsi legislasi. Seluruh pasal-pasal
tersebut merupakan satu kesatuan dalam mewujudkan lingkungan yang baik dan sehat serta
terhindar dari pemanasan global yang semakin buruk.

Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengakomodir hal-


hal  terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia sehingga jika setiap orang
dapat memanfaatkan sumber daya alam tersebut dengan benar sesuai dengan Undang-Undang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka masalah pemanasan global di
Indonesia dapat teratasi.

Anda mungkin juga menyukai