Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beton bertulang (reinforced concrete) adalah suatu bahan bangunan yang
kuat, tahan lama, dan dapat dibentuk dalam berbagai bentuk serta ukuran.
Beton bertulang adalah bahan komposit yang merupakan gabungan dari dua
jenis bahan, yaitu beton (concrete) dan tulangan baja (steel). Beton merupakan
campuran antara kerikil / batu pecah, pasir, air, serta semen (PC) dengan
perbandingan berat yang tertentu (mix design). Untuk mendapatkan beton
dengan kuat tekan yang tinggi, maka bahan-bahan campuran dari beton harus
diuji dan diperiksa mutunya, sehingga memenuhi mutu bahan yang
disyaratkan.
Kekuatan tarik dari bahan beton besarnya hanya + 10% dari kekuatan
tekannya. Oleh sebab itu struktur beton direncanakan dengan anggapan bahwa
beton sama sekali tidak memikul gaya tarik. Untuk memikul gaya tarik yang
ada, dipergunakan tulangan baja. Kekuatan beton bertulang diperoleh dengan
menggabungkan sifat-sifat dari beton dan tulangan baja, sehingga didapatkan
suatu aksi komposit dari kedua bahan tersebut. Struktur beton bertulang
merupakan jenis struktur yang paling banyak dibangun dan digunakan orang.
Untuk keperluan perencanaan struktur beton bertulang, ada tiga aspek yang
perlu mendapatkan perhatian dari seorang perencana struktur yaitu :
1. Perhitungan mekanika gaya dari sistem struktur akibat pembebanan
2. Perhitungan jumlah tulangan yang diperlukan oleh elemen-elemen
struktur
3. Penempatan dan pemasangan tulangan pada struktur
Selain pemahaman yang baik mengenai konsep dan teori dari struktur
beton bertulang, beberapa hal yang perlu disiapkan oleh seorang perencana
struktur adalah :
1. Standar pembebanan dan standar beton yang berlaku.
2. Komputer beserta programnya (software struktur)
Salah satu program komputer yang biasa dipakai untuk melakukan
analisis dan disain struktur adalah program SAP 2000. Namun program ini
memiliki beberapa kekurangan dalam menampilkan hasil disain elemen-
elemen struktur. Hasil disain yang berupa luasan tulangan lentur dan luasan
tulangan geser dari elemen balok dan kolom masih memerlukan perhitungan
tambahan untuk proses pendetailan, sehingga hal ini menjadi tidak praktis.
Selain itu masih banyak engineer-engineer yang dalam melakukan proses
disain dilakukan secara manual, sedangkan analisis strukturnya memakai
program SAP 2000. Hasil analisis program SAP 2000 berupa gaya-gaya dalam
Moment 3-3, Moment 2-2, Shear 3-3, Shear 2-2, Axial Force, dan Torsio.
Gaya -gaya dalam ini harus dipilah-pilah sebelum melakukan proses disain.
Untuk struktur yang tidak begitu rumit konfigurasinya tentu hal ini tidak
terlalu sulit, tapi jika strukturnya merupakan struktur yang kompleks dan besar
tentu hal ini akan sangat melelahkan dan menyita banyak waktu, terlebih hasil
yang didapatkan dari proses disain secara manual sangat rentan terhadap
kesalahan (human error).

1.2 Tujuan dan Sasaran


1.2.1 Tujuan

1. Sebagai tugas besar pada mata kuliah Struktur Beton Bertulang pada
Semester Ganjil tahun ajaran 2020/2021 tepatnya pada Semester V.

2. Memahami dan mendalami langkah-langkah perhitungan dalam


perencanaan struktur gedung dengan menerapkan displin ilmu yang
telah diterima selama mengikuti pendidikan di jurusan teknik sipil,
khususnya kelas struktur.

3. Melakukan perhitungan dengan teliti dan mengambil asumsi yang


tepat yang sesuai dengan pedoman perencanaan dalam
menyelesaikan perhitungan struktur sehingga dapat mendukung
tercapainya keamanan serta ekonomis.
1.2.2 Sasaran
Pembuatan laporan sebagai rumah tinggal sederhana tiga lantai,
bangunan hanya menggunakan beban gravitasi dan tidak tahan gempa.

1.3 Batasan Masalah


Batasan Masalah Laporan ini yaitu adalah menganalisis dimensi
penampang dan penulangan balok ,kolom dan pelat dengan menggunakan
gaya gravitasi.

1.4 Gambaran Umum Proyek


1.4.1 Lokasi Proyek

Gambar 1. Denah Lokasi Proyek


 Jl. Raya Ciracas No.Raya, RT.2/RW.5, Ciracas, East Jakarta City,
Jakarta 13740

1.4.2 Data Umum Proyek

Nama Proyek : Proyek Pembangunan Perumahan Premier


Terrace
Lokasi Proyek : Jl. Raya Ciracas No.Raya, RT.2/RW.5, Ciracas,
East Jakarta City, Jakarta 13740
Pemilik : PT. Abogoboga
Konsultan Perencana : PT. Prediksi
Konsultan Pengawas : PT. JayaAbadi
Kontraktor : PT. Wijaya Karya
Nilai Kontrak : Rp. 929.929.000,00
Waktu Pelaksanaan : 150 hari kalender
Waktu Pemeliharaan : 180 hari kalender

1.4.3 Gambaran Desain Bangunan


BAB II

TEORI DASAR DAN PRELIMINARY DESIGN

.1 Teori Dasar
1.1. Definisi Beton dan Beton Bertulang

Beton bertulang adalah suatau bahan material yang teruat dari beton dan
baja tulangan. Kombinasi dari kedua material tersebut menghasilkan bahan
bangunan yang mempunyai sifat-sifat yang baik dari masing-masing bahan
bangunan tersebut.

Beton mempunyai sifat yang bagus, yaitu mempunyai kapasitas tekan


yang tinggi. Akan tetapi, beton juga mempunyai sifat yang buruk, yaitu lemah
jika dibebani Tarik. Sedangkan baja tulangan mempunyai kapasitas yang tinggi
terhadap beban Tarik, tetapi mempunyai kapasitas tekan yang rendah karena
bentknya yang langsing (akan mudah mengalami tekuk terhadap beban tekan)
namun, dengan menempatkan tulangan dibagian beton yang mengalami
tegangan Tarik akan mengeliminasi kekurangan dari beton terhadap beban tarik.

Demikian juga bila baja tulangan ditaruh dibagian beton yang


mengalami tekan, beton disekelilingi tulangan bersama-sama tulangan sengkang
akan mencegah tulangan mengalami tekuk. Demikianlah penjelasan tentang
mengapa kominasi dari kedua bahan bangunan ini menghasilkan bahan
bangunan baru yang memiliki sifat-sifat yang lebih baik disbanding sifat-sifat
dari masing-masing bahan tersebut sebelum digabungkan. Berikut kita akan
paparkan sesuatu yang berhubungan dengan bahan banguan beton dan tulangan
baja.

Beton adalah bahan bangunan yang terbuat dari semen (Portland


Cement, atau semen hidrolik lainnya), pasir atau agregat halus, kerikil atau
agregat kasar, air dan dengan atau tanpa bahan tambahan. Kekuatan tekan
betonyang digunakan untuk perencanaan ditentukan berdasarka kekuatan tekan
beton pada umur 28 hari. Meskipun sekarang kita dapat menghasilkan beton
dengan kekuatan tekan lebih 200 MPa, kekuatan tekan beton yang umum
dignakan dalam perencanaan berkisar antara 20-40 MPa. Seperti diterangkan
sebelumnya, beton mempunyai kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi
mempunyai kekuatan tarik yang rendah, hanya berkisar antara 8% sampai 15%
dari kekuatan tekannya. Untuk mengatasi kelemahan dari bahan beton inilah
maka ditemukan bahan bangunan baru dengan menambahkan baja tlangan
untuk memperkuat terutama bagian beton yang mengalami tarik.

Baja tulnagan yang digunakan untuk perencanaan harus menggunakan


baja tulangan ulir/sirip (deformed bar). Sedangkan tulangan polos (plain bar)
hanya dapat digunakan untuk tulangan spiral dan tendon, kecuali untuk kasus-
kasus tertentu.

1.2. Kelemahan dan Kelebihan Beton Bertulang


1. Kelebihan

Beton bertulang boleh jadi adalah bahan konstruksi yang paling penting.
Beton bertulang digunakan dalam berbagai bentuk untuk hampir semua
struktur, besar maupun kecil – bangunan, jembatan, perkerasan jalan,
bendungan, dindingpenahan tanah, terowongan, jembatan yang melintasi
lembah (viaduct), drainaseserta fasilitas irigasi, tangki, dan sebagainya. Sukses
besar beton sebagai bahan konstruksi yang universal cukup mudah dipahami
jika dilihat dari banyaknya kelebihan yang dimilikinya. Kelebihan tersebut
antara lain :

a) Beton memiliki kuat tekan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
kebanyakan bahan lain.

b) Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan air,
bahkan merupakan bahan struktur terbaik untuk bangunan yang banyak
bersentuhan dengan air. Pada peristiwa kebakaran dengan intensitas rata-
rata, batang-batang struktur dengan ketebalan penutup beton yangmemadai
sebagai pelindung tulangan hanya mengalami kerusakan
padapermukaannya saja tanpa mengalami keruntuhan.

c) Struktur beton bertulang sangat kokoh.

d) Beton bertulang tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi.

e) Dibandingkan dengan bahan lain, beton memiliki usia layan yang sangat
panjang. Dalam kondisi-kondisi normal, struktur beton bertulang dapat
digunakan sampai kapan pun tanpa kehilangan kemampuannya untuk
menahan beban. Ini dapat dijelaskan dari kenyataannya bahwa kekuatan
beton tidak berkurang dengan berjalannya waktu bahkan semakin lama
semakin bertambah dalam hitungan tahun, karena lamanya proses
pemadatan pasta semen.

f) Beton biasanya merupakan satu-satunya bahan yang ekonomis untuk


pondasi tapak, dinding basement, tiang tumpuan jembatan, dan bangunan-
bangunan semacam itu.

g) Salah satu ciri khas beton adalah kemampuannya untuk dicetak menjadi
bentuk yang sangat beragam, mulai dari pelat, balok, dan kolom yang
sederhana sampai atap kubah dan cangkang besar.

h) Di sebagian besar daerah, beton terbuat dari bahan-bahan lokal yang


murah (pasir, kerikil, dan air) dan relatif hanya membutuhkan sedikit
semen dan tulangan baja, yang mungkin saja harus didatangkan daridaerah
lain.

i) Keahlian buruh yang dibutuhkan untuk membangun konstruksi


betonbertulang lebih rendah bila dibandingkan dengan bahan lain seperti
struktur baja.

2. Kelemahan
Untuk dapat mengoptimalkan penggunaan beton, perencana harus
mengenal dengan baik kelebihannya. Kelemahan-kelemahan beton bertulang
tersebut antara lain :

a) Beton mempunyai kuat tarik yang sangat rendah, sehingga memerlukan


penggunaan tulangan tarik.

b) Beton bertulang memerlukan bekisting untuk menahan beton tetap di


tempatnya sampai beton tersebut mengeras. Selain itu, penopang atau
penyangga sementara mungkin diperlukan untuk menjaga agar bekisting
tetap berada pada tempatnya, misalnya pada atap, dinding, dan struktur-
struktur sejenis, sampai bagian-bagian beton ini cukup kuat untuk menahan
beratnya sendiri. Bekisting sangat mahal. Di Amerika Serikat, biaya
bekisting berkisar antara sepertiga hingga dua pertiga dari total biaya suatu
struktur beton bertulang, dengan nilai sekitar 50%. Sudah jelas bahwa untuk
mengurangi biaya dalam pembuatan suatu struktur beton bertulang, hal
utama yang harus dilakukan adalah mengurangi biaya bekisting.

c) Rendahnya kekuatan per satuan berat dari beton mengakibatkan beton


bertulang menjadi berat. Ini akan sangat berpengaruh pada struktur-struktur
bentangpanjang dimana berat beban mati beton yang besar akan sangat
mempengaruhi momen lentur.

d) Sifat-sifat beton sangat bervariasi karena bervariasinya proporsi-


campuran dan pengadukannya. Selain itu, penuangan dan perawatan beton
tidak bisa ditangani seteliti seperti yang dilakukan pada proses produksi
material lain seperti struktur baja dan kayu.

1.3. Sifat-sifat Beton Bertulang

Pengetahuan yang mendalam tentang sifat-sifat beton bertulang sangat


penting sebelum dimulai mendesain struktur beton bertulang. Beberapa sifat-
sifat beton bertulang antara lain :

1. Kuat Tekan
Kuat tekan beton (f’c) dilakukan dengan melakukan uji silinder beton
dengan ukuran diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Pada umur 28 hari
dengan tingkat pembebanan tertentu. Selama periode 28 hari silinder beton ini
biasanya ditempatkan Mdalam sebuah ruangan dengan temperatur tetap dan
kelembapan 100%. Meskipun ada beton yang memiliki kuat maksimum 28 hari
dari 17 Mpa hingga 70 -140 Mpa, kebanyakan beton memiliki kekuatan pada
kisaran 20 Mpa hingga 48 Mpa. Untuk aplikasi yang umum, digunakan beton
dengan kekuatan 20 Mpa dan 25 Mpa, sementara untuk konstruksi beton
prategang 35 Mpa dan 40 Mpa. Untuk beberapa aplikasi tertentu, seperti untuk
kolom pada lantai-lantai bawah suatu bangunan tingkat tinggi, beton dengan
kekuatan sampai 60 Mpa telah digunakan dan dapat disediakan oleh
perusahaan-perusahaan pembuat beton siapcampur (ready-mix concrete).

Nilai-nilai kuat tekan beton seperti yang diperoleh dari hasil pengujian
sangat dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk dari elemen uji dan cara
pembebanannya. Di banyak Negara, spesimen uji yang digunakan adalah kubus
berisi 200 mm. untuk beton-beton uji yang sama, pengujian terhadap
silindersilinder 150 mm x 300 mm menghasilkan kuat tekan yang besarnya
hanya sekitar 80% dari nilai yang diperoleh dari pengujian beton uji kubus.

Kekuatan beton bisa beralih dari beton 20 Mpa ke beton 35 Mpa tanpa
perlu melakukan penambahan buruh dan semen dalam jumlah yang berlebihan.
Perkiraan kenaikan biaya bahan untuk mendapatkan penambahan kekuatan
seperti itu adalah 15% sampai 20%. Namun untuk mendapatkan kekuatan
beton diatas 35 atau 40 Mpa diperlukan desain campuran beton yang sangat
teliti dan perhatian penuh kepada detail-detail seperti pencampuran,
penempatan, dan perawatan. Persyaratan ini menyebabkan kenaikan biaya yang
relatife lebih besar. Kurva teganganregangan pada gambar dibelakang
menampilkan hasil yang dicapai dari uji kompresi terhadap sejumlah silinder
uji standar berumur 28 hari yang kekuatannya beragam.

• Kurva hampir lurus ketika beban ditingkatkan dari niol sampai kira-kira 1/3
2/3 kekuatan maksimum beton.
• Diatas kurva ini perilaku betonnya nonlinear. Ketidak linearan kurva
teganganregangan beton pada tegangan yang lebih tinggi ini mengakibatkan
beberapa masalah ketika kita melakukan analisis struktural terhadap
konstruksi beton karena perilaku konstruksi tersebut juga akan nonlinear
pada tegangan-tegangan yang lebih tinggi.

• Satu hal penting yang harus diperhatikan adalah kenyataan bahwa


berapapun besarnya kekuatan beton, semua beton akan mencapai kekuatatan
puncaknya pada regangan sekitar 0,002.

• Beton tidak memiliki titik leleh yang pasti, sebaliknya kurva beton akan
tetap bergerak mulus hingga tiba di titik kegagalan (point of rupture) pada
regangan sekitar 0,003 sampai 0,004.

• Banyak pengujian yang telah menunjukkan bahwa kurva-kurva


teganganregangan untuk silinder-silinder beton hampir identik dengan
kurva-kurva serupa untuk sisi balok yang mengalami tekan.

• Harus diperhatikan juga bahwa beton berkekuatan lebih rendah lebih daktail
daripada beton berkekuatan lebih tinggi – artinya, beton-beton yang lebih
lemah akan mengalami regangan yang lebih besar sebelum mengalami
kegagalan.
2. Modulus Elastisitas Statis
Beton tidak memiliki modulus elastisitas yang pasti. Nilainya bervariasi
tergantung dari kekuatan beton, umur beton, jenis pembebanan, dan
karakteristik dan perbandingan semen dan agregat. Sebagai tambahan, ada
beberapa defenisi mengenai modulus elastisitas:
a) Modulus awal adalah kemiringan diagram tegangan-regangan pada titik asal
dari kurva.
b) Modulus tangen adalah kemiringan dari salah satu tangent (garis singgung)
pada kurva tersebut di titik tertentu di sepanjang kurva, misalnya pada 50%
dari kekuatan maksimum beton.
c) Kemiringan dari suatu garis yang ditarik dari titik asal kurva ke suatu titik
pada kurva tersebut di suatu tempat di antara 25% sampai 50% dari
kekuatan tekan maksimumnya disebut Modulus sekan.
d) Modulus yang lain, disebut modulus semu (apparent modulus) atau modulus
jangka panjang, ditentukan dengan menggunakan tegangan dan regangan
yang diperoleh setelah beban diberikan selama beberapa waktu.

3. Modulus Elastisitas Dinamis


Modulus elastisitas dinamis, yang berkorespondensi dengan regangan-
regangan sesaat yang sangat kecil, biasanya diperoleh dari uji sonik.
Nilainya biasanya lebih besar 20%-40% daripada nilai modulus elastisitas
statis dan kira-kira sama dengan modulus nilai awal. Modulus elastisitas
dinamis ini biasanya dipakai pada analisa struktur dengan beban gempa atau
tumbukan.

4. Perbandingan Poisson
Ketika sebuah beton menerima beban tekan, silinder tersebut tidak
hanya berkurang tingginya tetapi juga mengalami ekspansi (pemuaian)
dalam arah lateral.

Perbandingan ekspansi lateral dengan pendekatan longitudinal ini disebut


sebagai Perbandingan Poisson (Poisson’s ratio). Nilainya bervariasi mulai
dari 0,11 untuk beton mutu tinggi dan 0,21 untuk beton mutu rendah,
dengan nilai rata-rata 0,16. Sepertinya tidak ada hubungan langsung antara
nilai perbandingan ini dengan nilai-nilai, seperti perbandingan air-semen,
lamanya perawatan, ukuran agregat, dan sebagainya. Pada sebagian besar
desain beton bertulang, pengaruh dari perbandingan poisson ini tidak terlalu
diperhatikan. Namun pengaruh dari perbandingan harus diperhatikan ketika
kita menganalisis dan mendesain bendungan busur, terowongan, dan
struktur-struktur statis tak tentu lainnya.

5. Kuat Tarik
Kuat tarik beton bervariasi antara 8% sampai 15% dari kuat tekannya.
Alasan utama dari kuat tarik yang kecil ini adalah kenyataan bahwa beton
dipenuhi oleh retak-retak halus. Retak-retak ini tidak berpengaruh besar bila
beton menerima beban tekan karena beban tekan menyebabkan retak
menutup sehingga memungkinkan terjadinya penyaluran tekanan. Jelas ini
tidak terjadi bila balok menerima beban.

Meskipun biasanya diabaikan dalam perhitungan desain, kuat tarik


tetap merupakan sifat penting yang mempengaruhi ukuran beton dan
seberapa besar retak yang terjadi. Selain itu, kuat tarik dari batang beton
diketahui selalu akan mengurangi jumlah lendutan. (Karena kuat tarik beton
tidak besar, hanya sedikit usaha yang dilakukan untuk menghitung modulus
elastisitas tarik dari beton. Namun, berdasarkan informasi yang terbatas ini,
diperkirakan bahwa nilai modulus elastisitas tarik beton sama dengan
modulus elatisitas tekannya.)

Selanjutnya, anda mungkin ingin tahu mengapa beton tidak


diasumsikan menahan tegangan tarik yang terjadi pada suatu batang lentur
dan baja yang menahannya. Alasannya adalah bahwa beton akan mengalami
retak pada regangan tarik yang begitu kecil sehingga tegangan-tegangan
rendah yang terdapat pada baja hingga saat itu akan membuat
penggunaannya menjadi tidak ekonomis. Kuat tarik beton tidak berbanding
lurus dengan kuat tekan ultimitnya fc’. Meskipun demikian, kuat tarik ini
diperkirakan berbanding lurus terhadap akar kuadrat dari fc’. Kuat tarik ini
cukup sulit untuk diukur dengan beban-beban tarik aksial langsung akibat
sulitnya memegang spesimen uji untuk menghindari konsentrasi tegangan
dan akibat kesulitan dalam meluruskan beban-beban tersebut. Sebagai akibat
dari kendala ini, diciptakanlah dua pengujian yang agak tidak langsung
untuk menghitung kuat tarik beton. Keduanya adalah uji modulus
keruntuhan dan uji pembelahan silinder. Kuat tarik beton pada waktu
mengalami lentur sangat penting ketika kita sedang meninjau retak dan
lendutan pada balok. Untuk tujuan ini, kita selama ini menggunakan kuat
tarik yang diperoleh dari uji modulus-keruntuhan. Modulus keruntuhan
biasanya dihitung dengan cara membebani sebuah balok beton persegi
(dengan tumpuan sederhana berjarak 6 m dari as ke as) tanpa-tulangan
berukuran 15cm x 15cm x 75cm. hingga runtuh dengan beban terpusat yang
besarnya sama pada 1/3 dari titik-titik pada balok tersebut sesuai dengan
yang disebutkan dalam ASTM C-78. Beban ini terus ditingkatkan sampai
keruntuhan terjadi akibat retak pada bagian balok yang mengalami tarik.

6. Kuat Geser
Melakukan pengujian untuk memperoleh keruntuhan geser yang betul-
betul murni tanpa dipengaruhi oleh tegangan-tegangan lain sangatlah sulit.
Akibatnya, pengujian kuat geser beton selama bertahun-tahun selalu
menghasilkan nilai-nilai leleh yang terletak di antara 1/3 sampai 4/5 dari
kuat tekan maksimumnya.

1.4. Kolom

Definisi kolom menurut SNI-T15-1991-03 adalah komponen struktur


bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial desak vertikal dengan
bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil.
Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktur yang memikul
beban dari balok induk maupun balok anak. Kolom meneruskan beban dari
elevasi atas ke elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah
melalui`pondasi.

Keruntuhan pada suatu kolom merupakan kondisi kritis yang dapat


menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh
total (total collapse) seluruh struktur. Kolom adalah struktur yang mendukung
beban dari atap, balok dan berat sendiri yang diteruskan ke pondasi. Secara
struktur kolom menerima beban vertical yang besar, selain itu harus mampu
menahan beban-beban horizontal bahkan momen atau puntir/torsi akibat
pengaruh terjadinya eksentrisitas pembebanan. hal yang perlu diperhatikan
adalah tinggi kolom perencanaan, mutu beton dan baja yang digunakan dan
eksentrisitas pembebanan yang terjadi.

Tahapan-tahapan dalam perencanaan dan perhitungan struktur


kolom adalah sebagai berikut:

1. Menentukan pembebanan
Wu = 1,2DL + 1,6LL

2. Menentukan momen rencana struktur kolom Mu = 1,2 MDL + 1,6 MLL

3. Menghitung nilai kekakuan kolom


, dimana:

EC = modulus elastisitas beton, 4700 MPa


Ig = momen inersia penampang beton utuh dan diandaikan tak

bertulang, untuk kolom persegi Ig = b h³


βd = faktor yang menunjukkan hubungan antara beban mati
(berat sendiri) dan beban keseluruhan,

4. Menghitung nilai kekakuan balok

5. Cek kelangsingan kolom

1.5. Balok

Balok adalah bagian struktur yang berfungsi sebagai pendukung beban


vertikal dan horizontal. Beban vertikal berupa beban mati dan beban hidup yang
diterima plat lantai, berat sendiri balok dan berat dinding penyekat yang di
atasnya. Sedangkan beban horizontal berupa beban angin dan gempa. Balok
merupakan bagian struktur bangunan yang penting dan bertujuan untuk
memikul beban tranversal yang dapat berupa beban lentur, geser maupun torsi.
Oleh karena itu perencanaan balok yang efisien, ekonomis dan aman sangat
penting untuk suatu struktur bangunan terutama struktur bertingkat tinggi atau
struktur berskala besar.

Beberapa jenis balok antara lain :

1. Balok Sederhana

Balok sederhana bertumpu pada kolom diujung-ujungnya, dengan satu


ujung bebas berotasi dan tidak memiliki momen tahan. Seperti struktur statis
lainnya, nilai dari semua reaksi, pergeseran dan momen untuk balok sederhana
adalah tidak tergantung bentuk penampang dan materialnya

2. Kantilever

Kantilever adalah balok yang diproyeksikan atau struktur kaku lainnya


didukung hanya pada satu ujung tetap. Kantilever menanggung beban di ujung
yang tidak disangga
3. Balok 1 Ujung Menerus

Balok 1 ujung menerus disebut juga sebagai balok teritisan adalah balok
sederhana yang memanjang melewati salah satu kolom tumpuannya

4. Balok 2 Ujung Menerus

Balok 2 ujung menerus juga disebut sebagai bentangan tersuspensi


adalah balok sederhana yang ditopang oleh teritisan dari 2 bentang dengan
konstruksi sambungan pin pada momen nol

5. Balok Kontinu

Balok kontinu memanjang secara menerus melewati lebih dari 2 kolom


tumpuan unuk menghasilkan kekakuan yang lebih besar dan momen yaang
lebih kecil dari serankaian balok tidak menerus dengan panjang dan beban
yang sama

1.6. Pelat
1. Perencanaan Pelat Atap
Pelat atap merupakan suatu struktur yang menyerupai struktur pelat
lantai yang memiliki ketebalan lebih kecil dibandingkan dengan struktur
pelat lantai. Struktur pelat atap ini termasuk ke dalam jenis konstruksi
yang tidak terlindungi sehingga dibutuhkan ketebalan selimut beton
yang lebih tebal dibandingkan dengan pelat lantai. Hal tersebut
berfungsi untuk melindungi tulangan beton pada pelat atap dari
pengaruh cuaca (udara, panas maupun hujan).

Hal lain yang membedakan antara perencanaan pelat atap dengan


pelat lantai adalah beban-beban yang bekerja diatasnya, pada struktur
pelat atap memiliki beban yang lebih kecil sehingga ketebalan pelat atap
dibuat lebih tipis dibandingkan pelat lantai. Adapun beban-beban yang
bekerja pada pelat atap, yaitu antara lain:
a. Beban Mati (WD)
1.Beban yang diterima karena adanya berat sendiri pelat atap
2.Beban yang diterima oleh pelat karena adanya adukan
mortar, plafond dan penggantung plafond
b. Beban Hidup (WL)
Beban yang diterima karena adanya berat yang disebabkan
oleh air hujan dan beban yang diterima karena adanya berat
manusia diambil 100 kg/m2 untuk satu orang.

2. Perencanaan Pelat Lantai


Pelat lantai merupukan struktur bangunan yang terbuat dari material
monolit (biasanya dibuat dengan beton bertulang) yang ditumpu oleh
struktur balok pada keempat sisi bawahnya. Struktur pelat lantai terbagi
menjadi dua jenis berdasarkan geometrinya dan arah tumpuannya, yaitu
sebagai berikut:

a. Pelat dianggap sebagai pelat satu arah (One Way Slab)


Sebuah struktur dapat digolongkan ke dalam jenis pelat ini apabila
sistem tumpuannya hanya dapat atau dianggap melentur ke satu arah
saja. Penentuan tebal pelat terlentur satu arah tergantung pada beban
atau momen lentur yang bekerja, defleksi yang terjadi, dan kebutuhan
kuat geser yang dituntut.

Adapun ciri-ciri dari jenis pelat ini adalah :


1) Pelat ditumpu pada sisi yang saling berhadapan
2) Pelat persegi yang ditumpu pada keempat sisinya dengan
perbandingan antar sisi panjang pelat (ly) dan sisi lebar pelat (lx) >
2 atau secara ly
ly
matematis dapat ditulis > 2 (gambar 2.1).
lx
Gambar 2.1 Lx & Ly Pelat Satu Arah

Gambar 2.2 Pelat Satu Arah

Adapun ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dan dipenuhi


dalam merencanakan suatu struktur pelat satu arah dengan metode
koefisien momen antara lain :

1) Minimum harus memiliki dua bentang


2) Komponen struktur adalah prismatis.
3) Ketentuan untuk panjang bentang bersebelahan yaitu bentang yang
paling besar tidak boleh memiliki panjang lebih besar dari 1,2 kali
bentang yang paling pendek.
4) Beban yang dipikul oleh pelat harus merupakan beban terbagi rata
5) Beban hidup yang dipikul oleh pelat harus lebih kecil dari 3 kali
beban mati yang dipikul oleh pelat tersebut.
Selanjutnya adalah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
merencanakan suatu struktur pelat satu arah:

1) Penentuan Tebal Pelat


Penentuan tebal suatu pelat terlentur ke dalam satu arah tumpuan,
tergantung pada beban atau momen lentur yag bekerja terhadap struktur
pelat tersebut (Istimawan Dipohusodo, 1999:56).
2) Menghitung Beban yang Diterima oleh Pelat dan Momen
Rencananya Beban-beban yang diterima oleh suatu struktur pelat harus
dihitung dengan detail dan terperinci agar struktur yang dihasilkan
berkualitas baik dan memenuhi standarisasi yang telah sesuai denagan
ketentuan. Adapun beban-beban yang diterima oleh suatu struktur pelat
antara lain adalah beban mati, beban sendiri pelat dan beban hidup serta
menghitung momen rencana (wu).
Wu = 1,2 WDD + 1,6 WLL
Dimana : WDD = Jumlah beban Mati Pelat (KN/m)
WLL = Jumlah beban Hidup Pelat (KN/m)

3) Perkiraan Tinggi Efektif (deff )

Dalam suatu struktur beton bertulang, tebal selimut beton minimum


yang harus disediakan untuk besi tulangan harus memenuhi ketentuan
yang sesuai dengan tabel 2.4 berikut ini:

Tabel 2.4 Tebal Selimut beton

Tebal minimum selimut beton, (mm)

Beton yang dicor langsung di atas tanah dan selalu berhubungan


dengan tanah ................................................... 70

Beton yang berhubungan dengan tanah atau cuaca:


- batang D-19 hingga D-56 ....................................................... 50
- batang D-16, jaring kawat polos atau ulir
W16 dan yang lebih kecil ....................................................... 40
Beton yang tidak langsung berhubungan dengan cuaca atau tanah:
Pelat, dinding, pelat berusuk:
- batang D-44 dan D-56 .............................................................40
- batang D-36 dan yang lebih kecil ............................................20
Balok, kolom:
- tulangan utama, pengikat, sengkang, lilitan spiral ................. 40
Komponen struktur cangkang, pelat lipat:
- batang D-19 dan yang lebih besar ...........................................20
- batang D-16, jaring kawat polos atau ulir
W16 dan yang lebih kecil ....................................................... 15
Sumber : SK SNI-03-2847-2002

4) Menghitung Kperlu pada Struktur Pelat

k = faktor panjang efektif komponen struktur tekan (Mpa)


Mu = Momen terfaktor pada penampang ( KN / m )
B = lebar penampang ( mm ) diambil 1 m
deff = tinggi efektif pelat ( mm )
Ø = faktor Kuat Rencana

5) Menentukan rasio penulangan ( ) dari tabel.

Jika , maka pelat dibuat lebih tebal.

6) Hitung As yang diperlukan.

As = Luas tulangan ( mm2)


= rasio penulangan
= tinggi efektif pelat ( mm )

7) Memilih tulangan pokok


Tulangan pokok yang akan dipasang harus direncanakan dan di desain
beserta tulangan suhu dan susut dengan menggunakan tabel. Untuk
tulangan suhu dan susut dihitung berdasarkan peraturan SNI 2002 Pasal
9.12, yaitu : “Tulangan susut dan suhu harus paling sedikit memiliki
rasio luas tulangan terhadap luas bruto penampang beton sebagai
berikut, tetapi tidak kurang dari 0,0014”:
• Pelat yang menggunakan batang tulangan ulir mutu 300.......0,0020
• Pelat yang menggunakan batang tulangan ulir atau jaring kawat las
(polos atau ulir) mutu 400 ...... 0,0018
• Pelat yang menggunakan tulangan dengan tegangan leleh melebihi 400
MPa yang diukur pada regangan leleh sebesar 0,35%......0,0018x400/Fy
• Tulangan susut dan suhu harus dipasang dengan jarak tidak lebih dari
lima kali tebal pelat, atau 450 mm.

b. Pelat dua Arah (Two Way Slab)


Suatu pelat dapat dikatakan termasuk ke dalam jenis pelat dua arah
apabila jarak, dimana Ly dan Lx adalah panjang pelat dari sisi-sisinya.
Dapat kita lihat pada gambar 2.4 contoh desain pelat satu arah.

Gambar 2.3 Ly & Lx pada Pelat Dua Arah


Gambar 2.4 Pelat Dua Arah

Berikut adalah langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam


perencanaan perhitungan suatu struktur pelat yang termasuk ke dalam
jenis pelat dua arah adalah sebagai berikut:

1.) Menghitung h minimum Pelat, Tebal pelat minimum dengan balok


yang menghubungkan tumpuan pada semua sisinya harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut :
 Untuk m yang sama atau lebih kecil dari 0,2 harus menggunakan
tabel:
2.) Menghitung beban rencana pelat

Wu = 1,2DL + 1,6LL

LL = Jumlah Beban Hidup Pelat ( KN/m )

3) Menentukan tinggi efektif ( deff )

dx = h - tebal selimut beton-1/2 arah x

dy = h - tebal selimut beton tulangan pokok x- ½ arah y

4) Menghitung Kperlu

k = faktor panjang efektif komponen struktur tekan


(Mpa)
Mu = Momen terfaktor pada penampang ( KN / m )
B = lebar penampang ( mm ) diambil 1 m
deff = tinggi efektif pelat ( mm )
Ø = faktor Kuat Rencana (SNI 2002 Pasal 11.3, hal 61 butir ke.2)

5.) Menentukan rasio Penulangan( )


Jika , maka pelat dibuat lebih tebal.

6.) Hitung As yang diperlukan.

As = Luas tulangan ( mm2)


= rasio penulangan

= tinggi efektif pelat ( mm )

7.) Mengontrol tulangan

1.7. Beban-beban pada Struktur Bangunan Bertingkat


Suatu struktur bangunan gedung juga harus direncanakan kekuatannya
terhadap suatu pembebanan, adapun jenis pembebanan tersebut antara lain:
1. Beban Mati ( Beban Tetap)
Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang
bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-
penyel;esaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. . (Pedoman Perencanaan
Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung, hal 1).
2. Beban Hidup (Beban Sementara)
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung, dan kedalamnya termasuk baban-beban
pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah,
mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari
gedung itu, sehingga mengakibatkan adanya perubahan dalam
pembebanan lantai dan atap tersebut. Khusus pada atap ke dalam beban
hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik akibat
genangan maupun akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air ke
dalam beban hidup tidak termasuk beban angin, beban gempa, dan
beban khusus. (Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan
Gedung / SKBI-1.3.53.1987,hal 2)
3. Beban Hujan
Dalam perhitungan beban yang disebabkan oleh air hujan dapat
diasumsikan sebagai beban yang bekerja tegak lurus terhadap bidang
atap dan koefisien beban hujan ditetapkan sebesar (40-0,8α) kg/m2 dan
α sebagai sudut atap. (Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk
Rumah dan Gedung / SKBI-1.3.53.1987,hal 2)
4. Beban Angin
Merupakan semua beban yang bekerja terhadap sebuah struktur gedung
yang disebabkan oleh karena adanya selisih dalam tekanan udara.
Beban tersebut berasal dari adanya tekanan positif dan negatif yang
bekerja tegak lurus terhadap bidang-bidang yang ditinjau. (Pedoman
Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung /
SKBI1.3.53.1987,hal 2)
5. Beban Gempa
Beban gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada
struktur bangunan gedung yang menirukan gerakan tanah akibat gempa
di dalam bumi. Dalam hal ini pengaruh gempa pada struktur gedung
ditentukan berdasarkan suatu analisis dinamik. (Pedoman Perencanaan
Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung / SKBI1.3.53.1987,hal 2)
6. Beban Khusus
Beban khusus adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau
bagian gedung yang terjadi akibat selisih suhu, pengangkatan dan
pemasangan, penurunan pondasi, susut, gaya-gaya tambahan yang
berasal dari beban hidup seperti gaya rem yang berasal dari keran, gaya
sentrifugal dan gaya dinamis yang berasal deri mesin-mesin, serta
pengaruh-pengaruh khusus lainnya. (Pedoman Perencanaan
Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung / SKBI-1.3.53.1987, hal 2
7. Beban Konstruksi
Unsur struktur utama pada umumnya dirancang untuk beban mati dan
beban hidup, akan tetapi unsur tersebut dapat dibebani oleh beban yang
jauh lebih besar dari beban rencana ketika bangunan didirikan. Beban
ini dinamakan beban konstruksi dan merupakan pertimbangan yang
penting dalam rancangan unsur struktur.
8. Beban Tekanan Air dan Tanah
Struktur dibawah permukaan tanah cenderung mendapat beban yang
berbeda dengan beban diatas tanah. Substruktur sebuah bangunan
harus memikul tekanan lateral yang disebabkan oleh tanah dan air
tanah. Gaya-gaya ini bekerja tegak lurus pada dinding dan lantai
substruktur.
9. Kombinasi Beban
Beban tinggi dari gedung akan menghadapi beban sepanjang usia
bangunan tersebut, dan banyak diantaranya yang bekerja bersamaan.
Efek beban harus digabung apabila bekerja pada garis kerja yang sama
dan harus dijumlahkan. (Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk
Rumah dan Gedung / SKBI-1.3.53.1987).
.2 Preliminary
1.1. Perencanaan Dimensi Balok
 Balok 1 Ujung Menerus
L =4m
4000
ℎ =
18.5
ℎ = 216,22 mm dibulatkan menjadi 250 mm
h balok = 250 mm
2× hb
b =
3
2× 216.22
b =
3
b = 144,14 mm dibulatkan menjadi 250 mm

 Balok 2 Ujung Menerus


L = 3,5 m
3500
ℎ =
18.5
ℎ = 166,67 mm dibulatkan menjadi 250 mm
h balok = 250 mm
2× hb
b =
3
2 x 166.67
b =
3
b = 111,11 mm dibulatkan menjadi 250 mm

Table 2.1 Perhitungan Dimensi Balok


1.2. Perencanaan Tributary Area
Tributary Area adalah konsep pembebanan yang disalurkan
berdasarkan luasan area.

Gambar 2.1 Tributary Area

Luas Tributary Area kolom VI


= (0,25*3*3,75)+(0,25*3*3,75)+(0,25*3,5*3,75)+(0,25*3,5*3,75)
= 12,19 m2
Tabel 2.2 Perhitungan Tributary Area

Lantai
No Luas
Lantai Yang
Kolom Dipikul Tributary
1 1 3 3,75
  2 2 3,75
  3 1 3,75
2 1 3 7,03
  2 2 7,03
  3 1 7,03
3 1 3 6,09
  2 2 6,09
  3 1 6,09
4 1 3 2,81
  2 2 2,81
  3 1 2,81
5 1 3 5,63
  2 2 5,63
  3 1 5,63
6 1 3 12,19
  2 2 12,19
  3 1 12,19
7 1 3 14,06
  2 2 14,06
  3 1 14,06
8 1 3 7,50
  2 2 7,50
  3 1 7,50
9 1 3 3,75
  2 2 3,75
  3 1 3,75
10 1 3 7,03
  2 2 7,03
  3 1 7,03
11 1 3 6,09
  2 2 6,09
  3 1 6,09
12 1 3 2,81
  2 2 2,81
  3 1 2,81

1.3. Perencanaan Dimensi Kolom

Dalam laporan ini, lantai yang dipikul oleh kolom sebesar 3 lantai
kemudian beban maksimal dan jenis mutu beton sebesar:

Beban = 1100 kg/m2

Jenis Mutu Beton = fc’30 Mpa

Perhitungan Untuk Lantai 3

 W = beban x Tributary x lantai yang dipikul


= 1100 x 3,75 x 1
= 4125 kg

10
 K = fc’ x
0.83
10
= 30 x
0.83
= 361,45

3w
 Luas Kolom =
k
3× 4125
Luas Kolom =
361,45
Luas Kolom = 34,24 cm2

 Lebar Kolom = √ luas kolom


Lebar Kolom = √ 34.24
Lebar Kolom = 5,85 cm

Perhitungan Untuk Lantai 2

 W = beban x Tributary x lantai yang dipikul


= 1100 x 3,75 x 2
= 8250 kg

10
 K = fc’ x
0.83
10
= 30 x
0.83
= 361,45

3w
 Luas Kolom =
k
3× 8250
Luas Kolom =
361,45
Luas Kolom = 68,48 cm2

 Lebar Kolom = √ luas kolom


Lebar Kolom = √ 68,48
Lebar Kolom = 8,27 cm

Perhitungan Untuk Lantai 1

 W = beban x Tributary x lantai yang dipikul


= 1100 x 3,75 x 3
= 12375 kg

10
 K = fc’ x
0.83
10
= 30 x
0.83
= 361,45

3w
 Luas Kolom =
k
3× 12375
Luas Kolom =
361,45
Luas Kolom = 102,71 cm2

 Lebar Kolom = √ luas kolom


Lebar Kolom = √ 102,71
Lebar Kolom = 10,13 cm

Karena balok yang ditopang oleh kolom lebih besar daripada dimensi
perhitungan kolom, maka berdasarkan teori Strong Coloumn Weak Beam, dimensi
kolom harus lebih besar atau sama dengan dimensi balok, sehingga Result ditulis
25.
Table 2.3 Perhitungan Dimensi Kolom I

Karena balok yang ditopang oleh kolom lebih besar daripada dimensi
perhitungan kolom, maka berdasarkan teori Strong Coloumn Weak Beam, dimensi
kolom harus lebih besar atau sama dengan dimensi balok, sehingga Result ditulis
25.

Table 2.4 Perhitungan Dimensi Kolom II


Karena balok yang ditopang oleh kolom lebih besar daripada dimensi
perhitungan kolom, maka berdasarkan teori Strong Coloumn Weak Beam, dimensi
kolom harus lebih besar atau sama dengan dimensi balok, sehingga Result ditulis
25.

Table 2.5 Perhitungan Dimensi Kolom III

Karena balok yang ditopang oleh kolom lebih besar daripada dimensi
perhitungan kolom, maka berdasarkan teori Strong Coloumn Weak Beam, dimensi
kolom harus lebih besar atau sama dengan dimensi balok, sehingga Result ditulis
25.

Table 2.6 Perhitungan Dimensi Kolom IV

Karena balok yang ditopang oleh kolom lebih besar daripada dimensi
perhitungan kolom, maka berdasarkan teori Strong Coloumn Weak Beam, dimensi
kolom harus lebih besar atau sama dengan dimensi balok, sehingga Result ditulis
25.

Table 2.7 Perhitungan Dimensi Kolom V


Karena balok yang ditopang oleh kolom lebih besar daripada dimensi
perhitungan kolom, maka berdasarkan teori Strong Coloumn Weak Beam, dimensi
kolom harus lebih besar atau sama dengan dimensi balok, sehingga Result ditulis
25.

Table 2.8 Perhitungan Dimensi Kolom VI

Karena balok yang ditopang oleh kolom lebih besar daripada dimensi
perhitungan kolom, maka berdasarkan teori Strong Coloumn Weak Beam, dimensi
kolom harus lebih besar atau sama dengan dimensi balok, sehingga Result ditulis
25
Table 2.9 Perhitungan Dimensi Kolom VII

Karena balok yang ditopang oleh kolom lebih besar daripada dimensi
perhitungan kolom, maka berdasarkan teori Strong Coloumn Weak Beam, dimensi
kolom harus lebih besar atau sama dengan dimensi balok, sehingga Result ditulis
25.

Table 2.10 Perhitungan Dimensi Kolom VIII


Karena balok yang ditopang oleh kolom lebih besar daripada dimensi
perhitungan kolom, maka berdasarkan teori Strong Coloumn Weak Beam, dimensi
kolom harus lebih besar atau sama dengan dimensi balok, sehingga Result ditulis
25.

Table 2.11 Perhitungan Dimensi Kolom IX

Karena balok yang ditopang oleh kolom lebih besar daripada dimensi
perhitungan kolom, maka berdasarkan teori Strong Coloumn Weak Beam, dimensi
kolom harus lebih besar atau sama dengan dimensi balok, sehingga Result ditulis
25.
Table 2.12 Perhitungan Dimensi Kolom X

Karena balok yang ditopang oleh kolom lebih besar daripada dimensi
perhitungan kolom, maka berdasarkan teori Strong Coloumn Weak Beam, dimensi
kolom harus lebih besar atau sama dengan dimensi balok, sehingga Result ditulis
25.

Table 2.13 Perhitungan Dimensi Kolom XI


Karena balok yang ditopang oleh kolom lebih besar daripada dimensi
perhitungan kolom, maka berdasarkan teori Strong Coloumn Weak Beam, dimensi
kolom harus lebih besar atau sama dengan dimensi balok, sehingga Result ditulis
25.

Table 2.14 Perhitungan Dimensi Kolom XII

Karena balok yang ditopang oleh kolom lebih besar daripada dimensi
perhitungan kolom, maka berdasarkan teori Strong Coloumn Weak Beam, dimensi
kolom harus lebih besar atau sama dengan dimensi balok, sehingga Result ditulis
25.

1.4. Perencanaan Dimensi Plat


 Jenis Plat
L Panjang
β=
L Pendek
4000
=
3000
= 1,33
Karena nilai β ≤ 2, maka plat termasuk kedalam plat dua arah.
 Tebal Plat
 Menghitung nilai konstanta pada inersia balok.
Untuk mencari nilai konstanta pada inersia balok ,
menggunakan rumus:
Diketahui:
bentang pendek 3000
be = → be = = 750 mm
4 4
bw = b balok (250 mm)
hw = h balok (250 mm)
hf = tebal plat rencana 10 cm – 12 cm (asumsi 120 mm)

k=

be hf hf hf be hf ¿
1+( ¿x( )x [4−6 x ( )+ 4( )² +( −1)x ( )² ]
bw hw hw hw bw hw be hf
1+( −1) x( )
bw hw

k=

750 120 120 120 750 120 ¿


1+( ¿ x( ) x [ 4−6 x ( )+ 4( )²+( −1) x ( ) ²]
250 250 250 250 250 250 750 120
1+( −1) x( )
250 250

k = 2,817

 Mencari nilai inersia balok


1
I balok = . b .h ³ . k
12
1
I balok = .250 .2503 .2,817
12
I balok = 916971088 mm4 = 9,17 x 10-4 m4

 Mencari nilai inersia plat


bentang pendek x hf ³
I plat =
12
3000 x 120³
I plat = 12
I plat = 432000000 mm4 = 4,32 x 10-4 m4
 Mencari nilai αfm
I balok
αfm =
I plat
9,17 x 10 ⁻ ⁴
αfm =
4,32 x 10 ⁻ ⁴
αfm = 2,12
Ln = panjang bentang – lebar balok = 4000 – 250 = 3750

 Mencari tebal plat


Berdasarkan nilai αfm = 2,12 , maka menggunakan rumus
sebagai berikut:
Fy
ln(0,8+ )
h= 1400
36 +9 β
400
3750(0,8+ )
h= 1400
36+(9 x 1,33)
h = 84,87 mm, dibulatkan menjadi 100 mm
DAFTAR PUSTAKA

BSN (2013). SNI;1727 "Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan


Gedung dan Struktur Lain. Jakarta.

BSN (2013). SNI;2847 "Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan


Gedung".

Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai