Anda di halaman 1dari 3

Pemisahan merupakan suatu proses yang sangat penting untuk dipelajari dalam bidang teknik kimia.

Dalam proses sintesa di suatu industri dinginkan suatu produk dengan kemurnian tertentu atau
diperlukan pula bahan baku dengan kemurnian tertentu. Melalui proses pemisahan, diharapkan dapat
diperoleh produk komponen tertentu dari suatu campuran dengan kemurnian setinggi mungkin. Di
dalam teknik kimia dikenal beragam jenis proses pemisahan, bergantung pada fase penyusun campuran
yang akan dipisahkany Campuran vang terdiri atas satu fasa saja disebut campuran homogen sedangkan
campuran yang terdiri atas dua fasa atau lebih disebut campuran heterogen. Pemisahan campuran
homogen dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, di antaranya evaporasi, distilasi, ekstraksi,
kristalisasi, absorpsi, presipitasi, dan lain sebagainya. Dalam buku ini akan difokuskan pembahasan detail
mengenai pemisahan fase homogen dengan cara distilasi.

Distilasi adalah proses pemisahan suatu campuran yang didasarkan pada perbedaan titik didih dan
tekanan uap yang cukup signifikan. Suatu campuran komponen cair-cair yang saling larut dan keduanya
merupakan komponen yang volatil, tetapi memiliki perbedan titik didih yang cukup signifikan maka
dapat dipisahkan dengan cara distilasi Umpan pada proses distilasi daput berupa campuran biner
(campuran 2 komponen) atau campuran multikomponen yang terdiri atas fase cair saja atau campuran
uap dan cairan Komponen yang paling volatil dalam campuran tersebut akan membentuk fase uap dan
diperoleh sebagai produktas pada menara distilasi, sering kali disebut dengan istilah light key
composent. Sementara itu, komponen yang kurang volatil pada campuran akan tetap berada di fase cair
dan diperoleh sebagai produk bawah pada menara distilasi, dikenal dengan istilah heuvy key
compoment. Distilasi kali pertama diperkenalkan oleh secorang ilmuwan asal Yunani pada abad pertama
tahun maschi. Lambat laun perkembangannya makin pesat disebabkan tingginya permintaan akan
spiritus. Distilasi modern diperkenalkan

Senyawa bahan alam yang berbentuk padat hasil isolasi dari suatu tanaman sering terkontaminasi oleh
pengotor meski kadang-kadang hanya dalam jumlah yang relatif kecil. Teknik umum yang sering
digunakan untuk pemurmian senyawa tersebut adalah rekristalisasi yang didasarkan pada perbedaan
kelarutannya dalam keadaan panas atau dingin dalam suatu pelarut.

Kelarutan suatu senyawa dalam suatu pelarut biasanya naik seiring dengan naiknya temperatur, yang
berarti bahwa kelarutan tersebut juga tinggi di dalam pelarut panas. Kemudian pembentukan kristal
kembali dilakukan dengan pendinginan larutan hingga tercapai keadaan di atas jenuh. Jadi rekristalisasi
meliputi tahap awal yaitu melarutkan senyawa yang akan dimurnikan dalam sesedikit mungkin pelarut
atau campuran pelarut dalam keadaan panas atau bahkan sampai suhu pendidihan schingga diperoleh
larutan jermih dan tahap selanjutnya adalah mendinginkan larutan yang akan dapat menyebabkan
terbentuknya kristal yang kemudian dipisahkan melalui penyaringan.
Beberapa jenis pengotor yang sebelumnya bercampur dengan padatan sebelum rekristalisasi adalah
sebagai berikut

1. Pengotor yang tidak larut dalam pelarut panas yang digunakan pada rekristalisasi, dapat dihilangkan
dengan cara melakukan penyaringan larutan dalam keadaan panas tersebut

2. Pengotor yang larut dalam pelarut panas dan tetap tinggal sebagian dalam pelarut yang sudah dingin,
dapat dihilangkan dengan penyaringan akhir saat kristal telah terbentuk karena sebagian besar dari
pengotor jenis inj akan tetap terlarut dalam pelarut saat proses pembentukan kristal sehingga akan
terikut dalam filtrat saat penyaringan akhir

3. Pengotor yang sangat larut dalam pelarut panas dan sedikit larut dalam pelarut dingin. Jenis ini akan
menyebabkan proses rekristalisasi tidak efektif oleh karena itu kristal yang terbentuk juga tidak murni
benar.

Pemilihan pelarut untuk rekristalisasi pada umumnya didasarkan pada kemiripan sifat fisikokimia antara
pelarut dan zat yang akan dimurmikan, di antaranya adalah sifat kepolaran di mana antara keduanya
haruslah berdekatan. Beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi pelarut rekristalisasi
adalah:

1. Pelarut tidak mengadakan reaksi kimia dengan padatan yang akan dimurnikan melalui rekristalisasi

2. Kelarutan padatan harus tinggi dalam pelarut pada keadaan panas dan harus rendah pada keadaan
dingin

3. Pengotor organik harus dapat larut dalam pelarut pada keadaan dingin sehingga pengotor akan tetap
tinggal dalam larutan pada saat pembentukan kristal

Etil asetat-sikolheksana

Benzena-petroleum eter

Pelarut yang mengandung klor-petroleum eter.

Kualitas kristal yang diperoleh sangat bergantung pada kecepatan proses pendinginan larutan. Jika
pendinginan terlalu cepat, kristal akan terbentuk kecil-kecil dan tidak murmi. Sebaliknya jika
pendinginan terlalu lambat, kristal yang terbentuk besar-besar dan dapat menjebak pengotor serta
pelarut pada kisi-kisi dalam kristal. Harus juga diperhatikan jika diperlukan penangas es pada proses
pendinginan haruslah dijaga agar suhu penangas tidak lebih rendah dari titik beku pelarut.
Pembentukan kristal kembali biasanya mulai terjadi setelah suhu mulai meturun yang berlangsung
antara 15-30 menit, tetapi sering juga terjadi bahwa kristal tidak kunjung terbentuk. Jika hal ini terjadi,
maka dapat dilakukan dengan menggesek kuat-kuat dinding bejana yang dipakai di bawah permukaan
larutan dengan sebuah pengaduk kaca. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan cara memancing
pembentukan kristal dengan menggunakan kristal mumi senyawa yang sama. Kristal dimasukkan ke
dalam larutan yang berada dalam keadaan dingin, diaduk dengan kuat dan dibiarkan 2-3 hari.
Kadangkadang diperlukan juga perlakuan untuk lebih menurunkan suhu dengan jalan memasukkan
sepotong dry-ice ke dalam larutan.

Dimungkinkan juga terbentuknya suatu fasa minyak pada saat pendinginan.

Fasa ini amat sulit menjadi padat dan bahkan dapat menyebabkan terbentuknya kristal yang mengikat
banyak pengotor. Sebaiknya diamati, begitu fasa ini terbentuk, larutan dipanaskan lagi sampai semua
kembali larut, kemudian didinginkan perlahan dengan pengadukan yang konstan hingga terlihat kristal
mulai terbentuk. Untuk membantu, dapat ditambahkan kristal senyawa yang sama untuk memancing
terbentuknya kristal jika terlihat larutan mulai keruh pertanda fasa minyak mulai terbentuk.

Untuk campuran yang mengandung pengotor yang berwarna atau jika larutan dikeruhkan olch suspersi
dari senyawa-senyawa yang tidak larut, maka dapat digunakan karbon aktif karena karbon aktif akan
mengadsorpsi pengotor berwarna tersebut.

Sebelum ditambahkan karbon aktif, larutan didinginkan sebentar. Jumlah karbon aktif yang dipakai
biasanya adalah 0,2 gram untuk 100 ml larutan.

Penambahan karbon aktif tidak boleh dilakukan saat larutan berada pada suhu mendekati titik didih
pelarut karena sejumlah besar udara yang teradsorpsi oleh karbon aktif akan dibebaskan secara tiba-
tiba. Hal ini dapat menyebabkan terbentuknya busa yang melimpah dan larutan akan meluap keluar dari
bejana yang dipakai. Setelah karbon aktif dapat masuk dengan "aman" ke dalam larutan, campuran
dipanaskan lagi pada suhu titik didih pelarut selama 5-10 menit. Untuk memisahkan karbon aktif,
campuran disaring dalam keadaan panas.

Anda mungkin juga menyukai